Anda di halaman 1dari 13

Anatomi

Tonsil merupakan bagian dari orofaring. Orofaring merupakan bagian dari


faring yang berhubungan dengan nasofaring dan rongga mulut ke hipofaring. Orofaring
dimulai dari bidang permukaan inferior palatum durum hingga bidang permukaan
superior dari tulang hyoid dan meluas ke anterior ke dalam rongga mulut.1

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 4 macam tonsil, yaitu tonsil
palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil tubal dan tonsil lingual. Tonsil-tonsil tersebut
membentuk suatu cincin jaringan limfoid di sekitar ujung atas faring yang disebut
sebagai cincin Waldeyer. Tonsil terdapat pada pintu masuk traktus aerodigestif
sehingga berperan sebagai pertahanan pertama untuk melindungi traktur respiratorius
bagian bawah dan traktus gastrointestinal.2

Gambar 1. Waldeyer’s ring

Tonsil palatina merupakan jaringan limfoid terbesar pada cincin Waldeyer.


Tonsil ini berbentuk oval, berjumlah 2 buah, dan terletak pada fossa tonsilaris antara
arkus anterior dan posterior. Ukuran tonsil sesungguhnya lebih besar dibanding yang
nampak karena terdapat bagian tonsil yang meluas ke atas menuju palatum molle dan
ke bawah sampai basis lidah, serta ke anterior sampai arkus palatoglosus. Tonsil
memiliki 2 permukaan (medial dan lateral) serta 2 kutub (atas dan bawah).3

Permukaan medial tonsil dilapisi oleh epitel berlapis gepeng non keratin yang
menonjol ke dalam membentuk kripta. Tonsil palatina terdiri dari 10-30 kriptus yang
dibatasi oleh permukaan epitel. Kripta dapat terisi materi seperti keju yang merupakan
kumpulan sel epitel, bakteria, dan debris makanan disebut sebagai detritus. 3

Permukaan lateral tonsil merupakan kapsul fibrosa yang melapisi permukaan


tonsil dan masuk ke dalamnya membentuk septa-septa sebagai tempat bagi pembuluh
darah dan nervus. Tonsil tidak mudah untuk dipisahkan dari kapsul fibrosa tersebut,
namun kapsul ini bersatu dengan otot-otot faringeal, seperti otot palatoglosus dan
palatofaringeal, oleh jaringan areolar longgar yang mudah didiseksi saat tonsilektomi.2
Kutub atas tonsil meluas sampai pallatum molle. Permukaan medial kutub ini
ditutupi oleh lipatan semilunaris yang meluas antara arkus anterior dan posterior dan
menyelimuti rongga potensial fossa supratonsilar.3

Kutub bawah tonsil melekat pada lidah. Lipatan triangular membrane mukosa
meluas dari arkus anterior sampai bagian anteroinferior tonsil dan menyelimuti suatu
rongga yang disebut rongga tonsilar anterior. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh sulkus
tonsillolingual.3

Fossa tonsillar terdiri dari tiga otot, yaitu m. palatoglosus yang membentuk pilar
anterior, m.palatopharyngeal yang membentuk pilar posterior, dan m. constrictor
superior dari faring yang membentuk bagian terbesar dari tonsillar bed.2

Tonsil bed terbentuk oleh m. konstriktor superior dan m. styloglossus. Di luar


konstrikor superior, tonsil berkaitan dengan arteri fasialis, kelenjar liur submandibula,
ramus posterior m. digastrikus, m. pterygoideus dan sudut mandibula. 3

Gambar 2. Jaringan sekitar tonsil palatina

Tonsil palatina mendapat darah dari A. palatina asendens, cabang tonsil A.


