Anda di halaman 1dari 2

Harta Tahta dan Retorika

Di era modernisasi ini, para pemuda berlomba-lomba mencari harta dan kedudukan
tahta. Dimana hal tersebut membuat persaingan antara pemuda sangat ketat serta dapat
melibatkan Bertaruh nyawa.

Banyak sebab kehidupan diduniawi menjadi rusak, diantaranya karena perebutan harta
dan tahta. Masyarakat berebut menguasai lini sektor tersebut menggunakan retorika, retorika
bermain penting dalam hal ini. Sering kita jumpai didalam media kabar dan media sosial, bahwa
banyak kalangan-kalangan elit dimulai dari pejabat kelas rendah hingga pejabat kelas tinggi
bergerilya mencari harta dan tahta menggunakan retorika. Entah itu retorika positif ataupun
retorika negatif.

Banyak harta dan tingginya tahta membuat manusia semakin “keblinger”, yang haram
dihalalkan dan yang halal diharamkan. Hal tersebut membuat perilaku manusia seperti halnya
hewan dan menganggap dirinya derajatnya tinggi satu jengkal dengan tuhan. Manusia jika sudah
terikat oleh harta dan tahta mereka akan lupa diri, seolah-olah mereka tidak akan mati besok.

Realitas yang terjadi dimasyarakat, banyak masyarakat yang terbuai rayuan manis dari
retorika para pejabat yang akan bertaruh tahta. Masyarakat bawah terbuai janji manis dan dibuat
mabuk kepayang oleh para pejabat sehingga mereka percaya akan perkataannya itu. Retorika-
retorika yang dilantunkan oleh para petinggi menjadi alat politik untuk mencapai tujuannya yaitu
mencari tahta dan harta.

Shaykh Ahmad Musa Jibril pernah berkata, kekayaan, umur, dan popularitas itu seperti
minum dari air lautan yang asin. Makin diminum, makin haus yang dirasakan. Fenomena
tersebut sering kita jumpai, banyak petinggi yang main “serong” sana sini. Hal tersebut membuat
mereka haus akan kekuasaan dan haus akan kekayaan. Sejatinya mungkin itu hanya persepsi
yang selama ini “Beranak” didalam masyarakat. Namun pada situasi tertentu, dan kondisi
tertentu tidak terjadi. Harta, tahta, dan retorika merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Jika seseorang ingin mendapatkan suatu harta yang melimpah, retorika bermain
penting dalam hal ini. Retorika bertugas sebagai “penghipnotis” yang membuai sesorang untuk
mampu bekerja sama dalam hal pekerjaan atau status ekonomi. Retorika pun dapat jadi alat
untuk mencari kekayaan yaitu dengan hal memamfaatkan orang lain untuk melayani hasrat
keinginan. Selain itu retorika berperan penting dalam hal kekuasaan, dimana retorika bertugas
sebagai ujung pedang yang siap menebas segala haling rintangan. Retorika disini bertujuaan
sebagai pembolak balik fakta, dan pencuri hati rakyat. Retorika yang disampaikan oleh pejabat,
dapat meluluh lantahkan hati rakyat kecil sehingga mampu memilih dia dalam kontestasi
mencari kekuasaan di pemilu. Dengan hal tersebut, masyarakat terkelabui dengan retorika yag
disampaikan itu. Harta tahta dan retorika bermain penting dalam kehidupan diduniawi, karena
harta tanpa tahta seperti halnya rumah kosong yang terbengkalai. Sedangkan harta dan tahta
tanpa adanya retorika layaknya rumah tanpa pondasi.

Realitas sosial menggambarkan, karena retorika yang miskin mampu menjadi kaya, yang
lemah mampu menjadi penguasa. Maka menurut penulis, bukanlah manusia diciptkan oleh tuhan
masing-masing mempunyai mulut untuk beretorika?, gunakanlah retorika yang baik yang
mampu mengahatarkan kekayaan, kekuasaan yang baik dan seimbang antara dunia dan akhirat.
Pilah Nahrudin Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP Setia Budhi
Rangkasbitung, Kader PMII, Kader IPNU, dan Kader PMI Kab. Lebak.

Anda mungkin juga menyukai