Anda di halaman 1dari 78

Daftar Isi

Laporan Penelitian

Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik


Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea
Muh. Zulkifli, Andi Salahuddin, Muh. Ramli Ahmad ...........................................................................
1–9
Laporan Kasus

Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca Operasi Sesar
Dwiana Sulistyanti, Yusmein Uyun ..................................................................................................... 9–19

Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan Impending Eklampsia


RTH Supraptomo ................................................................................................................................. 20–25

Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan Plasenta Akreta yang
Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea
Purwoko, Rio Rusman, M. Ridho Aditya ............................................................................................. 26–34

Tinjauan Pustaka

Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19


Isngadi, Rafidya Indah Septica, Susilo Chandra .................................................................................. 35–46

Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia Uteri


Budi Yulianto Sarim ........................................................................................................................... 47–58

Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar


Gusti Muhammad Fuad Suharto, Rory Denny Saputra 59–71
Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik
Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea

Muh. Zulkifli, Andi Salahuddin, Muh. Ramli Ahmad


Departemen Anestesiologi, Perawatan intensif, dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar

Abstrak

Latar Belakang: Teknik anestesi yang efektif adalah tujuan utama dari teknik anestesi spinal, yang bertujuan
meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir.
Tujuan: Membandingkan ketinggian blok, onset dan durasi, efek samping antara Bupivakain 0,5% Hiperbarik
dosis 7,5 Mg + Fentanyl 25 Mcg dan dosis 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg pada seksio sesarea.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized double blind
clinical trial). Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni LD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain
0,5% hiperbarik 5 mg + fentanil 25 μg ) dan CD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5%
hiperbarik 7,5 mg + fentanil 25 μg) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan
uji statistik Independen Sample T Test dengan tingkat kemaknaan α=0.05.
Hasil: Ada perbedaan onset blok motorik (p=0,004), durasi motorik (p=0,000), durasi blok sensoris (p=0,000)
antara kelompok LD dan kelompok CD. Sedangkan durasi operasi (p= 0,769), selisih perubahan TD Sistole (p>
0,05), selisih perubahan TD Diatole (p> 0,05), selisih perubahan nadi (p> 0,05), selisih perubahan MAP (p> 0,05),
efek samping mual/muntah (p> 0,05) dan rescue (p> 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan.
Simpulan: Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok sensoris dan motorik lebih singkat pada kelompok
LD dibanding CD sehingga ada perbedaan efektifitas bupivakain antara kedua kelompok. Tidak perbedaan yang
bermakna untuk efek samping dan perubahan hemodinamik pada kedua kelompok.

Kata kunci: bupivacain; durasi blok; nadi; onset blok; tekanan darah

The Effectiveness of Spinal Anesthesia Using Bupivacaine 0.5% Hyperbaric Dosage 7.5
Mg with 5 Mg in Caesarean Section Surgery

Abstract

Background: Effective anesthesia techniques are the main goal of the spinal anesthesia technique, which aims to
minimize side effects on the mother and newborn baby.
Objective: Comparing block height, onset and duration, side effects between Bupivacaine 0.5% Hyperbaric dose
7.5 Mg + Fentanyl 25 Mcg and dose 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg in cesarean section surgery.
Method: This study used a randomized double blind clinical trial approach. The sample consisted of 2 groups
namely LD (group who received 0.5% hyperbaric bupivacaine 5 mg + fentanyl 25 μg anesthesia) and CD (group who
received spinal anesthetic 0.5% hyperbaric bupivacaine 7.5 mg + fentanyl 25 μg) with the number of samples was
20 people each. Data were analyzed using Independent Sample T Test statistic test with significance level α = 0.05.
Results: There were differences in the motor block onset (p = 0.004), motor duration (p = 0,000), sensory block
duration (p = 0,000) between the LD group and the CD group. While the duration of surgery (p = 0.769), the
difference in TD Sistole changes (p> 0.05), the difference in changes in TD Diatole (p> 0.05), the difference in
pulse change (p> 0.05), the difference in MAP changes (p> 0.05), side effects of nausea / vomiting (p> 0.05) and
rescue (p> 0.05) showed no difference.
Conclusion: Sensory block onset was longer, and sensory and motor block duration was shorter in the LD group
than in CD so there was a difference in Bupivacaine effectiveness between the two groups. There were no significant
differences in side effects and hemodynamic change in the two groups.

Key words: bupivacaine; block onset; block duration; blood pressure; pulse

1
2 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan dosis subterapeutik obat anestesi lokal sehingga


memungkinkan untuk mencapai anestesi
Anestesi regional merupakan faktor utama dalam meskipun dengan dosis obat anestesi lokal
upaya keselamatan pasien selama persalinan yang tidak adekuat. Penelitian yang dilakukan
melalui seksio sesarea. Kebangkitan anestesi terhadap 66 wanita hamil yang menjalani seksio
spinal sebagai teknik sederhana dan popular sesarea dengan membandingkan bupivakain 8
digunakan karena perkembangannya. Jarum mg dan 10 mg dengan ajuvan morfin dan clonidin
spinal kecil dengan ujung pensil dan telah menjadi menunjukkan bahwa penambahan morfin dan
metode anestesi pilihan untuk operasi elektif dan clonidin terhadap bupivakain hiperbarik dosis
untuk banyak kelahiran seksio sesarea darurat rendah menghasilkan anestesi yang adekuat
jika kateter epidural belum ada. Teknik anestesi untuk seksio sesarea dan analgesia post operatif
yang efektif adalah tujuan utama dari teknik yang baik tanpa efek samping terhadap ibu dan
anestesi spinal, yang bertujuan meminimalkan bayi.5,6 Penelitian-penelitian yang menggunakan
efek samping pada ibu dan bayi baru lahir.1,2 obat anestesi lokal dosis rendah, dalam hal ini
bupivakain hiperbarik 0,5% untuk prosedur
Meskipun berbagai faktor mempengaruhi seksio sesarea melatar belakangi dilakukannya
blok saraf sensorik pada anestesi spinal, penelitian ini. Berkurangnya kejadian gangguan
dosis anestesi lokal adalah salah satu penentu hemodinamik pada pasien yang diberikan
utama keberhasilannya. Buku teks anestesi bupivakain dosis rendah dengan durasi analgesia
merekomendasikan bupivakain dengan dosis yang mencukupi kebutuhan prosedur ini
antara 12 dan 15 mg. Namun, penggunaan diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan
rentang dosis ini telah terkait dengan kejadian mortalitas sehubungan dengan teknik anestesi
hipotensi yang mengakibatkan morbiditas spinal. Ulasan narasi dengan tinjauan terbaru telah
ibu dan bayi baru lahir. Sejumlah penelitian membahas kontroversi spinal bupivakain dalam
telah mencari dosis bupivakain yang optimal, dosis rendah (low dose). Oleh karena itu kami
tetapi menghasilkan temuan berbeda dengan melakukan peninjauan sistematis literatur tentang
rentang dosis dari 5 hingga 20 mg. Penggunaan kemanjuran dan efek samping dari bupivakain
dosis yang lebih rendah bertujuan untuk spinal pada low dose (LD) dibandingkan dengan
menurunkan efek samping ibu (hipotensi, mual conventional dose (CD) untuk seksio sesarea
/muntah intraoperatif), mengurangi waktu untuk elektif.
keluar dari unit perawatan post anestesi, dan
meningkatkan kepuasan ibu. Namun, strategi II. Metode
semacam itu dapat membahayakan kecukupan
anestesi, dan membutuhkan analgesia tambahan, Penelitian ini menggunakan uji klinis acak
dengan kemungkinan konsekuensi neonatal dan terkontrol secara random tersamar ganda
mungkin memerlukan konversi ke teknik anestesi (Randomized double blind controlled trial)
umum, situasi yang dikenal sebagai faktor risiko dengan tujuan untuk membandingkan ketinggian
untuk morbiditas dan mortalitas terkait anestesi blok, onset dan durasi, efek samping dengan
terkait.3,4 Terdapat beberapa penelitian mengenai penilaian skala bromage antara anestesi spinal
penggunaan obat anestesi lokal dosis rendah pada bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg + fentanyl
seksio sesarea. Penelitian tersebut menyimpulkan 25 mcg dibandingkan bupivakain 0,5% 5 mg +
bahwa penggunaan bupivakain dosis rendah fentanyl 25 mcg. Kriteria inklusi: pasien yang
menunjukkan insidens hipotensi, mual, muntah menjalani seksio sesarea elektif dan emergensi,
yang lebih rendah, pengurangan kebutuhan setuju dilakukan teknik anestesi spinalstatus
ephedrin yang signifikan dan mengurangi durasi fisik ASA I-II, usia 20–45 tahun, Indeks Massa
blok motorik. Penambahan opioid pada obat Tubuh (IMT) 18,50–24,99 kg/m2. Kriteria
anestesi lokal intratekal telah dibuktikan memiliki ekslusi: pasien tidak kooperatif, kontraindikasi
efek analgesia yang saling menguatkan. Opioid dilakukan anestesi spinal, preeklampsi/ eklampsi
intratekal meningkatkan efek analgesia dari berat, alergi terhadap obat lokal anestesi. Kriteria
Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% 3
Hiperbarik Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea

drop out: prosedur operasi memanjang >3 jam, Pada kelompok Low Dose (LD) diberikan
konversi ke anestesi umum selama seksio kombinasi anestetik lokal Bupivakain hiperbarik
sesarea. Penelitian ini dilakukan di RSUP DR. 0,5% 5 mg dengan fentanyl 25 mcg ditambahkan
Wahidin Sudirohusodo Makassar dan jejaringnya NaCl 0,9 % (total volume 2 ml). Pada kelompok
dan dimulai pada bulan oktober sampai desember Conventional Dose (CD) diberikan kombinasi
2019. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok anestetik lokal Bupivakain hiperbarik 0,5% 7,5
yaitu kelompok Low Dose (LD) Bupivakain mg dengan fentanyl 25 mcg (total volume 2 ml).
hiperbarik 0,5% 5 mg dengan fentanyl 25 mcg Operasi dimulai setelah dilakukan blok sensorik
ditambahkan NaCl 0,9 % (total volume 2 ml). Pada setinggi dermatom torakal 6 dengan tes pinprick,
kelompok Conventional Dose (CD) Bupivakain dan blok motorik maksimal yang dinilai dengan
hiperbarik 0,5% 7,5 mg dengan fentanil 25 mcg skala Bromage. Kemudian tekanan darah dan laju
(total volume 2 ml) pada seksio sesarea dengan jantung diukur setiap 3 menit sampai 30 menit (T1
anestesi spinal. Jumlah sampel total 30 pasien, – T10) setelah dilakukan anestesi spinal. Tekanan
masing-masing kelompok 15 pasien. darah diukur dengan metode non invasif dan laju
jantung dicatat sesuai dengan electrocardiogram
Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar, pasien pada monitor. Bila terjadi hipotensi (tekanan
diperiksa ulang terhadap identitas, diagnosis, darah < 20% dari tekanan darah), diberikan bolus
rencana tindakan pembiusan dan akses infus cairan RL 2 mL/kg. Maksimal diberikan tiga kali
(pastikan telah terpasang infus dengan kateter bolus. Bila suplementasi cairan intravena gagal
intravena 18 G, threeway, dan aliran infus lancar). untuk mengatasi hipotensi, diberikan efedrin
Sebelum pasien memasuki kamar operasi, 5–10 mg bolus. Bila terjadi bradikardi (laju
disiapkan mesin anestesi yang dihubungkan jantung < 50 kali/menit) diatasi dengan diberikan
dengan sumber oksigen. Juga disiapkan set alat sulfat atropin 0,5 mg dengan dosis maksimum
intubasi, endotrakheal tube (ETT), dan obat-obat 2 mg. Pasien juga dimonitor untuk semua efek
emergensi injeksi seperti epinefrin, sulfas atrofin, samping selama pembedahan dicatat kejadian
efedrin, dan deksametason. Kemudian pasien blok motorik, hipotensi, bradikardi, pruritus,
dibawa memasuki kamar operasi, dipasang alat menggigil, dan depresi nafas. Tekanan darah,
pemantau (monitoring) pada tubuh pasien dan nadi, saturasi oksigen, kebutuhan akan analgetik
dicatat data mengenai tekanan darah, laju nadi, tambahan, dan kejadian mual muntah dipantau
dan laju nafas. Kemudian pasien pada kedua selama operasi berjalan, setelah operasi hingga
kelompok diberikan preloading cairan 500cc pasien di observasi di Post Anesthetic Care
Ringer Laktat secara intravena. (PACU) dan dipindahkan ke ruangan.

Anestesi spinal dilakukan dengan posisi lateral Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti
dekubitus menggunakan jarum spinal ukuran meminta keterangan kelayakan etik (ethical
25G. Segera setelah injeksi spinal, pasien di clearance) dari komisi Etik Penelitian Biomedis
posisikan supine dengan bantal di bawah kepala pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas
dan diberikan O2 lewat nasal kanul 2–3 L/min. Hasanuddin. Semua keluarga penderita yang
Akhir injeksi anestesi lokal adalah waktu untuk memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan secara
mengukur onset blok sensorik dan blok motorik, lisan dan menandatangani lembar persetujuan
blok sensorik dinilai menggunakan test pin prick untuk ikut dalam penelitian secara sukarela. Bila
sesuai dermatoanalgesia dan blok motorik di nilai karena suatu alasan penderita/keluarga penderita
dengan menggunakan skala bromage. Onset blok berhak mengundurkan diri dari penelitian
sensorik diobservasi setiap 1 menit dimulai dari ini. Setelah data yang diperlukan terkumpul,
selesai injeksi obat anestei lokal sampai blok kemudian data tersebut diperiksa kembali tentang
sensorik maksimal dicapai. Onset blok motorik kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah.
diobservasi setiap 1 menit mulai dari selesai Data dikumpulkan ke dalam master tabel dengan
injeksi obat anestesi lokal hingga dicapai skala menggunakan software Microsoft Office Excel
bromage 3. 2010. Setelah data semua lengkap kemudian
4 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

data diolah dengan menggunakan SPSS 20. (p< 0,05) antara kedua kelompok. Mean ±SD
Data numerik dari hasil akan ditampilkan dalam onset motorik 6,27±2,28 untuk kelompok LD
mean dan SD (Standar Deviasi). Data demografi dan 4,53±1,35 untuk Kelompok CD. Artinya,
untuk uji proporsi menggunakan uji Chi Square, kelompok LD secara statistik berbeda dengan
sementara untuk data interval digunakan uji kelompok CD dalam hal onset motorik. Pada
Kolmogorov Smirnov untuk uji kenormalan. Jika tabel 2 juga ditemukan perbedaan bermakna
normal menggunakan uji T independent, jika durasi blok sensoris antara kedua kelompok (p<
tidak normal menggunakan uji Mann Whitney. 0,05). Mean ±SD durasi blok sensoris masing-
Interval kepercayaan 95% dengan nilai p<0,05, masing kelompok, yaitu 95,00±14,01 menit
dianggap bermakna secara signifikan. untuk kelompok LD dan 123,67±10,60 menit
untuk Kelompok CD. Adapun untuk durasi
III. Hasil blok motirik juga ditemukan perbedaan yang
bermakna (p< 0,05) antara kedua kelompok. Mean
Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa ±SD durasi blok motorik 170,67±20,86 menit
tidak ditemukan perbedaan umur yang bermakna untuk kelompok LD dan 245,60±29,78 untuk
antara kedua kelompok (p≥ 0,05). Mean ±SD Kelompok CD. Sedangkan untuk waktu operasi
umur masing-masing kelompok, yaitu 25,87± ditemukan perbedaan tidak bermakna durasi
5,61 tahun untuk kelompok LD dan 26,80±6,48 operasi yang bermakna antara kedua kelompok
tahun untuk Kelompok CD. Begitupula untuk (p≥ 0,05). Mean ±SD durasi operasi masing-
BMI, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna masing kelompok, yaitu 67,60±10,76 menit untuk
(p≥ 0,05) antara kedua kelompok. Mean±SD kelompok LD dan 63,33±10,63 menit untuk
BMI 26,38±3,22 kg/m2 untuk kelompok LD dan Kelompok CD. Artinya, kelompok LD secara
25,83 ±3,05 kg/m2 untuk Kelompok CD. Artinya, statistik berbeda dengan kelompok CD dalam
kedua kelompok dapat dianggap homogen hal durasi blok sensoris dan durasi blok motorik,
berdasarkan karakteristik umur dan BMI. namun tidak berbeda dalam hal durasi operasi.
Perbandingan onset dan durasi blok sensoris dan
Tabel 1. Distribusi sampel Berdasarkan Umur motorik diuji dengan Uji Independent T Test, *
dan IMT pada Kedua Kelompok p< 0,05 dinyatakan bermakna.
Kelompok Kelompok
Karakteristik LD (n=15) CD (n=15) p Perubahan Tekanan Darah
Mean ± Mean ± Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan
SD SD perbedaan bermakna antara mean selisih tekanan
Umur (tahun) 25,87 ± 26,80±6,48 0,677 sistole antara kelompok LD dan CD (p≥ 0,05)
5,61 pada mean TDS0-TDS1, TDS0-TDS2, TDS0-
BMI (kg/m2) 26,38±3,22 25,83 0,638 TDS3, TDS0-TDS4, TDS0-TDS5, TDS0-TDS6,
±3,05 TDS0-TDS7, TDS0-TDS8, TDS0-TDS9, dan
Distribusi sampel berdasar umur dan IMT TDS0-TDS10. Perbandingan mean selisih
diuji dengan Uji Independent T Test, *p< 0,05 tekanan sistole antara kelompok LD dan CD diuji
dinyatakan bermakna. menggunakan uji independen t test, dimana p <
0,05 dinyatakan bermakna. Perbandingan selisih
Onset dan Durasi Blok Sensoris dan Blok Motorik tekanan darah sistole antara kedua kelompok
Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan perbedaan diuji dengan Uji Independent T Test, *p< 0,05
tidak bermakna onset blok sensoris antara kedua dinyatakan bermakna.
kelompok (p≥ 0,05). Mean±SD onset sensoris
masing-masing kelompok secara statistik, yaitu Efek Samping Mual/ Muntah
3,20 ±1,61 untuk kelompok LD dan 2,73±0,70 Hasil analisis pada tabel 4 ditemukan perbedaan
untuk Kelompok CD. Adapun untuk onset blok tidak bermakna efek samping mual antara kedua
sensoris ditemukan perbedaan yang bermakna kelompok (p≥ 0,05). Pada Kelompok LD dan
CD semuanya tidak mengalami mual (100,0%).
Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% 5
Hiperbarik Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea

Tabel 2. Perbandingan Onset dan Durasi Blok Sensoris dan Motorik antara
Kelompok LD dan Kelompok CD
Kelompok LD (n=15) Kelompok CD (n=15) p
Mean ± SD Mean ± SD
Onset
Blok Sensoris 3,20 ±1,61 2,73±0,70 0,317
Blok Motorik 6,27±2,28 4,53 ±1,35 0,019
Durasi
Blok Sensoris 95,00 ±14,01 123,67±10,60 0,000
Blok Motorik 170,67±20,86 245,60±29,78 0,000
Waktu Operasi 67,60±10,76 63,33±10,63 0,284
Perbandingan onset dan durasi blok sensoris dan motorik diuji dengan Uji Independent T Test,
* p< 0,05 dinyatakan bermakna

Tabel 3. Perbandingan Selisih Sistole antara Kelompok LD dan Kelompok CD


Selisih Sistole Kelompok LD (n=15) Kelompok CD (n=15) P
Mean ± SD Mean ± SD
TDS0-TDS1 3,27±12,99 10,40±11,01 0,116
TDS0-TDS2 3,27±12,99 10,40±11,01 0,116
TDS0-TDS3 8,13 ±14,47 9,67 ±11,84 0,753
TDS0-TDS4 9,13 ± 14,10 14,80 ± 9,26 0,204
TDS0-TDS5 10,40 ± 15,99 17,47 ±10,45 0,163
TDS0-TDS6 11,53 ±13,83 16,13 ± 9,89 0,304
TDS0-TDS7 9,20 ±15,20 15,67 ±13,35 0,226
TDS0-TDS8 8,07±16,75 12,47 ±14,28 0,445
TDS0-TDS9 8,27 ±14,49 13,07 ±13,92 0,363
TDS0-TDS10 10,60±14,88 11,13 ±18,43 0,931
Perbandingan selisih tekanan darah sistole antara kedua kelompok diuji dengan Uji Independent T Test,
*p< 0,05 dinyatakan bermakna

Tabel 4. Perbandingan Efek samping Mual/ Muntah pada Kedua Kelompok


Efek Samping Kelompok LD (n=15) Kelompok CD(n=15) P
n % n %
Mual
Negatif 15 100 15 100 1,000
Positif 0 00 0 0

Muntah 15 100 15 100 1,000


Negatif 0 00 0 0
Positif
Perbandingan efek samping mual/ muntah diuji dengan Uji Eksak Fisher, P < 0,05
dinyatakan bermakna.
6 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Demikian pula dengan efek samping muntah hasil yang didapatkan serupa, yaitu onset blok
ditemukan tidak ada perbedaan yang bermakna kelompok bupivakain 10 mg lebih cepat daripada
efek samping muntah antara kedua kelompok kelompok bupivakain 7,5 mg.9 Satu penelitian
(p≥ 0,05). Pada Kelompok LD dan CD semuanya menyatakan bahwa onset blok sensorik lebih
tidak mengalami muntah (100,0%). cepat dengan semakin bertambahnya dosis.10 Hal
ini sejalan dengan teori di mana salah satu faktor
Rescue Efedrin yang mempengaruhi ketinggian blok adalah
Hasil analisis pada tabel 5 menunjukkan bahwa volume (dosis) obat. Semakin besar volumenya,
ditemukan tidak ada perbedaan yang bermakna semakin tinggi blok yang dicapai.11,12
kejadian rescue efedrin antara kedua kelompok
(p≥ 0,05). Pada Kelompok LD, kejadian rescue Hasil penelitian ini ditemukan perbedaan
efedrinn yaitu sebanyak 2 orang (13,3%) bermakna durasi blok sensoris antara kedua
sementara pada Kelompok CD terdapat kejadian kelompok (p< 0,05). Mean durasi blok sensoris
rescue efedrin sebanyak 2 orang (13,3%). masing-masing kelompok, yaitu 95,00 menit
untuk kelompok LD dan 123,67 menit untuk
IV. Pembahasan Kelompok CD. Adapun untuk durasi blok motorik
juga ditemukan ada perbedaan yang bermakna (p<
Karakteristik sampel penelitian kedua kelompok 0,05) antara kedua kelompok. Mean durasi blok
meliputi umur, BMI. Hasil penelitian menunjukkan motorik 170,67 menit untuk kelompok LD dan
perbedaan tidak bermakna umur, BMI antara 245,60 menit untuk Kelompok CD. Sedangkan
kedua kelompok (p ≥0,05). Untuk variabel- untuk waktu operasi ditemukan perbedaan tidak
variabel karakteristik pasien tersebut, ditemukan bermakna durasi operasi antara kedua kelompok
perbedaan tidak bermakna secara statistik (p≥ 0,05). Mean durasi operasi masing-masing
antara kedua kelompok. Hal ini menunjukkan kelompok, yaitu 67,60 menit untuk kelompok LD
adanya homogenitas kedua kelompok sehingga dan 63,33 menit untuk kelompok CD. Artinya,
layak untuk dibandingkan. Hasil penelitian ini kelompok LD secara statistik berbeda dengan
ditemukan perbedaan tidak bermakna onset blok kelompok CD dalam hal durasi blok sensoris
sensoris antara kedua kelompok (p≥ 0,05). Mean dan durasi blok motorik, namun tidak berbeda
onset sensoris masing-masing kelompok, yaitu dalam hal durasi operasi. Pada penelitian lainnya
3,20 menit untuk kelompok LD dan 2,73 menit durasi blok motorik pada kelompok bupivakain
untuk Kelompok CD. Adapun untuk onset blok hiperbarik 0,5% 5 mg adjuvant morfin 100 μg
motorik ditemukan ada perbedaan yang bermakna dan klonidin 45 μg rerata 146 menit dan pada
(p < 0,05) antara kedua kelompok. Mean onset kelompok kelompok bupivakain hiperbarik 0,5%
motorik 6,27 menit untuk kelompok LD dan 4,53 10 mg adjuvant morfin 100 μg dan klonidin 45 μg
menit untuk Kelompok CD. adalah 199 menit, dengan nilai p = 0,000.7

Pada penelitian lainnya onset blok sensorik Durasi obat anestesi lokal dapat dipengaruhi oleh
pada kelompok bupivakain hiperbarik 0,5% 5 beberapa faktor, meliputi dosis, semakin tinggi
mg adjuvant morfin 100 μg dan klonidin 45 μg dosis yang digunakan maka durasi blok anestesi
rerata 105 detik dan pada kelompok kelompok akan semakin lama. Farmakokinetik obat anestesi
bupivakain hiperbarik 0,5% 10 mg adjuvant lokal, meliputi: ikatan dengan protein plasma
morfin 100 μg dan klonidin 45 μg adalah 63 detik, (obat dengan ikatan protein yang lebih tinggi
dengan nilai p = 0,000.7 Hal ini sesuai dengan memiliki durasi blok yang lebih lama misalnya
penelitian yang membandingkan bupivakain 5 bupivakain), metabolisme obat, golongan ester
mg dengan ajuvan fentanyl 25 μg dan bupivakain di metabolise oleh enzim pseudocholinesterase
10 mg tanpa ajuvan.8 Pada penelitian lainnya dan amida di metabolism di hepar oleh enzim
yang membandingkan bupivakain 7,5 mg dan mikrosomal. Ester mempunyai durasi yang lebih
bupivakain 10 mg dengan ajuvan fentanyl 20 μg singkat sedangkan amida memiliki durasi yang
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, tetapi lebih lama. Bupivakain merupakan golongan
Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% 7
Hiperbarik Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea

amida. Penambahan obat-obat vasokonstriktor, hal ini hipotensi yang signifikan, dapat terjadi.
vasokonstriktor dapat menurunkan absorbsi Selain itu, peningkatan tonus vagal menyebabkan
sistemik dari obat-obat anestesi lokal yang pada bradikardia yang seringkali disertai mual dan
akhirnya dapat memperpanjang durasi blok.11,12 muntah.14 Hasil penelitian ini ditemukan perbedaan
Hasil penelitian ini ditemukan perbedaan tidak tidak bermakna efek samping mual antara kedua
bermakna antara mean selisih tekanan sistole kelompok (p≥ 0,05). Pada Kelompok LD dan
antara kelompok LD dan CD (p≥ 0,05) pada mean CD semuanya tidak mengalami mual (100,0%).
TDS0-TDS1, TDS0-TDS2, TDS0-TDS3, TDS0- Demikian pula dengan efek samping muntah
TDS4, TDS0-TDS5, TDS0-TDS6, TDS0-TDS7, ditemukan tidak ada perbedaan yang bermakna
TDS0-TDS8, TDS0-TDS9, dan TDS0-TDS10. efek samping muntah antara kedua kelompok (p≥
Selain itu, pada penelitian ini bahwa ditemukan 0,05). Pada Kelompok LD dan CD semuanya tidak
perbedaan yang tidak bermakna antara mean mengalami muntah (100,0%). Kejadian mual/
selisih tekanan diastole antara kelompok LD dan muntah diuji menggunakan uji Eksak Fisher,
CD (p≥ 0,05) pada mean TDD0-TDD1, TDD0- dimana p< 0,05 dinyatakan perbedaan bermakna.
TDD2, TDD0-TDD3, TDD0-TDD4, TDD0- Pada penelitian lainnya kejadian mual dan muntah
TDD5, TDD0-TDD6, TDD0-TDD7, TDD0- lebih tinggi pada bupivakain hiperbarik 0,5% 10
TDD8, TDD0-TDD9, dan TDD0-TDD10. mg dengan adjuvant dibandingkan bupivakain
5 mg dengan adjuvant walaupun tidak berbeda
Berbeda pada penelitian lainnya yang signifikan antara kedua kelompok.7 Kejadian
membandingkan bupivakain hiperbarik 8 mg mual dan muntah lebih rendah bahkan tidak
dengan bupivakain hiperbarik 12 mg. Pada ditemukan pada kelompok bupivakain 5 mg.
penelitian tersebut ditunjukkan bahwa dengan Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya
dosis 8 mg kejadian hipotensi lebih rendah kejadian hipotensi yang menginduksi mual dan
secara signifikan.9 Apabila dengan dosis 8 mg muntah. Obat anestesi lokal yang diinjeksikan
kejadian hipotensi lebih rendah, tentunya dengan intratekal tidak hanya memblok saraf nyeri
dosis yang lebih rendah kejadian hipotensi tetapi juga menyebabkan vasodilatasi dengan
juga akan semakin berkurang. Hasil penelitian mengenai saraf simpatis. Karena menginduksi
ini ditemukan perbedaan tidak bermakna efek simpatolisis, fluktuasi tekanan darah, dalam
samping mual antara kedua kelompok (p≥ hal ini hipotensi yang signifikan, dapat terjadi.
0,05). Pada Kelompok LD dan CD semuanya Selain itu, peningkatan tonus vagal menyebabkan
tidak mengalami mual (100,0%). Demikian bradikardia yang seringkali disertai mual dan
pula dengan efek samping muntah ditemukan muntah.14
perbedaan tidak bermakna antara kedua kelompok
(p≥ 0,05). Pada Kelompok LD dan CD semuanya V. Simpulan
tidak mengalami muntah (100,0%). Pada
penelitian lainnya kejadian mual dan muntah Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok
lebih tinggi pada bupivakain hiperbarik 0,5% 10 sensoris dan motoris lebih cepat pada kelompok
mg dengan adjuvant dibandingkan bupivakain LD dibanding CD sehingga ada perbedaan
5 mg dengan adjuvant walaupun berbeda tidak efektivitas anestesi spinal menggunakan
bermakna antara kedua kelompok.7,13 Kejadian bupivakain 0,5% hiperbarik dosis 7,5 mg +
mual dan muntah lebih rendah bahkan tidak fentanyl 25 mcg dengan bupivakain 0,5%
ditemukan pada kelompok bupivakain 5 mg. hiperbarik dosis 5 mg + fentanyl 25 mcg pada
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pasien operasi seksio sesarea. Perbedaan tidak
kejadian hipotensi yang menginduksi mual dan bermakna pada efek samping dan perubahan
muntah. Obat anestesi lokal yang diinjeksikan hemodinamik untuk kedua kelompok. Saran dapat
intratekal tidak hanya memblok saraf nyeri dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik
tetapi juga menyebabkan vasodilatasi dengan anestesi spinal dosis rendah yang digunakan
mengenai saraf simpatis. Karena menginduksi pada jenis pembedahan lain dan membandingkan
simpatolisis, fluktuasi tekanan darah, dalam beberapa ajuvan berbeda.
8 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Daftar Pustaka anestesi spinal pada pembedahan seksio


caesarea. Departemen Anestesi dan Terapi
1. Mostafa, Anis, Mahmoud, Mohamed. Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Clinical comparative study of the effect oh Hasanuddin. 2019.
intravenous ondansetron and granisetron
on hemodynamic changes, shivering, and 8. Woolf CJ, Max MB. Mechanism based pain
motor and sensory blockade induce by spinal diagnosis. Anesthesiology. 2001;95:241–9.
anesthesia in women undergoing cesarean
section. N Y Sci J. 2017; ;10(6):7–16. 9. Venkata HG, Pasupuleti S, Pabba UG,
Porika S, Talari G. A randomized controlled
2. Arzola C, Wieczorek PM. Efficacy of low- prospective study comparing a low dose
dose bupivacaine in spinal anaesthesia for bupivacaine and fentanyl mixture to a
Caesarean delivery: Systematic review conventional dose of hyperbaric bupivacaine
and meta-analysis. Br J Anaesth [Internet]. for Cesarean section. Saudi J Anesth.
2011;107(3):308–18. 2015;9(2):122–7.

3. Meirowitz N, Katz A, Danzer B, Siegenfeld 10. Roofthooft E, Velde M. Low dose spinal
R. Can the passive leg raise test predict spinal anaesthesia for Caesarean section to prevent
hypotension during cesarean delivery? An spinal-induced hypotension. Curr Opin
observational pilot study. Int J Obstet Anesth. Anaesth. 2008;21(1):259–62.
2012;21(4):324–8.
11. Yadav A. Short textbook of anaesthesia, 2nd
4. Hoyt MR, Pages EM. Anesthesia for Labor Ed. New Delhi: Academa Publishers; 2004,
and Delivery [Internet]. Tenth Edition. 16–27.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal
Medicine, 2-Volume Set. Elsevier Inc.; 2015, 12. Wong CA. Technique of Neuraxial
374–90. Anesthesia. New York: McGraw-Hill; 2007,
229–46, 27–74.
5. Mylonas I, Friese K. Indications for and
Risks of Elective Cesarean Section. Deutsch 13. Ben-David B, Miller G, Gavriel R, Gurevith
Ärztebl Int. 2015;112(29):489–95. A. Low-dose bupivacaine-fentanyl spinal
anesthesia for Cesarean delivery. Reg Anesth
6. Eng HC, Ghosh SM, Chin KJ. Practical use Pain Med. 2000;25(3):235–9.
of local anesthetics in regional anesthesia.
Curr Opin Anaesthesiol. 2014;27(4):382–7. 14. Jelting Y, Klein C, Harlander T, Eberhart
L, Roewer N, Kranke P. Preventing nausea
7. Adyputra I. Perbandingan Pemberian and vomiting in women undergoing regional
Bupivakain hiperbarik 0,5% 5 Mg dan 10 anesthesia for cesarean section: challenge and
Mg terhadap kadar kortisol dan efektivitas solutions. Loc Reg Anesth. 2017;10: 83–90.
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca Operasi Sesar

Dwiana Sulistyanti1, Yusmein Uyun2


1
Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman-RSU AW Syahranie
Samarinda, 2Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta

Abstrak

Udem paru akut pada wanita hamil merupakan kejadian yang jarang tetapi merupakan kejadian yang dapat
mengancam jiwa. Meskipun merupakan kejadian yang jarang terjadi tetapi berhubungan dengan meningkatnya
resiko pada ibu juga meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin. Beberapa faktor resiko yang diidentifikasikan
dapat menyebabkan udem paru: preeklamsi atau eklamsi, infeksi yang berat, penggunaan obat tokolitik, kelebihan
cairan dan kehamilan ganda. Selain itu, perubahan fisiologi yang berhubungan dengan kehamilan mungkin bisa
menjadi penyebab udem paru pada wanita hamil. Ventilasi mekanik efektif meningkatkan kandungan oksigen
dan menurunkan trauma pada paru. Open lung recruitment dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan
udem paru akut, dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler paru, meningkatkan pengembangan paru dan
menurunkan tekanan pada jalan nafas. Laporan kasus ini menjelaskan tentang penanganan udem paru akut pada
wanita muda pasca operasi sesar atas indikasi preeklamsi, dimana dilakukan open lung recruitment saat pasien
dirawat di ruang ICU, pasien dirawat selama hampir 2 minggu dan pulang dalam keadaan baik.