maksila interna, cabang tonsillar dari A. faring asendens dan A. lingualis dorsalis. Vena
dari tonsil mengalami drainase ke v. paratonsilar yang bergabung dengan v. fasialis
komunis dan pleksus vena faringeal. Aliran limfe secara primer melalui level II dan III,
dengan struktur terpusat pada dasar lidah, palatum molle dan dinding lateral faring yang
mengaliri kedua sisi leher. Dinding posterior faring dan regio tonsil juga mengalir ke
kelenjar retrofaring, kemudian mengalir kembali ke atas kelenjar level II. Persarafan
sensorik tonsil berasal dari ganglion sfenopalatina (N. V) cabang palatina minor dan n.
glosofaringeal.2,4,5
Gambar 3. Suplai darah dan drainase vena tonsil palatina

Pembesaran Tonsil Palatina

Pembesaran tonsil palatina pada orang dewasa dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal. Pembesaran tonsil pada orang dewasa dapat diakibatkan oleh infeksi dan
neoplasma. Infeksi yang paling banyak menyebabkan pembesaran tonsil adalah abses
tonsil, abses peritonsilar, dan abses parafaringeal. Sedangkan, neoplasma pada kasus
pembesaran tonsil dibagi menjadi ganas dan jinak.2

Neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada kasus pembesaran tonsil
adalah papilloma. Sedangkan pada neoplasma dengan suspek ganas, yang paling
banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa dan limfoma (Hodgkin’s lymphoma
dan Non Hodgkin’s lymphoma).2

Pada kasus pembesaran tonsil dengan suspek ganas, terdapat beberapa gejala
yang dapat ditemukan, yaitu:2

1. Jenis kelamin laki – laki


2. Pembesaran tonsil asimetris
3. Riwayat keganasan pada kepala dan leher
4. Tonsil teraba keras
5. Penurunan berat badan tanpa alasan yang dapat dijelaskan
6. Adanya massa pada servikal
Etiologi

Etiologi penyakit masih belum jelas. Menurut Bailey dan National Kanker
Institut diduga berhubungan dengan/mempunyai faktor resiko yaitu:4,6

1. Merokok/mengunyah tembakau.
Hal ini merupakan faktor resiko yang paling kuat dalam terjadinya kanker
tonsil. Semakin lama menggunakan tembakau, semakin lama kemungkinan
terkena kanker tersebut. Hal ini bisa menyebabkan iritasi akibat mulut terlalu
lama terpapar dengan tembakau dan membuat sel berubah menjadi sel
karsinogen.

2. Alkohol.
Merupakan faktor resiko yang selanjutnya setelah merokok/mengunyah
tembakau. Hal ini disebabkan oleh adanya proses eliminasi asetaldehide,
karsinogen terbentuk dari metabolisme alkohol sehingga terjadi penurunan
proses eliminasi dari asetaldehide.

3. Oral hygiene yang buruk.


Makin kotornya mulut dan tenggorok, makin membuat zat tersebut membuat
iritasi yang menetap. Setiap saliva mengandung beribu bakteria, dan
menghasilkan suatu zat yang dapat membersihkan gigi dan tonsil (plak).
Walaupun plak sendiri bukan merupakan penyebab terjadinya kanker, tapi
membuat zat kimia lain tetap berada di mulut, mengiritasi dan menstimulasi sel
agar berubah. Makin sel berubah, makin banyak kemungkinan dari mereka
berubah menjadi sel kanker.

4. Virus.
Virus dapat langsung masuk ke sel di daerah mulut dan merubah gen menjadi
sel kanker. Human Papiloma Virus (HPV) merupakan virus yang diduga dapat
merubah sel normal menjadi sel kanker. Ebstein Barr Virus (EBV) juga
merupakan virus yang diduga berperan dalam patogenesis terjadinya kanker.
Walaupun menurut Jian dkk EBV tidak terdeteksi dalam sel kanker sehingga
belum jelas hubungan antara EBV dengan penyebab sel kanker.

5. Defisiensi nutrisi dan vitamin.


Merupakan faktor resiko yang lain, yang dapat menyebabkan sel normal
berubah menjadi sel kanker.

