Anda di halaman 1dari 10

pengantar

Daripada mengajar di sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) secara terpisah

lebih baik jika mengajar bersama sebagai aplikasi. STEM berhasil mengembangkan tatanan yang lebih
tinggi

mahasiswa berpikir di Amerika Serikat, itu kemudian menyebar secara global [1]. Di Indonesia, STEM
akan membantu

pendidikan karena tujuan pendidikan dan STEM mengembangkan siswa dengan tatanan yang lebih
tinggi

keterampilan berpikir sebagai berpikir kreatif dan kritis.

Dalam sains, fisika memiliki posisi yang baik untuk menerapkan keterampilan berpikir kreatif. Fisika
adalah subjek

terdiri dari teori dasar dan rumus tentang alam. Dari bagian alam itulah siswa dapat berpikir

secara kreatif dengan mengolah teori dan rumus untuk memecahkan masalah [2]. Proses yang
mengarah ke

menciptakan lebih dari satu solusi disebut pemikiran divergen [3]. Pemikiran divergen biarlah menjadi
solusi

bervariasi dengan berpikir lancar, fleksibel, asli, dan rumit [4]. Mengembangkan jawaban yang berbeda
sebagai a
bagian dari tes adalah cara untuk memahami berpikir kreatif dalam fisika.

Setelah beberapa periode pembelajaran, guru harus mengevaluasi pembelajarannya dengan mengukur
siswa

terus tingkatkan untuk mencapai tujuan tersebut [5]. Masalahnya di Indonesia adalah ketersediaannya

alat ukur kreatif dalam fisika adalah kurangnya pilihan. Guru kebanyakan menggunakan pemikiran
tingkat rendah

instrumen untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam Fisika [6]. Guru tidak dapat
mengevaluasi pembelajaran mereka

proses jika pengukuran tidak sesuai untuk tujuan pendidikan. Evaluasi sangat penting dalam kehidupan
kita sehari-hari, termasuk dalam pendidikan kita. Dengan melakukan evaluasi, guru adalah

mampu memberikan penilaian dan evaluasi terhadap tujuan pendidikan. Guru tidak dapat melakukan
apa pun

evaluasi jika mereka tidak mengetahui kualitas atau nilai siswa. Aktivitas untuk mengukur seberapa
banyak

nilai yang dimiliki siswa mereka disebut penilaian [7]. Guru harus menilai siswanya untuk mengevaluasi

dan tingkatkan.
Mengembangkan penilaian untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak semudah keterampilan
berpikir tingkat rendah.

Brookhart [8] menyatakan bahwa ujian untuk berpikir tingkat tinggi tidak dapat dilakukan dalam pilihan
ganda biasa.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meminta siswa untuk menganalisis, mensintesis dan membuat,
sementara tes biasa meminta mereka untuk melakukannya

Pikirkan mana yang tidak benar atau mana yang benar. Pilihan ganda dua tingkat dapat menampung
lebih tinggi

penilaian pemikiran urutan.

Kegiatan menciptakan sesuatu dari awal ilmu dapat dimanfaatkan dengan cara berpikir kreatif.

Bott [9] menyatakan bahwa berpikir kreatif harus mampu mensintesis informasi untuk menghasilkan
suatu solusi.

Beberapa solusi dapat diklasifikasikan ke dalam pemikiran divergensi. Keterampilan untuk berpikir
secara berbeda mengarah ke (1)

fluency yang artinya menghasilkan solusi dalam jumlah yang banyak, (2) flexible yang artinya fleksibel
dalam

menghasilkan ide dan jawaban yang variatif, (3) orisinalitas, yang artinya kemampuan menghasilkan dan
berbeda
ide unik, dan (4) elaborasi untuk menghasilkan ide dengan detail [10]. Dalam pembelajaran Fisika
solusinya

dapat diolah dengan berpikir kreatif. Fisika sebagai mata pelajaran terdiri dari rumus dan konsep dasar

tentang STEM. Oleh karena itu, makalah ini memaparkan pengukuran berpikir kreatif fisika
menggunakan two-tier

pilihan ganda untuk mendukung sains, teknologi, teknik, dan matematika.