Kata kunci: open lung recruitment; udem paru akut

Open Lung Recruitment for Patient Acute Pulmonary Edema Post Caesarean Section

Abstract

Acute pulmonary edema in pregnant women is a rare but life-threatening event. Although it is a rare event, but
it is associated with an increased risk for the mother as well as increasinh fetal morbidity and mortality. Several
indentified risk factors can cause pulmonary edema : preeclampsia or eclamsia, severe infections, use of tocolytic
drugs, fluid overload, and multiple pregnancies. In adition, physiological changes related to pregnancy may be a
cause of pulmonary edema in pregnant women. Mechanical ventilation effectively increases oxygen content and
reduces trauma to the lungs. Open lung recruitment can increase oxygenation in patient with acute pulmonary
edema, can reduce the pulmonary extravascular fluid index, increase lung development, and reduce pressure on
the airway. This case report describes the management of acute pulmonary edema in young women post-operative
cesarean section for indications of preeclampsia, where open lung recruitment is performed when the patient is
treatedin the ICU, the patient is treated for almost two weeks and return home in good condition.

Key words: acute pulmonary oedema, open lung recruitment

9
10 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan tranfusi darah whole blood 3 kantong atas indikasi


anemia pasca operasi sesar. Hasil pemeriksaan
Udem paru akut pada wanita hamil merupakan hemoglobin pasca tranfusi adalah 8,7 gr%. Infus
kejadian yang jarang tetapi merupakan kejadian terpasang dari rumah sakit PKBI adalah drip
yang dapat mengancam jiwa. Meskipun aminopilin dalam RL 500 cc.
merupakan kejadian yang jarang terjadi tetapi
berhubungan dengan meningkatnya morbiditas Pemeriksaan Fisik
dan mortalitas pada ibu dan janin.1 Beberapa Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
penyakit spesifik selama kehamilan dapat kesadaran somnolen dan tampak sianosis,
menjadi faktor resiko terjadinya udem paru akut. gurgling (+), tekanan darah 100/70 mmHg, laju
Penyakit spesifik tersebut seperti preeklamsi nadi 140x/menit, laju nafas 48x/menit dengan
dan eklamsi, kardiomiopati, sepsis, persalinan saturasi 40%, kemudian dilakukan suctioning dan
prematur, emboli air ketuban dan emboli bagging dengan O2 10 liter/menit saturasi naik
paru. Insiden udem paru pada wanita dengan 70%. Pemeriksaan paru, sonor seluruh lapangan
preeklamsi sekitar 3%, dimana 70% terjadi paru, auskultasi ditemukan ronki basah diseluruh
setelah persalinan. Selain faktor resiko diatas lapangan paru. Extremitas udem, sianosis,
masih ada beberapa hal yang diduga menjadi clubbing finger (-). Dilakukan pemeriksaaan
penyebab udem paru, antara lain tranfusi darah, laboratorium, hasilnya hemoglobin 10 gr %,
serta penggunaan oksitosin peripartum walaupun lekosit 24.000/µL, hematokrit 29,8%, trombosit
tanpa disertai adanya kejadian kelebihan cairan 309.000/µL, ureum 47,4 mg/dl, kreatinin 1,2 mg/
dalam vaskuler ataupun penyakit jantung. dl, gula darah 98 mg/dl, natrium 142 mmol/L,
Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk kalium 4,2 mmol/L, Chloride 114 mmol/L. Hasil
menghentikan proses inflamasi yang terjadi pada analisa gas darah : pH 7,30, PCO2 45, PO2 19, BE
udem paru, penanganan udem paru difokuskan -4,5, tCO2 23,2 HCO3 21,9.
pada 3 hal penting yaitu: mencegah lesi paru
secara iatrogenik, mengurangi cairan di dalam Pengelolaan Anestesi
paru dan mempertahankan oksigenasi jaringan. Kemudian dilakukan intubasi dengan fentanil
Pendekatan terapi terkini untuk udem paru adalah 100 µg, midazolam 5 mg dan rokuronium 40 mg.
meliputi perawatan suportif, bantuan ventilator Setelah itu diberikan injeksi dexametason 8 mg
dan terapi farmakologis. Salah satu tehnik yang dan injeksi furosemid 20 mg.
digunakan dalam penatalaksaan udem paru
adalah open lung recruitment, dimana tehnik Pasien didiagnosa pasca SC hari ke 3 dengan
ini dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien, udem paru
dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler
paru, meningkatkan pengembangan paru dan
menurunkan tekanan pada jalan nafas. Tetapi
penggunaan tehnik ini sampai saat ini masih
kontroversial.

II. Kasus

Anamnesa
Perempuan, 29 tahun, pasca operasi sesar hari
ketiga atas indikasi preeklamsi berat, datang ke
UGD RS AW Syahranie (tanggal 8 November
2014 jam 01.00 WITE) dengan rujukan dari RS
PKBI dengan penurunan kesadaran dan sesak
nafas. Dari anamnesa dengan petugas medis Gambar 3. Gambaran Radiologi Thorax AP
yang mengantarkan, pasien sudah mendapatkan saat Pasien Masuk UGD
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca 11
Operasi Sesar

Catatan Kemajuan:

Tanggal Kondisi Pasien Terapi


8-11-2014 Kesadaran komposmentis, sianosis (-) Ventilator mode P-SIMV PS 15,
(Hari ke-1) TV: TDS 105-170 mmHg, TDD 70-83 PEEP 10, RR setting 12-18, FiO2 100%.
mmHg, HR 89-97x/menit, RR 27-42 x/ KaEN 3B 80cc/jam
menit, t: 36- 38,8oC, Saturasi : 80-90% Neomune 6 x 100 cc
Lab : Hb 8,6 g/dL,WBC 22.500/µL, Ht Injeksi meropenem 2x1 gram
25,7%, PLT 260.000/µL, GD 102 mg/dL. Parasetamol infus kalau perlu
Keseimbangan cairan: - 1280 cc/24 jam. Injeksi furosemid 40 mg extra
Morpin 1 mg/jam diturunkan menjadi 0,5 mg/
jam, drip aminopilin dihentikan. Pasang NGT dan
pasang CVP
9-11-2014 Kesadaran komposmentis, sianosis (-), Ventilator mode P-SIMV PS 15, PEEP 10, RR set-
(Hari ke-2) sesak (+), TV: TDS 130-205 mmHg, TDD ting 12–18, FiO2 100%.
71-106 mmHg, HR 83-119x/menit, RR Ambil darah untuk analisa gas darah
16-28x/menit, t 36-38,9oC, Saturasi 70- Dilakukan open lung recruitment dengan sedasi
99%. midazolam 5 mg dan pelumpuh otot rokuronium
Hasil AGD: pH 7,44, PCO2 46, pO2 45, 50 mg. Setelah dilakukan open lung recruitment,
BE 5,7, tCO2 32, HCO3 30,6, saturasi 77 mode ventilator PC dengan PS 16, PEEP 20, FiO2
Laboratorium: Hb 10,3g/dL, GD 129 mg/ 100% bisa diturunkan bertahap hingga 50% dengan
dL, Albumin 2,5 g/dl, Ureum 96,3 mg/dl, target saturasi 95–96%. KaEN 3B 80cc/jam,
kreatinin 1,2 mg/dl. Na 139 mmol/L, K 2,7 neomune 6 x 100 cc, injeksi meropenem 2x1 gram,
mmol/L, Cl 106 mmol/L. injeksi furosemid 20 mg extra, morpin 0,5 mg/jam,
Keseimbangan cairan: - 951 cc/24 jam. midazolam 2,5 mg/jam, rokuronium 15 mg/jam.
10-11-2014 Kesadaran tersedasi Dilakukan weaning ventilator pasca open lung
(Hari ke-3) hemodinamik relatif stabil recruitment, terutama penurunan PEEP dengan
memperhatikan hemodinamik dengan target
saturasi 95–100%.
Mode ventilator menjadi P-SIMV PS 18, PEEP 8,
setting RR 13, FiO2 50%.
Dilakukan pemasangan CVP, nilai CVP 14 cm
H2O.
Terapi relatif masih sama, untuk KaEN 3B ditu-
runkan jadi 70cc/jam
Diberikan nebulizer (Nacl dan bisolvon) tiap 3 jam
Suction berkala
Chest physiotherapi
Ambroksol 3x1 cth
Omeprazole 1 x 40 mg
11-11- 2014 Kesadaran tersedasi Mode ventilator P-SIMV PS 18, PEEP 8, setting
(Hari ke-4) Hemodinamik relatif stabil, saturasi 97- RR 13, FiO2 50%
100%. Suhu pasien kadang-kadang febris. Parasetamol infus 1 gram jika suhu >38oC.
CVP 12 cmH2O. Dilakukan kultur kuman dari darah. Hasil kultur :
Lab: Hb 9,5 g/dL, WBC 20.500/µL, Ht tidak ada pertumbuhan bakteri.
27,1%, PLT 345.000/µL, GD 98 mg/dL, Terapi lanjut.
Ureum 64,8mg/dl, Kreatinin 1,8 mg/dl,
Na 142 mmol/L, K 3,6 mmol/L, Ca 9,3
mmol/L , Cl 110 mmol/L, Mg 1,8 mmol/L
Keseimbangan cairan: + 1453.
12 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

12-11-2014 Kesadaran tersedasi. Hemodinamik stabil. Saturasi 97 Mode ventilator P-SIMV PS 18,
(Hari ke-5) –100%. PEEP 8, RR 13, FiO2 40%.
Lab: Na 141 mmol/L, K 3,9 mmol/L, Ca 9,7 mmol/L , Cl Konsul jantung: suspek kar-
112 mmol/L, Mg 2 mmol/L. CVP 11 cmH2O. Keseimban- diomiopati, saran ekokardiografi
gan cairan: + 1547. bila kondisi stabil.
Rokuronium dan midazolam dihen-
tikan
Tambah antibiotik Levofloxacin 1 x
750 mg.
Bila suhu >38 oC diberikan
paracetamol infus 1 gram, tetapi
kalau suhu > 39 oC maka selain di-
berikan paracetamol infus 1 gram,
berikan kompres badan dan gastric
cooling tiap 3 jam
13-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Weaning ventilator, mode SIMV
(Hari ke-6) 114/74 mmHg, HR 74 x/menit, RR 24 x/menit, Saturasi PS 14, PEEP 6, RR 10, FiO2 40%.
99–100%. Terapi lanjut
Lab: GD 102 mg/dl. Ekstra injeksi furosemid 20 mg
Keseimbangan cairan : +2570 cc. KaEN 3B diturunkan 60 cc/jam.
14-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik relatif stabil. TD Mode ventilator spontan, PS 10,
(Hari ke-7) 105/70 mmHg, HR 83x/menit, RR 23x/menit, suhu 36oC. PEEP 8, FiO2 40%.
Saturasi 100%. CVP 11 cm H2O. Keseimbangan cairan: + Terapi lanjut
945. Meropenem diganti dengan
Ceftazidin 3 x 2 gram.
15-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabi. TD 108/60 Mode ventilator spontan, PS 8,
(Hari ke-8) mmHg, HR 95x/menit, RR 15 x/menit, Saturasi 98-99%. PEEP 7, FiO2 40%.
Lab: Na 134 mmol/L, K 3,8 mmol/L, Ca 10,4 mmol/L , Terapi lanjut
Cl 106 mmol/L, Mg 2 mmol/L . Keseimbangan cairan: + Ekstra injeksi furosemid 20 mg.
2012.
16-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Mode ventilator spontan, PS 8,
(Hari ke-9) 100/60 mmHg, HR 69x/menit, RR 18 x/menit, Saturasi 98 PEEP 6, FiO2 40%.
-100%. Jam 17.00 wite dilakukan ekstu-
Pasca ekstubasi : nafas spontan dengan SM O2 5 liter/me- basi.
nit saturasi 97 – 99%. Terapi lanjut
Lab: GD 113 mg/dl. Dexametason 3 x 4 mg
Keseimbangan cairan: +1130 cc. Ranitidin 2 x 50 mg.
17-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Terapi lanjut.
(Hari ke-10) 100/60 mmHg, HR 69x/menit, RR 18 x/menit dengan Hasil ekokardiografi : dalam batas
binasal kanul 3 liter/menit, saturasi 98 -100%. normal.
Lab: Hb 10,2 g/dL, WBC 13.000/µL, Ht 29,3%, PLT
496.000/µL, GD 87 mg/dL, Albumin: 5,4 g/dl, Ureum
27,3 mg/dl, Kreatinin 0,9 mg/dl, Na 137 mmol/L, K
4,3 mmol/L, Ca 9,7 mmol/L , Cl 104 mmol/L, Mg 2,4
mmol/L. Keseimbangan cairan: + 1609.
18-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD 90/59 Terapi lanjut
(Hari ke-11) mmHg, HR 75x/menit, RR 20 x/menit dengan binasal Belajar makan peroral.
kanul 3 liter/menit, saturasi 97-100%.
Lab : Na 136 mmol/L, K 4,0 mmol/L, Ca 9,9 mmol/L, Cl 104
mmol/L, Mg 1,6 mmol/L, GD 125 mg/dL . Keseimbangan
cairan: + 266.
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca 13
Operasi Sesar

19-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Terapi lanjut.


(Hari ke-12 90/59 mmHg, HR 82x/menit, RR 18 x/menit dengan Injeksi Levofloxacin dihentikan
binasal kanul 3 liter/menit, Saturasi 97 -100%.
CVP 11 cmH2O.
Lab: GD 133 mg/dL .
Keseimbangan cairan: + 625
20-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Terapi lanjut
(Hari ke-13) 100/63 mmHg, HR 60x/menit, RR 20 x/menit dengan
binasal kanul 3 liter/menit, Saturasi 100%.
CVP 11 cm H2O.
Lab: Na 133 mmol/L, K 4,3 mmol/L, Ca 9,4 mmol/L ,
Cl 102 mmol/L, Mg 3,4 mmol/L.
Keseimbangan cairan: + 524.
21-11-2014 Kesadaran komposmentis. Hemodinamik stabil. TD Pasien pindah ke ruang perawatan
(Hari ke-14) 110/70 mmHg, HR 85x/menit, RR 20 x/menit dengan biasa.
binasal kanul 3 liter/menit, saturasi 100%.
CVP 11 cmH2O.
23-11-2014 Pasien dipulangkan dengan kondisi TD 105/60 mmHg, CVP dilepas.
(Hari ke-16) HR 78 x/menit, RR 18 x/menit, Sat 98% dengan udara
ruangan

Kemudian pasien ditransfer ke ICU. Setelah


sampai di ICU (jam 05.00 WITE), ETT pasien
dihubungkan dengan ventilator mode SIMV,
tidal volume 450, PEEP 8, RR 18 dan FiO2
100%. Keadaan pasien tampak lemah, kesadaran
composmentis, kemudian dilakukan pemasangan
monitor, tekanan darah 121/78 mmHg, laju
nadi 125 x/menit, laju nafas 26–27 x/menit dan
saturasi 62%. Diberikaan injeksi meropenem 2x1
gram, morpin 1 mg/jam. Keseimbangan cairan: -
958 cc (input: 242 cc, output: 1200 cc).

Patofisiologi
Udem paru akut adalah keadaan patologi
dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang
ektravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli
yang terjadi secara akut dan dalam jumlah yang
banyak. Akumulasi cairan ini akan berakibat
serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin
terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi
cairan. Pada keadaan normal cairan intravaskuler
merembes ke jaringan interstitial melalui kapiler
endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali,
kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh
limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali
kedalam sirkulasi. Mekanisme yang menjaga Gambar 1. Gambaran alveoli pada paru
agar jaringan interstisial tetap kering adalah:2 normal dan perubahan alveoli pada udem paru
tekanan onkotik plasma lebih tinggi daripada kardiogenik dan udem paru non kardiogenik.2
14 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Tabel 1. Beda Gambaran Radiologi Udem Paru Kardigenik dan Non Kardiogenik
Gambaran Radiologi Udem Kardiogenik Udem Non Kardiogenik
Ukuran jantung Normal atau membesar Biasanya normal
Lebar pedikel vaskuler Normal atau melebar Biasanya normal
Distribusi vaskuler Seimbang Normal/seimbang
Distribusi Udem Rata/sentral Patchy atau perifer
Efusi pleura Ada Biasanya tidak ada
Peribronchial cuffing Ada Biasanya tidak ada
Garis septal Ada Biasanya tidak ada
Air bronchogram Tidak selalu ada Selalu ada

tekanan hidrostatik kapiler paru, jaringan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap
konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik
terhadap protein plasma, adanya sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran
yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam
jaringan interstisial. Pada keadaan normal tekanan jaringan interstisial paru. Udem paru akan terjadi
kapiler pulmonal (wedge pressure) adalah sekitar bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap
7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma kering terganggu oleh keadaan:2 Permeabiltas
berkisar antara 25 mmHg, maka tekanan ini akan membran yang berubah, tekanan hidrostatik
mendorong cairan kembali kedalam kapiler. mikrovaskuler yang meningkat, tekanan peri
Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan mikrovaskuler yang menurun, tekanan osmotik/
konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan onkotik mikrovaskuler yang menurun, tekanan

Tabel 2. Faktor Resiko dan Predisposisi terjadinya Udem Paru Akut pada Wanita Hamil

Kategori Faktor Resiko


Kondisi penyakit sebelum hamil Penyakit Jantung (hipertensi, penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung kongenital, kelainan katup jantung,
aritmia, kardiomiopati)
Obesitas
Peningkatan umur ibu
Gangguan endokrin (peokromositoma dan hipertiroid)
Penyakit spesifik selama kehamilan Preeklamsi dan eklamsi
Kardiomiopati
Sepsis
Persalinan prematur
Emboli air ketuban
Emboli paru
Obat farmakologi Β-Adrenergic tocolytic agents
Kortikosteroid
Magnesium sulfat
Narkotik
Cairan intravena iatrogenik Cairan lebih dari 2000 cc
Kondisi fetus Kehamilan ganda
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca 15
Operasi Sesar

Gambar 2. Alur Penanganan Wanita Hamil dengan Udem Paru Akut

osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang manifestasi klinis yang sama. Bahkan sering
meningkat, gangguan saluran limfe. Udem paru kedua jenis udem paru ini terjadi bersamaan.
akut dapat terjadi karena penyakit jantung (disebut Membedakan kedua jenis udem paru tersebut
juga udem paru kardiogenik, udem hidrostatik membutuhkan pemantauan hemodinamik invasif.
atau udem hemodinamik) maupun penyakit diluar Gambaran rontgen paru bisa membantu
jantung (udem paru non kardiogenik disebut membedakan udem paru kardiogenik dan udem
juga increased permeability pulmonary edema, paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada
acute lung injury atau acute respiratory distress keterbatasan yaitu antara lain bahwa udem tidak
syndrome). Meskipun penyebabnya berbeda, akan tampak secara radiologi sampai jumlah
udem paru kardiogenik dan non kardiogenik sulit air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah
dibedakan karena memiliki manifestasi klinis teknis juga dapat mengurangi sensitivitas
yang sama.2 dan spesifisitas rontgen paru seperti rotasi,
inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi
Perbedaan mikrovaskuler dan alveoli pada paru film. Perbedaan udem paru kardiogenik dan
normal, pada paru yang mengalami udem paru non kardiogenik dapat dilihat pada tabel 1.3,4
akut kardiogenik dan pada udem paru akut non
kardiogenik dapat dilihat pada gambar dibawah Berdasarkan hasil audit tentang morbiditas
ini. Kedua jenis udem paru ini berbeda secara maternal di Inggris, udem paru merupakan
patogenesis dan patofisiologi meskipun secara empat besar penyebab morbiditas pada maternal,
klinis sulit dibedakan karena mempunyai dan sering kali membutuhkan perawatan di
16 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

ruang intensif.5 Udem paru bisa terjadi pada Pendekatan terapi terkini untuk udem paru adalah
periode antenatal, intrapartum dan periode pasca meliputi perawatan suportif, bantuan ventilator
persalinan. Insidensi udem paru bervariasi antara dan terapi farmakologis.8 Prinsip umum
0,08–0,5%.6 Faktor resiko dan predisposisi perawatan suportif bagi pasien udem paru dengan
terjadinya udem paru akut pada wanita hamil dapat atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome
dilihat pada tabel 2.6 Selain faktor resiko diatas (MODS) meliputi:8 Pengidentifikasian dan
masih ada beberapa hal yang diduga menjadi terapi penyebab dasar udem paru; menghindari
penyebab udem paru, antara lain tranfusi darah, cedera paru sekunder misalnya aspirasi,
serta penggunaan oksitosin peripartum walaupun barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas
tanpa disertai adanya kejadian kelebihan cairan oksigen; memperbaiki hemodinamik untuk
dalam vaskuler ataupun penyakit jantung.7 meningkatkan oksigenasi dengan memberikan
Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk cairan, obat-obatan vasodilator atau obat-obatan
menghentikan proses inflamasi yang terjadi pada vasokonstriktor, inotropik, atau diuretikum;
udem paru, penanganan udem paru difokuskan mempertahankan penghantaran oksigen yang
pada 3 hal penting yaitu:7 mencegah lesi paru adekuat ke end-organ dengan cara meminimalkan
secara iatrogenik, mengurangi cairan di dalam angka metabolik; sedasi dengan kombinasi
paru, mempertahankan oksigenasi jaringan. opiat benzodiazepin, oleh karena penderita
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca 17
Operasi Sesar

akan memerlukan bantuan ventilasi mekanik pasca operasi sesar7. Seperti telah dijelaskan
dalam jangka lama. Berikan dosis minimal yang diatas bahwa beberapa penyakit spesifik selama
masih memberikan efek sedasi yang adekuat; kehamilan dapat menjadi faktor resiko terjadinya
mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta udem paru akut. Penyakit spesifik tersebut seperti
keseimbangan cairan tubuh; dukungan nutrisi. preeklamsi dan eklamsi, kardiomiopati, sepsis,
persalinan prematur, emboli air ketuban dan
Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi emboli paru. Insiden udem paru pada wanita
mekanis pada pasien udem paru masih dengan preeklamsi sekitar 3%, dimana 70% terjadi
kontroversial.9 Open lung recruitment merupakan setelah persalinan. Dibandingkan dengan wanita
salah satu tehnik dalam penanganan udem paru, hamil yang sehat, wanita dengan preeklamsi
tetapi hal ini juga masih kontroversial. Pendapat menunjukkan keadaan jantung yang abnormal,
yang mendukung tehnik ini, mengatakan bahwa dari peningkatan kardiak output dan peningkatan
tehnik ini efektif dan aman digunakan pada systemic vascular resistance (SVR) sampai ke
pasien tertentu. Dengan tehnik ini diharapkan penurunan kardiak output dengan peningkatan
dapat mengurangi udem paru dan meningkatkan systemic vascular resistance. Fungsi diastolik
hasil akhir penatalaksanaan udem paru. Open terganggu. Preeklamsi juga menyebabkan
lung recruitment juga dapat meningkatkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma,
oksigenasi pada pasien dengan udem paru akut, perubahan permeabilitas endotel dan penurunan
dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler tekan osmotik koloid terhadap left ventricular
paru, meningkatkan pengembangan paru end diastolic pressure gradient. Sehingga mudah
dan menurunkan tekanan pada jalan nafas.10 terjadi kebocoran kedalam interstisial paru dan
Sementara pendapat yang berbeda mengatakan ruang alveoli.6 Penggunaan magnesium sulfat
bahwa tehnik ini tidak aman dan tidak ada data (MgSO4) intravena pada pasien-pasien dengan
yang menunjukkan bahwa tehnik ini memberikan preeklamsi juga memicu terjadinya udem paru,
perbaikan pada hasil akhir dalam penatalaksanaan mekanismenya karena penurunan tekanan
udem paru.11 Prinsip pengaturan ventilator pasien osmotik koloid dan efek inotropik negatif.14,15
udem paru meliputi volume tidal rendah (4–6 mL/ Dengan adanya perubahan pada permeabilitas
kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan endotel pembuluh darah karena preeklamsi, maka
ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi sebaiknya hati-hati dalam hal penggunaan cairan
adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 intravena ataupun produk darah pada pasien
aman, menghindari barotrauma (tekanan saluran dengan preeklamsi, karena kedua hal tersebut
napas <35 cmH2O atau di bawah titik refleksi dapat memicu terjadinya udem paru.6,7
dari kurva pressure-volume) dan menyesuaikan
(I:E) rasio inspirasi: ekspirasi (lebih tinggi atau Penggunaan oksitosin peripartum bisa diduga
kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi menjadi pemicu udem paru. Efek oksitosin selain
dan hiperkapnea yang diperbolehkan).8,12,13 memperbaiki kontraksi rahim, juga mempunyai
Secara garis besar penanganan udem paru akut efek sistemik seperti relaksasi pembuluh darah
pada wanita hamil bisa dilihat pada gambar 2 sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi,
dibawah ini.6 yang menyebabkan penurunan tekanan darah
terutama tekanan darah diastolik, disamping itu
III. Pembahasan juga menimbulkan efek takikardi. Oksitosin juga
mempunyai efek anti diuretik bila diberikan
Saat masuk UGD pasien ini didiagnosis sebagai dalam dosis besar. Pernah dilaporkan juga bahwa
udem paru akut pada wanita pasca operasi sesar. oksitosin dapat menyebabkan intoksikasi air
Ada beberapa faktor resiko yang dicurigai menjadi dengan hiponatremi sekunder sampai retensi
penyebab dari udem paru akut pada pasien ini, cairan bebas, sehingga dapat mengakibatkan
antara lain pasien ini dilakukan operasi sesar atas udem paru, kejang, koma dan kematian. Pada
indikasi PEB6, penggunaan oksitosin peripartum7 dosis yang fisiologis, tanpa disertai peningkatan
dan pasien juga mendapatkan tranfusi darah status volume, oksitosin jarang menyebabkan
18 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

aksi anti diuretik. Meskipun demikian, pasien yang lainnya. Perawatan suportif dan
penggunaan oksitosin peripartum dapat memicu terapi farmakologis harus dilakukan secara
udem paru walaupun tanpa disertai overloading simultan. Pada hari kelima perawatan, obat
vascular atau penyakit jantung. Sehingga sedasi dan pelumpuh otot dihentikan, sehingga
penggunaan oksitosin tetap harus hati-hati.7 hari keenam pasien bisa dilakukan penyapihan
Pendekatan terapi terkini untuk udem paru dari ventilator. Dan hari ke sembilan pasien bisa
adalah meliputi perawatan suportif, bantuan di ekstubasi. Hari ke 14 pasien pindah ke ruang
ventilator dan terapi farmakologis.8 Pendekatan perawatan biasa. Dan 2 hari kemudian pasien bisa
dalam penggunaan model ventilasi mekanis pada pulang ke rumah dengan perbaikan yang nyata.
pasien udem paru masih kontroversial.9 Open
lung recruitment merupakan salah satu tehnik V. Simpulan
dalam penanganan udem paru, tetapi hal ini juga
masih kontroversial. Pendapat yang mendukung Udem paru akut merupakan indikator morbiditas
tehnik ini, mengatakan bahwa tehnik ini efektif yang nyata dan bisa menjadi penyebab
dan aman digunakan pada pasien tertentu. Open mortalitas pada wanita hamil. Pengenalan
lung recruitment juga dapat meningkatkan dini tanda-tanda terjadinya udem paru bisa
oksigenasi pada pasien dengan udem paru akut, membantu dalam penatalaksanaan udem paru
dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler sehingga bisa ditangani lebih cepat dan bisa
paru, meningkatkan pengembangan paru dan memberikan prognosis yang baik. Pendekatan
menurunkan tekanan pada jalan nafas.10 terapi terkini untuk udem paru adalah meliputi
perawatan suportif, bantuan ventilator dan
Sementara pendapat yang berbeda mengatakan terapi farmakologis. Salah satu tehnik yang
bahwa tehnik ini tidak aman dan tidak ada data digunakan dalam penatalaksaan udem paru
yang menunjukkan bahwa tehnik ini memberikan adalah open lung recruitment, dimana tehnik
perbaikan pada hasil akhir dalam penatalaksanaan ini dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien,
udem paru.11 Prinsip pengaturan ventilator pasien dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler
udem paru meliputi volume tidal rendah (4–6 mL/ paru, meningkatkan pengembangan paru dan
kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan menurunkan tekanan pada jalan nafas. Tetapi
ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi penggunaan tehnik ini sampai saat ini masih
adekuat (PaO2 >60 mmHg) dengan tingkat FiO2 kontroversial.
aman, menghindari barotrauma (tekanan saluran
napas <35 cmH2O atau di bawah titik refleksi Daftar Pustaka
dari kurva pressure-volume) dan menyesuaikan
(I:E) rasio inspirasi: ekspirasi (lebih tinggi atau 1. Anthony CS, Thomas I, Marissa L, James
kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi M. Acute pulmonary edema in pregnancy.
dan hiperkapnea yang diperbolehkan).8,12,13 Pada The American College of Obstetricians and
awalnya pasien ini telah dilakukan terapi sesuai Gynecology. Elsevier Mosby-Philadelphia,
yang telah dijelaskan diatas, tetapi berhubung pada Pennsylvania 2003;101(3): 511–5.
hari kedua pasien masih mengalami hipoksemia
yang ditandai dengan saturasi yang tidak pernah 2. Lorraine BW, Michael AM. Acute pulmonary
baik, maka diputuskan untuk dilakukan open edema. N. Engl. J. Med. 2005;353:2788–96.
lung recruitment. Pada saat melakukan tehnik ini,
monitoring terhadap perubahan hemodinamik 3. Milne EN, Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C.
tetap harus dilakukan. Selama dilakukan tehnik The radiologic distinction of cardiogenic and
ini, hemodinamik pasien dalam keadaan stabil. noncardiogenic edema. American Lournal
Pasien juga menunjukkan perbaikan keadaan Roentgrnologi 1985;144:879–94.
dimana saturasi pasien meningkat dan kebutuhan
FiO2 bisa diturunkan secara bertahap. Respon 4. Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C. The chest
yang baik ini diikuti dengan perbaikan kondisi roentgenogram in pulmonary edema. Clinical
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca 19
Operasi Sesar

chest medicine 1985;6:315–44. Lung recruitment maneuver effecs on


respiratory mechanics and extravascular lung
5. Cantwell R, Clutton BT, Cooper G. Saving water index in patients with acute respiratory
mother’s lives: reviewing maternal deaths distress syndrome. World Journal Emergency
to make motherhood safer:2006-2008. The Medicine 2011;2(3):201–5.
eighth report of the confidential enquiries
into maternal deaths in the United Kingdom. 11. Robert MK, Richard HK. Should recruitment
British Journal of Obstetrics and Gynaecology maneuvers be used in the management
2011;118(suppl 1): 1–203. of ALI and ARDS?. Respiratory Care
2007;52(5):622–31.
6. Dennis AT, Solnordal CB. Acute pulmonary
oedema in pregnant women. Anaesthesia 12. Oh TE. Adult respiratory distress syndrome.
2012;67:646–59. In: Oh TE,ed. Intensive Care Manual. 3rd ed.
Brisbane: Butterworths Pty Ltd;1990:174–7.
7. Sinha N, Puri R, Shukla D, Kumar D, Sahu
S, Agarwal A. Perioperative management of 13. Gattinoni L, Caironi P, Carlesso E. How to
pulmonary oedema due to oxytocinin case ventilate patients with acute lung injury and
of caesarean section. The Indian Journal of acute respiratory distress syndrome. Current
Research and Reports in Medical Sciences Opinion in Critical Care 2005; 11:69–76.
2013;3(4):45–7.
14. Gupta V. Does magnesium supplementation
8. Gehlbach BK. Acute hypoxemic respiratory have any role in acute myocardial infarction?
failure (AHRF). Available at: http:/www. No. Cardiovascular Drugs Therapy
merck.com/mmpe/sec06/ch065/ch065. 1996;10:303–305.
Accessed on January 5th,2008.
15. Thornton CE, Peter VD, Makris A,
9. Piantadosi CA, Schwartz DA. The acute Tooher JM. Acute pulmonary oedema as
respiratory distress syndrome. Annals of a complication of hypertension during
Internal Medicine Journal 2004;141:460–70. pregnancy. Hypertension in Pregnancy
2009:1–13.
10. Zhang JG, Chen XJ, Zeng ZG, Qian KJ.
Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan Impending Eklampsia

RTH Soepraptomo
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RS Dr. Moewardi
Surakarta

Abstrak

Pendahuluan: Impending eclampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan karena komplikasi-
komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan
keselamatan ibu dan bayi pada pasien dengan impending eklampsia adalah dengan dilakukan pembedahan caesar.
Laporan Kasus: Pada kasus ini, akan dibahas lebih lanjut terkait wanita 39 tahun dengan G4P3A0 hamil 39
minggu dengan impending eclampsia. Pasien ini memiliki status fisik ASA III-E dan dilakukan tindakan sectio
caesarea transperitoneal emergency dengan teknik anestesi regional subarachnoid block. Bayi lahir berjenis
kelamin perempuan dengan APGAR score 7–8–9. Diskusi: Anestesi regional subarachnoid block dipilih karena
mempunyai banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang
kecil, blok anestesi yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan penanggulangannya sudah diketahui dengan
baik. Kesimpulan: Diagnosis dan manajemen yang tepat pada ibu hamil dengan impending eclampsia sangat
penting untuk kelangsungan hidup pasien. Pemilihan jenis anestesi subarachnoid block dipilih sesuai dengan
kondisi klinis pasien dengan memperhitungkan segala aspek keuntungan, kerugian dan aspek medis lainnya.