6. Imunodefisiensi.
Merupakan faktor resiko yang berperan dalam timbulnya kanker melalui
pengerusakan mekanisme respon imun.
7. Genetik.
Faktor ini berperan dalam timbulnya kanker misalnya pada orang asia timur
yang membawa sel mutan alel inaktif dalam gennya sehingga jika ada faktor
lain dapat memperberat kemungkinan terjadinya perubahan sel kanker.

Gejala Klinis

Pada kanker tonsil stadium awal, gejala klinis biasanya tidak


terlihat/asimtomatik. Gejala biasanya terlihat jelas jika kanker sudah dalam stadium
lanjut. Adapun gejala klinis yang biasanya terdapat pada penyakit ini antara lain : nyeri
tenggorok yang tidak sembuh-sembuh yang merupakan salah satu gejala pada penyakit
ini. Nyeri ini biasanya bertambah pada saat menelan. Nyeri dapat menyebar ke telinga
(otalgia) akibat referred pain yang biasanya terjadi akibat pembesaran kanker apalagi
jika kanker menekan saraf. Selain itu, akibat dari pembesaran kanker dapat juga
menyebabkan disfagia & disatria.4,6,7

Gejala lain yang dapat ditemui adalah limfadenopati, biasanya pembesaran


KGB ini keras dan terfiksir. Penurunan berat badan juga dapat ditemui pada pasien ini,
hal ini dapat terjadi karena pasien mengalami kesulitan sewaktu makan. Jika infiltrasi
sudah mengenai m. pterygoidei maka dapat menimbulkan gejala trismus. Batuk juga
dapat terjadi akibat kenaikan produksi lendir di tenggorok. Menurut literatur lain
kelainan/ sindrom di saraf dapat terjadi karena kanker menekan saraf, sindrom yang
biasanya terjadi adalah sindrom jacod’s (berhubungan dengan ekspresi muka, mata dan
gerakan rahang) dan villaret’s (kesulitan menelan dan kesulitan gerakan lidah dan
leher).4,6,7

Diagnosis

Anamnesis

Untuk menentukan diagnosis dari penyakit ini, didasarkan pada riwayat


perjalanan penyakit, riwayat penyakit keluarga dan status sosial. Dari hal ini dapat
diketahui kemungkinan penyebab pasien menderita kanker ini. Selain itu kita juga harus
mengetahui tentang keluhan penderita.8

Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis, kita melakukan pemeriksaan fisik yang


merupakan suatu hal yang rutin dalam menegakkan suatu penyakit. Adapun
pemeriksaan fisik pada penyakit ini adalah inspeksi sebaiknya menggunakan lampu
kepala (sinar cahaya yang terang). Tampak tumor di daerah tonsil dengan permukaan
yang tidak rata, kemerahan yang kadang disertai perdarahan. Selanjutnya kita
melakukan palpasi (menggunakan sarung tangan, spatula lidah dan kasa). Pada palpasi
teraba tumor dengan konsistensi lunak sampai padat. Palpasi dilakukan untuk
menentukan besarnya tumor, perlekatan dengan struktur sekitarnya (otot-otot lidah,
dasar mulut, palatum, maksila dll).4,6,8,9

Palpasi juga dilakukan di daerah leher untuk memeriksa kelenjar getah bening
(menentukan ukuran, konsistensi dan perlekatan dengan jaringan sekitarnya).
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dari belakang secara sistematis. Selain itu kadang
kita memerlukan pemeriksaan dengan menggunakan fiberoptik nasofaringoskop jika
ditemukan gejala trismus. Direk laringoskopi, esofagoskopi dan bronkoskopi dilakukan
jika terdapat gejala-gejala/adanya kecurigaan tumor sampai ke arah laring, esofagus
atau bronkus. 4,6,8,9