Sisa dari makalah ini disusun sebagai berikut: Bagian 2 menjelaskan metode penelitian yang diusulkan.

Bagian 3 menyajikan hasil yang diperoleh dan diikuti dengan diskusi. Akhirnya Bagian 4 menyimpulkan
ini

kerja.

2. Metode Penelitian

Makalah ini menggunakan metode Research and Development 4-D (Define, Design, Development,
Disseminat)

sebagai metode untuk mengembangkan computer adaptive test (CAT) yang dikombinasikan dengan
perencanaan pengembangan pengujian oleh

Dallo Antonio & Oriondo [11] yang terdiri dari beberapa step (a). Desain (2). Ujian, dan (3). Perakitan
ujian. Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa kelas di beberapa sekolah di Gunung Kidul
Yogyakarta.

Tes yang dikembangkan perlu diuji oleh banyak siswa untuk menguji reliabilitas.

2.1 Uji Bangun

2.1.1 Desain Tes

Tujuan tes ini disesuaikan dengan kurikulum, karena tes ini akan membantu guru dalam
mengembangkan siswa untuk bertindak kreatif

dan efektif dalam mata pelajaran fisika. Mata pelajaran tersebut berdasarkan mata pelajaran fisika
kurikulum 2013 (revisi 2016)

pada semester ganjil (lihat Tabel 1). Setelah menentukan mata pelajaran, buat matriks yang mirip
dengan cetak biru tes yang berisi informasi

tentang jumlah distribusi materi. Tes akan dikembangkan dalam 200 soal dalam 4 model yang berbeda

disebut A, B, C, dan D. Seperti yang dinyatakan di atas bahwa berpikir kreatif akan disebut berpikir
divergen. Tes akan dilakukan oleh

menggunakan aspek dan sub aspek dari pemikiran divergen. Aspek (1) fluency yang artinya
memproduksi

jawaban dalam jumlah besar, (2) fleksibilitas, yang artinya fleksibel menghasilkan ide dan jawaban yang
bervariasi, (3)
orisinalitas, yaitu kemampuan menghasilkan ide yang berbeda dan unik, dan (4) elaborasi ke

menghasilkan ide dengan detail. Peneliti kemudian menyimpulkan indikator dari aspek dan sub aspek
[12] (lihat

Tabel 2) Panduan penilaian tes ini menggunakan Partial Credit Model (PCM) untuk item polythomous.
Siswa

akan mendapat 4 jika jawaban dan alasannya benar, 3 jika hanya alasan yang benar, 2 jika hanya
jawaban yang benar

dan 1 jika tidak ada jawaban dan alasan yang benar. Kemudian nilai tersebut akan dimasukkan ke
dalam rumus rumus ke

mendapatkan nilai kemampuan berpikir kreatif setiap siswa.

Tujuan penggunaan PCM adalah untuk menjadi lebih baik dalam menilai kemampuan siswa [13]. PCM
dapat digunakan untuk

menafsirkan ilmu pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis [14]. Ini adalah sistem penilaian yang
perlu diukur oleh guru

kemampuan tidak hanya nilai siswa. PCM adalah model sistem penilaian Rasch yang dikembangkan,

Setiap item memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda tergantung dari sifat orang tersebut. Muraki
dan Bock telah menyebutkan
formula PCM [15]. Rumus tersebut dapat disusun dengan skor 1, 2, 3, dan 4. Perbedaan skor yang
dimiliki

interpretasi perbedaan probabilitas masing-masing siswa. Setelah membangun setidaknya 200


pertanyaan untuk diuji

uji coba, langkah selanjutnya adalah mendapatkan validasi dari penilaian ahli. Rubrik Validitas terdiri
dari 3 skala,

dari 1 sampai 3. Skala (1) untuk Not Suited, skala (2) untuk Suit dan kemudian (3) untuk Suit sangat
banyak .. Scale tersebut

akan dianalisis oleh indeks V Aiken oleh Azwar [16]. Di mana, indeks V = Aiken; I0 = Titik skala terendah;
r = dari I0 + 1 sampai I0 + (c-1); s = r- I0

