Anda di halaman 1dari 115

ِِ‫بِسِمِِللاِِالرِحِمِنِِالرِحِيِم‬

Muqaddimah
Segala puji bagi Alloh yang menurunkan Al-Kitab kepada hambanya dan
menjadikannya sebagai pemberi petunjuk dan peringatan. Memberi petunjuk kepada siapa saja
yang berpegang teguh dengannya dan bersandar kepadanya dalam hal loyalitas dan
permusuhannya. Alloh-lah Dzat yang menjadikannya laksana matahari yang bercahaya. Alloh
juga Dzat yang di dalamnya mewajibkan kepada hambanya untuk memboikot orang-orang
musyrik dan siapa saja yang mendukung dan menolong mereka.

Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada manusia termulia dan rasul terbaik,
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang dengan diutusnya beliau Alloh menerangi kegelapan
kekafiran dan menjadikan bagian dari petunjuknya supaya menyelisihi kesyirikan dan orang-
orang musyrik secara keseluruhan.

Shalawat dan salam juga semoga tercurah kepada segenap keluarga dan sahabatnya
yang mereka ini saling mencintai karena Alloh dengan kecintaan yang membuat marah para
musuh, bermodalkan dengannya mereka berjihad melawan orang-orang kafir dan munafikin
dengan jihad yang besar dan dengannya mereka memisahkan diri dari para pembela kebatilan.
Mereka tidak mau menerima jalan tengah sebagai sebuah solusi.

Amma ba’du:

Sesungguhnya pokok dasar dien Alloh adalah tauhid. Alloh Ta'ala berfirman,

َ ُ‫َن اعبُ ُدوا اللَّهَ َواجتَنِبُوا الطَّاغ‬


‫وت‬ ً ‫َولََقد بَ َعث نَا فِي ُكل أ َُّمة َر ُس‬
ِ ‫ول أ‬
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” [QS. An-Nahl (16): 36].

Para pemuka orang-orang kafir lebih paham akan hakikat dakwah para nabi dan rasul
daripada orang-orang yang mengklaim sebagai orang Islam pada masa kini. Lihatlah orang-
orang musyrik Quraisy bagaimana mereka memperlihatkan keterheranannya terhadap hakikat
dakwah ini,

ِ ‫أَجعل اْلَلِهةَ إِلَها و‬


َ َ‫اح ًدا إِ َّن َه َذا ل‬
‫شيء عُ َجاب‬ َ ً َ َ ََ
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-
benar suatu hal yang sangat mengherankan.” [QS. Shaad (38): 5].

Orang-orang kafir paham bahwa dakwah rasul mereka yang agung bukan kepada
beribadah kepada Alloh, namun kepada hanya beribadah kepada Alloh semata dan kufur
(ingkar) kepada setiap sembahan selain-Nya.

Ibadah kepada Alloh semata tidak akan bisa terealisasi kecuali dengan menjauhi dan
mengingkari setiap orang yang lancang terhadap rububiyah dan uluhiyah Alloh, Dzat yang
berhak menciptakan dan memerintah.

2
Seseorang tidak menjadi orang yang beriman kepada Alloh kecuali dengan kufur dan
memusuhi para thaghut. Dan memusuhi semua sifat thaghut berikut pelakunya dan siapa saja
yang mempromosikannya dari kalangan orang-orang murtad dan munafik.

Renungkan keadaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mulai memperingatkan


orang-orang musyrik dari kesyirikan dan memerintahkan mereka lawan dari kesyirikan yaitu
tauhid, mereka tidak membenci bahkan menganggap dakwah beliau suatu hal yang baik.
Banyak yang berniat ingin mengikuti dakwah beliau. Sampai pada ketika beliau terang-
terangan mencela dien mereka, membodoh-bodohi para ulama mereka, ketika itulah mereka
menabuh genderang permusuhan kepada beliau dan para sahabat. Mereka berkata,
“Muhammad mengatakan akal kami bodoh, mencela dien kami dan mencerca tuhan-tuhan
kami.”

Para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta seluruh kaum
Muslimin zaman dahulu maupun sekarang telah bersepakat (berijma’) bahwa seseorang tidak
menjadi muslim kecuali dengan meninggalkan dan berlepas diri dari syirik akbar (syirik besar)
dan para pelakunya; dan membenci serta menjauhi mereka sesuai dengan kemampuan.

Adapun di zaman ini pemikiran murjiah telah merasuk ke dalam diri umat Islam,
sampai-sampai iman dipahami hanya sekadar ucapan, tauhid hanya sebagai syiar, Islam
laksana harta warisan dan sesuatu yang hanya turun-temurun dan rambu-rambu al-wala wal-
bara hilang. Lebih parah lagi, pemikiran ini bertemu dengan hati-hati yang kosong sehingga
semakin mangakar kuat dalam hati dan akal serta kehidupan manusia.

Sehingga manusia meninggalkan berbagai fardhu, kewajiban dan perkara sunnah.


Mereka mencukupkan diri dengan sekadar ucapan laa ilaaha illallaah. Mereka merasa dien
dan keislamannya terjaga dan keimanannya tidak bermasalah sedikit pun. Mereka beriman
kepada satu tuhan pemilik alam semesta, tidak meyakini trinitas, mengetahui bahwa Alloh
adalah Rabb dan Dzat yang menciptakan mereka serta yang memberi mereka rezeki.

Mereka beriman –menurut klaim mereka- kepada datangnya hari akhir, hari
perhitungan, hari pembalasan, adanya surga dan neraka. Sebagian mereka melaksanakan shalat
jum’at dan shalat iedul fitri serta iedul adh-ha. Sebagian mereka terkadang berpuasa di bulan
Ramadhan atau beberapa hari saja. Sebagiannya terkadang pergi umrah dan haji ke baitullah
yang suci. Mereka mengira bahwa mereka baik-baik saja dan berada di atas jalan yang benar.
Banyak orang yang berafiliasi kepada dien ini yang meyakini kemanfaatan dan bahaya berada
di tangan beberapa wali dan orang-orang shalih. Sehingga mereka bertawassul melalui para
wali dan orang-orang shalih tersebut. Beristighatsah kepada mereka. Bernadzar untuk mereka.
Bersumpah dengan nama salah seorang mereka. Mereka mengira baik-baik saja selama masih
mengucapkan laa ilaaha illallaah.

Hadits “barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallaah maka ia pasti masuk
surga” dan “keluarkanlah dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallaah” dan
yang semacamnya tersebar luas. Sampai-sampai hadits-hadits ini tersebar luas di tengah
masyarakat laksana api yang melalap rumput baik yang hijau maupun yang kering. Mayoritas
orang-orang yang berafiliasi kepada millah (agama) Islam mengira bahwa mengucapkan dua
kalimat syahadat sudah cukup untuk menetapkan sifat Islam dan memasukannya ke surga
meski meninggalkan shalat lima waktu dan melakukan berbagai kemungkaran, semisal
memperolok-olok Alloh, Rasul-Nya dan ayat-ayat-Nya; menyekutukan Alloh dengan sesuatu
yang Alloh tidak menurunkan dalil tentangnya; menyerahkan loyalitas kepada musuh-musuh
Alloh dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta orang-orang kafir lainnya; menjalankan syariat-
syariat kafir dan undang-undang positif jahiliyah; menolak melaksanakan sebagian syariat
Islam yang nampak serta memeranginya semisal jihad fi sabilillah sebagaimana yang terjadi di
negeri-negeri kaum Muslimin pada masa kini. Semua orang mengetahui akan semua itu kecuali

3
orang yang tidak tahu realita atau pembangkang licik yang membela para thaghut itu. Anak-
anak kecil tumbuh dan berkembang dalam kondisi semcam itu. Orang-orang menjadi tua juga
dalam kondisi semacam itu. Sampai-sampai menurut persepsi dan keyakinan masyarakat
secara umum dan pada sebagian dai dan ulama penguasa bahwa kondisi semacam ini adalah
kondisi yang sudah beres. Ada dari para dai dan ulama itu yang berafiliasi kepada aimmatud
dakwah (para imam dakwah) yang penuh barakah. Seandainya aimmatud dakwah melihat
keadaan mereka niscaya akan berlepas diri dari mereka. Oleh karena itu dalam buku ini saya
nukilkan perkataan para imam dakwah, agar kebenaran tidak bercampur aduk dengan
kebatilan. Saya jelaskan perkataan mereka dalam masalah-masalah penting tentang tauhid.

Perbedaan antara para imam dakwah dengan para dai dan ulama penguasa tersebut
adalah bahwa para imam dakwah mengamalkan ilmunya dan mengimplementasikan hukum-
hukum syar’i dalam realita hidup mereka tanpa mempedulikan celaan para pencela. Berbeda
dengan para dai dan ulama penguasa tersebut, mereka tidak mengimplementasikannya sama
sekali dalam realita kehidupannya. Di antara mereka yang mengingkari tidak akan
memungkirinya sebelum ditanya, berbeda dengan para ulama salaf rahimahumullah ta’ala.

Ya Alloh sesungguhnya kami mengadu kepada-Mu kezaliman para thaghut, orang-


orang zindik munafik, setiap lisan yang berbisa dan pena bayaran (penulis bayaran). Kami
mengadu kepada-Mu setiap orang yang suka merubah dan mangganti dien-Mu, setiap orang
yang diam dari kebenaran atau setiap orang yang menyuarakan kebatilan. Saya memohon
kepada Alloh Azza wa Jalla agar memberikan keikhlasan kepada kami dalam segala ucapan
dan amal perbuatan kami.

Apabila dalam buku ini ada kesalahan maka itu dari saya pribadi dan syaitan. Alloh dan
Rasul-Nya berlepas diri darinya.

Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada nabi kita Muhammad, segenap
keluarga dan sahabatnya. Walhamdu lillahi rabbil ‘alamin.

Abu Abdirrahman Al-Atsary


25 / 4 / 1422 H

4
Bab Pertama:
Wajibnya Mengikuti Al-Qur’an dan
Sunnah1
Sesungguhnya kewajiban seluruh manusia adalah mematuhi perintah Rabb langit dan
bumi dan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh
manusia; mencampakkan setiap perkataan yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa
penentangan atau pembangakangan. Karena itu merupakan bentuk kesempurnaan kepatuhan
yang merupakan salah satu syarat laa ilaaha illallaah.

Tidak ada tauhid tanpa adanya ketaatan kepada Alloh dan Rasul-Nya. Tidak ada
kemenangan dan keberuntungan tanpa adanya mendahulukan Al-Kitab dan As-Sunnah atas
berbagai pendapat manusia. Pendapat manusia bisa ditolak dan bisa diterima. Setiap orang
perkataannya bisa diambil dan bisa ditolak selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
diutus membawa Al-Furqan (Al-Qur’an, pembeda kebenaran dan kebatilan). Setiap ulama
besar pasti punya berbagai pendapat yang tidak disukai oleh Ulin Nuha dan Abshar (orang-
orang yang berakal dan cerdas). Orang yang berbahagia adalah yang berpegang teguh dengan
dua wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) meski orang-orang awam tidak menyukainya.
Sedangkan orang yang celaka adalah yang mencampakkan keduanya demi berpegang teguh
dengan berbagai pendapat manusia.

Sahl bin Abdullah berkata, “Kalian harus berpegang teguh dengan atsar dan sunnah.
Sesungguhnya saya khawatir akan tiba suatu zaman yang tidak lama lagi jika ada seseorang
menyebut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan perintah untuk mengikuti beliau dalam seluruh
ihwalnya orang-orang akan mencelanya, lari darinya, berlepas diri darinya, merendahkannya
dan menghinakannya.”

Al-‘Allamah Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab


rahimahumullah berkata, “Semoga Alloh merahmati Sahl, betapa benar firasatnya. Firasatnya
benar-benar telah terjadi bahkan lebih besar, yaitu seseorang divonis kafir karena ia
memurnikan tauhid dan mutaba’ah (pengikutan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam);
memerintahkan pemurnian ibadah hanya kepada Alloh, meninggalkan ibadah kepada selain-
Nya, memerintahkan taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berhakim kepada
beliau baik dalam urusan kecil maupun besar.”2

Alloh Jalla wa ‘Ala memerintahkan kita taat kepada Rasul-Nya dalam sekitar 33 tempat
dari kitab-Nya3 maka tidak halal menyelisihinya. Karena itu merupakan kesesatan dan
penentangan kepada Alloh dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Alloh Ta'ala bersumpah dengan diri-Nya sendiri dalam surat An-Nisa bahwa mereka
tidak beriman sampai berhakim kepada Nabi yang ummi dalam segala urusan baik yang kecil
maupun yang besar. Alloh Ta'ala berfirman,

1
Mayoritas pasal ini diambil dari kitab “Tanbih Al-Ummah ‘Ala Wujub Al-Akhdz bi Al-Kitab wa As-Sunnah”
karya Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-‘Ulwan.
2
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid (Syarah Kitab At-Tauhid) hal 61.
3
Imam Ahmad berkata, “Saya melihat mushaf Al-Qur’an, lalu saya dapati perintah taat kepada Rasulullah SAW
terdapat dalam 33 tempat”.
5
‫يما َش َج َر بَي نَ ُهم ثُ َّم َل يَ ِج ُدوا فِي أَن ُف ِس ِهم َح َر ًجا‬ِ َ ‫ك َل ي ؤِمنُو َن حتَّى يحكم‬
َ ‫وك ف‬ ُ َُ َ ُ َ ‫فَ َل َوَرب‬
‫يما‬ِ ِ
ً ‫سل ُموا تَسل‬َ ُ‫ي‬‫و‬َ ‫ت‬
َ ‫ي‬‫ض‬َ ‫ق‬
َ ‫ا‬ ‫م‬
َّ ‫م‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.” [QS. An-Nisa (4): 65].

Alloh Tabaroka wa Ta’ala tidak mewajibkan kepada setiap individu manusia taat
kepada seseorang dari sisi personalnya kecuali hanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Alloh Ta'ala berfirman,

‫ول لَ َعلَّ ُكم تُر َح ُمو َن‬ ِ ‫وأ‬


َّ ‫َطيعُوا اللَّهَ َو‬
َ ‫الر ُس‬ َ
“Dan taatilah Alloh dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” [QS. Ali Imran (3): 132].

Dalam ayat ini Alloh Ta'ala memerintahkan para hambanya taat kepada-Nya dan Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam. Hukum asal perintah adalah wajib berdasarkan pendapat yang paling
benar kecuali ada dalil lain yang memalingkannya menjadi sunnah. Dan di sini tidak ada.
Bahkan banyak ayat lainnya yang menegaskan wajibnya hal ini. Kemudian sudah menjadi
sesuatu yang maklum jika sudah terbukti bahwa hukum asal perintah menunjukkan wajib maka
siapa saja yang menyelisihinya berdosa dan bermaksiat kepada Alloh dan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam, karena menyelisihi perintah merupakan suatu bentuk maksiat. Alloh Ta'ala
berfirman,

‫صيبَ ُهم َع َذاب أَلِيم‬


ِ ‫صيب ُهم فِت نَة أَو ي‬
ُ
ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫فَ ليَح َذ ِر الذ‬
َ ُ‫ين يُ َخال ُفو َن َعن أَم ِره أَن ت‬
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63]. Alloh mengancam siapa saja yang
menyelisihi perintah akan tertimpa cobaan atau azab yang pedih.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tahukah kamu tahu apakah fitnah itu? Fitnah itu
adalah kesyirikan. Barangkali jika ia menolak sebagian firman-Nya hatinya akan tertimpa
sedikit kesesatan yang berujuang akan membinasakannya.”

Alloh Ta'ala berfirman,

‫ول فَِإن تَ َولَّوا فَِإنَّ َما َعلَي ِه َما ُحم َل َو َعلَي ُكم َما ُحملتُم َوإِن‬
َ ‫الر ُس‬ ِ ‫َطيعوا اللَّه وأ‬
َّ ‫َطيعُوا‬ ِ
ََ ُ ‫قُل أ‬
ِ ِ َّ ‫تُ ِطيعُوهُ تَ هتَ ُدوا وَما َعلَى‬
ُ ‫الر ُسول إَِّل البَ َلغُ ال ُمب‬
‫ين‬ َ
“Katakanlah: "Taat kepada Alloh dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban
kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Alloh) dengan terang.".” [QS. An-Nuur (24): 54].

Dalam ayat ini terdapat perintah dari Alloh Ta'ala untuk taat kepada-Nya dan Rasul-
Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian sesungguhnya Alloh Ta'ala berfirman, “Dan jika
kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk”, petunjuk tidak akan diraih kecuali
dengan taat kepada-Nya. Karena dalam ayat ini ada kata kerja sebagai syarat dan sekaligus ada

6
jawabnya. Jawab syarat tidak akan terjadi kecuali dengan kata kerja syarat. Jika kata kerja
syaratnya tidak terjadi maka jawabnya juga tidak terjadi.

Atas dasar ini petunjuk tidak akan bisa didapat kecuali dengan adanya ketaatan kepada-
Nya. Jika ketaatan kepada-Nya ada maka petunjuk akan didapat, kalau tidak ada maka
petunjuk juga tidak mungkin didapat. Oleh karena itu dalam surat Al-Ahzab Alloh menjanjikan
bagi siapa saja yang taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya akan mendapatkan kemenangan
dan keberuntungan. Alloh Ta'ala berfirman,

‫يما‬ ِ َ َ‫َوَمن يُ ِط ِع اللَّهَ َوَر ُسولَهُ فَ َقد ف‬


ً ‫از فَ وًزا َعظ‬
“Dan barangsiapa mentaati Alloh dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar.” [QS. Al-Ahzab (33): 71].

Alloh Ta'ala juga berfirman memvonis siapa saja yang mendurhakai-Nya dan Rasul-
Nya sebagai orang sesat dengan kesesatan yang nyata,

‫ض َل ًل ُمبِينًا‬ َ ‫ص اللَّهَ َوَر ُسولَهُ فَ َقد‬


َ ‫ض َّل‬ ِ ‫َوَمن يَع‬
“Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata.” [QS. Al-Ahzab (33): 36].

Alloh Ta'ala berfirman memerintahkan kita mengambil semua perkataan Rasulullah


SAW dan menerimanya tanpa ragu-ragu,

‫ول فَ ُخ ُذوهُ َوَما نَ َها ُكم َعنهُ فَان تَ ُهوا‬


ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫َوَما َآتَا ُك ُم‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah.” [QS. Al-Hasyr (59): 7].

Adapun hadits-hadits yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rasulullah shallallahu


'alaihi wa sallam dan mengambil sunnahnya sangat banyak jumlahnya. Diantaranya yang
dicantumkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,

‫س ِمني‬ ِ
َ ‫ب َعن ُسنَّتي فَ لَي‬
ِ
َ ‫َمن َرغ‬
“Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukan termasuk golonganku.”

Demikian pula yang tercantum dalam Shahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah bahwa
Nabi SAW bersabda,

َ َ‫ول اللَّ ِه َوَمن يَأبَى ق‬


‫ « َمن‬: ‫ال‬ َ ‫ قَالُوا يَا َر ُس‬. » ‫ إِلَّ َمن أَبَى‬، َ‫« ُكل أ َُّمتِى يَد ُخلُو َن ال َجنَّة‬
» ‫صانِى فَ َقد أَبَى‬
َ ‫ َوَمن َع‬، َ‫اعنى َد َخ َل ال َجنَّة‬
َِ َ‫أَط‬
“Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang menolaknya.” Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah siapakah gerangan orang yang menolaknya?” Beliau, “Barang siapa yang
taat kepadaku pasti masuk surga dan barang siapa mendurhakaiku sungguh ia telah
menolak.”

7
Pasal Tentang Pengingkaran Para Salaf kepada
Siapa Saja Yang Menyelisihi Hadits Rasulullah
SAW dengan Lebih Memilih Pendapat Manusia
Para salaf ridhwanullah ‘alaihim sangat keras pengingkarannya kepada siapa saja yang
menyelisihi hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lebih memilih pendapat
manusia dan ta’assufaat maridhoh. Bahkan sampai taraf mereka menghajrnya (memboikotnya)
demi mengagungkan dan menghormati sunnah.

Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Salim bin Abdullah bahwa Abdullah bin
Umar berkata, “Saya pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janglah
kalian melarang istri-istri kalian mendatangi masjid jika mereka minta izin kepada kalian untuk
mendatanginya.” Salim bin Abdullah berkata, “Bilal bin Abdullah berkata, “Demi Alloh kami
akan melarang mereka.” Salim bin Abdullah berkata, “Abdullah bin Umar mendatanginya dan
mencelanya dengan celaan yang buruk, saya belum pernah mendengar semisalnya sama sekali.
Abdullah bin Umar berkata, “Saya beri tahu engkau hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam namun engkau malah mengatakan demi Alloh kami pasti akan melarang mereka.”

Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal bahwa ia
pernah melihat seorang lelaki, lalu ia mengatakan kepada lelaki itu, “Jangan kamu melakukan
khadzaf (melempar sesuatu dengan jari telunjuk dan ibu jari). Karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam melarang khadzaf –atau membenci khadzaf-.” Ia melanjutkan, “Hewan buruan
tidak boleh diburu dengan cara itu dan musuh tidak boleh dihajar dengan cara itu. Namun
khadzaf itu kadang kala bisa menanggalkan gigi dan mencungkil mata.” Kemudian setelah itu
Abdullah bin Mughaffal melihatnya melakukan khadzaf maka ia mengatakan kepada lelaki itu,
“Saya beri tahu engkau hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau melarang
khadzaf –atau membenci khzdzaf- namun engkau malah melakukannya?! Saya tidak akan
berbicara denganmu lagi.”

Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya (3/475 – Fathul Bari) Zubair bin ‘Arabiy
berkata, “Ada seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Umar ra mengenai memegang hajar aswad.”
Ibnu Umar menjawab, “Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memegangnya dan menciumnya.” Lelaki itu berkata, “Saya berkata, “Kalau berdesakan dan
dan kalah berebutan bagaimana?” Ia melanjutkan, “Misalnya kalau pas berada di sudut
Yamani, saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegangnya dan
menciumnya.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari perkataan ibnu Umar (Misalnya kalau pas ada di
sudut Yamani), “Ibnu Umar mengatakan kepada lelaki itu karena ia memahami lelaki itu
menentang hadits dengan pendapatnya maka ia mengingkari hal itu dan memerintahkankannya
jika lelaki itu mendengar hadits untuk mengambilnya dan menjauhi pendapat akal.

Ibnu Abbas rodhiyaAllohu 'anh berkata kepada orang yang menentang sunnah dengan
perkataan Abu Bakar dan Umar ra, “Demi Alloh saya melihat kalian tidak akan meninggalkan
perilaku kalian sebelum Alloh mengazab kalian. Saya beri tahu kalian hadits dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam namun kalian menyangkalnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umar.”

Al-‘Allamah Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab


rahimahumullah berkata, “Jika komentar Ibnu Abbas kepada orang yang menyangkalnya
dengan ucapan Abu Bakar dan Umar semacam ini, padahal keduanya sudah tidak diargukan
lagi kualitasnya, maka apa yang akan dikatakannya kepada orang yang menyangkal sunnah-

8
sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pendapat imam madzhabnya tempat ia
berafiliasi kepadanya. Dan menjadikan perkataannya sebagai ukuran kebenaran di atas Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Apa saja pendapat yang sesuai dengan perkataannya ia terima dan apa
saja yang menyelisihinya ia menolaknya atau menakwilkannya. Fallohul musta’an (Hanya
Alloh-lah tempat meminta pertolongan).

Alangkah bagusnya perkataan beberapa orang belakangan: “Jika dalil datang yang
sesuai dengan pendapat nenek moyang mereka pun mengambil dalil itu. Mereka pun ridha
dengannya. Namun ketika tidak sesuai dengan pendapat tersebut dalilnya ditakwilkan dan
menggunakan takwil walaupun sulit.”

Tidak diragukan lagi bahwa ini masuk dalam firman Alloh Ta'ala,

ِ ‫اتَّ َخ ُذوا أَحبارُهم ورهبانَ ُهم أَربابا ِمن ُد‬


‫ون اللَّ ِه‬ ًَ َ َُ َ َ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Alloh.” [QS. At-Taubah (9): 31]4.