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang penting untuk melihat perluasan tumor, metastasis


leher dan metastasis jauh. Adapun pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah
antara lain:

1. Foto thorax PA & Lateral (untuk mengevaluasi paru-paru adakah kelainan


seperti gambaran tumor paru atau gambaran penyakit paru yang akut atau
kronis/metastasis ke paru yang biasanya terdapat gambaran lesi multiple dan
ukuran yang berbeda-beda dari mikroskopik sampai berdiameter 5 cm atau
lebih).
2. Foto soft tissue leher dapat dilakukan jika terdapat keterlibatan soft tissue atau
struktur tulang yang dicurigai dan melihat perluasan ke arah dinding posterior
faring.
3. Foto panoramik : untuk melihat status gigi pasien, adakah infiltrasi ke
mandibula (gambaran osteolitik yang menunjukkan adanya kerusakan/destruksi
tulang mandibula), mungkin diperlukan dalam tindakan mandibulotomi dan
untuk terapi lain misalnya untuk radioterapi (untuk melihat oral hygiene).
4. USG abdomen : untuk mengevaluasi adakah kelainan/metastasis ke rongga
abdomen.
5. CT scan : untuk melihat lokasi tumor dengan jelas, besar tumor dan ada tidaknya
infiltrasi ke struktur tulang sekitarnya (misalnya sinus paranasal, mata dan dasar
otak).
6. MRI : untuk melihat keterlibatan jaringan lunak disekitarnya.
7. PET (Positron Emission Tomography Scan) : untuk menemukan perluasan
tumor dalam tubuh. Daerah perluasan tumor akan terlihat lebih terang pada
gambar. Walaupun pemeriksaan ini belum sepenuhnya dipercaya untuk
pemeriksaan kanker.
8. Pemeriksaan laboratorium untuk melihat status fisik pasien misalnya : hitung
darah, kimia darah, fungsi liver dll.
Biopsi

Untuk menentukan diagnosis pasti dari penyakit ini dilakukan pemeriksaan


histopatologis. Jika memang diperlukan kita melakukan tindakan fine needle aspiration
biopsy pada pembesaran KGB leher.4,6,9-11

Stadium

Penentuan stadium karsinoma orofaring (tonsil) yang digunakan berdasarkan UICC


2002 yaitu:12

Tumor primer (T) :

Tx : adanya tumor primer belum dapat ditentukan.

To : tidak ada tumor primer di orofaring.

Tis : karsinoma in situ.

T1 : tumor 2 cm atau kurang dari dalam dimensi terbesar.

T2 : tumor 2 - 4 cm dalam dimensi terbesar.

T3 : tumor lebih besar dari 4 cm dalam dimensi terbesar.

T4a : tumor menginvasi laring, m. ekstrinsik dari lidah, medial pterigoid, palatum
durum atau mandibula.

T4b : tumor menginvasi m. pterigoid lateral, sepanjang pterigoid, nasofaring lateral,


dasar tengkorak atau arteri karotis.

Kelenjar limfe regional (N) :

Nx : kelenjar limfe tidak dapat ditentukan

No : tidak ada metastasis kelenjar limfe regional.

N1 : metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral, 3 cm atau kurang dari dalam
dimensi terbesar.

N2 : metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral, 3 – 6 cm dalam dimensi terbesar


atau banyak kelenjar limfe ipsilateral, 6 cm atau kurang dari dalam dimensi terbesar
atau kelenjar limfe bilateral/kontralateral, 6 cm atau kurang dari dalam dimensi
terbesar.

N2a : metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral, 3 – 6 cm dalam dimensi terbesar.

N2b : metastasis pada banyak kelenjar limfe ipsilateral, 6 cm atau kurang dari dalam
dimensi terbesar.
N2c : metastasis pada kelenjar limfe bilateral/kontralateral, 6 cm atau kurang dari dalam
dimensi terbesar.

