67-80
Abstrak
Penelitian ini mengkaji kaitan agama dengan bidang kehidupan sosial yang menjadikan
politik sebagai salah satu ruang lingkupnya. Mulai dari zaman Orde Lama, Orde Baru,
bahkan zaman reformasi pun, partai Islam yang nota bene merupakan perwakilan
aspirasi politik umat Islam tidak pernah menjadi pemenang dalam setiap pemilu.
Pertanyaannya adalah ada apa dengan umat Islam Indonesia sehingga dalam setiap
proses demokrasi hanya dimanfaatkan oleh kelompok yang ingin meraih kekuasaan di
negeri ini. Tulisan ini memperkaya khazanah pemikiran tentang peran ulama dalam
bidang politik dan juga dalam memperjuangkan aspirasi umat Islam dalam kehidupan
bernegara. Permasalahannya berdasar pada pemahaman umat Islam tentang kekuasaan,
ayat, dan hadis yang berisi tentang kekuasaan yang selalu multi intrepretatif, yang pada
gilirannya melahirkan puspawarna pemahaman dan mengkristal menjadi kelompok yang
solid. Perbedaan itu cenderung sulit disatukan dalam satu wadah politik. Eksistensi
primodialisme lebih menonjol daripada memikirkan kemajuan umat Islam dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
68 Okrisal Eka Putra
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 69
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
70 Okrisal Eka Putra
masuk dalam permainan politik yang secara adil dan seimbang apabila terjadi
mengharuskan ada lawan dan kawan. konflik antara penghuni bangsa ini.
keterlibatan ulama dalam permainan sebab, walaupun politik adalah suatu
politik akan membuat karisma dan karsa untuk menegakkan moralitas dan
wibawa perlahan-lahan akan terkikis rasionalitas publik, tetapi kenyataan di
dalam pandangan masyarakat yang negara kita masih jauh panggang dari
bukan kelompoknya. pada api. kedua, profesi politisi ternyata
Ulama sebagai tokoh panutan jauh lebih menggiurkanpadahal praktik
bagi masyarakat, hendaknya bisa politik kita bukan lahan subur untuk
bersikap netral di tengah masyarakat. idealitas dan perjuangan moral.2
ulama juga dituntut untuk memiliki Ulama har us pandai dalam
keberanian mengatakan yang benar, menunjukkan ragam isu pada umat,
itu benar dan salah itu salah. penguasa baik lewat tulisan maupun perbuatan,
harus bisa menghargai pendapat dan mulai dari kritik ekonomi, kebijakan
kritik dari ulama, walaupun itu terasa pemerintah, kebudayaan, politik,
pahit. lewat kejujuran dan keteladanan bahkan musik. tegasnya fungsi ulama
moral yang dimiliki ulama, diharapkan adalah berbicara benar pada kekuasaan,
mampu menghapus berbagai kegelapan terlebih pada penguasa yang lalim,
yang melanda masyarakat saat ini. korup,dan otoriter. oleh karena itu
Ulama memiliki peran yang cukup ulama ideal adalah mereka yang berani
penting di tengah masyarakat bagaikan menderita untuk idealismenya, yang
benteng moralitas, teladan ukhuwah berani mengatakan kebenaran walaupun
dan penyubur batin bagi masyarakat pahit, berani miskin walaupun diejek,
yang dilanda kegersangan spiritual. berani kritis walau dilecehkan, dan yang
ada yang menilai, bahwa ulama saat berani berbeda walaupun dianggap
ini telah mengalami pergeseran nilai, melawan arus. 3
sehingga karisma yang dimiliki ulama Dalam kaitannya dengan politik,
saat ini seolah mengalami kelenturan knowledge yang dimiliki para ulama
karena banyak godaan materialisme merupakan power yang sangat potensial
yang melanda ulama. digunakan untuk menggalang umat
Kalau diperhatikan ketika ulama secara keseluruhan guna mewujudkan
yang bermetamorfosis menjadi politisi. suatu tindakan atau proses politik
pertama, jagad keulamaan bangsa ini tertentu. Ini bisa dilihat ketika proses
akan mengalami penurunan moral. Kita memberikan suara dalam pemilu,
akan kehabisan cadangan independen masyarakat awam bukan hanya
yang mendudukkan dirinya di posisi
tengah-tengah antara rakyat dan 2. Komaruddin Hidayat dan M. Yudhie
Haryono, Manuver Politik Ulama (Yogyakarta:
pemerintah. kita akan kekurangan Jalasutra, 2004), hlm. 11,13.
manusia yang mampu menjaga jarak 3. Ibid., hlm. 15.