Abu As-Saa-Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Kami pernah bersama Waki’, ia


berkata kepada seorang lelaki yang ada di hadapannya yang suka mengedepankan pendapat
akal, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan isy’ar (melukai punuk onta
sebagai tanda bahwa onta tersebut akan dijadikan hadyu (hewan korban) dalam ibadah haji).
Namun Abu Hanifah mengatakan bahwa isy’ar adalah mutslah (mutilasi). Lelaki itu berkata,
“Telah diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha’i bahwa ia berkata, “Isy’ar termasuk mutilasi.”
Abu As-Saib berkata, “Melihat hal itu saya melihat Waki’ sangat marah dan berkata, “Saya
katakan Rasulullah SAW bersabda namun kamu mengatakan Ibrahim berkata. Kamu layak
untuk dipenjara5 kemudian tidak boleh keluar sebelum perkataanmu tadi dibuang.”6 Inilah
sikap bagi orang yang suka menentang nash dalil dengan perkataan fulan dan fulan dengan
argument bahwa si fulan tersebut lebih alim (berilmu) darimu!!

Dalam “Thabaqat Al-Hanabilah” (1 / 251) meriwayatkan dari Al-Fadhl bin Ziyad, dari
Ahmad bin Hanbal, ia berkata, “Telah sampai berita kepada Ibnu Abi Dzi’b bahwa Imam
Malik tidak berpendapat dengan hadits “Dua orang yang melakukan transaksi jual beli punya
hak khiyar (mengembalikan barang yang dibeli jika terdapat cacat atau tidak sesuai dengan
yang diinginkannya).” Ibnu Abi Dzi’b berkata, “Imam Malik harus diminta bertaubat dalam
masalah khiyar ini, kalau tidak mau bertaubat maka lehernya harus dipenggal.” Padahal
sebenarnya Imam Malik tidak menolak hadits tersebut, hanya menakwilkannya bukan dengan
pemahaman yang benar.”

Demikianlah sikap para salaf yang baik, mereka sangat keras ketika mengingkari orang-
orang yang menentang hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pendapat akal, qiyas
(analogi), istihsan (menganggap baik), atau perkataan seseorang, siapa pun orangnya. Para
salah meninggalkan (menghajr) pelakunya dan mengingkari orang yang membuat berbagai
perumpamaan untuk mereka. Mereka tidak membolehkan selain inqiyad (patuh), taslim
(pasrah) dan menerima hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sikap mendengar dan
taat (sam’an wa tho’atan). Tidak pernah terbersit dalam hati mereka keragu-raguan dalam

4
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 544-545.
5
Alangkah banyaknya orang-orang yang kami inginkan untuk dipenjara di zaman ini. Setiap kali kami katakan
kepada mereka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mereka mengatakan Syaikh Fulan
membolehkan kok. Seakan-akan Syaikh adalah sumber tasyri’/pensyariatan./hukum. Kami berlepas dari kepada
Alloh dari para pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa).
6
Jami’ At-Tirmidzi 3 / 250 dan Al-Faqih wa Al-Mutafaqqih 1 / 149.
9
menerimanya sebelum ada bukti amalan, qiyas, atau bersesuaian dengan perkataan fulan dan
fulan; tetapi mereka hanya mengamalkan firman Alloh Ta'ala,

‫ضى اللَّهُ َوَر ُسولُهُ أَم ًرا أَن يَ ُكو َن لَ ُه ُم ال ِخيَ َرةُ ِمن أَم ِرِهم‬
َ َ‫َوَما َكا َن لِ ُمؤِمن َوَل ُمؤِمنَة إِذَا ق‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” [QS. Al-Ahzab (33): 36]. Dan firman
Alloh Ta'ala,

‫يما َش َج َر بَي نَ ُهم ثُ َّم َل يَ ِج ُدوا فِي أَن ُف ِس ِهم َح َر ًجا‬ِ َ ‫ك َل ي ؤِمنُو َن حتَّى يحكم‬
َ ‫وك ف‬ ُ َُ َ ُ َ ‫فَ َل َوَرب‬
‫يما‬ِ
ً ‫سل ُموا تَسل‬َ ُ‫ت َوي‬ َ َ‫ِم َّما ق‬
َ ‫ضي‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.” [QS. An-Nisa (4): 65]. Dan firman Alloh Ta'ala yang semisal
keduanya.

Kita berada pada zaman yang jika dikatakan kepada salah seorang yang hidup di zaman
ini, “Ada hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda seperti ini.”
Ia menanggapi, “Siapa yang berpendapat dengan hadits ini.” Ia menjadi alasan ini untuk
menolak hadits Rasulullah SAW. Atau ketidaktahuannya dengan orang yang berpendapat
dengan hadits itu dijadikan sebagai argument baginya untuk menyelisihi hadits Rasulullah
SAW dan tidak mau mengamalkannya. Seandainya ia mau menasehati dirinya niscaya ia akan
tahu bahwa perkataannya ini merupakan kebatilan yang sangat besar.

Tidak pernah dikenal sama sekali ada seorang ulama besar Islam yang mengatakan,
“Kami tidak akan mengamalkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum kami
mengetahui orang yang telah mengamalkannya. Karena ketidaktahuan orang yang
menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan orang yang telah mengamalkan
hadits tersebut tidak menjadikannya halal untuk melakukan apa yang dikatakan orang tadi.”7

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

7
I’lam Al-Muwaqqi’in 4 / 244, 245.
10
Pasal tentang Celaan terhadap Taqlid
Ketahuilah bahwa taqlid adalah menerima perkataan orang tanpa mengeathui dalilnya.
“Tidak ada perbedaan diantara manusia bahwa taqlid itu bukan ilmu dan orang yang taqlid
(muqallid) tidak bisa disebut sebagai ‘Alim (orang yang berilmu)”8. Oleh karena itu para ulama
rahimahumullah melarang taqlid kepada mereka. Banyak ulama besar rahimahumullah
mengatakan, “Setiap orang perkataannya bisa diambil dan ditolak kecuali Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.”

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Apabila ada hadits dari Rasulullah
maka harus diterima sepenuhnya. Apabila ada keterangan dari para
shallallahu 'alaihi wa sallam
sahabat g maka harus diterima sepenuhnya. Dan apabila ada keterangan dari tabi’in maka
mereka sama-sama kedudukan dan derajatnya dengan kita.

Imam Malik rahimahullah berkata, “Setiap pendapat kita bisa diambil dan ditolak
kecuali penghuni kuburan ini.” Yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Apabila hadits itu shahih maka itu adalah
madzhabku.” Ia juga berkata, “Apabila pendapatku menyelisihi perkataan Rasulullah SAW
lemparkanlah pendapatku ke balik tembok.” Ia juga berkata, “Kaum Muslimin bersepakat
bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah SAW ia tidak boleh
meninggalkannya karena pendapat seseorang.”

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Saya heran dengan suatu kaum yang mengetahui
isnad dan keshahihannya namun ia malah mengambil pendapat Sufyan (Ats-Tsauri). Padahal
Alloh Ta'ala berfirman,

‫صيبَ ُهم َع َذاب أَلِيم‬


ِ ‫صيب ُهم فِت نَة أَو ي‬
ُ
ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫فَ ليَح َذ ِر الذ‬
َ ُ‫ين يُ َخال ُفو َن َعن أَم ِره أَن ت‬
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63].”

Ia juga berkata, “Janganlah engkau taqlid kepadaku, janganlah engkau taqlid kepada
Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Auza’I, dan Imam Sufyan Ats-Tsauri. Ambilah dari sumber
pengambilan mereka dalam berpendapat.

Abdullah bin Abbas rodhiyaAllohu 'anh, “Hampir saja hujan batu akan diturunkan
kepada kalian, saya sampaikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam namun kalian malah
menyampaukan perkataan Abu Bakar dan Umar?!.”9

Syaikh Al-‘Allamah Sulaiman bin Abdullah rahimahullah berkata, “Menjadi kewajiban


atas setiap mukmin apabila Kitab Alloh dan Sunnah Rasulullah SAW telah sampai kepadanya
dan mengetahui makna keduanya, dalam masalah apa pun ia harus mengamalkannya, meski
semua orang menyelisihinya. Dengan itulah Rabb Tabaraka wa Ta’ala dan Nabi kita shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan kita. Segenap ulama juga bersepakat atas hal itu. Kecuali orang-
orang bodoh yang taqlid dan yang keras akalnya. Orang-orang seperti mereka tidak termasuk
dalam golongan ulama sebagaimana ijma’ yang dihikayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr
dan ulama lainnya bahwa mereka bukan termasuk ulama.”10

Abdullah bin Mas’ud rodhiyaAllohu 'anh mengatakan, “Ikutilah (Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), jangan suka berbuat bid’ah maka kalian akan dicukupi.”

8
I’lam Al-Muwaqqi’in 1 / 45.
9
Fathul Majid hal 387, 388.
10
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 546, 547.
Imam Al-Auza’I rahimahullah mengatakan, “Hendaknya engkau berpegang teguh atsar
(riwayat) dari para salaf meski orang-orang menolakmu. Jauhilah berbagai pendapat orang
(sesudah mereka) meski mereka menghiasainya dengan ucapan yang menarik.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak punya dalil
maka ia akan tersesat jalan.”11

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,


“Demi Alloh, ketakutanku bukan karena dosa-dosaku
karena ia pasti akan dimaafkan dan diampuni.
Namun yang aku khawatirkan adalah
terlepasnya hati ini dari berhakim kepada wahyu Al-Qur’an.
Dan ridha dengan pendapat dan prasangka manusia.
Yang bukan bersumber dari anugerah Ilahi Yang Maha Kuasa.”

Tuntutan dan Konsekwensi Syahadat (Persaksian)


Kenabian Rasulullah SAW:
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam syarahnya terhadap Kitab At-
Tauhid mengatakan, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.” Maksudnya adalah bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya, yakni dengan jujur dan penuh keyakinan. Hal itu menuntut kita
untuk mengikuti beliau, mengagungkan perintah dan larangan beliau, melazimi sunnah beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak menentangnya dengan perkataan seseorang. Karena selain
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bisa berbuat salah sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
telah dilindungi oleh Alloh Ta’ala dari kesalahan. Dan Alloh Ta'ala memerintahkan kita
menaati beliau, meneladani dan mengancam kepada siapa saja yang meninggalkan ketaatan
kepada beliau dengan firman Alloh Ta'ala,

‫ضى اللَّهُ َوَر ُسولُهُ أَم ًرا أَن يَ ُكو َن لَ ُه ُم ال ِخيَ َرةُ ِمن أَم ِرِهم‬
َ َ‫َوَما َكا َن لِ ُمؤِمن َوَل ُمؤِمنَة إِ َذا ق‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” [QS. Al-Ahzab (33): 36].

Dan firman-Nya yang lain,

‫صيبَ ُهم َع َذاب أَلِيم‬


ِ ‫صيب ُهم فِت نَة أَو ي‬
ُ
ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫فَ ليَح َذ ِر الذ‬
َ ُ‫ين يُ َخال ُفو َن َعن أَم ِره أَن ت‬
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” [QS. An-Nuur (24): 63].

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Tahukah kamu apakah fitnah itu? Fitnah itu
adalah kesyirikan. Bisa jadi ketika sebagian sabda beliau ditolak dalam hatinya akan timbul
kesesatan sehingga pada akhirnya akan membinasakannya.”

11
Wahai saudara se-tauhid jadikan manhajmu dan jalanmu mengikuti dalil di atas pemahaman para sahabat dan
para tabi’in. Jangan pedulikan orang-orang awam masa kini yang menyelisihimu.
12
Dan kesembronoan dalam mutaba’ah benar-benar telah terjadi juga dalam
meninggalkannya serta mendahulukan perkataan orang yang bisa salah atas sabda beliau SAW
terutama pada para ulama sebagaimana tidak samara lagi.”12

Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Ibnu Rajab rahimahullah


berkata, “Siapa yang mencintai Alloh dan Rasul-Nya dengan kecintaan yang jujur dari lubuk
hatinya, hal itu mengharuskannya untuk mencintai dengan hatinya apa yang dicintai Alloh dan
Rasul-Nya, membenci apa yang dibenci Alloh dan Rasul-Nya, ridha terhadap apa yang diridhai
Alloh dan Rasul-Nya, marah kepada apa yang membuat Alloh dan Rasul-Nya marah dan
mengamalkan tuntutan kecintaan dan kebencian ini dengan anggota badannya.

Jika anggota badannya mengamalkan satu amalan yang menyelisihi hal itu, yaitu
dengan melakukan sebagian apa yang dibenci Alloh dan Rasul-Nya atau meninggalkan
sebagian apa yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya padahal hukumnya wajib dan mampu
melakukannya maka itu menunjukkan kurangnya kecintaannya yang bersifat wajib. Dengan
demikian maka hendaknya ia bertaubat dari semua itu dan kembali menyempurnakan
kecintaannya yang bersifat wajib tersebut.

Semua jenis maksiat tumbuh dari lebih mendahulukan hawa nafsunya atas kecintaan
kepada Alloh dan Rasul-Nya, demikian pula berbagai bid’ah. Ia muncul dari lebih
mendahulukan hawa nafsu atas syariat. Oleh karena itulah para pelakunya dinamakan Ahlul
Ahwa. Demikian halnya berbagai maksiat, ia muncul berawal dari lebih mendahulukan hawa
nafsu atas kecintaan kepada Alloh dan kecintaan kepada apa yang dicintai Alloh. Juga
kecintaan kepada pribadi-pribadi yang bersifat wajib harus mengikuti ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan “siapa yang cinta karena Alloh, benci karena Alloh,
memberi karena Alloh dan melarang karena Alloh maka ia telah menyempurnakan imannya.”

Siapa saja yang kecintaannya, kebenciannya, pemberiannya, dan pelarangannya karena


hawa nafsunya maka itu merupakan bukti kekurangan imannya yang bersifat wajib sehingga ia
harus bertaubat dari semua itu dan kembali mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam berupa mencintai Alloh dan Rasul-Nya dan apa saja yang mendatangkan keridhaan Alloh
dan Rasul-Nya atas hawa nafsu dan keinginannya.”13

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Inilah yang biasa terjadi
pada banyak orang, yaitu menolak kebenaran karena menyelisihi hawa nafsu dan bertentangan
dengan pendapat para tokoh terkemuka. Ini merupakan bentuk kurangnya dien dan kelemahan
iman serta keyakinannya.”14

Waspadalah … waspadalah … dari syirik ketaatan:15


Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam syarahnya terhadap Kitab At-
Tauhid mengatakan, “Dalam hadits (yakni hadits ‘Adiy bin Hatim) terdapat dalil bahwa taat
kepada ahbar dan ruhban dalam bermaksiat kepada Alloh merupakan bentuk ibadah kepada
selain Alloh dan termasuk dosa syirik akbar yang tidak diampuni oleh Alloh.

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Macam kesyirikan yang ketiga adalah syirik
ketaatan, dalilnya adalah firman Alloh Ta'ala,

12
Qurratu ‘Uyun Al-Muwahhidin hal 26.
13
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 569, 570.
14
Majmu’atu Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 294.
15
Fathul Majid hal 390.
13
‫يح اب َن َمريَ َم َوَما أ ُِم ُروا إَِّل لِيَ عبُ ُدوا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ارُهم َوُرهبَانَ ُهم أَربَابًا من ُدون اللَّه َوال َمس‬ َ َ‫اتَّ َخ ُذوا أَحب‬
ِ ‫إِلَها و‬
‫اح ًدا َل إِلَهَ إَِّل ُه َو ُسب َحانَهُ َع َّما يُش ِرُكو َن‬ َ ً
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Alloh
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Alloh dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At-Taubah (9): 31].

Tafsir ayat yang sudah sangat jelas ini yaitu taat kepada para ulama16 dan manusia dalam hal
maksiat, bukan berdoa kepada mereka, sebagaimana penafsiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
yang disampaikan kepada ‘Adiy bin Hatim ketika menanyakan maksud ayat ini kepada beliau,
ia mengatakan, “Kami tidak menyembah mereka! Lalu beliau menyampaikan kepadanya
bahwa bentuk ibadah kepada mereka adalah menaati mereka dalam maksiat.”17

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

16
Pada masa sekarang ini di banyak negara kaum Muslimin persoalan ini nampak sangat jelas dimana para ulama
sesat dijadikan sebagai tuhan-tuhan selain Alloh sebagaimana yang terjadi di Mesir dan negara-negara yang lain.
17
Majmu’atu At-Tauhid hal 5.
14
Bab Kedua: Hakikat Islam

Pasal Pertama:
Hakikat Tauhid

Pokok Dien Islam:


Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan Islam dengan
perkataannya, “Pokok dien Islam dan kaidahnya ada dua perkara:
Pertama: Perintah beribadah hanya kepada Alloh semata tiada sekutu baginya,
Penekanan akan hal itu,
Loyalitas karenanya,
Mengkafirkan18 orang yang meninggalkannya,
Kedua: Memperingatkan dari kesyirikan dalam beribadah kepada Alloh,
Bersikap keras dalam hal itu,
Memusuhi karena hal itu,
Mengkafirkan orang yang melakukannya.”19

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Pokok dasar dan asas
dien Islam adalah seorang hamba tunduk patuh kepada Alloh Ta'ala dengan hati dan anggota
badannya, tunduk kepada-Nya dengan bertauhid, dengan menunggalkan ilahiyyah dan
rububiyyah hanya kepada-Nya tanpa selainnya, dengan mendahulukan kehendak Rabbnya atas
semua apa yang dicintai dan diingini hawa nafsunya20.”21

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah semoga


Alloh merahmati Anda bahwa dien Alloh tegak dalam hati dengan i’tiqad (keyakinan),
kecintaan dan kebencian; di lisan dengan mengucapkan dan tidak mengucapkan kekafiran;
pada anggota badan dengan melakukan rukun-rukun Islam dan tidak melakukan perbuatan-
perbuatan yang mengkafirkan; apabila salah satu dari tiga hal tersebut tidak ada maka ia
menjadi kafir22 dan murtad.”23

Mengucapkan kalimat tauhid tanpa mengetahui maknanya dan


mengamalkan tuntutannya itu tidak akan bermanfaat
berdasarkan ijma’:
Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Barang siapa bersaksi
bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Alloh, yakni barang siapa yang
mengucapkan kalimat ini dengan mengetahui maknanya dan mengamalkan tuntutannya secara
lahir dan batin sebagaimana yang ditunjukkan firman Alloh Ta'ala,

18
Lihat dan perhatikan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjadikan takfir
(pengkafiran) termasuk kaidah dasar dien Islam, berbeda dengan orang-orang murjiah masa kini.
19
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 22.
20
Sekarang ini hawa nafsu yang diikuti tidak mengikuti nash dalil.
21
Majmu’atu Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 420.
22
Berbeda dengan ghulatul murjiah (murjiah ekstrim) yang mensyaratkan dalam kekafiran harus disertai juhud
(pengingkaran) dan istihlal (menganggap halal).
23
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 87.
15
ُ‫فَاعلَم أَنَّهُ َل إِلَهَ إَِّل اللَّه‬
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) yang haq selain
Alloh.” [QS. Muhammad (47): 19].

Dan firman Alloh Ta'ala,


‫إَِّل َمن َش ِه َد بِال َحق َو ُهم يَعلَ ُمو َن‬
“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak
(tauhid) dan mereka meyakini(nya).” [QS. Az-Zukhruf (43): 86].

Sedangkan mengucapkannya tanpa mengetahui maknanya dan mengamalkan


tuntutannya maka itu tidak akan bermanfaat berdasarkan ijma’. Celakalah orang yang mana
Abu Jahal dan dedengkot kafir Quraisy lainnya24 lebih paham darinya mengenai laa ilaaha
illallaah.”25

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam syarahnya terhadap Kitab At-
Tauhid mengatakan, “Barang siapa mengucapkankannya (yakni laa ilaaha illallaah) dan
mengamalkannya dengan penuh kejujuran, keikhlasan, penerimaan, kecintaan dan
ketundukkan maka Alloh akan memasukannya ke surga apa pun amal yang telah ia lakukan.”26

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Jika engkau telah
mengetahui bahwa orang-orang kafir yang bodoh mengetahui hal itu, yang mengherankan
adalah orang yang mengaku Islam sementara ia tidak mengetahui tafsiran kalimat ini
sebagaimana apa yang diketahui orang-orang kafir yang bodoh tersebut. Bahkan yang lebih
mengherankan lagi ia mengira bahwa ia cukup melafalkan kalimat ini tanpa meyakini sedikit
pun maknanya dalam hati, orang yang cerdas dari mereka mengira makna kalimat ini adalah
bahwa tidak ada yang menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan dan
mengatur segala urusan kecuali Alloh, tidak ada kebaikan sedikit pun pada orang dimana
orang-orang kafir yang bodoh lebih paham darinya mengenai makna laa ilaaha illallaah.”27

Beliau rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan di tengah umat ini bahwa
tauhid harus ada di hati, yakni ilmu tentangnya, di lisan yakni mengucapkannya, dan dengan
amal perbuatan yakni dengan melaksanakan segala perintah dan larangannya; jika salah satu
dari ketiganya tidak ada maka seseorang belum menjadi seorang muslim.28 Jika ia mengakui
tauhid namun tidak mengamalkannya maka ia adalah kafir mu’anid (pembangkang) seperti
Fir’aun dan Iblis. Jika mengamalkan tauhid dalam lahirnya namun tidak meyakininya dalam
batinnya maka ia adalah munafiq tulen, lebih buruk daripada orang kafir.”29

Beliau rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, semoga engkau dirahmati Alloh, bahwa


makna laa ilaaha illallaah adalah nafyu (penafian) dan itsbat (penetapan). Menafikan 4 hal
dan menetapkan 4 hal. Menafikan aalihah, thawaghit, andaad, dan arbaab. Aalihah (bentuk
jamak dari ilah) adalah apa yang engkau tuju dengan melalui sesuatu dalam rangka
mendapatkan suatu kebaikan atau menolak suatu bahaya maka engkau menjadikannya sebagai

24
Bencana pada masa sekarang ini bahwa mayoritas orang tidak mengetahui makna laa ilaaha illallaah. Dan
orang yang mengetahui maknanya tidak megamalkannya justru melakukan pembatalnya. Seolah-olah hal itu tidak
membahayakannya. Orang miskin itu tidak tahu bahwa tauhid telah batal dan telah murtad setelah Islam.
25
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal 72 – 77.
26
Qurratu ‘Uyun Al-Muwahhidin hal 32.
27
Ad-Durar As-Saniyyah 1 / 70.
28
Berbeda dengan orang-orang murjiah yang mengatakan bahwa iman itu hanya keyakinan dalam hati saja.
Padahal yang benar iman itu keyakinan dalam hati, perkataan dengan lisan dan amal perbuatan dengan anggota
badan. Ia akan bertambah dengan ketaatan dan akan berkurang dengan kemaksiatan.
29
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 124, 125.
16
ilah (tuhan). Thawaghit (bentuk jamak dari thaghut) adalah siapa saja yang disembah dan ia
rela dengan penyembahan tersebut atau siapa saja yang memposisikan (mencalonkan) diri
untuk diibadahi semisal As-Saman, Taaj atau Abu Hadidah. Andaad (bentuk jamak dari nidd)
adalah apa saja yang memalingkanmu dari dien Islam baik berupa keluarga, tempat tinggal,
kerabat, atau harta benda maka itu disebut nidd, berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

‫ادا يُ ِحبونَ ُهم َك ُحب اللَّ ِه‬ ِ ‫َّخ ُذ ِمن ُد‬


ً ‫ون اللَّ ِه أَن َد‬ ِ ‫َّاس من ي ت‬ ِ
َ َ ِ ‫َوم َن الن‬
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh.” [QS. Al-Baqarah (2): 165].

