Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

DI SUSUN OLEH ;

EKA SILVIA DEWI RAHMAWATI


171201019

SEKOLAH ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN 2020
A.Definisi

Penyakit jantung bawaan (PJB) atau congenital heart disease adalah kelainan pada struktur

dan fungsi jantung yang sudah ada sejak lahir. Kondisi ini dapat mengganggu aliran darah dari dan ke

jantung, sehingga bisa berakibat fatal. Penyakit jantung bawaan merupakan penyebab cacat lahir

yang paling sering ditemui. Meski demikian, jenis dan tingkat keparahan kondisi ini sangat

beragam. Sebagian kondisi hanya memerlukan pemantauan rutin, sebagian lainnya memerlukan

operasi hingga transplantasi (penggantian) jantung.

Penyakit jantung bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak bayi baru lahir , jadi

kelainan tersebut sudah terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memberikan

gejala yang segera setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi

berusia beberapa bulan atau beberapa tahun . kelainan jantung bawaan merupaka kelainan yang

di sebabkan gangguan perkembangan sitem kardiovaskuler pada embrio yang di duga karena

adanya factor endogen dan eksogen ( Ngastiyah 2005).

B.Etiologi

Penyebab PJB tidak diketahui secara pasti. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat hubungannya

dengan abnormalitas kromosom yang diduga menjadi faktor endogen.18 Berbagai jenis obat,

penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, diabetes mellitus, lupus eritematosus, defisiensi vitamin

khususnya vitamin D, rokok, alkohol diduga menjadi faktor eksogen PJB. Penyakit rubella yang

diderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB, terutama duktus arteriosus persisten,

DSV, atau stenosis pulmonal perifer. Para ahli menduga lebih dari 90 % kasus penyebabnya

adalah multifaktorial. Dan apapun penyebabnya, harus ada sebelum akhir bulan kedua

kehamilan. Hingga saat ini, penyebab CHD belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi pada
ibu yang diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya CHD pada anaknya antara lain diabetes,

penyakit infeksi (misalnya rubella, demam dan influenza) terutama pada kehamilan trimester

pertama, paparan asam retinoat, paparan lithium, obesitas, dan merokok

C. Tanda Dan Gejala

1.Gejala yang muncul pada pasien dengan CHD dan kapan gejala tersebut muncul sangatlah

bervariasi, tergantung dari jenis CHD yang diderita. Gejala dapat muncul sesaat setelah lahir,

pada masa bayi, atau bahkan pada saat dewasa.

2.Beberapa gejala yang dapat terlihat pada pasien dengan CHD antara lain gangguan dalam

menyusu, berkeringat saat menyusu, kebiruan terutama di lidah dan selaput lendir mulut,

gangguan pertumbuhan, gangguan aktivitas (misal pasien tampak tidak se-aktif teman-teman

sebayanya), dan sesak napas. Pasien yang sudah lebih besar dapat mengeluhkan adanya nyeri

dada saat beraktivitas.

3.Pada bayi dengan penyakit jantung bawaan umumnya mengalami gangguan saat menyusu.

Bayi tidak dapat meminum ASI dalam jumlah banyak dan waktu yang lama (tersendat-sendat

atau berhenti sejenak). Bayi banyak berkeringat terutama di bagian dahi saat meminum ASI,

kadang dapat disertai nafas yang terengah-engah atau bahkan muncul warna kebiruan di mulut,

dan ujung-ujung kaki serta tangan. Bayi sering mengalami infeksi saluran nafas berulang dan

berat badan bayi kurang dari rata-rata, tidak bertambah atau hanya bertambah sedikit setiap

bulannya.

4.Pada anak balita, gangguan pertumbuhan dan perkembangan terlihat lebih nyata. Anak dengan

PJB umumnya mudah merasa kelelahan saat beraktivitas. Pada anak yang lebih tua, dapat
mengalami sesak nafas saat tidur berbaring disertai bengkak pada wajah, perut, atau anggota

gerak. Seringkali anak juga merasa berdebar-debar, disertai nyeri dada atau bahkan pingsan.

