Anda di halaman 1dari 8

Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa mencuri adalah

perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam
juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk
dosa besar dan kezaliman yang nyata.
MencuriMencuri Adalah Dosa Besar
Allah Ta’ala berfirman:
‫َأ‬
‫م‬
ٌ ‫حكِي‬ ُ َّ ‫ن اللَّهِ وَالل‬
َ ‫ه ع َزِي ٌز‬ ِ ‫سبَا نَكَااًل‬
َ ‫م‬ َ َ ‫ما ك‬
َ ِ ‫ج َزاءً ب‬ َ ُ‫ة فَاقْطَعُوا يْدِيَه‬
َ ‫ما‬ ُ َ‫سارِق‬
َّ ‫سارِقُ وَال‬
َّ ‫وَال‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS. Al Maidah: 38).
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri
adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa
besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan:
،‫الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم‬
‫ أو ما أشبه‬،‫ أو فليس منا‬،‫بل ال بد من عقوبة خاصة مثل أن يقا من فعل هذا فليس بمؤمن‬
‫ والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة‬،‫ هذه هي الكبائر‬،‫ذلك‬
“Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus.
Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan,
namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan
dalam dalil ‘barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin’,
atau ‘bukan bagian dari kami’, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa
besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu
hukuman khusus” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi libni Al-‘Utsaimin, 2/24, Asy-
Syamilah).
Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan:
‫َأ‬ ‫َأ‬
ُّ ‫حوهَا فِي الْكِتَاب وْ ال‬
, ‫سنَّة‬ ِ ‫منْهَا اِإْليعَاد ع َلَيْهَا بِالْعَذ‬
ْ َ ‫َاب بِالنَّارِ وَن‬ َ ْ ‫جاب ال‬
ِ ‫ َو‬, ّ ‫حد‬ َ ‫منْهَا ِإي‬
ِ ‫ارات‬
َ ‫م‬َ ‫لَهَا‬
‫ه اللَّعْن‬َ ْ ‫من‬
ِ َ‫ و‬, ‫ق‬ ْ ِ‫حبهَا بِالْف‬
ِ ‫س‬ ِ ‫صا‬َ ‫صف‬ ْ َ‫منْهَا و‬ِ َ‫و‬
“Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman
hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan
kefasikan dan laknat ” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).
Pencuri Mendapat Laknat
Pencuri juga dilaknat oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
‫لعن الله السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده‬
“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia
dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan:
‫ ثم يسرق ما يبلغ‬،‫أن يراد’ بذلك أن هذا السارق قد يسرق البيضة فتهون السرقة في نفسه‬
‫النصاب فيقطع‬
“Maksud hadits ini adalah seorang yang mencuri telur lalu dia
menganggap remeh perbuatan tersebut sehingga kemudian ia mencuri
barang yang melewati nishab hadd pencurian, sehingga ia dipotong
tangannya” (Syarhul Mumthi‘, 14/336-337).
Mencuri Adalah Kezaliman
Dan secara umum mencuri termasuk perbuatan mengambil harta orang
lain dengan cara batil. Padahal harta seorang Muslim itu haram.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫فَ ن اللَّه حرم ع َلَيكُم دماءَكُم وَأموالَك ُ َأ‬
‫ فِي‬،‫م هَذ َا‬ْ ُ ‫ فِي شَ هْرِك‬، ‫م هَذ َا‬
ْ ُ ‫مك‬
ِ ْ‫مةِ’ يَو‬ ُ َ‫م ك‬
َ ‫ح ْر‬ ْ ُ ‫ضك‬
َ ‫م وَ ع َْرا‬
ْ َ ْ َ ْ َ ِ ْ ْ َ َّ َ َ َّ ‫ِإ‬
‫م هَذ َا‬ ُ َ
ْ ‫بَلدِك‬
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah
kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan
kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya
bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari no. 1742).
Dan mencuri juga termasuk perbuatan zalim. Padahal Allah Ta’ala
berfirman:
‫ين‬
َ ‫م‬ ُ َ ‫َأال َ لَعْن‬
ِ ِ ‫ة اللّهِ ع َلَى الظَّال‬
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS.