N3 : metastasis pada kelenjar limfe lebih besar dari 6 cm dalam dimensi terbesar.

Metastasis jauh (M) :

Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan.

Mo : tidak ada metastasis jauh.

M1 : terdapat metastasis jauh.

Tabel 1. Pengelompokan stadium kanker tonsil12

Stadium 0 Tis No Mo
Stadium I T1 No Mo
Stadium II T2 No Mo
T3 No Mo
T1 N1 Mo
Stadium III
T2 N1 Mo
T3 N1 Mo
T4a No Mo
T4a N1 Mo
T1 N2 Mo
Stadium IVa
T2 N2 Mo
T3 N2 Mo
T4a N2 Mo
T4b Any N Mo
Stadium IVb
Any T N3 Mo
Stadium IVc Any T Any N M1

Histopatologi

Kanker tonsil biasanya termasuk dalam tipe sel squamosa berdiferensiasi baik
sampai sedang (terdapat kira-kira pada 50% pasien). Untuk karsinoma sel squamosa
diberikan pengobatan operasi, radiasi baik tunggal atau kombinasi.
Limfoepitelioma lebih jarang ditemukan pada tonsil (kurang dari 1,5%).
Limfoepitelioma menunjukkan diferensiasi yang buruk, karsinoma sel squamosa tidak
berkeratinisasi dengan infiltrasi jaringan limfe. Gambaran klasik tumor ini biasanya
terdapat sel epitel yang jernih, nukleus yang berisi satu atau lebih nukleus yang besar.
Limfoepitelioma dapat diberikan pengobatan radiasi karena termasuk jenis yang
sensitif dengan pengobatan tersebut. Tindakan operasi bertujuan untuk penyelamatan
atau penyakit leher yang persisten.

Limfoma maligna, biasanya tipe non-Hodgkin’s yang merupakan 10-15% kanker pada
tonsil. Menurut klasifikasi Rappaport, mereka dibagi menjadi tipe sel yang kecil dan
besar. Mereka cenderung tumbuh secara submukosa dan dapat mencapai ukuran yang
besar tanpa menimbulkan ulserasi mukosa. Untuk Limfoma diberikan kemo dan
radioterapi. Penyakit Hodgkin’s yang primer pada tonsil sangat jarang terjadi.

Menurut Conley dan Pack, Melanoma maligna pada fossa tonsilaris hanya terdapat 6%
dari seluruh melanoma. Untuk Melanoma dan Sarkoma diberikan pengobatan dengan
eksisi lokal dan diseksi leher digunakan bila terdapat keterlibatan kelenjar atau untuk
akses tindakan operasi.4,13

Tatalaksana

Pengobatan untuk kanker tonsil sangat kompleks. Macam pengobatan yang


dapat diberikan adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi. Masing-masing modalitas
terapi dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi. Kanker tonsil dengan T1 atau T2
dapat diberikan radioterapi atau operasi. Untuk kanker tonsil dengan T3 atau T4
dilakukan pengobatan kombinasi antara radioterapi dan operasi. 4

Gambar 4. Tatalaksana Kanker Tonsil4


Pengobatan Kanker Tonsil Menurut National Cancer Institute :6

• Stadium I : radioterapi, operasi.


• Stadium II : radioterapi dan operasi.
• Stadium III : kombinasi operasi dan radioterapi atau kombinasi kemo dan
radioterapi.
• Stadium IV : kanker yang dapat direseksi dilakukan kombinasi operasi dan
radioterapi postoperasi dan kemoterapi. Untuk kanker yang tidak dapat
direseksi dilakukan radioterapi atau kemoterapi.