5.Hati-hati pada anak dengan PJB sianotik dapat mengalami spell apabila anak sedang menyusu

atau menangis dalam jangka waktu lama yaitu suatu episode yang ditandai oleh nafas yang

terlihat lebih cepat dan dalam, merintih, muncul warna kebiruan atau terlihat semakin biru, dapat

disertai penurunan kesadaran ataupun kejang, bahkan dapat berakhir pada kematian. Anak yang

lebih besar umumnya akan berjongkok agar merasa lebih baik saat episode spell terjadi.

D. Jenis PJB

Ada banyak jenis penyakit jantung bawaan. Namun, secara umum gangguan ini dapat dibagi

berdasarkan bagian yang mengalami gangguan, yaitu

• PJB dengan kelainan pada katup

Kondisi ini disebabkan oleh tidak berfungsinya katup akibat kelemahan atau tertutupnya katup

jantung sejak lahir. Beberapa kelainan jantung bawaan jenis ini adalah:

• Tricuspid atresia, terjadi saat katup antara serambi kanan dan bilik kanan tidak terbentuk.

• Pulmonary atresia, terjadi karena gangguan pada katup antara bilik kanan dan paru-paru,

sehingga darah tidak dapat mengalir ke paru-paru.

• Stenosis katup aorta, terjadi saat katup antara bilik kiri dan aorta tidak terbentuk sempurna dan

menyempit, sehingga jantung sulit memompa darah.

• PJB dengan Kelainan pada Dinding Jantung


Kelainan pada dinding pembatas atrium dan ventrikel akan menyebabkan gangguan pemompaan

jantung dan berkumpulnya darah pada bagian yang tidak seharusnya. Contoh PJB jenis ini

adalah:

• Defek septum pada ventrikel atau atrium, terjadi saat ada lubang di dinding bilik atau atrium

jantung.

• Tetralogy of Fallot, terjadi saat ada kombinasi empat PJB saat lahir, seperti defek septum dan

stenosis (penyempitan) katup paru-paru.

PJB dengan Kelainan pada Pembuluh Darah

Kelainan ini terjadi pada pembuluh darah arteri dan vena dari dan ke jantung yang menyebabkan

hambatan pada aliran darah dari dan menuju jantung. Contoh PJB jenis ini antara lain:

• Patent ductus arteriosus (PDA), terjadi saat ada celah atau lubang di pembuluh darah aorta yang

membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh.

• Transposisi arteri besar (TAB), terjadi saat posisi arteri pulmonal (pembuluh darah dari jantung

ke paru-paru) dan aorta terbalik.

• Truncus arteriosus, terjadi saat ada pemisahan tidak sempurna antara aorta dan arteri paru-paru.

• Koarktasio aorta, terjadi saat aorta menyempit

E. Patofiologi

Patofisiologi penyakit jatung bawaan dimulai dari masa embrio. Jantung adalah salah satu organ

yang paling awal terbentuk.


Perkembangan jantung dimulai sejak awal perkembangan embrio. Embrio berkembang

membentuk tiga lapisan, yaitu ektoderm, endoderm, dan mesoderm. Dari lapisan mesoderm

terbentuk otot, jaringan ikat di kepala, badan, dan tulang, serta sistem kardiovaskular.

Pembentukan jantung primitif berlangsung pada sekitar hari ke-20 sejak terjadi konsepsi.

Jantung terbentuk dari dua tabung endokardium yang menyatu dan kemudian masuk ke regio

toraks seiring dengan terjadinya lipatan embrio. Bagian tabung yang menyatu membentuk

jantung sementara bagian yang tidak menyatu pada bagian atas dan bawahnya membentuk

pembuluh darah besar

F. Klasifikasi

PJB dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan asianotik dan

sianotik. PJB asianotik ini tidak ditemukan gejala atau tanda sianosis, tetapi ditemukan pirau kiri

ke kanan atau obstruksi jalan keluar ventrikel. PJB sianotik bersifat lebih komplek dan ditandai

dengan adanya sianosis akibat adanya pirau kanan ke kiri sehingga darah dari vena sistemik yang

mengandung rendah oksigen akan kembali lagi ke sirkulasi sistemik


G. Pathway

Endotaksin pada ibu hamil

Invasi pada embrio fetal

Pembentukan struktur
kardiovarkuler tidak sempurna

Perubahan struktur jantung

PJB

( Penyakit jantung bawaaan )

