Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA III

PEMBUATAN COFFEINE DARI TEH

Disusun Oleh
Firdaus Aditama (2017430035)

P2K TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
PEMBUATAN COFFEINE DARI TEH

I. PRINSIP PERCOBAAN
EKSTRAKSI, yaitu cara pemisahan suatu zat cair dari campurannya
(merupakan zat padat atau cair) yang berdasarkan daya larut dalam pelarut
tertentu (pelarut sebagai pemisah).

II. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Untuk Mengetahui Cara Pembuatan Coffeine dari The
2. Untuk Mengetahi Cara Kristalisasi
3. Untuk Mengetahui Sifat Fisika dan Kimia dari Coffeine

III. LANDASAN TEORI


Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam
biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman
penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/gmol dengan rumus kimia
C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek
langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada
adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung,
serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat
tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto,
2007).
Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom
nitrogen basa dan karena itu dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan
itu dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya mirip
alkali. Setelah ektraksi, alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan
lanjutan dengan basa dalam air (Khopkar, 2010).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier
atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid
merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman, Tidak
ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid
umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik.
Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari
senyawa-senyawa yang sederhana seperti coniiene sampai ke struktur
pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan
beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa aromatik,
contohnya colchicine (Utami, 2008).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak
dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau
termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya
terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni,
2009).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi
pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara
padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan
persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen
dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase.
Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia.
Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara :
1) Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan
untuk kesetimbangan kimia yang berisi gas.
2) Dengan hukum distribusi Nersnt, untuk kesetimbangan suatu zat
dalam 2 pelarut.
3) Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang
umum.
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut
dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna
satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi
diantaranya:
1) Temperatur yang digunakan. Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin
cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh
terhadap nilai k.
2) Jenis pelarut. Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah
menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi,
akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3) Jenis terlarut. Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah
menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas
(konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4) Konsentrasi. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula
harga k. Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan
temperatur. Harga k tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut.
Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut
tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku
untuk komponen yang sama.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis
dan penentuan tetapan kesetimbangan. Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan
bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai,
perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan
akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di
dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika
solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti
assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran
yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap- tiap
fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Teknik ekstraksi, tiga metode dasar pada ektraksi cair adalah :
ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter
current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paing sederhana.
Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengektraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga
terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua
lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode
ini sering digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ektraksi
akan tergantung pada banyaknya ektraksi yang dilakukan. Hasil yang baik
diperoleh jika jumlah ektraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut sedikit-sedikit. Ektraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan
distribusi besar. Alat yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah
corong pemisah (Day,2002).

Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut.


Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua
fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna
untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik atau
anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan
analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif
dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium. Alat
yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi
soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig. Secara
umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di
dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air. Tujuan
ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk
memisahkan dan isolasi bahan- bahan dari campurannya yang terjadi di alam,
untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan
pengotor yang larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka prinsip
dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi
zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Perbandingan
distribusi ini disebut koefisien distribusi (K). Ekstraksi digolongkan menjadi dua
macam ekstraksi yaitu:
1). Ekstraksi jangka pendek atau disebut juga proses pengocokan
Hampir dalam semua reaksi organik, dalam proses pemurniannya
selalui melalui proses ekstraksi (penarikan senyawa cair yang akan dimurnikan
dari pelarut air oleh pelarut organik dengan cara mengocoknya dalam
corong pisah). Pelarut organik yang biasa dipakai untuk melarutkan senyawa
organik / ekstraksi ialah eter. Hal ini dikarenakan eter merupakan pelarut
yang memiliki sifat inert, mudah melarutkan senyawa-senyawa organik,
dan titik didihnya rendah sehingga mudah untuk dipisahkan kembali
dengan cara destilasi sederhana. Cara ekstraksi ini biasa dipergunakan
dalam :
 Pembuatan ester, untuk memisahkan ester dari pencampurnya.
 Pembuatan anilin, nitrobenzen, kloroform, dan preparat organik
cair lainnya.Bahan yang akan dipisahkan dalam suatu campuran akan
terdistribusi diantara pencampurnya dan pelarutnya membentuk dua
fasa/lapisan. Dengan demikian ekstraksi jangka pendek merupakan
proses pengocokan yang dilakukan dengan menggunakan corong
pisah, setelah dikocok dengan kuat dengan mencampurkan pelarut
yang lebih baik bila didiamkan larutan akan lapisan. Cara melakukan
ekstraksi jangka pendek (pengocokan) menggunakan corong pisah:
2). Ekstraksi jangka panjang
Ekstraksi jangka panjang biasa dilakukan untuk memisahkan bahan
alam yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan atau hewan. Senyawa organik
yang terdapat dalam bahan alam seperti kafein dari daun teh dapat diambil
dengan cara ekstraksi jangka panjang dengan menggunakan suatu alat ekstraksi
yang disebut alat soxhlet. (Nurul, 2011).
Kafein digunakan pada penyakit tertentu, seperti neuralgia migrain
dan terjadi kelelahan, digabungkan dengan anmalgetik seperti aspirin. Dosis
yang terlalu besar menyebabkan insomnia, kurang tidur/istirahat dan tokirdodia
(Ahmad, 1992).
Kafein dari teh kering terdapat 3%, bahan inilah yang menimbulkan rasa
nikmat dari teh, pada hakikatnya, kafein menyabar merata pada semua
bagian tanaman, tetapi kadarnya berbeda. Daun yang muda banyak
mengandung kafein yaitu sebesar 3-4%, sedangkan daun-daun yang ke-5 dan ke-
6 mengandung 1,5% serta daun yang paling ujung pangkal mengandung 0,5%
kafein (9 Sujarwo, 1964).
Rumus molekul kafein yang terdapat dalam teh berhubungan dengan
asam urie yang ditunjukkan reaksi oksida dengan potasium warat dan
asam hidroklit, kafein memberikan dimetialoxan dan molulea dalam
basilan molekul yang sama struktur dari produk yang berlebihan dan
dikonvemasikan dalam senyawa dimetilurea dan asam meksosalit hidrilisis
dan dipertegas sintesis dua susunan ( Firna, 1985).