Operasi

Tindakan operasi menjadi pilihan pengobatan yang terbaik, terutama jika lesi
tumor radio atau kemoresisten. Adapun keuntungan tindakan ini adalah operasi
memberikan reseksi yang luas dan akses untuk histopatologis tumor primer. Tetapi
memberikan kerugian seperti kecacatan fungsi akibat tindakan reseksi tersebut. 14
Adapun tindakan operasi pada kanker tonsil dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu: 1,2,4

1. Pendekatan Transoral
Tindakan ini meliputi reseksi kanker melalui mulut tanpa insisi luar. Tindakan
ini biasanya untuk T1, superfisial dan kanker yang eksofitik pada tonsil. Reseksi
dengan pendekatan ini biasanya cepat dan kecacatan yang minimal, tetapi
visualisasi terhadap daerah posterior dan pinggir kanker cenderung jelek.

2. Pendekatan Transmandibular
a. Pendekatan Mandibular Swing.
Tehnik ini memiliki lapang pandang yang luas untuk seluruh rongga
orofaring dan dapat digunakan untuk mengangkat kanker secara intoto.
Tindakan ini digunakan untuk kanker yang belum menginfiltrasi
mandibula. Osteotomi dilakukan pada sebelah anterior dari N.mentalis
pada sisi ipsilateral melalui dasar gigi. Jaringan dipotong kemudian
diteruskan melalui dasar mulut sampai ke posterior dari pinggir anterior
yang akan direseksi. Bagian mandibula dan lidah ditarik, sehingga dapat
memperlihatkan tumor dan ruang parafaring. Kerugian dari tehnik ini
dapat mengorbankan seluruh hemimandibula jika terdapat kecurigaan
infiltrasi ke mandibula.

b. Pendekatan Mandibulektomi.
Tehnik ini digunakan pada kanker lanjut yang sudah menginfiltrasi
mandibula. Biasanya tehnik ini diikuti oleh diseksi leher. Bibir dibagi 2
dan flap dagu dibentuk oleh insisi yang tebal melalui sulkus
bukoginggiva. Mandibula bagian anterior dipotong agar dapat terlihat
seluruh tumor (1-2 cm). Mandibula bagian kranial dipotong sepanjang
ramus tetapi reseksi dari prosesus koronoid dan kondilus mungkin
diperlukan pada tumor yang luas. Kemudian mandibula dapat ditarik ke
lateral dan dimulailah pemotongan tumor. Adapun kerugian dari
tindakan ini adalah terjadi defisit pada kosmetik maupun fungsional.

Radioterapi

Tujuan radioterapi dapat kuratif atau paliatif. Dengan kombinasi pembedahan


dengan radioterapi dapat memberantas kanker dengan tetap mempertahankan anatomi
dan fungsi organ di dalamnya. Selain itu radiasi juga menjadi pilihan ketika pasien
menolak untuk dilakukan tindakan operasi dan terdapat resiko tinggi untuk
dilakukannya operasi. Radiasi dapat dikombinasi dengan kemoterapi, yang bertujuan
untuk membinasakan sisa tumor dan meningkatkan efektifitas radioterapi. 14

Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi sistemik dan lebih diindikasikan untuk


malignansi sistemik dan untuk tumor yang tidak operable/tidak dapat direseksi, sudah
metastasis jauh, untuk jenis tumor yang agresif secara histopatologi, untuk
mengeliminasi mikrometastasis jauh dan memperkuat (sensitizer) radioterapi. 14

Cara terbaru menggunakan konkuren kemoterapi dengan radioterapi untuk


kanker tonsil yang lanjut mulai popular. Beberapa penelitian menyatakan konkuren
kemoradiasi mempunyai kontrol lokal dan regional yang baik, dengan angka
kelangsungan hidup yang mirip jika dibandingkan operasi dan radiasi postoperasi untuk
kanker tonsil yang lanjut.4

Menurut literatur lain penggunaan adjuvan kemoterapi masih diteliti, walaupun


sebagian onkologis tetap menggunakan adjuvan kemoterapi dalam pengobatan kanker
tonsil stadium lanjut. Pernyataan ini didukung juga oleh beberapa penelitian yang
menyatakan jika ukuran kanker > 6 cm, terdapat nekrosis koagulasi dan metastasis di
rongga abdomen maka adjuvan kemoterapi dianjurkan.15