Hud: 18).
‫ة ن َأ ْ َأ‬ َ ‫ك ِإذ َا َأ‬ ْ ‫ك َأ‬
ٌ ‫م شَ دِيد‬
ٌ ‫خذَه ُ لِي‬ َ ِ ‫ي ظَال‬
َّ ‫م ٌ ِإ‬ َ ِ ‫خذ َ الْق َُرى وَه‬ َ ِّ ‫خذ ُ َرب‬ َ ِ ‫وَكَذَل‬

“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-


negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat
pedih lagi keras.” (QS. Hud: 102).
‫ن‬ ُ ِ ‫ح الظَّال‬
َ ‫مو‬ ُ ِ ‫ه ال َ يُفْل‬
ُ َّ ‫ِإن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat
keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ما؛ فال‬
ً ‫ وجعلته بينكم محر‬،‫ إني حرمت الظلم على نفسي‬،‫ يا عبادي‬:‫قال الله تبارك وتعالى‬
‫تظالموا‬
“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘Wahai hambaku, sesungguhnya
aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman
bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim‘.” (HR. Muslim no. 2577).
Hukuman Hadd Bagi Pencuri
Berdasarkan surat Al Maidah ayat 38 di atas, hukuman hadd bagi pencuri
dalam Islam adalah di potong tangannya. Juga berdasarkan hadits dari
‘Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
.‫م‬ َ َّ ‫ه عليه وسل‬ ُ ‫النبي صلَّى الل‬ ِّ ِ ‫ن المرأةِ المخزوميَّةِ’ التي سرقت في عهد‬ ُ ‫مهم شأ‬ َّ ‫ن قريشً ا أه‬ َّ ‫أ‬
‫ ومن‬: ‫م ؟ فقالوا‬ َ َّ ‫وسل‬ ‫عليه‬ ‫ه‬
ُ ‫الل‬ ‫ى‬ َّ ‫صل‬ ِ ‫ه‬‫الل‬ َ
‫ل‬ ‫رسو‬ ‫فيها‬ ‫م‬
ُ ُِّ ‫كل‬ ‫ي‬ ‫من‬ : ‫فقالوا‬ . ‫الفتح‬ ِ ‫ة‬ ‫غزو‬ ‫في‬
ِ
ِ‫ل الله‬ َ ‫م ؟ فأتى بها رسو‬ َ َّ ‫وسل‬ ‫عليه‬ ‫ه‬
ُ ‫الل‬ ‫ى‬ َّ ‫صل‬ ِ ‫ه‬ ‫الل‬ ‫رسول‬
ِ ‫ب‬
ُّ ‫ح‬
ِ ، ٍ ‫د‬ ‫زي‬ ‫بن‬
ُ ‫ة‬
ُ ‫أسام‬ ‫إال‬ ‫يجترُئ عليه‬
‫ه عليه‬ َّ
ُ ‫رسول اللهِ صلى الل‬ ِ ‫ه‬
ُ ‫ن وج‬ َ َّ‫ فتلو‬. ٍ ‫بن زيد‬ ُ ‫ة‬ ُ ‫ فكلمه فيها أسام‬. ‫م‬ َّ َّ
َ ‫ه عليه وسل‬ ُ ‫صلَّى الل‬
‫ل‬ َ ‫ يا رسو‬. ‫ استغفِ ْر لي‬: ‫ة‬ ُ ‫ فقال ( أتشفعُ في حد ٍّ من حدود ِ اللهِ ؟ ) فقال له أسام‬. ‫م‬ َ َّ ‫وسل‬
‫ فأثنى على اللهِ بما‬. ‫م فاختطب‬ َ َّ ‫ه عليه وسل‬ ُ ‫ل اللهِ صلَّى الل‬ ُ ‫العشي قام رسو‬ ُّ ‫اللهِ ! فلما كان‬
،‫ف‬ ُ ‫ أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشري‬، ‫من قبلكم‬ َ ‫الذين‬ ‫أهلك‬ ‫فإنما‬ . ‫بعد‬ ‫أما‬ ( ‫قال‬ ‫ ثم‬. ‫هو أهلُه‬
‫ن‬َّ ‫ والذي نفسي بيدِه ! لو أ‬، ‫ وإني‬. َّ ‫ أقاموا عليه الحد‬، ‫ف‬ ُ ‫ وإذا سرق فيهم الضعي‬. ‫تركوه‬
… . ‫ت يدُها‬ ْ َ‫سرقت فقُطع‬ ْ ‫لقطعت يدَها ) ثم أمر بتلك المرأةِ التي‬ ُ ‫بنت محمد ٍ سرقت‬ َ ‫ة‬
َ ‫فاطم‬
‫رسول‬
ِ ‫ وكانت تأتيني بعد ذلك فأرفعُ حاجتَها إلى‬. ‫جت‬ ْ َّ‫ وتزو‬. ‫ت توبتُها بعد‬ ْ ُ ‫ فحسن‬: ‫ة‬ ُ ‫قالت عائش‬
‫م‬
َ َّ ‫وسل‬ ‫عليه‬ ‫ه‬
ُ ‫الل‬ ‫ى‬ َّ ‫صل‬ ِ ‫ه‬‫الل‬
“Bahwa orang-orang Quraisy pernah digemparkan oleh kasus seorang
wanita dari Bani Mahzum yang mencuri di masa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam tepatnya ketika masa perang Al Fath. Lalu
mereka berkata: “Siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam? Siapa yang lebih berani selain Usamah bin