BAHAN BAKU
1. Bahan Baku Utama Teh
Teh didefinisikan sebagai pohon kecil, tumbuh di alam bebas, daunnya
berbentuk jorong atau bulat telur yang pucuknya dilayukan dan
dikeringkan untuk dibuat minuman. Teh umumnya tumbuh pada ketinggian 200
– 2300 m. Biasanya tumbuhan teh tumbuh ditempat yang sejuk dan
diperbukitan. Daun teh terbagi menjadi dua kelompok Varasamica dari asam
dan Varsineosi dari Cina. Perbedaan dari dua kelompok daun teh tersebut
adalah dilihat dari bentuk daunya. Untuk kelompok Varasamica daunya besar
dan ujung daunnya runcing, Sedangkan kelompok Varasineosi bentuk daunya
kecil dan ujungnya tumpul tidak lancip.
a. Sifat Fisis dari The
 Titik didih 80 oC
 Mudah larut dalam pelarut organik
 Mempunyai sifat non eksplosit
 Kadar karbon rendah
 Mengandung coffeine
 Berwarna hitam bila sudah dioleh
 Berbau wangi

b. Sifat Kimia dari Teh


 Reaktifitasnya rendah
 Dapat dipisahkan dari komponennya dengan metode ekstraksi
 Mudah larut dalam air terutama air panas.
c. Kegunaan Teh
 Sebagai zat anti oksidasi dan bersifat merangsang saraf otak
 Sebagai bahan baku minuman penyegar dan untuk menyerap kolesterol

2. Alkohol
Alkohol adalah kelompok senyawa yang mengandung satu atau
lebih gugus fungsi hidroksil (-OH) pada suatu senyawa alkana. Alkohol
dapat dikenali dengan rumus umumnya R-OH. Alkohol merupakan salah
satu zat yang penting dalam kimia organik karena dapat diubah dari dan ke
banyak tipe senyawa lainnya. Reaksi dengan alkohol akan menghasilkan
2 macam senyawa. Reaksi bisa menghasilkan senyawa yang mengandung
ikatan R-O atau dapat juga menghasilkan senyawa mengandung ikatan O-H.
Nama Iupac Alkohol diambil dari nama alkana induknya, tetapi
dengan akhiran OL suatu angka awalan. Yang dipilih srendah mungkin
digunakan jika digunakan.

OH
CH3-OH CH3-CH2-CH2-OH CH3–CH–CH3
(Metanol) (1 – Propanol) (2 – Propanol)
Gugus OH yang berpioritas lebih rendah diberi nama dengan awalan
hidroksil seperti nama dalam contoh.

OH O O

CH3 – CH – C - OH HO - CH2 - CH2 - CH


(Asam 2 – Hidroksi Propana) (3 – Hidroksi Propanol)

a. Sifat Fisis Alkohol


 Titik didih 78,3 oC
 Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air
 Mudah terbakar
 Bersifat polar karena mengandung gugus OH
 Tidak berwarna ( Jernih)
 Hidrokarbon suatu alkohol bersifat hidrofob (menolak molekul –
molekul air)
b. Sifat Kimia Alkohol
 Mudah terbakar
 Alkohol adalah asam atau basa yang sangat lemah
 Reaksi eliminasi alkohol
(CH3)3 COH H2SO4 (CH3)2 C = CH2 + H2O
t-butil alcohol Metripropena
CH3CH2OH H2SO4(P) CH2 = CH2 + H2O
Etanol Etana
 Oksidasi alcohol
Oksidasi alkohol dapat dioksidator oleh oksidator oksidator KmnO4
atau K2Cr2O oksidator dengan K2Cr2O2 atau KmnO4 dalam suasana asam
(H2SO4) alkohol primer mula-mula feroksidasi menjadi aldehida dan
teroksidasi selanjutnya menjadi asam karboksilat
c. Kegunaan Alkhol
 Digunakan untuk minuman keras (etanol)
 Digunakan sebagai zat pembunuh kuman (2 – propanol)
 Digunakan sebagai bahan bakar dan pelarut (metanol)
 Alkohol berfungsi sebagai pengikat coffeine dari the