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 71
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
72 Okrisal Eka Putra
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 73
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
74 Okrisal Eka Putra
tindakan politik, tetapi politik (siyasah) kiai terseret kondisi yang tidak sesuai
umumnya jelas merupakan bidang dengan nilai-nilai luhur agama.8
profan atau keduniaan. Apalagi by
definition, politik menyangkut upaya Peran Lembaga Pendidikan Islam
merebut, mempertahankan atau Di seluruh dunia Islam
melang gengkan kekuasaan, kalau ‑‑termasuk Indonesia‑‑ pembaruan
perlu dengan cara apapun. Jadi, by pendidikan Islam itu terwujud dalam
nature politik adalah “permainan”, yang dua langkah utama. Pertama, mendirikan
melibatkan berbagai macam tindakan lembaga-lembaga pendidikan baru
dan trick atau bahkan memanipulasi dengan menerapkan sistem pendidikan
yang tidak selaras dengan norma-norma modern. Kedua, mentrasformasikan
ilahiah atau agama. Di sinilah terdapat lembaga-lembaga pendidikan
akar-akar ketegangan konseptual antara tradisional menjadi lembaga-lembaga
norma-norma agama dengan politik, pendidikan modern. Dua cara tersebut
yang tidak selalu dengan mudah dapat dilakukan dengan cara mengadopsi
didamaikan.7 sistem pendididkan Barat. Untuk
Bila dunia politik dan dunia kasus Indonesia, mengadopsi sistem
dakwah dicermati, ada perbedaan amat pendidikan modern itu diperkenalkan
kontras. Kalau dunia politik penuh oleh pemerintah kolonial Belanda.
siasat bahkan tipu muslihat untuk Pembaruan pendidikan Islam di
mencapai sesuatu yang diinginkan. Indonesia khususnya dalam dasawarsa
Bahkan dalam kamus politik disebutkan 70-an lebih ditentukan oleh tangan-
yang berbicara adalah kepentingan tangan birokrasi. Gabungan Usaha
dan tidak mengenal kawan dan musuh Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI)
abadi. Itulah dalam praktek politik sejak berdirinya bertujuan melakukan
sering terjadi tindakan menghalalkan pembaruan pendidikan Islam, dalam
segala cara untuk mencapai tujuan. perkembangan berikutnya bergabung
Untuk itu apabila bila seorang kiai dengan salah satu kekuatan politik.
ingin memperbaiki keadaan yang rusak, Proses “urbanisasi” di lingkungan
sebaiknya dilakukan lewat seruan GUPPI melalui tangan birokrasi
dakwah. Jangan sampai seorang kiai pemerintah, bahkan mengikatkan diri
melibatkan diri dalam politik praktis, dengan Golkar yang merupakan mesin
sebab dikhawatirkan akan mengabaikan politik utama pemerintah Orde Baru. 9
kewajiban terhadap pembinaan 8. Deliar Noer, Umat Islam di Panggung
masyarakat. Bahkan godaan politik yang Politik (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 112.
ada dikhawatirkan bisa membuat para 9. Pendirian berbagai organisasi-organ-
isasi keagamaan Islam oleh GOLKAR meru-
7. Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan pakan upaya untuk “menjinakkan” kekuatan
Agama dan Negara (Jakarta: Kompas, 2002), Islam politik. Disamping GUPPI, GOLKAR
hlm. 119. mendirikan Majelis Dakwah Islamiah (MDI),
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 75
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
76 Okrisal Eka Putra
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 77
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
78 Okrisal Eka Putra
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
Ulama ebagai Penyeimbang Kekuatan Sosial Politik di Indonesia 79
Ada dua hal yang perlu dicermati pudarnya sikat kritis. Ulama harus
dengan makin maraknya gerbong ulama pandai dalam menunjukkan ragam isu
yang bermetamorfosis menjadi politisi. pada umat, baik lewat tulisan maupun
pertama, jagad keulamaan bangsa ini perbuatan, mulai dari kritik ekonomi,
akan mengalami defisit deposito kebijakan pemerintah, kebudayaan,
moral. kasarnya kita akan kehabisan politik, bahkan musik. tegasnya fungsi
deposito manusia independen yang ulama adalah berbicara benar pada
mendudukkan dirinya di posisi tengah- kekuasaan, terlebih pada penguasa yang
tengah antara rakyat dan pemerintah. lalim, korup,dan otoriter. oleh karena
kita akan kekurangan manusia yang itu ulama ideal adalah mereka yang
mampu menjaga jarak secara adil berani menderita untuk idealismenya,
dan seimbang apabila terjadi konflik yang berani mengatakan kebenaran
antara penghuni bangsa ini. sebab, walaupun pahit, berani miskin walaupun
walaupun politik adalah suatu karsa diejek, berani kritis walau dilecehkan,
untuk menegakkan moralitas dan dan yang berani berbeda walaupun
rasionalitas publik, tetapi kenyataan di dianggap melawan arus. 15
negara kita masih jauh panggang dari Dalam kaitannya dengan politik,
pada api. kedua, profesi politisi ternyata knowledge yang dimiliki para ulama
jauh lebih menggiurkan. para ulama merupakan power yang sangat potensial
merasa dengan berpolitik mereka akan digunakan untuk menggalang umat
ikut secara mudah memperjuangkan secara keseluruhan guna mewujudkan
idealitas dan moralitas. padahal praktik suatu tindakan atau proses politik
politik kita bukan lahan subur untuk tertentu. Ini bisa dilihat ketika proses
idealitas dan perjuangan moral. 14 memberikan suara dalam pemilu,
Seharusnya ulama menjaga jarak masyarakat awam bukan hanya
dari struktur kekuasaan, dan bukan memahami sebagai tindakan politik,
memamahnya mentah-mentah. tugas tapi sebuah tindakan keagamaan bahkan
seorang ulama dan intelektual agama ibadah, karena yang memerintahkan
tak lain dan tak bukan adalah terus adalah ulama.
