Anda di halaman 1dari 17

Abyākatasaṃyutta

Sepuluh Macam Pertanyaan Metafisika


(Abyākata/Avyākata)
1. Apakah dunia abadi,
2. Apakah dunia tidak abadi,
3. Apakah dunia terbatas,
4. Apakah dunia tidak terbatas,
5. Apakah jiwa dan jasmani sama,
6. Apakah jiwa dan jasmani berbeda,
7. Apakah Tathāgata ada setelah kematian,
8. Apakah Tathāgata tidak ada setelah kematian,
9. Apakah Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,
10. Apakah Tathāgata bukan ada dan bukan tidak ada setelah kematian,
Pengantar (Dikutip dan Diedit dari Terjemahan Bhikkhu Bodhi)

• Sutta-sutta dalam saṃyutta ini semuanya menjawab pertanyaan mengapa Buddha


tidak mengadopsi ajaran yang mendukung metafisik dan perdebatan panas dari
para pesaing-Nya.
• Khususnya adalah problem apakah Sang Tathāgata ada setelah kematian.
• Sutta pertama memunculkan suatu diskusi mengenai topik ini antara Raja Pasenadi
dari Kosala dan Bhikkhunī Khemā, seorang bhikkhunī yang terunggul dalam
kebijaksanaan, yang jawaban mendalamnya pada Raja kemudian dikonfirmasi oleh
Sang Guru (44:1).
• Sutta-sutta dalam bab ini cukup untuk menyimpulkan bahwa Sang Buddha
menahan diri dari mengadopsi sudut pandang-sudut pandang metafisik ini karena
alasan pragmatis, yaitu, karena tidak berhubungan dengan pencarian kebebasan
dari penderitaan.
• Jawaban yang diberikan atas pertanyaan menunjukkan bahwa ajaran metafisik
ditolak terutama karena, pada tingkat dasar, mereka semua percaya pada asumsi
implisit diri, suatu asumsi yang muncul dari kebodohan terhadap sifat sejati lima
kelompok unsur kehidupan dan enam landasan indria.
• Karena bagi seseorang yang telah mengerti sifat sejati fenomena-fenomena ini,
semua pandangan spekulatif ini terbukti tidak dapat dipertahankan.
Jumlah Sutta
• Terdiri dari 11 Sutta  Khemā, Anurādha, Sāriputta dan Koṭṭhita (1),
Sāriputta dan Koṭṭhita (2) 5. Sāriputta dan Koṭṭhita (3), Sāriputta dan
Koṭṭhita (4), Moggallāna, Vacchagotta, Aula Perdebatan, Ānanda
(Apakah Ada Diri?), dan Sabhiya.
Khema Sutta
• Ketika Bhikkhuni Khemā menetap di Toraṇavatthu di antara Sāvatthī dan Sāketa, Raja Pasenadi
dari Kosala mengunjungi beliau. Sang Raja menanyakan kepada beliau apakah Tathāgata ada,
tidak ada, ada dan tidak ada, dan bukan ada juga bukan ada setelah meninggal dunia.
• Bhikkhuni Khemā menjawab bahwa Buddha tidak membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Lalu beliau memberi merumpamaan apakah seorang akuntan atau matematikawan ada kemampuan
untuk menghitung jumlah pasir di sungai Gangga dan berapa galon air di samudera raya.
• Bhikkhuni Khema juga mengatakan bahwa pernyaan Tathāgata ada, tidak ada, ada dan tidak ada,
dan bukan ada juga bukan ada tidak berlaku. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa pancakhanda
yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya telah
ditinggalkan oleh Sang Tathāgata, dipotong di akarnya, dibuat menjadi seperti tunggul pohon
kelapa, dilenyapkan sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. Selanjutnya beliau
menambahkan bahwa Sang Tathāgata terbebaskan dari sebutan dalam hal bentuk; Beliau sangat
dalam, tidak terbatas, sukar diukur bagaikan samudera raya.
• Dikatakan Sang Raja puas dengan jawaban sang bhikkhuni, lalu akhirnya pada kesempatan lainnya
dia menemui Buddha dan menanyakan hal yang sama. Sang Raja terkagum-kagum setelah
mendengar jawaban Buddha ternyata sama persis dengan jawaban Bhikkhuni Khemā.
Anurādha Sutta
• Kisahnya mirip dengan yang terjadi dengan Bhikkhuni Khemā
Sāriputta dan Koṭṭhita Sutta (1)
• Dikatakan bahwa suatu hari Bhante Sāriputta ditanya oleh Bhante
Mahākoṭṭhita apakah Tathāgata ada, tidak ada, ada dan tidak ada,
dan bukan ada juga bukan ada setelah meninggal dunia. Kemudian
Bhante Sāriputta menjawab bahwa Buddha tidak pernah menyatakan
hal-hal demikian. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa pertanyaan-
pertanyaan tentang apakah Tathāgata ada, tidak ada, ada dan tidak
ada, dan bukan ada juga bukan ada setelah meninggal dunia hanyalah
keterlibatan dengan bentuk dan unsur pancakhanda lainnya.
Sāriputta dan Koṭṭhita Sutta (2)
• Kisahnya mirip dengan sutta sebelumnya
