Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATERI 9

PERSAINGAN DALAM BISNIS ISLAM

NAMA : Mohd Syahrul

NIM : 01.18.3080

PRODI : EKONOMI SYARIAH 3

SEMESTER : V

1. Pihak-pihak yang bersaing

Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis. Ia akan

menjalankan bisnisnya terkait dengan pandangannya tentang bisnis yang

digelutinya. Hal terpenting yag berkaitan dengan faktor manusia adalah segi

motivasi dan landasan ketika ia menjalankan praktik bisnisnya, termasuk

persaingan yang terjadi di dalamnya. Bagi seorang muslim, bisnis yang dia

lakukan adalah dalam rangka memperoleh dan mengembangkan kepemilikan

harta. Harta yang dia peroleh tersebut adalah rezeki tidak akan lari ke mana-mana.

Bila bukan rezekinya, sekuat apa pun orang mengusahakan, ia tidak

mendapatkannya. Begitupun sebaliknya. Tugas manusia adalah melakukan usaha

untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang sebaikbaiknya. Salah satunya dengan

jalan berbisnis. Ia tidak sedikit pun akan kekurangan rezeki atau kehilangan

rezekinya hanya karena anggapan rezeki itu “diambil” pesaingnya.


Keyakinan ini dijadikan landasan sikap tawakal setelah manusia berusaha

sekuat tenaga. Dalam hal kerja, Islam memerintahkan umatnya untuk berlomba-

lomba dalam kebaikan. Dengan landasan ini persaingan tidak lagi diartikan

sebagai usaha mematikan pesaing lainya, tetapi dilakukan untuk memberikan

sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya.

Keyakinan bahwa rezeki semata-mata datang dari Allah SWT akan

menjadi kekuatan ruhiyah bagi seorang pebisnis muslim. Keyakinan ini menjadi

landasan sikap tawakal yang kokoh dalam berbisnis. Selama berbisnis, ia

senantiasa sandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Manakala bisnisnya

memenangkan persaingan, ia bersyukur. Sesuai firman Allah dalam Surah Al-

Mulk ayat 15:

‫ى هُو‬
‫ل ال‬ ‫الن ِه ؕ ِ ر م وك ُُل ِك ِب ا مشُ وا ذ لُـ و ًۡل ا ض ل‬
‫ِذ ج‬ ُ
‫ـك ُم‬ ‫ۡل ر ى ف‬ ‫ش و ُر ز ِق ه وِال ن وا ها م‬ُ ّ
‫ع‬ ‫نا‬ ‫ي‬

Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka

jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan

hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS Al-Mulk : 15)

Sebaliknya, ketika terpuruk dalam bersaing, ia bersabar. Intinya, segala

keadaan ia hadapi dengan sikap positif tanpa meninggalkan hal-hal prinsip yang

telah Allah perintahkan kepadanya. Insya Allah perasaan stress atau tertekan

semestinya tidak menimpa pebisnis muslim. Dalam hal kerja, Islam

memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana

telah memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Dengan

landasan ini, persaingan tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing
lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha

bisnisnya. Tak salah kiranya jika dalam Islam senantiasa mengajarkan kepada

umatnya untuk memiliki etos kerja yang tinggi, dan itu harus dibuktikan dengan

cara berlomba-lomba dalam kebaikan. Sehingga jika setiap pebisnis mau

memegang prinsip itu, maka besar kemungkinan bahwa kompetisi yang ada

bukanlah persaingan untuk mematikan yang lain. tetapi lebih ditekankan sebagai

upaya untuk bisa memberikan yang terbaik bagi orang lain dengan usaha yang ia

kelola.

Persaingan usaha (bisnis) adalah istilah yang sering muncul dalam

berbagai literatur yang menuliskan perihal aspek hukum persaingan bisnis.

Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya persaingan

itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, dan kompetisi. Persaingan adalah

ketika organisasi atau perorangan berlomba untuk mencapai tujuan yang

diinginkan seperti konsumen, pangsa pasar, peringkat survei, atau sumber daya

yang dibutuhkan.1 Secara umum, persaingan bisnis adalah perseteruan atau

rivalitas antara pelaku bisnis yang secara independen berusaha mendapatkan

konsumen dengan menawarkan harga yang baik dengan kualitas barang atau jasa

yang baik pula. Dalam kamus manajemen persaingan bisnis terdiri dari:

a. Persaingan sehat (healthy competition) adalah persaingan antara

perusahaan-perusahaan atau pelaku bisnis yang diyakini tidak akan menuruti

atau melakukan tindakan yang tidak layak dan cenderung mengedepankan etika-

etika bisnis.
b. Persaingan gorok leher (cut throat competition). Persaingan ini

merupakan bentuk persaingan yang tidak sehat, dimana terjadi perebutan pasar

antara beberapa pihak yang melakukan usaha yang mengarah pada menghalalkan

segala cara untuk menjatuhkan lawan, sehingga salah satu tersingkir dari pasar

dan salah satunya menjual barang di bawah harga yang berlaku di pasar.

Islam sebagai sebuah aturan hidup yang khas, telah memberikan aturan-

aturan yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat

praktik persaingan yang tidak sehat.

( Sumber : http://etheses.iainkediri.ac.id/654/3/931303214-bab2.pdf

M. Ismail Yusanto dan M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis

Islami, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 92.

http://eprints.stainkudus.ac.id/192/5/5.%20BAB%20II.pdf )

2. Segi cara bersaing

Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Karenanya, bisnis juga tidak

terlepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Karenanya,

persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan praktik yang harus

dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah islami, oleh

karena itu harus dihilangkan. Sedangkan praktiki persaingan yang harus

dikedepankan adalah bersaing secara sehat, tidak saling manjatuhkan.


Dalam berbisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pihakpihak lain

seperti rekanan bisnis dan pesaing bisnis. Sebagai hubungan interpersonal,

seorang pebisnis muslim tetap harus berupaya memberikan pelayanan terbaik

kepada mitra bisnisnya. Hanya saja, tidak mungkin bagi pebisnis muslim bahwa

pelayanan terbaik itu diartikan juga memberikan “servis” dengan hal yang

dilarang syariah.

Dalam berhubungan dengan rekanan bisnis, setiap pebisnis muslim

haruslah memperhatikan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan akad-akad

bisnis. Dalam berakad, haruslah sesuai dengan kenyataan tanpa manipulasi.

Misalnya saja, memberikan sampel produk dengan kualitas yang sangat baik,

padahal produk yang dikirimkan itu memiliki kualitas jelek.

Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana bersaing dengan baik.

Ketika berdagang Rasul tidak pernah melakukan usaha untuk menghancurkan

pesaing dagangnya. Walaupun ini tidak berarti Rasulullah berdagang seadanya

tanpa memperhatikan daya saingnya. Yang beliau lakukan adalah memberikan

pelayanan yang sebaikbaiknya dan menyebutkan spesifikasi barang yang dijual

dengan jujur termasuk jika ada cacat pada barang tersebut. Secara alami, hal-hal

seperti ini ternyata justru mampu meningkatkan kualitas penjualan dan menarik

para pembeli tanpa menghancurkan pedagang lainnya.

Sementara itu, kaitannya dengan cara berbisnis yang islami, negara harus

mampu menjamin terciptanya sistem yang kondusif dalam persaingan. Pemerintah

tidak diberkenan memberikan fasilitas khusus kepada seseorang atau sekelompok

bisnis tertentu semisal tentang teknologi, informasi pasar, pasokan bahan baku,
hak monopoli, atau penghapusan pajak. Hal yang demikian tak ubahnya sebagai

ptaktik kolusi, dan hal itu sangat dibenci dalam Islam. Maka dari itu pemberian

fasilitas, kenyamanan, keamanan dalam berbisnis harus diberikan sama dan rata

oleh pemerintah kepada siapapun yang menjalankan bisnis, dan yang lebih

penting harus benar-benar disesuaikan dengan aturan syari’ah.