Dan arbaab (bentuk jamak dari rabb) adalah siapa saja yang berfatwa kepadamu dengan fatwa
yang menyelisihi kebenaran dan kamu menaatinya30, sesuai dengan firman Alloh Ta'ala,

30
Betapa banyak orang-orang yang berfatwa menyelisihi kebenaran dan ditaati. Dengan itu mereka menjadi
arbaab (tuhan). Yang pertama dari mereka yang dijadikan arbaab di zaman ini adalah thaghut Yusuf Qardhawi,
yang telah menyesatkan umat dan menghalalkan segala sesuatu untuk umat ini. Ia termasuk dai penyeru yang
merusak kaum wanita, membolehkan wanita ikhtilat (campur baur) dengan kaum lelaki, memotivasi wanita untuk
bermain seni peran (film, sandiwara, sinetron dll), menerjuni dunia seni dan menjadi penyanyi. Di antara
kesesatan dan kekafiran yang dilakukannya adalah sebagai berikut:
1. Bersikap toleran terhadap Yahudi dan Nasrani yang sama-sama kafirnya. Ia berpendapat bolehnya
menyerahkan loyalitas kepada sebagian mereka yang berdamai dengan kaum Muslimin. (Al-Halal wa Al-
Haram hal 307 cet XIV), menghormati agama-agama kafir samawi –yang sudah diselewengkan- (Al-
Islam wa Al-‘Ilmaniyyah, hal 101), mereka saudara kita (Nahwa Wihdah Fikriyyah Li Al-‘Aamilin Li
Al-Islam, hal 81), dan peperangan kita melawan Yahudi bukan perang demi aqidah (keyakinan)!! (Lihat
Majalah Al-Bayan edisi XII dan Surat Kabar Ar-Raayah Al-Qathriyyah edisi 4696).
2. Bersikap toleran terhadap ahli bid’ah dan orang-orang sesat dan meremehkan urusan bid’ah yang sampai
kategori kekafiran dan meremehkan dari membantahnya. (Ash-Shahwah Al-Islamiyyah Baina Al-JuHud
wa At-Tathtarruf, hal 89).
3. Ia mengingkari ru’yatalloh ‘Azza wa Jalla (Alloh bisa dilihat) di akhirat sesuai dengan cara ahli sunnah
wal jamaah dan menetapkannya dengan cara Asya’irah kaum ahli bid’ah!! Padahal Alloh ‘Azza wa Jalla
berfirman, })22( ‫اظ َرة‬ ِ َ‫) إِلَى رب ها ن‬22( ‫اضرة‬
ِ ِ
ََ َ َ‫“ { ُو ُجوه يَوَمئذ ن‬Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-
seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” [QS. Al-Qiyamah (75): 22-23]. (Al-Marja’ah Al-‘Ulya Fie
Al-Islam, hal 348).
4. Ia berpendapat harus ada usaha pendekatan dengan Syi’ah Rafidhah, yang diantara aqidahnya adalah
mencela Al-Qur’an dan menuhankan Ali bin Abi Thalib ra serta melaknat para sahabat mulia yang telah
mendapat pujian langsug dari Alloh dengan firman-Nya, ‫ين َم َعهُ أ َِشدَّاءُ َعلَى ال ُك َّفا ِر ُر َح َماءُ بَي نَ ُهم‬ ِ َّ ِ َّ ُ ‫مح َّمد رس‬
َ ‫ول الله َوالذ‬ َُ َُ
“Muhammad itu adalah utusan Alloh dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” [QS. Al-Fath (48): 29]. (Al-Khashaish Al-
‘Aammah Li Al-Islam, hal 209).
5. Ia menyerukan demokrasi, yang jelas-jelas kafir, dimana intinya adalah berhakim kepada selain syariat
Alloh. Padahal Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, ‫“ َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئِ َك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS.
Al-Maidah (5): 44]. (Al-Fatawa Al-Mu’ashirah 2 / 637).
6. Ia mengadopsi manhaj aqlaniyyin (rasionalis) –yang merupakan anak turunan Mu’tazilah-, dan sikapnya
yang tidak mau menerima beberpa hadits shahih dengan alasan hadits-hadits tersebut bertentangan
dengan teks lahir Al-Qur’an atau akal manusia. Padahal Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, ُ‫ول فَ ُخ ُذوه‬ ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫َوَما َآتَا ُك ُم‬
‫“ َوَما نَ َها ُكم َعنهُ فَان تَ ُهوا‬Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah.” [QS. Al-Hasyr (59): 7]. Di antara misal-misalnya adalah sebagai berikut:
Pertama, tersebut hadits marfu’ dalam Shahih Muslim yang berbunyi “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu ada di
neraka.” Dan para ulama bersepakat akan hal itu. Namun Qardhawi mengatakan, “Saya katakan, “Apa dosa
Abdullah bin Abdul Muththalib sehingga ia masuk neraka padahal ia termasuk ahli fatrah (orang-orang yang
hidup pada masa dimana saat itu tidak ada Nabi dan Rasul yang diutus kepada mereka). Yang benar mereka
semua selamat?!!!” (Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyyah hal 97).
Kedua, tersebut hadits marfu’ dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang berbunyi “Kematian (kelak pada hari
kiamat) akan didatangkan dalam bentuk domba amlah (warna hitamnya lebih banyak daripada warna putihnya).”
Namun Qardhawi mengatakan, “Sudah menjadi hal yang maklum dengan meyakinkan yang sudah disepakati oleh
akal dan naqli bahwa kematian bukanlah seekor domba, banteng, atau salah satu hewan. (Kaifa Nata’amal Ma’a
As-Sunnah An-Nabawiyyah, hal 162).
17
‫يح اب َن َمريَ َم َوَما أ ُِم ُروا إَِّل لِيَ عبُ ُدوا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ارُهم َوُرهبَانَ ُهم أَربَابًا من ُدون اللَّه َوال َمس‬ َ َ‫اتَّ َخ ُذوا أَحب‬
ِ ‫إِلَها و‬
‫اح ًدا َل إِلَهَ إَِّل ُه َو ُسب َحانَهُ َع َّما يُش ِرُكو َن‬ َ ً
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Alloh
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Alloh dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At-Taubah (9): 31].

Laa ilaaha illallaah menetapkan empat hal: al-qashdu (maksud tujuan), yakni yang engkau tuju
semata-mata hanya Alloh; at-ta’zhim (pengagungan) dan al-mahabbah (cinta) berdasarkan
firman Alloh 'Azza wa Jalla,

] 561 / ‫[ البقرة‬ ‫ين آ ََمنُوا أَ َشد ُحبًّا لِلَّ ِه‬ ِ َّ


َ ‫َوالذ‬
“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” [QS. Al-Baqarah
(2): 165]; al-khouf (takut) dan ar-rojaa’ (mengharap) berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

‫يب بِ ِه‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫ف لَهُ إَِّل ُهو وإِن ي ِرد َك بِ َخير فَ َل ر‬ ِ ‫ضر فَ َل َك‬ُ ِ‫ك اللَّهُ ب‬ ِ
ُ ‫اد ل َفضله يُص‬َ ُ َ َ َ ‫اش‬ َ ‫سس‬
َ ‫َوإن يَم‬
‫يم‬ ِ َّ ‫ادهِ وهو الغَ ُفور‬ِ ِ ِ َ ‫من ي‬
ُ ‫الرح‬ ُ َ ُ َ َ‫شاءُ من عب‬ َ َ
“Jika Alloh menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Alloh menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak
ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” [QS. Yunus (10): 107].

Barang siapa mengetahui ini ia akan memutus hubungan dengan selain Alloh.
Janganlah engkau merasa berat meski kebatilan sangat keras kekuataannya. Hal ini
sebagaimana yang dikhabarkan Alloh mengenai Nabi Ibrahim -‘alaihi afdhalush shalatu was
salam- ketika menghancurkan patung-patung berhala dan berlepas dirinya beliau dari kaumnya
berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

Ketiga, tersebut hadits marfu’ dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang berbunyi “Tidak akan beruntung suatu
kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.” Namun Qardhawi mengatakan, “Hadits ini (penerapannya) terikat
dengan zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dimana saat itu tampuk kekuasaan dipegang kaum lelaki
dengan otoriter, adapun sekarang beda kondisinya.” (Salah satu program acara di saluran televisi art dengan
tanggal 4 Juli 1418 H, acara itu berupa pertemuan yang diadakan untuk Qardhawi dengan sekelompok wanita
mutabarrijat (menampakkan auratnya) untuk mengadili mereka dengan teks-teks hadits nabi).
Keempat, tersebut dalam hadits shahih yang berbunyi “Saya tidak pernah melihat sesuatu yang bisa mengurangi
akal dan dien yang lebih cepat menghilangkan akal dan dien laki-laki yang kuat melebih kalian (wahai wanita).”
Qardhawi mengatakan, “Itu diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan maksud bergurau.” Ini
merupakan penolakan terhadap hadits Nabi SAW yang sangat jelas dan bentuk mendahulukan akalnya yang rusak
atas hadits Nabi SAW. (Ini juga diucapkan dalam acara yang sama dengan poin ketiga).
Kelima, tersebut dalam hadits shahih yang berbunyi “Seorang muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh
seorang kafir.” Qardhawi mengatakan –setelah menetapkan bahwa seorang muslim bisa dibunuh karena
membunuh seorang kafir, berbeda dengan teks hadits-, “Sesungguhnya pendapat ini (teks hadits) tidak layak
dengan zaman kita sekarang ini. Kami memilih pendapat ini sebagai yang terkuat. Kami membatalkan udzur-
udzur dan meninggikan panji syariat yang putih cemerlang.” (Asy-Syaikh Al-Ghazali Kamaa ‘Aroftuhu, hal 168.)
Ia juga pernah mengatakan permisalan yang berisi pelecehan kepada Alloh Yang Maha Tinggi dan Agung. Ia
termasuk ulama yang mengingkari dan menentang penghancuran patung Budha. Dan musibah terbesar adalah
bahwa ada banyak dai yang membela-belanya dan mengangkat derajatnya. Padahal orang yang membela
Qardhawi hanyalah orang yang jahil (bodoh) tentang tauhid. Setelah pemaparan ini menjadi jelaslah kekafiran dan
keluarnya dari Islam (kemurtadannya). Kami berlindung kepada Alloh dari kemurkaan-Nya dan pedihnya siksaan-
Nya.
18
‫ين َم َعهُ إِذ قَالُوا لَِقوِم ِهم إِنَّا بُ َرآَءُ ِمن ُكم َوِم َّما‬ ِ َّ ‫قَد َكانَت لَ ُكم أُسوة حسنَة فِي إِب ر ِاه‬
َ ‫يم َوالذ‬
َ َ ََ َ
ِ ‫تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
ُ ِ‫ون اللَّ ِه َك َفرنَا ب‬
] 4 / ‫كم [ املمتحنة‬ ُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari
(kekafiran)mu.“ [QS. Al-Mumtahanah (60): 4]31.

Syaikh Sulaiman bin Abdullah yarhamuhullah mengatakan, “Tak pelak lagi,


seandainya salah satu orang musyrik mengucapkan laa ilaaha illallaah dan juga mengucapkan
syahadat (persaksian) bahwa Muhammad adalah utusan Alloh, namun tidak mengetahui makna
ilah, Rasulullah SAW, shalat, puasa, haji dan tidak tahu apa itu selain karena ia melihat orang-
orang melakukannya, lalu ia mengikuti mereka dan tidak melakukan kesyirikan sedikit pun;
maka tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa ia bukan muslim. Fuqaha (para ulama
fiqih) Al-Maghrib -secara keseluruhan telah mengeluarkan fatwa semacam itu di awal abad 11
atau sebelumnya pada orang-orang semacam itu. Hal itu sebagaimana disebutkan penulis kitab
“Ad-Durr Ats-Tsamin Fie Syarhi Al-Mursyid Al-Mu’in” dari kalangan bermadzhab Malikiah.
Kemudian pensyarahnya mengatakan, “Apa yang mereka fatwakan sangat terlihat jelas. Tidak
mungkin ada dua orang yang berbeda pendapat tentangnya. Selesai.32

Makna Ilah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala mengatakan, “Makna
ilah di zaman kita adalah syaikh dan sayyid yang dinamakan sebagai sebuah rahasia. Kedua
orang itu diyakini bisa mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak (menghindarkan dari)
suatu kemadharatan (bahaya). Siapa saja yang meyakini keyakinan seperti ini pada diri mereka
atau selain mereka baik nabi atau yang lainnya maka ia telah menjadikannya sebagai ilah
(tuhan) selain Alloh. Sesungguhnya ketika Bani Israil meyakini keyakinan seperti itu pada Isa
putra Maryam dan ibunya Alloh menamakan mereka telah menjadikan Isa dan ibunya sebagai
dua tuhan. Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫َّاس اتَّ ِخ ُذونِي وأُمي إِلَ َهي ِن ِمن ُد‬


‫ون اللَّ ِه‬ ِ ‫ت لِلن‬ َ ‫ت قُل‬ َ ‫يسى اب َن َمريَ َم أَأَن‬ ِ َّ َ َ‫وإِذ ق‬
َ َ َ ‫ال اللهُ يَا ع‬ َ
‫ت قُلتُهُ فَ َقد َعلِمتَهُ تَعلَ ُم َما‬
ُ ‫س لِي بِ َحق إِن ُكن‬ َ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫ول‬
َ ‫ق‬
ُ َ
‫أ‬ ‫َن‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ِ‫ك ما ي ُكو ُن ل‬
َ َ َ َ‫ال ُسب َحان‬
َ َ‫ق‬
ِ ُ‫ت َع َّل ُم الغُي‬
‫وب‬ َ ‫ك أَن‬َ َّ‫ك إِن‬َ ‫فِي نَف ِسي َوَل أَعلَ ُم َما فِي نَف ِس‬
“Dan (ingatlah) ketika Alloh berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan
kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Alloh?." Isa menjawab:
"Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku
(mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang
ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.".” [QS. Al-Maidah (5): 116]33.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullahu ta’ala berkata,


“Apabila seseorang telah mengetahui makna ilah adalah ma’bud (yang disembah/diibadahi)

31
Majmu’atu Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 34, 35.
32
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, hal 80, 81.
33
Majmu’atu Ar-Rasail wa Al-Masail An-Najdiyyah 4 / 38.
19
dan mengetahui hakikat ibadah maka menjadi jelaslah baginya bahwasanya siapa saja yang
menjadikan salah satu bentuk ibadah kepada selain Alloh maka ia telah menyembahnya dan
menjadikannya ilah meski ia lari dari menamakannya34 sebagai sembahan atau ilah. Ia
menamakannya sebagai tawassul (mengambil perantara), tasyaffu’ (meminta syafa’at), iltija’
(meminta perlindungan) dan yang semisalnya. Orang yang melakukan syirik dinamakan
musyrik mau atau tidak mau. Sebagaimana orang yang bermuamalah dengan cara riba
dinamakan muraabii mau atau tidak mau meski ia tidak manamakan apa yang dilakukannya
bentuk muamalah riba. Orang yang minum khamr dinamakan peminum khamr meski ia
menamakannya bukan dengan nama khamr.”35

Tidak bermaksud melakukan syirik tidak bermanfaat bagi para


pelakunya (dalam hal status musyrik-nya):
Muhammad bin Abdullathif bin Abdurrahman rahimahullahu ta’ala berkata, “Siapa
saja yang berdoa kepada selain Alloh baik kepada orang mati, atau orang yang tidak ada di
tempat atau ber-istighatsah (meminta pertolongan) kepadanya maka ia adalah musyrik kafir
meski ia tidak bermaksud kecuali hanya sekadar untuk mendekatkan diri kepada Alloh dan
meminta syafa’at kepada-Nya.”36

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Orang yang menyelisihi pokok
dasar ini –yakni tauhid- dari kalangan umat ini ada bermacam-macam:

ada thaghut yang merampas rububiyah dan uluhiyah Alloh, mereka mengajak manusia
beribadah kepada berhala; atau musyrik yang berdoa kepada selain Alloh dan mendekatkan diri
kepada-Nya dengan berbagai macam bentuk ibadah atau sebagiannya; atau orang yang ragu-
ragu dalam tauhid: apakah tauhid itu benar atau boleh menjadikan sekutu bagi Alloh dalam
beribadah kepada-Nya?; atau jahil (orang yang bodoh) yang meyakini bahwa syirik adalah
sebuah dien yang bisa mendekatkannya kepada Alloh, macam ini yang banyak ada pada
mayoritas orang awam karena kebodohan mereka dan taqlid mereka kepada orang-orang
sebelum mereka, hal itu terjadi ketika keterasingan dien Islam ini sudah sangat parah dan ilmu
tentang dien para rasul sudah dilupakan.”37

Setiap orang berkewajiban mengetahui tauhid dan syirik yang


menjadi lawannya, yang dosanya tidak terampuni. Tidak ada
udzur dalam masalah syirik ini baik beralasan dengan jahl (tidak
tahu) maupun taqlid.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullahu ta’ala berkata, “Yang
mengherankan, jika sebagian orang mendengar orang yang berbicara membahas makna kalimat
tauhid ini baik dalam hal yang dinafikan maupun yang ditetapkan mereka mencela
perbuatannya itu. Mereka mengatakan: kami tidak berkewajiban mengomentari orang-orang
yang menyelisihi kalimat tauhid ini. Maka harus dikatakan kepadanya: bahkan engkau
berkewajiban mengetahui tauhid yang karenanyalah Alloh menciptakan jin dan manusia,
menutus semua rasul untuk mengajak umatnya kepadanya. Engkau juga berkewajiban

34
Dari perkataan Syaikh Abu Buthain ini menjadi jelas bagi Anda bahwasanya tidak disyaratkan mengetahui
kekafiran dan kadarnya.
35
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Al-Intishar Li Hizbillah Al-Muwahhidin, hal 18.
36
Ad-Durar As-Saniyyah 1 / 567.
37
Fathul Majid, hal 370.
20
mengetahui syirik yang dosanya tidak terampuni. Setiap orang mukallaf tidak diudzur karena
kebodohan dalam masalah ini dan tidak boleh taqlid dalam masalah ini karena ini adalah pokok
yang paling utama.”38

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala berkata, “Maka engkau tahu
bahwa inilah dia tauhid, yang kewajibannya lebih wajib daripada kewajiban shalat dan puasa.
Alloh pasti akan mengampuni siapa saja yang mati dengan mambawanya kelak pada hari
kiamat. Alloh tidak mengampuni siapa saja yang tidak tahu tentangnya walaupun ia seorang
ahli ibadah. Maka engkau juga tahu bahwa itulah dia syirik menyekutukan Alloh. sebuah dosa
yang Alloh tidak akan mengampuni siapa saja yang melakukannya. Dosa ini di sisi Alloh lebih
besar daripada dosa zina, dan bunuh diri. Padahal pelakunya bermaksud hendak mendekatkan
diri kepada Alloh dengan melalui perbuatan syiriknya tersebut.”39

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullahu ta’ala berkata, “Alloh Ta'ala
mewajibkan kepada manusia untuk taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Dia juga
memerintahkan mereka untuk mengembalikan segala bentuk perselisihan yang mereka hadapi
kepada kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Para ulama bersepakat tidak boleh taqlid40 dalam
masalah tauhid dan risalah (beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam).”41

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala berkata, “Apabila engkau sudah
tahu bahwa jika syirik mencampuri ibadah ia akan merusaknya, menghapuskan (pahala)
amalnya dan pelakunya menjadi kekal di dalam neraka maka engkau akan tahu bahwa
kewajiban terpenting yang ada di pundakmu adalah mengetahui hal itu. Semoga Alloh
menyelamatkanmu dari jaring ini, yakni jaring syirik (menyekutukan Alloh).”42

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

38
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Al-Intishar Li Hizbillah Al-Muwahhidin, hal 16.
39
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 77.
40
Perhatikan dan ketahuilah dalil-dalil dalam masalah-masalah tauhid wahai saudara se-tauhid karena tidak boleh
taqlid dalam masalah ini berdasarkan ijma’.
41
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 399.
42
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 23.
21
Pasal Kedua:
Kufur kepada thaghut
Pentingnya kufur kepada thaghut:
Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullahu ta’ala berkata, “ … Alloh Ta'ala
menerangkan bahwa orang yang berpegang teguh dengan al-‘urwah al-wutsqa dialah yang
kufur kepada thaghut. Alloh Ta'ala mendahulukan kufur kepada thaghut daripada iman kepada
Alloh karena terkadang ada orang yang mengaku bahwa ia beriman kepada Alloh namun tidak
menjauhi thaghut sehingga pengakuannya hanya dusta belaka. Alloh Ta'ala berfirman,

] 66 / ‫[ النحل‬ َ ُ‫َن اعبُ ُدوا اللَّهَ َواجتَنِبُوا الطَّاغ‬


‫وت‬ ً ‫َولََقد بَ َعث نَا فِي ُكل أ َُّمة َر ُس‬
ِ ‫ول أ‬
“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” [QS. An-Nahl (16): 36].
Alloh Ta'ala mengkhabarkan bahwa semua rasul telah diutus untuk menyeru umatnya agar
menjauhi thaghut. barang siapa tidak menjauhinya maka ia telah menyelisihi semua rasul yang
diutus tersebut.”43

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullahu ta'ala berkata, “Tauhid adalah kufur kepada
setiap thaghut yang disembah para penyembahnya selain Alloh. Tauhid adalah asas iman
dimana dengannya semua amalan akan menjadi amal shalih dan tanpanya akan menjadi amal
yang rusak.”44

Ia juga berkata, “Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
/ ‫[ البقرة‬ ‫لَ َها‬ ‫ام‬
َ‫ص‬ َ ‫ك بِالعُرَوة ال ُوث َقى َل انف‬
َ‫س‬َ ‫فَ َمن يَك ُفر بالطاغُوت َويُؤمن بالله فَ َقد استَم‬
. ] 616
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Alloh, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”
[QS. Al-Baqarah (2): 256].

Ayat ini menunjukkan bahwasanya seorang hamba belum berpegang teguh dengan laa ilaaha
illallaah kecuali apabila telah kufur kepada thaghut. itulah al-‘urwah al-wutsqa yang tidak akan
putus. Barang siapa tidak meyakini hal ini maka ia bukan seorang muslim karena ia belum
berpegang teguh dengan laa ilaaha illallaah. Maka renungkanlah dan yakinilah apa yang akan
menyelematkanmu dari azab Alloh, yaitu merealisasikan makna laa ilaaha illallaah baik dari
sisi rukun penafian maupun rukun penetapannya.”45

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, “Bahkan dien Islam
tidak sah kecuali dengan berlepas diri dari mereka –yaitu para thaghut yang disembah selain
Alloh- dan mengkafirkan mereka. Sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

. ) ] 616 / ‫ك بِالعُرَوةِ ال ُوث َقى [ البقرة‬


َ‫س‬ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
َ ‫فَ َمن يَك ُفر بالطاغُوت َويُؤمن بالله فَ َقد استَم‬

43
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 502.
44
Fathul Majid, hal 393, 394.
45
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 263.
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Alloh, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” [QS. Al-Baqarah (2):
256].”46

Ia juga berkata ketika menjelaskan perbedaan antara kezaliman besar dan kecil, “Manakah
kezaliman yang mana jika seseorang mengucapkan salah satu kata darinya atau memuji para
thaghut atau berdebat membela mereka maka ia akan keluar dari Islam meskipun ia berpuasa
dan shalat malam? dari kezaliman yang tidak mengeluarkan dari Islam. bahkan bisa
menyebabkan pelakunya diqishash atau akan diampuni Alloh. Antara keduanya terdapat
perbedaan yang jauh.”47

Beliau rahimahullah berkata, "Ketahuilah semoga Alloh merahmati engkau, bahwasanya yang
pertama kali Alloh wajibkan kepada Ibnu Adam (manusia) adalah kufur kepada thaghut dan
iman kepada Alloh. Dalilnya firman Alloh Ta'ala,

] 66 / ‫[ النحل‬ َ ُ‫َن اعبُ ُدوا اللَّهَ َواجتَنِبُوا الطَّاغ‬


‫وت‬ ً ‫َولََقد بَ َعث نَا فِي ُكل أ َُّمة َر ُس‬
ِ ‫ول أ‬
“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” [QS. An-Nahl (16): 36].”48

Beliau berkata dalam kitab At-Tauhid, “Masalah Ketujuh: Masalah yang besar, yaitu
bahwasanya ibadah kepada Alloh tidak akan bisa terealisasi kecuali dengan kufur kepada
thaghut.”49

Syaikh Sulaiman bin Abdullah berkata, “Karena makna tauhid dan syahadat laa ilaaha illallaah
adalah tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh; tidak ada yang boleh diyakini bisa
memberikan manfaat dan madharat kecuali Alloh; kufur kepada semua sembahan selain Alloh
dan berlepas diri darinya dan para penyembahnya.”50

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab At-Tauhid, "Inilah
yang paling jelas menerangkan makna laa ilaaha illallaah bahwasanya mengucapkannya belum
bisa menjadikan sebagai pelindung bagi darah dan hartanya, bahkan sekalipun mengetahui
maknanya. Harta dan darahnya tidak haram sampai ia menambahkan kepadanya kufur kepada
semua sembahan selain Alloh51. apabila ragu-ragu atau bimbang terhadap maknanya maka
harta dan darahnya belum haram.