3. Natrium Hidroksida (NaOH)


NaOH atau biasa disebut dengan istilah soda api atau kaustik soda
adalah senyawa bersifat basa anorganik (inorganic base compound). Bentuk
kristalnya memiliki warna putih terang agak transparan, dibuat dalam
bentuk flake, pellet atau granular. Bentuk cairnya tak memiliki warna
(bening transparan). Soda api atau kaustik soda larut dalam air, ethanol dan
methanol. Soda api mudah mencair pada udara terbuka, karena memiliki
sifat yang higroskopis dan mampu menurunkan kelembaban udara, serta
mengadsorbsi karbon dioksida (CO2) dari udara. NaOH atau kaustik soda
digunakan secara luas di sektor industri dan rumah tangga. Pada industri,
NaOH digunakan sebagai bahan kimia basa untuk kebutuhan pembuatan
bubur kertas dan kertas, tekstil, air minum, proses pembuatan air aquadest
dan aquabidest, sabun, deterjen, industri pembuatan kaca, industri metalurgi
dan pengolahan hasil tambang mineral logam, industri percetakan, industri
pengolahan rumput laut, dan sebagainya.
a. Sifat Fisis:
 Mr 40 gr/mol
 Densitas 2,1 g/cm3
 Titik didih 1390℃
 Titik lebur 318℃
 Berwarna putih
b. Sifat Kimia:
 Mudah terionisasi dan sangat basa
 Mudah larut dalam air dan etanol tapi tidak larut dalam eter
 Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida
dan lembab
c. Bahaya Bahan:
 Menyebabkan iritasi pada kulit dan mata
 Menyebabkan gangguan pernapasan
d. Penanganan Bahan:
 Jika kontak dengan mata, segera lepas lensa mata dan segera
siram mara dengan air sebanyak-banyaknya
 Jika kontak dengan kulit, segera basuh dengan air sebanyak-
banyaknya

4. Asam Sulfat ( H2SO4)


Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang
kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat
mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama
industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral,
sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.
Merupakan salah satu senyawa terpenting dari belerang dalam
teknik asam sulfat dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
A. Proses Kontak
B. Proses bilik / Kamar Timbal
Persamaan dari proses diatas adalah menggunakan SO 2 sebagai
bahan dasar untuk membuat asam sulfat. Dimana SO 2
dihasilkan dari pembakaran belerang / pemanggangan pyrit (FES2).
Perbedaan keduanya proses ini terletak pemakaia jenis
katalisnya. Pada proses kontak digunakan katalisator FE2O3,
V2O5, Pt dan pada proses timbal digunakan katalisator gas Mg dan
NO2 Belerang adalah zat padat yang pada temperatur kamar

melebur 119oC. Fungsi H2SO4 dalam pembuatan Coffeine dari


teh adalah untuk mengisolasi Coffeine dari teh.
a. Sifat Fisis:
 Berbau khas aromatik
 Mr 98 gr/mol
 Berbentuk cair
 Berat jenis 1,84 gr/cm3
 Titik didih 240℃
 Titik leleh 10℃
 Bersifat korosif
b. Sifat Kimia:
 Merupakan asam kuat
 Merupakan oksidator dengan reduksi terkuat
 Jika di campur dengan air akan menimbulkan reaksi eksoterm
c. Bahaya Bahan:
 Menyebabkan iritasi
 Menyebabkan gangguan pernapasan
 Dapat menyebabkan kebakaran
 Dapat menyebabkan karat pada besi

d. Penanganan Bahan:
 Gunakan pakaian pelindung lengkap
 Hindari kontak dengan mata dan kulit

5. Magnesium Oksida (MgO)


Magnesium Oksida (MgO) atau periclase merupakan mineral padatan
putih higroskopis. Mayoritas magnesium oksida (MgO) yang dihasilkan
diperoleh dari pengolahan mineral alami seperti magnesite (MgCO3),
magnesium chloride (MgCl2) dan air laut. MgO dapat dijumpai sebagai
mineral periklasa dan dibuat dengan memanaskan magnesium adalah Oksigen
atau lewat peruraian garam-garam Mg-nya seperti Mg(OH) 2, MgCO3,
Mg(NO3)2, MgC2O4 dan garam-garam lain dari asam organik (Gana, 2010)
a. Sifat Fisis:
 Berwarna putih
 Bersifat keras dan tahan api
 Titik leleh 2800℃
 Densitas 3,65 g/cm3
b. Sifat Kimia:
 Pijar bila dicampur dengan larutan magnesium klorida, akan
membentuk bubur bersifat plastik.
 Bersifat basa lemah disebabkan gaya tarik ion-ion oksidanya
terhadap proton-proton molekul air.
c. Bahaya Bahan:
 Menyebabkan iritasi
 Hindari kontak dengan mata dan kulit
d. Penanganan Bahan:
 Jauhkan dari oksidasi, klorin, bromin, iodium, asam dan
semua sumber air