Kata kunci: impending eclampsia; regional subarachnoid block; sectio caesarea transpertoneal

Management Anesthesia Subarachnoid Block for Patient with Impending Eclampsia

Abstract

Introduction: Impending eclampsia is a serious problem in pregnancy because of complications that can arise both
for the mother and the fetus. One way to speed up handling and improve the safety of mother and baby in patients
with impending eclampsia is by caesarean section. Case Report: In this case, we will discuss about 39-year-
old woman with G4P3A0 39 weeks pregnancy with impending eclampsia. This patient has ASA III-E physical
status and performed transperitoneal emergency sectio caesarea under regional subarachnoid block anesthesia. The
baby is female, born alive without abnormalities and has 7-8-9 APGAR score. Discussion: Regional subarachnoid
block anesthesia was chosen because it has many advantages such as simple technic, rapid onset, a small risk of
systemic poisoning, good anesthesia block, prevention of physiological changes, and its handling are well known.
Conclusion: Proper diagnosis and management of pregnant women with impending eclampsia is very important
for patient survival. The choice of subarachnoid block anesthesia is chosen according to the clinical condition of
the patient by considering all aspects of the advantages, disadvantages, and other medical aspects.

Key words: impending eclampsia; regional subarachnoid block; sectio caesarea transpertoneal

20
Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan 21
Impending Eklampsia

I. Pendahuluan wanita G2P1A0 usia 39 tahun dengan umur


kehamilan 35+1 minggu datang rujukan dari
Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang RSUD Bagas Waras Klaten dengan keterangan
obstetri adalah: pendarahan 45%, infeksi 15%, G4P3A0, usia kehamilan 35 minggu BDP AH 1,
dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas partus PEB, HT grade II. Pasien merasa hamil 8 bulan
macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab lebih, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-
tidak langsung lainnya. Dalam perjalanannya, kenceng teratur belum dirasakan, air kawah
berkat kemajuan dalam bidang anestesia, teknik belum dirasakan. Pasien mengeluh nyeri kepala
operasi, pemberian cairan infus dan transfusi, depan (+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati
dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, (-), mual (+), muntah (-), lendir darah (-). Pasien
maka penyebab kematian ibu karena pendarahan menyatakan tensi pasien meningkat sejak usia
dan infeksi dapat diturunkan secara nyata. kehamilan 32 minggu. Pasien memiliki tekanan
Sebaliknya pada penderita preeklampsia, karena darah tinggi sejak hamil anak ke 2 (preeklampsia).
ketidaktahuan dan sering terlambat mencari Pasien melakukan ANC sebanyak 2 kali di dokter
pertolongan setelah gejala klinis berkembang spesialis kandungan dan setiap bulan di PKU
menjadi preeklampsia berat dengan segala Wedi.
komplikasinya, angka kematian ibu bersalin
belum dapat diturunkan.1,2 Pemeriksaan Fisik
Kondisi pasien sadar penuh, GCS E4V5M6.
Impending eklampsia merupakan masalah yang Pasien memiliki tekanan darah 200/129 mmHg,
serius dalam kehamilan karena komplikasi- nadi 82 x/ menit, laju respirasi 18x/menit, suhu
komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu 36,6 oC, dan saturasi oksigen 99%. Airway
maupun pada janin. Komplikasi pada ibu antara pasien clear dengan kemampuan buka mulut
lain gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut, 3 cm, TMD 6 cm, mallampati II, trakea di
nekrosis kortikal akut, gagal jantung, edema tengah. Pada pemeriksaan thorax ditemukan
paru, trombositopenia, DIC, dan cerebrovascular bentuk normochest, simetris, pengembangan
accident. Sedangkan komplikasi pada janin dada kanan=kiri, retraksi (-/-), otot bantu nafas
antara lain prematuritas ekstrem, intrauterine (-/-), sonor/sonor, suara dasar vesikuler (+/+),
growth retardation (IUGR), abruptio plasenta, suara tambahan (-/-). Pada pemeriksaan jantung
dan asfiksia perinatal. Oleh karena itu dibutuhkan BJ1-2 tunggal, irama reguler, murmur (-). Pada
penanganan secara cepat dan tepat apabila pemeriksaan abdomen gerak peristaltik (+) dalam
dijumpai kasus kehamilan dengan impending batas normal, gravid, DJJ 145x/menit regular,
eklampsia.3,4 Salah satu cara untuk mempercepat TFU 28cm~2015 gram, kepala janin belum
penanganan dan meningkatkan keselamatan masuk panggul. Akral hangat, oedema di seluruh
ibu dan bayi pada pasien dengan impending ekstremitas.
eklampsia adalah dengan dilakukan pembedahan
caesar.5 Mengingat besarnya risiko yang dihadapi Laboratorium Darah
maka operasi caesar merupakan alternatif pilihan Hasil pemeriksaan laboratorium darah dapat
terbaik bagi pasien. Teknik anestesi yang dapat dilihat pada tabel 1. Hasil laboratorium
digunakan untuk section caesaria adalah anestesi darah menunjukkan adanya leukositosis,
spinal, anestesi epidural dan anestesi umum. hipoalbuminemia, serta proteinuria berat. Dari
Pemilihan jenis anestesi yang akan digunakan hasil pemeriksaan USG didapatkan kesan
disesuaikan dengan masing- masing kondisi janin tampak baik. Hasil pemeriksaan CTG
pasien.5,6 menunjukkan NST kategori I (baseline 145 bpm,
variabilitas 5-10, akselerasi (-), deselerasi (-),
II. Kasus kontraksi (-), fetal movement (+).

Anamnesis Pengelolaan Anestesi


Pada tanggal 21 April 2019, datang seorang Oleh karena pasien memiliki tekanan darah
22 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 12.1 g/dl 12.0-15.6
HCT 36 % 33-45
RBC 4.20 106/μl 4.10-5.10
WBC 13.4 103/μl 4,5-11
AT 263 103/μl 150-450
GDS 102 mg/dL 60-140
PT 11.1 Detik 10.0-15.0
APTT 26.9 Detik 20.0-40.0
INR 0.820
SGOT 24 U/L <31
SGPT 12 U/L <34
Albumin 3.0 g/dL 3.2-4.5
Ureum 22 mg/dL <50
Kreatinin 0.6 mg/dL 0.5-1.1
Na 134 mmol/ L 132-145
K 3.8 mmol/ L 3.3-5.1
LDH 300
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
Protein Kualitatif +++ -

200/129 mmHg dan proteinuria +3, pasien adalah informed consent risiko tinggi, pasang
diberikan tatalaksana awal pre-eklamsi berat IV line, puasa diteruskan, post operasi rawat di
yaitu MgSO4 20% 4 gram SP (inisial) di HCU.
lanjutkan MgSO4 20% 1gr/jam dalam 24 jam Selanjutnya pasien dilakukan persiapan operasi
dan Nifedipin 10 mg per oral oleh TS Obsgin. antara lain, keluarga diberi penjelasan tentang
Berdasarkan kondisi pasien, diagnosis anestesi rencana yang akan dilakukan, prosedur tindakan
sebagai berikut: wanita 39 tahun dengan G4P3A0 anestesi dan operasi, kemungkinan hal-hal yang
UK 39 minggu dengan impending eklampsia, pro bisa terjadi selama tindakan dan alternatif tindakan
SCTP emergensi, dengan status fisik ASA III menghadapi resiko operasi, pemasangan infus
E, plan RA-SAB. Saran tindakan dari anestesi jalur besar dengan IV line 18 G, persiapan obat

Tabel 2. Balance Cairan Durante Operasi


Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan 23
Impending Eklampsia

jam. Perdarahan yang terjadi selama operasi tidak


mencapai ABL sehingga tidak perlu transfusi.
Kondisi hemodinamik pasien dijelaskan dalam
gambar 1.

Pengelolaan Pascabedah
Setelah operasi, pasien dirawat di HCU melati 1
untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Keadaan
umum pasien baik, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 90 x/menit,
frekuensi napas 20x/menit. Tatalaksana post
operasi meliputi 1) pengawasan KUVS dan tanda
perdarahan, 2) puasa hingga bising usus (+), 3)
fentanyl 0.5 mcg/kgbb/jam, 150 mcg dalam 500
cc habis dalam 3 jam. 4) parasetamol 1gr/8jam,
dan alat, komunikasi dengan TS Obsgin tentang 5) protap PEB (Oksigen 3 lpm, IVFD RL 12 tpm,
tindakan yang akan dilakukan, maintenance Injeksi MgSO4 20% 1 gram/jam selama 24 jam
MgSO4 tetap dijalankan 1 gram / jam IV. dan Nifedipine 3 x 10 mg jika tekanan darah ≥
160/110 mmHg), inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam, vit
Anestesi dimulai pukul 07.45 berlangsung 90 C 2x50 mg
menit, sampai pukul 09.15. Tindakan bedah
dilakukan mulai pukul 08.00–09.00 WIB. III. Pembahasan
Dilakukan regional anestesi sub arachnoid block
dengan spinal Lidodec 75 mg dan fentanyl 25 mcg Prinsip tatalaksana dari impending eklampsia
secara intratekal. Setelah menunggu beberapa adalah penanganan aktif yaitu terminasi
saat, perlahan pasien teranestesi. Kemudian kehamilan se-aterm mungkin, kecuali apabila
dilakukan tindakan Sectio Caesaria dengan posisi ditemukan penyulit dapat dilakukan terminasi
supine pada pasien. Durante operasi diberikan O2 tanpa memandang usia kehamilan. Kemudian
3 lpm dengan nasal kanul dan infus Ringer laktat. pada pasien dilakukan terminasi kehamilan
Diberikan juga oksitosin 10 IU dan Parasetamol dengan sectio caesaria emergensi atas indikasi
1 gr per 8 jam. Kondisi pasien saat maintenance maternal. Indikasi maternal adalah untuk
anestesi adalah sebagai berikut: 1) suara nafas mencegah timbulnya komplikasi eklampsia.
vesikuler, nafas terkontrol, 2) perdarahan ± 100 Usia kehamilan pada kasus ini adalah kehamilan
cc, 3) pupil isokor, 4) kateter terpasang, urin 100 preterm.7,8
cc, 5) bising usus (-), 6) tulang intak. Pemberian Pada tindakan-tindakan bedah sesar umumnya
cairan selama operasi dilakukan dengan dipilih anestesi regional sub arachnoid block/
memerhatikan tiga faktor yaitu pemeliharaan, spinal karena mempunyai banyak keuntungan
stres operasi, dan pengganti puasa, sehingga seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat,
pemberian cairan saat operasi adalah sebanyak resiko keracunan sistemik yang kecil, blok
90 ml. Tabel keseimbangan cairan dijelaskan anestesi yang baik, pencegahan perubahan
melalui tabel keseimbangan cairan (lihat tabel 2). fisiologi dan penanggulangannya sudah diketahui
dengan baik, analgesia dapat diandalkan, sterilitas
Perhitungan kebutuhan transfusi pasien adalah dijamin, pengaruh terhadap bayi sangat minimal,
sebagai berikut, EBV pasien = 90 cc/kgBB dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
x 75 kg = 6750 cc Kebutuhan cairan selama aspirasi, dan ibu dapat kontak langsung dengan
operasi: maintenance = 90 cc/jam, stres operasi bayinya segera setelah melahirkan. Tetapi
= 6 cc/kgBB/jam x 75 kg = 450 cc/jam. Maka, anestesi spinal juga bukan tanpa risiko, risiko
kebutuhan cairan jam I = 90 cc + 450 cc = 540 cc/ yang dapat terjadi seperti mual dan muntah
bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi,
24 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

disritmia atau bahkan cardiac arrest merupakan dapat menyebabkan paralisis otot pernafasan,
komplikasi yang bisa terjadi.9 Pada kasus ini, abdominal, intercostal. Oleh karena itu, pasien
saat dilakukan anestesi spinal, saat operasi tidak dapat mengalami kesulitan bernafas. Untuk
terjadi penurunan tekanan darah yang berarti. mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen
Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi
biasanya sering terjadi. Hipotensi dapat terjadi pernafasan yang mungkin terjadi.18 Premedikasi
pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi jarang diberikan terutama pada penderita
spinal.10 Hipotensi ini dapat terjadi karena dengan keadaan umum yang buruk, atau karena
penurunan venous return ke jantung, penurunan keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus
cardiac output dan penurunan resistensi perifer. dapat diberikan premedikasi secara intravena
Jika terjadi hipotensi, setidaknya terdapat empat atau intramuskular dengan antikolinergik disertai
alternatif cara pencegahan. Empat cara tersebut pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau
adalah pemberian vasopresor, modifikasi metoclopramide. Pemberian obat anti mual dan
teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan muntah sangat diperlukan dalam operasi sectio
kompresi tungkai pasien, serta pemberian cairan caesaria emergensi dimana merupakan usaha
intravena.11,12 untuk mencegah adanya aspirasi dari asam
lambung. Namun, pada pasien ini tidak diberikan
Usaha meningkatkan volume cairan sentral premedikasi.19
dengan pemberian cairan intravena merupakan
cara yang mudah dilakukan untuk mencegah Induksi menggunakan Bupivacaine HCL
hipotensi pada anestesia spinal. Cairan yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat
diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid.13 anestesi regional bekerja dengan menghilangkan
Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari
preloading atau coloading. Preloading adalah tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses
pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
anestesia spinal, sedangkan coloading adalah reversibel. Onset kerja lambat jika dibandingkan
pemberian cairan selama 10 menit saat dilakukan dengan lidokain. Durasi kerja obat 8 jam. Setelah
anestesia spinal. Pemberian cairan kristaloid itu posisi pasien dalam keadaan terlentang
sebagai preloading tidak memperlihatkan (supine). Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi
manfaat untuk mencegah hipotensi.14,15 Pada pasien duduk tegak dengan kepala menunduk
tindakan-tindakan bedah sesar umumnya dipilih hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari
anestesi regional sub arachnoid block/spinal perpotongan garis yang menghubungkan kedua
karena mempunyai banyak keuntungan seperti crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara
kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko vertebra lumbal 3–4, lalu ditentukan tempat
keracunan sistemik yang kecil, blok anestesi tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin.
penanggulangannya sudah diketahui dengan baik, Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan dengan
analgesia dapat diandalkan, sterilitas dijamin, arah median, barbutase positif dengan keluarnya
pengaruh terhadap bayi sangat minimal, dapat LCS (jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi
mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi, obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-
dan ibu dapat kontak langsung dengan bayinya lahan.20-23 Monitor tekanan darah setiap 5 menit
segera setelah melahirkan.16 Tetapi anestesi sekali untuk mengetahui penurunan tekanan
spinal juga bukan tanpa risiko, risiko yang dapat darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila
terjadi seperti mual dan muntah bisa terjadi pada terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20–30%
anestesi spinal. Bradikardi, disritmia atau bahkan atau sistol kurang dari 100 mmHg. Hipotensi
cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa merupakan salah satu efek dari pemberian obat
terjadi.17 anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf
simpatis.Bila keadaan ini terjadi maka cairan
Anestesi spinal terutama yang berdosis tinggi intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5–15 mg
Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan 25
Impending Eklampsia

secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada Selama di ruang pemulihan pasien sadar penuh,
pasien ini terjadi hipotensi. Sesaat setelah bayi hemodinamik stabil, dan tidak terjadi hal yang
lahir dan plasenta diklem diberikan oxytocin memerlukan penanganan serius.
10 IU (1 ampul), diberikan per drip. Pemberian
oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan Daftar Pustaka
dengan merangsang kontraksi uterus secara
ritmik atau untuk mempertahankan tonus uterus 1. American College of Obstetricians and
post partum, dengan waktu partus 3–5 menit. Gynecologists. Hypertension in pregnancy.
Pada pasien ini lahir bayi berjumlah 1. Bayi Report of the American College of
lahir berjenis kelamin perempuan, lahir pada Obstetricians and Gynecologists’ Task
pukul 12.35 WIB, dengan BB 2700 gram, lahir Force on Hypertension in Pregnancy.Obstet
hidup tanpa kelainan congenital dengan APGAR Gynecol. 2013;122(5):1122–31.
score 7–-8–9. Total perdarahan durante operasi
sebanyak 200 cc dan masuk transfusi Packed Red 2. Angsar MD. ‘Hipertensi dalam kehamilan’,
Cell (PRC) 1 kolf setelah operasi berlangsung. dalam Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi &
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke HCU Wiknjosastro GH, Bina Pustaka Sarwono
Obsgyn. Pasien berbaring dengan posisi kepala Prawirohardjo: Jakarta. 2009.
lebih tinggi untuk mencegah spinal headache,
dikarenakan efek obat anestesi masih ada. 3. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J. Morgan
Observasi post sectio caesaria dilakukan selama & Mikhail's Clinical Anesthesiology, 5e.
2 jam, dan dilakukan pemantauan secara ketat New York: McGraw-Hill Education. 2013
meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan
respiratory rate), dan memperhatikan banyaknya 4. Cunningham, F. G., et al. (2010). Hipertensi
darah yang keluar dari jalan lahir. Oksigen tetap dalam kehamilan dalam Obstetri Williams
diberikan 3 liter/menit. Setelah keadaan umum Edisi 21 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku
stabil, maka pasien dibawa ke ruangan bangsal. Kedokteran EGC. 2010.

IV. Simpulan 5. Dewi Y. Indikasi Sectio Caesaria. Tingkat


Kecemasan suami menghadapi section
Seorang wanita G3P2A0 36 tahun dengan cesarean pada istri di RSU Sembiring Medan.
impending eklampsia, partial HELLP syndrome, Skripsi: Medan. 2007
hamil preterm, presentasi kepala, belum dalam
persalinan pro SCTP-E + MOW dengan status 6. Dupont, J. Alima J, Kasia JM, Domgue
fisik ASA II E Plan RASAB. Dilakukan tindakan JF. Maternal and Perinatal Complications
sectio caesaria pada tanggal 6 Maret 2016 di kamar of Severe Preeclampsia in Three Referral
operasi IGD atas indikasi impending eklampsia Hospitals in Yaoundé, Cameroon, (October),
pada preeklampsia berat. Teknik anestesi dengan 2015, 723–730.
spinal anestesi (subarachnoid blok) merupakan
teknik anestesi sederhana dan cukup efektif. 7. Faridz S, Wicaksono B, Dachlan EG, Widjiati.
Anestesi dengan menggunakan Bupivakain Penurunan progesterone-induced blocking
spinal 10 mg, dan untuk maintenance dengan factor sebagai penanda preeclampsia.
oksigen 3 liter/menit. Perawatan post operatif Majalah Obstetri dan Ginekologi. 2016, 24:
dilakukan di HCU Obsgyn bangsal Mawar 1 dan 13–18.
dilakukan pengawasan pada tanda-tanda vital
serta tanda-tanda perdarahan. Prosedur anestesi 8. Goldenberg R. L, Jones B, Griffin JB, Rouse
spinal pada sectio caesaria dalam kasus ini tidak DJ, Trivedi N, Mcclure E M. Reducing
mengalami hambatan yang berarti baik dari maternal mortality from preeclampsia and
segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. eclampsia in low- resource Countries: What
26 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Should Work? R.L. Obstetric Anesthesia SS, Shehnaz S. A study of maternal deaths
Digest. 2016 36(1). from preeclampsia and eclampsia in a tertiary
care centre. IAIM 2018; 5 (1): 6–10.
9. Heazell A, Baker PN. Hypertensive disorders
of pregnancy. Oakley C, Warnes CA, 18. Sa’adah N. Hubungan Antara Pertambahan
eds. Heart disease in pregnancy. 2nd ed. Berat Badan Ibu Hamil Dengan Angka
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2007, Kejadian Preeklampsia Di RSUD Dr.
264–80. Moewardi Surakarta. Skripsi: Surakarta. 2013

10. Hikmah EV, Maryanto S, Ariesti ND. 19. Savaj S, Vaziri ND. An overview of recent
Hubungan kejadian preeklampsia dengan advances in pathogenesis and diagnosis
tindakan sectio caesarea di rumah sakit of preeclampsia. Iran J Kidney Dis. 2012;
umum daerah Ambarawa Tahun 2014. 6(5):334–8.
Skripsi: STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
20. Shrestha AB, Sharma KR. Spinal anesthesia
11. Kasdu D. Solusi Problem Persalinan. Jakarta: for cesarean section in preeclampsia.
Puspa Swara. 2005 Postgraduated Medical Journal of NAMs.
2012; 12(2), 30–35.
12. Lim KH. Preeclampsia. Beth Israel Deaconess
Medical Centre: Israel. 2014 21. Solomon CG, Seely EW. Brief review:
Hypertension in pregnancy: A manifestation
13. Mangku I, Senapati TGA. Ilmu Anestesia of the insulin resistance syndrome?.
dan Reanimasi. Jakarta:Indeks. 2010 Hypertension. 2001; 37:232–9.

14. Mitayani. Asuhan keperawatan maternitas. 22. United Nations. United Nations Millennium
Salemba medika: Jakarta. 2009 Development Goals. http://www.un.org/
millenniumgoals/maternal.shtml- Diakses
15. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Maret 2019. 2013
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005
23. WHO. UNFPA, the World Bank, and
16. Primatika AD, Marwoto, Sutiyono D. Teknik the United Nations Population Division.
Anestesi Spinal dan Epiural in Anestesiologi. Trends in maternal mortality: 1990 to 2013.
IDSAI. 2010, 19: 325–30. World Health Organization, 201456; 2014

17. Ragasudha C, Madhav AP, Sharon S, Priya


Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan Plasenta Akreta yang
Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea

Purwoko, Rio Rusman, M. Ridho Aditya


Departemen Anestesiologi dan Perawatan Intensif, Rumah Sakit Dr. Moewardi, Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret

Abstrak

Perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu selain penyakit kardiovaskuler.
Diantara penyebab perdarahan post partum adalah plasenta akreta dimana insidennya semakin meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah persalinan dengan seksio sesarea. Kami laporkan dua kasus ibu
hamil dengan plasenta akreta yang direncanakan tindakan seksio sesarea emergency yang dikelola dengan general
anesthesia rapid sequence induction. Kasus pertama, perempuan berusia 31 tahun G3P1A1 usia kehamilan 36–37
minggu dalam persalinan, perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis, plasenta akreta dengan hemodinamik
stabil. Intraoperatif, perdarahan sekitar 7000 cc, dan diberikan transfusi 8 unit PRC, 4 unit WB, 4 unit FFP, dan
4 unit Tc. Pascaoperasi pasien dirawat di ICU, dan komplikasi yang terjadi produk drain abdomen sekitar 1900
cc bercampur darah. tidak ada komplikasi mayor lainnya, pasien pindah ruang rawat inap pada hari keempat
pascaoperasi. Kasus kedua, perempuan berusia 40 tahun G3P2A0 usia kehamilan 37–38 minggu dalam persalinan,
perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis, plasenta akreta dengan hemodinamik stabil. Intraoperatif,
perdarahan sekitar 9000 cc, dan dilakukan transfusi 8 unit PRC, 8 unit WB, 4 unit FFP, dan 4 unit Tc. Pascaoperasi
pasien dirawat di ICU, dan. tidak ada komplikasi signifikan terjadi. Hari kedua pascaoperasi pasien pindah ke
ruang rawat inap.

Kata kunci: anestesi; akreta; plasenta; seksio; sesarea

Case Series: Anesthesia Management in Pregnant Woman with Placenta Accreta Planned
for Caesarean Section

Abstract

Postpartum hemorrhage is one of the leading causes of maternal morbidity besides cardiovascular disease. Among
the causes of postpartum hemorrhage is placenta accreta, where the incidence increases from year to year along
with the increase in the number of cesarean delivery. We report two cases of pregnant women with placenta
accreta planned for emergency cesarean section managed with general anesthesia rapid sequence induction. The
first case, 31-year-old woman G3P1A1 36–37 weeks of gestation in labor, antepartum hemorrhage ec placenta
previa totalis, placenta accreta with hemodynamically stable. During procedure, blood loss about 7000 cc, and
given transfusion of 8 units of PRC, 4 units of WB, 4 units of FFP, and 4 units of Tc. In the end of procedure, the
patient was transferred to intensive care unit, and complications that occurred around 1900 cc of abdominal drain
product mixed with blood. After that, there were no other major complications, then the patient moved the ward
on the fourth day. The second case, a 40-year-old woman G3P2A0 37–38 weeks of gestation in labor, antepartum
hemorrhage ec placenta previa totalis, placenta accreta with hemodynamically stable. During procedure, blood
loss about 9000 cc, and given transfusion of 8 units of PRC, 8 units of WB, 4 units of FFP, and 4 units of Tc. In
the end of procedure, the patient was transferred to intensive care unit, and no significant complications happen.
The second day after surgery the patient moved to the ward.

Key words: anaesthesia; accreta; placenta; section; cesarean

27
28 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan Patogenesis plasenta akreta masih tidak jelas,


tetapi beberapa teori telah diajukan: vaskularisasi
Plasenta akreta didefinisikan sebagai implantasi abnormal yang dihasilkan dari jaringan parut
abnormal dari vili plasenta yang menginvasi setelah operasi dengan hipoksia sekunder akibat
miometrium tanpa adanya desidua basalis. penghancuran desidualisasi dan invasi trofoblas
Sindrom plasenta akreta adalah sindrom yang yang berlebihan kemungkinan menjadi yang
menggambarkan implantasi abnormal plasenta, paling menonjol, atau teori yang paling didukung
plasenta invasif atau adesif. Termasuk berbagai hingga saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta
implan plasenta dengan adesi abnormal ke akreta pada tahap ini.5
miometrium yang disebabkan oleh tidak adanya
desidua basalis baik sebagian atau total, dan Sebagian besar pasien dengan plasenta akreta tidak
pembentukan fibrinoid yang tidak sempurna menunjukkan gejala. Gejala yang terkait dengan
dan lapisan Nitabuch.1,2 Peningkatan frekuensi plasenta akreta dapat meliputi perdarahan dan
sindrom plasenta akreta sejak 50 tahun terakhir kram pada vagina. Temuan tersebut sebagian besar
berasal dari peningkatan persalinanseksio terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang
sesarea. Pada tahun 1924, Polak dan Phelan merupakan faktor risiko terkuat untuk terjadinya
mempresentasikan data mereka dari Rumah plasenta akreta. Meskipun jarang, kasus-kasus
Sakit Long Island College, di mana satu kasus dengan nyeri perut akut dan hipotensi akibat
plasentaakreta terjadi sebagai komplikasi dari syok hipovolemik akibat ruptur uteri sekunder
6000 persalinan. Pada ulasan tahun 1951, angka dapat disebabkan oleh plasenta akreta. Implantasi
kematian ibu tercatat meningkat 65%. Pada tahun plasenta yang abnormal hingga menyebabkan
1971, dalam Williams Obstetrics edisi ke-14, invasif plasenta yang menembus dinding
satu penelitian menggambarkan plasenta akreta rahim dapat menyebabkan atonia uterus karena
sebagai laporan kasus. Pada ulasan pada tahun pelepasan yang tidak lengkap atau perdarahan
berikutnya, satu penelitian mencatat rata-rata di dasar plasenta. Skenario kritis tersebut dapat
insiden 1 dari 7.000 persalinan yang dilaporkan. terjadi kapan saja selama kehamilan dari trimester
Sejak dilaporkan, terdapat peningkatan sindrom pertama hingga masakehamilan tanpa adanya
plasenta akreta, yang berhubungan langsung tanda-tanda persalinan.5 Keberhasilan dalam
dengan peningkatan jumlah persalinan seksio menegakkan diagnosis plasenta akreta sebelum
sesarea.1,2 persalinan melibatkan perencanaan multidisiplin
dalam meminimalisir potensi morbiditas dan
Insiden plasenta akreta yang dilaporkan mortalitas ibu.
meningkat yang awalnya dari 0,8 per 1.000
persalinan pada 1980-an menjadi 3 per 1.000 Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
persalinan selama 10 tahun terakhir. Pada ultrasonografi (USG) dan kadang-kadang
sebuah penelitian observasional prospektif membutuhkan pemeriksaan MRI. Jika histerektomi
mempertimbangkan jumlah kelahiran pertama telah dilakukan, pemeriksaan patologi anatomi
dengan seksio sesareadan ada atau tidak adanya dapat dilakukan.6 Oleh karena pertimbangan
plasenta previa, risiko plasenta akreta sebesar hemodinamik yang tidak stabil dan potensi
0,03% untuk pasien dengan seksio sesareapertama transfusi yang masif, sebagian besar praktisi
kali jika tidak ditemukan plasenta previa, 1% melakukan anestesi umum untuk memfasilitasi
untuk wanita yang telah menjalani seksio prosedur seksio sesarea pada plasenta akreta.
sesarea ke-5, dan meningkat menjadi 4,7% untuk Namun, dalam penelitian sebelumnya di lima
mereka yang menjalani seksio sesarea ke-6. Jika lembaga pada 1980-an, terdapat 32% prosedur
terdapat plasenta previa, risiko plasenta akreta sesar histerektomi yang difasilitasi oleh anestesi
sebesar 3% pada mereka yang memiliki seksio regional, dan tidak ada perbedaan perdarahan
sesareapertama dan meningkat menjadi 40% intraoperatif atau kejadian hipotensi, dan tidak
atau lebih pada mereka yang memiliki persalinan ada yang dikonversi menjadi anestesi umum.7
dengan seksio sesarea 3 kali.3,4 Perawatan pasca operasi ditujukan untuk
Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan 29
Plasenta Akreta yang Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea

mengevaluasi komplikasi yang dapat timbul Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


termasuk kerusakan pada berbagai organ, Preoperasi
disseminated intravascular coagulation (DIC), Pemeriksaan Hasil Satuan
perdarahan dan transfusi masif, tromboemboli
Hemoglobin 10,0 g/dl
pascaoperasi, infeksi hingga kematian.8
Hematokrit 31 %
Kasus 1 Leukosit 9.000 /mcl
Trombosit 252.000 /mcl
Anamnesa PT 12,4 detik
Perempuan 31 tahun dengan berat badan 58 kg, APTT 30,3 detik
tinggi badan 157 cm, G3P1A1 usia kehamilan
INR 0,940
36–37 minggu, datang sendiri ke RSUD dr.
Moewardi dengan keluhan kontraksi teratur GDS 74 mg/dl
disertai perdarahan dari jalan lahir sebanyak 2
pembalut penuh sejak 1 jam sebelum masuk RS. disiapkan 2 jalur akses intravena dengan iv cath no
Sepuluh hari sebelumnya pasien pernah dirawat 18. Pasien dipuasakan dan diberikan premedikasi
dengan perdarahan jalan lahir dan diagnosis dengan metoclopramid 10 mg dan ranitidin 50
antepartum hemoragik, plasenta previa totalis, mg iv. Produk darah disiapkan 4 unit PRC, 4
dan morbidly adherent placenta (resiko tinggi). unit FFP dan 4 unit TC. Karena perdarahan tidak
Awalnya pasien direncanakan untuk operasi aktif, dan hemodinamik stabil, operasi dimulai
seksio sesarea pada 1 minggu ke depan. Karena saat produk darah telah siap di bank darah. di
pasien sudah masuk masa persalinan sebelum kamar operasi, pasien diposisikan supine, sedikit
waktu yang direncanakan, maka direncanakan head up, pinggul kanan diganjal. Tanda vital awal
seksio sesarea emergency. Pasien riwayat seksio tekanan darah 122/70 mmHg, laju nadi 122 bpm,
sesarea dengan anestesi neuraksial tahun 2009. laju nafas 22 x/i. Induksi menggunakan fentanyl
Tidak ada riwayat penyakit penyerta lainnya. 50 mcg, ketamine 50 mg, propofol 50 mg, dan
rocuronium 50 mg iv, kemudian pasien diintubasi
Pemeriksaan Fisik menggunakan ETT no 7.0, pemeliharaan anestesi
Pasien dalam keadaan sadar GCS E4V5M6, dengan N2O dalam oksigen 50% dan sevofluran
dengan tekanan darah 130/70 mmHg, laju hingga 0,5–1 vol%.
nadi 109 bpm, kuat angkat, laju nafas 18 x/i. Asam tranexamat 1 gr iv diberikan 2 kali, saat
Pemeriksaan jantung paru dalam batas normal. diawal operasi, dan 2 jam berikutnya. Pasien
Akral hangat, merah, dan CRT < 2 detik. Denyut dipakaikan warmer blanket untuk mencegah
jantung janin 130 bpm. Produksi urin 50 cc/jam hipotermi. Di medan operasi, tampak vaskularisasi
warna jernih. di segmen bawah rahim menembus lapisan
serosa, dan diputuskan untuk dilakukan sesarean
Pemeriksaan Penunjang histerektomi. Selama operasi, perdarahan sekitar
Data hematologi rutin (tabel 1) didapatkan 7000 cc, cairan yang masuk ringer laktat 2500 cc,
anemia ringan. Pemeriksaan USG kandungan gelofusin 1000 cc, transfusi 8 unit PRC, 4 unit
tampak plasenta insersi di segmen bawah rahim WB, 4 unit FFP, dan 4 unit Tc. Produksi urin 60
hingga menutupi orifisium uterus interna. cc/jam. Ca glukonas 1 gr iv bolus pelan diberikan
2 kali. Status hemodinamik intraoperatif (gambar
Pengelolaan Anestesi 1) cenderung stabil dengan tekanan darah sistolik
Pasien ini dengan status fisik ASA 2E rencana dipertahankan dalam kisaran 80–90 mmHg
seksio sesario hingga histerektomi dengan dengan vasopressor ephedrin.
general anesthesia rapid sequence induction.
Pasien dan keluarga diedukasi untuk menjalani Pengelolaan Pascabedah
operasi dengan anestesi umum, dan tindakan Di akhir prosedur, ETT tetap dipertahankan
operasi resiko tinggi perdarahan banyak. Pasien
30 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


140
Paska Operasi
120
Pemeriksaan Hasil Satuan
100 Hemoglobin 6,2 g/dl
80 Hematokrit 20 %
Leukosit 11.600 /mcl
60
Trombosit 101.000 /mcl
40
PT 16,5 detik
20 APTT 30,2 detik
0
INR 1,350
0 30 60 90 120 150 180 210 240 Menit Albumin 2,2 g/dl
sistolik diastolik laju nadi
Ureum 27 mg/dl
Creatinin 0,5 mg/dl
Grafik 1. Hemodinamik Pasien 1 Natrium 137 mmol/l
Kalium 3,4 mmol/l
dan pasien dirawat di ruang perawatan intensif. Chlorida 103 mmol/l
Manajemen nyeri diberikan fentanyl 30 mcg/jam
Calcium ion 1,02 mmol/l
sp, dan parasetamol 1 gr/8 jam iv. Pascaoperasi,
pemeriksaan laboratorium (tabel 2) didapatkan
kadar hemoglobin adalah 6,2 g/dl. penyakit penyerta lainnya. Riwayat seksio
sesarea sebelumnya dengan neuraksial anestesi.
Ditransfusi 2 unit PRC, dan ca glukonas 1 gr iv.
Dua puluh empat jam setelah operasi, produk Pemeriksaan fisik
drain abdominal mencapai 1.900 cc kemerahan, Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam
kadar hemoglobin 5,7 g/dl, trombosit 54.000 /mcl, keadaan sadar GCS E4V5M6 dengan tekanan
calcium ion 0,89 mmol/l, dikoreksi 4 unit PRC, darah 110/78 mmHg, denyut jantung 110 bpm,
dan ca glukonas 1 gr iv (2 kali). Dua hari paska kuat angkat, laju respirasi 22 x/i. pemeriksaan
operasi pasien stabil dan dilakukan ekstubasi. jantung paru dalam batas normal. Konjungtiva
Pasien dipindahkan ke ruang rawat inap pada hari tampak anemis. Akral hangat, sedikit pucat, dan
keempat pascaoperasi. CRT < 2 detik. Denyut jantung janin 148 bpm.