• Seseorang yang tidak mengetahui dan tidak melihat bentuk dan unsur
pancakhanda lainnya sebagaimana adanya, yang tidak mengetahui dan tidak
melihat asal-mula, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya, yang menganggap:
‘Sang Tathāgata ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah
kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang
Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian.’
• Seseorang yang mengetahui dan melihat bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-
bentukan kehendak dan kesadaran sebagaimana adanya, yang mengetahui dan
melihat asal-mula, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya, tidak menganggap:
‘Sang Tathāgata ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah
kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang
Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian.’
Sāriputta dan Koṭṭhita Sutta (3)
• Kisahnya mirip dengan sutta sebelumnya
• Adalah seseorang yang tidak hampa dari nafsu terhadap bentuk dan
unsur pancakhanda lainnya, yang tidak hampa dari keinginan, sayang,
dahaga, ketagihan, dan kegemaran terhadap bentuk dan unsur
pancakhanda lainnya, yang menganggap: ‘Sang Tathāgata ada setelah
kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian,’ atau
‘Sang Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang
Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian.’
Sāriputta dan Koṭṭhita Sutta (4)
• Kisahnya mirip dengan sutta sebelumnya
• Adalah seseorang yang menikmati bentuk dan unsur pancakhanda lainnya, yang
menyenangi bentuk dan unsur pancakhanda lainnya, yang bergembira di dalam
bentuk, dan yang tidak mengetahui dan tidak melihat lenyapnya bentuk dan
unsur pancakhanda lainnya sebagaimana adanya, dan menganggap: ‘Sang
Tathāgata ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah
kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang
Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian.’
• Seseorang yang tidak menikmati bentuk, yang tidak menikmati perasaan, yang
tidak menikmati persepsi, yang tidak menikmati bentukan-bentukan kehendak,
yang tidak menikmati kesadaran, yang tidak menyenangi kesadaran, yang tidak
bergembira di dalam kesadaran, yang mengetahui dan melihat lenyapnya
kesadaran sebagaimana adanya, tidak menganggap: ‘Sang Tathāgata ada
setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang
Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata bukan ada
juga bukan tidak ada setelah kematian.’
Lanjutan …
• Selain itu semua, Bhante Sāriputta juga menjelaskan bahwa seseorang
yang menikmati kehidupan, kelekatan, dan keinginan, yang menyenangi
kehidupan, , kelekatan, dan keinginan, yang bergembira di dalam
kehidupan, kelekatan, dan keinginan, dan yang tidak mengetahui dan
melihat lenyapnya kehidupan, kelekatan, dan keinginan, sebagaimana
adanya terjebak pada pembahasan pertanyaan-pertanyaan itu. Beliau juga
mengatakan bahwa seseorang yang tidak menikmati kehidupan, kelekatan,
dan keinginan, yang tidak menyenangi kehidupan, kelekatan, dan
keinginan, yang tidak bergembira di dalam kehidupan, kelekatan, dan
keinginan, dan yang mengetahui dan melihat lenyapnya kehidupan, ,
kelekatan, dan keinginan, sebagaimana adanya tidak terjebak pada
pembahasan pertanyaan-pertanyaan itu.
Moggallāna Sutta
• Dikatakan Bhante Mahāmoggallāna ditanya Pengembara Vacchagitta apakah
dunia abadi, dunia tidak abadi, dunia terbatas, dunia tidak terbatas, jiwa dan
jasmani sama, jiwa dan jasmani berbeda, Tathāgata ada setelah kematian,
Tathāgata tidak ada setelah kematian, Tathāgata ada dan tidak ada setelah
kematian, Tathāgata bukan ada dan bukan tidak ada setelah kematian, lalu
dijawab bahwa tidak pernah menyatakan hal itu semua.
• Para pengembara dari sekte lain menganggap mata dan 5 indra lainnya
sebagai ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’ makanya terjebak pada pembahasan 10
pertanyaan metafisika tersebut. Namun, Buddha menganggap mata sebagai
“bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.”
• Akhirnya si pengembara tersebut menemui Buddha dan mendapat jawaban
yang persis sama. Itu pula yang membuatnya terkagum-kagum.
Vacchagotta Sutta
• Dikatakan Buddha ditanya oleh Vacchagotta tentang 10 macam