menerus melakukan oposisi, yakni Pada akhirnya niat menegakkan
melakukan kritik terhadap apa-apa keadilan dan menciptakan kesatuan
yang merasa perlu dikritik. karena adalah tolak ukur partisipasi seorang
oposisionalitas merupakan kata kunci ulama dalam perjuangan melalui
dari fungsi ulama, maka gegar dan tapak beragam media sosial, sebuah keyakinan
ulama lewat fatwanya harus mengambil yang kokoh harus dimiliki dalam rangka
jarak dari dogma tertentu serta struktur amar ma’ruf nahi munkar,dan ketika
kekuasaan yang memungkinkan keyakinan itu lemah, media lain adalah
14. Komaruddin Hidayat dan M. sebuah keharusan, toh memperjuangkan
Yudhie Haryono, Manuver Politik Ulama, hlm.
11, 13. 15. Ibid., hlm. 15.
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M
80 Okrisal Eka Putra
nilai rahmatan lilalamin yang sarat dengan Pengantar”, dalam Charles Michael
nilai keadilan dan kesejahteraan umat Stanton, Pendidikan tinggi dalam
bukan hanya melalui satu media. Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari,
Jakarta: Logos, 1994.
Kesimpulan —, Reposisi Hubungan Agama dan Negara,
Sosok ulama yang suci dan bersih Jakarta: Kompas, 2002.
dari kebejatan social akan dipertaruhkan Hidayat, Komaruddin dan M. Yudhie
ketika ingin ikut terjun ke dunia politik Haryono, Manuver Politik Ulama,
yang nota bene penuh dengan tipu daya Yogyakarta: Jalasutra, 2004.
dan nilai-nilai keburukan yang selama ini Noer, Deliar, Administrasi Islam di
diajarkan kepada manusia agar dijauhi. Indonesia, Jakarta: Yayasan Risalah,
Tapi mendiamkakn kemaksiatan juga 1983.
merupakan dosa. Sebuah teori social
mengatakan bahwa kejahiliyaan terjadi —, Umat Islam di Pang gung Politik,
bukan karena banyaknya pejahatan, Jakarta: UI Press, 1988.
tapi karena orang-orang baik diam dan O’Dea, Thomas F., Sosiologi Agama:
membiarkan. Disinilah peran ulama Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: PT
dan tokoh agama dibutuhkan untuk Raja Grafindo Persada, 1995.
menjadi kekuatan positif antara nilai Rahar jo, M. Dawan, Intelektual,
yang diperjuangkan dengan kenyataan Intelegensia, dan Perilaku Politik,
yang jauh dari norma-norma kepatutan. Risalah Cendikiawan Muslim,
Ketika berharap ke depan para tokoh Bandung, Mizan, 1993.
agama dan ulama mendapat jatah kursi
di dewan legislativ untuk menjadi suara
penyeimbang dan menjadi penyambung
lidah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Teuku Ibrahim, Perang di
Jalan Allah, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1989.
Azra, Azyumardi, “Sosialisasi Politik dan
Pendidikan Islam”, Jurnal Komunikasi
Dunia Perguruan Madrasah, Vol. I,
nomor, 02/1/1997.
—, “Pendidikan Tinggi Islam dan
Kemajuan Sains: Sebuah
Jurnal TARJIH
Volume 13 (1) 1437 H/2016 M