Makna Thaghut:
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Nama thaghut
meliputi setiap sembahan selain Alloh dan setiap pemimpin kesesatan yang mengajak kebatilan
dan memperbaguskannya. Meliputi setiap orang yang dilantik sebagai hakim yang
memutuskan hukum di antara mereka dengan hukum-hukum jahiliyah yang bertentangan
dengan hukum Alloh dan Rasul-Nya. Juga meliputi dukun, tukang sihir, juru kunci berhala
yang menyerukan ibadah kepada orang-orang yang sudah dikubur dan lainnya dimana mereka

46
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 53.
47
Perhatikan masalah membela-bela thaghut wahai orang yang tertimpa penyakit pengecut dan penakut. Jika
engkau tidak mampu menyuarakan kebenaran maka jangan sampai engkau menyuarakan kebatilan. Perkataan
Muhammad bin Abdul Wahhab sangat bagus.
48
Ad-Durar As-Saniyyah 1 / 161.
49
Fathul Majid, hal 29.
50
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, hal 152.
51
Yakni kufur kepada thaghut.
23
membuat kedustaan beruapa cerita-cerita yang menyesatkan orang-orang bodoh yang
mengesankan bahwa orang yang dikubur dan yang semisalnya akan memenuhi kebutuhan
setiap orang datang meminta kepadanya, ia bisa berbuat begini begini yang itu adalah dusta
atau hasil perbuatan syaitan untuk menipu manusia bahwa orang yang sudah dikubur dan yang
semisalnya akan mengabulakan keperluan setiap orang yang mendatanginya; sehingga hal itu
pada akhirnya menyebabkan mereka jatuh dalam syirik akbar dan kemungkaran lainnya. Asal
semua thaghut ini dan yang paling besar adalah syaitan, dialah thaghut paling besar.”52

Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah berkata, “Mujahid berkata, “Thaghut itu adalah
syaitan dalam wujud manusia yang menjadi tempat berhakim oleh para penyembahnya dan
pemilik urusan mereka.” Ibnul Qayyim berkata, “Thaghut adalah setiap yang diibadahi, diikuti
dan ditaati yang dilampaui batasnya oleh hamba. Thaghut setiap kaum adalah orang yang
dijadikan tempat berhakim oleh para penyembahnya selain Alloh dan Rasul-Nya53. Atau yang
disembah selain Alloh. Atau yang diikuti tanpa bashirah dari Alloh. Atau ditaati dalam hal
yang tidak mereka ketahui bahwa itu adalah ketaatan kepada Alloh. Inilah thaghut-thaghut
dunia ini. Jika engkau mengamatinya dan mengamati ihwal manusia bersamanya engkau akan
melihat kebanyakan mereka termasuk orang yang berpaling dari ibadah kepada Alloh beralih
kepada ibadah kepada thaghut. Berpaling dari ketaatan kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya
SAW beralih kepada ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya.”54

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, "Thaghut itu banyak
jumlahnya, namun dedengkotnya ada lima:

Pertama, syaitan yang mengajak kepada peribadatan kepada selain Alloh. Dalilnya firman
Alloh Ta'ala,
. ] 66 / ‫الشيطَا َن إِنَّهُ لَ ُكم َع ُدو ُمبِين [ يس‬ َ ‫أَلَم أَع َهد إِلَي ُكم يَا بَنِي آ‬
َّ ‫َد َم أَن َل تَعبُ ُدوا‬
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” [QS.
Yaasiin (36): 60].

Kedua, hakim lalim yang merubah hukum-hukum Alloh Ta'ala. Dalilnya firman Alloh Ta'ala,

‫ك يُ ِري ُدو َن أَن‬َ ِ‫ك َوَما أُن ِز َل ِمن قَ بل‬َ ‫ين يَزعُ ُمو َن أَنَّ ُهم آ ََمنُوا بِ َما أُن ِز َل إِلَي‬ ِ َّ
َ ‫أَلَم تَ َر إِلَى الذ‬
َ ‫ضلَّ ُهم‬
‫ض َل ًل‬ ِ ‫الشيطَا ُن أَن ي‬
ُ َّ ‫وت َوقَد أ ُِم ُروا أَن يَك ُف ُروا بِ ِه َويُ ِري ُد‬ ِ ُ‫ي تَحا َكموا إِلَى الطَّاغ‬
ُ َ َ
. ] 66 / ‫بَ ِعي ًدا [ النساء‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-
jauhnya.” [QS. An-Nisa (4): 60].

Ketiga, yang memutuskan hukum dengan selain hukum Alloh55. Dalilnya firman Alloh Ta'ala,

52
Majmu’atu At-Tauhid, hal 138.
53
Perhatikan itu wahai saudara sesungguhnya-tauhid.
54
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, hal 49, 50.
55
Dengan ini menjadi jelas bagimu tentang kekafiran dan kemurtadan para penguasa kaum Muslimin di zaman
ini. Karena mereka tidak menjalankan syariat Ar-Rahman. Mereka menjalankan syariat syaitan dan menerapkan
undang-undang positif di tengah kaum Muslimin dan mewajibkannya kepada mereka.
24
. ] 44 / ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن [ املائدة‬
َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44].

Keempat, yang mengaku mengetahui ilmu ghaib selain Alloh. Dalilnya firman Alloh Ta'ala,

‫ك ِمن‬
ُ ُ‫ضى ِمن َر ُسول فَِإنَّهُ يَسل‬ ِ
َ ‫ب فَ َل يُظ ِه ُر َعلَى غَيبِه أ‬
َ َ‫) إَِّل َم ِن ارت‬22( ‫َح ًدا‬ ِ ‫َعالِ ُم الغَي‬
ِِ ِ ِ
] 66،62 / ‫دا [ اجلن‬
ً‫ص‬َ ‫بَي ِن يَ َديه َومن َخلفه َر‬
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”
[QS. Al-Jin (72): 26-27].

Dan firman Alloh Ta'ala,

‫ط ِمن َوَرقَة إَِّل‬ ِ ‫َو ِعن َدهُ َم َفاتِ ُح الغَي‬


ُ ‫ب َل يَعلَ ُم َها إَِّل ُه َو َويَعلَ ُم َما فِي البَ ر َوالبَح ِر َوَما تَس ُق‬
. ] 15 / ‫ض َوَل َرطب َوَل يَابِس إَِّل فِي كِتَاب ُمبِين [ األنعام‬ ِ ‫ات اْلَر‬ ِ ‫ي علَم َها وَل حبَّة فِي ظُلُم‬
َ َ َ ُ َ
“Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis
dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)".” [QS. Al-An’am (6): 59].

Kelima, yang diibadahi selain Alloh dan ia rela diibadahi, dalilnya firman Alloh Ta'ala,

َ ِ‫َّم َك َذل‬
. ] 65 / ‫ك نَج ِزي الظَّالِ ِم َين [ األنبياء‬ ِ َ ِ‫َوَمن يَ ُقل ِمن ُهم إِني إِلَه ِمن ُدونِِه فَ َذل‬
َ ‫ك نَج ِزيه َج َهن‬
“Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain
daripada Alloh", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami
memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” [QS. Al-Anbiya (21): 29].

Dan ketahuilah56: seseorang belum beriman kepada Alloh kecuali bila telah kufur kepada
thaghut.”57

Makna Kufur Kepada Thaghut:


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, “Makna kufur
kepada thaghut adalah engkau berlepas diri dari setiap apa yang diyakini (bisa mendatangkan
manfaat dan madharat) selain Alloh baik jin, manusia, pohon, batu atau yang lainnya dan
engkau bersaksi bahwa itu semua adalah kafir dan sesat serta engkau membencinya meski ia
adalah ayah dan saudaramu. Sedangkan orang yang mengatakan “Saya tidak beribadah kecuali
kepada Alloh, saya tidak akan ngurusi para pemimpin, kubah-kubah yang ada di atas kuburan

56
Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, ia menganggap orang yang tidak kufur kepada
thaghut berarti ia belum beriman kepada Alloh. Pahamilah itu.
57
Ad-Durar As-Saniyyah I / 161 – 163.
25
dan yang semisalnya maka ia telah berdusta dalam ucapannya laa ilaaha illallaah, belum
beriman kepada Alloh dan belum kufur kepada thaghut.”58

Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullahu ta'ala berkata, "Maksud menjauhi thaghut adalah
dengan membencinya, memusuhinya dengan hati, mencelanya59, menjelek-jelekkannya dengan
lisan, menghilangkannya dengan tangan (kekuatan) ketika mampu dan meninggalkannya60.
Barang siapa mengaku telah menjauhi thaghut namun tidak melakukan semua itu maka
pengakuannya adalah dusta.”61

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, "Mengenai sifat (cara)
kufur kepada thaghut yaitu engkau meyakini kebatilan ibadah kepada selain Alloh,
meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka62.
Sedangkan makna iman kepada Alloh adalah engkau meyakini bahwa Alloh adalah satu-
satunya ilah yang diibadahi, bukan selain-Nya. Memurnikan semua jenis ibadah kepada Alloh.
Menafikannya dari setiap sembahan selain-Nya. Mencintai orang-orang yang ikhlas,
menyerahkan loyalitas kepada mereka. Membenci orang-orang musyrik dan memusuhi
mereka. Inilah millah Ibrahim, dimana siapa saja yang membencinya ia sebenarnya
memperbodoh dirinya sendiri. Dan inilah dia suri teladan yang dikhabarkan Alloh dalam
firman-Nya”

‫ين َم َعهُ إِذ قَالُوا لَِقوِم ِهم إِنَّا بُ َرآَءُ ِمن ُكم َوِم َّما‬ ِ َّ ‫قَد َكانَت لَ ُكم أُسوة حسنَة فِي إِب ر ِاه‬
َ ‫يم َوالذ‬ َ َ ََ َ
‫ضاءُ أَبَ ًدا َحتَّى تُؤِمنُوا‬ ِ ‫تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
َ ‫ون اللَّ ِه َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوةُ َوالبَ غ‬ ُ
. ) ] 4 / ‫بِاللَّ ِه َوح َدهُ [ املمتحنة‬
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-
lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].63

*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
Mendiamkan kemungkaran padahal mampu mengingkarinya
menjadi bukti akan keridhaannya terhadap kemungkaran

58
Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il An-Najdiyyah IV / 33, 34.
59
Karena sekarang ini banyak pemuda aktivis kebangkitan Islam mengatakan “Alloh tidak akan menanyakanku
tentang fulan dan fulan maka janganlah kalian membicarakannya. Yang mereka maksudkan adalah jangan
membicarakan para thaghut.
60
Mana bentuk nyata meninggalkan para thaghut? kami sendiri melihat ada orang yang mengaku berilmu masuk
kepada mereka, tertawa bersama mereka, makan-makan bersama mereka dan kesesatan-kesesatan yang lainnya.
61
Ad-Durar As-Saniyyah X / 502, 503.
62
Setiap kali engkau tahu siapa thaghutnya maka engkau harus kufur kepadanya, maksudnya yaitu membenci,
memusuhi, mencela dan mengkafirkannya serta meyakini kebatilan ibadah kepadanya dan meninggalkannya.
Yang menjadi problem adalah bahwa para ulama masa kini tidak mengajarkan kepada orang-orang siapakah
thaghut itu. Tidak ragu lagi thaghut itu memang banyak. Namun kami tidak melihat implementasinya dalam
kenyataan. Sebagai contoh adalah Saddam Husein, kita tidak mengetahui bahwa ia adalah thaghut sebelum ia
invasi masuk ke negeri kaum Muslimin. Lalu apa maksud hal itu!!
63
Ad-Durar As-Saniyyah I / 161.
26
tersebut, maka bagaimana dengan orang yang membantu dan
menolong kemungkaran tersebut!!
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Guru kami –yakni Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab- rahimahullahu ta'ala menyebutkan dalam kitab karyanya
Mukhtashar As-Sirah, “Al-Waqidiy menyebutkan bahwa ketika Khalid bin Walid tiba di Al-
‘Aridh ia memberikan 200 penunggang kuda. Mereka menangkap Majja’ah bin Murarah dalam
13 lelaki dari kaumnya, Bani Hanifah. Khalid bin Walid berkata, “Apa yang kalian katakan
menegenai sahabat kalian –Musailamah Al-Kadzdzab-? Mereka bersaksi bahwa ia adalah
seorang utusan Alloh. maka Khalid memenggal leher-leher mereka. Sampai ketika tersisa
Sariyah bin ‘Amir ia berkata, “Wahai Khalid, jika engkau menghendaki pada penduduk
Yamamah baik kebaikan maupun kejelakan sisakanlah Majja’ah. Ia merupakan orang dari
kalangan bangsawan sehingga Khalid tidak menghabisinya, Sariyah juga dibiarkan hidup.
Keduanya diikat jadi satu pada sebuah batang besi. Dalam kondisi seperti itu Khalid mengajak
Majja’ah untuk berbicara dengannya, sementara Majja’ah menduga bahwa Khalid akan
membunuhnya. Ia berkata, “Wahai putra Al-Mughirah, saya masih Islam. Demi Alloh saya
tidak kafir. Khalid menjawab, “Sesungguhnya antara hukuman bunuh dan dibiarkan saja ada
satu tempat yaitu tahanan. Engkau di situ sampai Alloh memutuskan urusan kita apa yang
semestinya diputuskan. Khalid membawanya kepada istrinya, Ummu Mutammim. Khalid
memerintahkannya agar memperlakukan tawanan tersebut dengan baik. Majja’ah menduga
bahwa Khalid hendak menahannya supaya memberi tahunya tentang musuhnya. Ia berkata,
“Wahai Khalid, kamu tahu saya sudah berbaiat kepada Rasulullah SAW atas Islam dan
sekarang saya masih seperti keislaman saya yang lemarin meskipun Kadzdzab (Musailamah)
telah muncul pada kami. Karena Alloh Ta'ala berfirman,

. ] 564/ ‫َوَل تَ ِزُر َوا ِزَرة ِوزَر أُخ َرى [ األنعام‬


“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS. Al-An’am (6): 164].
Khalid berkata, “Wahai Majja’ah, engkau telah meninggalkan Islam. keridhaanmu dan sikap
diammu terhadap si Pendusta (Musailamah) –padahal engkau adalah penduduk Yamamah yang
paling mulia merupakan bentuk pengakuanmu terhadapnya dan keridhaanmu akan pengakuan
kenabiannya, apakah engkau telah menyampaikan sebuah udzur padahal engkau bisa angkat
bicara untuk mengingkarinya? Tsumamah telah angkat bicara untuk membantah dan
mengingkarinya. Demikian juga Al-Yasykuriy. Jika engkau mengatakan “saya takut kepada
kaumku”, mengapa engkau tidak mengutus atau mengirim utusan kepadaku?

Perhatikan bagaimana Khalid menganggap diamnya Majja’ah sebagai bukti keridhaan dan
pengakuannya64 terhadap ajaran yang dibawa Musailamah. Maka di mana kisah ini dari orang
yang menampakkan keridhaan dan membantu serta menolong, bersungguh-sungguh dan
bersiap-siap bersama mereka orang-orang yang menyekutukan Alloh dalam ibadah kepada-
Nya dan membuat kerusakan di negerinya? Fallaahul Musta’an (hanya Alloh-lah tempat
meminta pertolongan).”65

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
64
Perhatikan itu. Maka bagaimana dengan orang yang duduk-duduk bersama thaghut, menampakkan ridha dan
diam dari mengatakan kebenaran. Bahkan justru ia membela-bela thaghut. perhatikan itu wahai pencari kebenaran
maka engkau akan mengetahui kenyataan yang pahit yang kita alami sekarang ini. Lalu bagaimana dengan orang
yang menghadiri muktamar-muktamar para thaghut padahal ia disebut orang berilmu.
65
Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il An-Najdiyyah IV / 292, 293.
27
Pasal Ketiga:
Berlepas diri dari Orang-orang Musyrik dan
Mengkafirkan Mereka

Islam seseorang tidak akan bisa lurus kecuali dengan


menyerahkan loyalitasnya kepada para wali Alloh dan memusuhi
musuh-musuh-Nya:
Syaikh Muhammad bin Abdullathif bin Abdurrahman rahimallohu al-jamii’ berkata,
“Alloh Ta'ala berfirman,

/ ‫[ األنفال‬ ‫ساد َكبِير‬


َ َ‫َوف‬ ِ ‫ض ُهم أَولِيَاءُ بَعض إَِّل تَف َعلُوهُ تَ ُكن فِت نَة فِي اْلَر‬
‫ض‬ ُ ‫ين َك َف ُروا بَع‬ ِ َّ
َ ‫َوالذ‬
] 26
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang
lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Alloh
itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [QS. Al-Anfal
(8): 73].

Sebagian ulama yang mulia berkata, “Fitnah (kekacauan) di bumi maksudnya adalah
syirik. Sedangkan kerusakan yang besar maksudnya adalah campur baurnya orang Islam
dengan orang kafir66, orang yang taat dengan orang yang durhaka. Ketika itulah aturan Islam
menjadi kacau dan hakikat tauhid menjadi sirna serta muncullah berbagai keburukan yang
hanya Alloh-lah yang mengetahuinya.

Dien Islam tidak akan bisa lurus, tidak akan tegak orang yang beramar makruf nahi
mungkar dan tidak akan berkibar panji jihad kecuali dengan cinta dan benci karena Alloh,
loyalitas kepada para wali-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menunjukkan akan hal itu terlalu banyak untuk dihitung. Sedangkan hadits-hadits Nabi SAW
sudah terlalu terkenal untuk disebutkan.

Diantaranya,

Hadits marfu’ dari Al-Baraa’ bin ‘Aazib rodhiyaAllohu 'anh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,

‫ض فِ ِيه‬ ِ ‫ان الحب فِي‬


ُ ‫الل َوالبُ غ‬ ُ
ِ ‫أَوثَ ُق عُرى ا ِإل ِِيم‬
َ َ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta dan benci karena Alloh.”

Dan hadits dari Abu Dzarr rodhiyaAllohu 'anh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ض فِ ِيه‬ ِ ‫ الحب فِي‬: ‫ان‬


ُ ‫الل َوالبُ غ‬ ُ
ِ ‫اإليم‬
َ ِ ‫ض ُل‬
َ ‫أَف‬
66
Lalu bagaimana dengan orang yang mendatangkan orang-orang kafir ke Jazirah Arab, padahal Nabi SAW
bersabda, “Tidak boleh ada dua dien berkumpul di Jazirah Arab.” Bagaimana dengan orang yang mendatangkan
orang-orang Majusi, Budha, Nasrani, dan Yahudi yang dijadikan pegawai, pembantu dan sopir mobil. Kami
berlindung kepada Alloh dari semua itu. Renungkanlah perkataan Syaikh Muhammad bin Abdullathif. Ia
menganggapnya sebagai kerusakan. Semua ini hukumnya haram dan tidak boleh serta terang-terangan menyelisihi
hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
“Iman yang paling utama adalah cinta dan benci karena Alloh.”

Dalam sebuah hadits marfu’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ّن او اج جدت فجي اما أ جوحجيته إ ال { َل‬ ‫ فاإ ِج‬، ‫ اولا ن جع امةً فايا اوده قا جل جب‬، ً‫اللهم لا اجت اع جل ل افاجر عجند جي يادا‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ َ َّ ‫تَج ُد قَ وًما يُؤمنُو َن بِاللَّه َواليَ وم اْلَخ ِر يُ َوادو َن َمن َح‬
] 66 / ‫اد اللَّهَ ورسولَهُ } [ اجملادلة‬

“Ya Alloh janganlah Engkau jadikan orang fajir memiliki keutamaan dan kebaikan di sisiku
sehingga hatiku menyayanginya, karena saya mendapatkan dalam wahyu yang diberikan
kepadaku “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Alloh dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya.” [QS. Al-
Mujadilah (58): 22].”

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Ibnu Mas’ud rodhiyaAllohu 'anh meriwayatkan hadits
marfu’, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
‫ب‬
َّ ‫َح‬
َ ‫ال َمرءُ َم َع َمن أ‬
“Seseorang itu bersama yang ia cintai.”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

))‫َح ُد ُكم َمن يُ َخالِل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫((ال َمرءُ َعلَى دي ِن َخليله فَ ليَ نظُر أ‬
“Seseorang itu tergantung dien kawan dekatnya maka lihatlah salah seorang kalian siapa kawan
dekatnya.”

Abu Mas’ud Al-Badriy rahimahullah meriwayatkan dalam sebuah hadits marfu’ bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ َولَ يَأ ُكل طَ َع َام‬، ً‫احب إلَّ ُمؤِمنا‬


)) ‫ك إلَّ تَِقي‬ ِ ‫((ل تُص‬
َ
“Janganlah berteman kecuali dengan seorang mukmin dan jangan sampai ada yang memakan
makananmu kecuali orang bertaqwa.”

Ali z meriwayatkan sebuah hadits marfu’ bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

)) ‫(( لَ يُ ِحب َر ُجل قَ وًما إِلَّ ُح ِش َر َم َع ُهم‬


“Tidaklah seorang lelaki mencintai suatu kaum kecuali ia akan dikumpulkan bersama mereka.”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫ضا‬ ِ ِ ِ ِ ‫((تَ َق َّرب وا إِلَى‬


ِ ‫الل بِبُ غ‬
‫الل‬ ُ ‫الم َعاصي َوال ُقو ُهم ب ُو ُجوه ُمك َف ِه َّرة َوالتَم‬
َ ‫سوا ِر‬ َ ‫ض أه ِل‬ ُ
)) ‫الل بِالتَّبَاعُ ِد ِمن ُهم‬
ِ ‫بِس َخ ِط ِهم وتَ َق َّرب وا إِلَى‬
ُ َ َ
“Dekatkan diri kalian kepada Alloh dengan membenci para pelaku maksiat. Temuilah mereka
dengan wajah yang muram. Carilah ridha Alloh dengan membuat mereka marah. Dan dekatkan
diri kalian kepada Alloh dengan menjauh dari mereka.”

29
‘Isa berkata,

َ ‫ َواطلُبُ وا ِر‬، ‫الل بِالبُ ع ِد َعن ُهم‬


‫ضا‬ ِ ‫ وتَ َق َّرب وا إِلَى‬،‫اصي‬
ُ َ
ِ ‫ض أه ِل المع‬
ََ
ِ ‫ت َِحبَّب وا إِلَى‬
ِ ‫الل بِبُ غ‬ َُ
.‫س َخ ِط ِهم‬ ِِ
َ ‫الل ب‬
“Carilah kecintaan Alloh dengan membenci para pelaku maksiat67. Dekatkan diri kalian kepada
Alloh dengan menjauh dari mereka. Dan carilah ridha Alloh dengan membuat mereka marah.”

