SEJARAH
Brahmajala sutta timbul ketika terjadi perdebataanan antara seorang petapa kelana yang
menfitnah sang buddha,dhamma,sangha dan siswanya brahmadatta yang memuji sang
buddha dhama sangha. Setelah berkenaan fitnah tersebut tersebut, Sang Buddha menasehati
muridnya agar tidak merasa m makharah dan jengkel, karena hal tersebut hanya akan
merugikan spiritualitas mereka.
Sang Buddha kemudian mengatakan bahwa bila mana manusia biasa (puthujjana) memuji
sang buddha, dia tidak mampu secara pantas memuji sifat-sifat luhur sang buddha yang tiada
bandingnya. Manusia biasa hanya bisa menyentuh “masaalah-masalahl yang sepele sekedar
moralitas”.
Majjihma sila
3. Empat pandangan mengenai apakah dunia ini terbatas atau tidak terbatas
(antnanta ditthi )
a) Para petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini terbatas, berkata: “Dunia
ini terbatas, jalan yang dibuat menggelilingi dan kami berada dalam dunia yang
nampak terbatas”.
b) Para petapa dan brahmana yang mambayangkan dunia ini tidak terbatas, berkata “para
petapa yang yang menyatakan dunia ini terbatas sehingga jalan dapat mengelilinginya
adalah salah”.
c) Ada petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini ada yang terbatas dan ada
yang tidak terbatas maka mereka berpendapat dunia ini ada yang terbatas dan ada
yang tidak terbatas.
d) Para petapa dan brahmana menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada
argumentasi mereka dan hanya dilandaskan pada kesanggupannya saja
membayangkan dan berpendapat dunia ini adalah bukan terbatas ataupun bukan tidak
terbatas.
8. Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna atau pun bukan non
sannasetelah kematian ( uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
a) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan berbentuk (rupi)
b) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan dan tidak berbentuk (arupi)
c) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
d) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan bukan berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk (n’eva
rupiu narupi)
e) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan terbatas (antava)
f) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan tidad terbatas (anantava)
g) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)
h) Setelah mati, atta tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa
memiliki kesadaran, dan bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’anvantava
nanantava)
9. Tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi (ucceheda vada)
a) Ada beberapa petapa dan brahmanna berpendapat dan berpandangan, “atta
mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari 4 zat (catummahabhutarupa) dan
mrupakan keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur
dan lenyap dan tidak ada lagi kehidupan kembali”.
b) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat dan berpandangan, “atta tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur berbentuk, termasuk alat
kesenangan inderia (kamavacaro), hidup dengan makanan material
(kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat tetapi saya telah
mengetahui atau telah melihatnya. Dengan demikian setelah meninggal dunia
makhluk itu binasa, lenyap dan musnah”.
c) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta itu tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur, berbentuk, di bentuk oleh
pikiran (manomaya), semua bagian sempurna, indranya pun lengkap, setelah
meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu
binasa, lenyap musnah”.
d) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tidak
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui adanya bentuk (rupasanna)
yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan
penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang tanpa batas
(akasanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian
setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
e) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
musnah sekaligus, karena ada atta yang lain lagi yang melampaui alam
(akasanancayatana), menyadari kesadaran kesadaran tanpa batas, mencapai alam
kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap.
Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
f) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tdak
musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui alam (vinnanancayatana),
menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan ( akincannayatana), setelah
meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu
binasa, lenyap musnah”.
g) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak
musnah sekaligus karena ada atta lain yang melampaui alam akincannayatana,
mencapai alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak pencerapan (n’evasanna
nasannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah
meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
10. Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang dapat diwujudkan dalam kehidupan
sekarang (ditthadhamma nibbana vada)
a) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila atta diliputi oleh kenikmatan,
kepuasan lima inderia, maka atta telah mencapai nibbana dalam kehidupaan sekarang
ini. Dengan pendapat yang mereka nyatakan mengenai makhluk hidup yang dapat
mencapai kebahagiaan mutlak-nibbana dalam kehidupan sekarang ini”.
b) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “ bila mana atta terbebas dari
kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akhusala dhamma) mencapai dan tetap
dalam jhana pertama, keadaan yang menggiurkan, disertai perhatian dan penyidikan
(savittaka savicara), maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana
dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa
kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
c) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bilamana atta terbebas dari
perhatian dan penyelidikan, mencapai dan berada dalam jhana II, keadaan pikiran
terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekadi-bhava, vupasamo,
piti, sukha) maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam
kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan
mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
d) Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bila mana atta terbebas dari
keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian, berpenggertian
jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang dikatakan oleh
para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan penggertaian jelas ,
mencapai dan berada di jhana III, maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak
nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa
kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
e) Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan , “ bilamana atta terbebas dari rasa
bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana dukkhassa ca pahana) setelah lebih dahulu
melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa domanassa) mencapai dan
berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang seimbang dan terpusat, tanpa adanya
kebahagiaan dan penderitaan (adukkha asukkham), maka dengan ini atta mencapai
kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka
berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan
sekarang ini”.