6. Chlorofrom (CHCl3)
Senyawa kloroform adalah senyawa haloalkana yang mengikat tiga
atom halogen klor (Cl) pada rantai C-nya. Senyawa kloroform dapat dibuat
dengan bahan dasar berupa senyawa organik yang memiliki gugus metil (-
CH3) yang terikat pada atom C karbonil atau atom C hidroksil yang
direaksikan dengan pereaksi halogen (Cl2). Halogenasi sering berjalan secara
eksplosif dan hampir tanpa kecuali menghasilkan campuran produk,
karena alasan inilah halogenasi kadang saja digunakan dalam laboratorium.
Kloroform disebut juga haloform disebabkan karena brom dan klor
juga bereaksi dengan metal keton yang menghasilkan masing-masing
bromoform (CHBr3) dan kloroform(CHCl3). Hal ini disebut CHX3 atau
haloform.
Kloroform merupakan senyawa dari asam formiat dan termasuk
senyawa polihalogen yaitu senyawa turunan karboksilat yang mengikat lebih
dari satu atom halogen. Kloroform berasal dari bahan dasar aseton dan bubur
kaporit. Dalam pembuatannya bubur kaporit (CaOCl2) adalah bahan dasar
dimana kapur klor mengakibatkan oksidasi dan klorisasi sehingga terjadi
trikloroasetaldehida yaitu suatu zat basa yang ada dikapur. Klor itu terurai
menjadi asam formiat (dalam bentuk garam kalsium) dan kloroform. Selain
itu, pada pembuatan kloroform digunakan NaOH sebagai katalis pembersih.
a. Sifat Fisis:
 Mr 119,38 g/mol
 Cairan tidak berwarna
 Berat jenis 1,48 g/cm3
 Titik leleh -63,5℃
 Titik didih 61,2℃
 Berbau khas aromatik
 Mudah menguap
 Beracun
b. Sifat Kimia:
 Jika terkena udara dan cahaya kloroform mengalami oksidasi
secara lambat membentuk fosgen dengan toksitas yang tinggi
 Kloroform dipanaskan dengan alkali akan terurai menjadi
alkali formiat
 Reaksi natrium etilat dengan kloroform membentuk trioksi
metana atau metal ester asam formiat
c. Bahaya Bahan:
 Karsinogenik
 Menyebabkan iritasi
 Menyebabkan kerusakan organ-organ
d. Penanganan Bahan:
 Gunakan pakaian pelindung lengkap
 Dalam ventilasi yang tidak mencukupi, gunakan peralatan
pernapasan

PRODUK
COFFEINE
Coffeine merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat
dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa
minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia
1,3,7 – trimetil santina (C8H10N8O2) atau dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam
air). Zat ini didapatkan pada tahun 1820 oleh Runge Pelletries dan Capentau dari
kopi adalah identik dengan tiena dari teh. Coffein merupakan zat alkohol yaitu
suatu zat yang dapat membuat orang mabuk.
Kristal Coffein dari larutannya dalam air berupa jarum-jarum

bercahaya sutra, bila tidak mengandung air. Coffein mencair pada 236,5 oC dan
mensublimasi pada temperatur yang lebih rendah. Dalam air panas zat ini mudah
larut sedangkan pada air dingin sukar larut.
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji
kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat dan beberapa minuman penyegar.
Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/gmol dengan rumus kimia C 8H10N8O2
dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari
kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak
langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek
samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia) dan denyut
jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007)
Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid. Alkaloid
adalah senyawa yang mengandung atom nirogen dalam strukturnya dan banyak
ditemukan dalam tanaman. Senyawa alkaloid umumnya memiliki rasa pahit dan
seringkali memiliki sifat fisiologis aktif bagi manusia. Struktur kafein terbangun
dari sistem cincin purin, yang secara biologis penting dan diantaranya banyak
ditemukan dalam asam nukleat (Berghuis, 2015)
Kafein bertindak sebagai stimulan yang dapat menstimulasi kerja jantung,
pernafasan, sistem syaraf pusat dan sebagai diuretik. Kafein dapat menyebabkan
kegelisahan, insomnia, sakit kepala dan secara fisik dapat bersifat sebagai candu.
Sesorang yang meminum 4 cangkir kopi per hari dapat mengalami sakit kepala,
insomnia dan kemungkinan mual (Berghuis, 2015)
Kafein cukup banyak terkandung dalam teh. Teh telah dikonsumsi sebagai
minuman selama hampir 2000 tahun, dimulai di Cina. Minuman ini dibuat
dengan menyeduh daun dan kuncup muda pohon teh, Camellia sinensis, di dalam
air panas. Sekarang, terdapat dua varietas utama daun teh yang digunakan, yaitu
pohon teh cina berdaun kecil dan pohon teh asam berdaun lebar. Hibrid dari
kedua varietas ini juga telah dibudidayakan. Daun teh bisa difermentasi ataupun
tanpa fermentasi sebelum digunakan. Daun teh yang difermentasi disebut teh
hitam, sedangkan daun teh yang tidak difermentasi disebut teh hijau dan daun teh
yang difermentasi sebagian disebut teh oolong (Berghuis, 2015)
Daun teh sebagian besar mengandung selulosa, yaitu suatu polimer dari
glukosa yang tak larut dalam air. Selulosa di dalam tumbuhan berfungsi hampir
sama dengan serat protein dalam hewan, yaitu sebagai material pembangunan
struktur tanaman. Di samping selulosa, di dalam daun teh terdapat beberapa
senyawa lain, termasuk kafein, tannin (senyawa fenolik, yaitu senyawa yang
memiliki suatu gugus –OH yang terikat pada cincin aromatik) dan sejumlah kecil
klorofil (Berghuis, 2015)