( Sumber : http://etheses.iainkediri.ac.id/654/3/931303214-bab2.pdf )

3. Produk barang dan jasa yang dipesaingkan

Selain pihak yang bersaing, cara bersaing Islam memandang bahwa

produk (baik barang/jasa) merupakan hal terpenting dalam persaingan bisnis.

Islam sendiri memberikan penegasan bahwa barang atau produk yang

dipersaingkan harus mempunyai satu keunggulan. Dan beberapa keunggulan

produk yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai

berikut.

1. Produk. Produk yang dipersaingkan baik barang dan jasa harus halal.

Spesifikasinya harus sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk

menghindari penipuan, kualitasnya terjamin dan bersaing.

2. Harga. Bila ingin memenangkan persaingan, harga produk harus kompetitif.

Dalam hal ini, tidak diperkenankan membanting harga untuk menjatuhkan pesaing.

3. Tempat. Tempat yang digunakan harus baik,sehat,bersih dannyaman, dan

harus dihindarkan dari hal-hal yang diharamkan seperti barang ynag dianggap

sakti untuk menarik pengunjung.


4. Pelayanan. Islam juga sangat menekankan pentingnya sebuah pelayanan

dalam usaha bisnis. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang dan sukses

manakala ditunjang dengan adanya pelayanan terbaik. Misalnya dengan

keramahan, senyum kepada para konsumen akan semakin baik dalam berbisnis.

5. Layanan purna jual Ini merupakan servis yang akan melanggengkan. Akan

tetapi ini diberikan dengan cuma-cuma atau sesuai akad.

( Sumber : Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press;

Cetakan 1, 2009, Hlm. 97- 107

Ibid., hlm. 96-97 )

4. Hukum persaingan bisnis dalam islam

Negara Indonesia itu sendiri telah mengatur pada undang-undang RI no.5

tahun 1999 tentang mempertahankan persaingan pasar dan mencegah praktek

penetapan harga, pemboikot, kartel, dan persekongkolan yang menyebabkan

persaingan tidak sehat.

Kemudian terdapat beberapa nash al-qur’an yang menjelaskan berkaitan

dengan persaingan bisnis yakni;

Al-Baqarah (2) ayat 148:

‫و ِل‬ ٌ‫ت كُ ونُـ ت لّٰ ًعا ِلكُ ج هة‬ ‫ق ِد ي ٌر  ف ا ست ِ ت ا ي‬ ِ ‫َّن ل ّّٰـٰع ٰل ى‬


‫ي‬ ُ ‫ا‬
‫ك ُم ا ج ِم ٍّ ل ُه و ِو‬ ‫وا ا ما‬ ‫ِبقُـوا ا ل ش ىٍّء ن خ ي ٰر‬ ‫ل‬
‫ها‬ ‫و‬ ‫ي‬
‫م‬

Artinya : Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya.

Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada,

pasti
‫‪Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas‬‬

‫‪segala sesuatu.‬‬

‫‪Selain dalam Al-Quran, terdapat pula hadits nabi SAW yang menerangkan tentang‬‬

‫‪persaingan bisnis yakni pada hadits Tarmizi Nomor 1225 yakni:‬‬

‫حدَّث نا‬ ‫مدُ قُـت ْي‬ ‫نِ يٍّع بن‬ ‫ْن ال ِر ْ ْف ن ا ا ۡل‬ ‫ِع‬ ‫ْن ا س َّي‬ ‫ق ا ل ُه ر ْي رة‬
‫بةُـ وأ ْح‬ ‫م‬ ‫يـ ن يان حَّد‬
‫ُّز ع ِ‬ ‫ي ِد‬ ‫ْل ُم‬ ‫أ ِب ي ق ا ل‬
‫ث‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ع‬
‫ع‬
‫ب‬

‫ر‬
‫صل ِ ول‬ ‫وسل ْي ل ّّٰـٰ‬ ‫ي ْب ُلـ ُغ قُـت ْي وق‬ ‫ال ـَّن ِب‬ ‫ْي ل ّّٰـٰ‬ ‫و ِفي ا ل جُشوا ۡل ا وسلَّ‬
‫ى ل ّّٰـ‬ ‫ّ م ِه ُاـ‬ ‫بةُـ ي ِب ِه ا‬ ‫صل‬ ‫ِه اُـ‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ت نا‬
‫ال‬ ‫عل‬ ‫ل‬ ‫ّى‬ ‫عل‬