Ibnu Abbas rodhiyaAllohu 'anh berkata,

ُ‫ال ِولَيَة‬ ِ ‫ادى فِي‬


ُ َ‫ فَِإنَّ َما تُن‬، ‫الل‬ ِ ‫ ووالَى فِي‬، ‫الل‬
َ ‫ َو َع‬، ‫الل‬ ِ ‫ض فِي‬ ِ ‫ب فِي‬
َ َ‫ َوأَب غ‬، ‫الل‬ َّ ‫َمن أَ َح‬
ََ
ِ ‫ ولَو َكثُرت صلَتُهُ و‬، ‫ان‬ِ ‫ ولَن ي ِج َد َعبد طَعم ا ِإليم‬، ‫ك‬ ِ ِ
‫صيَ ُامهُ َحتَّى يَ ُكو َن‬ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫الل بِ َذل‬
،‫ك‬َ ِ‫َك َذل‬
“Barang siapa yang cinta karena Alloh, benci karena Alloh, berwala karena Alloh dan
memusuhi karena Alloh maka sesungguhnya perwalian Alloh hanya bisa diraih dengan semua
itu68. Seorang hamba tidak akan pernah merasakan manisnya, meskipun shalat dan puasanya
banyak, sebelum ia menjadi seperti itu (melakukan semua itu).” Yakni sampai kecintaan dan
loyalitasnya karena Alloh dan kebencian serta permusuhannya karena Alloh. Ibnu Abbas h
melanjutkan, “Persaudaraan manusia pada umumnya terjalin karena perkara dunia dan itu tidak
memberi manfaat kepada mereka sedikitpun.” Jika ini perkataan Ibnu Abbas, padahal beliau
hidup pada masa terbaik, maka tentu masa sesudah masa beliau akan semakin parah urusannya
dan semakin jauh dari kebaikan. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, “Tidaklah suatu zaman dilalui oleh manusia melainkan zaman sesudahnya akan semakin
buruk keadaannya.” Bahkan pada sekarang ini, loyalitas, kecintaan, dan pergaulan mereka
terjalin atas dasar kekafiran, kesyirikan dan kemaksiatan. Hendaknya setiap hamba selalu
waspada dari bersikap lunak, ramah, tidak keras atau menjadi mereka sebagai teman akrab69
dan pemegang kebijaksanaan sehingga ia malah meminta nasehat dari mereka. Semua itu akan
menyebabkan kemurkaan dan kemarahan Alloh. Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan dalam

67
Ini berlaku pada para pelaku maksiat yang melakukannya dengan terang-terangan, lalu bagaimana dengan para
thaghut murtad.
68
Sedikit orang yang mempedulikan masalah cinta dan benci lalu bangga dengannya. Belum lama, sekitar lima
puluh tahun yang lalu, orang yang datang dari Kuwait diboikot dan tidak diberi salam. Namun pada hari ini orang
yang pergi ke negara-negara Eropa dibangga-banggakan dan diberikan senyum manis. Kami berlindung kepada
Alloh dari berbaliknya hati.
69
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ariy z, ia berkata, “Saya berkata kepada Umar z, “Saya
punya sekretaris beragama Nasrani.” Umar menjawab, “Adalah apa denganmu, semoga Alloh memerangimu,
tidakkah engkau pernah mendengar Alloh berfirman,
‫ض ُهم أَولِيَاءُ بَعض‬
ُ ‫اء بَع‬ ِ
َ َ‫َّص َارى أَولي‬
َ ‫ود َوالن‬
ِ ‫يا أَي ها الَّ ِذين آَمنُوا َل تَ ت‬
َ ‫َّخ ُذوا اليَ ُه‬ َ َ َ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” [QS. Al-Maidah (5):
51]. Kenapa engkau tidak mengambil sekretaris yang beragama Islam?” Abu Musa, “Wahai amirul mukminin kan
saya hanya memanfaatkan keahliannya dalam bidang tulis menulis, adapun diennya adalah haknya.” Umar, “Saya
tidak akan memuliakan mereka karena Alloh telah menghinakan mereka. Saya tidak akan mengangkat derajat
mereka karena Alloh telah merendahkan mereka dan saya tidak akan menjadikan mereka dekat dengan kita karena
Alloh telah menjadikan mereka jauh dari kita.” Sungguh bagus sikapmu wahai Umar. Alangkah bagus sikap
kerasmu kepada orang yang menyelisihi perintah Alloh. Renungkan hal itu dan bandingkan dengan kondisi masa
kita sekarang ini. Seandainya engkau bersikap keras seperti Umar dalam mengingkari kondisi masa kita tentu para
dai dan ulama masa kini akan mengingkari sikap pengingkaranmu dan mengatakan, “Mana sikap bijaksanamu,
apa maslahatnya dengan sikapmu itu?” Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
30
tafsirnya ketika menafsirkan firman Alloh Ta'ala, ] 551 / ‫َّخ ُذوا بِطَانَةً ِمن ُدونِ ُكم [ أل عمران‬
ِ ‫“ َل تَ ت‬Janganlah
kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu.” [QS. Ali
Imran (3): 118], “Alloh melarang para hambanya yang beriman supaya jangan menjadikan
orang-orang kafir, Yahudi, para pengikut hawa nafsu dan bid’ah (ahlul ahwa wal bida’) sebagai
sahabat dan kawan tempat bertukar pikiran dan mempercayakan urusan-urusan mereka.”

Dari Ar-Rabi’ menafsirkan ayat “Janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu”:
“janganlah kamu jadikan orang-orang munafik sebagai temanu dengan meninggalkan orang-
orang beriman.” Adalah pendapat yang mengatakan, “Setiap orang yang menyelisihi
madzhabmu70 tidak layak bagimu menjadikannya sebagai teman bergaul dan menaruh
kecenderungan.”71

Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumallohu ta'ala berkata,
“Namun –semoga Alloh memberi petunjuk kepada engkau- renungkan perkataan Ibnul
Qayyim, “Tidak ada yang bisa selamat dari kesyirikan syirik akbar ini melainkan orang yang
memusuhi orang-orang musyrik karena Alloh, sampai akhir perkataan beliau. Dengan itu
menjadi jelas bagi engkau bahwa Islam tidak bisa lurus melainkan dengan memusuhi para
pelaku syirik akbar. Jika tidak memusuhi mereka maka ia akan menjadi bagian dari mereka
meskipun ia tidak melakukannya. Wallau a’lam.”72

Berkasih sayang kepada Orang Kafir:


Syaikh Abdurrahman bin Hasan telah mengulas hal-hal yang merusak dan
membatalkan tauhid, beliau rahimahullahu ta'ala berkata, “Perkara Kedua yang termasuk
pembatal tauhid adalah lapang dada terhadap orang yang menyekutukan Alloh dan berkasih
sayang dengan musuh-musuh Alloh. Hal ini sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

‫ك‬َ ِ‫) ذَل‬602( ‫ضب ِم َن اللَّ ِه َولَ ُهم َع َذاب َع ِظيم‬ َ ‫ح بِال ُكف ِر‬
َ َ‫صد ًرا فَ َعلَي ِهم غ‬ ِ
َ ‫َولَكن َمن َش َر‬
ِ ِ ِ ‫بِأَنَّهم استحبوا الحياةَ الدن يا علَى اْل‬
َّ ‫َخ َرةِ َوأ‬
َ ِ ‫َن اللَّهَ َل يَهدي ال َقوَم ال َكاف‬
/ ‫رين اآلية [ النحل‬ َ َ ََ ََ ُُ
] 566-562
“Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Alloh
menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena
sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Alloh
tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” [QS. An-Nahl (16): 106-107].

Barang siapa yang melakukan hal itu maka ia telah membatalkan tauhidnya meskipun
dirinya tidak melakukan kesyirikan. Alloh Ta'ala berfirman,

‫اد اللَّهَ َوَر ُسولَهُ اآلية‬ ِ ‫َل تَ ِج ُد قَ وما ي ؤِمنو َن بِاللَّ ِه والي وِم اْل‬
َّ ‫َخ ِر يُ َوادو َن َمن َح‬
] 66 / ‫[ اجملادلة‬
َ َ ُ ُ ً
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya.” [QS. Al-Mujadilah (58):
22]. Syaikhul Islam berkata, “Alloh Ta’ala mengkhabarkan bahwasanya tidak ada seorang
mukmin yang saling berkasih sayang dengan orang kafir. Barang siapa yang saling berkasih
sayang dengannya maka ia bukan seorang mukmin. Sementara itu, menyerupai mereka

70
Karena khawatir bergaul dengan orang-orang fasiq, para pengikut hawa nafsu dan bid’ah karena hal itu bisa
berpengaruh bagi dien seorang mukmin.
71
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 447 – 450.
72
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Al-Kalimaat An-Naafi’ah Fie Al-Mukaffiraat Al-Waaqi’ah, hal 267.
31
merupakan hal yang bisa menimbulkan rasa kasih sayang kepada mereka, oleh karena itu ia
diharamkan.

Sikap Para Sahabat Dalam Menghadapi Realitas pada Masa


Mereka:
Kemudian Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah melanjutkan, “Al-‘Imad Ibnu
Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini
turun berkaitan dengan kisah Abu ‘Ubaidah ketika ia membunuh ayahnya di perang Badar,
yaitu pada ayat “atau bapak-bapak mereka”. Adapun ayat “atau anak-anak mereka” berkaitan
dengan kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika bertekad akan membunh anak laki-lakinya
Abdurrahman. Adapun ayat “atau saudara-saudara mereka” berkaitan kisah Mush’ab bin
‘Umair ketika membunuh saudaranya ‘Ubaid bin ‘Umair. Adapun ayat “atau keluarga mereka”
berkaitan dengan kisah Umar ketika membunuh kerabatnya pada perang Badar, demikian juga
Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Al-Harits ketika membunuh ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin
ِ ‫“ ر‬Alloh ridha terhadap mereka, dan merekapun
ُ ‫ض َي اللَّهُ َعن ُهم َوَر‬
‘Utbah. Adapun dalam ayat ُ‫ضوا َعنه‬ َ
ridha terhadapnya” [Al-Maidah (5): 119], terdapat rahasia yang yang indah, yaitu bahwa
ketika mereka marah kepada karib kerabat dan kaluarga besar karena Alloh memberikan ganti
untuk mereka73 dengan keridhaan-Nya terhadap mereka dan keridhaan mereka terhadap-Nya
dengan kenikmatan abadi, keberuntungan besar dan karunia yang bemanfaat luas. Alloh juga
menjanjikan kesuksesan, kebahagiaan dan pembelaan untuk mereka dalam kehidupan dunia
dan akhirat. Berbeda dengan orang-orang yang berlawanan dengan mereka yaitu golongan
syaitan. Alloh Ta’ala berfirman,

ِ َّ ‫أ ََل إِ َّن ِحزب‬


ِ ‫ان هم ال َخ‬
‫اس ُرو َن‬ ُ ُ َ‫الشيط‬ َ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.” [QS. Al-
Mujadilah (58): 19].

Perkara Ketiga: Loyalitas kepada orang musyrik, cenderung kepadanya, membelanya, memberi
pertolongan dengan tangan, lisan atau harta benda, sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

ِ ِ ‫فَ َل تَ ُكونَ َّن ظَ ِه ًيرا‬


َ ‫لل َكاف ِر‬
] 16 / ‫ين [ القصص‬
“Janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.” [QS. Al-Qashash
(28): 86].

] 52 / ‫[ القصص‬ ِ ِ
َ ‫لل ُمج ِرم‬
‫ين‬ َ ‫ر َِب بِ َما أَن َعم‬
‫ت َعلَ َّي فَ لَن أَ ُكو َن ظَ ِه ًيرا‬
“Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerah- kan kepadaku, aku sekali-kali tiada
akan menjadi penolong bagi orang- orang yang berdosa.” [QS. Al-Qashash (28): 17].

ِ ِ ِ َّ
َ َ‫ين قَاتَلُوُكم في الدي ِن َوأَخ َر ُجوُكم من ِديَا ِرُكم َوظ‬
‫اه ُروا َعلَى‬ َ ‫إِنَّ َما يَن َها ُك ُم اللَّهُ َع ِن الذ‬
َ ‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو‬
] 5 / ‫ن [ املمتحنة‬ َ ِ‫اج ُكم أَن تَ َولَّو ُهم َوَمن يَتَ َولَّ ُهم فَأُولَئ‬
ِ ‫إِخر‬
َ
“Sesungguhnya Alloh hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain)

73
Simak penerapan para sahabat terhadap dien ini dalam realita mereka. Mereka tidak memperdulikan celaan
orang yang mencela.
32
untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 9].

Pernyataan Alloh Ta'ala ini ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini. Perhatikan
wahai saudara pendengar dimana posisi Anda dari pernyataan dan hukum pada ayat-ayat ini.”74

Seseorang tidak bisa disebut muslim melainkan dengan membenci,


memusuhi dan mengkafirkan orang-orang musyrik:
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, "Wahai Anda yang telah
dianugerahi oleh Alloh dien Islam dan telah mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Alloh; jangan Anda kira jika sudah mengatakan, “Inilah kebenaran. Saya
sudah meninggalkan semua dien selainnya. Namun saya tidak akan mempermasalahkan dan
mengomentari sedikitpun kesyirikan orang-orang musyrik.”75 Jangan Anda kira bahwa dengan
itu Anda bisa menjadi seorang muslim. Kalau ingin menjadi seorang muslim maka Anda harus
membenci mereka, membenci orang-orang yang mencintai mereka, mencela dan memusuhi
mereka76. Sebagaimana perkataan bapakmu, Ibrahim, dan orang-orang yang bersamanya,

ِ ‫إِنَّا ب رآَء ِمن ُكم وِم َّما تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
ُ‫ون اللَّ ِه َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوة‬ ُ َ ُ َُ
. ] 4 / ‫حتَّى تُؤِمنُوا بِاللَّ ِه َوح َدهُ [ املمتحنة‬
َ ‫ضاءُ أَبَ ًدا‬
َ ‫َوالبَ غ‬
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-
lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].

Dan firman Alloh Ta'ala,

74
Majmu’atu Ar-Rasa-il wa Al-Masa-il An-Najdiyyah 4 / 290, 291.
75
Bahkan wajib memusuhi para thaghut dan orang-orang musyrik. Kufur terhadap mereka, mencela, membenci
mereka dan membenci orang-orang yang mencintai mereka. Engkau akan mendapati penerapan pokok yang agung
ini sangat berat bagi jiwa. Tidak ada yang bisa melaksanakan hal itu melainkan hanya orang-orang yang diberi
taufiq dan diinginkan kebaikan pada dirinya serta diberikan bashirah oleh Alloh Ta’ala. Berdoalah memohon
kepada Alloh supaya dirimu dijadikan menjadi bagian dari mereka.
76
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menganggap orang yang tidak mempermasalahkan dan mengomentari
mereka sedikitpun bukan seorang muslim. Perhatikan realita di sekitar kita. Anda akan mendapati ketidak beresan
dan penyimpangan dari tauhid nampak sangat jelas. Sebagai misal akan hal itu adalah para pemuda yang lulus
menjadi guru di sekolah-sekolah yang kurikulumnya berisikan kesesatan, penyimpangan, memuji-muji thaghut
dan badan thaghut dunia (PBB) serta banyak kejelekan lainnya yang hanya Alloh saja yang Tahu. Banyak dari
para guru tersebut yang pergi ke wilayah timur yang di sana banyak terdapat orang-orang Syiah Rafidhah dan
orang-orang musyrik. Kemudian mereka mengajari orang-orang Rafidhah dan tertawa di hadapan mereka! Di
mana sikap berlepas diri dari mereka wahai para pemuda Islam? di mana penampakkan sikap permusuhan dan
mencela mereka? Di mana bentuk kufur (ingkar) terhadap mereka? Masih ada kondisi yang kontradiksi dengan
kondisi ini, yaitu para pengajar kafir, sekuler dan zindiq. Yang kekafiran mereka sudah sangat jelas bagi para
pelajar. Namun mereka duduk-duduk di hadapan mereka dan tertawa di hadapan mereka. Di mana … di mana …
Semua ini hanya demi kepentingan duniawi. Wala dan bara dihancurkan demi tujuan duniawi. Di mana perkataan
bapak kita Ibrahim,
. ] 4 / ‫ضاءُ أَبَ ًدا َحتَّى تُؤِمنُوا بِاللَّ ِه َوح َد ُه [ املمتحنة‬
َ ‫َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوةُ َوالبَ غ‬
“Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-
lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].
Inilah millah (agama) Ibrahim dimana orang yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri.
33
ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
/ ‫[ البقرة‬ ‫لَ َها‬ ‫ام‬
َ‫ص‬ َ ‫ك بِالعُرَوة ال ُوث َقى َل انف‬
َ‫س‬َ ‫فَ َمن يَك ُفر بالطاغُوت َويُؤمن بالله فَ َقد استَم‬
. ] 616
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Alloh, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”
[QS. Al-Baqarah (2): 256].

Dan firman Alloh Ta'ala,

َ ُ‫َن اعبُ ُدوا اللَّهَ َواجتَنِبُوا الطَّاغ‬


‫وت‬ ً ‫َولََقد بَ َعث نَا فِي ُكل أ َُّمة َر ُس‬
ِ ‫ول أ‬
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” [QS. An-Nahl (16): 36].

Seandainya ada seseorang mengatakan, “Saya mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
beliau ada di atas kebenaran. Namun saya tidak akan mempermasalahkan Laata dan Uzzaa.
Saya yang akan mempermasalahkan Abu Jahal dan orang-orang semisalnya. Saya tidak
berkewajiban untuk mempermasalahkan mereka77.” Maka orang yang mengatakan semacam
itu Islamnya tidak sah.”78

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Para ulama salaf (terdahulu)
dan kholaf (belakangan) dari kalangan para sahabat, tabi’in dan para imam serta seluruh ahli
sunnah berijma’ bahwa seseorang tidak menjadi muslim melinkan dengan membersihak
dirinya dari syirik akbar, berlepas diri darinya dan dari orang-orang yang melakukannya79,
membenci dan memusuhi mereka sesuai dengan kekuataan dan kemampuan, serta
mengikhlaskan (memurnikan) seluruh amalannya hanya kepada Alloh.”80

Husein dan Abdullah putra Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullahu
ta'ala berkata, "Masalah Kesebelas: Seseorang yang masuk ke dalam dien ini dan
mencintainya, namun ia tidak memusuhi orang-orang musyrik, atau ia memusuhi mereka
namun tidak mengkafirkan mereka, atau ia mengatakan: saya seorang muslim tetapi saya tidak
mau mengkafirkan orang-orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah meskipun tidak
mengetahui maknanya. Dan seseorang yang masuk ke dalam dien ini dan mencintainya namun
ia mengatakan: saya tidak akan mempermasalahkan kubah-kubah (kuburan tempat kesyirikan)
dan saya tahu bahwa ia tidak bisa memberi mudharat dan manfaat namun saya tidak akan
mempermasalahkannya. Jawabannya adalah: bahwa seseorang itu tidak menjadi muslim
melainkan jika ia mengetahui tauhid dan tunduk kepadanya, mengamalkan konsekensinya,
membenarkan berita yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menaati beliau dalam
hal larangan dan perintahnya dan beriman kepada semua ajaran yang dibawanya.
Barang siapa yang mengatakan: saya tidak memusuhi orang-orang musyrik atau ia
memusuhi mereka namun tidak mengkafirkan mereka81, atau mengatakan: saya tidak akan
mempermasalahkan orang-orang yang mengatakan laa ilaaha illallaah walaupun mereka
melakukan kekafiran dan kesyirikan serta memusuhi dien Alloh, atau mengatakan saya tidak

77
Lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan, “Saya tidak akan mempermasalahkan thaghut-thaghut masa
kini. Saya tidak berkewajiban mempermasalahkan mereka.”
78
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 109.
79
Berdasarkan ijma’ salaf dan kholaf bahwa seseorang tidak menjadi muslim melainkan dengan membersihkan
diri dari syirik akbar, berlepas diri darinya dan dari orang-orang yang melakukannya. Maksudnya engkau harus
berlepas diri dari orang-orang musyrik dan kafir, memusuhi dan membenci mereka.
80
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 545.
81
Simaklah wahai saudara se-tauhid. Supaya engkau tahu kesesatan dan kerusakan orang-orang murjiah masa
kini. Yaitu orang-orang yang menganggap remeh persoalan pengkafiran orang-orang musyrik dan pengkafiran
para thaghut.
34
akan mempermasalahkan kubah-kubah (yang disembah selain Alloh), maka orang-orang
semacam ini bukan seorang muslim, bahkan ia termasuk orang yang Alloh katakan berkaitan
dengan mereka,

ِ ‫وي ُقولُو َن نُؤِمن بِب عض ونَك ُفر بِب عض وي ِري ُدو َن أَن ي ت‬
َ ِ‫َّخ ُذوا بَي َن َذل‬
)650( ‫ك َسبِ ًيل‬ َ َُ َ ُ َ َ ُ ََ
. ] 516 - 151 / ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن َح ًّقا [ النساء‬
َ ِ‫أُولَئ‬
“Mereka mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-
benarnya.” [QS. An-Nisaa’ (4): 150-151].

Allohu Ta’ala mewajibkan memusuhi, menyelisihi dan mengkafirkan orang-orang


musyrik. Dia berfirman,

، ] 66 / ‫اد اللَّهَ َوَر ُسولَهُ [ اجملادلة‬ ِ ‫َل تَ ِج ُد قَ وما ي ؤِمنو َن بِاللَّ ِه والي وِم اْل‬
َّ ‫َخ ِر يُ َوادو َن َمن َح‬ َ َ ُ ُ ً
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya.” [QS. Al-Mujadilah (58):
22].

Alloh Ta'ala berfirman,

‫َّخ ُذوا َع ُدوي َو َع ُد َّوُكم أَولِيَاءَ تُل ُقو َن إِلَي ِهم بِال َم َودَّةِ َوقَد َك َف ُروا‬ ِ ‫يا أَي ها الَّ ِذين آَمنُوا َل تَت‬
َ َ َ َ
َ ‫بِ َما َجاءَ ُكم ِم َن ال َحق يُخ ِر ُجو َن ا َّلر ُس‬
‫ول َوإِيَّا ُكم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu.” [QS. Al-Mumtahanah (60):
1].
Wallohu A’lam”82.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Alloh Ta'ala berfirman,

ُ‫ط اللَّه‬ َ ‫س ُهم أَن َس ِخ‬ ِ‫تَ رى َكثِيرا ِمن ُهم يَتَ ولَّو َن الَّ ِذين َك َفروا لَب‬
ُ ‫س َما قَ َّد َمت لَ ُهم أَن ُف‬ َ ‫ئ‬ ُ َ َ ً َ
‫) َولَو َكانُوا يُؤِمنُو َن بِاللَّ ِه َوالنَّبِي َوَما أُن ِز َل إِلَي ِه َما‬00( ‫اب ُهم َخالِ ُدو َن‬ ِ ‫َعلَي ِهم َوفِي ال َع َذ‬
ِ َ‫اتَّ َخ ُذوهم أَولِياء ولَ ِك َّن َكثِيرا ِمن هم ف‬
. ] 15 , 16 / ‫اس ُقو َن [ املائدة‬ ُ ً َََ ُ
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir
(musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu
kemurkaan Alloh kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka
beriman kepada Alloh, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya
(Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-
penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Al-Maidah (5):
80-81].

82
Majmu’atu Ar-Rasa-il wa Al-Masa-il An-Najdiyyah 1 / 38 – 39.
35
Alloh Ta'ala berfirman,

‫ض ُهم أَولِيَاءُ بَعض َوَمن يَتَ َولَّ ُهم‬ُ ‫ارى أَولِيَاءَ بَع‬ َ ‫َّص‬
َ ‫ود َوالن‬
ِ ‫يا أَي ها الَّ ِذين آَمنُوا َل تَت‬
َ ‫َّخ ُذوا اليَ ُه‬ َ َ َ َ
‫ين فِي قُلُوبِ ِهم َم َرض‬ ِ َّ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫) فَ تَ َرى الذ‬56( ‫ين‬ َ ‫من ُكم فَِإنَّهُ من ُهم إِ َّن اللَّهَ َل يَهدي ال َقوَم الظَّالم‬
‫سى اللَّهُ أَن يَأتِ َي بِال َفت ِح أَو أَمر ِمن‬ ِ ِ
َ ‫شى أَن تُصيبَ نَا َدائ َرة فَ َع‬ َ ‫سا ِرعُو َن فِي ِهم يَ ُقولُو َن نَخ‬َ ُ‫ي‬
‫ين آ ََمنُوا أ ََه ُؤَل ِء‬ ِ َّ ُ ‫) وي ُق‬52( ‫اد ِمين‬
َ ‫ول الذ‬ ََ
ِ ِ
َ َ‫َسروا في أَن ُفس ِهم ن‬
ِ
َ ‫عنده فَ يُصبِ ُحوا َعلَى َما أ‬
ِِ ِ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫س ُموا باللَّه َجه َد أَي َمان ِهم إِنَّ ُهم لَ َم َع ُكم َحبطَت أَع َمالُ ُهم فَأَصبَ ُحوا َخاس ِر‬
‫ين‬ َ ‫ين أَق‬
َ ‫ا لذ‬
‫ف يَأتِي اللَّهُ بَِقوم يُ ِحب ُهم‬ َ ‫سو‬ ‫ف‬
َ ِ ِ‫) يا أَي ها الَّ ِذين آَمنُوا من ي رتَ َّد ِمن ُكم َعن ِدين‬52(
‫ه‬
َ َ َ َ َ َ َ
‫يل اللَّ ِه َوَل يَ َخافُو َن‬ ِ ‫َع َّزة َعلَى ال َكافِ ِرين يج‬
ِ ِ‫اه ُدو َن فِي َسب‬ ِ ‫وي ِحبونَه أ َِذلَّة علَى المؤِمنِين أ‬
َُ َ َ ُ َ ُ َُ
. ] 14 15 / ‫لَوَمةَ َلئِم [ املائدة‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan
Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Alloh akan
mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka
karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri
mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang
bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Alloh, bahwasanya mereka benar-benar beserta
kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Alloh, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela.” [QS. Al-Maidah (5): 51-54].

Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫َّخ ُذو َن ال َكافِ ِرين أَولِياء ِمن ُد‬


ِ ‫) الَّ ِذين ي ت‬620( ‫َن لَهم َع َذابا أَلِيما‬
ُ َّ ‫ين بِأ‬
ِِ
‫ون‬ ََ َ َ َ ً ً َ ‫بَش ِر ال ُمنَافق‬
. ] 565, 561 / ‫ين [ النساء‬ِِ
َ ‫ال ُمؤمن‬
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” [QS. An-Nisaa’ (4): 138-139].

36
ِ ِ ‫اإل‬ ِ ِ ِِ ِ‫من َك َفر بِاللَّ ِه ِمن ب ع ِد إ‬
‫ح‬َ ‫يمان َولَكن َمن َش َر‬ َ ِ ‫يمانه إَِّل َمن أُك ِرهَ َوقَ لبُهُ ُمط َمئن ب‬َ َ َ َ
َ ِ‫) ذَل‬602( ‫ضب ِم َن اللَّ ِه َولَ ُهم َع َذاب َع ِظيم‬
‫ك بِأَنَّ ُه ُم استَ َحبوا‬ َ ‫بِال ُكف ِر‬
َ َ‫صد ًرا فَ َعلَي ِهم غ‬
ِ ِ ِ ‫الحياةَ الدن يا علَى اْل‬
َّ ‫َخ َرةِ َوأ‬
َ ِ ‫َن اللَّهَ َل يَهدي ال َقوَم ال َكاف‬
] 562 , 566 / ‫) [ النحل‬601( ‫رين‬ َ َ ََ
“Barangsiapa yang kafir kepada Alloh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Alloh),
kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Alloh menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena
sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Alloh
tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” [QS. An-Nahl (16): 106-107].

Inilah hukum Alloh Ta'ala terhadap orang semacam ini. Dia memvonis mereka sebagai orang
murtad di banyak tempat dari kitab-Nya.”83

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Al-Hunafaa’ adalah orang-


orang bertauhid. Mereka meninggalkan orang-orang musyrik karena Alloh mewajibkan kepada
orang-orang bertauhid untuk meninggalkan84, mengkafirkan dan berlepas diri dari mereka
sebagaimana firman Alloh Ta'ala mengenai kekasih-Nya Ibrahim q,

)80( ‫سى أ ََّل أَ ُكو َن بِ ُد َع ِاء َربي َش ِقيًّا‬ ِ َّ ِ ِ


َ ‫َوأَعتَ ِزلُ ُكم َوَما تَدعُو َن من ُدون الله َوأَدعُو َربي َع‬
ِ ‫فَ لَ َّما اعتَ زلَ ُهم وما ي عب ُدو َن ِمن ُد‬
. ] 45 , 41 / ‫ون اللَّ ِه [ مرمي‬ ُ َ ََ َ
“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Alloh, dan aku
akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada
Tuhanku." Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka
sembah selain Alloh.” [QS. Maryam (19): 48-49].

Dan Ibrahim berkata,

ُ‫ون اللَّ ِه َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوة‬ِ ‫إِنَّا ب رآَء ِمن ُكم وِم َّما تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
ُ َ ُ َُ
. ] 4 / ‫ضاءُ أَبَ ًدا َحتَّى تُؤِمنُوا بِاللَّ ِه َوح َدهُ [ املمتحنة‬
َ ‫َوالبَ غ‬
“Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah
selain Alloh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan
dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-
Mumtahanah (60): 4].

Alloh Ta'ala berfirman mengenai penghuni gua (ahlul kahfi),

ِ ‫وهم وما ي عبُ ُدو َن إَِّل اللَّهَ فَأووا إِلَى ال َكه‬ ِ


. ] 56 / ‫ف [ الكهف‬ ُ َ َ َ ُ ‫َوإِذ اعتَ َزلتُ ُم‬
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Alloh, maka
carilah tempat berlindung ke dalam gua itu.” [QS. Al-Kahfi (18): 16].

83
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 288 – 289.
84
Meninggalkan para thaghut adalah dengan tidak bergaul dengan mereka, tidak memperbanyak jumlah mereka,
tidak menaati mereka dalam maksiat, memutus hubungan dan berlepas diri dari mereka.
37
Tauhidnya orang-orang bertauhid tidak akan sempurna kecuali dengan meninggalkan orang-
orang musyrik, memusuhi dan mengkafirkan mereka. Atas dasar ini mereka dinamakan
mu’tazilah karena mereka meninggalkan orang-orang musyrik sebagaimana Al-Khalil Ibrahim
q juga meninggalkan mereka.”85

Sebagian ulama Nejed menghitung ada tiga perkara, masing-masingnya mewajibkan


jihad bagi siapa saja yang bersifat dengannya, di antaranya tidak mengkafirkan orang-orang
musyrik atau ragu-ragu tentang kekafiran mereka. Karena itu termasuk hal-hal yang
membatalkan Islam. Barang siapa yang bersifat dengannya maka ia telah kafir, darah dan
hartanya halal dan wajib memeranginya hingga ia mengkafirkan orang-orang musyrik. Karena
orang yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik berarti tidak membenarkan Al-Qur'an.
Karena Al-Qur'an telah mengkafirkan orang-orang musyrik, memerintahkan untuk
mengkafirkan, memusuhi dan memerangi mereka.”86

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata mengenai macam-
macam orang yang mengucapkan kalimat tauhid namun menyelisihinya, "Ada segolongan
manusia yang hanya menyembah Alloh semata, namun tidak mengingkari kesyirikan dan tidak
memusuhi para pelakunya. Ada lagi yang memusuhi mereka namun tidak mengkafirkan
mereka. Ada lagi –dan ini adalah macam yang paling berbahaya- yang mengamalkan tauhid
namun tidak mengetahui nilainya, tidak membenci orang yang meninggalkannya dan tidak
mengkafirkan mereka87. Ada lagi yang meninggalkan kesyirikan, membencinya namun tidak
mengetahui nilainya, tidak memusuhi para pelakunya dan tidak mengkafirkan mereka. Mereka
semua telah menyelisihi dien Alloh l yang dibawa para nabi. Wallohu A’lam.”88

Imam Ibnu ‘Uqail rahimahullah berkata, “Jika kamu ingin mengetahui posisi Islam dari
penduduk zaman ini janganlah kamu melihat sesaknya mereka di pintu-pintu masjid dan
riuhnya suara mereka mengucapkan Labbaik, namun lihatlah persetujuan mereka terhadap
musuh-musuh syariat.”89

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

85
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 434.
86
Ad-Durar As-Saniyyah 9 / 291.
87
Renungkanlah itu wahai saudara setauhid.
88
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 22.
89
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 299 – 300.
38
Bab Ketiga: Takfir (Pengkafiran) dan
Berbagai Hukumnya
Kapan mengucapkan dua kalimat syahadat menjadi suatu
penghalang dari takfir?
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Banyak
orang musyrik di masa kini yang berbuat salah. Mereka mengira bahwa orang yang
mengkafirkan orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat maka ia termasuk golongan
khawarij90. Padahal tidak demikian. Tetapi mengucapkan dua kalimat syahadat tidak menjadi
penghalang dari takfir kecuali bagi orang yang mengetahui makna keduanya, mengamalkan
tuntutan keduanya, memurnikan ibadah hanya semat-mata kepada Alloh dan tidak
menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Kalau ia melakukan itu semua baru dua kalimat
syahadatnya akan bermanfaat untuknya.”91

Hukum (Vonis) Terhadap Seseorang Tergantung Tampak


Lahiriahnya:
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Orang-
orang berilmu dan beriman tidak berselisih pendapat dalam hal bahwa orang yang
mengucapkan suatu ucapan atau melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan kafir, musyrik
atau fasiq maka ia dihukumi sesuai dengan konsekuensi ucapan atau perbuatannya tersebut92.
Meskipun ia mengakui dua kalimat syahadat dan melakukan beberapa rukun Islam. Kita harus
menahan diri dari orang kafir asli jika ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan tidak terbukti
menyelisihi a dan membatalkan keduanya. Hal ini bukan sesuatu yang samar bagi penuntut
ilmu pemula. Para ulama telah menyebutkannya dalam kitab-kitab mukhtashor pada setiap
madzhab. Ia juga tercantum dalam beberapa tempat dari kitab Ar-Raudh.”93

Tuduhan Takfir Diarahkan Kepada Muwahhidin (Orang-orang


Bertauhid):
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Ada orang-orang musyrik
yang menjadi mengkafirkan orang-orang bertauhid hanya karena mengikhlaskan dan
memurnikan tauhidnya dan karena pengingkaran mereka terhadap orang-orang musyrik dan
paganis. Oleh karena itulah orang-orang musyrik mengatakan, “Kalian adalah orang-orang
khawarij. Kalian adalah ahli bid’ah94. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Allamah Ibnul
Qayyim rahimahullah kondisi semacam ini pada zamannya dengan ucapannya yang berbunyi,

Siapa saya sehingga dituduh sebagai khawarij.


Padahal khawarij adalah orang-orang yang mengkafirkan
seorang muslim karena suatu dosa dengan alasan ta’wil tanpa perhitungan.
90
Ini terjadi pada orang-orang murjiah yang buruk di masa kini. Setiap kali ada seorang bertauhid mengatakan,
:Sesungguhnya fulan kafir, karena ia melakukan kekafiran atau mengucapkan kekafiran, mereka langsung
menegurnya dan mengatakan, “Ini pemikiran khawarij.” Ingat itu wahai pencari kebenaran. Kenalilah
pengkaburan yang dilakukan orang-orang murjiah masa kini karena di antara manhaj khawarij adalah
mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya.
91
Ad-Durar As-Saniyyah 12 / 263.
92
Renungkanlah itu sehingga engkau tahu kesesatan dan kerusakan manhaj murjiah masa kini.
93
Majmu’atu Ar-Rasa-il wa Al-Masa-il 3 / 225.
94
Sebagaimana yang dilakukan orang-orang murjiah masa kini terhadap orang-orang bertauhid sekarang ini.
Mereka mengatakan bahwa orang-orang bertauhid adalah orang-orang khawarij dan sesat serta tuduhan-tuduhan
lainnya.
Mereka punya nash-nash dalil yang salah dalam memahaminya.
Mereka salah dalam memahami.
Namun musuh-musuh kami telah mengkafirkan kami
karena tauhid dan iman kami.

Orang ini telah mengadopsi metode orang yang mengkafirkan hanya karena
memurnikan tauhid. Apabila kami katakan, “Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Alloh. Tidak ada tuhan yang berhak dimintai doa kecuali hanya Alloh. Tidak ada tuhan yang
dijadikan tumpuan harapan selain-Nya dan tidak ada tuhan yang dijadikan tempat bertawakkal
selain-Nya. Dan macam-macam ibadah lainnya yang tidak layak dipersembahkan kecuali
hanya kepada Alloh. Dan bahwasanya barang siapa yang mengarahkannya kepada selain Alloh
maka ia kafir musyrik. Ia mengatakan, “Kalian telah mengada-adakan suatu kebid’ahan dan
kalian telah mengkafirkan umat Muhammad. Kalian adalah khawarij. Kalian adalah ahli
bid’ah.”95

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ
Pasal Pertama:
Riddah (Kemurtadan)

Definisi Riddah dan Sebagian Bentuknya:


Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata,
"Bismillahirrahmanirrahim: Bab Hukum Orang Murtad, yaitu yang kafir setelah Islam karena
suatu ucapan, keragu-raguan, keyakinan atau perbuatan walaupun mumayyazan atau sambil
bercanda. Hal itu berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

. ] 61 / ‫أَبِاللَّ ِه َوآَيَاتِِه َوَر ُسولِ ِه ُكنتُم تَستَ ه ِزئُو َن [ التوبة‬


"Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" [QS. At-
Taubah (9): 65].

Barang siapa yang menyekutukan Alloh Ta'ala maka ia kafir setelah Islam, walaupun
benar-benar dipaksa ia tetap kafir, atau mengingkari rububiyah-Nya, atau keesaan-Nya
maka kafir, atau mengingkari salah satu sifat-Nya, atau mengaku nabi, atau membenarkan
orang yang mengaku nabi setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, atau memperolok-olok Alloh
atau para rasul-Nya, atau mempermainkan sesuatu yang berisi lafal dzikrullah ta’ala. Atau ia
membenci Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam berdasarkan kesepakatan ulama maka ia kafir. Atau ia menjadikan perantara
antara dia dan Alloh, ia bertwakkal kepada perantara tersebut, berdoa kepada mereka dan
memanjatkan permohonan kepada mereka maka kafir berdasarkan ijma’. Karena itu
sebagaimana perbuatan yang dilakukan para penyembah berhala yang mengatakan,

. ] 6 / ‫َما نَعبُ ُد ُهم إَِّل لِيُ َقربُونَا إِلَى اللَّ ِه ُزل َفى [ الزمر‬
95
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 448 - 449.
40
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh
dengan sedekat- dekatnya." [QS. Az-Zumar (39): 3].

Atau ia sujud kepada patung berhala, matahari, atau bulan, atau mengucapkan suatu ucapan
atau melakukan suatu perbuatan yang terang-terangan memperolok-olok dien yang
disyariatkan Alloh Ta'ala atau terdapat unsur penghinaan terhadap Al-Qur'an, atau mengingkari
Islam maka ia kafir. Karena dien yang diterima di sisi Alloh hanyalah Islam, atau melakukan
sihir, atau mendatangi tukang ramal lalu mempercayainya, atau mengingkari hari kebangkitan
maka ia kafir. Atau mengucapkan sesuatu ucapan yang mengeluarkannya dari Islam 96 semisal
ia mengatakan: ia seorang Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi, atau berlepas diri dari Islam atau
Al-Qur'an atau nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau menyembah salib. Musibah ini telah merata
karena sekte-sekte ini. Mereka banyak merusak keyakinan orang-orang bertauhid. Kami
memohon ampunan dan perlindungan kepada Alloh.

Saya katakan: hendaknya seorang muslim yang bermaksud mengikuti perintah Alloh dan
Rasul-Nya merenungkan apa yang disebutkan para ulama tersebut. Mereka menceritakan ijma’
seluruh madzhab atas hal itu berkaitan dengan orang-orang yang bersyahadat laa ilaaha
illallaah, shalat, puasa dan ahli ibadah. Namun mereka meyakini pada sebagian wali semisal
Abdul Qadir, Ma’ruf Al-Kurkhiy dan selain keduanya, dan mereka bergantung kepada mereka.
Mereka mengatakan: para wali itu punya kedudukan di sisi Alloh. Bagaimana para ulama
menceritakan ijma’ seluruh madzhab bahwa barang siapa yang melakukan itu maka ia kafir
walaupun ia zuhud –inilah yang saya minta dari mereka- dan lebih besar daripada bahwa
seorang Rafidhah jika mencela Syaikhain (Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab)
Imam Ahmad ragu-ragu dalam mengkafirkannya. Adapun apabila ia meyakini pada diri Ali
atau Al-Husein maka ia kafir padahal ia bersyahadat laa ilaaha illallaah. Apakah kalian
mengira bahwa ini berlaku pada suatu kaum yang sudah berlalu? Apakah kalian mengatakan
para sahabat telah mengkafirkan orang-orang Islam?97 Ataukah kalian mengira bahwa orang-
orang yang meyakini pada diri Ali mereka tidak bersyahadat laa ilaaha illallaah? Semoga Alloh
merahmati seseorang yang menasehati dirinya sendiri, menolong Alloh, Rasul-Nya dan dien-
Nya dan tidak mempedulikan celaan para pencela karena Alloh. Wallohu A’lam.”98

Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Syaikhul


Islam berkata dalam kitab Ikhtiyaaraat-nya, barang siapa yang pergi ke kamp pasukan Tartar,
dan bergabung bersama mereka maka ia murtad dan darah dan hartanya halal.”99

Riddah Menghapuskan Seluruh Amal Berdasarkan Ijma’ Jika


Pelakunya Mati dalam keadaan Murtad:
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahumallohu ta'ala berkata dalam menjelaskan
bahwa riddah menghapuskan semua amal shalih: “Para fuqaha telah menyebutkan tentang
hukum murtad: bahwa seseorang bisa kafir karena suatu ucapan yang diucapkannya atau suatu
amalan yang diamalkannya, meskipun ia bersyahadat laa ilaaha illallaah dan Muhammad
Rasulullah, shalat, puasa, dan sedekah maka ia murtad semua amalannya terhapus baik apa
yang ia katakan atau apa yang ia lakukan, terutama jika ia mati dalam keadaan seperti itu
sehingga amalannya terhapus berdasarkan ijma’. Berbeda jika ia bertaubat sebelum mati.
Ketika seperti itu maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.”100

96
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak mengecualikan orang jahil (bodoh).
97
Bantahan kepada murjiah.
98
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 88 – 90.
99
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 338.
100
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 586.
41
Pasal Kedua:
Memutuskan Perkara dengan selain hukum
yang diturunkan Alloh
Tidak ragu lagi bahwa menyingkirkan syariat Alloh dan tidak berhakim kepada-Nya
dalam urusan-urusan hidup termasuk fenomena penyimpangan yang paling berbahaya dan
menonjol dalam masyarakat kaum Muslimin. Akibat memutuskan perkara dengan selain
hukum yang diturunkan Alloh di negara-negara kaum Muslimin apa yang menimpa mereka
berupa berbagai macam kerusakan, kezhaliman, kehinaan dan terhapusnya barakah.

Alloh Ta'ala mewajibkan memutuskan perkara dengan syariat-Nya dan mewajibkan itu
kepada para hamba-Nya dan menjadikannya tujuan dari diturunkannya Al-Qur'an. Alloh Ta'ala
berfirman,

‫يما اختَ لَ ُفوا فِ ِيه‬ِ ِ ‫وأَن ز َل معهم ال ِكتَاب بِالحق لِيح ُكم ب ين الن‬
. ] 656 / ‫[ البقرة‬ َ ‫َّاس ف‬ َ ََ َ َ َ ُ ََُ َ َ
“Dan Alloh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di
antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” [QS. Al-Baqarah (2): 213].

Alloh Ta'ala berfirman,

. ] 561 / ‫اك اللَّهُ [ النساء‬ ِ ‫اب بِال َحق لِتَح ُك َم بَي َن الن‬
َ ‫َّاس بِ َما أ ََر‬ ِ َ ‫إِنَّا أَن زلنَا إِلَي‬
َ َ‫ك الكت‬ َ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Alloh wahyukan kepadamu.” [QS. An-
Nsaa’ (4): 105].

Alloh Ta'ala menjelaskan bahwa hukum adalah kekhususan dan keistimewaan-Nya. Dia
berfirman,

ِِ ِِ ِ
َ ‫إِن ال ُحك ُم إَِّل للَّه يَ ُقص ال َح َّق َو ُه َو َخي ُر ال َفاصل‬
. ] 12 / ‫ين [ األنعام‬
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Alloh. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
Pemberi keputusan yang paling baik.” [QS. Al-An’am (6): 57].

Alloh Ta'ala berfirman,


. ] 46 / ‫إِ ِن ال ُحك ُم إَِّل لِلَّ ِه أ ََم َر أ ََّل تَعبُ ُدوا إَِّل إِيَّاهُ [ يوسف‬
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Alloh.” [QS. Yusuf (12): 40].

Alloh Ta’ala berfirman,

. ] 26 / ‫[ القصص‬ ‫لَهُ ال َحم ُد فِي اْلُولَى َواْل َِخ َرةِ َولَهُ ال ُحك ُم َوإِلَي ِه تُر َجعُو َن‬
“Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan
hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” [QS. Al-Qashash (28): 70].

Alloh Ta'ala berfirman,

. ] 10 / ‫َوَما اختَ لَفتُم فِ ِيه ِمن َشيء فَ ُحك ُمهُ إِلَى اللَّ ِه [ الشورى‬
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Alloh.” [QS.
Asy-Syura (42): 10].
Alloh telah menamakan orang-orang yang memutuskan perkara dengan selain syariat-Nya
sebagai orang-orang kafir, zhalim dan fasiq. Alloh Ta'ala berfirman,

، ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬


َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44].

Alloh Ta'ala berfirman,


. ] 41 / ‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن [ املائدة‬
َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka
itu adalah orang-orang yang zalim.” [QS. Al-Maidah (5): 45].

Alloh Ta'ala berfirman,


ِ ‫ك هم ال َف‬
. ] 42 / ‫اس ُقو َن [ املائدة‬ ِ َّ ِ
ُ ُ َ ‫َوَمن لَم يَح ُكم ب َما أَن َز َل اللهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka
itu adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Al-Maidah (5): 47].

Sehingga memutuskan perkara dengan selain hukum yang


diturunkan Alloh adalah kekafiran yang mengeluarkan dari millah
dalam beberapa bentuk dan keadaan. Akan kami sebutkan
sebagiannya pada penjelasan berikut ini:
1. Orang yang mensyariatkan selain apa yang diturunkan Alloh Ta'ala101: sudah menjadi
ketetapan mendasar wajibnya mengesakan Alloh Ta'ala dalam hal hukum dan tasyri’.
Alloh Ta'ala berfirman,

. ] 14 / ‫ين [ األعراف‬ ِ َ‫أ ََل لَهُ ال َخل ُق واْلَمر تَبَار َك اللَّهُ رب العال‬
‫م‬
َ َ َ َ ُ َ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Alloh. Maha Suci Alloh, Tuhan semesta
alam.” [QS. Al-A’raf (7): 54].

Hanya Dia-lah satu-satunya yang berhak membuat syariat, menghalalkan dan


mengharamkan. Dien itu hanyalah yang disyariatkan Alloh Ta'ala. Tidak seorang pun berhak
membuat syariat yang tidak berasal dari Alloh Ta'ala dan tidak berasal dari Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam. Tasyri’ adalah murni hak Alloh semata tiada sekutu bagi-Nya. Barang
siapa yang merampas salah satu bagian dari hak tasyri’ ini maka ia kafir dan musyrik. Hal itu
berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

. ] 65 / ‫أَم لَ ُهم ُش َرَكاءُ َش َرعُوا لَ ُهم ِم َن الدي ِن َما لَم يَأذَن بِ ِه اللَّهُ [ الشورى‬
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Alloh?” [QS. Asy-Syura (42): 21].

Alloh Ta’ala berfirman,

101
Tasyri’ adalah mengikat kaum Muslimin dengan suatu undang-undang, konstitusi, ketetapan, syariat, atau
peraturan dengan syarat bahwa ia menyelisihi syariat dan merubah nama namun tidak merubah hakikatnya.
43
‫يح اب َن َمريَ َم َوَما أ ُِم ُروا إَِّل‬ ‫س‬ِ ‫ون اللَّ ِه والم‬
َ َ َ
ِ ‫اتَّ َخ ُذوا أَحبارُهم ورهبانَ ُهم أَربابا ِمن ُد‬
ًَ َ َُ َ َ
ِ ِ
َ ‫ليَ عبُ ُدوا إِلَ ًها َواح ًدا َل إِلَهَ إَِّل ُه َو ُسب‬
. ] 65 / ‫حانَهُ َع َّما يُش ِرُكو َن [ التوبة‬
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Alloh
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Alloh dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At-Taubah (9): 31].