Kasus 2 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium (tabel 3) didapatkan
Anamnesa anemia dengan Hb 9,3 g/dl. Pemeriksaan USG
Perempuan berusia 40 tahun, 78 kg, 152 cm, kandungan tampak insersi plasenta di segmen
G3P2A0 usia kehamilan 37-38 minggu yang bawah rahim anterior hingga menutupi orifisium
telah masuk masa persalinan dengan riwayat uteri interna, dan tampak lakuna besar.
2 kali seksio sesarea tahun 2001 dan 2005,
dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta Pengelolaan Anestesi
setelah diperiksa oleh dokter kandungan di Dari sistem scoring Morbidly Adherent Placenta
RS sebelumnya dan dicurigai dengan plasenta (MAP) masuk kategori probabilitas tinggi MAP.
akreta. Pasien kontrol rutin dengan bidan, Assessment pasien dengan perdarahan antepartum
dan 2 kali kontrol dengan dokter kandungan. ec plasenta previa totalis, MAP (resiko tinggi),
Datang dengan keluhan kontraksi teratur disertai rencana seksio sesarea emergency dengan status
perdarahan dari jalan lahir sebanyak 4 pembalut fisik ASA 2E. Pada kasus ini kami memutuskan
penuh sejak 3 jam SMRS. Tidak ada riwayat untuk menggunakan teknik general anesthesia
Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan 31
Plasenta Akreta yang Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Preoperasi
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hemoglobin 9,3 g/dl
Hematokrit 32 %
Leukosit 16.100 /mcl
Trombosit 189.000 /mcl
PT 11,0 detik
APTT 24,4 detik
INR 0,950 menit

rapid sequence induction. Keluarga di inform Gambar 2. Grafik Hemodinamik Pasien 2


consent prosedur pembiusan dan resiko yang
mungkin terjadi selama operasi. Darah disiapkan glukonas 1 gr iv diberikan 2 kali. Produksi urin
4 unit PRC, 4 unit FFP, 4 unit Tc. Oleh karena 40 cc/jam. Hemodinamik selama operasi (gambar
status hemodinamik pra-operasi pasien masih 2) dipertahankan sistolik 80–90 mmHg.
stabil, operasi dimulai setelah darah siap di bank
darah. Akses intravena dipasang dua jalur dengan Pengelolaan Pascabedah
iv cath no. 18. Pasien dipuasakan, dan diberikan Di akhir operasi, pasien tidak diekstubasi
metoclopramide 10 mg iv dan ranitidin 50 mg iv dan dirawat di ICU, menimbang paska
sebagai profilaksis pneumonitis aspirasi. Sambil transfusi dalam jumlah besar, adanya
menunggu persiapan selesai, pasien dipantau kemungkin komplikasi di sistem respirasi.
tanda-tanda vital, perdarahan, dan denyut jantung Untuk pengelolaan nyeri diberikan morfin
janin. 0,5–1mg/jam sp, dan paracetamol 1 gr/8 jam iv.
pemeriksaan laboraorium paska operasi (tabel
Di kamar operasi, pasien diposisikan supine
sedikit head up dan diganjal pinggul kanan. Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Operator diminta untuk mempersiapkan medan Paska Operasi
operasi, agar insisi dapat dilakukan segera
Pemeriksaan Hasil Satuan
setelah intubasi terkonfirmasi. Akses vena
sentral dipasang sebelum induksi, menimbang Hemoglobin 7,2 g/dl
pasien obesitas dan kemungkinan kesulitan jika Hematokrit 23 %
dilakukan durante operasi. Preoksigenasi dengan Leukosit 14.100 /mcl
oksigen 100% tanpa ventilasi tekanan positif, Trombosit 89.000 /mcl
lanjut fentanyl 50 mcg, rocuronium 50 mg,
PT 17,0 detik
ketamin 70 mg dan propofol 30 mg iv. Intubasi
oral dengan ETT no.7.0 level 20 cm. Pemeliharaan APTT 34,0 detik
anestesi dengan N2O dalam oksigen 50% dan INR 1,500
sevofluran 0,5-1 vol%. Selanjutnya diberikan Albumin 2,4 g/dl
asam traneksamat 1 gr iv, dan diasang warmer Ureum 31 mg/dl
blanket. Ahli kandungan memutuskan untuk Creatinin 0,6 mg/dl
langsung dilakukan histerektomi. Saat perkiraan
Natrium 133 mmol/l
perdarahan 500 cc dan belum terkontrol, transfusi
mulai diberikan. Perdarahan selama operasi Kalium 3,6 mmol/l
mencapai 9.000 cc. Dilakukan tranfusi 8 unit Chlorida 100 mmol/l
PRC, 8 unit WB, 4 unit FFP, dan 4 unit Tc. Ca Calcium ion 0,96 mmol/l
32 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

4) didapatkan anemia, trombositopenia, dan Tabel 5. Kriteria untuk mengevaluasi


hipocalcemia. Dikoreksi dengan 1 unit PRC, Morbidly Adherent Placenta
ca glukonas 1gr iv. Tidak ada komplikasi yang Parameter Nilai
signifikan. Pasien diekstubasi besoknya. Hari Riwayat seksio sesaria sebelumnya
kedua pascaoperasi pasien pindah ke ruang rawat
1 1
inap.
≥2 2
III. Pembahasan Ukuran lakuna
≤ 2 cm 1
Evaluasi dan rencana pra-anestesi untuk > 2 cm 2
pasien antenatal yang dianggap berisiko tinggi Jumlah lakuna
terjadinya perdarahan merupakan hal yang ≤2 1
penting. Peran ahli anestesi idealnya akan dimulai
>2 2
jauh sebelum pasien tiba di ruang bersalin.
Konsultasi antepartum, pra-anestesi sebagai Batas uteroplasenta tak tampak 2
pasien rawat jalan merupakan langkah penting Lokasi plasenta
dalam mempersiapkan dan menggambarkan Anterior 1
rencana untuk wanita yang dianggap berisiko Plasenta previa 2
tinggi mengalami pendarahan selama persalinan. Penilaian doppler
Penting untuk berkolaborasi dengan ahli Blood flow di lakuna 1
kandungan untuk mengevaluasi kecurigaan
Hipervaskularitas di perbatasan plasenta- 2
Morbidly Adherent Placenta berdasarkan vesika urinaria dan/atau uteroplasenta
beberapa kriteria pada tabel 5 dibawah ini.9
Keterangan:
Optimalisasi preoperatif sangat penting dalam
memitigasi masalah yang mungkin muncul pada • ≤ 5 poin: probabilitas rendah
• 6–7 poin: probabilitas moderat
ibu hamil dengan resiko tinggi.
• ≥ 8 poin: probabilitas tinggi

Mulai dari edukasi keluarga (tentang rencana


manajemen anestesi, resiko dan komplikasi operasi, obat H2 antagonist, dan prokinetik
yang mungkin terjadi selama prosedur operasi), (metoclopramide).11 Pada kasus ini kami hanya
akses intravena yang adekuat, monitoring invasif memberikan metocolpramide dan ranitidine,
jika diperlukan, persiapan obat emergency, karena antasid non partikulat tidak tersedia.
hingga persiapan produk darah. Anestesi umum Riwayat SC sebelumnya merupakan faktor risiko
ataupun regional dapat digunakan pada kondisi untuk terjadinya plasenta akreta pada pasien ini.
ini. Akan tetapi, sebagian besar ahli anestesi Ditambah dengan adanya plasenta previa totalis
lebih memilih untuk melakukan anestesi umum yang ditandai oleh perdarahan dari jalan lahir
dengan pertimbangan resiko perdarahan masif, selama kontraksi, kemungkinan plasenta akreta
ventilasi yang terkontrol, dan hemodinamik yang menjadi pertimbangan penting.3 Hal tersebut
lebih stabil selama prosedur. Satu penelitian diperkuat oleh skor dari Morbidly Adherent
juga melaporkan anestesi umum pada pada Placenta yang masuk dalam kategori risikotinggi,
kasus plasenta perkreta dengan komorbid sehingga risiko perdarahan perioperatif tinggi
DM tipe II.10 Namun ada beberapa hal yang juga. Oleh karena itu, pada kasus ini kami
harus diperhatikan bila memberikan anestesi memutuskan untuk menggunakan teknik rapid
umum pada ibu hamil, yaitu resiko aspirasi sequence induction general anesthesia. Oleh
dan kemungkinan kesulitan intubasi. Untuk karena status hemodinamik pra operasi pasien
mengurangi resiko aspirasi direkomendasikan masih stabil, operasi dimulai setelah darah siap
ibu hamil untuk puasa 6 jam (makanan ringan) di bank darah. Pemantauan ketat intraoperatif
dan 8 jam (makanan berat) preoperasi, profilaksis merupakan kunci untuk manajemen pasien yang
dengan antasid non partikulat 30 menit sebelum berisiko perdarahan masif. Menurut pedoman
Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan 33
Plasenta Akreta yang Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea

American Society of Anesthesiologist (ASA) teknik hipotensi kendali sambil mempertahankan


2006, transfusi PRC sebaiknya diberikan bila cairan yang cukup dengan target menghasilkan
kadar hemoglobin dibawah 6 gr/dl. Hal ini urin 0,5–1 cc/kg / jam. Pemilihan agen anestesi
disesuaikan dengan kondisi masing-masing yang dapat memperburuk kondisi pasien juga
pasien agar delivery oxygen tetap tercukupi. harus dihindari untuk hasil yang diharapkan.
Namun pada kondisi on going bleeding, ahli Pemantauan paska operasi dilakukan di ICU
anestesi dapat memulai transfusi pada Hb diatas untuk pemantauan dan pemantauan intensif dan
7 gr/dl.12 Begitu juga rekomendasi dari European menilai apakah ada komplikasi yang timbul dari
Society of Anesthesiology, pada perdarahan aktif, tindakan yang diambil.
target Hb 7–9 gr/dl, dengan menilai secara berkala
kadar hematokrit/hemoglobin, laktat serum, base IV. Simpulan
excess untuk memonitor perfusi dan oksigenasi
jaringan.13 Pada kasus ini, inisiasi transfusi Manajemen anestesi pasien dengan perdarahan
berdasarkan perhitungan allowable blood selama persalinan dari periode antenatal ke
loss (ABL), ketika medekati nilai ABL, maka periode postpartum adalah hal yang penting.
transfusi segera diberikan. Hal ini menimbang Manajemen perdarahan yang optimal selama
untuk pemeriksaan lab yang butuh waktu dan persalinan melibatkan perawat, dokter kandungan
perdarahan yang masif dan berlangsung cepat. dan dokter anestesi agar dapat mengenali
sejak dini potensi perdarahan yang berlebihan
Fraksi oksigen inspirasi dapat diberikan cukup dan memulai“ protokol perdarahan masif
tinggi untuk mencegah hipoksemia, dan obstetri” yang menjelaskan tugas-tugas khusus
menghindari hiperoksia (PaO2 >200 mmHg). untuk setiap anggota tim dan algoritma yang
Tekhnik hemodilusi normovolemik akut dapat harus diikuti sesuai dengan etiologi, keadaan
digunakan, akan tetapi tidak kombinasikan dengan dan waktu selama persalinan. Implementasi
tekhnik hipotensi kendali.13,14 Hipotensi permisif algoritma dan protokol untuk transfusi masif dan
dengan target tekanan darah sistolik 80–90 mmHg sumber daya tambahan, klarifikasi setiap tugas,
(MAP 50–60 mmHg) dapat dipakai hingga peningkatan proses komunikasi, pembekalan
perdarahan aktif telah terkontrol. Vasopressor dan audit, dan pengenalan peran penting tim
dapat diberikan untuk mempertahankan anestesiologi selama langkah-langkah ini sangat
tekanan arteri pada hipotensi berat. Dan agen penting. Mempersiapkan perawatan pasien
inotropik diberikan pada disfungsi miokard.15 ke tingkat perawatan yang lebih tinggi (ICU)
Untuk mencegah koagulopati pada perdarahan ketika dibutuhkan sangat penting, dan protokol
massif dapat diberikan transfusi FFP, Tc, dan nyeri pascapersalinan yang disesuaikan akan
fibrinogen concentrate. Penggunaan cell salvage meningkatkan pemulihan setelah melahirkan
dapat mengurani transfusi paska operasi dan seperti pada perdarahan obstetrik masif.
lama rawat. Kalsium memainkan peran penting
dalam kaskade pembekuan darah, serta risiko Daftar Pustaka
hipokalsemia dalam transfusi masif, sehingga
diberikan suplemen kalsium. Pemberian asam 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Blum SL.
traneksamat sebagai anti-fibrinolitik diberikan Williams Obstetrics 24th ed. 2014, 804–8.
setelah bayi lahir dan dilanjutkan setelah operasi.
Selain itu, juga merekomendasikan asam 2. Bowman ZS, Eller AG, Kennedy AM.
traneksamat diberikan sebelum SC terutama pada Accuracy of ultrasound for the prediction
perdarahan antepartum, dan diberikan lagi jika of placenta accrete. American Journal of
perdarahan berlanjut.13,14 Obstetrics and Gynecology. 2014; 211(2),
177.e1–177.e7.
Untuk mengoptimalkan transfusi dan pemberian
cairan, kami menempatkan kateter vena sentral 3. Belfort, Michael A. Publication committee,
pada pasien ini. Dalam hal ini, menggunakan society for maternal-fetal Medicine.
34 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

American Journal of Obstetrics and using a scoring system. Ultrasound Obstet


Gynecology: Placenta Accreta. 2010; 430 – Gynecol. 2016; 48: 504–10.
37.
10. Mallawaarachci RP, Pallemulia R. Case
4. Jauniaux E, Chantrain F, Silver RM, report: perioperative anesthetic management
Langhoff-Ross, J. FIGO consensus guidelines of a pregnant mother with placenta percreta.
on placenta accreta spectrum disorder: 2018; 8(2): 99–101.
Epidemiology. International Journal of
Gynecology Obstetrics. 2018; 140(3): 265–73. 11. Frolich MA. Obstetric anesthesia. In:
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.
5. Guleria K, Gupta B, Agarwal S, Suneja Clinical anesthesiology 5th ed. United State:
A, Vaid N, Jain S. Abnormally invasive McGraw-Hill. 2013.
placenta: changing trends in diagnosis and
management. Acta Obstet Gynecol Scand. 12. Mayer DC, Smith KA. Antepartum and
2013; 92: 461–64. postpartum hemorrhage. In: Chesnut DH,
Polley LS, Tsen LC, Wong CA. Obstetric
6. Comstock CH. General obstetric sonography: anesthesia 4th ed. Philadelphia: Elsevier.
prenatal diagnosis of placenta accreta. In: 2009.
Arthur CF, Eugene CT, Wesley L, Frank AM,
Roberto JR. Sonography in obstetric and 13. Kozek-langenecker SA, Ahmed AB, Afshari
gynecology 7th ed. Tennesse: McGraw-Hill. A, et al. Management of severe perioperative
2011. bleeding: guidelines from the european
society of anaestheiology. Eur J anaesthesiol.
7. Reitman E, Devine PC, Laifer-Narin SL, 2017; 34: 332–95.
Flood P. Case scenario: perioperative
management of a multigravida at 34 14. Chatrath V, Khetarpal R, Kaur H, Bala
week gestation diagnosed with abnormal A, Magila M. Anesthetic consideration
placentation. Anesthesiology. 2011; 115(4): and management of obsteric hemorrhage.
852–7. International Journal of Scientific Study.
2016; 4(5): 240–8.
8. Berkley EM, Abuhamad AZ. Prenatal
diagnosis of placenta accreta. J Ultrasound 15. Spahn DR, Bouillon B, Cerny V, Duranteau
Med. 2013; 32(8): 1345–50. J, Filipescu D, Hunt BJ, et al. The european
guideline on management of major bleeding
9. Tovbin J, Melcer Y, Shor S, Pekar-Zlotin M, and coagulopathy following trauma: fifth
Mendlovic S, Svirsky R, Maymon R, et al. edition. Critical Care. 2019; 23(98): 2–74.
Prediction of morbidly adherent placenta
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19

Isngadi1, Rafidya Indah Septica2, Susilo Chandra3


Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya-Rumah Sakit Dr Safiul
1

Anwar Malang, 2KSM Anestesiologi RSU Kabupaten Tangerang,3Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Abstrak

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan masalah utama kesehatan dunia. Kasus COVID-19 terus
meningkat secara ekponensial di berbagai belahan dunia. Wanita hamil juga mengalami peningkatan kejadian
infeksi COVID-19. Manifestasi klinis COVID-19 bervariasi, dengan sebagian besar pasien memiliki gejala
saluran pernapasan. Pasien terinfeksi covid-19 yang asimpomatis atau pasien yang terinfeksi sebelum munculnya
manifestasi klinis mampu menularkan penyakit. Sehingga perlu dilakukan deteksi dini kepada semua maternal
yang akan dilakukan tindakan operasi, terutama di daerah dengan kejadian inveksi COVID-19 yang tinggi.
Tatalaksana anestesi pada operasi obstetri dengan COVID-19 harus memperhatikan beberapa hal dengan tujuan
pengendalian infeksi untuk mencegah penularan COVID-19, kepada petugas kesehatan, anak yang baru dilahirkan
serta orang lain lingkungan sekitar. Tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 berisiko terinfeksi apabila tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar, sehingga penggunaan APD sesuai standart secara benar
sangat penting,untuk mencegah tertularnya COVID-19 pada petugas. Tehnik anestesi yang menjadi pilihan utama
untuk operasi obstetri dengan COVID-19, adalah dengan tehnik anestesi regional (epidural dan atau spinal), karena
dengan tehnik tersebut mengindari timbulnya aerosol. Tehnik anestesi umum hanya digunakan apabila : gagal
dengan tehnik anestesi regional, ada kontraindikasi dengan tehnik anestesi regional atau maternal mengalami
desaturasi(saturasi <93%). Apabila menggunakan tehnik anestesi umum maka dalam pelaksanaanya harus dengan
prinsip pencegahan terjadinya penyebaran infeksi.

Kata kunci: anestesi; COVID-19; operasi obstetri

Anesthesia Management for obstetric surgery with COVID-19 infected

Abstract

The coronavirus disease 19 (COVID-19) is a global health problem. The number of cases of COVID-19 continue
to rise exponentially in many parts of the world. Pregnant women have also increasing COVID-19 infection. The
clinical manifestations of COVID-19 are varied, with most patients having respiratory symptom. The asymptomatic
covid-19 infected patients or infected patients before clinical manifestations can transmit the disease. So early
detection should be done for all mothers who will perform surgery, especially in areas with a high incidence of
COVID-19 infection. Anesthesia management in obstetric surgery with COVID-19 must pay attention to several
things with the aim of controlling infection to prevent transmission of COVID-19, for health workers, newborn
babies and other people in the surrounding environment. Health workers who are exposed to COVID-19 are at risk
of infection if they do not use personal protective equipment (PPE) according to the standard, so the use of PPE
according to proper standards is very important, to prevent the transmission of COVID-19 to the officerExpected
health workers, COVID-19, the risk of coverage, do not use personal protective equipment (PPE) according to
standards, so the use of PPE according to the standard, is very important. The first choice of Anesthesia techniques
for obstetric surgery in maternal COVID-19 infection are regional anesthesia techniques (epidural and or spinal),
because with these techniques avoid the emergence of aerosols. General anesthesia techniques are only used if:
fail with regional anesthesia techniques, there are contraindications to regional anesthesia or maternal desaturation
(saturation <93). If using general anesthesia techniques, the prevention of infection is a major concern

Key words: anesthesia; COVID-19; obstetric surgery

35
36 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan untuk pasien COVID-19, dokter anestesi


harus selalu melaksanakan langkah-langkah
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pengendalian infeksi untuk mencegah penularan
merupakan masalah kesehatan dunia. Pada nosokomial ke pasien lain dan tenaga kesehatan
tanggal 31 Desember 2019, World Health yang juga merawat pasien.
Organization (WHO) pertama kali menyebutkan
bahwa adanya kasus kluster pneumonia dengan II. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, China1. Kasus ini bertambah Coronavirus adalah keluarga besar virus yang
parah hingga pada tanggal 6 Januari 2020, para menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan
ilmuwan Cina mengonfirmasi bahwa outbreak sampai berat.4 Coronavirus Disease 2019
tersebut disebabkan oleh novel coronavirus, yang (COVID-19) merupakan penyakit jenis baru yang
awalnya disebut sebagai 2019-nCoV.3 Baru-baru belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
ini, 2019-nCoV berganti nama menjadi severe manusia.1 Coronavirus termasuk zoonosis atau
acute respiratory syndrome-related coronavirus virus yang ditularkan antara hewan dan manusia.5
2 (SARS-CoV-2), dan sekarang disebut Pada manusia, coronavirus biasanya menyebabkan
coronavirus disease 2019 (COVID-19) oleh penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu
WHO.3 Sampai akhirnya COVID-19 dinyatakan biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle
sebagai pandemik oleh WHO pada tanggal 11 East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe
Maret 2020 karena penyebarannya yang cepat ke Acute Respiratory Sundrome (SARS).7 Tanda
seluruh dunia.4 Presiden Republik Indonesia telah dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain
menyatakan status penyakit ini menjadi tahap gejala gangguan pernapasan akut seperti demam,
Tanggap Darurat pada tanggal 16 Maret 2020.5 batuk, dan sesak napas1 Penyakit ini terutama
Manifestasi klinis COVID-19 bervariasi, dengan menyebar dari orang ke orang melalui droplet
sebagian besar pasien memiliki gejala saluran saat batuk dan bersin.8 Virus ini dapat bertahan
pernapasan. hingga 3 hari dalam plastik atau stainless steel
dan 3 jam pada aerosol.
Penelitian pada 1.099 pasien COVID-19
menunjukkan bahwa 19% pasien mengalami Organ yang paling dipengaruhi oleh COVID-19
sesak napas, 41% membutuhkan suplementasi adalah paru, karena virus mengakses sel inang
oksigen, 5% menjadi sakit kritis, dan 2,3% melalui enzin ACE2 yang paling banyak pada
membutuhkan ventilasi mekanik invasif. Pasien sel alveolar tipe II paru.7 Virus ini menggunakan
yang terinfeksi COVID-19 berisiko mengalami glikoprotein permukaan khusus yang disebut
gagal napas, sehingga perlu untuk dirawat “spike” untuk terhubung ke ACE2 dan memasuki
di cricital care unit. Terdapat laporan yang sel inang. Kepadatan ACE2 di setiap jaringan
belum terkonfirmasi bahwa penularan dapat berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit
terjadi sebelum munculnya manifestasi klinis, di jaringan tersebut, sehingga beberapa ahli
sehingga sulit untuk mengidentifikasi dan berpendapat bahwa penurunan aktivitas ACE2
mengisolasi pasien yang terinfeksi COVID-19.4 mungkin bersifat protektif.6 Seiring dengan
Dokter anestesi sebagai garda terdepan dalam perkembangan penyakit alveolar, infeksi ini
penatalaksanaan pasien Covid-19, yang dimulai mungkin dapat menyebabkan gagal napas dan
sejak pasien datang ke rumah sakit, di kamar bahkan kematian.
operasi dan juga sebagai benteng pertahanan
terakhir di critical care unit diharapkan mampu III. Skrining
melakukan penyesuaian tindakan anestesi pada
setiap pasien dan mempraktikkan pengendalian Kegiatan skrining kasus COVID-19 wilayah
infeksi dalam anestesi, khususnya di era penyakit dilakukan melalui penemuan orang sesuai dengan
menular dan patogen yang baru muncul saat ini. status pasien. Status pasien diklasifikasikan
Selama memberikan perawatan yang optimal menjadi 5, yaitu:1,5
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 37

Suspek/Pasien Dalam Pengawasan (PDP) tempat perawatan kasus tanpa menggunakan


• Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan APD sesuai standar;
Akut (ISPA) yaitu demam (≥38°C) atau • Orang yang berada dalam suatu ruangan
riwayat demam; disertai salah satu tanda/ yang sama dengan kasus (termasuk tempat
gejala penyakit pernapasan seperti: batuk/ kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari
sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/ sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
pneumonia ringan hingga berat DAN pada 14 hari setelah kasus timbul gejala;
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki • Orang yang bepergian bersama (radius 1
riwayat perjalanan atau tinggal di negara/ meter) dengan segala jenis alat angkut/
wilayah yang melaporkan transmisi lokal; kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul
• Orang dengan demam (≥38°C) atau riwayat gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
demam atau ISPA DAN pada 14 hari terakhir gejala.
sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus terkonfirmasi atau Kasus Konfirmasi
probable COVID-19; Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil
• Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit PCR.
DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
manifestasi klinis yang meyakinkan. Komorbiditas
Penyakit penyerta (komorbid) yang
Orang Dalam Pemantauan (ODP) menggambarkan kondisi bahwa ada penyakit
• Orang yang mengalami demam (≥38°C) lain yang dialami selain dari penyakit utamanya
atau riwayat demam; atau gejala gangguan (misal, diabetes mellitus, hipertensi, kanker).
sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN tidak ada penyebab IV. Tatalaksana/Penanggulangan
lain berdasarkan manifestasi klinis yang
meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir Penanganan COVID-19 di Indonesia
sebelum timbul gejala memiliki riwayat menggunakan Rapid Test (RT) Antibodi dan/atau
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Antigen pada kasus kontak dari pasien positif.
yang melaporkan transmisi lokal; Rapid Test Antibodi/Rapid Test Antigen dapat
• Orang yang mengalami gejala gangguan juga digunakan untuk deteksi kasus ODP dan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir untuk pemeriksaan Reverse Transcription-
sebelum timbul gejala memiliki riwayat Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) atau tidak
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19. mempunyai media pengambilan spesimen (swab
dan Virus Transport Media/VTM). Pemeriksaan
Orang Tanpa Gejala (OTG) Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test
Orang yang tidak bergejala dan memiliki risiko Antigen hanya merupakan screening awal, hasil
tertular dari orang terkonfirmasi COVID-19. pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid
Orang tanpa gejala merupakan kontak erat Test Antigen harus tetap dikonfirmasi dengan
dengan kasus terkonfirmasi COVID-19. Kontak menggunakan RT-PCR. Pasien akan dibedakan
Erat adalah orang yang melakukan kontak fisik menjadi 3 kelompok di fasilitas kesehatan,
atau berada dalam ruangan atau berkunjung yaitu:1,5
(dalam radius 1 meter dengan kasus PDP atau Kelompok OTG
terkonfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul Kelompok ini akan melalui pemeriksaan RT
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul Antibodi, jika pemeriksaan pertama menunjukkan
gejala. Orang yang termasuk kontak erat yaitu: hasil:
• Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, • Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah
mengantar, dan membersihkan ruangan di karantina mandiri dengan menerapkan
38 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan diri di rumah (gejala ringan), isolasi di rumah
physical distancing; kemudian diperiksa sakit darurat (gejala sedang), atau isolasi
ulang pada hari ke-10. Jika hasil pemeriksaan di rumah sakit rujukan (gejala berat); Pada
ulang positif, maka dilanjutkan dengan kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama
2 hari berturut-turut, apabila tersedia fasilitas 2 hari berturut-turut.
pemeriksaan RT-PCR.
• Positif, tatalaksana selanjutnya adalah V. Tatalaksana Pengobatan Pasien COVID-19
karantina mandiri dengan menerapkan
PHBS dan physical distancing; Pada Pasien dengan hasil pemeriksaan RT Antibodi
kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan positif yang dirawat di Rumah Sakit akan
pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama diberikan obat sebagai berikut, sampai hasil
2 hari berturut-turut, apabila tersedia fasilitas pemeriksaan spesifik terbukti negatif:5 antibiotik
pemeriksaan RT-PCR. empiris: makrolide yaitu, azitromicin 1x500
mg selama 5-6 hari atau, fluoroquinolone yaitu,
Kelompok ODP Levofloxacin 1x650mg selama 6 hari; antivirus;
Kelompok ini akan melalui pemeriksaan vitamin C dosis tinggi selama 14 hari; chloroquine
RT Antibodi dan jika pemeriksaan pertama phosphate dapat ditambahkan pada pasien
menunjukkan hasil: dengan kondisi berat; terapi simptomatik sesuai
• Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah dengan gejala; hepatoprotektor bila SGOT dan
isolasi diri di rumah dengan menerapkan SGPT meningkat; Obat-obat lain sesuai penyakit
PHBS dan physical distancing; pemeriksaan penyerta. Pasien dengan hasil pemeriksaan positif
ulang pada hari ke-10. Jika hasil pemeriksaan yang dirawat di rumah dan di fasilitas khusus/RS
ulang positif, maka dilanjutkan dengan darurat maka obat diberikan secara oral. Dilarang
pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama menggunakan kortikosteroid, kecuali pada kasus
2 hari berturut-turut, apabila tersedia fasilitas dengan komorbid tertentu. Untuk pasien anak
pemeriksaan RT-PCR. dosis obat disesuaikan.5
• Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi
diri di rumah dengan menerapkan PHBS dan VI. Indikasi Pasien yang Memerlukan
physical distancing; Pada kelompok ini juga Ventilator Mekanik.
akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-
PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut- Pada prinsipnya seluruh pasien yang masuk
turut, apabila tersedia fasilitas pemeriksaan di RS Rujukan adalah PDP yang memenuhi
RT-PCR. kriteria salah satu sebagai berikut:5 gagal napas
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah,
Kelompok PDP apabila tidak bisa dilakukan analisis gas darah,
Kelompok ini akan melalui pemeriksaan saturasi oksigen <90%, penurunan kesadaran,
RT Antibodi dan jika pemeriksaan pertama tanda- tanda sepsis atau sepsis.
menunjukkan hasil:
• Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah VII. Tatalaksana Pemulangan Pasien
isolasi diri rumah dengan menerapkan PHBS COVID-19
dan physical distancing; pemeriksaan ulang
pada hari ke-10. Jika hasil pemeriksaan Pasien yang dirawat dengan diagnosa infeksi
ulang positif, maka dilanjutkan dengan COVID-19 dapat dipulangkan apabila hasil
pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama pemeriksaan RT-PCR negatif 2 kali berturut-turut
2 hari berturut-turut. Apabila mengalami dalam selang waktu 2 hari. Apabila tidak tersedia
perburukan gejala, lakukan perawatan di pemeriksaan RT-PCR, maka pemulangan pasien
rumah sakit. COVID-19 didasari oleh:5 klinis perbaikan tanpa
• Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi oksigen dan radiologis perbaikan, dan perbaikan
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 39

Tabel1. Tata Kelola Karantina5


Bentuk Karantina Karantina Rumah Karantina Fasilitas Khusus/ Karantina Rumah Sakit
Rumah Sakit Darurat
COVID-19
Status OTG, ODP, PDP Gejala • ODP usia >60 tahun PDP Gejala Berat
Ringan dengan penyakit penyerta
yang terkontrol,
• PDP Gejala Sedang,
mandiri, tanpa sesak
napas/tanpa pneumonia
• Pasien terkonfirmasi
COVID-19, tanpa
penyakit lain dan tanpa
sesak napas/tanpa
pneumonia
Tempat Rumah sendiri/fasilitas Tempat yang disediakan Rumah Sakit
sendiri Pemerintah (Rumah sakit daru-
rat COVID-19)
Pengawasan • Dokter, perawat, Dokter, perawat, dan/atau Dokter, perawat, dan/atau
dan/atau tenaga tenaga kesehatan lain tenaga kesehatan lain
kesehatan lain
• Dapat dibantu oleh
Bhabinkabtibnas,
Babinsa, dan/atau
Relawan
Pembiayaan • Mandiri Pemerintah: BNPB, • Pemerintah: BNPB,
• Pihak lain yang Gubernur, Bupati, Walikota, Gubernur, Bupati,
bisa membantu Camat, dan Kades Walikota, Camat, dan
(filantropi) • Sumber lain Kades
• Sumber lain
Monitoring dan Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh Dinas
Evaluasi Kesehatan setempat Kesehatan setempat Kesehatan setempat

klinis dengan saturasi oksigen lebih 95%.