‫ْن ا ْل‬ ‫م ر‬ ‫أ بُـو ق ا ل وأ‬ ‫ح‬ ‫رة أ‬ ‫حس ح‬ ‫ص‬ ‫أ ْه ْ ذ ى ْل ع‬


‫باب ع‬ ‫ا ْب ِن‬ ‫عيسى نس‬ ‫ِديث‬ ‫ِب ي ر ْي‬ ‫ن ِديث‬ ‫ِحيح‬ ‫ِل ند ا عل مل وا‬
‫ع‬
‫ِر ُ‬
‫هوا ا‬
‫ا ل‬ ‫عيسى أ‬ ‫والـن ـَّج‬ ‫ْ‬ ‫اَّل ِذيـ ال َّرجل أْ‬ ‫ِ إل ى ْل‬ ‫ص‬ ‫يست ا ُم ال ْل‬
‫ْل ِع ْل ِم ك‬
‫الـَّنجش‬ ‫بُـو‬ ‫ش‬ ‫ن‬ ‫ْفصل ِت‬ ‫ال ب عة‬ ‫ا‬ ‫ع ِة‬
‫أي‬ ‫س‬ ‫ِح‬ ‫س‬

‫ر‬
‫س َّ ما ْك ث‬
‫ع‬ ‫ُ رهُ‬ ‫ِ ري‬ ‫ِ ه ا ْل ِ ري أ ْن ُي ِريدُـ ا ْل‬ ‫ن را رأْ م ول‬ ‫ُي ِري ـدـ‬
‫أ‬ ‫ِل ت وى م‬ ‫ْن د‬ ‫حض‬ ‫شت‬ ‫ُم ْغت‬ ‫ُم س شت‬ ‫ّ ما ُء ِي ِه ْن ْي‬
‫و ك‬ ‫ما‬ ‫ال ش‬
‫ذ‬ ‫ّر‬

‫ع أ ْن‬
‫ما ا ِ ري خ‬ ‫ض وهذ ا ا ُم‬ ‫ش رجل ش و ِإ ِف ا ل ِدي م‬ ‫ُ ع ِفي ما آ ِث ٌم ف ال َّنا‬
‫ْل ُم شت د‬ ‫ْر ي ب ست‬ ‫ا ْل ع ِة ْن‬ ‫ْن ال ِعي‬ ‫نج‬ ‫ِج ص ن‬
‫خ‬ ‫شا‬

‫ْل ب‬
‫ِئ‬ ‫الَّنا ِجشـ ا ْل با ِئ‬
‫َّن ٌ ْي ُع‬
‫ز‬ ‫ع غ ْي‬
‫وا‬ ‫ُر ِل جا‬

‫‪Telah menceritakan kepada kami (Qutaibah) dan (Ahmad bin Mani') keduanya‬‬

‫‪berkata; Telah menceritakan kepada kami (Sufyan) dari (Az Zuhri) dari (Sa'id bin‬‬

‫‪Al Musayyab) dari (Abu Hurairah) ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi‬‬


wasallam bersabda. Dan Qutaibah berkata; Hadits ini sampai kepada Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah kalianbersaing dalam

penawaran." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Ibnu Umar

dan Anas. Abu Isa berkata; Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih dan

menjadi pedoman amal menurut para ulama, mereka memakruhkanpersaingan

dalam penawaran. Abu Isa berkata; Najsy adalah seseorang datang membagi

barang dagangan kepada pedagang lalu menawarnya lebih banyak dari yang

ditawarkan, hal itu ketika pembeli mendatanginya. Ia ingin mengelabui pembeli

dan tidak bermaksud untuk menjual, ia hanya ingin mengelabui pembeli terhadap
yang ia tawarkan, ini merupakan bentuk dari penipuan. Asy Syafi'i berkata;

Seandainya seseorang melakukan persaingan penawaran, maka pelaku

persaingan berdosa karena perbuatannya, namun jual beli boleh karena penjual

tidak bersaing dalam penawaran.