Para ulama dan rahib yang membuat syariat selain syariat Alloh Ta'ala mereka itu
adalah orang-orang kafir tidak diragukan kekafiran mereka karena mereka telah merampas
rububiyah Alloh Ta'ala dan mengganti dien dan syariat Alloh102.

Apabila mengikuti hukum-hukum produk para musyarri’ (orang-orang yang membuat


syariat) selain apa yang disyariatkan Alloh termasuk syirik. Dan memang Alloh telah
memvonis para pengikut itu sebagai orang musyrik. Hal itu sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

. ] 565 / ‫وهم إِنَّ ُكم لَ ُمش ِرُكو َن [ األنعام‬


ُ ‫َوإِن أَطَعتُ ُم‬
“Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik.” [QS. Al-An’am (6): 121]103.
Lalu bagaimana dengan para musyarri’ itu?

Sesungguhnya para thaghut manusia dari dulu sampai sekarang telah merampas hak
memerintahkan, melarang dan tasyri’ tanpa bukti keterangan dari Alloh Ta'ala. Para ulama dan
rahib itu mengklaim hak itu untuk dirinya sendiri sehingga dengan hak itu mereka
menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan hal yang halal. ‫واستطالوا به على عباد اهلل‬ .
Dengan itu mereka menjadi tuhan-tuhan tandingan selain Alloh. Kemudian para raja merampas
hak ini dari para ulama dan rahib tersebut sampai mereka membagi-bagi kekuasaan di antara
mereka. Kemudian datanglah orang-orang sekuler yang kemudian merampas hak itu dari para
raja dan memberikannya kepada lembaga yang merepresentasikan (mewakili) umat atau rakyat
yang dinamakan parlemen atau majelis/dewan perwakilan rakyat104.

2. Hakim yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh
mengingkari kebenaran hukum Alloh dan Rasul-Nya. Bentuk ini adalah makna riwayat
Ibnu Abbas dan pendapat yang dipilih Ibnu Jarir Ath-Thabariy. Bentuknya adalah
mengingkari hukum syar'i yang diturunkan Alloh. Bentuk ini sudah tidak
diperselisihkan lagi oleh para ulama. Prinsip yang sudah menjadi ketetapan dan
disepakati di antara mereka adalah bahwa barang siapa yang mengingkari salah satu
pokok dien, atau salah satu cabang dien yang sudah disepakati hukumnya, atau
mengingkari satu huruf yang secara qath’iy (pasti) menjadi bagian dari ajaran yang
dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia kafir dengan jenis kekafiran
yang mengeluarkan dari millah (agama)105.

102
Lihat: Asy-Syarii’ah Al-Ilaahiyyah, hal 179 – 182.
103
Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 2 / 163. Fatawa Ibnu Taimiyyah 7 / 70. Adhwaa-ul Bayan karya Asy-Syinqithiy 3 /
440.
104
Nazhariyatu As-Siyadah wa Atsaruha ‘ala Syar’iyyati Al-Anzhimah Al-Wadh’iyyah karya Sholah Ash-Showiy,
hal 19 – 20.
105
Lihat: Risalah Tahkimul Qawaaniin karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim, hal 6. Risalah ini akan menjelaskan
masalah ini dengan gamblang.
44
3. Hakim yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh tidak
mengingkari keberadaan hukum Alloh dan Rasul-Nya sebagai sebuah kebenaran.
Namun ia meyakini bahwa hukum selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih baik,
lengkap dan universal daripada hukum beliau. Tidak diragukan lagi ini juga kekafiran.

4. Ia tidak meyakini hukum selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih baik daripada
hukum Alloh dan Rasul-Nya, namun ia meyakini bahwa hukum selain Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut sama dengan hukum Alloh dan Rasul-Nya. Maka ini
sama dengan dua macam sebelumnya dalam hal ia kafir dengan jenis kekafiran yang
mengeluarkan dari millah.

5. Ia meyakini bolehnya memutuskan perkara dengan hukum yang menyelisihi hukum


Alloh dan Rasul-Nya. Macam ini sama dengan sebelumnya.

6. Ini yang paling besar, universal dan nampak pembangkangan dan penolakannya serta
penentangannya terhadap syariat, hukum-hukumnya dan kepada Alloh dan Rasul-Nya.
Juga paling besar dalam menyaingi pengadilan-pengadilan syar’i dari sisi persiapan,
dukungan, pengawasan, pondasi, pengelompokan, organisasi, variasi, hukum, paksaan,
referensi dan dokumen. Sebagaimana pengadilan-pengadilan syar’i memiliki referensi
dan sumber rujukan, yang semuanya rujukannya kembali kepada kitab Alloh dan
sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, demikian juga pengadilan-pengadilan ini
juga mempunyai sumber referensi, yaitu undang-undang yang merupakan kompilasi
dari berbagai macam syariat dan undang-undang semisal undang-undang Prancis,
Amerika, Inggris dan undang-undang lainnya dan juga diambil dari berbagai madzhab
sebagian ahli bid’ah yang berafiliasi kepada syariat dan sumber-sumber lainnya.
Pengadilan-pengadilan ini, sekarang ini, di banyak negara Islam sudah siap dan
lengkap, pintunya terbuka dan manusia mendatanginya silih berganti dengan
berbondong-bondong. Para hakimnya memutuskan perkara di antara mereka dengan
hukum undang-undang yang menyelisihi hukum dari sunnah Rasulullah dan Al-Qur'an.
Pengadilan-pengadilan ini memaksa mereka untuk melaksanakan keputusannya,
mengakuinya dan keputusannya mengikat mereka. Kekafiran macam apa yang melebihi
kekafiran ini? Pembatal syahadat Muhammad Rasulullah macam apa yang melebihi
pembatal macam ini? Penyebutan dalil-dalil semua masalah yang kami sampaikan
secara panjang lebar sudah menjadi hal yang maklum dan diketahui oleh semua.
Menyebutkannya pada tempat ini tidak memungkinkan.

Wahai orang-orang berakal! Wahai para cerdik cendekia! Bagaimana bisa kalian rela
dengan hukum dan pemikiran orang-orang semacam dan serupa dengan kalian atau bahkan di
bawah kalian yang mana mereka (sangat mungkin) bisa salah. Bahkan kesalahan mereka jauh
lebih banyak daripada kebenaran mereka. Bahkan hukum mereka tidak ada satu pun yang
benar kecuali yang bersumber dari hukum Alloh dan Rasul-Nya baik dalam hal nash dalil
ataupun pengambilan kesimpulan hukum (istimbath). Kalian biarkan mereka memutuskan
perkara yang berkaitan dengan diri kalian, darah, kulit, kehormatan, keluarga, istri, keturunan,
harta, dan hak-hak kalian yang lain. Mereka meninggalkan dan menolak memutuskan perkara
kalian dengan hukum Alloh dan Rasul-Nya, yang mana ia tidak mungkin salah dan yang tidak
datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji lebih-lebih perbuatan itu
merupakan kekafiran berdasarkan firman Alloh Ta'ala,

، ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬


َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬

45
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44]106.

Inilah yang ada pada hari ini di negara-negara kaum Muslimin secara umum dan di
negara-negara Arab secara khusus. Dimana di Negara-negara Arab tersebut terdapat undang-
undang perdagangan107, perindustrian, militer dan berhakim kepada undang-undang tersebut.
Biasanya dalam masalah ahwal syakhshiyyah (hukum perdata) memakai syariat Islam namun
dalam masalah yang lain memakai undang-undang buatan manusia. Praktek ini terdapat di
Negara-negara kaum Muslimin pada masa kini. Oleh karena itulah Syaikh Muhammad bin
Ibrahim menganggapnya kekafiran yang mengeluarkan dari millah (agama) yang paling kafir
dan parah. Maka kita berlepas diri dari orang-orang yang menjalankannya dan berhakin
kepadanya.

ِ
] 4 / ‫[ املمتحنة‬ ُ‫ضاءُ أَبَ ًدا َحتَّى تُؤمنُوا بِاللَّ ِه َوح َده‬
َ ‫َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوةُ َوالبَ غ‬
“Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-
Mumtahanah (60): 4].

7. Hukum yang dipakai oleh banyak kepala suku dan kabilah yang ada di pedalaman-
pedalaman berupa hikayat nenek moyang dan kebiasaan mereka yang mana masalah
menamakannya dengan istilah “salumuhum”. Mereka mewarisinya secara turun temurun.
Mereka memutuskan perkara dengannya. Mereka berhakim kepadanya ketika terjadi
perselisihan sebagai bentuk masih adanya hukum-hukum jahiliyah, sebagai bentuk berpaling
dan benci terhadap hukum Alloh dan Rasul-Nya. Laa hawla walaa quwwata illaa billaah108.

Ini tersebar luas dipraktekkan di banyak kabilah. Khususnya kabilah-kabilah yang ada
di Yaman. Hal ini sangat nampak jelas terlihat di sana. Pula terdapat di Jazirah Arab bagian
selatan. Di beberapa kabilah di Nejed mereka menamakannya “Al-‘Aarifah” (Yang
Mengetahui) dan “Maqtha’ul Haq” (Pemutus Kebenaran). Kami berlepas diri dari kekafiran
ini.

106
Lihat: Tahkiimul Qowaaniin karya Muhammad bin Ibrahim.
107
Inilah yang namanya tasyri’. Ini termasuk jenis yang pertama. Sebagai misal lihatlah apa yang dipraktekkan di
negara tauhid palsu “Saudi”. Di sana diterapkan undang-undang perdagangan dalam Kamar Dagang. Silakan lihat
perkataan Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah dalam fatwa-fatwanya jilid XII. Beliau menyatakan
bahwa penerapan undang-undang perdagangan dalam Kamar Dagang adalah suatu kekafiran yang mengeluarkan
dari millah (agama). Juga dalam undang-undang ketenaga kerjaan dan perburuhan. Di dalamnya diterapkan
undang-undang positif (buatan manusia). Silakan lihat komentar Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullahu
terhadap undang-undang ini ketika beliau mengomentari undang-undang ini dengan komentar yang rinci dan
berharga dalam kitab Ad-Durar As-Saniyyah ( 16 / 237 ). Beliau menyatakan bahwa undang-undang ini
merupakan bentuk berhakim kepada thaghut dan penentangan nyata kepada syariat Alloh ‘Azza wa Jalla. Silakan
baca komentar beliau tersebut yang hanya beberapa halaman supaya para ulama pemerintah tidak mengkaburkan
pemahamanmu. Apa lagi yang akan dikatakan oleh orang-orang yang mengemukakan udzur untuk membela
thaghut-thaghut mereka. } ‫ارُكم َخي ر ِمن أُولَئِ ُكم أَم لَ ُكم بَ َراءَة فِي الزبُ ِر‬ َّ
ُ ‫“ { أَ ُكف‬Apakah orang-orang kafirmu (hai kaum musyrikin)
lebih baik dari mereka itu, atau apakah kamu telah mempunyai jaminan kebebasan (dari azab) dalam Kitab-kitab
yang dahulu.” [QS. Al-Qamar (54): 43].
Jika masih hidup engkau akan melihat hal-hal yang mengherankan
Tetapi itu jika hatimu masih hidup tidak terfitnah
barang siapa yang dimatikan hatinya niscaya tidak akan mendapatkan petunjuk
sekalipun kau datangkan padanya bukti-bukti yang benar
108
Tahkiimul Qawaaniin karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim.
46
Setiap Orang yang Menyerukan untuk Berhakim kepada Selain
Alloh dan Rasul-Nya maka ia telah Menyerukan untuk Berhakim
kepada Thaghut:
Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah dalam perkataannya ketika menjelaskan
Kitab At-Tauhid mengatakan, “Sebagaimana orang yang menyerukan untuk berhakim kepada
selain Alloh dan Rasul-nya maka ia telah menyerukan untuk berhakim kepada thaghut.”109

Mengajak untuk berhakim kepada thaghut merupakan kekafiran yang mengeluarkan


dari millah (agama). Sesungguhnya kita berada pada suatu masa yang terdapat banyak thaghut.
Para thaghut itu diserukan untuk dijadikan tempat berhakim selain Alloh. di antara thaghut-
thaghut itu adalah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Sistem (Tatanan) Dunia Baru,
Mahkamah Keadilan Internasional, Dewan Keamanan PBB dan thaghut-thaghut lainnya yang
memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh. Bahkan banyak negara yang
mengaku negara Islam, mereka berhakim kepada thaghut-thaghut tersebut. Adapun negara
yang menjadi anggota pendiri dalam thaghut-thaghut tersebut maka ia adalah termasuk dai-dai
yang menyerukan untuk berhakim kepada selain Alloh dan Rasul-Nya. Dengan perbuatan itu
maka ia menjadi thaghut yang kita wajib berlepas diri darinya dan mengkafirkannya.

Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah berkata, “Syariat Islam berkewajiban


menyelesaikan seluruh persoalan, menjelaskan dan menerangkannya. Alloh Ta'ala berfirman,

. ] 61 / ‫اب ِمن َشيء } [ األنعام‬


ِ َ‫{ َما فَ َّرطنَا فِي ال ِكت‬
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab.” [QS. Al-An’am (6): 38].

Alloh Ta'ala juga berfirman,

} ‫ين‬ ِِ ِ ِ ِ ‫ك ال ِكت‬
] 15 / ‫[ النحل‬
َ ‫اب تب يَانًا ل ُكل َشيء َو ُه ًدى َوَرح َمةً َوبُش َرى لل ُمسلم‬
َ َ َ ‫{ َونَ َّزلنَا َعلَي‬
.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” [QS. An-
Nahl (16): 89].

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa di dalam Al-Qur'an terkandung penjelasan terhadap
segala sesuatu. Di dalamnya terdapat petunjuk yang sempuna, rahmat yang universal, dan
kabar gembira yang benar bagi orang-orang yang berpegang teguh dengannya dan yang tunduk
kepada hukum-hukumnya. Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ِ ِ ِ ‫{ َكا َن النَّاس أ َُّمةً و‬


‫اب‬ َ ‫ين َوُمنذ ِر‬
َ َ‫ين َوأَن َز َل َم َع ُه ُم الكت‬ َ ‫ين ُمبَش ِر‬ َ ‫ث اللَّهُ النَّبي‬ َ ‫اح َدةً فَ بَ َع‬ َ ُ
. ) ] 656 / ‫يما اختَ لَ ُفوا فِ ِيه } [ البقرة‬ ِ ِ ‫بِالحق لِيح ُكم ب ين الن‬
َ ‫َّاس ف‬ َ ََ َ َ
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Alloh mengutus para
nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Alloh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar,
untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”
[QS. Al-Baqarah (2): 213].

109
Taisiir Al-‘Aziiz Al-Hamiid, hal 556.
47
Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah berkata, “Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab memperingatkan dalam bab ini akan kandungan tauhid dan tuntutannya berupa
berhakim kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala perselisihan. Karena, inilah
konsekuensi dan tuntutan syahadat laa ilaaha illallaah dimana setiap mukmin harus
merealisasikannya. Karena itu barang siapa yang bersyahadat laa ilaaha illallaah kemudian
berpaling kepada berhakim kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala
perselisihan maka ia telah berdusta dalam syahadat yang diucapkannya.110

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullah berkata, “Setiap orang yang


memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh maka ia adalah thaghut.”111

Berhakim kepada Undang-Undang Positif berarti Berhakim


kepada Thaghut:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullahu ta'ala berkata, “Tidak boleh
mengganti syariat ilahiyyah dengan Undang-undang positif, yang mana Alloh tidak
menurunkan keterangan tentangnya. Menyandarkan persoalan-persoalan semacam ini kepada
para penegak Undang-undang ini termasuk menyandarkan suatu perkara kepada orang yang
bukan ahlinya. Karena itu termasuk berhakim kepada thaghut, yang mana Alloh
memerintahkan kita untuk kufur dengannya (mengkufurinya) dalam firman Alloh Ta'ala,

‫ك يُ ِري ُدو َن أَن‬َ ِ‫ك َوَما أُن ِز َل ِمن قَ بل‬َ ‫ين يَزعُ ُمو َن أَنَّ ُهم آ ََمنُوا بِ َما أُن ِز َل إِلَي‬ ِ َّ
َ ‫{ أَلَم تَ َر إِلَى الذ‬
‫ض َل ًل بَ ِعي ًدا‬
َ ‫ضلَّ ُهم‬ِ ‫الشيطَا ُن أَن ي‬
ُ َّ ‫وت َوقَد أ ُِم ُروا أَن يَك ُف ُروا بِ ِه َويُ ِري ُد‬ ِ ُ‫ي تَحا َكموا إِلَى الطَّاغ‬
ُ َ َ
. ) ] 66 / ‫} [ النساء‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-
jauhnya.” [QS. An-Nisaa’ (4): 60]112.

Terkadang Para Pembela Thaghut Berargumen dengan Alasan


Ikrah (terpaksa) atas Sepak Terjang Para Thaghut Itu:
Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullahu ta'ala berkata, “Akan tetapi ketika
Islam kembali asing sebagaimana awal munculnya, orang-orang yang bodoh tentangnya
menjadi meyakini apa yang menjadi sebab datangnya rahmat sebagai sebab datangnya azab;
apa yang menjadi sebab keakraban dan jamaah sebagai sebab perpecahan dan perbedaan
pendapat; dan apa yang bisa menghalangi tertumpahnya darah sebagai sebab tertumpahnya
darah. Hal itu sebagaimana orang-orang yang dikatakan Alloh dalam firman-Nya,

110
Taisiir Al-‘Aziiz Al-Hamiid, hal 554 – 555.
111
Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan 1 / 363.
112
Fatawa wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim 12 / 274.
48
‫وسى َوَمن َم َعهُ أ ََل إِنَّ َما طَائُِرُهم ِعن َد اللَّ ِه َولَ ِك َّن أَكثَ َرُهم َل‬ ِ
َ ‫{ َوإِن تُصب ُهم َسيئَة يَطَّيَّ ُروا بِ ُم‬
. ] 565 / ‫يَعلَ ُمو َن } [ األعراف‬
“Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Alloh, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Al-A’raf (7):
131].

Demikian juga orang-orang yang mengatakan kepada para pengikut para rasul,

‫سنَّ ُكم ِمنَّا َع َذاب أَلِيم * قَالُوا طَائُِرُكم‬


َّ ‫{ إِنَّا تَطَيَّ رنَا بِ ُكم لَئِن لَم تَنتَ ُهوا لَنَ ر ُج َمنَّ ُكم َولَيَ َم‬
. ] 55 ، 51 / ‫َم َع ُكم أَئِن ذُكرتُم بَل أَن تُم قَ وم ُمس ِرفُو َن } [ يس‬
“Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika
kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan
mendapat siksa yang pedih dari kami." Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah
karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas.".” [QS. Yaasiin (36): 18-19].

Karena itu barang siapa yang meyakini bahwa penerapan syariat Islam akan
mengakibatkan perang dan penyimpangan serta persatuan dan keakraban tidak akan tercipta
kecuali di atas penguasa thaghut maka ia adalah kafir musuh Alloh dan seluruh rasul. Inilah
hakikat keyakinan orang-orang kafir Quraisy. Yang mana mereka meyakini bahwa kebenaran
itu ada pada ajaran nenek moyang mereka; bukannya ajaran yang dengannya Alloh mengutus
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedudukan Kedua: Dikatakan: Jika engkau tahu bahwa
berhakim kepada thaghut adalah kekafiran maka Alloh telah menyebutkan dalam kitab-Nya
bahwa kekafiran itu lebih besar dosanya daripada membunuh. Alloh Ta'ala berfirman,
، ] 652 / ‫{ َوال ِفت نَةُ أَكبَ ُر ِم َن ال َقت ِل } [ البقرة‬
“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.” [QS. Al-Baqarah (2): 217].

Dan Alloh Ta'ala juga berfirman,


، ] 555 / ‫{ َوال ِفت نَةُ أَ َشد ِم َن ال َقت ِل } [ البقرة‬
“Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.” [QS. Al-Baqarah (2): 191].

Fitnah dalam ayat ini adalah kekafiran. Seandainya penduduk desa dan kota saling
berperang sampai terbunuh semua, itu lebih ringan daripada mereka menegakkan seorang
thaghut di muka bumi yang memutuskan perkara dengan hukum yang menyelisihi syariat
Islam, yang mana dengannya Alloh mengutus Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedudukan
Ketiga: Kita mengatakan: jika perbuatan berhakim semacam ini adalah kekafiran. Perselisihan
yang ada hanya demi urusan duniawi, lalu bagaimana engkau boleh kafir hanya demi urusan
itu? Karena itu seseorang tidak beriman sebelum menjadikan Alloh dan Rasul-Nya menjadi
sesuatu yang paling ia cintai daripada selain keduanya dan sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam menjadi orang yang paling ia cintai daripada anak, ayah dan seluruh manusia.
Sekalipun seluruh duniamu hilang engkau tetap tidak boleh berhakim kepada thaghut
karenanya. Seandainya ada orang yang memaksamu memilih antara berhakim kepada thaghut

49
atau mengorbankan duniamu niscaya engkau wajib mengorbankan duniamu. Engkau tetap
tidak boleh berhakim kepada thaghut.”113

Menjalankan Undang-undang Positif adalah Kekafiran yang


Mengeluarkan dari Agama, Meskipun Orang-orang Yang
Menjalankannya Berkata Kami Salah dan Hukum Syariat Lebih
Adil:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata, “Adapun orang yang
dikatakan tentangnya: kufrun duuna kufrin, jika ia berhakim kepada selain Alloh sedangkan ia
meyakini bahwa ia bermaksiat dan bahwa hukum Alloh adalah hukum yang benar dan jika
orang yang melakukan kufrun duuna kufrin ini hanya sekali atau dua kali saja. Adapun orang
yang menjalankan undang-undang dan membuat orang tunduk kepadanya maka ia kafir,
meskipun mengatakan kami salah dan hukum syariat yang lebih adil. Ada perbedaan antara
orang yang menetapkan, mengukuhkan dan dijadikan sebagai sumber rujukan. Ini adalah
kekafiran yang mengeluarkan dari agama (taqrir).”114

Suatu Negara Yang Menjalankan Undang-undang Positif Bukan


Negara Islam:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah ditanya: Pertanyaan: Apakah hijrah
wajib dari negara kaum Muslimin yang menjalankan undang-undang positif? Jawab: Suatu
negara yang menjalankan undang-undang positif bukan negara Islam. Wajib hijrah darinya.
Begitu juga jika paganisme nampak nyata tanpa ada yang mengingkarinya dan tidak ada yang
merubahnya maka hijrah wajib hukumnya dari negara itu. Begitu juga jika kekafiran merajelela
dan nampak nyata, maka negara semacam ini adalah negara kafir. Adapun jika ‫قد حيكم فيها‬
‫بعض األفراد‬ atau terdapat sedikit kekafiran yang tidak nampak jelas maka itu adalah negara
Islam (taqrir).”115

Syaikh Hamd bin ‘Atiq rahimahullahu ta'ala berkata, “Jika suatu di dalam negara
nampak kesyirikan, hal-hal yang diharamkan dilakukan terang-terangan, rambu-rambu dien
dinihilkan maka negara itu menjadi negara kafir, harta penduduknya dijadikan ghanimah, darah
penduduknya menjadi halal; dan terkadang penduduk negara ini menambahi dengan
menampakkan pencelaan terhadap Alloh dan dien-Nya dan membuat undang-undang positif
yang dijalankan pada rakyatnya dimana undang-undang positif itu menyelisihi kitab Alloh dan
sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Sudah engkau ketahui bahwa hanya ini saja sudah
cukup untuk mengeluarkan orang yang melakukannya dari Islam.”116

Melarang Jihad Fie Sabilillah Adalah Kekafiran yang Nyata


Dimana Orang yang Melarangnya Harus Diperangi Tanpa Ada
Perbedaan Pendapat di Kalangan Para Ulama:

113
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 509 – 511.
114
Majmu’ Rasa-il wa Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim 12 / 280.
115
Majmu’ Rasa-il wa Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim 6 / 188.
116
Ad-Durar As-Saniyyah 9 / 257.
50
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Thaifah (kelompok) mana saja
yang menolak berkomitmen dari sebagian shalat fardhu, puasa, haji, mengharamkan darah,
harta, khamer, zina, judi, menikahi wanita mahram, jihad memerangi orang-orang kafir117, atau
mewajibkan jizyah kepada Ahli Kitab, dan kewajiban-kewajiban dien lainnya serta hal-hal
yang diharamkan –yang mana tidak ada udzur bagi seorang pun ketika mengingkari atau
meninggalkannya- dimana orang yang mengingkari wajibnya menjadi kafir. Thaifah
mumtani'ah harus diperangi karena sebab di atas meskipun mereka mengakuinya. Ini termasuk
hal yang tidak saya ketahui ada perbedaan pendapat padanya di kalangan para ulama.