Caffein
Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel
berdasarkan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini
biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran
larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara
sampel dengan eluen, maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut (Anonim, 2015)
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak
yang sama walupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut
adalah nilai Rf. Nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar
sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase
diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung
dengan rumus berikut (Anonim, 2015)
Jarak yang ditempuh substansi
Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat KLT. Saat membandingkan dua sampel
yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis (Anonim, 2015)
a. Sifat Fisis:
 Merupakan kristal putih
 Bila tak mengandung air coffein mencair pada 236,5 oC dan
menyublimasi pada temperatur rendah
 Mudah larut dalam air panas tetapi sukar larut pada air dingin
b. Sifat Kimia:
Coffein mudah larut dalam pelarut organik seperti alkohol dan
kloroform

IV. DIAGRAM ALIR PROSES


V. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan:
a. Corong pemisah
b. Statif dan klem
c. Ekstraksi soxlet
d. Kertas saring
e. Batu pemanas
f. Erlenmeyer
g. Piring porselin
h. Bunsen
i. Heater
j. Pompa vakum
2. Bahan yang digunakan:
a. Teh
b. Alkohol
c. MgO
d. Asam sulfat
e. Kloroform
f. Natrium hidroksida

VI. RANGKAIAN ALAT


VII. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Ke dalam alat ekstraksi dimasukkan 50 gram teh dan 200 cc alkohol
2. Proses ekstraksi ini berlangsung selama 2 jam (sampai cairan yang kembali ke
labu jernih)
3. Setelah ekstraksi, cairan ditambahkan 25 gram MgO dan kemudian dipanaskan
diatas bunsen hingga suspensi menjadi kering seperti tepung
4. Tepung yang terjadi direbus dengan 250 cc air lalu disaring dengan saringan
penghisap
5. Kemudian tepung direbus lagi 150 cc sebanyak 3 kali
6. Pada tiap-tiap penyaringan filtratnya dijadikan satu
7. Kemudian dalam cairan ini dimasukkan 10% larutan asam sulfat 25 cc dan
cairan direbus hingga volumenya mencapai 1/3 dari volume awal (pake batu)
8. Setelah perebusan saring kembali untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih ada
9. Filtrat yang didapat dikocok 3 kali dengan kloroform setaip 25 cc pemakaiannya
10. Larutan kloroform yang agak kuning diberi larutan NaOH encer agar warnanya
agak muda
11. Kemudian diteteskan ke piring porselin yang sedang dipanasi diatas bunsen,
sehingga didapatkan kristal coffein
12. Kristal coffein yang didapat berupa jarum-jarum putih yang mengkilap,
mempunyai 1 mol air kristal dengan titik lebur 236℃ dan menyublim pada suhu
180℃
13. Timbang kristal yang didapat dan hitung rendemen praktisnya
14. Hasil yang didapat kira-kira 2 gram
VIII. DATA PENGAMATAN

 Tepung yang didapat direbus dengan air 200 ml sampai mendidih


kemudian disaring dengan penyaring vacuum pada saat masih keadaan
panas (mendidih) dan dilakukan hal sama dengan air sebanyak 150 cc
sebanyak 3 x
 Filtratnya dijadikan satu dan ditambah 25 ml H2SO4 15 % kemudian
direbus hingga volumenya menjadi 1/3 volume awal
 Kemudian disaring dengan penyaring vacuum untuk menghilangkan
kotoran- kotoran yang masih ada
 Dimasukan kedalam corong pemisah dan diberi Chlorofrom 25cc tiap
pengocokan sebanyak 3x
 Cairan pada lapisan bawah ditampung sedangkan lapisan atas dikocok
lagi