Zaid, orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam?”. Maka
Usamah bin Zaid pun menyampaikan kasus tersebut kepada Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, hingga berubahlah warna wajah Rasulullah.
Lalu beliau bersabda: “Apakah kamu hendak memberi syafa’ah
(pertolongan) terhadap seseorang dari hukum Allah?”. Usamah berkata:
“Mohonkan aku ampunan wahai Rasulullah”. Kemudian sore harinya
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri seraya berkhutbah. Beliau
memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda:
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebab hancurnya umat sebelum kalian
adalah bahwa mereka itu jika ada pencuri dari kalangan orang terhormat,
mereka biarkan. Dan jika ada pencuri dari kalangan orang lemah, mereka
tegakkan hukum pidana. Adapun aku, demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, jika Fatimah bintu Muhammad mencuri maka akan aku
potong tangannya”. Lalu Rasulullah memerintahkan wanita yang mencuri
tersebut untuk dipotong tangannya. Aisyah berkata:”Setelah itu wanita
tersebut benar-benar bertaubat, lalu menikah. Dan ia pernah datang
kepadaku setelah peristiwa tadi, lalu aku sampaikan hajatnya kepada
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” (HR. Al Bukhari 3475, 4304, 6788,
Muslim 1688, dan ini adalah lafadz Muslim).
Namun tidak dikenai hukuman potongan tangan jika:
Barang yang dicuri nilainya kecil. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
‫عدًا‬ َ َ‫ق ِإال َّ فِي ُرب ْ ِع دِيْنَارٍ ف‬
ِ ‫صا‬ َّ ‫ال َ تُقْطَعُ يَد ُ ال‬
ِ ِ‫سار‬
“Pencuri tidak dipotong tangannya kecuali barang yang dicuri senilai
seperempat dinar atau lebih.” (Muttafaqun ‘alahi).
Yang ini disebut juga sebagai nisab pencurian.
Barang yang dicuri bukan sesuatu yang disimpan dalam tempat
penyimpanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ال تقطع اليد في تمر معلق‬
“Tidak dipotong tangan pencuri bila mencuri kurma yang tergantung.”
(HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 11/323, dihasankan Al Albani dalam
Shahih Al Jaami’ 7398)
Syaikh As Sa’di menjelaskan:
‫ قطعت يده اليمنى من‬: ‫ أو ما يساويه من المال من حرزه‬،‫ومن سرق ربع دينار من الذهب‬
‫ وحسمت فإن عاد قطعت رجله اليسرى من مفصل الكعب وحسمت فإن عاد‬،‫مفصل الكف‬
‫حبس‬
“Orang yang mencuri 1/4 dinar emas (atau lebih) atau yang senilai
dengan itu, dari tempat penyimpanannya, maka ia dipotong tangannya
yang kanan mulai dari pergelangan tangan. Kemudian dihentikan
pendarahannya. Jika ia mengulang lagi, maka dipotong kakinya yang kiri
dari mata kakinya. Kemudian dihentikan pendarahannya. Jika mengulang
lagi, maka dipenjara.” (Minhajus Salikin, 231-232).