Gambar 5. Indikasi Radioterapi (±Kemoterapi) Postoperasi4


Follow-up

Follow-up dilakukan untuk melihat kejadian rekurensi. Pemeriksaan yang


dilakukan dapat meliputi radiografi thoraks, dan level enzim liver serta thyroid
stimulating hormone. Beberapa pusat juga menggunakan skema serial PET/CT untuk
evaluasi dimulai 2 sampai 3 bulan setelah terapi selesai. Jadwal follow-up yang umum
dilakukan setelah penyelesaian terapi yakni sebagai berikut:4

Tabel 2. Follow-up pada pasien kanker tonsil4

Tahun paska pengobatan Follow-up


Pertama 1-3 bulan
Kedua 2-4 bulan
Ketiga 3-6 bulan
Keempat dan kelima 4-6 bulan
Setelah kelima Setiap 12 bulan

Gambar 6. Rekomendasi follow-up2

Komplikasi

Menurut Bailey, komplikasi akibat tindakan operasi dan pemberian radioterapi dapat
mengakibatkan:4

1. Operasi
Kerusakan pada gigi, saraf, infeksi pada luka, disfagia, disfungsi tuba eustachius,
maloklusi, disfungsi TMJ dan lain-lain.
2. Radiasi
Mukositis, xerostomia, disfungsi indera perasa, disfagia, fibrosis dan lain-lain.

Prognosis

5 tahun survival pada kanker tonsil menurut stadium:4

• Stadium I : 67%
• Stadium II : 46%
• Stadium III : 31%
• Stadium IV : 32%
DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger J, Snow J. Ballenger's manual of otorhinolaryngology. Baltimore:


Williams & Wilkins; 2003.
2. Cummings C, Flint P, Phelps T, Abuzeid W. Cummings otolaryngology.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010.
3. Drake R, Vogl AW, Mitchell AW. Gray’s anatomy for students. 3rd ed. London
Churchill; 2014
4. Bailey. B, Johnson. J. Oropharyngeal Cancer. In : Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 4th ed. 2006 :
p.1673-88.
5. Arsyad. E, Iskandar. N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi ke 5. 1996 : hal. 140,175-6.
6. National Cancer Institute. Oropharyngeal Cancer. 2006. Aviable from URL :
http://www.cancer.gov.
7. Kraus. D. Tongue Base and Tonsil Cancer, 2006. Aviable from URL :
http://www.canceranswers.com.
8. De. V, Bosman. F, Wagener. D. Orofaring. Dalam : Onkologi. 5th ed. 1996 :
p.287-90.
9. Mulyarjo, Soedjak. S, Wisnubroto, Harmadji. S, Hasanusi. R, Artono.
Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Ganas THT-KL,
Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit THT-
KL, Surabaya, 2002 : hal 86-91.
10. Steven. G, Castle. G. Tumors of Oropharynx, American Head & Neck Society
2006. Available from URL : http://www.ahns.info.
11. Domanowski. G. Malignant Tumors of the Tonsil. 2007. Aviable from URL :
http://www.emedicine.com.
12. NCCN. Cancer of the Oropharynx, Practise Guidelines in Oncology. 2002.
13. Perez. CA, Brady. LW. Tonsillar Fossa and Faucial Arch. In : Principles and
Practise of Radiation Oncology. 3th ed. Lippincott-Raven. USA. 1998 : p.1003-
30.
14. Garth. L, Larson. D, Shah. J. Principles of Surgical Management, Principles of
Radiation Oncology, Principles of Chemotherapy, Oropharynx. In : Essentials
of Head and Neck Oncology. Thieme. New York. 1998 : p. 11-46, 198-204.

Anda mungkin juga menyukai