IX. DATA PERHITUNGAN


Cawan porselin kosong = 37,31 gram
Cawan porselin + Isi = 35,53 gram
Bobot coffein teoritis = 2,00 gram
Berat Kristal = (cawan + isi ) – (cawan kosong)
= 37,31 – 35,53
= 1,78 gram

berat hasil praktikum


Rendemen Coffein = x 100 %
berat secara teoritis
= 1,78 x
100%
2,00
= 89,00 %

X. PEMBAHASAN
Pada praktikum ekstraksi kafein ini bahan baku yang digunakan adalah
teh, karena teh mengandung kafein paling banyak dibandingkan dengan jenis
tanaman lainnya seperti kopi dan coklat. Untuk mengekstraksi teh, teh ini
dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam ekstraktor.
Kemudian diisi dengan alcohol sebagai pelarutnya. Digunakan alkohol
sebagai pelarutnya karena mempunyai sifat yang sama dengan sampel,
yaitu bersifat polar, sehingga dapat melarutkan kafein yang terdapat di
dalam teh. Pada proses ekstraksi digunakan alat ekstraktor, dimana pada
percobaan ini alat ekstraktor yang berisi teh dengan pelarut alkohol bekerja
dengan cara pemanasan yang dilakukan dimana akan terjadi sirkulasi
selama pemanasan. Semakin sering terjadi sirkulasi maka akan semakin banyak
kafein yang dihasilkan. Sirkulasi ini terjadi karena pelarut alkohol yang
berada pada labu bulat akan menguap akibat pemanasan. Alat ekstraktor ini
dilengkapi dengan cooler yang akan mendinginkan alkohol yang menguap
dan akan turun ke dalam ekstraktor hingga akhirnya jatuh ke dalam alas
bulat kembali. Setelah selesai diekstraksi, larutan campuran kemudian
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi suspensi dari MgO dan air.
Tujuan dari penambahan MgO tersebut untuk mengikat klorofil dan mengikat
air, agar kafein menjadi terlindungi pada saat pengeringan sehingga tidak
pecah-pecah yang menyebabkan kerusakan pada strukturnya. Kemudian
campuran dituangkan dalam cawan porselin kemudian dikeringkan.
Pengeringan disini bertujuan untuk menghilangkan kandungan alkohol dari
campuran. Tepung yang terbentuk direbus dengan 250cc air. Hal ini
bertujuan untuk melarutkan coffein dan juga untuk memurnikan campuran
dari pengaruh alkohol yang masih ada dalam MgO. Setelah itu disaring dengan
saringan penghisap. Tepung direbus kembali hingga menghasilkan filtrate.
Fitrat yang mengandung kafein kemudian ditambahkan dengan 10% larutan
H2SO4 25cc. Penambahan asam ini dimaksudkan untuk mengoksidasi
larutan dan menurunkan pH larutan sehingga kafein tidak mengalami
kerusakan. Pada suasana pH yang tinggi,kafein sangat mudah rusak, sehingga
untuk mendapatkan kafein yang baik, penambahan asam seperti asam sulfat
untuk menurunkan pH harus dilakukan. Setelah itu diakukan pengisatan sampai
1/3 volume semula. Hal ini dilakukan agar larutan tersebut jenuh dan
memenuhi syarat kristalisasi dan zat-zat dan air yang tercampur pada kafein
menjadi terpisah melalui proses ini.
Proses pemanasan ini sangat berperan dalam mendukung difusivitas
yaitu masuknya pelarut air menembus bahan padat daun teh dan melarutkan
kafein dari daun karena perbedaan konsentrasi yang besar antara pelarut
dn bahan. Difusivitas ini memerlukan perbedaan temperatur dan tekanan
yang signifikan yang dapat di peroleh melalui pendidihan larutan. Hasilnya
adalah sari daun teh tersebut larut dengan warna larutan coklat tua dan
ampas daun teh diatasnya, sedangkan H2SO4, menjadi endapan putih di dasar
larutan sehingga tidak mengganggu larutan yang di inginkan. Larutan yang
tertinggal dimasukkan ke dalam corong pisah. Di dalam corong pisah
dilakukan pencucian dengan CHCl3 dengan cara pengocokan corong
pemisah yang berisi larutan dan kloroform agar kloroform dapat terdistribusi
dengan cepat dan keduanya tercampur sempurna. Dibukanya kran pada
saat pengocokan agar mengeluarkan gas didalamnya, karena jika tidak
dikeluarkan dapat memberikan tekanan. Pemisahan larutan ini dikarenakan
sifat kepolarannya. Penggunaan kloroform (CHCl3) sebagai pencuci
karena CHCl3 bersifat semipolar yang dapar mengikat kotoran-kotoran dan
zat-zat lain yang ada pada kafein sekaligus berikatan dengan air. Penggunaan
kloroform sebagai pelarut ke dua adalah karena kloroform tidak bercampur
dengan air dan mudah menguap sehingga pada akhir percobaan dapat
terpisah dengan ekstrak kafein. Selain itu, kafein dan kloroform sama-
sama bersifat non polar. Pada saat larutan berada di dalam corong
pemisah ini terlihat bahwa air dan kloroform tidak dapat bercampur.
Air berada di bagian atas, sedangkan kloroform yang kerapatannya lebih
tinggi berada di bawah nya. Mulanya kafein hanya terkonsentrasi pada air.
Namun setelah corong pemisah di kocok, kafein akan terdistribusi
menempati kedua bagian pelarut dan mencapai kesetimbangan
sebagian antara fasa bagian atas (dalam air) dan fasa yang lebih rendah
(kloroform). Kafein merupakan zat organik yang dapat larut dalam pelarut
organik kloroform dan memiliki gugus karbonil yang hidrofilik sehingga juga
larut dalam air.
Larutan yang telah dikocok dalam corong pemisah terbagi
menjadi 3 lapisan. Lapisan atas berwarna cokelat tua yang mengandung
zat sisa, lapisan tengah berwarna coklat muda adalah kafein yang
masih bercampur dengan zat sisa sedangkan lapisan bawah yang berwarna
bening adalah larutan kafein. Terbentuknya 3 lapisan ini disebakan massa jenis.
Semakin kecil massa jenis maka akan berada di lapisan paling atas. Larutan
kafein dikeluarkan ke dalam gelas beker agar kafein terpisah dari zat-zat
lainnya. Larutan atas ditambah kloroform agar kafein yang masih tertinggal
di nlarutan dapat terpisah secara sempurna. Sehingga, kafein terikat dengan
kloroform dan dapat dikeluarkan ke gelas beker. Larutam kafein yang telah
dipisahkan, ditambahkan NaOH encer. Penambahan NaOH untuk
menjernihkan larutan coffein yang berwarna kuning dari pengaruh Kloroform.
Kemudian larutan terbagi menjadi dua lapisan, lapisan yang paling bawah
berisi kafein yang akan dievaporasi diatas piring porselin hingga
menyisakan kristal kafein. Hasil kristal kafein yang didapat adalah 1,78 gram.