Adapun jika mencurinya tidak sampai nisab pencurian, sehingga ia tidak
dipotong tangan, maka hukumannya adalah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman
yang ditentukan oleh ijtihad hakim, bisa jadi berupa penjara, hukuman
cambuk, hukuman kerja sosial atau lainnya. Syaikh As Sa’di menjelaskan:
‫التعزير واجب في كل معصية ال حد فيه و ال كفارة‬
“Ta’zir hukumnya wajib bagi semua maksiat yang tidak ada hadd-nya dan
tidak ada kafarahnya”

Salah satu bentuk kejahatan yang tercantum dalam Bukum Kedua KUHP
adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab XXII
Pasal 362 – 367 KUHP. Mengenai tindak pidana pencurian ini ada salah
satu pengkualifikasian dengan bentuk pencurian dengan pemberatan,
khususnya yang diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian secara
umum dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut
”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Kaitannya dengan masalah kejahatan pencurian, di Indonesia mengenai
tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang dibedakan atas 5 (lima)
macam pencurian :
1. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP)
Perumusan pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP yang
menyatakan sebagai berikut : ”Barangsiapa mengambil barang sesuatu,
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam
puluh rupiah”.
Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka unsur-unsur tindak pidana
pencurian (biasa) adalah sebagai berikut :
Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur :
a) mengambil;
b) suatu barang;
c) yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Unsur subyektif, yang meliputi unsur-unsur :
a) dengan maksud;
b) untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri;
c) secara melawan hukum
2. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
Istilah ”pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut
sebagai ”pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan
ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara
tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan
karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian
biasa.
Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan
tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-
unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan
membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.
Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam Pasal 363 KUHP, maka
unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah :
Unsur-unsur pencurian Pasal 362 KUHP
Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 KUHP yang meliputi:
Pencurian ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-1 KUHP);
Pencurian pada waktu ada kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, peletusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang
(Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP);
Pencurian di waktu waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya
disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak (Pasal 363
ayat (1) ke-3 KUHP);
Pencurian yang dilakukan oleh dua orang yang bersekutu (Pasal 363 ayat
(1) ke-4 KUHP);
Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk
sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak,
memotong atau memanjat atau dengan memakai kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu (Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP).
3. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari
pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan
unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi
diperingan. Perumusan pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP
yang menyatakan :
”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila
tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari puluh lima
rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga
bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-unsur
dalam pencurian ringan adalah :
Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP);
Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
(Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP);
Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat,
dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu;
Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;
Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan
Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima
rupiah.
4. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
Jenis pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP lazim disebut dengan
istilah ”pencurian dengan kekerasan” atau populer dengan istilah ”curas”.
Ketentuan Pasal 365 KUHP selengkapnya adalah sebagai berikut :
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk
tetap menguasai barang yang dicurinya.
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
ke-1 jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam
kereta api atau trem yang sedang berjalan;
ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian seragam palsu;
ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Jika perbuatan mengakibatkanmati, maka dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, jika disertai oleh salah satu hal yang diterangkan
dalam point 1 dan 3.
5. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP)
Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ini
merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun
korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP
akan terjadi apabila seorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau
membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau
suaminya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami isteri
tersebut masih dalam ikatan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja
atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayannya, maka pencurian
atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak
dapat dilakukan penuntutan. Tetapi apabila dalam pencurian yang
dilakukan oleh suami atau isteri terhadap harta benda isteri atau suami
ada orang lain (bukan sebagai anggota keluarga) baik sebagai pelaku
maupun sebagai pembantu, maka terhadap orang ini tetap dapat
dilakukan penuntutan, sekalipun tidak ada pengaduan.

Anda mungkin juga menyukai