Asianotik sianotik

Aliran darah Obstruksi aliran Tetralogy fallot, Aliran darah


ke paru darah ke ventrikel tricuspid atresia bercampur

Aliran darah ke
Transposisi arteri besar,
DVS, DSA, DAP Koarktasio aorta, paru
total anomalous
stenosis aorta ,
pulmonary , venous
stenosis pulmonal
retum, trueus arteriosus
,hypoplastia left heart
syndom
Penanganan

Penurunan curah
Pembedahan
jantung

H. Klasifikasi

PJB dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan asianotik dan

sianotik. PJB asianotik ini tidak ditemukan gejala atau tanda sianosis, tetapi ditemukan pirau kiri

ke kanan atau obstruksi jalan keluar ventrikel. PJB sianotik bersifat lebih komplek dan ditandai

dengan adanya sianosis akibat adanya pirau kanan ke kiri sehingga darah dari vena sistemik yang

mengandung rendah oksigen akan kembali lagi ke sirkulasi sistemik

I. Manifestasi Klinis

Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan

derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan,

kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan

petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.

a. Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan

pertumbuh-

an timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul

akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuh-an ini juga dapat timbul akibat gagal jantung

kronis

pada pasien PJB.


b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah

dilihat

pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis

sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang

kedinginan.

Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.

c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk

menggambarkan

status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu

menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada

orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas

menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat.

Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah

sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih

besar

ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada

tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.

d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru

sehingga
mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak

sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelum-nya

sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.

e. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan

penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk

untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat

menentu-kan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan

fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita

kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain.

1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran

darah

ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi

dengan

meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan

meningkat.

Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari

kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul

komplikasi ini.

2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadi
lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat

ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.

3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi pada

anak

yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya

aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologi

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang penyakit jantung bawaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, dan ekokardiografi.

1.Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan untuk menilai kondisi klinis pasien yang mengalami

kongesti jantung ataupun gagal jantung.

2.Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan rontgen toraks dapat terlihat bentuk dan ukuran jantung yang normal pada

penyakit jantung bawaan yang minor dengan lesi yang kecil. Pada kelainan yang lebih mayor

gambaran rontgen toraks dapat bervariasi.

Gambaran rontgen toraks yang dapat ditemukan salah satunya adalah kardiomegali dan

peningkatan corakan arteri pulmonal yang menggambarkan peningkatan aliran darah pulmonal

yang lebih tinggi dari aliran darah sistemik. Bisa juga ditemukan gambaran ventrikel kanan yang
membesar dan arteri pulmonal sentral yang besar namun sempit di perifer (tree in winter

apperance), keadaan ini biasa terlihat pada resistensi pembuluh darah pulmonal yang tinggi

ataupun pada VSD. Pada koarktasio aorta dapat ditemukan gambaran dilatasi pada aorta

asendens dan konstriksi pada area yang mengalami koarktasio (hour glass). Sedangkan pada

TOF bisa ditemukan gambaran boot-shape.

3. Elektrokardiografi

Gambaran sadapan elektrokardiografi (EKG) pada penyakit jantung bawaan dapat normal,

namun bisa juga ditemukan deviasi aksis QRS karena kelainan arah listrik jantung akibat struktur

jantung yang sendiri mengalami kelainan.

4. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi pada penyakit jantung bawaan berfungsi untuk menilai ruang

jantung dan mengukur ukuran defek yang terjadi. Ekokardiografi dengan Doppler dapat menilai

arah aliran darah maupun adanya refluks. Selain itu ekokardiografi dapat menilai ukuran pangkal

aorta dan pembuluh darah besar lainnya. Pemeriksaan ekokardiografi transesofageal biasanya

dilakukan selama prosedur operasi untuk menilai hasil tindakan operasi

J.Penatalaksanaan penyakit jantung bawaan

Prinsip penatalaksanaan penyakit jantung bawaan adalah korektif. Koreksi dapat dilakukan

dengan tindakan bedah. Namun pada sebagian kasus minor dapat terjadi koreksi seiring
perkembangan usia. Tatalaksana dengan medikamentosa bertujuan untuk mengurangi beban

jantung dan menurunkan resistensi paru. Pada kasus sianotik seperti Transposition of Great

Arteries (TGA) atau Tetralogy of Fallot (TOF) dibutuhkan agar duktus arteriosus dipertahankan

tetap terbuka sebelum dilakukan upaya korektif.

1.Berobat Jalan

Pasien dengan penyakit jantung bawaan yang memiliki tanda vital stabil, defek minimal, dan

tanpa komplikasi, bisa berobat jalan. Namun demikian, harus diingat bahwa penatalaksanaan

utama dari penyakit jantung bawaan adalah tatalaksana korektif.

2.Persiapan Rujukan

Pasien dengan penyakit jantung bawaan harus dirujuk ke ahli kardiologi atau ahli bedah jantung

untuk dilakukan tindakan korektif maupun paliatif. Prinsip penanganan penyakit jantung bawaan

adalah sedini mungkin.

3.Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa pada penyakit jantung bawaan umumnya bersifat sekunder

sebagai akibat komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau akibat kelainan lain yang

menyertai. Dalam hal ini, medikamentosa diberikan untuk meringankan gejala dan

mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat, bergantung pada penyakit

yangdihadapi. Medikamentosa yang dapat diberikan antara lain adalah oksigen, prostaglandin

E1, digoksin, isopretenol, dobutamin, dopamin, dan kaptopril.


4. Oksigen, diberikan sesuai dengan keperluan dan untuk mempertahankan saturasi. Biasanya

diberikan bila terjadi komplikasi berupa hipoksemia atau syok kardiogenik.

5.Prostaglandin E1, diberikan untuk mempertahankan agar duktus arteriosus tetap terbuka.

Diberikan dengan dosis 0,1 mcg/kg/menit, kemudian bila sudah terjadi perbaikan dapat

diturunkan menjadi 0,05 mcg/kg/menit. Obat ini bekerja 10-30 menit setelah pemberian, dan

perbaikan klinis ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH.

6.Diuretik, digunakan untuk menurunkan kongesti pada keadaan seperti gagal jantung, dapat

diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis per oral maupun intravena.

7.Digoksin diberikan bila terdapat tanda gagal jantung dengan dosis 30 mcg/kg. Dosis pertama

diberikan setengah dari dosis digitalisasi, kemudian dosis kedua diberikan 8 jam setelahnya

sebanyak seperempat dari dosis digitalisasi, dan dosis ketiga diberikan 8 jam setelah itu sebanyak

seperempat dosis digitalisasi. Dosis rumatan dapat diberikan 8 – 12 jam setelah dosis terakhir,

sebanyak seperempat dosis dogitalisasi. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan

tanda perfusi sistemik yang buruk atau pasien dengan gangguan ginjal.

8.Obat inotropik isopreterenol dapat diberikan bila terjadi bradikardia pada komplikasi gagal

jantung dengan dosis 0,05 – 1 mcg/kg/menit. Apabila terdapat takikardia, dapat diberikan

dobutamin dengan dosis 5 – 10 mcg/kg/menit, atau dopamin dengan dosis 2 – 5 mcg/kg/menit.

9.Vasodilator yang biasa digunakan adalah ACE-inhibitor kaptopril untuk menurunkan resistensi

vaskular sistemik dan pulmonal. Dosis kaptopril yang digunakan pada penyakit jantung bawaan

adalah 0,1 – 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis per oral

Bedah Jantung
1.Operasi bedah jantung yang dapat dilakukan pada penyakit jantung bawaan antara lain adalah

banding arteri pulmonalis, shunt sirkulasi sistemik dan pulmonal, serta septosomi atrium.