XI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
 Coffein mudah larut dalam keadaan panas sehingga dalam praktek
ini harus berlangsung pada suhu tinggi.
 Metode kristalisasi digunakan pemanasan.
 Operasi pemisahan yang digunakan yaitu ekstraksi, filtrasi,
dekantasi dan kristalisasi.
 Dalam praktek ini didapat coffein sebesar 1,78 gram dan rendemennya
89,00 %.

XII. DAFTAR PUSTAKA


 http://choalialmu89.blogspot.com/2010/10/percobaan-v-ekstraksi-
kafein-dari- daun.html
 Ahmad, Mustafa, 1992, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
 Finar, 1985, Organic chemistry, Longsman, london.
 Sujarwo, 1964, Bercocok Tanam Teh, Summur, Bandung.
 Winarno, 1991, Komoditi Teh, yayasan Obor, Jakarta.
 Google : http://ariefrvi.blogspot.com/2012/09/laporan-percobaan-5-
ektraksi-kafein.html
 Google : http://www.scribd.com/doc/180516303/Laporan-Tetap-Ekstraksi-
Kafein-Dari-Daun-Teh-docx
 Google : http://dhewata.blogspot.com/2010/02/lap-ko.html
 https://newgoat.co.id/jenis-jenis-kristal/
 https://www.academia.edu/24271970/Metode_Ekstraksi
 Google : http://voiladena.blogspot.com/2012/06/ekstraksi-kafein.html
XIII. TUGAS
1. Jelaskan jenis-jenis kristal dan Coffeine termasuk jenis kristal apa?
Coffeine termasuk kristal molecular, dalam air kristal Coffeine berupa
jarum-jarum bercahaya, dengan rumus bangun sebagai berikut :

a. Kristal logam
Kristal dengan kisi yang terdiri atas atom logam yang terikat
melalui ikatan logam. Atom logam merupakan atom yang memiliki
energi ionisasi kecil sehingga elektron valensinya mudah lepas dan
menyebabkan atom membentuk kation. Bila dua atom logam saling
mendekat, maka akan terjadi tumpah tindih antara orbital-orbitalnya
sehingga membentuk suatu orbital molekul. Semakin banyak atom logam
yang saling berinteraksi, maka akan semakin banyak terjadi tumpang
tindih orbital sehingga membentuk suatu orbital molekul baru.
Terjadinya tumpang tindih orbital yang berulang-ulang menyebabkan
elektron-elektron pada kulit terluar setiap atom dipengaruhi oleh atom
lain sehingga dapat bergerak bebas di dalam kisi.
b. Kristal ionic
Kristal ionik terbentuk karena adanya gaya tarik antara ion
bermuatan positif dan negatif. Umumnya, kristal ionik memiliki titik
leleh tinggi dan hantaran listrik yang rendah. Contoh dari kristal ionik
adalah NaCl. Kristal ionik tidak memiliki arah khusus seperti kristal
kovalen sehingga pada kristal NaCl misalnya, ion natrium akan
berinteraksi dengan semua ion klorida dengan intensitas interaksi yang
beragam dan ion klorida akan berinteraksi dengan seluruh ion
natriumnya.