Strategi bersaing atau persaingan dalam pandangan syariah dibolehkan

dengan kriteria bersaing secara baik. Salah satunya dijelaskan dalam Al-Qur’an

Surat Al-Baqarah ayat 148 tentang anjuran berlomba dalam kebaikan.

Dalam kandungan ayat Al-Qur’an diatas dijelaskan bahwa persaingan

untuk tujuan kebaikan itu diperbolehkan, selama persaingan itu tidak melanggar

prinsip syariah. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, ketika berdagang Rasul

tidak pernah melakukan usaha yang membuat usaha pesaingnya hancur, walaupun

tidak berarti gaya berdagang Rasul seadanya tanpa memperhatikan daya saingnya.

Yang beliau lakukan adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan

menyebutkan spesifikasi barang yang dijual dengan jujur, termasuk jika ada

kecacatan pada barangnya.

Secara alami, hal-hal seperti ini ternyata dapat meningkatkan kualitas

penjualan dan menarik para pembeli tanpa menghancurkan pedagang lainnya.

Hendaknya kaum muslimin tetap berusaha keras sebaik mungkin dengan penuh

tawakal kepada Allah SWT, hanya mengharapkan ridha-Nya dan apa yang

dilakukan semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Ayat tersebut juga

menjelaskan bahwa sebagai seorang muslim perlu berlomba-lomba dalam

mengerjakan kebaikan. Termasuk untuk bertransaksi ekonomi berdasarkan


Syariah. Islam maka berarti melakukan kebaikan yaitu menegakkan kebenaran

agama. Di dalam surat yang lain, Al-Qur’an juga memperingatkan kepada para

pesaing untuk tidak menjadikan dirinya serakah, dengan berlomba-lomba untuk

mendapatkan keuntungan duniawi sebanyak- banyaknya. Karena sikap demikian

akan menjadikan manusia lalai dan lengah. Hal ini Allah nyatakan di dalam surat

At-Takatsur ayat 1-5 yang artinya ”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.

Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan

mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan

mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang

yakin”.

Dalam ayat yang telah disebutkan diatas Allah memperingatkan secara

keras agar meninggalkan persaingan semacam itu. Bahkan secara berulang-ulang

Allah tegaskan untuk meninggalkan persaingan tersebut. Kalimat seperti ini

mengandung nilai ancaman yang sangat keras guna mencegah dan mencela

perbuatan.

Dari penjelasan di atas, jelaslah terlihat bahwa konsep persaingan bisnis

berbasis Qur’ani adalah sebuah konsep persaingan yang menganjurkan para

pebisnis untuk besaing secara positif (fastabiqul khairat) dengan memberikan

konstribusi yang baik dari bisnisnya bukan untuk menjatuhkan pebisnis lainnya

dan menganjurkan pebisnis untuk tidak merugikan dan memudharatkan pebisnis

lainnya. Selain itu, Al-Qur’an juga memberikan konsep untuk tidak melakukan

persaingan dalam hal mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa

menghiraukan nilai-nilai Islami. Karena hal itu akan membuatnya lalai hingga

lupa
dengan kewajibannya sebagai hamba Allah. Oleh karena itu, penting sekali bagi

pebisnis Muslim untuk memahami konsep persaingan yang dianjurkan dalam

islam agar tidak terjatuh persaingan yang tidak sehat.

( Sumber : Http.//Wikipedia/Undang-undang Persaingan Bisnis/Undang-Undang

RI No 5 tahun 1999/ di aksespada tanggal 20 0ktober 2017 pada pukul 22.20.

https://kalam.sindonews.com/ayat/148/2/al-baqarah-ayat-148

https://www.carihadis.com/Sunan_Tirmidzi/1225

http://eprints.stainkudus.ac.id/192/5/5.%20BAB%20II.pdf )

Anda mungkin juga menyukai