Sedangkan pencegahan penularan berupa
VIII. Pencegahan karantina. Karantina dilakukan sesuai dengan
tempat seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.1.
Mekanisme transmisi COVID-19 saat ini masih Penularan dapat terjadi dari manusia ke manusia,
belum jelas, sehingga pencegahan menjadi dan juga risiko penyebaran lewat airborne selama
sangat penting dalam menghadapi pandemik ini. prosedur medis yang menghasilkan aerosol
Sampai saat ini pencegahan dibedakan menjadi dalam keadaan tertentu. Pasien yang terinfeksi
pencegahan pada orang sehat dan pencegahan COVID-19 berisiko mengalami gagal napas,
penularan sesuai dengan status pasien. Pada orang sehingga perlu untuk dirawat di cricital care unit.
sehat, pencegahan berupa:1 menjaga kebersihan Pasien harus segera diisolasi di ruang isolasi
personal dan lingkungan, meningkatkan imunitas airborne (misal, kamar tunggal, tekanan negatif,
dan mengendalikan komorbid, pembatasan pertukaran udara teratur) jika tersedia. Apabila
interaksi fisik dan pembatasan sosial (physical tidak tersedia ruang isolasi airborne, pasien
contact/physical distancing/social distancing), harus ditempatkan di ruang tunggal dengan pintu
menerapkan etika batuk dan bersin. tertutup.
40 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

IX. Peran Dokter Anestesi dalam pasien suspek/terkonfirmasi COVID-19 yaitu


Penatalaksanaan COVID-19 komunikasi yang jelas, meminimalkan petugas
di dalam ruangan selama prosedur, penggunaan
Manifestasi klinis COVID-19 bervariasi, dengan APD yang tepat, serta menghindari prosedur
sebagian besar pasien memiliki gejala saluran yang menghasilkan aerosol dalam jumlah besar.3
pernapasan. Penelitian pada 1.099 pasien
COVID-19 menunjukkan bahwa 19% pasien Alat Pelindung Diri (APD) yang
mengalami sesak napas, 41% membutuhkan direkomendasikan untuk kontak dengan
suplementasi oksigen, 5% menjadi sakit kritis, dan critically ill patients dengan suspek/terkonfirmasi
2,3% membutuhkan ventilasi mekanik invasif.6 COVID-19 meliputi gaun tahan air, sarung
Dokter anestesi berperan pada garis pertahanan tangan, pelindung mata, pelindung wajah full
pertama di IGD untuk melakukan resusitasi, juga face, masker N95, pelindung rambut, serta
pada saat melakukan tindakan di ruang operasi sepatu khusus yang ditunjukkan pada gambar 1.
serta sebagai benteng terakhir saat menangani Sarung tangan yang direkomendasikan adalah
pasien suspek/terkonfirmasi COVID-19 dengan sarung tangan lengan panjang untuk mencegah
gagal napas di ruang perawatan intensif. pajanan pada pergelangan tangan apabila ujung
Dengan demikian dokter spesialis Anestesi sarung tangan pendek terlipat. Tetapi apabila
mempunyai peranan yang sangat penting dalam tidak ada sarung tangan lengan panjang, dapat
penatalaksanaan pasien Covid-19. menggunakan perekat secara vertikal agar tidak
ada celah antara sarung tangan dengan gaun.
Tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 Pelindung mata harus dapat melindungi dari
berisiko terinfeksi apabila tidak menggunakan samping atau goggles. Pelindung wajah full
APD sesuai standar, sehingga pengetahuan APD face dapat melindungi mata dan menghindari
bagi dokter anestesi menjadi sangat penting.3 kontaminasi pada wajah maupun saluran
Saat ini, panduan WHO dan Centers for pernapasan. Sepatu khusus yang digunakan harus
Disease Control and Prevention (CDC) untuk kedap terhadap cairan dan dapat didekontaminasi,
prinsip perlindungan tenaga kesehatan selama karena beberapa penutup sepatu sekali pakai
prosedur medis yang menghasilkan aerosol pada dapat meningkatkan risiko kontaminasi diri saat

A B

Gambar 2. Contoh penggunaan APD menggunakan


PAPR yang disempurnakan (A), menggunakan
masker N95 dan aerosol box (B), untuk melindungi
Gambar 1. Contoh penggunaan APD menggunakan droplet/airborne pada saat intubasi pasien suspek/
N95 untuk melindungi droplet/airborne terkonfirmasi COVID-19.
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 41

dilepas. Selain itu hand hygiene harus selalu penting agar dapat meminimalkan prosedur yang
diterapkan setelah melepas APD maupun apabila menghasilkan aeorosol selama general anesthesia
tangan menyentuh APD tanpa sarung tangan. (GA), seperti bag mask ventilation, open airway
Terdapat kontroversi yang berkaitan dengan suctioning, dan endotracheal intubation. Selama
penggunaan N95 dibandingkan dengan powered outbreak SARS, intubasi merupakan salah satu
air purifying respirator (PAPR) untuk prosedur faktor risiko tunggal untuk super-spreading
yang menghasilkan aerosol.9 Meskipun PAPR nosocomial outbreaks yang mempengaruhi
memiliki faktor perlindungan yang lebih tinggi banyak tenaga kesehatan di Hong Kong dan
dibandingkan dengan masker N95, tidak ada bukti Guangzhou, China. Dengan demikian, agar
pasti bahwa PAPR menurunkan kemungkinan mengurangi risiko penularan virus nosokomial
penularan virus yang dapat menular melalui disarankan untuk meminimalkan manajemen
airborne. Meskipun demikian, PAPR mungkin airway pada pasien suspek/terkonfirmasi
lebih nyaman saat digunakan untuk resusitasi COVID-19.
yang berkepanjangan dan kemungkinan untuk
lepas lebih kecil ketika menangani pasien yang Beberapa pertimbangan diberikan untuk
gelisah. Powered air purifying respirator dengan membantu mempersiapkan manajemen airway
penutup kepala dan leher yang ditunjukkan pada pasien suspek/terkonfirmasi COVID-19.8
Gambar 2. juga dapat memberikan perlindungan Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh
tambahan terhadap kontaminasi dibandingkan dokter anestesi dapat berupa meminimalkan
dengan N95. Mengingat bahwa petugas kesehatan prosedur yang menghasilkan aerosol selama
dapat terinfeksi selama resusitasi pasien dengan prosedur GA yang dapat mengurangi pajanan
SARS meskipun menggunakan masker N95, terhadap ekskresi pernapasan pasien, serta
penggunaan PAPR menjadi rekomendasi pada risiko penularan virus perioperatif ke tenaga
saat resusitasi pasien suspek/terkonfirmasi kesehatan dan pasien lain.4 Untuk mengurangi
COVID-19. tindakan yang memanipulasi airway, regional
anesthesia (RA) dapat dipertimbangkan setiap
Terdapat laporan yang belum terkonfirmasi kali merencanakan operasi pasien suspek/
bahwa penularan dapat terjadi sebelum terkonfirmasi COVID-19, ataupun pasien yang
munculnya manifestasi klinis, sehingga sulit memiliki risiko infeksi. Regional anesthesia
untuk mengidentifikasi dan mengisolasi pasien memiliki keuntungan dalam perawatan fungsi
yang terinfeksi virus.4 Oleh karena itu, triage, pernapasan, penghindaran aerosolisasi, dan
pengenalan awal, dan isolasi segera pasien transmisi virus.4 Keuntungan utama RA pada
suspek/terkonfirmasi COVID-19 menjadi sangat pasien dengan infeksi pernapasan karena virus

Tabel 2. Early warning score COVID-19 (COVID-19 EWS)2,16,


Parameter Penilaian Nilai
Pneumonia pada CT Scan ada 5
Riwayat kontak dengan pasien ada 5
positif COVID-19
Demam ada 3
Suhu maksimum ≥3.8oC sejak gejala dimulai 1
Usia ≥44 tahun 1
Jenis Kelamin Laki-Laki 1
Gejala gangguan pernafasan ≥1 gejala 1
(Batuk, dahak, sesak, dll)
Rasio neutrofil-limfosit ≥5.8 1
Kecurigaan tinggi jika nilai >10
42 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

yaitu menghindari instrumentasi airway dan dilakukan dengan cara pemeriksaan dengan
pasien batuk selama intubasi atau ekstubasi. Rapid Test (RT) Antibodi dan/atau Antigen,
sehingga mengurangi risiko penularan kepada terutama wilayah yang tidak mempunyai fasilitas
tenaga kesehatan melalui pembentukan aerosol untuk pemeriksaan Reverse Transcription-
dan dispersi partikel virus yang terkait. Secara Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) atau tidak
umum, RA memiliki efek yang lebih sedikit pada mempunyai media pengambilan spesimen (swab
fungsi dan dinamika pernapasan dibandingkan dan Virus Transport Media/VTM).5,1 Metode lain
dengan GA. Secara teori, perawatan fungsi yang diperkenalkan untuk deteksi dini adalah
pernapasan ini dapat mengurangi komplikasi penggunaan early warning score (EWS) yang
paru pasca operasi pada pasien COVID-19 yang dikembangkan di Universitas Zhejiang. EWS ini
mungkin telah mengalami penurunan fungsi menggunakan beberapa parameter yang cukup
pernapasan karena pneumonia terkait COVID-19 sering ditemukan pada penderita COVID-19,
atau acute respiratory distress syndrome (ARDS).4 yaitu adanya tanda pneumonia pada CT Scan,
adanya riwayat kontak dengan pasien positif
X. Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri COVID-19, adanya demam, suhu maksimum
dengan Covid-19 >3.8oC sejak gejala dimulai, jenis kelamin laki-
laki, usia >40 tahun, adanya beberapa gejala
Jumlah kasus Covid-19 terus meningkat secara gangguan pernafasan dan rasio neutrofil-limfosit
eksponensial di berbagai belahan dunia, termasuk (Tabel 2).2,16
jumlah wanita hamil pada semua usia kehamilan
yang terinfeksi Covid-19 juga mengalami Berdasarkan pedoman Komisi Kesehatan
peningkatan. Resiko terbesar wanita hamil yang Nasional China, riwayat kontak disebut positif jika
terinfeksi Covid-19 adalah ibu hamil dalam seseorang dalam 14 hari terakhir memiliki riwayat
persalinan dan ibu yang sakit akut.11 Wanita hamil bepergian ke Wuhan, riwayat bertemu dengan
mungkin lebih rentan terhadap infeksi saluran orang yang sakit setelah berkunjung ke Wuhan,
pernapasan dan pneumonia dibandingkan dengan riwayat kontak dengan pasien COVID-19 positif
wanita tidak hamil, karena pada wanita hamil dan riwayat bepergian ke daerah dengan kasus
terjadi adaptasi fisiologis kehamilan, seperti COVID-19 yang terkonfirmasi.16 Penggunaan
edema mukosa saluran pernapasan, peningkatan COVID-19 EWS memiliki training dataset 0,956
diafragma, dan peningkatan konsumsi oksigen, dan validate dataset 0,966. COVID-19 EWS ini
serta adanya perubahan imunologisi terkait dapat sangat membantu karena umumnya dapat
kehamilan. Perubahan adaptif ini juga membuat digunakan dimana saja. Parameter pertama
wanita kurang toleran terhadap hipoksia.13 (pemeriksaan CT-scan) memang tidak tersedia
di seluruh wilayah Indonesia, tetapi hal ini dapat
Virus corona merupakan ancama kesehatan disiasati dengan menggunakan foto rontgen
yang utama pada masarakat, dan pertumbuhan thorax yang lebih umum tersedia. Pada 8%
penyakit ini eksponensial. Sehingga sangat pasien dengan pneumonia, terdapat gambaran
masuk akal menganggap bahwa sebagian besar pneumonia pada foto rontgen thorax dan CT scan
wanita hamil yang datang untuk perawatan thorax. Hanya 4% pasien dengan gambaran foto
berpotensi terinfeksi covid tanpa menimbulkan rontgen thorax pneumonia dan tidak terdapat
gejala. Telah diketahui bahwa infeksi Covid-19 gambaran pneumonia pada CT scan. Belum
sering tanpa gejala oleh karena itu semua wanita diketahui seberapa jauh hal ini mempengaruhi
hamil di daerah dengan prevalensi Covid-19 yang sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan, tetapi
tinggi harus dipertimbangkan sebagai penderita ini dapat menjadi solusi yang menjanjikan.16
Covid-19.12 Oleh karena itu sebelum dilakukan
tindakan anestesi sangat perlu dilakukan deteksi Permasalahan lain dari sistem ini adalah bahwa
dini untuk infeksi Covid-19 kepada semua COVID-19 EWS belum dikonfirmasi untuk
wanita hamil yang akan dilakukan seksio sesarea. penggunaannya pada populasi di Indonesia.
Deteksi dini terhadap infeksi Covid-19 bisa Namun, mengingat adanya kesamaan ras sebagai
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 43

ras mongoloid, maka COVID-19 EWS berpotensi lain yang dikonfirmasi memiliki COVID-19
besar memberikan manfaat yang serupa. Fasilitas dan harus diskrining untuk manifestasi klinis
rRT-PCR untuk melakukan deteksi dini di pneumonia COVID-19.
Indonesia masih terbatas , sehingga EWS dapat • Wanita hamil dengan dugaan infeksi
digunakan sebagai indikasi untuk melakukan COVID-19 harus menjalani pemeriksaan
isolasi pasien, penelusuran kontak dan prioritas pencitraan paru (CXR, CT) dan tes diagnostik
pemeriksaan rRT-PCR.16 Wanita dengan gejala untuk COVID-19 sesegera mungkin.
COVID-19 harus segera diisolasi dalam satu • Untuk wanita hamil dengan infeksi
ruangan untuk deteksi dini, dan pergerakan COVID-19 yang dikonfirmasi, pemeriksaan
pasien di seluruh fasilitas harus dibatasi. Kasus rutin bila memungkinkan dilakukan di ruang
yang dikonfirmasi harus dirawat di ruang tekanan isolasi tekanan negatif, dan petugas kesehatan
negatif atau ruang isolasi. Wanita dengan tanda- harus mengenakan pakaian pelindung,
tanda penyakit kritis harus segera dipindahkan masker N95, kacamata, dan sarung tangan
ke unit perawatan intensif atau kritis dengan sebelum kontak dengan pasien
tekanan negatif atau setara. Rumah sakit harus • Posisikan lateral-decubitus untuk
membangun ruang operasi tekanan negatif khusus memperbaiki oksigenasi uteroplasenta.
untuk wanita hamil yang harus melahirkan dengan • Oksigenasi: sebagian besar wanita hamil
infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi, dan ruang membutuhkan SpO2 >95% , untuk
isolasi tekanan negatif neonatal khusus untuk bayi mempertahankan oksigenasi janin yang
yang baru lahir harus didirikan. Idealnya, kamar- memadai. Oksigen harus diberikan segera
kamar ini akan berdekatan satu sama lain, untuk untuk mencegah hipoksemia dan mengurangi
membatasi lalu lintas dan pergerakan ODP/PDP kerja pernapasan (work of breathing) dan
maupun wanita dan bayi yang telah diketahui mencegah gagal napas maupun henti nafas.
terinfeksi covid-19. Kunjungan keluarga juga Gunakan high flow nasal canulla (HFNC) atau
perlu dibatasi untuk mencegah penularan kepada non-invasive mechanical ventilation (NIV)
keluarga dekat.17 Wanita hamil dengan dugaan pada pasien dengan ARDS atau efusi paru
COVID-19 maupun konfirmasi COVID-19 yang luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan
akan dilakukan tindakan seksio sesaria perhatian NIV. Intubasi endotracheal diperlukan jika
kusus yang harus dilakukan antara lain:11,16,17,18,19 maternal mengalami kondisi berikut: pasien
menjadi gelisah atau kesadarannya menurun,
• Pusat pelayan kesehatan harus menstandarkan pasien merasa tidak nyaman, upaya napas
penapisan, penerimaan, dan manajemen meningkat >30 kali/menit, peningkatan
semua wanita hamil yang terinfeksi nadi >120 kali/menit, penggunaan otot-otot
COVID-19, sesuai dengan pedoman lokal, bantu pernapasan berlebihan. Dari penilaian
nasional , dan internasional; masyarakat harus oksigenasi dengan menggunakan HFNC >30
diberitahu tentang risiko hasil kehamilan di liter/menit atau NIV dan FiO2 >60% tidak
era COVID-19. dapat menjaga SpO2 >92% (95% dengan
• Fasilitas layanan kesehatan harus komorbid).
menyediakan APD yang memadai untuk • Terapi antimikroba: untuk wanita hamil yang
memenuhi persyaratan tindakan bagi petugas. dicurigai atau dikonfirmasi infeksi bakteri
• Semua petugas layanan kesehatan harus sekunder, pengobatan antibakteri harus
dilatih dalam strategi pengendalian dan dimulai dengan antimikroba spektrum luas.
pencegahan infeksi, dan dalam prosedur Antibiotik harus disesuaikan dengan hasil
untuk mengenakan serta melepas alat sensitivitas obat.
pelindung diri (APD) • Manajemen cairan: pasien yang sakit
• Pasien harus menggunakan masker, dan kritis tanpa syok harus dirawat dengan
semua wanita hamil harus ditanyai apakah tindakan manajemen cairan konservatif,
mereka memiliki riwayat perjalanan ke ketika syok septik terjadi, resusitasi
daerah endemis atau kontak dengan orang volume dan norepinefrin digunakan untuk
44 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

mempertahankan tekanan darah arteri rata- dengan tehnik anestesi regional atau maternal
rata (MAP) pada 60 mm Hg atau lebih. mengalami desaturasi (saturasi<93%) maka
Pembatasan resusitasi cairan dilakukan pada tehnik anestesi alternatifnya adalah dengan
pasien dengan edema paru. anestesi umum dengan perhatian khusus untuk
• Hemodialisis: diperlukan jika terjadi gagal pencegahan penularan infeksi. Tindakan tehnik
ginjal akut yang parah akibat sepsis, atau anestesi umum, akan menimbulkan terjadinya
terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang aerosol yang besar yaitu pada saat: bag mask
sangat mengancam jiwa dan tidak responsif ventilation, Open airway suctioning, intubasi
terhadap manajemen konservatif. endotrakhea,dan pada saat ektubasi. Karena pada
• Disarankan bahwa dokter spesialis kebidanan saat dilakukan tindakan tersebut menghasilkan
& kandungan, ahli neonatologi, ahli anestesi aerosol dalam jumlah yang besar, maka prosedur
dan profesional medis lainnya bersama-sama yang harus dilakukan adalah:19,20
mengelola wanita hamil dengan pneumonia • Melindungi petugas kesehatan dengan
COVID-19 dan secara ketat mencegah menggunakan APD adalah prioritas pertama,
infeksi silang. Staf medis yang merawat karena petugas kesehatan adalah garis
pasien ini harus memonitor diri mereka pertahanan utama untuk pasien ini, dan
sendiri setiap hari untuk manifestasi klinis pasien yang akan datang.
seperti demam dan batuk. Jika pneumonia • Tindakan dilakukan di ruangan dengan
infeksi COVID-19 terjadi, staf medis juga tekanan negatip.
harus dirawat di bangsal isolasi • Minimalisasi jumlah petugas yang ada
• Pada wanita hamil dengan infeksi COVID-19 dalam ruangan tersebut pada saat dilakukan
yang membutuhkan persalinan sesar, tehnik tindakan.
anestesi pilihan utama adalah anestesi • Sebelum prosedur dimulai, pastikan semua
regional (epidural dan atau Spinal). Apabila peralatan siap: peralatan monitoring standar,
seksio sesarea emergensi pilihan anestesi obat-obatan sudah lengkap, jalur infus sudah
dengan tehnik Rapid Sequence Spinal terpasang dan bias mengalir baik. Pastikan,
Anesthesia (RSSA) peralatan intubasi termasuk mesin anestesi
• Operasi caesar harus dilakukan oleh dokter dan peralatan hisap tersedia lengkap dan
kandungan senior, untuk meminimalkan berfungsi baik.
kemungkinan komplikasi • Tindakan dilakukan oleh tenaga yang paling
• Anestesi Umum dengan cara Rapid Sequence menguasai semua.
Intubation (RSI) dengan balon endo tracheal • Peralatan yang tidak dibutuhkan dikeluarkan
tube (ETT) harus dikembangkan, merupakan dari ruangan untuk mencegah kontaminasi
pilihan alternatif apabila: gagal dengan tehnik silang.
anestesi regional , ada kontraindikasi dengan • Hindari intubasi sadar dengan fiberoptik
tehnik anestesi regional dan pada maternal laringoskop (karena risiko batuk dan aerosol).
yang direncanakan seksio sesarea darurat Apabila memiliki videolaringoskop gunakan
mengalami desaturasi (saturasi oksigen alat ini untuk meminimalkan paparan
menurun hingga ≤93%). yang dekat antara ahli anestesi dan aerosol
• Selama melakukan tindakan, semua petugas pernapasan pasien.
harus menggunakan APD yang tepat sesuai • Daerah pasien yang akan menimbulkan
standar, meminimalkan petugas di dalam aerosol (sekitar muka pasien), ditutup dengan
ruangan selama prosedur, menghindari selapis plastik transparan atau ditutup dengan
prosedur yang menghasilkan aerosol dalam aerosol box.
jumlah besar. • Pastikan filter Heat and Moisture Exchanger
(HME) ditempatkan di antara sungkup muka
Lakukan kebersihan tangan yang tepat sebelum dan sirkuit pernapasan
dan sesudah semua prosedur. apabila dengan • Preoksigenasi cepat dicapai dengan empat
tehnik anestesi regional ada kontraindikasi, gagal napas kapasitas maksimal dengan oksigen
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 45

100%. Daftar Pustaka


• Jika diperlukan ventilasi manual, gunakan
volume tidal kecil saja (4–8 ml/kgBB) 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
• Penggunaan high-flow nasal oxygenation (Kemenkes). 2020. Pedoman pencegahan dan
(HFNO) dan masker CPAP atau BiPAP harus pengendalian coronavirus disease (COVID-
dihindari karena risiko yang lebih besar dari 19)¬Revisi ke-4. Direktorat Jenderal
generasi aerosol. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
• Semua peralatan jalan nafas harus (P2P).
didekontaminasi dan didesinfeksi sesuai
dengan kebijakan rumah sakit dan pabrik 2. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B,
yang sesuai. Song J, et al. A novel coronavirus from
• Pastikan semua peralatan kotor ditempatkan patients with pneumonia in China, 2019. N
di tempat sampah yang diberi label dengan Engl J Med 2020; 382:727–33.
tepat.
• Lepaskan sarung tangan luar sebelum 3. Peng PWH, Ho PL, Hota SS. Outbreak of a
menyentuh ruang yang mungkin disentuh new coronavirus: what anaesthetists should
oleh orang lain. know. Br. J Anaesth, 2020; 124 (5): 497–50.
• APD dilepas sesuai prosedur, di dalam area yang
diperuntukkan untuk melepaskan APD kotor. 4. Lie SA, Wong SWW, Wong LT, Wong
• Setelah melepas peralatan pelindung, hindari TGL, Chong SY. Practical considerations
menyentuh rambut atau wajah sebelum for performing regional anesthesia: lessons
mencuci tangan. learned from the COVID-19 pandemic. Can
• Lakukan kebersihan tangan sebelum dan J Anesth. 2020
sesudah semua prosedur.
5. Gugus Tugas COVID-19. Pedoman
XI. Simpulan penanganan cepat medis dan kesehatan
masyarakat COVID-19 di Indonesia. Gugus
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
merupakan masalah kesehatan dunia termasuk di 2020.
Indonesia oleh karena itu deteksi dini terhadap
pasien obstetri yang akan dilakukan tindakan 6. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Qu
operasi sangat diperlukan. Tenaga kesehatan CQ, He JX, et al. Clinical characteristics of
yang terpapar berisiko terinfeksi apabila tidak coronavirus disease 2019 in China. N Engl J
menggunakan APD sesuai standard, sehingga Med. 2020.
semua tenaga harus menggunakan APD sesuai
levelnya. Dokter Anestesi dalam melaksanakan 7. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
tindakan anestesi pada operasi obstetri harus Pedoman umum menghadapi PANDEMI
mengutamakan keselamatan diri dengan cara COVID-19 bagi pemerintah daerah:
menggunakan Alat perlindunga Diri (APD) yang pencegahan, pengendalian, diagnosis dan
tepat, mengurangi tindakan yang memanipulasi manajemen. Tim Kerja Kementerian Dalam
airway dan tindakan lain yang menimbulakan Negeri Untuk Dukungan Gugus Tugas
aerosol. Regional anestesi baik epidural dan atau COVID-19. 2020
spinal anestesi merupakan teknik anestesi pilihan
utama untuk operasi obstetri dengan C0VID-19. 8. Centers for disease control and prevention
Tehnik anestesi umum hanya digunakan apabila (CDC). Interim infection prevention and
gagal dengan tehnik regional anestesi,ada control recommendations for patients with
kontraindikasi dengan tehnik anestesi regional atau confirmed 2019 novel coronavirus (2019-
maternal mengalami desaturasi (saturasi <93%). nCoV) or persons under investigation for
2019-nCoV in healthcare settings. 2020
46 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

9. Novak D. Why, where, and how PAPRs analysis. AJR 2020; 215: 1-6.
are being used in health care. In: Institute
of Medicine. The Use and Effectiveness of 14. Pokja infeksi saluran reproduksi perkumpulan
Powered Air Purifying Respirators in Health obstetri dan ginekologi Indonesia.
Care: Workshop Summary. Washington, DC: Rekomendasi penanganan infeksi virus
The National Academies Press. 2015. corona (covid-19) pada maternal (hamil,
bersalin dan nifas). .2020
10. World Health Organization (WHO).
Coronavirus disease (COVID-19) technical 15. Wang C, Horby PW, Hayden FG, Gao GF. A
guidance: infection prevention and control/ novel coronavirus outbreak of global health
WASH. 2020 concern. Lancet. 2020;395:40–3.

11. Ashokka B, Loh MH, Tan CH, SU LL, Young 16. Arif SK, Muchtar F, Wulung NV. Buku
BE, Lye DC, Biswas A, illanes SE, Choolani pedoman penanganan pasien kritis Covid-19.
M. Care of the Pregnant woman with Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan
COVID-19 in labor and delivery: anesthesia, Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN).Versi
emergency cesarean delivery, differential 1. 2020.
diagnosis in the acutely ill parturient, care of
the newborn, and protection of the healthcare 17. Chen D,Yang H, Cao Y, Cheng W, Duan T,
personnel. American Journal of Obstetrics Fan C, et al. Expert consensus for managing
and Gynecology; 2020. pregnant women and neonates born to
mothers with suspected or confirmed novel
12. Breslin N, Baptiste C, Gyamfi-Bannerman coronavirus (COVID-19) infection. 2020.
C, Miller R, Martinez R, Bernstein K, et al.
COVID-19 infection among asymptomatic 18. COVID-19 guidance for anaesthesia and
and symptomatic pregnant women: Two perioperative care providers. https://www.
weeks of confirmed presentations to an wfsahq.org/resources/coronavirus. World
affiliated pair of New York City hospitals. Federation of Societies of Anesthesiologists
American Journal of Obstetrics & (WFSA). 2020.
Gynecology; 2020.
19. Anaesthesia and caring for patients during
13. Liu D, Li L, Wu X, Zheng D, Wang J, the COVID-19 outbreak. Australian Society
Yang L, Zheng C. Pregnancy and perinatal of Anaesthetists (ASA). 2020
outcomes of women with coronavirus disease
(COVID-19) Pneumonia: A preliminary
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia Uteri

Budi Yulianto Sarim


Smf Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana/
Rsud Prof. Dr. Wz Johannes Kupang

Abstrak

Perdarahan obstetri merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal.Atonia uteri merupakan
penyebab tersering perdarahan postpartum. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal atau jumlah perdarahan lebih dari
normal dan telah menyebabkan perubahan tanda vital. Penyebab atonia uteri adalah overdistensi uterus, kelelahan
otot miometrium, plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia
akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada solusio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Manajemen
atonia uteri dapat berupa non farmakologi, farmakologi dan pembedahan menurut algoritma Varatharajan yaitu
“HAEMOSTASIS”.Manejemen perioperatif atoni uteri terdiri dari terapi O2, monitoring noninvasif, pemasangan
jalur intra vena dengan menggunakan kateter intravena yang besar dan resusitasi cairan. Tehnik anestesi
tergantung keadaan klinis dan rencana tindakan berikutnya oleh dokter kandungan.Pilihan pertama transfusi darah
adalah transfusi sel darah merah, platelet, fresh frozen plasma, kriopresipitat, faktor VII dan fibrinogen sintetis
(RiaSTAP), Transfusi masif adalah pemberian transfusi darah sebanyak volume darah pasien dalam waktu 24
jam atau lebih dari 7 % berat badan ideal dewasa. Komplikasi yang dapat terjadi pada transfusi masif adalah
hipotermi, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperkalemia, asidosis/ alkalosis, koagulopati dilusional, transfusion
related acute lung injury (TRALI).

Kata kunci: atonia uteri; manajemen perioperatif atonia uteri; perdarahan postpartum

Perioperative Management in Bleeding cause by Uterine Atony

Abstract

Obstetric bleeding is a major cause of maternal and perinatal death. Uterine atony is the most common cause of
postpartum hemorrhage. Post partum hemorrhage is bleeding more than 500 cc after the baby is vaginal labor
or more than 1,000 ml after abdominal labor or the amount of bleeding is more than normal and has caused
changes in vital signs. The causes of uterine atony are uterine overdistence, myometrial muscle fatigue, low lying
placenta, bacterial toxin (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia), hypoxia due to hypoperfusion or uterine
couvelaire in placental abruption and hypothermia due to massive resuscitation. Management of uterine atony
can be in the form of non pharmacology, pharmacology and surgery according to the Varatharajan algorithm
is "HAEMOSTASIS". Anesthesia management consists of O2 therapy, noninvasive monitoring, installation of
intravenous lines using a large intravenous catheter and fluid resuscitation. Anesthesia techniques depend on clinical
conditions and subsequent action plans by the obstetrician. The first choice of blood transfusion is transfusion of
red blood cells, platelets, fresh frozen plasma, cryoprecipitate, factor VII and synthetic fibrinogen (RiaSTAP),
massive transfusion is the administration of blood transfusion as much as the patient's blood volume within 24
hours or more than 7% of the ideal adult body weight . Complications that can occur in massive transfusions
are hypothermia, hypocalcemia, hypomagnesemia, hyperkalemia, acidosis / alkalosis, dilutional coagulopathy,
transfusion related acute lung injury (TRALI).

Key words: postpartum hemorrhage; perioperative management uterine atony; uterine atony

47
48 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan >100 x/menit, kadar Hb <8 g/dL.2-4,9 Perdarahan


post partum dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1)
Perdarahan masih menjadi penyebab utama Perdarahan post partum dini/perdarahan post
kematian maternal.Angka kematian ibu di partum primer (early postpartum hemorrhage)
Indonesia berdasarkan data Survei Demografi adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar pertama setelah kala III; 2) Perdarahan pada
228 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut masa nifas/perdarahan post partum sekunder
sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara- (late postpartum hemorrhage) adalah perdarahan
negara ASEAN lainnya. Di Indonesia sampai saat yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak
ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu termasuk 24 jam pertama setelahkala III. 5,6,8-10
perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah II. Pembahasan
bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan
mengancam ibu.1,2 Perdarahan obstetri merupakan Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut
komplikasi serius kehamilan yang dapat menjadi otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan
penyebab utama kematian maternal dan perinatal. memendek. Atonia uteri merupakan penyebab
Plasenta previa, solusio plasenta dan ruptur uteri perdarahan post partum yang paling penting dan
merupakan penyebab terbanyak perdarahan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam
antepartum, sedangkan atonia uteri merupakan setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebab-
penyebab tersering perdarahan postpartum.1,2 kan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada
terjadinya syok hipovolemik. Kekuatan dan efek-
Pencegahan dan antisipasi terhadap atonia tifitas kontraksi otot miometrium uterus sangat
uteri dapat dilakukan selama periode antenatal. penting untuk menghentikan perdarahan. Uterus
Pada saat pemeriksaan ANC dokter kandungan pada atonia uteri akan teraba lunak dan lembut
dapat menentukan apakah seorang wanita hamil dengan disertai perdarahan aktif dari vagina.3-5,9
termasuk dalam risiko tinggi perdarahan atau
tidak. Seorang wanita hamil dapat digolongkan Etiologi
ke dalam risiko tinggi perdarahan post partum Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif,
apabila terdapat keadaan yang menimbulkan merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia
over distensi uterus termasuk kehamilan kembar uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan
yang akan dilahirkan pervaginam atau sectio oleh kehamilan ganda, janin makrosomia,
caesarea, riwayat terjadinya perdarahan post polihidramnion atau abnormalitas janin (misal
partum sebelumnya. Pencegahan yang dilakukan hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus
pada wanita hamil dengan risiko seperti tersebut atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau
adalah dengan menjaga kadar hemoglobin
dan hematokrit dalam batas normal dengan
cara pemberian vitamin dan zat besi selama
kehamilannya.2-4,9 Perdarahan post partum
adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari
1.000 ml setelah persalinan abdominal. Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi,
maka batasan jumlah perdarahan disebutkan
sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dan telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi Gambar 1. Kompresi Aorta13
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia 49
Uteri

memberikan penanganan yang baik terhadap


perdarahan post partum sehingga dapat
mengurangi transfusi darah, histerektomi dan
juga kematian ibu.13

Pemijatan uterus (Uterine massage )


Pemijatan uterus dilakukan dengan cara
penggosokan atau stimulasi pada fundus uterus.
Terdapat suatu hipotesa bahwa pemijatan dapat
mengeluarkan prostaglandin lokal yang dapat
Gambar 2. Kompresi Bimanual13 menimbulkan kontraktilitas uterus sehingga
dapat mengurangi terjadinya perdarahan. Satu
penelitian terhadap 200 wanita secara randomized
distensi akibat akumulasi darah di uterus baik controlled trial didapatkan bahwa pada wanita
sebelum maupun sesudah plasenta lahir.4-11 yang mendapat pemijatan uterus mengalami lebih
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan sedikit perdarahan post partum dan pemberian
akibat dari kelelahan karena persalinan lama obat uterotonika lebih sedikit pula dibandingkan
atau persalinan dengan tenaga besar, terutama dengan wanita yang tidak mendapatkan pemijatan
bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula uterus.11-13
terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang
disebabkan oleh obat-obatan, seperti nitrat, obat- Kompresi Aorta
obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, Kompresi aorta dapat membantu mengontrol
beta-simpatomimetik, agen anestesi halogen perdarahan yang terjadi melalui berkurangnya
dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta aliran darah pada daerah distal termasuk juga
letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, aliran darah pada arteri uterina. Kompresi aorta
endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat dilakukan dengan jalan melakukan penekanan
hipoperfusi atau uterus couvelaire pada solusio pada daerah persendian yang rata diatas kontraksi
plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.9-13 uterus dan sedikit kearah kiri.Hilangnya pulsasi
Penggunaan oksitosin dalam dosis besar juga arteri femoralis merupakan tanda penekanannya
dapat menyebabkan atonia uteri. Hasil penelitian sudah benar dan sudah terjadi oklusi aorta secara
menunjukkan bahwa kejadian perdarahan masif komplit. Penting untuk diingat bahwa setiap
post partum sekunder karena atonia uteri lebih 30 menit harus dilepaskan penekanannya dan
tinggi pada wanita yang mendapatkan oksitosin. dilakukan penekanan ulang lagi dan hal ini
Juga didapatkan pada pemberian oksitosin yang dilakukan berulang-ulang dengan tujuan supaya
persisten dapat mengakibatkan desensitisasi ekstremitas inferior tetap mendapat aliran darah
reseptor oksitosin sehingga dapat memicu secara intermiten. Kompresi aorta merupakan
terjadinya atonia uteri.13 tindakan intervensi sederhana yang dapat
dilakukan sambil mempersiapkan terapi definitif
Manajemen Non Farmakologi/Mekanikal atau selama merujuk pasien.11-13
Varatharajan melakukan evaluasi terhadap hasil
manajemen perdarahan postpartum masif dengan Kompresi bimanual
menggunakan algoritma ‘HAEMOSTASIS’ Kompresi bimanual dengan cara memasukkan
(Help,Assess and resuscitate,Established tangan kanan kedalam vagina pada permukaan
diagnosis, Massage of uterus,Oxytocin depan uterus dan tangan kiri di abdomen pada
infusion and prostaglandin,Shift to operation fundus kearah permukaan belakang uterus.
theatre, Tamponade test, Apply compression Dengan dilakukan penekanan uterus dengan kedua
suture, Systematic pelvic devascularisation, tangan maka hal ini dapat mengurangi perdarahan
Interventional radiology, and Subtotal/total yang terjadi. Teknik ini dapat dilakukan dengan
hysterectomy). Algoritma ini bertujuan untuk tujuan untuk melakukan stabilisasi pasien sambil
50 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Gambar 4. Hayman Suture13


Gambar 3. B-Lynch Suture13
demikian mengakibatkan sulitnya drainase darah
mempersiapkan terapi definitif.11-13 dari kavum uteri.11-13 Kapasitas pengembangan
balon berbeda – beda tergantung dari tipe balon
Tampon uterus tersebut. Rusch kateter memiliki kapasitas paling
Pada masa lalu digunakan kasa gulung steril
dalam jumlah besar sebagai tampon dalam
kavum uterus untuk mengurangi perdarahan
masif post partum yang disebabkan atonia uteri.
Disamping kurang efektif penggunaan kasa steril
sebagai tampon, popularitasnya juga menurun
secara drastis seiring dengan penggunaan obat
uterotonika secara luas.11-13 Saat ini banyak
dilakukan penggunaan balon untuk tampon
uterus sebagai terapi ajuvan untuk mengurangi
perdarahan masif karena atonia uteri. Suatu
hipotesa mengatakan bahwa tekanan hidrostatik Gambar 5. Ligasi Arteri Hipogastrik
yang ditimbulkan oleh balon intrauterine pada
Keterangan: (EIA: external iliac artery; EIV: external
arteri uterina dapat mengurangi perdarahan yang iliac vein; CIA: common iliac artery;CIV: common iliac
terjadi. Balon tersebut sering disebut sebagai vein;IIA: internal iliac artery; U: ureter)
Bakri balloon, Rusch catheter, Sengstaken-
Blackmore catheter, Foley catheterdan Condom besar yaitu 1500 ml cairan, diikuti oleh Bakri
catheter. Bakri balon didesain spesifik sebagai balon dengan 500 ml sedangkan Sengstaken-
tampon uterus pada perdarahan post partum Blackmore kateter dan kondom kateter dengan
masif. Bakri balon dilengkapi dengan pipa yng kapasitas 300 ml. Foleys kateter memiliki
berfungsi sebagai drainase besar untuk keluarnya kapasitas paling sedikit yaitu 30 ml dan biasanya
darah dari kavum uterus. menggunakan multipel foley kateter. Tes
tampon digunakan untuk melihat keberhasilan
Walaupun Sengstaken-Blackmore dan Foley mengontrol perdarahan karena atonia uteri.
kateter memiliki juga saluran sebagai drainase Jika tes tampon menunjukkan hasil negative
tetapi ukurannya lebih kecil dan cenderung ini merupakan indikasi kegagalan mengontrol
mudah tersumbat oleh bekuan darah. Sebagai perdarahan sehingga diperlukan terapi tambahan
tambahan pula bahwa bagian distal kateter seperti compressive sutures, devaskularisasi
Sengstaken-Blackmore dapat menghalangi pelvis sistemik atau histerektomi.11-13 Efek
kontak antara permukaan balon dengan fundus samping penggunaan balon sejauh ini akibat dari
uteri. Dua kateter yang lain (Rusch dan kondom overdistensi balon yaitu nekrosis karena tekanan
kateter) tidak memiliki saluran drainase dengan dan rupture uteri. Komplikasi lain yang dapat
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia 51
Uteri

terjadi adalah perforasi uterus dan emboli udara memerlukan insisi pada segmen bawah rahim
apabila digunakan udara untuk mengembangkan sehingga merupakan pilihan yang baik ketika
balon; untuk itu tidak direkomendasikan perdarahan post partum terjadi saat persalinan
mengembangkan balon menggunakan udara. pervaginam. Tindakan lebih cepat, lebih
Karena atonia uteri merupakan penyebab mudah dan kurang traumatik terhadap uterus.
terbanyak dari perdarahan post partum, maka Angka keberhasilan teknik ini sekitar 93,75%.
disarankan penggunaan tampon balon uteri Akan tetapi kemungkina bisa mengakibatkan
selama merujuk pasien untuk mengurangi terjebaknya darah dalam kavum uteri sehingga
morbiditas dan mortalitas.11-13 dapat menimbulkan terjadinya hematometra,
piometra dan nekrosis uterus.11-13
III. Manajemen Bedah
Ligasi Arteri Uterina Bilateral
Pada kebanyakan kasus, manajemen non Teknik ini lebih muudah dengan lebih sedikit
farmakologi dan uterotonika dapat mengurangi komplikasi yang dilaporkan pertama kali oleh
perdarahan masif karena atonia uteri.Jika tidak Waters tahun 1952. Tindakan ini termasuk
menunjukkan respon yang baik maka perlu pendekatan melalui abdomen bagian bawah
dilakukan tindakan pembedahan. seperti insisi Pfanenstiel.Uterus dikeluarkan dan
ditarik keatas untuk identifikasi pembuluh darah
B-LynchSuture uterus.Benang yang dapat diabsorbsi ditempatkan
Pada atonia uteri, pembuluh darah terutama 2 cm dibawah vesika urinaria pada kedua sisi
pada tempat melekatnya plasenta (placental bed) uterus dan harus dihindari ureter. Pada teknik ini
tidak mampu berkontraksi untuk mengurangi dilakukan oklusi pada cabang pembuluh darah
perdarahan. B-Lynch suture dilaporkan untuk uterus bagian atas dengan angka keberhasilan
pertama kalinya pada tahun 1997, terdiri dari 80%–96%. Teknik ini aman untuk kejadian
jahitan vertikal untuk kompresi pada sistem trauma pada ureter.11,13
vaskular uterus. Dilaporkan bahwa angka
keberhasilannya 91,7%. Tindakan ini sederhana, Ligasi Arteri Hipogastrik Bilateral
cepat dan merupakan tindakan penyelamatan Teknik ini merupakan teknik paliing tua yang
untuk mengatasi perdarahan dari atonia telah diperkenalkan pada awal tahun 1960.
uteri.Sebelum tindakan ini dilakukan, untuk Diperlukan pengetahuan anatomi yang baik
memprediksi keberhasilan tindakan ini maka untuk menghindari trauma yang tidak disengaja
dilakukan terlebih dahulu kompresi uterus secara pada pembuluh darah iliaka dan ureter.Angka
manual.Tangan kiri dokter bedah diletakkan keberhasilan ligasi arteri hipogastrik bervariasi
pada bagian belakang uterus sementara tangan antara 42–93%. Ligasi yang tidak tepat dapat
kanannya menekan segmen bawah uterus. Jika mengakibatkan iskemi ekstremitas inferior, nyeri
terjadi pengurangan jumlah darah yang keluar pada bagian pantat, perdarahan akan berlanjut
maka kompresi dengan jahitan ini kemungkinan dan kemungkinan trauma pada ureter dan saraf.
besar efektif.11-13 Posisi Lloyd-Davis lebih disukai
saat dilakukan prosedur penanganan terhadap Embolisasi
perdarahan pervaginam dan ini dilakukan secara Embolisasi arteri uterina merupakan suatu
simultan. B-Lynch Suture menggunakan benang teknologi yang baru dalam penanganan
yang dapat diserap dengan jarum bulat.B- perdarahan post partum. Hal ini hanya terdapat
Lynch Suture teknik ini relatif aman dan tidak di rumah sakit pusat rujukan dan memerlukan
mempengaruhi fertilitas.11-13 juga intervensi radiologis dengan didampingi
dokter kandungan. Pada prosedur ini diperlukan
Hayman Suture hemodinamik yang stabil.11-13 Pada umumnya
Hayman suture kompresi terhadap uterus perdarahan post partum yang disebabkan atonia
merupakan metode lain untuk menghentikan uteri sering tidak dapat diprediksi dan terjadi
perdarahan karena atonia uteri. Teknik ini tidak dalam waktu singkat. Dalam keadaan seperti ini
52 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

penggunaan balon sebagai tampon uterus dapat histerektomi dapat mengurangi terjadinya kanker
mengurangi sebagian perdarahan, pada saat yang serviks tetapi diperlukan waktu operasi lebih
bersamaan dapat dilakukan embolisasi arteri lama dan risiko lebih tinggi terjadinya trauma
uterina, hal ini memungkinkan menghindari pada traktus urinarius. Sedangkan pada subtotal
histerektomi sehingga tetap dapat menjaga histerektomi lebih cepat waktu operasinya
fertilitas. Angka keberhasilan embolisasi arteri tetapi tetap diperlukan skrining terhadap kanker
uterine berkisar 70–100%.Karena vaskularisasi serviks.11-13
pada daerah pelvis sangat banyak anastomosis
maka diperlukan embolisasi arteri uterina IV. Manajemen Anestesi
bilateral untuk menjamin keberhasilan tindakan
ini. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi Penatalaksanaan anestesi awal terhadap
termasuk karena kegagalan embolisasi adalah perdarahan post partum terdiri dari intervensi
tetap terjadinya perdarahan, infeksi, trauma pada dasar termasuk didalamnya terapi O2, monitoring
pembuluh darah, nyeri post operasi dan panas.11-13 noninvasif, pemasangan jalur intra vena dengan
menggunakan kateter intravena yang besar dan
Histerektomi melakukan resusitasi cairan. Penilaian klinis
Histerektom peripartum karena perdarahan post perdarahan post partum harus dilakukan secara
partum merupakan keputusan yang sulit untuk simultan dengan resusitasi cairan. Pada saat yang
dibuat tetapi harus dilakukan sebagai prosedur bersamaan dokter kandungan harus melakukan
penyelamatan jiwa. Walaupun pada umumnya tindakan awal dengan kompresi bimanual
merupakan pilhan terakhir akan tetapi pada kasus uterusdan pemijatan uterus sambil mencoba
– kasus tertentu dapat menjadikan pilihan pertama mencari penyebab utama terjadinya perdarahan
ketika fertilitas tidak lagi dibutuhkan. Insidennya post partum; apakah penyebabnya karena
bervariasi diatas 8 per 1000 kelahiran, sedangkan atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan
morbiditas dari peripartum histerektomi adalah lahir atau gangguan koagulasi (koagulopati).
sebesar 30–40%. Komplikasi yang dapat terjadi Pemilihan tehnik anestesi tergantung dari
teramsuk trauma pada ureter dan vesika urinaria, keadaan klinis dan rencana tindakan berikutnya
perdarahan tetap berlangsung sehingga diperlukan oleh dokter kandungan. Perlu diingat jika
eksplorasi ulang, pneumonia dan fistel urinaria. terjadi keterlambatan pada intervensi awal
Peri partum histerektomi dapat dikerjakan maka akan berakibat kehilangan darah lebih
baik total atau subtotal histerektomi. Pada total banyak sehingga perlu dipertimbangkan untuk

Tabel 1. Obat-obatan Atonia Uteri13


Drug Dosage and route Considerations
FIRST-LINE
Oxytocin 10–40 U/L of saline or lactated Ringer The preferred drug—often the only one needed
solution, infused continuously,OR 10 U IM

SECOND-LINE
Misoprosto (Cytotec, 800–1,000 μg can be given rectally Often, the second-line drug that is given just
ProstaglandinE1) after oxytocin because it is easy to administer
Methylergonovine 0.2 mg IM every 2–4 hr Contraindicated in hypertension
(Methergine)
Carboprost trometh- 0.25 mg IM every 15–90 minutes (maxi- Avoid in patients who have asthma.
amine (Hemabate) mum of 8 doses) Contraindicated in hepatic, renal, and
cardiac disease

Dinoprostone (Prostin 20 mg suppository can be given vaginally Avoid in hypotension


E2) or rectally every 2 hours
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia 53
Uteri

menguasai jalan nafas dengan segera.2,3,11-13 hipotensi.Penurunan tekanan darah ini bersifat
sementara, biasanya disertai dengan takhikardi
Obat – Obatan Untuk Atonia Uteri sebagai kompensasi untuk meningkatkan kardiak
Oksitosin output.Karena hipotensi ini bersifat sementara
Saat ini oksitosin merupakan obat pertama yang maka pada umumnya masih bisa ditoleransi oleh
sering digunakan untuk pencegahan maupun pasien-pasien obstetrik.Peningkatan frekwensi
pengobatan atonia uteri. Walaupun demikian jantung atau kardiak output sangat berbahaya pada
dosis dan cara pemberiannya sangat bervariasi pasien dengan gangguan jantung sebelumnya
dan tidak ada pedoman yang benar tentang cara sehingga diperlukan perhatian khusus. Perhatian
pemberian dan dosis yang efektif. Dalam praktek khusus juga diperlukan terhadap pasien yang
sehari-hari sering digunakan bolus intravena mengalami syok hipovolemik.11-15
5–10 unit. Walaupun demikian efek samping
yang timbul tergantung dari dosis pemberian dan Ergonovin Maleat
biasanya tidak akan muncul bila pemberiannya Ergot merupakan obat pilihan kedua untuk
dilarutkan dengan cairan intravena. Beberapa penanganan atonia uteri.Ergot meningkatkan
ahli menyarankan supaya tidak memberikan tonus uterus melalui stimulasi secara langsung
bolus oksitosin lebih dari 5 unit, akan tetapi reseptor alfa adrenergik. Pada umumnya diberikan
masih sedikit penelitian yang dilakukan terhadap dengan dosis 0,25 mg secara intramuskuler
cara paling efektif dalam pemberian oksitosin. tetapi dapat juga diberikan dengan dosis 0,125
Penelitian terbaru menemukan bahwa pemberian mg secara intravena.Jika diberikan terlalu cepat
oksitosin secara bolus dengan dosis 0,35 unit dapat mengakibatkan mual, muntah hebat dan
yang dilanjutkan dengan pemberian 40 mU/ hipertensi berat.Onset dari ergot adalah 3–5 menit.
menit sangat efektif untuk menjaga kontraksi Kadang-kadang ergot diberikan pada bahu bagian
uterus pada pasien sectio caesarea elektif. Hal depan, hal ini berbeda dengan cara pemberian
sebaliknya terjadi pada pasien yang menjalani oksitosin. Ergot tidak boleh diberikan sebelum
operasi sectio caesarea akan mengalami plasenta dilahirkan, karena dapat menyebabkan
perpanjangan kelemahan kontraksi uterus bila peningkatan insiden retensio plasenta. Ergot
sudah dilakukan induksi persalinan dengan alkaloid dapat menyebabkan konstriksi arteri
oksitosin sebelumnya, dan didapatkan dosis dan vena. Hal ini dapat menimbulkan efek
minimum efektif 2,99 unit.Pada umumnya untuk kardiovaskuler yang sangat signifikan, khususnya
profilaksis bisa diberikan oksitosin 20 unit yang hipertensi dan spasme arteri koronaria. Efek ini
dilarutkan dalam 1 liter cairan intravena. Pada tampak semakin jelas pada pasien hipertensi
saat terjadi atonia uteri dapat ditambahkan 20 unit dalam kehamilan, hipertensi kronis dan jika
lagi dalam 1 liter cairan intravena dan diberikan dikombinasi dengan vasopresor yang lain. Apabila
dosis kecil 0,5–1 unit untuk bolus.7,8,12,14 Aspek terjadi peningkatan tekanan darah secara tiba
penting tentang pemberian oksitosin secara -tiba, maka dapat diberikan pengobatan dengan
invitro menunjukkan bahwa pemberian oksitosin vasodilator seperti nitrogliserin, nitroprusid atau
secara kontinyu mengakibatkan penurunan hidralazin.11-15
respon sel myometrium terhadap oksitosin. Hal
ini terjadi karena desensitisasi atau penurunan Karboprost (Hemabate)
respon dari reseptor oksitosin.Hal ini bisa Karboprost (15-Methyl Prostaglandin F2 alpha)
merubah pandangan bahwa pemberian oksitosin pada umumnya diberikan secara injeksi intra
dosis tinggi pada perpanjangan fase persalinan miometrial tetapi dapat juga diberikan secara
adalah tidak memberikan keuntungan. Oleh intramuskuler. Dosis awal dapat diberikan 0,25
karena itu perlu dipertimbangkan sejak awal mg dan dapat diulang setiap 15 menit sampai
untuk memberikan obat uterotonika lain pada mencapai dosis maksimal 2 mg/24 jam. Efek
kasus atonia uteri dengan perdarahan hebat. samping yang dapat terjadi adalah vasokonstriksi
Efek samping yang sering timbul dari pemberian perifir akut, hipertensi,terutama pada pasien
oksitosin bolus intravena adalah mual, muntah dan hipertensi dalam kehamilan, bronkhokonstriksi,
54 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

gangguan ventilasi dan perfusi yang dapat yang hilang, tetapi untuk cairan koloid diberikan
menyebabkan hipoksemia. Karboprost juga tidak sama dengan jumlah darah yang hilang. Pemberian
boleh diberikan pada pasien dengan penurunan cairan intravena sebanyak itu dilakukan sambil
fungsi paru, terutama asma berat dan bronkhitis menunggu ketersediaan darah melalui cross-
kronis.11-15 matched. Koagulopati merupakan suatu akibat
dari kehilangan darah masif atau transfusi darah
Misoprostol masif. Koreksi hipotermi merupakan salah satu
Misoprostol merupakan analog prostaglandin cara mencegah terjadinya koagulopati. Asidosis
E2 sintetis dan diberikan dengan dosis 1000 yang berat dapat dikoreksi dengan pemberian
mcg per rectum.Pada keadaan atonia uteri, natrium bikarbonat, hal ini untuk mencegah
dapat diberikan misoprostol dan karboprost terjadinya depresi miokard karena asidosis yang
secara simultan karena kedua obat tersebut tidak dapat dikoreksi dengan cara pemberian
bekerja pada reseptor yang berbeda. Misoprostol ventilasi.2-4,12-15
cenderung menyebabkan vasodilatasi sehingga
dapat mengakibatkan hipotensi. Penurunan SVR Transfusi Sel Darah Merah
biasanya akan diikuti oleh peningkatan frekwensi Pada pasien atonia uteri yang mengalami
jantung dan kardiak output.11-15 perdarahan hebat pilihan pertama untuk transfusi
darah adalah transfusi sel darah merah.Setiap unit
Terapi Cairan sel darah merah dapat meningkatkan hematokrit 3
Sebagai tindakan awal resusitasi cairan adalah % dan hemoglobin sebesar 1 g/dL, dengan asumsi
dengan cara pemberian cairan intravena secara bahwa perdarahan sudah terkendali. Setelah itu
cepat. Tujuannya adalah memperbaiki aliran dapat dipertimbangkan pemberian:11-15
darah mikrovaskuler dengan maksud untuk
mempertahankan oksigenasi jaringan melalui Platelet
cara meningkatkan volume intravaskuler dan Pemberian platelet tergantung dari beratnya
kardiak output. Jenis cairan yang digunakan dan perdarahan dan jumlah platelet. Pemberian 50 ml
jumlah cairan yang diberikan tergantung dari unit dapat meningkatkan jumlah platelet 5.000–
penyebab yang mendasari insufisiensi sirkulasi 10.000/mm3. Pemberian platelet dipertimbangkan
dan cairan yang tersedia. Pemilihan antara jika jumlah platelet dibawah 50.000/mm3.12-15
kristaloid dengan koloid untuk resusitasi cairan
masih merupakan suatu perdebatan. Pemberian Fresh Frozen Plasma
cairan normal salin dalam jumlah besar telah Fresh frozen plasma diberikan dengan tujuan
dilaporkan dapat mengakibatkan keadaan asidosis untuk mengganti faktor-faktor pembekuan.
hiperkloremik. Karena komposisisi ringer laktat Fresh frozen plasma mengandung semua faktor
yang menyerupai dengan komposisi plasma koagulasi kecuali trombosit. Setiap unit fresh
sehingga cairan ini merupakan cairan kristaloid frozen plasma dapat meningkatkan kadar
fisiologis yang banyak tersedia dan sering fibrinogen sebesar 10 mg/dl. Pemberian fresh
digunakan. Berbeda dengan kristaloid, cairan frozen plasma diindikasikan pada perdarahan
koloid dapat bertahan lebih lama di intravaskuler post partum dengan tujuan untuk mengatasi
sehingga hal ini sangat efektif diberikan pada koagulopati baik karena dilusi ataupun pada
pasien dengan hipovolemia yang berat. Setelah keadaan–keadaan yang mengakibatkan hilangnya
dilakukan pemberian cairan intravena awal baik faktor–faktor pembekuan seperti pada abortus
itu cairan koloid sebanyak 10 ml/kgbb ataupun dengan perdarahan masif, emboli air ketuban,
cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kgbb kemudian preeklamsia berat dan iufd dengan janin yang
harus dievaluasi keadaan klinis dan respon lama dalam kandungan.12-15
hemodinamik.2-4,12,13 Pemberian cairan intravena
awal dapat diulangi jika pasien masih dalam Kriopresipitat
keadaan hipovolemik. Cairan kristaloid diberikan Kriopresipitat mengandung fibrinogen, faktor
sebanyak lebih kurang tiga kali dari jumlah darah VIII, faktor XIII dan faktor von Willebrand.
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan Atonia Uteri 55

Setiap unit kriopresipitat dapat meningkatkan Society Anesthesiologist (ASA) mengenai


level fibrinogen sebesar 10 mg/dl. Kriopresipitat transfusi masif adalah pemberian cairan awal
mengandung sangat banyak faktor-faktor adalah kristaloid dan koloid yang kemudian
pembekuan darah walaupun dalam volume diikuti dengan transfusi sel darah merah. FFP
yang sedikit. Kandungan fibrinogen dalam hanya diberikan apabila seluruh volume darah
kriopresipitat lebih kurang dua kali lipat daripada atau lebih telah diberikan. Sedangkan pemberian
fresh frozen plasma.12-15 transfusi platelet hanya diberikan apabila terdapat
perdarahan mikrovaskular akibat koagulopati dan
Faktor VII bila trombositopenia diperkirakan terjadi.11,12,14,16
Faktor VII dapat diberikan jika perdarahan tetap Komplikasi yang dapat terjadi pada transfusi
aktif, tetapi harus diberikan setelah pemberian masif adalah:
fresh frozen plasma dan kriopresipitat untuk Hipotermi
mengganti faktor pembekuan darah, karena Pencegahan terjadinya hipotermi pada transfusi
faktor VII tidak efektif tanpa pemberian faktor masif dapat mengurangi angka morbiditas dan
pembekuan terlebih dahulu. Pemberian faktor mortalitas secara signifikan. Pada umumnya
VII mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi yang terjadi pada transfusi masif erat
tromboemboli dan juga harganya mahal.12-14 hubungannya dengan penurunan suhu tubuh.
Aritmia dan perubahan EKG dapat terjadi apabila
Fibrinogen sintetis (RiaSTAP) darah masih dalam keadaan dingin ditransfusikan
Hanya tersedia di Amerika Serikat, tetapi FDA melalui vena sentral. Depresi miokard merupakan
merekomendasikan pemberian fibrinogen penyebab utama terjadinya hipotensi dan
sintetis hanya ditujukan untuk pasien dengan penurunan kardiak output dan saat bersamaan
perdarahan akut yang memiliki defisiensi terjadi peningkatan afinitas hemoglobin terhadap
fibrinogen kongenital. Hal ini mungkin sangat oksigen. Perubahan ini sangat merugikan
bermanfaat diberikan pada pasien perdarahan pasien yang sudah mengalami hipovolemi dan
post partum oleh karena atonia uteri dengan kemungkianan dalam keadaan syok. Bahkan juga
kekurangan faktor pembekuan esensial.12,14 terjadi penurunan platelet dan fungsi koagulasi
karena hipotermi tersebut. Sehungga dengan
V. Transfusi Masif demikian sangat penting untuk menjaga kondisi
suhu tubuh pasien selama mendapatkan transfusi
Pada pasien dengan perdarahan oleh karena masif.11-16
atonia uteri pada umumnya diperlukan transfusi Metabolik
darah dalam jumlah besar. Yang dimaksud dengan Hipokalsemia
transfusi masif adalah pemberian transfusi darah Sitrat yang digunakan sebagai antikoagulan
sebanyak volume darah pasien dalam waktu 24 pada produk darah bersifat mengikat kalsium
jam atau lebih dari 7 % berat badan ideal dewasa. sehingga dapat menyebabkan hipokalsemia,
Transfusi masif dapat juga didefinisikan sebagai yang ditandai dengan gejala umum adalah
pemberian transfusi darah sebanyak 50% dari hipotensi. Arotmia dan depresi miokard dapat
volume darah pasien dalam waktu kurang dari 3 menyebabkan gangguan hemodinamik lebih
jam atau pemberian 4 unit PRC dalam waktu satu lanjut.11,13,14 Pengobatan tidak hanya berdasarkan
jam dan diperkirakan masih diperlukan transfusi kadar kalsium total tetapi berdasarkan kadar ion
lebih banyak lagi.11,12,14,16 kalsium yang merupakan bentuk aktif ion kalsium.
Pada transfusi masif diperlukan pemeriksaan Biasanya CaCl lebih disukai dibandingkan
laboratorium untuk menghindari komplikasi kalsium glukonat. Satu gram kalsium klorida
yang tidak diinginkan. Pemeriksaan laboratorium umumnya diberikan dengan kecepatan 100 mg/
yang diperlukan adalah hematokrit, trombosit, menit. Pada saat dilakukan pemberian kalsium
international normalized ratio (INR), activated klorida diperlukan monitoring ketat serum ion
partial thromboplastin time (APTT) dan kalsium.11,13-16
fibrinogen. Berdasarkan pedoman American Hipomagnesemia
56 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Hipomagnesemia juga merupakan komplikasi harus sudah dipikirkan ketika base excess lebih
dari keracunan sitrat dan angka kejadiannya dari 7 meq/l.11,13-15
meningkat pada saat hipotermi. Kadar
magnesium yang rendah merupakan penyebab Koagulopati dilusional
terjadinya fibrilasi ventrikel refrakter dan dapat Penelitian menunjukkan lebih dari 50% pasien
memperburuk keadaan hipokalemia. Indikasi yang mendapat transfusi masif dapat berkembang
pengobatan dengan kadar magnesium kurang dari menjadi koagulasi dilusional yang ditandai
1 meq/l (0,5 mmol/l) atau tergantung dari gejala dengan peningkatan INR lebih dari 0,2; dimana
klinis yang tampak.11,13-16 Magnesium sulfat 33% dengan jumlah trombosit kurang dari 50.000.
dapat dilarutkan dengan 10 ml D5% dan dalam Koagulopati delusional merupakan keadaan
keadaan emergensi dapat diberikan lebih dari lebih lanjut dari disseminated intravascular
1–2 menit. Sebaiknya diberikan secara perlahan coagulopathy (DIC), seperti yang terjadi pada
lebih kurang selama 10 menit untuk mengurangi solusio plasenta berat, kematian bayi intra uterin
efek samping yang terjadi termasuk hipotensi yang lama dan emboli air ketuban.11,14-16Selama
(karena vasodilatasi) dan bradikardi.11,13-16 transfusi masif dilakukan dan keadaan klinis
koagulopati dengan trombositopenia kurang dari
Hiperkalemia 75.000/mm3 maka akan dilakukan pengelolaan
Kalium dilepaskan secara perlahan dari sel darah dengan memberikan trombosit konsentrat (TC).
merah yang disimpan yang dapat merupakan Pengelolaan harus berdasarkan hasil pemeriksaan
penyebab terjadinya 5% hyperkalemia pada laboratorium yang disertai keadaan klinis
transfusi masif.Sel darah merah yang disimpan pasien.11,14,15 Hipofibrinogenemia merupakan
selama 28 hari dapat menyebabkan pelepasan tanda adanya koagulopati paling awal pada
kalium sebesar 6 mmol per unit sel darah merah. transfusi masif. Nilai fibrinogen dipertahankan
Peningkatan gelombang T dapat diterapi dengan ≥ 1 g/l dengan menggunakan FFP atau dapat
menggunakan kalsium klorida intravena.11,13,14 juga dengan pemberian kriopresipitat jika terjadi
keadaan overhidrasi. Akan tetapi padasebagian
Asidosis/Alkalosis besar kasus perdarahan post partum yang
Adanya zat tambahan pada sel darah merah yang dilakukan resusitasi cairan, terutama pada awal
disimpan mengakibatkan penurunan pH kurang resusitasi. Oleh karena itu FFP merupakan pilihan
dari 7,0. Setelah disimpan 21 hari akan terjadi terbaik karena setiap unit FFP mengandung
penurunan pH sampai 6,9 sebagai akibat sekunder dua kali jumlah fibrinogen jika dibandingkan
akumulasi laktat dan asam piruvat sebanyak CO2 dengan kriopresipitat.11,14,15 Meskipun faktor V
hasil dari metabolism sel darah merah. Walaupun dan VIII merupakan faktor yang labil pada darah
peningkatan CO2 dapat diatasi dengan ventilasi simpan, tetapi mereka jarang menjadi penyebab
adekuat tetapi asidosis metabolic mungkin tetap perdarahan sekunder pada transfusi masif. Hal
dapat terjadi. Meskipun demikian patut dicatat ini disebakan karena kadar faktor V dan faktor
bahwa respon keseimbangan asam basa sangat VIII yang kurang 30% dari normal masih
bervariasi seperti pada metabolism sitrat untuk cukup adekuat untuk fungsi hemostasis.11,14,15
menghasilkan HCO yang kemungkinan besar Perlu ditambahkan pada pasien hipotermi dapat
dapat meningkatkan pH.11,13,14,15 mengakibatkan perdarahan yang bermakna secara
klinis walaupun sudah dilakukan transfusi darah,
Oleh sebab itu terapi empiris tidak dianjurkan plasma dan trombosit. Dengan demikian harus
dan pengobatan harus berdasarkan analisa gas dihindari keadaan hipotermi pada saat dilakukan
darah. Jika kondisi pasien berkembang menjadi koreksi terhadap gangguan koagulopati.11,14,15
asidosis metabolik dapat diberikan HCO31 meq/
kg, kemudian dilihat respon pasien, pemberian Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI)
ini dapat diulang setiap 10 menit dengan dosis Kasus ini umumnya behubungan erat dengan
0,5 meq/kg. Pada umumnya asidosis metabolik transfusi sel darah merah, trombosit dan plasma
ringan ditoleransi dengan baik. Pemberian HCO3 tetapi dapat pula terjadi dengan transfuse produk
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia 57
Uteri

darah yang lain seperti gama globulin. Sindrom biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4
ini terdiri dari distres saluran pernafasan bagian jam setelah persalinan. Penyebab atonia uteri
atas, hipoksemia, hipotensi, panas dan udem adalah overdistensi uterus, lemahnya kontraksi
kedua paru-paru. Udem paru ini murni berasal miometrium akibat dari kelelahan karena
dari nonkardiak, hal ini menyebabkan tekanan persalinan lama atau persalinan dengan tenaga
yang rendah pada udem paru dan secara klinis besar, inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh
tidak berbeda dengan ARDS.14-16 Pada keadaan obat-obatan, plasenta letak rendah, toksin bakteri
yang ringan pasien akan tetap hidup dan mungkin (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia),
menunjukkan gejala hipoksia yang yang bersifat hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus
sementara. Oleh karena itu mungkin dapat couvelaire pada solusio plasenta dan hipotermia
menjadi diagnosis banding hipoksemia dan akibat resusitasi masif. Pada kebanyakan kasus,
atau udem paru pada pasien yang mendapatkan manajemen non farmakologi dan uterotonika
transfusi darah.14-16 TRALI umumnya terjadi pada dapat mengurangi perdarahan masif karena
2 jam pertama transfusi tetapi pernah dilaporkan atonia uteri. Jika tidak menunjukkan respon yang
terjadi TRALI setelah 6 jam transfusi.Seringkali baik maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
terjadi perbaikan dalam waktu 24–72 jam dengan Menurut algoritma Varatharajan manajemen
terapi suportif termasuk menggunakan ventilasi perdarahan post partum masif menggunakan
mekanik. Kematian karena TRALI dapat ‘HAEMOSTASIS’.
diturunkan lebih dari 10% dan pada kenyataannya
merupakan penyebab kematian terbesar ketiga Penatalaksanaan anestesi awal terhadap
yang berhubungan dengan transfusi.14-16 perdarahan post partum terdiri dari intervensi
dasar termasuk didalamnya terapi O2, monitoring
VI. Simpulan noninvasif, pemasangan jalur intra vena dengan
menggunakan kateter intravena yang besar
Perdarahan masih menjadi penyebab utama dan melakukan resusitasi cairan.Pemilihan
kematian maternal. Angka Kematian Ibu (AKI) tehnik anestesi tergantung dari keadaan klinis
di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan rencana tindakan berikutnya oleh dokter
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar kandungan. Oksitosin merupakan obat pertama
228 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan yang sering digunakan untuk pencegahan maupun
obstetri merupakan komplikasi serius kehamilan pengobatan atonia uteri.Efek samping yang sering
yang dapat menjadi penyebab utama kematian timbul dari pemberian oksitosin bolus intravena
maternal dan perinatal. Pencegahan dan antisipasi adalah mual, muntah dan hipotensi. Ergot,
terhadap atonia uteri dapat dilakukan selama karboprost (15-Methyl Prostaglandin F2 alpha)
periode antenatal. Pencegahan yang dilakukan dan misoprostol merupakan obat pilihan kedua
pada wanita hamil dengan risiko tinggi adalah untuk penanganan atonia uteri. Pada pasien atonia
dengan cara pemberian vitamin dan zat besi uteri yang mengalami perdarahan hebat pilihan
selama kehamilannya. Perdarahan post partum pertama untuk transfusi darah adalah transfusi sel
adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi darah merah, setelah itu dapat diberikan platelet,
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 fresh frozen plasma, kriopresipitat, faktor VII
ml setelah persalinan abdominal. Perdarahan dan fibrinogen sintetis (RiaSTAP), Transfusi
post partum dapat dibagi menjadi dua yaitu masif adalah pemberian transfusi darah sebanyak
perdarahan post partum dini/perdarahan post volume darah pasien dalam waktu 24 jam atau lebih
partum primer (early postpartum hemorrhage) dari 7 % berat badan ideal dewasa. Pemeriksaan
dan perdarahan pada masa nifas / perdarahan post laboratorium yang diperlukan adalah hematokrit,
partum sekunder (late postpartum hemorrhage). trombosit, international normalized ratio (INR),
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut activated partial thromboplastin time (APTT)
otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan dan fibrinogen. Berdasarkan pedoman American
memendek. Atonia uteri merupakan penyebab Society Anesthesiologist (ASA) mengenai
perdarahan post partum yang paling penting dan transfusi masif adalah pemberian cairan awal
58 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

kristaloid dan koloid kemudian diikuti dengan Support in Obstetric (ALSO) and post
transfusi sel darah merah. FFP hanya diberikan partum hemorrhage. Chapter J Post Partum
apabila seluruh volume darah atau lebih telah Hemorrhage: Third Stage Emergency. Acta
diberikan. Sedangkan platelet hanya diberikan Obstetrica et Gynecologica Scandinavica.
apabila terdapat perdarahan mikrovaskular 2013.
akibat koagulopati dan bila trombositopenia
diperkirakan terjadi. Komplikasi yang dapat 9. Novie M. Perdarahan post partum primer.
terjadi pada transfusi masif adalah hipotermi, w w w. n o v i e m i g h t y m a x . w o r d p r e s s .
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperkalemia, com/2012/06/15/perdarahan-post-partum-
asidosis/alkalosis, koagulopati dilusional, primer/Ihgg.2012.
transfusion related acute lung injury (TRALI).
10. Mochtar R. Perdarahan post partum. http://
Daftar Pustaka www.medlinux.blogspot.com/2009/02/
perdarahan-post-partum.html.2009.
1. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro
GH, Waspodo D. Buku Acuan Nasional 11. Brown HL. Post partum hemorrhage: 11
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, critical questions, answered by an expert.
Jakarta:JNPKKR-YBPSP, 2000. OBG Management.2011; 23 (1).http://www.
obgmanagement.com.
2. Bisri T, Suwondo BS, Wahjoeningsih S.
Anestesi Obstetri. Komisi Pendidikan SpAn 12. Smith JR. Post partum hemorrhage. http://
KAO,KATI. 2013, 153–64. www.anesthesia.utoronto.ca/edu/cme/
courses/m08/m08p19.htm.
3. Chestnut DH. Obstetric anesthesia: Principles
and practice. 4th edition. Mosby Elsheiver. 13. Lim PS. Uterine atony: management
Philadelphia. 2009, 811–36. strategies. Universiti Kebangsaan Malaysia
Medical Center. http://www.cdn.intechopen.
4. Hughes CS. Anesthesia For Obstetrics. com/pdfs-wm/32726.pdf.
4thedition. Lippincot William & Wilkins.
Philadelphia, 361–371. 14. World Health Organization. WHO guidelines
for the management of postpartum
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Yayasan haemorrhage and retained placenta.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Switzerland. 2009.
Jakarta. 2005.
15. Breathnach F, Geary M. Uterine atony:
6. Porter M. Obstetric Anaesthetists Handbook. definition, prevention, nonsurgical
7thedition. University Hospitals Coventry management and uterine tamponade.
and Warwickshire NHS Trust.2013. h t t p : / / w w w. w h q l i b d . w h o . i n t /
publications/2009/9789241598514_eng.pdf.
7. Braveman FR. 1st ed. Obstetric and
gynecologic anesthesia. Mosby Elsheiver. 16. Aras P, Faisal, Syafri KA. Transfusi masif
Philadelphia. 2006. pada syok hemoragik. Majalah Kedokteran
Terapi Intensif. 2014; 4 (2): 22–5
8. Evensen A, Anderson J. Advanced Life
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar

Gusti Muhammad Fuad Suharto, Rory Denny Saputra


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat-RSUD Ulin
Banjarmasin

Abstrak

Operasi caesar merupakan prosedur bedah yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Operasi ini menyebabkan
nyeri pasca operatif sedang hingga berat sebagai akibat insisi pfannenstiel yang umumnya dikaitkan dengan
rasa nyeri pada uterus dan somatik pada dinding abdomen. Analgesia pasca operasi yang memadai pada pasien
obstetrik sangat penting karena mereka memiliki kebutuhan pemulihan bedah yang berbeda, yaitu meliputi
menyusui dan perawatan bayi baru lahir, hal ini dapat terganggu jika analgesia yang diberikan tidak memuaskan.
Rejimen analgesik pasca operasi yang ideal harus efektif tanpa mempengaruhi ibu untuk merawat neonates
dan dengan efek transfer obat yang seminimal mungkin melalui ASI. Saat ini banyak cara yang paling aman
dan efektif dari intervensi manajemen nyeri pasca operasi seperti anestesi lokal dengan infiltrasi kulit, analgesia
epidural, dan blok bidang seperti blok transversus abdominis plane (TAP) dan blok ilioinguinal-iliohipogastrik
(II-IH). Blok TAP merupakan teknik anestesi regional dimana serabut saraf aferen yang menginervasi dinding
abdomen bagian anterolateral diblokir dengan mengguakan anestesi lokal di bidang transversus abdominalis.
Potensinya dalam meningkatkan kualitas dan durasi analgesia setelah berbagai operasi abdomen bawah sudah
tidak bisa dipungkiri lagi. Sekarang, dengan bantuan USG menjadikan blok TAP sebagai metode yang aman dan
efektif untuk memberikan analgesia pasca operasi caesar dibandingkan dengan perawatan standar pasca operasi.
Selain itu, blok TAP juga dikaitkan dengan pengurangan konsumsi opioid, peningkatan kepuasan pasien, dan
efektif untuk mengurangi nyeri dibandingkan dengan teknik analgesia lainnya.

Kata kunci: analgesia; anestesi, blok transversus abdominis plane (TAP); nyeri pasca operasi; operasi caesar

Efficacy of Transversus Abdominis Plane Block After Post Caesarean Section Delivery

Abstract

Caesarean section is the most common surgical procedure performed worldwide. This operation causes moderate
to severe postoperative pain as a result of pfannenstiel incision which is commonly associated with pain in the
uterus and somatic in the abdominal wall. Adequate postoperative analgesia in obstetric patients is very important
because they have different surgical recovery needs, which include breastfeeding and newborn care, this is can
be disrupted if the analgesia given is not satisfactory. The ideal postoperative analgesic rejimen must be effective
without affecting the mother to treat the neonate and with minimal effect of drug transfer through breast milk.
There are currently many of the safest and effective ways of interventions for postoperative pain management
such as local anesthetic skin infiltration, epidural analgesia, and field block like TAP and II-IH. TAP block is
a regional anesthetic technique where afferent nerve fibers that innervate the anterolateral abdominal wall are
blocked by using local anesthesia in the transverse abdominal plane area. Potential in improving the quality and
duration of analgesia after various lower abdominal operations is inevitable. Now, with ultrasound guiding, the
TAP block is a safe and effective method for providing analgesia post caesarean section delivery compared to
standard postoperative care. In addition, TAP block is also associated with a reduction of opioid consumption,
increased patient satisfaction, and is effective in reducing pain compared to other analgesia technique.

Key words: anaesthesia; analgesia; caesarean section; postoperative pain; transversus abdominis plane block

59
60 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

I. Pendahuluan menghilangkan nyeri pasca operasi caesar,


baik dengan pemberian intratekal atau dengan
Operasi caesar merupakan salah satu prosedur pemberian parenteral pasca operasi sebagai
bedah yang paling umum dilakukan di seluruh komponen analgesia multimodal selama periode
dunia. Peningkatan frekuensi yang stabil dalam pasca operasi. Namun mereka memiliki efek
beberapa tahun terakhir belum sepenuhnya samping yang merugikan seperti mual, muntah,
diklarifikasi, namun hal ini bisa disebabkan oleh sedasi, pruritus, dan risiko depresi pernapasan
banyaknya praktik obstetri, riwayat operasi caesar ibu yang tertunda, yang semuanya mengurangi
sebelumnya, atau tekanan dari instansi, ekonomi, kepuasan pasien secara keseluruhan. Selain
sosial dan budaya. Operasi caesar menyebabkan itu, efek samping terkait opioid ini dapat
nyeri pasca operatif sedang hingga berat sebagai menghasilkan masalah lain untuk ibu yang
akibat dari nyeri uterus dan somatik pada dinding baru melahirkan seperti keterlambatan inisiasi
abdomen.1 menyusui dini dan gangguan ikatan ibu/bayi.4
Saat ini banyak cara yang paling aman dan
Di Amerika Serikat pada tahun 2014, sekitar efektif dari intervensi untuk manajemen nyeri
1,28 juta wanita menjalani operasi caesar, pasca operasi caesar seperti anestesi lokal dengan
terhitung yaitu 32% dari semua kelahiran. Untuk infiltrasi kulit, analgesia epidural, dan blok
dokter anestesi obstetrik yang merawat wanita bidang seperti tranversus abdominis plane (TAP)
setelah menjalani operasi caesar, pemberian dan ilioinguinal-iliohypogastric (II-IH).4 Oleh
analgesia pasca operatif yang efektif penting sebab itu perlu diketahui keefektivan dari blok
untuk beberapa alasan. Pertama, wanita menilai TAP sebagai salah satu rejimen manajemen nyeri
pencegahan rasa sakit selama dan setelah operasi pasca operasi caesar.
caesar merupakan prioritas tertinggi mereka.
Kedua, nyeri akut setelah operasi caesar dapat Blok Transversus Abdominis Plane
berkembang menjadi nyeri yang persisten, Blok tranversus abdominis plane (TAP) pertama
sehingga dapat menyebabkan penggunaan opioid kali diperkenalkan oleh Rafi pada tahun 2001
yang lebih besar, pemulihan fungsional yang sebagai teknik yang dipandu melalui segitiga petit
tertunda, dan peningkatan terjadinya risiko depresi untuk mencapai bidang transversus abdominis.
post partum. Ketiga, memastikan analgesia yang Ini melibatkan injeksi anestesi lokal ke dalam
efektif dapat mengoptimalkan ikatan ibu-neonatal bidang antara otot oblikus interna dan otot
dan menyusui setelah melahirkan.2 tranvesus abdominis, karena saraf torakolumbal
berasal dari radik spinalis T6 sampai L1 berjalan
Nyeri menduduki peringkat tertinggi diantara ke bidang ini dan menginervasi saraf sensorik
hasil klinis yang tidak diinginkan terkait dengan ke anterolateral dinding abdomen. Penyebaran
operasi Caesar. Analgesia pasca operasi yang anestesi lokal dibidang ini dapat memblokir
memadai pada pasien obstetri sangat penting serabut aferen dan memberikan analgesia ke
karena mereka memiliki kebutuhan pemulihan dinding abdomen anterolateral.5
bedah yang berbeda yaitu meliputi menyusui dan
perawatan bayi baru lahir, ini dapat terganggu Dengan kemajuan teknologi ultrasound, blok TAP
jika analgesia yang diberikan tidak memuaskan. secara teknis lebih mudah dan lebih aman untuk
Rejimen analgesik pasca operasi caesar yang dilakukan. Oleh sebab itu, terdapat peningkatan
ideal harus efektif tanpa mempengaruhi ibu untuk penggunaan pada blok TAP sebagai tambahan
merawat neonatus dan dengan efek transfer obat terapi untuk analgesia setelah operasi pada
seminimal mungkin melalui ASI.3 bagian abdomen. Dalam dekade terakhir, telah
banyak bukti yang mendukung keefektifan dari
Menjadi suatu bentuk analgesia pasca operatif blok TAP untuk berbagai operasi pada abdomen,
yang ideal masih belum diketahui, tetapi banyak seperti operasi caesar, histerektomi, kolesistomi,
prosedur yang dilakukan dengan anestesi kolektomi, prostatektomi, dan perbaikan hernia.
spinal dan opioid yang umum digunakan untuk Walaupun efek analgesiknya hanya mencakup
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 61

nyeri somatik dengan durasi pendek, blok TAP arteri iliaka sirkumfleksa profunda (pleksus TAP
sekali pakai memainkan peran yang berharga inferior) serta arteri epigastrik inferior profunda
dalam analgesia multimodal. Bersamaan dengan (pleksus aponeurosis rektus abdominis). Karena
infus kontinyu atau anestesi lokal liposomal penyatuan saraf segmental tepat di atas otot
dalam jangka panjang, blok TAP dapat mengatasi tranversus abdominis, penyebaran anestesi lokal
masalah durasi yang singkat.5 subfasia dapat memberikan analgesia dinding
abdomen anterolateral.5
Anatomi
Anatomi yang relevan ditunjukan pada gambar Ramus primer anterior dari saraf spinal T6-T12
1. Pemahaman yang menyeluruh tentang anatomi melewati antara muskulus oblikus internus dan
dapat membantu dokter untuk menentukan lokasi transversus abdominis yang kemudian menembus
injeksi, meningkatkan tingkat keberhasilan, dan rektus abdominis dan berakhir sebagai cabang
mencegah komplikasi.5 kulit bagian anterior, yang menginervasi anterior
dari abdomen (dari linea mediana anterior sampai
Serabut saraf torakolumbal merupakan serabut linea midklavikularis). Diantara ramus anterior
saraf yang bertanggungjawab untuk inervasi ini, T12 melintasi muskulus kuadratus lumborum
kulit segmental dari dinding abdomen. Mereka sebelum memasuki TAP, seperti yang ditunjukan
terbagi menjadi ramus primer anterior dan ramus pada gambar 1.(b). Cabang-cabang kulit bagian
primer posterior pendek setelah keluar dari lateral berasal dari sudut kosta posterior. Selain
foramen intervertebra. Ramus posterior bergerak itu, cabang-cabang kulit lateral yang juga berasal
kebelakang, sedangkan ramus anterior bercabang dari saraf spinal T6-T11 akan terbagi menjadi
menjadi dua untuk menginervasi kulit lateral dan cabang-cabang anterior dan posterior, cabang-
anterior dinding abdomen. Dinding abdomen cabang anterior akan menginervasi dinding
anterolateral terutama dipersarafi oleh ramus abdomen menuju margin lateral rektus abdominis,
anterior saraf spinalis torakolumbal (T6-L1), sementara cabang-cabang posteriornya akan
yang menjadi interkostal (T6-T11), subkostal ke belakang untuk menginervasi kulit diatas
(T12), dan saraf ilioinguinal/iliohipogastrik (L1) latissimus dorsi. Namun, cabang kulit lateral dari
(Gambar 1.(a)). Cabang-cabang ini selanjutnya T12 tidak membagi lebih jauh menjadi cabang
bergabung di beberapa lokasi, termasuk anterior dan posterior (gambar 1.(b)). Cabang ini
bergabung di cabang besar pada dinding hanya menginervasi bagian dari wilayah gluteal
abdomen anterolateral (interkostal/pleksus TAP dan beberapa filamennya yang terendah mencapai
superior) dan pleksus yang berjalan dengan trochanter mayor (gambar 1.(c)). Saraf spinal dari

Gambar 1. Saraf spinalis torakolumbal (T6-L1) yang menginervasi abdomen anterolateral. (a) distribusi
struktur neurovascular di dinding abdomen anterolateral. (b) jalur saraf spinalis torakolumbal (T12). Ini
adalah bagian penampang abdomen sinistra. Ramus primer anterior dari saraf segmental terbagi menjadi
cabang kutaneus anterior dan lateral, yang menginervasi dinding abdomen anterolateral. (c) distribusi
segmental saraf kulit pada abdomen
62 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

L1 akan terbagi menjadi saraf iliohipogastrik dan


saraf ilioinguinal, yang menginervasi kulit daerah
gluteal di belakang cabang kutaneus lateral dari
T12, daerah hipogastrik, bagian medial atas paha,
dan daerah genital.5

Karena cabang kulit lateral meninggalkan


TAP posterior ke linea midaksilaris, maka
injeksi didaerah posterior dengan anestesi lokal
disarankan jika diperlukan analgesia untuk dinding
abdomen anterior dan lateral. Namun, sebagian
besar cabang kulit lateral muncul sebelum saraf
utama memasuki TAP, dan hanya cabang dari Gambar 2. struktur otot dinding abdomen
T11 dan T12 yang memiliki jalur pendek di dalam anterolateral. RA: rektus abdominis; TA:
atau melalui TAP. Untuk blokade cabang kulit transversus abdominis; IO: obliks interna;
lateral, blok TAP hanya dapat menutupi cabang EO: oblikus eksterna; LS: linea semilunaris.
kulit T11 dan T12 bahkan dengan injeksi yang Garis putus-putus merah: perbatasan lateral
lebih posterior. Berdasarkan distribusi cabang rektus abdominis.5
T9-T12, pendekatan lateral dapat dilakukan pada
linea midaksilaris antara margin kosta dan krista lainnya adalah otot-otot yang terletak di lateral
iliaka dapat memberikan analgesia periumbilikal yaitu transversus abdominis, oblikus internus
dan infraumbilikal, sedangkan pendekatan dan oblikus eksternus, berurutan dari profunda
posterior yang dilakukan dari posterior ke linea ke superfisial, dan terutama terkait dengan blok
midksilaris memiliki potensi untuk memberikan TAP. Tiga otot saling melapisi satu sama lain
beberapa derajat analgesia untuk dinding di abdomen lateral dan berakhir medial sebagai
abdomen bagian lateral. Penyebaran paravertebra aponeurosis yang disebut linea semilunaris,
dari T5 ke L1 telah dilaporkan hanya dengan yang lateral ke rektus abdominis. Pleksus TAP
blok TAP posterior. Cabang-cabang L1, yang terletak pada transversus abdominis. Oleh karena
menjadi saraf ilioinguinal dan iliohipogastrik, itu, injeksi lokal intramuskuler mungkin juga
melewati TAP dekat bagian anterior krista memiliki beberapa efek analgesik.5
iliaka. Dengan demikian, blok TAP pada level
ini mirip dengan blok saraf ilioinguinal dan Klasifikasi
iliohipogastrik. Namun, blok saraf ilioinguinal/ TAP adalah ruang anatomi potensial diantara
iliohipogastrik langsung adalah pilihan yang transversus abdominis dan oblikus internus
lebih baik dibandingkan dengan blok TAP jika (atau rektus abdominis), dan blok bidang dengan
hanya analgesia L1 yang diperlukan.5 Penyebaran infiltrasi TAP disebut sebagai blok TAP. Ada
injeksi di TAP mungkin dipengaruhi oleh variasi beberapa pendekatan yang berbeda untuk blok
anatomi, volume yang diinjeksikan, dan pilihan TAP yang dipandu USG. Tidak seperti blok saraf
pendekatan. Untuk mencapai kualitas analgesia perifer spesifik, blok TAP adalah “blok bidang”
terbaik tanpa meningkatkan volume dan toksisitas non dermatomal. Bahkan dengan teknik USG
sistemik terkait, penting untuk memilih metode yang sama, tingkat penyebaran anestesi lokalnya
yang paling tepat dengan mempertimbangkan dapat bervariasi karena variasi anatomi individu.
distribusi saraf segmental.5 Dari berbagai pendekatan dikategorikan menjadi
empat kelompok yang terdiri dari blok TAP
Ada empat otot berpasangan di dinding abdomen subkostal, oblik subkostal, lateral dan posterior
anterolateral yaitu rektus abdominis, transversus TAP. Klasifikasi ini didasarkan pada saraf
abdominis, oblikus interna dan oblikus eksterna. spinal yang terlibat dari pada posisi transduser,
Rektus abdominis berjalan sejajar di garis meskipun semua cabang anterior bergabung pada
tengah dan dipisahkan oleh linea alba. Tiga oto TAP, namun setiap saraf segmental menginervasi
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 63

daerah yang berbeda. T6-T8 menginervasi area memberikan analgesia pada cabang kulit bagian
di bawah margin xiphoid dan sejajar ke kosta, lateral dari saraf segmental, pendekatan posterior
T9-T12 menginervasi daerah periumbilikal dan dengan menginjeksian dari posterior ke linea
dinding abdomen bagian lateral serta krista iliaka, midaksilaris dapat memberikan analgesia yang
dan L1 akan menginervasi abdomen bagian lebih baik ke dinding abdomen bagian lateral.5
anterior dekat dengan daerah inguinal dan paha.5
Blok TAP ganda, yang secara teknis
Klasifikasi blok TAP berdasarkan pada sistem menggabungkan subkostal dengan lateral,
nomeklatur terpadu ditunjukkan pada tabel memberikan cakupan yang lebih luas untuk
2.1. Banyak pendekatan telah disarankan dinding abdomen bagian atas dan bawah.
untuk memberikan analgesia pada abdomen Dengan membius kedua pleksus, yaitu pleksus
bagian atas, seperti oblik subkostal, subkostal, TAP superior (pleksus interkostal, yang terdiri
atau subkostal atas. Namun, mereka sangat dari gabungan cabang besar anterolateral) dan
mirip di daerah dimana deposit anestesi lokal pleksus TAP inferior (arteri iliaka sirkumfleksa
kecuali untuk pendekatan oblik subkostal, profunda) (gambar 1.(a)). Pendekatan dengan
yang mencakup abdomen bagian atas dan jarum panjang lateral ke medial dapat mencakup
bawah menggunakan teknik hidrodiseksi.5 T7/8 sampai L1. Jika blok TAP ganda dilakukan
Blok TAP midaksilaris atau lateral dilakukan secara bilateral, itu disebut dengan blok TAP
dengan menempatkan transduser pada atau ganda bilateral dan mencakup dinding abdomen
anterior ke linea aksilaris antara margin kosta anterior dengan empat kuadrannya.5 Seperti
dan krista iliaka. Hal ini dapat memberikan disebutkan sebelumnya, blok TAP oblik subkostal
analgesia pada dinding abdomen bagian bawah adalah blok TAP subkostal yang dimodifikasi.
dari linea mediana anterior ke linea midklavikula. Dengan hidrodisesksi TAP sepanjang garis oblik
Dibandingkan dengan blok TAP lateral, blok TAP subkostal (dari xiphoid menuju bagian anterior
posterior mendekati teknik TAPganda pada segitiga krista iliaka), larutan anestesi menyebar melintasi
petit lumbal dengan menginjeksikan anestesi lokasi saraf T6-L1 dan dengan demikian
lokal ke permukaan apponeurosis transversus berpotensi mencakup kedua bagian dinding
abdominis dan menawarkan analgesia yang lebih abdomen baik atas maupun bawah. Karena
baik dan lebih lama dari pada pendekatan lateral. hanya membutuhkan satu penetrasi melalui
Selain itu, injeksi subkostal tidak selalu

Tabel 1. Klasifikasi blok TAP yang dipandu ultrasound dan area yang diinervasi.5
Pendekatan Segmen utama nervus torakolumbal Area inervasi
Subkostal T6-9 Cabang kulit anteror Abdomen bagian atas tepat
dibawah xiphoid dan sejajar
dengan margin kosta
Lateral T10-12 Cabang kulit anterior Dinding abdomen bagian
anterior di daerah infaum-
bilikal, dari linea mediana
anterior ke linea midklavi-
kula
Posterior T9-12 Cabang kulit anterior Dinding abdomen bagian
(memungkinkan cabang anterior di daerah infraum-
kulit lateral) bilikal dan kemungkinan
dinding abdomen bagian
lateral antara margin kosta
dan krista iliaka
Oblik subkostal T6-L1 Cabang kulit anterior Abdomen bagian atas dan
bawah
64 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

pendekatan subkostal tetapi mencakup baik dapat memberikan analgesia yang lebih spesifik
pleksus TAP superior maumpun inferior seperti dan lebih baik dari pada blok TAP. Blok pada
TAP ganda, tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kuadratur lumborum juga merupakan alternatif
salah satu dari kedua kelompok ini secara tepat. yang menjanjikan untuk memblok cabang L1
Dengan demikian, blok TAP oblik subkostal yang berjalan di atas permukaan kuadratus
harus dikategorikan sebagai teknik independen lumborum. Blok bidang fasia transversalis yang
dan spesifik untuk blok TAP (Tabel 2.1). karena dipandu USG juga memberikan analgesia pada
blok TAP subkostal yang lebih rendah mencakup dermatom L1, namun memerlukan injeksi yang
area yang sama dengan blok TAP lateral dan lebih dalam dari pada blok TAP dan berisiko
tidak memberikan analgesia pada dermatom T7- untuk kelemahan motorik yang sulit diantisipasi
8, maka blok TAP subkostal yang lebih rendah karena penyebaran ke pusat dan proksimal
dikategorikan sebagai blok TAP lateral.5 menuju psoas mayor.5

Blok TAP posterior memiliki manifestasi yang Teknik


berbeda dibandingkan dengan blok TAP lateral, Kemajuan saat ini dalam teknik berkelanjutan
termasuk efek analgesik dan durasinya. Baik untuk mengatasi keterbatasan blok TAP dengan
dengan pendekatan lateral maupun subkostal hanya sekali injeksi telah dibahas. Pasien
akan menghasilkan penyebaran warna dari ditempatkan dalam posisi terlentang untuk semua
posterior ke linea midaksilaris dan dengan pendekatan ini, kecuali untuk sedikit lateralisasi
demikian menjadikan pengecualian pada cabang pada pendekatan posterior dalam beberapa kasus.5
saraf kulit lateral, yang mungkin dapat dicegah Panduan USG sekarang dianggap sebagai standar
dengan pendekatan posterior. Cabang-cabang emas untuk blok saraf perifer. Untuk melakukan
L1 membelah menjadi saraf ilioinguinal dan blok TAP yang dipandu USG, identifikasi TAP
iliohipogastrik. Jika analgesia pada dermatom adalah prioritas pertama. Disarankan langkah-
L1 adalah fokus utama, maka disarankan untuk langkah pencarian TAP dengan: (1) letakan
menargetkan cabang L1 yang spesifik seperti transduser secara melintang tepat dibawah
blok saraf ilioinguinal dan iliohipogastrik yang prosesus xiphoid dan cari hubungan antara rektus
abdominis dan linea alba. (2) putar transduser
secara oblik dan pindahkan ke lateral, sejajar
dengan margin kosta. Pada tingkat ini, TAP
adalah bidang antara rektus abdominis dan
transversus abdominis, atau TAP tidak ada di
sini karena transversus abdominis berakhir di
ujung lateral rektus abdominis pada beberapa
pasien. (3) pindahkan transduser sepanjang
margin kosta lebih lateral sampai aponeurosis
dari linea semilunaris, yaitu lateral dari rektus
abdominis. Oblikus interna dan oblikus eksterna
terletak disebelah lateral dari linea semilunaris.
Sehingga dapat mulai mengidentifikasi tiga
lapisan otot yaitu transversus abdominis, oblikus
interna, dan oblikus eksterna (dari profunda ke
Posisi transduser dari setiap blok TAP yang dipandu superfisial). TAP terletak tepat diatas transversus
USG ditunjukkan pada Gambar 3. dan gambar USG
abdominis. (4) pindahkan transduser lebih lateral
yang sesuai ditunjukkan pada gambar 4.5
ke linea midaksilaris, dan periksa ke atas dan ke
Gambar 3. Empat pendekatan blok transversus
abdominis plane (TAP) dengan panduan ultra- bawah antara margin kosta dengan krista iliaka.
sound. Garis merah putus-puts menunjukan garis Biasanya tiga otot dapat dilihat, dan TAP adalah
oblik subkostal, dari xiphoid ke bagian anterior antara oblikus interna dan transversus abdominis.
krista iliaka.5 (5) jika transduser ditempatkan di posterior, maka
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 65

Gambar 4. Identifikasi ultrasonografi pada bidang transversus abdominis. RA: rektus abdominis;
TA: transversus abdominis; IO: obliks interna; EO: oblikus eksterna; LS: linea semilunaris.5

ditemukan bahwa oblikus interna dan transversus Blok TAP subkostal, seperti yang ditunjukan pada
abdominis meruncing menjadi aponeurosis, gambar 5.(a) dan dijelaskan dalam langkah (1)
atau disebut dengan fasia torakolumbalis, yang dan (2), transversus abdominis diidentifikasikan
terhubung ke batas akhir kuadratus lumborum. sebagai lapisan otot yang lebih hipoekoik tepat
TAP adalah antara oblikus interna dan transversus dibawah rektus abdominis. Endapan anestesi lokal
abdominis dan berlanjut dengan aponeurosis. dimulai antara transversus abdominis dan rektus
Posisi transduser dari setiap blok TAP yang abdominis, medial ke linea semilunaris (gambar
dipandu USG ditunjukkan pada Gambar 3. dan 5.(b)). Jika transversus abdominis berakhir di
gambar USG yang sesuai ditunjukkan pada ujung lateral rektus abdominis, anestesi lokal
gambar 4.5 dapat diendapkan antara transversus abdominis
dan oblikus interna lateral ke linea semilunaris,