Langkah selanjutnya dengan mengonversi data dari nilai Aikens semua validasi menjadi interval nilai
Aiken

form 0 sampai 1. Nilai Aiken dapat diterima jika mendapat skor dari 0,037 sampai 1,00. Tes harusnya

direvisi setelah penilaian ini. Setelah tes dirancang dan divalidasi, contohnya akan seperti di

di bawah:

Cerobong asap didesain memiliki 2 bagian, yakni atas dan bawah. Bagian bawah cerobong secepatnya

berhubungan dengan sebuah ruangan sedangkan bagian atasnya berhubungan dengan lingkungan yang
luas.
Bagaimana kondisi kecepatan dan tekanan pada cerobong asap, simbol a untuk cerobong diatas

ruangan, dan b untuk cerobong dibawah ruangan? 2.1.2 Uji Coba

Peneliti perlu melakukan tes terbatas yang membutuhkan sedikitnya 250 siswa. Tes diadakan di 5

sekolah di Gunung Kidul, Yogyakarta dengan PBT (Tes Berbasis Papper) untuk tes soal jenjang dan

reliabilitas tes. Nilai reliabilitas instrumen secara keseluruhan sudah sesuai dengan

Interpretasi nilai reliabilitas dengan model Rasch ditunjukkan pada Tabel 3.2.1.3 Uji Perakitan

Menganalisis hasil tes untuk informasi berkualitas seperti reliabilitas item dan tes.

3. Hasil dan Pembahasan

Bagian ini menyajikan hasil yang diperoleh dan diikuti dengan diskusi.

3.1. Validasi Uji

Validasi diambil oleh 5 penilaian ahli. Nilai dari penilaian kemudian dihitung dengan

rumus V aiken di atas. Hasil tersebut menghasilkan poin 0,67-0,74. Berdasarkan teori di atas, hasilnya
adalah benar.

3.2. Estimasi dan Keandalan Item

Setelah instrumen divalidasi dan direvisi, tes dilaksanakan di lima sekolah minimal mencapai minimal

persyaratan untuk mendapatkan nilai reliabilitas (lihat Tabel 4). 3. 3. Karakteristik Teori Item

Karakter item akan dapat dilihat dengan kurva karakteristik item ICC 3.4. Reliabilitas Item

Fungsi informasi dan SEM mengenali bagaimana teori item dapat mendeskripsikan sifat kemampuan
siswa.

Fungsi informasi yang lebih tinggi dalam pengujian, menghasilkan kesalahan minimum. Hubungan
antara

Output Parscale koneksi IF dan SEM ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini: Dari Tabel 5 di atas, tes ini
sesuai untuk siswa dengan kemampuan fisika yang lebih tinggi ( ⍬) yang mana

antara −1.9 ≤ ⍬ ≤ 2.7.

3.5. Kesulitan Item

Kesulitan mampu menganalisis menggunakan Quest sebagai program. Dari pengujian ini, pengujian
mencapai interval
antara -0,9 dan 1,37. Hambleton & Swaminathan [18] menyatakan selama tidak di bawah -2 atau di
atas 2, maka

barangnya pas.

3.6. Pengukuran kreatif

Dari tes tersebut, setiap jawaban siswa akan dianalisis dengan sistem penilaian polythomus. Hasil

divariasikan untuk setiap siswa dengan hasil dari Ɵ = 0,15 dengan skor 53, hingga 1,6 dengan skor 73.
Berdasarkan

Berdasarkan informasi di atas, tes ini valid dan reliabel sebagai tolak ukur berpikir kreatif dalam Fisika.
4. Kesimpulan

Makalah ini telah mempresentasikan pengukuran berpikir kreatif fisika dengan menggunakan two-tier
multiple choice

mendukung sains, teknologi, teknik, dan matematika. Dari hasil kreatif yang didapat ini

Pengukuran berpikir dalam tes Fisika valid dan reliabel.

Anda mungkin juga menyukai