2.Banding arteri pulmonalis dilakukan untuk memperkecil diameter arteri pulmonalis pada

kasus dengan aliran pulmonal berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan. Sedangkan shunt

sirkulasi sistemik-pulmonal dilakukan untuk mengatasi kurangnya aliran darah ke paru, misalnya

pada prosedur Blalock-Taussig klasik yang membebaskan arteri subklavia dan

menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan. Selain itu, operasi paliatif lain adalah

septostomi atrium dengan cara memasukkan kateter balon melalui arteri femoralis.

3.Kardiologi Intervensi

Kardiologi intervensi bersifat lebih kurang invasif dibandingkan dengan operasi terbuka.

Beberapa prosedur intervensi yang dapat dilakukan antara lain Ballon atrial septostomy, ballon

pulmonal valvuloplasty, dan penutupan ASD dengan Amplatzer Ductal Occluder (ADO).

4.Ballon atrial septostomy adalah prosedur rutin yang dilakukan pada pasien yang memerlukan

percampuran darah lebih baik, misalnya pada seperti Transposition of Great Arteries (TGA)

dengan septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan dengan membuat lubang di septum

interatrium, dan biasanya dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan ekokardiografi.

5.Ballon Pulmonal Valvuloplasty (BPV) kini merupakan prosedur standar untuk melebarkan

katup pulmonal yang menyempit, dengan keluaran yang cukup baik dan biaya yang lebih murah

dibandingkan operasi bedah terbuka. Selain itu, ada juga Balloon Mitral Valvotomy (BMV) yang
umumnya dikerjakan pada kasus stenosis katup mitral akibat demam reumatik, dan Balloon

Aortic Valvuloplasty (BAV) yang belum dilakukan rutin dan kasusnya juga jarang dijumpai.

Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil Gianturco juga terkadang dilakukan namun

belum dianggap rutin karena harga coil dan peralatan untuk memasukkan coil tersebut cukup

mahal.

6.Penutupan duktus arteriosus persisten bisa dilakukan dengan menggunakan umbrella, coil dan

Amplatzer Ductal Occluder (ADO), sedangkan untuk defek septum atrium ditutup dengan

menggunakan Amplatzer Septal Occluder (ASO)

K. Diagnosa

1. penurunan curah jantung

2. intolenrasi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara pemakaian oksigen oleh

tubuh dan suplai oksigen ke sel.

K.pengkajian data

1. keadaan umum

-lelah

-sesak

2. TTV

TTD : 100/80x/menit

Nadi : 120x/menit
Nafas : 30x/menit

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS PJB

A. IDENTITAS KLIEN

Nama : An. E

Umur : 4 th

Jenis kelamin : laki laki

Pendidikan : TK

Alamat : Jln. Gubernur suryo

Tanggal masuk RS : 25 desember 2020

No. RM : 12345

Diagnose medis : penurunan curah jantung

B. IDENTITS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. M
Umur : 25 th

Alamat : Jln . Gubernur suryo

Hubungan dengan pasien :

C. KELUHAN UTAMA

Mudah lelah dan sesak tampak lemah , makan dan minum di tempat tidur .

D. pemeriksaan fisik

Meliputi :

inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

palpasi : untuk mengetahui TFU , letak janin , lokasi edema

perkusi : untuk mengetahui refle patella sebagai syarat pemberian SM

auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress

Dari hasil pemeriksaan fisik pada penyakit jantung congenital (CDH) adalah :bayi baru lahir

berukuran kecil dan berat badan krang ,anak terlihat pucat ,banyak keringat bercucuran ,ujung

ujung jari hiperemik.

a.Diameter dada bertambah ,sering terlihat penonjolan dada kiri tanda yang menonjol adalah

nafas pendek dan retraksi pada jugulum ,selaintrakostal dan region epigastrium

b. pada anak yang kurus terlihat implus jantung yang hiperdinamik

c.anak sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernapasan

d.pusing ,tanda tanda ini lebih Nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak

terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum
e. adanya kenaikan tekanan darah .tekanan darah lebih tinggi pada lengan dari pada kaki .denyut

nadi pada lengan atas terasa kuat ,tetapi lemah pada popliteal dan femoral

A.Pengkajian

1. riwayat kehamilan

riwayat terjadinya infeksi padaa ibu selama trimester pertama .agen penyebab lain adalah

rubella ,influenza atau chicken fox.riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus

dengan ketergantungan pada insulin kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik,terutama

termasuk menjaga gizi ibu,dan tidak kecanduan obat obatan dan alcohol,tidak merokok

2. riwayat persalinan

proses kelahiran atau secara alami atau adanya factor factor yang memperlama proses

persalinan ,penggunaan alat seperti vakum untuk membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan

SC.

3. riwayat kesehatan keluarga

riwayat keturunan dengan memperhatikan adanya anggota keluarga lain yang juga mengalami

kelainan jantung untuk mengkaji adanya factor genetic yang menunjang

4.Usia

Perlu diketahui pada usia berapa gejala mulai timbul. Pada anak dengan KJB gejala tersebut

tidak selalu disertai dengan tanda-tanda yang spesifik, karena anak dapat melakukan aktivitas

secara normal. Kadang-kadang gejala muncul setelah anak remaja atau menginjak dewasa.
5. Pertumbuhan dan perkembangan

Sebagian anak yang menderita KJB dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Pada

beberapa kasus yang spesifik, seperti VSD, ASD, dan TF, pertumbuhan fisik anak terganggu

terutama berat badannya.anak kelihatan kurus dan mudah sakit, terutama karena infeksi saluran

nafas. Sedangkan untuk perkembangannya, yang sering mengalami gangguan adalah aspek

motoriknya.

6.Pola aktivitas

Anak-anak yang menderita TF sering tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-harinya secara

normal. Apabila melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak energi, seperti berlari,

bergerak, berjalan-jalan cukup jauh, makan/minum tergesa-gesa, menangis, atau tiba-tiba duduk

jongkok (squating), anak dapat mengalami serangan sianosis. Hal ini dimaksudkan untuk

memperlancar aliran darah keotak. Kadang-kadang anak tampak pasif dan lemah, sehingga

kurang mampu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari dan perlu dibantu.

7.Tanda vital (suhu, nadi, respirasi, dan kesadaran)

Suhu anak yang menderita KJB adalah rekatif/normal selama tidak didapatkan tanda-tanda

infesi. Nadi pada masa bayi secara normal lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak.

Pada anak yang mengalami kesulitan nafas/sesak nafas sering didapatkan tanda-tanda retraksi

otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung, dan nafas cepat, sementara pada bayi sering ditandai

dengan minum/menetek yang sering berhenti. Sesak nafas ini sering timbul bila melakukan

latihan yang lama dan intensif.


Menurut prnilaian Glascow Coma Scale (GCS) kesadaran termasuk dalam kategori compos

mentis. Dalam keadaan yang memburuk, seperti ketika anak mengalami gagal jantung, kesadaran

bisa mengalami penurunan bahkan sampai mengalami koma.

8.Sianosis

Terutama terjadi pada kasus TF. Harus dibedakan antara sianosis perifer dan sianosis sentral.

Sianosis perifer terjadi karena vasokonstriksi pembuluh darah, terutama pada bagian perifer yang

dapat dilihat pada ujung-ujung ekstremitas. Sedangkan pada sianosis sentral, warna kebiruan

dapat dilihat pada membran mukosa, seperti lidah, bibir, dan konjungtiva. Sianosis sentral dapat

timbul selama melakukan aktivitas, seperti menangis atau makan tergesa-gesa. Pada diaknosis

yang berat, tanpa melakukan aktivitas apapun warna pucat kebiruan sudah tampak. Sianosis ini

tidak selalu ada pada penyakit jantung bawaan. Hal ini bergantung pada letak kelainannya.

Misalnya saja pada VSD atau ASD tanda sianosis ini tidak tampak.

9.Pemeriksaan penunjang

a. Ultra Sono Grafi (USG) dada yang digunakan untuk menentukan besar jantung, bentuk

vaskularisasi paru, sera untuk mengetahui keadaan thymus, trachea, dan osephagus

b. Elektro Cardiografi (ESG) berguna untuk mengetahui adanya aritmia atau hipertofi

c. Echo Cardiografi berguna untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi jantung

d. Kateterisal dan angiografi untuk mengetahui gangguan anatomi jantung yang dilakukan

dengan tindakan pembedahan


e. Pemeriksaan laboratorium, biasanya pemeriksaan darah dilakukan untuk serum elektrolit, Hb,

packet cell volume (PCV) dan kadar gula.

1. Program Terapy

Pengobatan ditunjukan untuk dua hal, yaitu :

a.Jenis dan berat penyakitnya

Apabila terdapat sianosis maka diperlukan optimalisasi fisik dan mental untuk persiapan operasi.

Observasi tanda-tanda vital dan terapy suportif tetap diperlukan meskipun anak tidak mengalami

b.sianosis

Mengatasi penyakit/komplikasi yang biasanya dilakukan dengan tindakan operatif.

Kasus : Balita laki laki usia 4 tahun di rawat di ruang anak dengan PJB hasil pengkajian ibu

mengatakan anaknya bila bermain mudah lelah dan sesak tampak lemah , makan dan minum di

tempat tidur . terdapat murmur , akral dingin, CRT > 3detik , frekuensi nadi 120x/menit ,

frekuensi nafas 30x/menit

1. Diagnosa Kerawatan

ANALISA DATA

Nama : An. E
No RM :

Dx. Medis : PJB ( penyakit jantung bawaan)

Diagnosa ANALISA DATA


1. Penurunan curah jantung Data subjek :

Pasien mengatakan bila bermain mudah lelah

dan sesak tampak lemah , makan dan minum

di tempat tidur .

Data objek : Pasien tampak sesak perubahan

irama jantung ( bradikardia) , kekuatan otot

lemah.

TD : 110/80mmHg

N: 120x/menit

S: 36,7c

RR :20x/menit

INTERVENSI

Nama : An. E

No RM :

Dx. Medis : PJB ( penyekit jantung bawaan )

DIAGNOSA INTERVENSI LUARAN/TUJUAN


Penurunan curah Mempertahankan curah 1. Kekuatan nadi
jantung jantung yang adekuat : perifer ( 4)

1. observasi kualitas 2. Palpitasi (4)

dan kekuatan 3. bradikardi ( 4)

denyut jantung, 4. Lelah ( 5)

nadi perifer, warna 5. Dyspnea (4)

dan kehangatan 6. Murmur jantung

kulit . ( 4)

2. tegakkan derajat

sionisis

( sirkumoral,

membrane mukosa,

clubbing )

3. monitor tanda

tanda CHF

( gelisah , takikardi,

tachypnea, sesak ,

mudah lelah ,

periorbital edema,

oliguria, dan

hepatomegaly )

4. kolaborasi

pemberian digoxin

sesuai order,
dengan

menggunakan

teknik pencegahan

bahaya toksisits.

5. Berikan

pengobatan untuk

menurunkan

afterload

6. Berikan diuretic

sesuai indikasi

IMPLENTASI

Nama : An. E

No RM :

Dx. Medis : PJB ( penyakit jantung bawaan )

No Dx. Keperawatan TGL / JAM Implentasi Evaluasi Paraf


1 Gangguan curah 08.00-selesai 1. menstabillan S: Pasien

jantung pasien seperti mengatakan

menjaga bahwa sudah tidak

kehangatan dan merasakan lelah


memberikan dan sesak yang di

lingkungan rasakan pada saat

nyaman beraktifitas sudah

2. mulai berkurang

mempertahankan dan pasien juga

hematocrit mengatakan

antara 40-50% bahwa ia sudah

3. memberikan paham akan cara

cairan dan penanganan sesak

elektrolit , saat melakukan

menjaga aktivitas.

keseimbangan

asam basa O: pasien tidak

4.mencegah merasakan sesak

hipoglikemi dan lelah saat

5. berikan beraktivitas

oksigenasi yang TTV :

adekuat TTD :100/80

6. mencegah mmHg

infeksi Nadi : 120x/menit

Frekuensi nafas :

30x/menit

A: Masalah
teratasi

P : lanjut

Intervensi

Anda mungkin juga menyukai