Gambar 5. Pendekatan subkostal blok transversus abdominis plane (TAP). (a) posisi transduser dan arah
jarum, transduser sejajar dengan margin kosta didekat xiphoid, jarum dimasukan ke dalam bidan. (b)
Jadilah gambar USG yang sesuai. TAP berada di antara rektus abdominis dan transversus abdominis,
dan anestesi lokal tersebar di bidang ini untuk menutupi pleksus TAP superior. Garis putus-putus putih:
lintasan jarum; area biru muda: tempat penyebaran anestesi lokal; RA: rektus abdominis; TA: transver-
susabdominis
66 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Gambar 6. Pendekatan lateral blok transversus abdominis plane (TAP). (a) posisi transduser
dan lintasan jarum, transduser berada di dekat atau di linea midaksilaris antara margin kosta
dan krista iliaka, jarum dimasukan ke dalam bidang. (b) jadilah gambar USG yang sesuai, TAP
berada di antara oblikus internus dan transversus abdominis, dan anestesi lokal tersebar di bi-
dang ini untuk menutupi pleksus TAP inferior. Garis putus-putus putih: lintasan jarum; area
biru muda: tempat penyebaran anestesi lokal; IO oblikus interna; EO: oblikus eksterna; TA:
transversus abdominis.5

tetapi mungkin lebih baik memasukan injeksi bidan. (b) Jadilah gambar USG yang sesuai. TAP
dari bawah rektus abdominis ke sisi lateral untuk berada di antara rektus abdominis dan transversus
mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.5 abdominis, dan anestesi lokal tersebar di bidang
Gambar 5. Pendekatan subkostal blok transversus ini untuk menutupi pleksus TAP superior. Garis
abdominis plane (TAP). (a) posisi transduser dan putus-putus putih: lintasan jarum; area biru muda:
arah jarum, transduser sejajar dengan margin tempat penyebaran anestesi lokal; RA: rektus
kosta didekat xiphoid, jarum dimasukan ke dalam abdominis; TA: transversusabdominis.5 Blok

Gambar 7. Pendekatan posterior blok transversus abdominis plane (TAP). (a) posisi transduser
dan lintasan jarum, transduser ditempatkan posterior ke linea midaksilaris antara margin kosta
dan krista iliaka, jarum dimasukan ke dalam bidang. (b) jadilah gambar USG yang sesuai, di
posterior transversus abdominis berubah menjadi aponeurosis, dan kuadratus lumborum dapat
dilihat di posteromedial ke aponeurosis, tempat injeksi berada di TAP antara oblikus interna dan
transversus abdominalis posterior ke linea midaksilaris dan dekat aponeurosis. Garis putus-putus
putih: lintasan jarum; area biru muda: tempat penyebaran anestesi lokal; IO oblikus interna;
EO: oblikus eksterna; QL: kuadratus lumborum; TA: transversus abdominis.5
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 67

TAP lateral, pada langkah (4) dapat diidentifikasi memberikan analgesia dinding abdomen atas dan
tiga lapisan otot pada linea mid aksilaris antara bawah, seperti blok TAP ganda. Dibandingkan
margin kosta dengan krista iliaka. Setelah dengan blok TAP ganda, blok TAP oblik subkostal
mengukur kedalaman TAP, jarum disisipkan lebih konsisten mencakup dermatom L1. Hanya
jauh dari transduser pada jarak yang sama sesuai diperlukan penetrasi tunggal untuk pendekatan
dengan prinsip membuat jarum pada bidang blok oblik subkostal, namun dibutuhkan sejumlah
anestesi regional dalam (gambar 6.(a)). Jarum di besar anestesi lokal untuk menghidrolisis TAP
majukan ke transversus abdominis dan ditarik sepanjang garis oblik subkostal ipsilateral.
kembali secara bertahap dengan aspirasi teratur Sehingga dapat memberikan analgesia yang lebih
dan kemudian bidang dihidrogenasikan sampai menjanjikan untuk operasi abdomen dan mungkin
terdapat tanda mata, sebuah elips yaitu penyebaran lebih baik dibandingkan dengan pendekatan
hipoekoik anestesi lokal. Kalau tidak, hal itu juga lateral. Akan tetapi, blok TAP oblik subkostal
logis untuk meninggalkan anestesi lokal di bawah jauh lebih sulit, dengan membengkokkan jarum
fasia untuk memastikan analgesia yang optimal pada awalnya dan kemudian memasukan kembali
karena saraf terikat pada transversus abdominis. selama memajukan jarum mungkin membantu
Jika opasiti merata muncul dalam oblikus interna, dalam melakukan blok.5
maka mengindikasikan injeksi intramuskular atau
anestesi lokal tersebut tidak memisahkan fasia Komplikasi
dengan baik, dan ujung jarum harus direposisi. Kerusakan viseral karena tusukan peritoneum
Namun, injeksi intramuskular dari transversus yang tidak disengaja saat melakukan blok TAP
abdominis mungkin masih memberikan beberapa telah banyak dilaporkan. Meskipun risikonya
efek analgesia. Pengaturan setengah-udara juga dapat diminimalkan dengan USG, potensi
dapat mengidentifikasi bidang fasia yang benar cidera iatrogenik masih ada karena kegagalan
menggunakan uji volume injeksi dan mencegah dalam membayangkan seluruh jarum selama
cidera neurologis insidental. Gambar 6.(b) memajukannya. Komplikasi lain yang dilaporkan
menunjukan gambar USG dari blok TAP lateral.5 dari blok TAP termasuk kejang, aritmia ventrikel,
dan kelumpuhan saraf femoralis transien.
Blok TAP posterior, dimana pendekatannya mirip Untuk meminimalisir toksisitas sistemik,
dengan lateral, tetapi transduser USG bergerak konsentrasi aliran anestesi lokal harus dipilih
lebih posterior seperti yang ditunjukkan pada ketika menggunakan rejimen dengan volume
gambar 7.(a). Ini untuk melihat titik dimana yang banyak (misalnya, 20ml secara bilateral)
transversus abdominis berakhir, seperti yang diperlukan untuk untuk keberhasilan blok.
dijalaskan pada langkah (5). Saat pemindaian Komunikasi yang baik antara dokter anestesi dan
posterior, transversus abdominis keluar dan dokter bedah juga membantu mencegah overdosis
berubah menjadi aponeurosis. Kuadratus dengan injeksi anestesi lokal berulang setelah
lumborum dapat dilihat posteromedial ke blok TAP. Ketersediaan segera emulsi lipid dan
aponeurosis (gambar 7.(b)), ini merupakan terapi darurat lainnya direkomendasikan untuk
tempat injeksi superfisial untuk aponeurosis blok TAP. Kelumpuhan saraf femoralis transien
dekat kuadratus lumborum.5 setelah blok TAP diinduksi oleh kesalahan
pengendapan lokal anestesi antara transversus
Blok TAP oblik subkostal, yaitu dimodifikasi dari abdominis dengan fasia transversalis. Karena
blok TAP subkostal. Tidak seperti pendekatan saraf femoralis terletak pada bidang jaringan
lain, diperlukan jarum yang lebih panjang (15- yang sama, maka anestesi lokal sedikitpun seperti
20cm) dan volume anestesi yang lebih besar (40- 1 ml yang mengalir ke posteromedial dapat
80ml). Garis oblik subkostal memanjang dari mengelilingi saraf femoralis. Menggunakan
xiphoid menuju bagian krista iliaka anterior dan panduan USG untuk menemukan ujung jarum
berpotensi untuk memblok saraf T6-L1 dalam akan membantu mengidentifikasi TAP dan
TAP (Gambar 3.). Dengan demikian, anestesi lokal menghindari penyebaran anestesi lokal ke saraf
yang diinjeksikan dalam TAP sepanjang garis ini femoralis.5
68 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

II. Efektivitas Blok Transversus Abdominis keenam, dan keduabelas pasca operasi caesaria
Plane Pasca Operasi Caesar secara signifikan lebih rendah bila dibandingkan
dengan kelompok pasien yang tidak menerima
Terdapat peningkatan bertahap dalam jumlah aplikasi tambahan setelah anestesi spinal
operasi caesar yang dilakukan di seluruh dunia. (p<0,05). Selain itu, jumlah penggunaan
Ini adalah tren global dan bertanggung jawab atas tramadol yang digunakan di ruang pemulihan
lebih dari seperempat dari seluruh kelahiran di dan selama 24 jam pasca operasi serta secara
dunia. Rasa sakit dan kesulitan yang substansial signifikan kelompok pasien dengan blok TAP
diantisipasi mengikuti prosedur bedah besar seperti lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
operasi caesar. Manajemen nyeri pasca operasi kontrol (p<0,05). Serta, skor kepuasan pasien
yang efektif sangat penting dalam subkelompok yang dinilai pada 24 jam pasca operasi secara
ini untuk memfasilitasi ambulasi dini, perawatan signifikan kelompok pasien dengan blok TAP
bayi, dan ikatan ibu-bayi.6 Komponen penting lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
dari rasa sakit dan ketidaknyamanan disebabkan kontrol (p<0,05). Hasil ini serupa dengan
oleh insisi dinding abdomen. Teknik anestesi penelitian menggunakan blok TAP yang dipandu
regional seperti infiltrasi lokal anestesi, blok dengan USG, yaitu menurunkan intensitas nyeri
saraf ilioinguinal, blok bidang abdomen, dan blok dalam 24 jam pertama pasca operasi caesar
transversus abdominis plane (TAP) digunakan serta menurunkan kebutuhan analgesik lainnya,
untuk mengurangi rasa sakit dari insisi dinding karena pada kelompok kontrol memerlukan
abdomen. Dinding abdomen anterolateral telah tambahan beberapa dosis injeksi tramadol pada
dijelaskan diinervasi oleh saraf torakolumbal T6 24 jam setelah operasi caesar.7,8 Penelitan yang
hingga L1 yang melintasi bidang lapisan antara dilakukan untuk melihat penyebaran injeksi
otot transversus abdominis dan oblikus internus. setelah blok TAP menggunakan USG menyatakan
Blok TAP adalah teknik anestesi regional dimana bahwa saraf T10-L1 pada bidang transversus
agen lokal anestesi diinjeksikan ke TAP untuk abdominalis dapat terpengaruh dengan volume
memblokir saraf sensorik yang memasok dinding 20 ml lokal anestesi.
abdomen anterior.
Konsentrasi lokal anestesi dapat disesuaikan
Blok TAP telah menunjukkan manfaat analgesik dengan kondisi pasien, namun alih-alih
yang lebih baik dibandingkan dengan plasebo bergantung pada konsentrasi, blok TAP
dalam banyak percobaan prospektif acak terkontrol merupakan metode yang bergantung pada
untuk operasi caesar.6 Blok TAP merupakan jumlah volume lokal anestesi. Asalkan diberikan
teknik anestesi regional yang relatif baru, volume yang cukup, maka memungkinkan untuk
dimana serabut saraf aferen yang menginervasi mencapai analgesia yang berlangsung sekitar
dinding abdomen bagian anterolateral diblokir 24–48 jam.7 Dalam sebuah penelitian lain untuk
dengan mengguakan anestesi lokal di bidang mengevaluasi keefektivan blok TAP pasca operasi
transversus abdominalis. TAP sebagai bagian caesar diamati bahwa aplikasi blok TAP yang
dari rejimen analgesik multimodal pasca operasi dipandu dengan bantuan USG pada pasien yang
secara perlahan sudah mendapatkan popularitas. menjalani operasi caesar di bawah anestesi spinal
Potensinya dalam meningkatkan kualitas mengakibatkan penurunan rasa nyeri, mengurangi
dan durasi analgesia setelah berbagai operasi konsumsi opioid pada periode pasca operasi dan
abdomen bawah sudah tidak bisa dipungkiri efek samping terkait opioid, serta peningkatan
lagi. Penelitian membuktikan bahwa blok TAP kenyamanan pasien. Selain itu, secara signifikan
memperpanjang durasi analgesia (±6,5 jam).6 meningkatkan akurasi dari penginjeksian anestesi
Penelitian yang dilakukan pada kelompok pasien lokal dan mengurangi kejadian efek samping
yang diberikan blok TAP pasca operasi caesaria sehingga semakin mempopulerkannya sebagai
mendapatkan hasil skor VAS pada saat masuk analgesia blok saraf pasca operasi caesaria.7,9,10
ruang pemulihan, keluar dari ruang pemulihan,
dan pada jam pertama, kedua, ketiga, keempat, Penelitian yang dilakukan dimana melibatkan
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 69

pasien yang menjalani operasi caesar dengan itu, didapatkan fakta bahwa sebagian besar
anestesi umum menunjukan bahwa aplikasi pasien dalam kelompok kontrol yang hanya
blok TAP yang dipandu dengan bantuan USG menerima analgesia rutin pasca operasi caesar
menghasilkan pengurangan konsumsi morfin menginginkan analgesia tambahan, yang secara
dalam 24 jam pertama dan skor VAS pasca operasi tidak langsung menunjukkan manfaat analgesia
yang lebih rendah. Selain itu, evaluasi efektivitas dari blok TAP atas kelompok kontrol.10 Penelitian
blok TAP yang dilakukan setelah anestesi spinal yang membandingkan pendekatan lateral dan
juga menunjukkan penurunan skor VAS serta posterior pada blok TAP yang dipandu USG
konsumsi analgesik yang terkait dengan prosedur. untuk analgesia pasca operasi caesar dengan
Hasil ini juga konsisten dengan sebuah penelitian anestesi spinal menunjukkan bahwa pendekatan
meta-analisis tentang manfaat utama dari blok posterior lebih unggul dari pada pendekatan
TAP yaitu ditemukannya pengurangan konsumsi lateral terutama pada waktu istirahat.7 Banyak
morfin pasca operasi caesar dibandingkan dengan penelitian telah menunjukkan efektivan blok TAP
pasien yang menerima agen tidak aktif (termasuk untuk menghilangkan rasa nyeri pasca operasi
plasebo dan perawatan standar).7,11 Sebuah caesar. Salah satunya menemukan bahwa semua
meta-analisis yang meninjau 7 penelitian yang saraf yang terlibat pada nyeri pasca operasi
melibatkan blok TAP setelah anestesi umum ceasar akan melintasi TAP di linea midaksilaris.
dan 2 penelitian yang melibatkan blok TAP Oleh karena itu pendekatan oblik subkostal dari
setelah anestesi spinal menyimpulkan bahwa blok TAP muncul sebagai analgesia yang lebih
aplikasi blok TAP memiliki kontribusi yang baik pada keempat kuadran abdomen, baik diatas
signifikan dalam manajemen nyeri pasca operasi maupun dibawah umbilikus.9
caesar dalam kasus anestesi spinal yang tidak
melibatkan penambahan injeksi opioid intratekal. Berbagai aditif dapat ditambahkan ke anestesi
Adapun aplikasi anestesi spinal yang melibatkan lokal untuk memperpanjang durasi analgesia
penambahan opioid, dalam penelitian ini tidak yang dihasilkan dengan blok saraf. Clonidine,
menunjukan efek yang signifikan dari blok TAP.7 dexmedetomidine, fentanyl, dan sufentanil
Penelitian acak lain yang menggabungkan merupakan aditif yang umum digunakan.
efektivitas morfin intratekal terhadap blok TAP Telah ditunjukkan dalam berbagai penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan bahwa penambahan seperti clonidine ke lokal
injeksi morfin intratekal memiliki skor VAS anestesi dapat meningkatkan aksi blok saraf
yang lebih rendah pada saat istirahat dan selama perifer.10 Kriteria evaluatif yang paling penting
beraktivitas serta mengurangi konsumsi analgesik mengenai kepuasan pasien adalah sensasi
tambahan bila dibandikan dengan pasien nyeri. Manajemen nyeri pasca operasi yang
yang mendapatkan blok TAP. Namun, mereka efektif memiliki arti penting untuk evaluasi ini.
mengalami lebih banyak efek samping yang terkait Konsisten dengan literatur, yaitu kepuasan pasien
dengan morfin. Dalam meta-analisis mereka juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
termasuk 312 kasus, disimpulkan bahwa aplikasi blok TAP.7 Blok lain dimana blok TAP sering
blok TAP dapat dengan mudah dilakukan pada dibandingkan adalah infiltrasi luka dan blok saraf
kasus pasien yang memiliki kontraindikasi untuk II-IH. Penelitian yang membandingkan blok
pemberian opioid intratekal.7,12 TAP dengan infiltrasi luka untuk analgesia pasca
operasi caesar menunjukkan bahwa blok TAP
Pada penelitian yang juga dilakukan untuk lebih baik dibandingkan dengan infiltrasi luka.7,13
mengevaluasi efektivitas dan keamanan blok Penelitian yang juga membandingkan efektivitas
TAP dengan panduan USG pasca operasi ceasar blok TAP dengan blok II-IH pada pasien pasca
mendapatkan hasil bahwa kelompok pasien yang operasi caesar mendapatkan hasil bahwa semua
diberikan blok TAP secara signifikan memiliki pasien dalam kedua kelompok memerlukan satu
skor nyeri yang lebih rendah dibandingkan dosis tambahan analgesik berupa injeksi natrium
dengan kelompok pasien yang hanya menerima diklofenak 50mg intravena, tetapi kemudian 57%
analgesia rutin pasca operasi caesar. Selain pasien tidak memerlukan analgesik tambahan
70 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

lebih lanjut pada kelompok blok TAP, sedangkan 3. Kerai S, Saxena KN, Taneja B. Post‑caesarean
pada kelompok blok II-IH hanya 13% yang analgesia: What is new? Indian J Anaesth.
tidak memerlukan tambahan analgesik lebih 2017;61(3):200–14.
lanjut. Dengan demikian, blok TAP memberikan
penghilang rasa nyeri pasca operasi yang lebih 4. Ahemed SA, Denu ZA, Getinet Kassahun
baik dari pada blok saraf II-IH sebagai bagian H, Yilikal Fentie D. Efficacy of Bilateral
dari rejimen multimodal dalam operasi caesar. Transversus Abdominis Plane and
Selain itu, ketika jarum dimajukan melintasi Ilioinguinal-Iliohypogastric Nerve Blocks
bidang neurofasial dari dinding abdomen anterior, for Postcaesarean Delivery Pain Relief under
blok TAP secara signifikan meningkatkan efek Spinal Anesthesia. Anesthesiol Res Pract.
analgesik.14,15 2018;2018.

Keterbatasan untuk intervensi blok TAP adalah 5. Tsai HC, Yoshida T, Chuang TY, Yang
keterampilan yang lebih besar diperlukan untuk SF, Chang CC, Yao HY, et al. Transversus
seorang dokter anestesi, kemungkinan keterlam- Abdominis Plane Block: An Updated Review
batan pergantian pasien merupakan sebagai wak- of Anatomy and Techniques. Biomed Res Int.
tu tambahan yang diperlukan untuk mengelola 2017;2017:3–9.
blok TAP, serta juga memerlukan peralatan yang
canggih seperti USG. Selain itu, blok TAP buta 6. John R, Ranjan R, Ramachandran T,
dikaitkan dengan komplikasi seperti kejadian George S. Analgesic efficacy of transverse
suntikan ke intraperitoneal maupun intravasku- abdominal plane block after elective cesarean
lar. Namun dengan menggunakan panduan USG, delivery – Bupivacaine with fentanyl versus
maka dapat mengakuratkan deposisi dari anestesi bupivacaine alone: A randomized, double-
lokal dibidang neurovaskular dengan benar dan blind controlled clinical trial. Anesth Essays
menghindari komplikasi terkati prosedur.9,10 Res. 2017;11(1):181.

III. Simpulan 7. Karatepe U, Ozer AB. Evaluation of post-


operative analgesic efficacy of transversus
Blok TAP yang dipandu dengan bantuan USG abdominis plane block in patients who
merupakan metode yang aman dan efektif untuk underwent caesarian section under spinal
memberikan analgesia pasca operasi caesar anesthesia. Biomed Res. 2018;29(10):2101–5.
sebagai bagian dari rejimen multimodal, serta
dikaitkan dengan pengurangan konsumsi opioid, 8. Ashraf V, Yasrab M, Shahid S. Efficacy of
dan peningkatan kepuasan pasien dibandingkan Ultrasound Guided Bilateral Transversus
dengan perawatan standar pasca operasi dan teknik Abdominis Plane Block for The Acute Post-
analgesik lainnya seperti infiltrasi luka, blok Operative Pain Relief in the Obstetrics and
epidural, dan blok ilioinguinal-iliohipogastrik. Gynecological surgeries in First 24 Hours.
2020;70(1):91–5.
Daftar Pustaka
9. Dwivedi D, Bhatnagar V, Goje H, Ray A,
1. Arroyo-Fernández FJ, Calderón Seoane JE, Kumar P. Transversus abdominis plane block:
Torres Morera LM. Strategies of analgesic A multimodal analgesia technique – Our
treatment after cesarean delivery. Current experience. J Mar Med Soc. 2017;19(1):38.
state and new alternatives. Rev Española
Anestesiol y Reanim (English Ed. 2020; 10. Leeladharan S, Puthenveettil N, Rakhi B, Nair
S, Kumar L. Analgesic efficacy and safety of
2. Carvalho B, Butwick AJ. Postcesarean ultrasound guided transverse abdominis plane
delivery analgesia. Best Pract Res Clin block in postcesarean section patients—A
Anaesthesiol. 2017;31(1):69–79. randomized control trial. J Obstet Anaesth
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar 71

Crit Care. 2020;10(1):16. after cesarean delivery. J Turkish Ger Gynecol


Assoc. 2017;18(1):26–32.
11. Ma N, Duncan JK, Scarfe AJ, Schuhmann
S, Cameron AL. Clinical safety and 14. Kiran Lv, Sivashanmugam T, Kumar VH,
effectiveness of transversus abdominis plane Krishnaveni N, Parthasarathy S. Relative
(TAP) block in post-operative analgesia: efficacy of ultrasound-guided ilioinguinal-
a systematic review and meta-analysis. J iliohypogastric nerve block versus transverse
Anesth. 2017;31(3):432–52. abdominis plane block for postoperative
analgesia following lower segment cesarean
12. Gao Y, Guo M, Du C, Zhang H, Zhang H, section: A prospective, randomized
Gharaei H. Clinical study of ultrasound- observer-blinded trial. Anesth Essays Res.
guided transversus abdominis plane block for 2017;11(3):713.
analgesia after cesarean section. Med (United
States). 2019;98(41). 15. Jin Y, Li Y, Zhu S, Zhu G, Yu M. Comparison
of ultrasound‑guided iliohypogastric/
13. Görkem Ü, Koçyiğit K, Toğrul C, Güngör ilioinguinal nerve block and transversus
T. Comparison of bilateral transversus abdominis plane block for analgesia after
abdominis plane block and wound infiltration cesarean section: A retrospective propensity
with bupivacaine for postoperative analgesia match study. Exp Ther Med. 2019;289–95.
Indeks Penulis

A M. Ridho Aditya, 26
Andi Salahuddin, 1
P
B Purwoko, 26
Budi Yulianto Sarim, 47
R
D RTH Supraptomo, 20
Dwiana Sulistyanti, 9 Rio Rusman, 26
Rafidya Indah Septica, 35
G Rory Denny Saputra, 59
Gusti Muhammad Fuad Suharto, 59
S
I Susilo Chandra, 35
Isngadi, 35
Y
M Yusmein Uyun, 9
Muh. Zulkifli, 1
Muh. Ramli Ahmad, 1
Indeks Subjek

A O
Anestesi, 27, 35, 59 Onset blok, 1
Akreta, 27 Open lung recruitment; 9
Atonia uteri, 47 Operasi obstetri, 35
Analgesia, 59 Operasi caesar, 59

B
Bupivacain, 1 P
Blok transversus abdominis plane (TAP), 59 Plasenta, 27
Perdarahan postpartum, 47
C
COVID-19, 35
R
D Regional subarachnoid block, 20
Durasi blok, 1
S
I Sectio caesarea transpertoneal, 20
Impending eclampsia, 20 Seksio, 27
Sesarea, 27
M
Manajemen perioperatif atonia uteri, 47 T
Tekanan darah, 1
N
Nadi, 1 U
Nyeri pasca operasi, 59 Udem paru akut, 9
Pedoman Bagi Penulis

I. Ketentuan Umum lebih dari 20 halaman.


4. Surat pembaca tidak lebih dari 1 halaman.
1. Redaksi majalah Jurnal Anestesi Obstetri
Indonesia menerima tulisan mengenai III. Kelengkapan Naskah
Anestesi Obstetri dalam bentuk Laporan
Penelitian, Laporan Kasus, Tinjauan Pustaka, 1. Naskah diketik dengan format dokumen
dan surat kepada editor. (doc) atau docx ke e-mail jaoiinasoacc@
2. Naskah yang dipertimbangkan dapat dimuat gmail.com.
adalah naskah lengkap yang belum pernah 2. Naskah tersusun sesuai urutan: 1) judul dan
dipublikasikan dalam majalah nasional penulis, 2) abstrak dan kata kunci, 3) isi,
lainnya. 4) ucapan terima kasih bila ada, 5) daftar
3. Naskah yang telah dimuat dalam proceeding pustaka, 6) tabel gambar dengan keterangan.
pertemuan ilmiah masih dapat diterima bila 3. Penulis diharapkan menyimpan salinan
mendapat persetujuan tertulis dari panitia seluruh naskah tersebut.
penyelenggara; diberi keterangan mengenai
nama, tempat, dan saat berlangsungnya IV. Judul dan Penulis
pertemuan tersebut.
4. Hak cipta seluruh isi naskah yang dimuat 1. Judul naskah ditulis tidak menggunakan
menjadi milik penerbit dan seluruh isisnya singkatan. Judul Bahasa Indonesia, tidak
tidak boleh diproduksi dalam bentuk apapun lebih dari 12 kata, judul berbahasa Inggris
tanpa ijin penerbit. tidak melebihi 10 kata.
5. Seluruh pernyataan dalam naskah merupakan 2. Nama penulis ditulis lengkap dengan gelar
tanggung jawab penulis. akademis, nama departemen dan institusi,
6. Penerbit berhak melakukan suntingan naskah serta satu alamat korespondensi dan alamat
dalam rupa gaya, bentuk, dan kejelasan tanpa e-mail penulis.
merubah isi.
7. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan V. Abstrak dan Kata Kunci
kepada penulis bila ada permintaan
sebelumnya. 1. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan
8. Naskah ditulis dengan mengikuti kaidah Bahasa Inggris dan tidak lebih dari 250 kata.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2. Abstrak Penelitian: Tidak lebih dari 250 kata.
9. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan Terdiri dari IMRAD (Introduction, Method,
istilah Bahasa Indonesia yang baku. Result, and Discussion). Dalam introduction
mengandung latar belakang dan tujuan
II. Bentuk Naskah penelitian, method mengandung subyek dan
metode, result memuat hasil terpenting, dan
1. Naskah diketik dengan huruf Times New dalam discussion diakhiri dengan Simpulan.
Roman 12, spasi ganda, jarak tepi kertas 3. Abstrak Laporan Kasus: Terdiri dari
dengan tulisan 2,5 cm, dan ukuran kertas A4 pendahuluan, kasus, pembahasan, dan
(210x297 mm). simpulan.
2. Naskah hasil penelitian klinis dan kedokteran 4. Abstrak Tinjauan Pustaka: Terdiri dari
dasar tidak lebih dari 30 halaman. pendahuluan, isi, dan simpulan.
3. Tinjauan pustaka dan laporan kasus tidak 5. Kata kunci terdiri dari 3-10 kata dalam
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. X. Daftar Pustaka

VI. Isi 1. Daftar pustaka disusun sesuai dengan


ketentuan Vancouver, sebaiknya tidak lebih
1. Isi naskah hasil penelitian: 1) dari 30 buah dan berupa rujukan terbaru
pendahuluan, 2) metode, 3) hasil dalam 8 tahun terakhir.
dan diskusi, 4) simpulan dan saran. 2. Rujukan diberi nomor sesuai dengan urutan
2. Isi naskah laporan kasus: 1) pendahuluan, 2) pemunculannya dalam naskah.
laporan kasus, 3) diskusi, 4) simpulan. 3. Hindari penggunaan abstrak dan komunikasi
3. Isi naskah tinjauan pustaka: 1) pendahuluan, pribadi, kecuali sangat penting.
2) isi tinjauan pustaka, 3) penutup. 4. Nama jurnal disingkat sesuai yang tercantum
4. Tidak diperkenankan menggunakan dalam Index Medicus.
singkatan yang tidak lazim dan catatan kaki. 5. Contoh penulisan daftar rujukan:
5. Pencantuman nomor daftar pustaka, nomor
gambar, dan tabel tersusun sesuai urutan Artikel dalam jurnal baku:
kemunculan dalam naskah. Cantumkan “et al” bila lebih dari 6 penulis.
6. Gunakan angka Arab yang ditulis Bateman BT, Mhyre JM, Ehrenfeld J,
superscript untuk merujuk daftar pustaka. Kheterpal S, Abbey KR, Argalious M, et al.
The risk and outcomes of epidural hematomas
VII. Tabel dan Gambar after perioperative and obstetric epidural
catheterization: a report from the multicenter
1. Tabel dan gambar disajikan dalam lembar perioperative outcomes gruoup research
terpisah dan telah disebutkan letaknya dalam consortium. Anesth Analg 2013; 116: 1380-5.
narasi naskah.
2. Judul tabel diletakkan di atas dan setiap tabel Organisasi sebagai penulis:
diberi keterangan sesuai dengan nomor yang The Heart Failure Association of the European
ditulis dengan angka Arab. Society of Cardiology Working Group. Current
3. Setiap singkatan dalam tabel diberi keterangan state of knowledge on aetiology, diagnosis,
berupa catatan kaki di bawah tabel. management and therapy of peripartum
4. Gambar diberi nomor dengan angka Arab cardiomyopathy. Eur J Heart Fail 2010; 12: 767-78.
dan nama/keterangan diletakkan di bawah
gambar. Tanpa nama penulis:
5. Keterangan pada gambar dan tabel Cancer in South Africa (editorial). S Afr Med J
harus cukup informatif, sehingga mudah 1994; 84: 15.
dimengerti.
Buku dan Monograf
VIII. Metode Statistik Penulis perorangan:
Norris MC. Handbook of Obstetric Anesthesia.
Metode statistik yang digunakan harus dijelaskan 2000. Philadelphia, Lippincott Williams &
dalam bab metodologi. Untuk metode yang Wilkins.
jarang digunakan harus diterangkan secara rinci
dan diberi keterangan rujukan. Bab dalam buku:
Eldridge J. Obstetric anaesthesia and analgesia.
IX. Ucapan Terima Kasih In: Alman KG, Wilson IH (eds). Oxford
Handbook of Anaesthesia, 3rd ed. Oxford,
Ucapan terima kasih terbatas untuk pemberi Oxford University Press, 2014; 2014: 735-98.
bantuan teknis dan/atau dana serta dukungan dari
pemimpin institusi. Organisasi sebagai penulis dan penerbitan:
Institute of Medicine (US). Looking at the future
of the Medicaid Programme. Washington (DC): Materi Elektronik
The Institute, 1992. Artikel jurnal dalam format elektronik:
Lipton B, Fosha D. Attachment as a transformative
Editor sebagai penulis: process in AEDP: operationalizing the intersection
Boom CE. Anestesia untuk operasi nonjantung of attachment theory and affective neuroscience.
pada pasien dewasa dengan kelainan jantung. Journal of Psychotherapy Integration [Online
In: Boom CE (ed). Panduan Klinis Perioperatif Journal] 2011 [diunduh 25 November 2011)].
Kardiovaskuler Anestesia. Jakarta, Aksara Tersedia dari: http://www.sciencedirect.com
Bermakna; 2013: 176-84.
Penanggungjawab, pemimpin, dan segenap redaksi Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih yang tulus
kepada mitra bebestari:

Prof. Sri Wahjoeningsih, dr., SpAn, KIC, KAO


(Universitas Airlangga–Surabaya)
Prof. Marwoto, SpAn, KIC, KAO
(Universitas Diponegoro–Semarang)
Prof. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO
(Universitas Sumatera Utara–Medan)
Prof. Dr. I Made Wiryane, dr., SpAn, KIC, KAO
(Universitas Udayana–Denpasar)
Nazlina Santoso, dr., SpAn, KAP, KAO
(Universitas Riau–Pekanbaru)
Dr. Yusmein Uyun, dr., SpAn, KAO
(Universitas Gadjah Mada–Yogyakarta)
Dr. Purwoko, SpAn, KAO
(Universitas Sebelas Maret–Solo)
Dr. Hari Bagianto, KIC, KAO, KMN
(Universitas Brawijaya–Malang)
Ery Leksana, dr., SpAn, KIC, KAO
(Universitas Diponegoro–Semarang)
Ratih Kumala Fajar apsari, dr., MSc, KAO
(Universitas Gadjah Mada–Yogyakarta)

Atas kerjasama yang terjalin selama ini, dalam membantu kelancaran penerbitan Jurnal Anestesi
Obstetri Indonesia, semoga kerjasama ini dapat berjalan lebih baik untuk masa yang akan datang

Redaksi

Anda mungkin juga menyukai