pertanyaan metafika dan beliau mengatakan bahwa beliau tidak
menyatakan demikian.
• Alasannya: para pengembara dari sekte lain menganggap bentuk dan
4 unsur pancakhanda lainnya sebagai diri, atau diri sebagai memiliki
bentuk dan 4 unsur pancakhanda lainnya, atau bentuk dan 4 unsur
pancakhanda lainnya sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam
bentuk dan 4 unsur pancakhanda lainnya.
• Vacchagotta akhirnya menemui Bhante Moggalana dan mendapat
jawaban yang sama, dan itu pula yang membuatnya terkagum-kagum.
Kutūhalasālā Sutta (Aula Perdebatan)
• Dikatakan Vacchagota membandingkan yang dikatakan 6 orang guru yang
terkenala pada masa itu dengan yang dikatakan Buddha berkenaan seorang
yang telah mencapai arahat. Buddha mengatakan bahwa seorang arahat
telah memotong keinginan, belenggu yang kokoh, dan, dengan secara total
mendobrak keangkuhan, ia telah mengakhiri penderitaan. Pernyataan
Buddha tersebut membingungkan Vacchagota.
• Buddha mengatakan bahwa wajar jika Vacchagota bingung dengan
persoalan yang membingungkan. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa
kelahiran kembali adalah untuk seseorang yang memiliki bahan bakar,
bukan untuk seseorang yang tanpa bahan bakar, seperti halnya api yang
membakar dengan bahan bakar, tetapi bukan tanpa bahan bakar,
demikianlah, kelahiran kembali adalah untuk seseorang yang memiliki
bahan bakar, bukan untuk seseorang yang tanpa bahan bakar.
Lanjutan …
• Selanjutnya Vacchagota bertanya ketika nyala api tertiup angin dan
bergerak hingga beberapa jauh, manakah yang Buddha sebut sebagai
bahan bakarnya pada saat itu. Buddha menjawab bahwa ketika nyala api
tertiup angin dan bergerak hingga beberapa jauh, api itu dibahan-bakari
oleh angin. Beliau menambahkan bahwa pada saat itu angin adalah
bahan bakarnya.
• Kemudian, Vacchagota bertanya lagi tentang ketika suatu makhluk telah
membaringkan jasmani ini tetapi belum terlahir kembali dalam jasmani
lain, manakah yang Buddha sebut sebagai bahan bakarnya pada saat
itu. Pertanyaan tersebut dijawab Buddha bahwa setelah suatu makhluk
membaringkan jasmani ini tetapi belum terlahir kembali dalam jasmani
lain, ia dibahan-bakari oleh keinginan. Lanjut beliau, pada saat itu
keinginan adalah bahan bakarnya.
Ānanda Sutta (Apakah Ada Diri?)
• Dikatakan Vacchagota bertanya kepada Buddha bagaimana apakah ada diri
dan apakah tidak ada diri, tetapi beliau tidak menjawab dan hanya diam
saja. Akhirnya, Vacchagota pergi, lalu kemudian Bhante Ananda
menanyakan mengapa beliau kok diam saja saat ditanya Vacchagota
tersebut. Buddha selanjutnya menjawab jika beliau mengatakan “ada diri,’
maka ini bersesuaian dengan para petapa dan brahmana yang adalah
eternalis. Tentunya ini tidak konsisten di pihak beliau dengan munculnya
pengetahuan bahwa ‘semua fenomena adalah bukan-diri. Andai beliau
mengatakan ‘tidak ada diri,’ maka ini bersesuaian dengan para petapa dan
brahmana yang adalah nihilis, dan Pengembara Vacchagotta, yang
kebingungan, akan semakin terjatuh ke dalam kebingungan yang lebih
besar, dengan berpikir, ‘Sepertinya bahwa diri yang kumiliki sebelumnya
tidak ada lagi sekarang.’”
Sabhiya Kaccāna Sutta
• Dikatakan Bhante Sabhiya Kaccāna ditanya tentang Tathāgata ada setelah
kematian seperti dalam sutta sebelumnya.
• Kemudian dijawab, “Sehubungan dengan sebab dan kondisi untuk
menggambarkannya sebagai ‘berbentuk’ atau sebagai ‘tanpa bentuk’ atau
sebagai ‘memiliki batin’ atau ‘tanpa batin’ atau sebagai ‘bukan memiliki batin juga
bukan tanpa batin’: jika sebab dan kondisi itu lenyap secara total tanpa sisa,
bagaimanakah seseorang dapat menggambarkannya sebagai ‘berbentuk’ atau
sebagai ‘tanpa bentuk’ atau sebagai ‘memiliki batin’ atau ‘tanpa batin’ atau
sebagai ‘bukan memiliki batin juga bukan tanpa batin’?” Lalu akhirnya Vacchagota
bertanya tentang sudah berapa lama Bhante Sabhiya Kaccāna menjadi anggota
sangha dan dijawab bahwa beliau menjadi anggota sangha 3 tahun. Akhirnya,
Vacchagota mengatakan bahwa seseorang yang telah mendapatkan sebegitu
banyak dalam waktu sedemikian, sungguh telah mendapatkan banyak, apalagi
seseorang yang telah melampaui itu.”

Anda mungkin juga menyukai