Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum
yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk
diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan
antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah
proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit
dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena
itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul
yang sama.
Jenis atau macam – macam ekstraksi ( sesuai E-Book Natural Products Isolation ) ada
beberapa, yaitu sebagai berikut :
1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakkan.
Keunggulan metode maserasi ini adalah maserasi merupakan cara ekstraksi yang
paling sederhana dan paling banyak digunakan, peralatannya mudah ditemukan dan
pengerjaannya sederhana. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri
(Agoes,2007). Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari
sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan
kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi artinya
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke
dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau
proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan. Sedangkan
keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara
teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh (Voight, 1994).
Menurut Hargono dkk. (1986), ada beberapa variasi metode maserasi, antara
lain digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar,
dan maserasi melingkar bertingkat. Digesti merupakan maserasi menggunakan
pemanasan lemah (40-50°C). Maserasi pengadukan kontinyu merupakan maserasi yang
dilakukan pengadukan secara terus-menerus, misalnya menggunakan shaker, sehingga
dapat mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam. Remaserasi merupakan maserasi
yang dilakukan beberapa kali. Maserasi melingkar merupakan maserasi yang cairan
pengekstrak selalu bergerak dan menyebar. Maserasi melingkar bertingkat merupakan
maserasi yang bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang sempurna.
Lama maserasi memengaruhi kualitas ekstrak yang akan diteliti. Lama maserasi
pada umumnya adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006). Menurut Voight (1995),
maserasi akan lebih efektif jika dilakukan proses pengadukan secara berkala karena
keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif.
Melalui usaha ini diperoleh suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih
cepat masuk ke dalam cairan pengekstrak.
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan colare
yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk
mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut
perkolat (Ansel, 1989).
Metode perkolasi memberikan beberapa keunggulan dibandingkan metode
maserasi, antara lain adanya aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian
larutan dan ruang di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler
tempat mengalir cairan penyari. Kedua hal ini meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi yang memungkinkan proses penyarian lebih sempurna (Anonim, 1986).
Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam
bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan
penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah
penyarian selanjutnya. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan
pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum
diketahui zat aktifnya, dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa,
bau, warna dan bentuknya (Anonim, 1986).
Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada temperatur ruang. Sedangkan
parameter berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung
senyawa aktif lagi. Pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat pada
tetesan perkolat yang sudah tidak berwarna. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan
dengan cara maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang
maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia , maka terjadi
aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai pelarutan zat aktifnya.
Proses penyaringan tersebut aakan menghasilkan perkolat yang pekat pada tetesan
pertama dan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer. Untuk memperbaiki cara
perkolasi tersebut dialkukan cara perkolasi bertingkat. Serbuk simplisia yang hampir
tersari sempurna sebelum dibuang, disari dengan cairan penyari yang baru. Hal ini
diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna. Sebaliknya serbuk
simplisia yang baru disari dengan perkolat yang hampir jenuh, dengan demikian akan
diperoleh perkolat akhir yang jernih. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan. Cara ini
cocok bila digunakan untuk perusahaan obat tradisional, termasuk perusahaan yang
memproduksi sediaan galenik. Agar dioperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan
percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan :
1. Jumlah percolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiap kali perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain.
Kelemahan dari metode perkolasi ini adalah kontak antara sampel padat tidak
merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
3. Sokletasi
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari
material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu didih,
ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum
disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan
air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah
senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah
menguap. Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar.
a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c. Pemanasannya dapat diatur
Kelemahan metode ini antara lain:
a. Tidak cocok untuk senyawa- senyawa yang tidak stabil terhadap panas
(senyawa termobil), contoh : Beta karoten.
b. Cara mengetahui ekstrak telah sempurna atau saat sokletasi harus
dihentikan adalah :
Pelarutnya sudah bening atau tidak berwarna lagi
Jika pelarut bening, maka diuji dengan meneteskan setetes pelarut
pada kaca arloji dan biarkan menguap. Bila tidak ada lagi bercak
noda, berarti sokletasi telah selesai.
Untuk mengetahui senyawa hasil penyarian (kandungannya) , dapat
dilakukan dengan tes identifikasi dengan menggunakan beberapa
pereaksi.
4. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai
3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
5. Ultrasonik
Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi difasilitasi
dengan menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz). Ekstrak ditempatkan
dalam botol. Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk
menginduksi mekanik pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan
seluler meningkat pelarutan metabolit dalam ekstraksi pelarut dan meningkatkan hasil.
Efisiensi ekstraksi tergantung pada frekuensi instrumen, dan panjang dan suhu sonikasi.
Ultrasonication adalah jarang diterapkan untuk ekstraksi skala besar; itu adalah
sebagian besar digunakan untuk awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan. Hal ini
umumnya diterapkan untuk memfasilitasi ekstraksi metabolit intraseluler dari kultur sel
tanaman.
Penggunaan ultrasonik pada dasarnya menggunakan prinsip dasar yaitu dengan
dengan mengamati sifat akustik gelombang ultrasonik yang dirambatkan melalui
medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat, medium yang dilewatinya akan
mengalami getaran. Getaran akan memberikan pengadukan yang intensif terhadap
proses ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut
sehingga akan meningkatkan proses ektraksi.
Keuntungan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic: