Anda di halaman 1dari 8

BRAHMAJALA SUTTA

(Khotbah Mengenai Jaring Kebijaksanaan Sempurna)

SEJARAH

Brahmajala sutta timbul ketika terjadi perdebataanan antara seorang petapa kelana yang
menfitnah sang buddha,dhamma,sangha dan siswanya brahmadatta yang memuji sang
buddha dhama sangha. Setelah berkenaan fitnah tersebut tersebut, Sang Buddha menasehati
muridnya agar tidak merasa m makharah dan jengkel, karena hal tersebut hanya akan
merugikan spiritualitas mereka.
Sang Buddha kemudian mengatakan bahwa bila mana manusia biasa (puthujjana) memuji
sang buddha, dia tidak mampu secara pantas memuji sifat-sifat luhur sang buddha yang tiada
bandingnya. Manusia biasa hanya bisa menyentuh “masaalah-masalahl yang sepele sekedar
moralitas”.

Hal-hal yang menyebebkan orang -orang memuji Tathagatta:


Cula sila
 Tidak membunuh makhluk hidup
 Tidak mengambil apa yang tidak diberikan
 Tidak melakukan hubungan kelamin
 Tidak berdusta
 Tidak memfitnah
 Tidak mengucapkan kata-kata kasar
 Tidak menghabiskan waktu untuk bercerita yang tidak berguna
 Tidak menggunakan alat-alat untuk merias, bunga-bungaan, wangi-wangian, dan
perhiasan

Majjihma sila

 Tidak merusak biji-bijian maupun tumbuh-tumbuhan


 Tidak menimbun makanan, minuman, jubah, dll.
 Tidak melihat pertunjukan
 Tidak menikuti permainan-permainan dan rekreasi
 Tidak menggunakan tempat tidur yang besar dan mewah
 Tidak menggunakan perhiasan dan mempercantik diri
 Tidak membicarakan hal-hal yang rendah
 Tidak melakukan bantahan-bantahan
 Tidak berlaku sebagai pembawa berita, pesuruh, sebagai perantara
 Tidak menipu
Maha sila

Tidak mencari penghasilan dengan mata pencaharian yang salah seperti:


 Meramal nasib
 Membicarakan tanda-tanda akan alamat baik atau buruk dengan benda-benda
 Meramalkan akibat dari keberangkatan, tibanya pemimpin
 Tidak meramalkan akan adanya keberadaan tatasurya seperti gerhana bintang, bulan,
matahari yang menyimpang pada orbit
 Meramal akan adanya hujan lebat, kurang lebat dan kekeringan
 Menentukan hari baik untuk perkawinan
 Berjanji akan berdana apabila keingginannya terkabul

Berbagai pandangan salah mengenai masa lampau terdapat 18 cara:


 Empat pandangan kepercayaan atta dan loka adalah kekekalan (sassata ditthi)
 Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekelan (ekacca
sassata ditthi)
 Empat pandangan mengenai apakah dunia itu terbatas atau tak terbatas (antnanta
ditthi)
 Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (amaravikkhepa vada)
 Dua dokterin non sebab akibat (adhiccasamuppanna vada)

Berebagai pandangan salah mengenai masa depan terdapat 44 cara


 Enambelas jenis kepercayaan pada adanya sanna setelah kematian
(uddhamaghatanika sanni vada)
 Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian
(uddahamaghatanika asanni vada)
 Delapan jenis kepeercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non sanna setelah
kematian (uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
 Tuju jenis kepercayaan pada anihilasi uccheda vada)
 Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam kehidupan ini juga
(ditthadhamma nibbana vada)

1. Empat pandangan atta dan loka adalah tidak kekal


a) Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan lampaunya pada
1,2,3,4,5,10,20,30,40,50,100,1000,beberapa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang
lampau berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang
baru, itu tetap bagakan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat,
dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu
kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal
selamanya”.
b) Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan yang lampau
pada 1,2,3,4,5,10 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa “ atta adalah kekal
dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagakan puncak gunung karang,
atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah,
mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun
demikian mereka itu tetep kekal selamanya”.
c) Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan lampau pada
10,20,30,40 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan
loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagaikan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati,
dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian
mereka itu tetep kekal selamanya”.
d) Beberapa petapa dan brahmana yang berlandaskan pada pandangannya pada pikiran
dan logika saja pada kesangupannya saja berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan
loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagaikan puncak gunung karang, atau
bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati,
dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian
mereka itu tetep kekal selamanya”.

2. Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekalan (ekacca


sassata ditthi)
a) Pada suatu waktu ketika berakhirnya suatu masa yang lama sekali bumi mulai
berevolusi, ketika hal itu terjadi alam brahmana terlihat sepi dan kosong. Ada
makhluk dari alam dewa abhassara yang masa hidupnya atau pahala kamma baiknya
habis. Ia meninggal dari alam dewa abhassara dan terlahir di alam brahma. Dia hidup
ditunjang dengan kekuatan pikiran yang diliputi keingginan, berkeingginan agar ada
makhluk lain yang datang dan hidup bersamanya, pada saat itu ada makhluk yang
masa hidup dan pahala baiknya habis dan terlahir di alam brahmana. Makhluk dari
alam brahmana yang pertama berpendapat ” saya brahmana, maha brahmana, maha
agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua, pencipta, penentu tempat bagi semua
makhluk, semua makhluk adalah ciptaanku”. Setelah ada beberapa makhluk yang
meninggal, dari alam brahmana dan terlahir di alam manusia, hidup menjadi petapa
hingga mampu menginggat kehidupannya yang lampau dia berkata “dialah
brahmana, maha brahmana, maha agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua,
pencipta, penentu tempat bagi semua makhluk, semua makhluk adalah ciptaannya”.
Dia tetap kekal dan keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi
kami yang diciptakannya dan datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki
usia yang terbatas.
b) Dewa-dewa yang tidak ternoda oleh kesenanggan adalah tetap kekal abadi selamanya.
Tetepi kita yang terjatuh dari alam tersebut, tidak dapat menggendalikan diri karena
terikat pada kesenangan , kita terlahir disini adalah tidak kekal. Berubah dan usia kita
pun terbatas.
c) Para dewa yang pikirannya mereka tidak ternoda dan tidak diliputi perasaan iri hati
pada yang lain, maka mereka tidak emburu pada dewa yang lain, dengan demikian
mereka tidak meninggal atau jatuh dari alam tersebut, mereka tetap kekal abadi, tidak
berubah sampai selama-lamanya. Tetapi yang memiliki pikiran yang ternoda selalu
diliputi perasaan iri dan cemburu kepada orang lain, maka tubuh ini menjadi lemah,
mati dan terlahir kembali sebagai makhluk yang tidak kekal, berubah, dan memiliki
usia yang terbatas.
d) Yang disebut mata, telinga, hidung, lidah, dan jasmani adalah atta yang bersifat tidak
kekal, tidak tetap, tidak abadi, selalu berubah. Tetapi apa yang dinamakan batin,
pikiran, atau kesadaran adalah atta yang bersifat kekel, tetap, abadi dan tidak akan
beruba

3. Empat pandangan mengenai apakah dunia ini terbatas atau tidak terbatas
(antnanta ditthi )
a) Para petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini terbatas, berkata: “Dunia
ini terbatas, jalan yang dibuat menggelilingi dan kami berada dalam dunia yang
nampak terbatas”.
b) Para petapa dan brahmana yang mambayangkan dunia ini tidak terbatas, berkata “para
petapa yang yang menyatakan dunia ini terbatas sehingga jalan dapat mengelilinginya
adalah salah”.
c) Ada petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini ada yang terbatas dan ada
yang tidak terbatas maka mereka berpendapat dunia ini ada yang terbatas dan ada
yang tidak terbatas.
d) Para petapa dan brahmana menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada
argumentasi mereka dan hanya dilandaskan pada kesanggupannya saja
membayangkan dan berpendapat dunia ini adalah bukan terbatas ataupun bukan tidak
terbatas.

4. Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (amaaravikkhapika)


a) Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada kesalahan yang
disebabkan menyatakan pendapat, maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang
ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
b) Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada kesalahan yang
disebabkan menyatakan pendapat yang terikat pada keadaan batin , maka ia akan
menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab
berbelit-belit dan membinggungkan.
c) Ada petapa dan brahmana yang pandai, cerdi, berpengalaman dalam berdebat, pandai
mencari kesalahan, pandai menggelak, yang menurut pendapatnya dapat menolak
spekulasi orang lain dengan kebijaksanaan mereka, maka ia akan menyatakan sebuah
pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan
membinggungkan.
d) Ada petapa dan brahmana yang bodoh dan dungu. Dan karena kebodohan atau
kedunguannya , maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan
padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
5. Dua dokterin non sebab-akibat (adhiccasamuppanna vada)
a) Ada petapa dan brahmana menyatakan segala sesuatu terjadi secara kebetulan dan
berpendapat bahwa “ atta dan loka terjadai tanpa adanya sebab karena, dulu ada
sekarang ada”.
b) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan yang didasarkan pada pikiran dan
logika menyatakan pendapat dan argumentasinya dan didasari pada kesanggupannya
berpendapat, “ atta dan loka terjadi tanpa adanya sebab.

6. Enambelas jenis kepercayaan pada adanya pencerapan (sanna) setelah kematian


(uddhamaghatanika sanni vada)
a) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan mempunyai bentuk (rupa)
b) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak berbentuk (arupa)
c) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan berbentuk dan tidak
berbentuk (rupa-arupa)
d) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan berbentuk atau pun
bukan tidak berbentuk (n”evarupinarupi)
e) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas (antava atta hoti)
f) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak terbatas ( anantava)
g) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas dan tidak terbatas
(antava caanantavaca)
h) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan terbatas atau pun
bukan tidak terbatas (n”evantava nanantava)
i) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki semacam bentuk
kesadaran (ekattasanni atta hoti)
j) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki macam-macam
bentuk kesadaran ( anatta sanni)
k) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran terbatas
( paritta sanni)
l) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran tidak
terbatas (appamana sanni)
m) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu bahagia (ekanta
sukkhi)
n) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu menderita ( ekanta
dukkhi)
o) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bahagia dan menderita
(sukha dukkhi)
p) Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan bahagia ataupun
bukan menderita (adukkham asukkhi)
7. Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian
(uddahamaghatanika asanni vada)
a) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk (rupi)
b) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak berbentuk
(arupi)
c) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk dan
tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
d) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan berbentuk
ataupun bukan tidak berbentuk (n’eva rupiu narupi)
e) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas (antava)
f) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak terbatas
(anantava)
g) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas dan tidak
terbatas ( antava ca anantava ca)
h) Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan terbatas dan
bukan tidak terbatas (n’avantava nanantava)

8. Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna atau pun bukan non
sannasetelah kematian ( uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
a) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan berbentuk (rupi)
b) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan dan tidak berbentuk (arupi)
c) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
d) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan bukan berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk (n’eva
rupiu narupi)
e) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan terbatas (antava)
f) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan tidad terbatas (anantava)
g) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)
h) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’anvantava
nanantava)
9. Tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi (ucceheda vada)
a) Ada beberapa petapa dan brahmanna berpendapat dan berpandangan, “atta
mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari 4 zat (catummahabhutarupa) dan
mrupakan keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur
dan lenyap dan tidak ada lagi kehidupan kembali”.
b) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat dan berpandangan, “atta tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur berbentuk, termasuk alat
kesenangan inderia (kamavacaro), hidup dengan makanan material
(kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat tetapi saya telah
mengetahui atau telah melihatnya. Dengan demikian setelah meninggal dunia
makhluk itu binasa, lenyap dan musnah”.
c) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta itu tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur, berbentuk, di bentuk oleh
pikiran (manomaya), semua bagian sempurna, indranya pun lengkap, setelah
meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu
binasa, lenyap musnah”.
d) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tidak
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui adanya bentuk (rupasanna)
yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan
penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang tanpa batas
(akasanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian
setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
e) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
musnah sekaligus, karena ada atta yang lain lagi yang melampaui alam
(akasanancayatana), menyadari kesadaran kesadaran tanpa batas, mencapai alam
kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap.
Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
f) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tdak
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui alam (vinnanancayatana),
menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan ( akincannayatana), setelah
meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu
binasa, lenyap musnah”.
g) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain yang melampaui alam akincannayatana,
mencapai alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak pencerapan (n’evasanna
nasannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah
meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
10. Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang dapat diwujudkan dalam kehidupan
sekarang (ditthadhamma nibbana vada)
a) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila atta diliputi oleh kenikmatan,
kepuasan lima inderia, maka atta telah mencapai nibbana dalam kehidupaan sekarang
ini. Dengan pendapat yang mereka nyatakan mengenai makhluk hidup yang dapat
mencapai kebahagiaan mutlak-nibbana dalam kehidupan sekarang ini”.
b) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “ bila mana atta terbebas dari
kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akhusala dhamma) mencapai dan tetap
dalam jhana pertama, keadaan yang menggiurkan, disertai perhatian dan penyidikan
(savittaka savicara), maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana
dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa
kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
c) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bilamana atta terbebas dari
perhatian dan penyelidikan, mencapai dan berada dalam jhana II, keadaan pikiran
terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekadi-bhava, vupasamo,
piti, sukha) maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam
kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan
mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
d) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bila mana atta terbebas dari
keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian, berpenggertian
jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang dikatakan oleh
para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan penggertaian jelas ,
mencapai dan berada di jhana III, maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak
nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa
kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
e) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan , “ bilamana atta terbebas dari rasa
bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana dukkhassa ca pahana) setelah lebih dahulu
melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa domanassa) mencapai dan
berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang seimbang dan terpusat, tanpa adanya
kebahagiaan dan penderitaan (adukkha asukkham), maka dengan ini atta mencapai
kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka
berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan
sekarang ini”.

Anda mungkin juga menyukai