c. Kristal kovalen
Atom-atom penyusun kristal kovalen secara berulang terikat
melalui suatu ikatan kovalen membentuk suatu kristal dengan struktur
yang mirip dengan polimer atau molekul raksasa. Contoh kristal kovalen
adalah intan dan silikon dioksida (SiO2) atau kuarsa. Intan memiliki
sifat kekerasan yang berasal dari terbentuknya ikatan kovalen orbital
atom karbon hibrida sp3.

d. Kristal molecular
Pada umumnya, kristal terbentuk dari suatu jenis ikatan kimia
antara atom atau ion. Namun, pada kasus kristal molekular, kristal
terbentuk tanpa bantuan ikatan, tetapi melalui interaksi lemah antara
molekulnya. Salah satu contoh dari kristal molekular adalah kristal
iodin.

e. Kristal cair
Kristal memiliki titik leleh yang tetap, dengan kata laun, kristal
akan mempertahankan temperatur dari awal hingga akhir proses
pelelehan. Sebaliknya, titik leleh zat amorf berada di nilai temperatur
yang lebar, dan temperatur selama proses pelelehan akan bervariasi.

2. Macam-macam ekstrasi ?
a. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan
melunakkan. Keunggulan metode maserasi ini adalah maserasi
merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dan paling banyak
digunakan, peralatannya mudah ditemukan dan pengerjaannya
sederhana. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri
(Agoes,2007). Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan
simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah
selesai waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah
tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses
perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam
cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan
turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi
tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin
banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
b. Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui
dan colare yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian
dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Alat yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator,
dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel, 1989).
Metode perkolasi memberikan beberapa keunggulan
dibandingkan metode maserasi, antara lain adanya aliran cairan penyari
menyebabkan adanya pergantian larutan dan ruang di antara butir-butir
serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan
penyari. Kedua hal ini meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi yang
memungkinkan proses penyarian lebih sempurna (Anonim, 1986).
c. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat
dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat
soklet akan mengosongkan isinya ke dalam labu dasar bulat setelah
pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati alat ini
melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan
senyawa dari bioasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena
konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut (Depkes RI, 2000).
d. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
e. Ultrasonik
Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi
difasilitasi dengan menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20
kHz). Ekstrak ditempatkan dalam botol. Vial ditempatkan dalam
penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk menginduksi mekanik
pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan seluler
meningkat pelarutan metabolit dalam ekstraksi pelarut dan meningkatkan
hasil. Efisiensi ekstraksi tergantung pada frekuensi instrumen, dan
panjang dan suhu sonikasi. Ultrasonication adalah jarang diterapkan
untuk ekstraksi skala besar; itu adalah sebagian besar digunakan untuk
awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan. Hal ini umumnya diterapkan
untuk memfasilitasi ekstraksi metabolit intraseluler dari kultur sel
tanaman.
f. Pressurized Solvent Extraction
Bertekanan ekstraksi pelarut, juga disebut ''dipercepat ekstraksi
pelarut'' metode ini menggunakan suhu yang lebih tinggi daripada yang
digunakan dalam metode ekstraksi lain, dan membutuhkan tekanan
tinggi untuk cepat dan direproduksi ekstraksi awal dari sejumlah sampel.
Mempertahankan pelarut dalam keadaan cair pada suhu tinggi. Hal ini
paling cocok untuk bahan tanaman yang dimuat ke dalam sel ekstraksi,
yang ditempatkan di sebuah oven. pelarut kemudian dipompa dari
reservoir untuk mengisi sel, yang dipanaskan dan bertekanan pada
tingkat diprogram untuk jangka waktu. Sel memerah dengan gas
nitrogen, dan ekstrak, yang otomatis disaring, dikumpulkan dalam
termos. Pelarut segar digunakan untuk mencampur sel dan untuk
melarutkan komponen yang tersisa. Sebuah pembersihan akhir dengan
nitrogen gas dilakukan untuk mengeringkan. Suhu tinggi dan tekanan
meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan dan meningkatkan
metabolit solubilisasi, meningkatkan kecepatan ekstraksi dan hasil.
Bahkan, dengan persyaratan pelarut rendah, bertekanan ekstraksi pelarut
lebih alternatif ekonomis dan ramah lingkungan dengan pendekatan
konvensional. Sebagai bahan dikeringkan secara menyeluruh setelah
ekstraksi, adalah untuk melakukan ekstraksi diulangi dengan pelarut
yang sama atau berturut-turut ekstraksi dengan pelarut meningkatkan
polaritas.

Anda mungkin juga menyukai