Para fuqaha hanya berbeda pendapat mengenai thaifah mumtani'ah jika mereka
bersikukuh meninggalkan sebagian sunnah semisal dua rakaat shalat fajr, adzan, iqamat –
menurut orang yang berpendapat tidak wajib- dan syiar-syiar lainnya; apakah thaifah
mumtani'ah harus diperangi karena meninggalkannya ataukah tidak? Adapun mengenai
kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang diharamkan yang disebutkan di atas dan hal-hal
semisalnya maka tidak ada perbedaan pendapat dalam hal memerangi karena tidak mau
komitmen dengannya.

Thaifah mumtani'ah itu menurut pendapat para ulama peneliti bukan seperti bughat
yang memberontak kepada pemimpin (imam) atau orang-orang yang keluar tidak mau taat
kepadanya; sebagaimana kisah penduduk Syam dengan amirul mukminin Ali bin Abi Thalib z.
Sesungguhnya thaifah mumtani'ah itu adalah orang-orang yang keluar tidak taat dari pemimpin
tertentu atau memberontak kepadanya untuk menyingkirkan perwaliannya. Adapun orang-
orang yang melarang jihad fie sabilillah mereka adalah orang-orang yang telah keluar dari
Islam; sama dengan orang-orang yang menolak membayar zakat dan sama dengan orang-orang
khawarij yang diperangi oleh Ali bin Abi Thalib rodhiyaAllohu 'anh.

Oleh karena itu kisah sejarah Ali bin Abi Thalib rodhiyaAllohu 'anh dalam memerangi
penduduk Bashrah dan Syam; dan dalam memerangi penduduk Nahrawan ada perbedaan.
Ketika memerangi penduduk Bashrah dan Syam laksana kisah seseorang bersama saudaranya;
sedangkan ketika memerangi khawarij berbeda sikapnya dengan yang pertama. Terdapat
keterangan kuat dari nash-nash hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di samping ijma’ para
sahabat atasnya mengenai perangnya Abu Bakar Ash-Shiddiq dan perangnya para sahabat
melawan orang-orang khawarij; hal itu berbeda dengan fitnah yang terjadi dengan penduduk
Syam dan Bashrah; nash-nash berkaitan dengan kisah itu mengandung berbagi interpretasi dan
para sahabat serta tabi’in juga berbeda pendapat mengenainya.”118

Ketaatan Kepada Para Thaghut Yang Membuat Kafir (Mukaffir):


Salah seorang di masa kini mengatakan, “Dari keterangan ini ketaatan kepada para
penguasa dan pemimpin dalam menjalankan undang-undang positif yang menyelisihi hukum-
hukum syar'i dalam hal menghalalkan dan mengharamkan semisal pembolehan riba119, zina,

117
Inilah realita yang terjadi di negara-negara kaum Muslimin berupa pelarangan jihad, perang terhadapnya dan
menahan mujahid di penjara. Sebagaimana yang terjadi dalam komitmen penandatanganan pemberantasan
teroris. Perubahan nama tidak merubah hakikat. Yang mereka maksud terorisme adalah jihad. Maka menjadi
jelaslah kekafiran dan kemurtadan mereka dari dien. Yang mengingkari hal itu hanyalah orang yang jahil (bodoh)
atau khobits (busuk) yang membela-bela para thaghut.
118
Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 28 / 503 – 504.
119
Pada hari ini engkau dapat menjumpai dengan sangat jelas di negara-negara kaum Muslimin berupa
penghalalan riba, dibukanya bank-bank dengan terang-terangan, dibuat undang-undang yang melindungi dan
membelanya serta diciptakan penjaga atasnya. Ini adalah bentuk istihlal ‘amaliy (penghalalan dari segi amal) yang
mengeluarkan dari agama. Dalil atas hal itu bahwa Nabi SAW pernah mengutus utusan kepada seseorang yang
menikahi istri bapaknya untuk membunuh dan membagi lima hartanya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menganggap itu sebagai bentuk istihlal ‘amaliy. Perhatikan masalah ini.
51
minum khamer, menyamakan perempuan dengan laki-laki dalam warisan, pembolehan
membuka wajah perempuan dan ikhtilath (campur baur laki-laki dan wanita), atau
mengharamkan sesuatu yang halal semisal melarang poligami dan yang serupa dengannya
berupa perubahan dan penggantian hukum-hukum Alloh dengan undang-undang syaitan.
Barang siapa yang menyetujui mereka dalam semua itu, meridhainya, dan menganggapnya
baik maka ia musyrik dan kafir. Wal’iyyaadzubillah.

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

52
Pasal Ketiga:
Ragu-ragu Mengenai Kekafiran Orang Kafir120
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, “Bahwasanya
orang-orang murtad berbeda-beda dalam hal kemurtadan mereka. Di antara mereka ada yang
mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi ia mengakui kenabian Musailamah karena ia
mengira bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersekutu dengannya dalam hal kenabian.
Karena Musailamah mempunyai saksi-saksi palsu dan mereka bersaksi dengan itu kepadanya.
Lalu banyak orang yang membenarkannya. Meskipun demikian para ulama bersepakat bahwa
mereka semua murtad sekalipun mereka tidak tahu akan hal itu 121. Dan barang siapa ragu-ragu
mengenai kemurtadan mereka maka ia kafir.”122

Syaikh Abu Buthain rahimahullahu ta'ala berkata, “Kaum Muslimin telah bersepakat
atas kekafiran orang yang tidak mengkafirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, atau ragu-ragu
mengenai kekafiran mereka sedang kami yakin bahwa mayoritas mereka orang-orang
bodoh.”123

Syaikh Abdullah bin Abdullathif ditanya mengenai orang yang tidak mengkafirkan
negara Turkiy saat itu ‫ ومن جرهم على املسلمني‬memilih perwalian mereka dan bahwasanya mereka
wajib berjihad bersamanya. Dan yang lain tidak berpendapat semua itu bahkan negara Turkiy
dan ‫ ومن جرهم‬adalah bughat dan tidak halal dari mereka kecuali apa yang dihalalkan dari
bughat …?

Beliau menjawab: Barang siapa yang tidak tahu kekafiran negara Turkiy dan tidak
membedakan antara mereka dan kaum Muslimin yang menjadi bughat berarti ia tidak tahu
makna laa ilaaha illallaah, jika ia meyakini bahwa negara Turkiy adalah negara Islam, maka ia
lebih dahsyat dan besar musibahnya. Inilah dia keraguan mengenai kekafiran orang yang kafir
kepada Alloh124, menyekutukan-Nya, dan barang siapa membantu mereka melawan kaum
Muslimin dengan bantuan apapun maka itu adalah kemurtadan yang sangat nyata.”125

120
Perhatian: Masalah ini adalah masalah penting. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menganggapnya
termasuk dari salah satu hal-hal yang membatalkan Islam. Beliau v mengatakan: Pembatal yang ketiga adalah
barang siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu-ragu mengenai kekafiran mereka atau
membenarkan madzhab mereka maka ia kafir. Pembatal ini diterapkan kepada orang yang ragu-ragu mengenai
kekafiran orang-orang kafir asli semacam orang-orang Yahudi dan Nasrani. Barang siapa yang ragu0ragu
mengenai kekafiran mereka maka ia kafir. Adapun orang kafir yang murtad maka ada perincian mengenainya.
Barang siapa yang kekafiran sangat jelas dan gamblang semacam orang yang mencela Alloh, mencela Rasulullah
SAW atau mengaku sebagai Nabi maka orang ini kafir dan barang siapa yang ragu-ragu mengenai kekafirannya
maka ia kafir. Kaidah ini diterapkan kepada orang semacam itu. Karena ada di antara salaf semacam Imam
Syafi’i, ia tidak berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat kafir. Ia adalah seorang mujtahid, maka
kaidah ini tidak bisa diterapkan kepadanya. Karena kalau kaidah ini diterapkan kepada orang-orang semacamnya
maka kita akan mengkafirkan banyak ulama salaf. Dan kami berlepas diri kepada Alloh dari hal itu. Ada juga
perbedaan antara orang yang tidak mengkafirkan orang murtad karena harus adanya syarat penegakan hujjah
(iqomatul hujjah). Maka ini salah dan tidak masuk dalam pembahasan kita.
121
Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, engkau dapati bahwa beliau tidak mengudzur
mereka karena kebodohan. Dan mereka benar-benar orang-orang bodoh. Bahkan beliau mengkafirkan mereka dan
mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan mereka.
122
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 118.
123
Ad-Durar As-Saniyyah 12 / 69.
124
Banyak negara masa kini yang menampakkan kekafiran yang nyata siang dan malam berupa membangun
kuburan-kuburan, makam-makam dan menaruh para juru kunci padanya. Sebagaimana yang terjadi di Mesir dan
negara-negara Arab lainnya. Namun meskipun demikian engkau dapati orang yang mengaku sebagai penuntut
ilmu ragu-ragu mengenai kekafirannya. Kami berlindung kepada Alloh dari kesesatan. Inilah kesyirikan yang
muncul dari orang-orang yang sudah mati. Mengenai kesyirikan yang muncul dari orang-orang yang masih hidup
maka itu lebih berbahaya, seperti orang yang berhakim kepada PBB dan para thaghut lainnya dan orang-orang
yang berhakim kepada para thaghut tidak dikafirkan!!
125
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 429.
Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahumallohu ta'ala berkata, “Adapun perkataan
penanya: apabila dirinya mampu mengucapkan kekafiran dan mencela mereka –yaitu
penduduk negara murtad, demikianlah teks pertanyaannya- apa hukumnya?

Jawabannya tidak akan lepas dari salah satu dari kemungkinan berikut; ragu-ragu
mengenai kekafiran mereka, tidak tahu kekafiran mereka atau mengakui bahwa mereka dan
orang-orang serupa dengan mereka adalah kafir, namun tidak mampu berkonfrontasi dan
mengkafirkan mereka, atau mengatakan: selain mereka kafir, saya tidak mengatakan mereka
kafir, apabila ragu-ragu mengenai kekafiran mereka atau tidak tahu kekafiran mereka maka ia
harus diterangkan dalil-dalil dari kitab Alloh (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam atas kekafiran mereka. Apabila setelah itu ragu-ragu atau bimbang maka ia kafir
berdasarkan ijma’ ulama. Padahal bahwa orang yang ragu-ragu mengenai kekafiran orang kafir
maka ia kafir, jika ia mengakui kekafiran mereka dan tidak mampu menghadapi dan
mengkafirkan mereka maka maka ia basa-basi dengan mereka126 dan masuk dalam firman
Alloh Ta'ala,

] 5 / ‫[ القلم‬ } ‫{ َودوا لَو تُد ِه ُن فَ يُد ِهنُو َن‬


“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula
kepadamu).” [QS. Al-Qalam (68): 9].

Ia mempunyai hukum orang-orang semacamnya dari kalangan para pelaku dosa. Sekalipun ia
mengatakan: saya katakan: selain mereka adalah orang-orang kafir. Saya tidak mengatakan:
mereka adalah orang-orang kafir. Maka ini adalah hukum darinya akan keislaman mereka.
Karena tidak ada pertengahan antara kekafiran dan Islam. kalau mereka bukan orang-orang
kafir berarti Islam. ketika itu barang siapa yang menamakan kekafiran sebagai Islam atau
menamakan orang-orang kafir sebagai orang-orang Islam maka ia kafir lalu ia menjadi orang
kafir.”127

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “…Seandainya ia


mengetahui makna laa ilaaha illallaah niscaya ia mengetahui bahwa barang siapa yang ragu-
ragu atau bimbang mengenai kekafiran orang yang menyekutukan Alloh dengan selain-Nya
maka ia belum kufur kepada thaghut.”128

Syaikh Abdullah dan Syaikh Ibrahim kedua putera Syaikh Abdullathif, dan
Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahumullahu ta'ala -ketika menjawab pertanyaan yang
diajukan kepada mereka- berkata, “Imamah (kepemimpinan) orang yang tidak mengkafirkan
orang-orang Jahmiyyah dan Quburiyyun (para penyembah kubur <orang yang sudah mati>)
atau ragu-ragu mengenai pengkafiran mereka tidak sah. Masalah ini termasuk permasalahan
yang sangat jelas bagi para penuntut ilmu. Namun meski begitu, para ulama bersepakat atas
pengkafirannya –yang mereka maksud adalah Bisyr Al-Muraisiy-. Dengan juga barang siapa
yang pernah mencium bau iman ia tidak akan ragu-ragu mengenai pengkafiran Quburiyyun.”129

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

126
Perhatikan perkataan Syaikh Sulaiman rahimahullah ketika ia menganggap tidak konfrontasi dengan orang-
orang kafir dengan mengkafirkan mereka termasuk salah satu bentuk mudahanah terhadap mereka. Hal ini
berbeda dengan orang yang mengatakan sesungguhnya mudahanah bisa dilakukan dalam keadaan diam dan
mujjaraah lahum dalam segala sesuatu. Dan ini sebuah perkataan batil.
127
Ad-Durar As-Saniyyah 8 / 160 – 161.
128
Ad-Durar As-Saniyyah 11 / 523.
129
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 436 - 437.
54
Pasal Keempat:
Mengenai Orang yang Mencela Nabi SAW,
Memperolok-olok Salah Satu Hukumnya, atau
Menolak Salah Satu Ajaran yang Beliau Bawa
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullahu ta'ala
berkata, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitabnya “Ash-
Shaarim Al-Masluul ‘Alaa Syaatim Ar-Rasuul”: Imam Ishaq bin Rahawaih, salah satu imam
yang disejajarkan dengan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan bahwa kaum Muslimin
berijma’ bahwa barang siapa mencela Alloh atau Rasul-Nya, atau menolak salah satu hukum
yang diturunkan Alloh maka ia kafir lantaran itu. Meskipun ia mengakui semua hukum yang
diturunkan Alloh. Muhammad bin Sahnun, salah satu imam dari sahabat Imam Malik
mengatakan: para ulama berijma’ bahwa orang yang mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah kafir. Hukuman baginya menurut para imam adalah dibunuh. Dan barang siapa
ragu-ragu mengenai kekafiran maka ia kafir. Ibnul Mundzir mengatakan: para ulama awam
berijma’ bahwa barang siapa yang mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hukumannya adalah
dibunuh. Imam Ahmad berkata mengenai orang yang mencela beliau shallallahu 'alaihi wa sallam:
ia harus dibunuh. Ia ditanya: Apakah ada hadits-hadits yang menerangkan hal itu? Imam
Ahmad: Ya, di antaranya hadits seorang buta (al-a’maa) yang membunuh seorang wanita. Ibnu
‘Umar mengatakan: barang siapa mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia harus
dibunuh. Umar bin Abdul Aziz berkata: ia harus dibunuh. Ia berkata dalam riwayat Abdullah:
ia tidak dimintai taubat. Sesungguhnya Kholid bin Al-Walid pernah membunuh seorang lelaki
yang mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ia tidak memintanya bertaubat terlebih dahulu.
Selesai.”130

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata dalam risalah
Nawaaqidhul Islaam (pembatal-pembatal Islam), “Pembatal Keenam: barang siapa yang
memperolok-olok salah satu bagian dari dien yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
pahalanya atau sangsinya maka ia kafir. Dalil atas hal itu adalah firman Alloh Ta'ala,

} ‫يمانِ ُكم‬ ِ ِِ ِِ ِ ِ
َ ِ‫) َل تَعتَذ ُروا قَد َك َفرتُم بَع َد إ‬25( ‫{ قُل أَباللَّه َوآَيَاته َوَر ُسوله ُكنتُم تَستَ ه ِزئُو َن‬
.)
“Katakanlah: "Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-
olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir131 sesudah beriman.” [QS. At-Taubah
(9): 65-66].

Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan selain mereka berdua meriwayatkan dari Abdullah bin
Umar, ia berkata: Seorang lelaki berkata dalam perang Tabuk pada suatu hari: Kami tidak
pernah melihat orang-orang yang sangat rakus makannya, sangat dusta perkataannya dan
sangat penakut ketika bertemu musuh seperti halnya para sahabat penghafal Al-Qur'an itu.
Salah seorang yang ada di majelis itu berkata: engkau berdusta! Akan tetapi kamu seorang
munafik. Sungguh ini akan kuberi tahukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Berita
itu akhirnya sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu turunlah Al-Qur'an.

130
‘Aqiidatul Muwahhidiin, risalah “Al-Kalimaat An-Naafi’ah Fie Al-Mukaffiraat Al-Waaqi’ah”, hal 271.
131
Sudah menjadi hal yang dimaklumi bahwa orang yang mengucapkan kekafiran hanyalah satu orang namun
Alloh mengkafirkan ketiga-tiganya. Hal itu lantaran dua orang temannya itu diam dan tidak mengingkari serta rela
dengan ucapan kekafiran yang diucapkan teman mereka berdua. Maka Alloh mengkafirkan ketiga orang tersebut.
Namun Alloh memaafkan satu orang lagi. Memerintahkan begitu orang-orang yang dikafirkan Alloh, mereka
adalah para sahabat dan mereka juga pergi berperang namun Alloh tetap mengkafirkan mereka lantaran perkataan
kekafiran yang berbahaya tersebut.
Abdullah berkata: Saya melihatnya (yang memperolok-olok para sahabat) bergelantung sambil
memegangi tali kendali onta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sementara batu-batu
melukainya sedangkan ia menyampaikan alasan, “Wahai Rasulullah kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca,

. ] 61 / ‫أَبِاللَّ ِه َوآَيَاتِِه َوَر ُسولِ ِه ُكنتُم تَستَ ه ِزئُو َن [ التوبة‬


"Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"132 [QS. At-
Taubah (9): 65].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengomentari ayat berikut “kamu kafir
sesudah beriman”: Ayat ini menunjukkan bahwa mereka sebelum tidak melakukan kekafiran
bahkan mereka menduga bahwa itu bukan kekafiran. Alloh menerangkan bahwa memperolok-
olok Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya adalah kekafiran yang membuat pelakunya kafir
setelah beriman. Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum mereka mempunyai keimanan yang
lemah. Lalu mereka melakukan hal yang diharamkan ini yang sebenarnya mereka tahu bahwa
itu haram hukumnya. Namun tidak mengira sebagai sebuah kekafiran. Padahal itu adalah
kekafiran yang menyebabkan mereka kafir dengannya. Mereka tidak meyakini bolehnya
melakukan perbuatan itu.”133

Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata,
"Makna perkataan Ishaq rahimahullahu ta'ala, “Atau menolak salah satu apa yang diturunkan
Alloh” yaitu menolak salah satu apa yang diturunkan Alloh dalam kitab-Nya, atau melalui lisan
Rasul-Nya berupa hal-hal yang fardhu, wajib, atau sunnah, setelah mengetahui bahwa Alloh
yang menurunkannya dalam kitab-Nya, atau memerintahkannya kepada Rasul-Nya atau
melarangnya, kemudian setelah itu ia menolaknya maka ia kafir murtad. Sekalipun ia
mengakui semua syariat yang Alloh turunkan, kecuali apa yang ditolak dan diingkarinya
karena menyelisihi hawa nafsu, kebiasaannya atau penduduk negerinya … Maka barang siapa
yang mengingkari itu, membencinya, mencelanya, mencela pelakunya dan menamainya
Khawarij maka ia kafir tulen, yang wajib diperangi hingga seluruh dien hanya menjadi milik
Alloh berdasarkan ijma’ seluruh kaum Muslimin. Wallohu l a’lam.”134

132
Simaklah kisah ini wahai saudara setauhid. Pahamilah masalah ini dengan baik. Supaya engkau tahu kekafiran
yang sangat nyata, kemurtadan yang sangat jelas dan pelecehan dien Alloh. Bahkan, sungguh, Alloh juga dicela –
wal ‘iyyaadzubillaah- namun tidak terdapat satu pun orang yang menyuarakan kalimat kebenaran. Dan Alloh juga
dijadikan bahan perolok-olokan. Orang yang mengetuai orang-orang yang menjadikan Alloh Ta'ala sebagai bahan
perolok-olokan adalah dedengkot thaghut (Turkiy Al-Hamd). Ia mengatakan, “Kasihan sekali Engkau Ya ..
Alloh.” Ia juga mengatakan, “Alloh dan syaitan adalah dua sisi mata uang …” Ia juga mengatakan … mengatakan
… Lalu, manakah orang-orang yang bertauhid?! Manakah para ulama?! Ataukah mereka adalah ulamanya
pemerintah. Demi Alloh, seandainya ada salah satu dai tauhid yang mengomentari salah satu thaghut, niscaya para
ulama itu berfatwa bahwa ia termasuk kelompok khawarij dan membela-bela thaghut-thaghut (sembahan) mereka.
Ketika Alloh dicela kita tidak menjumpai satu pun ulama yang membela-Nya. Kita tidak menjumpau satu pun
mufti yang berfatwa agar pencela ini harus dibunuh. Wallohul musta’aan. Orang-orang semacam Turkiy Al-
Hamd masih banyak jumlahnya. Di antaranya adalah Abdullah As-Sad-han dan Nashir Al-Qashabiy. Mereka
berdua telah memperolok-olok jenggot, pakaian pendek, adzan, orang-orang shalih, dan amar ma’ruf nahi
mungkar. Demi Alloh, semua ini adalah kekafiran dan kemurtadan yang sangat jelas dari dien. Orang yang
melakukan kekafiran berturut-turut ini jelas sudah kafir, namun meskipun demikian kami tidak melihat ada satu
pun orang yang mengatakan terang-terangan tentang kekafiran mereka. Dengan ini menjadi jelaslah bagi engkau
betapa bodohnya manusia terhadap tauhid. Musibah terbesar dan bencana terdahsyat adalah engkau jumpai ada di
antara para ulama pemerintah dai mereka yang tidak mengkafirkan thaghut Turkiy Al-Hamd. Kami berlepas diri
kepada Alloh dari mereka. Kami mengadukan keadaan kami kepada-Nya dan berdoa memohon kepada-Nya untuk
mendatangkan orang-orang semacam para pahlawan semisal Muhammad bin Maslamah yang pernah pergi
bersama dua orang kawannya untuk bersama-sama membunuh thaghut Yahudi. Kami memohon kepada-Mu ya
Alloh, binasakanlah orang-orang yang menjadikan dien-Mu sebagai bahan perolok-olokan. Ya Alloh binasakanlah
mereka kebenaran mereka tidak akan mampu kabur dari-Mu. Ya Alloh saya menharap pertolongan-Mu yang telah
Engkau janjikan Ya Rabbal ‘aalmiin (Wahai Rabb semesta alam).
133
Majmu’ Al-Fatawa VII / 273.
134
‘Aqiidatul Muwahhidiin, risalah “Al-Kalimaat An-Naafi’ah Fie Al-Mukaffiraat Al-Waaqi’ah”, hal 272, 273.
56
Pasal Kelima:
Udzur Kebodohan135
Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahumullahu ta'ala berkata, “Ibnul Qayyim
rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitab Thabaqat Al-Mukallafin ketika menyebutkan para
dedengkot orang kafir yang menghalangi dari jalan Alloh, bahwa siksaan mereka akan dilipat
gandakan. Kemudian ia melanjutkan: Tingkatan yang ketujuh belas: tingkatan para muqallid
dan orang-orang kafir yang bodoh, pengikut dan orang-orang dungu yang membeo kepada
mereka. Mereka mengatakan: Kami jumpai nenek moyang kami di atas suatu ajaran dan
mereka menjadi teladan bagi kami. Namun demikian mereka berdamai dengan orang-orang
Islam tidak memerangi mereka … Orang-orang kafir dengan berbagai jenisnya baik yang
bodoh, muqallid pada pemimpinnya dan para pemimpinnya136 sama-sama berada dalam
tingkatan ini. Kecuali yang diceritakan dari sebagian ahli bid’ah bahwa ia tidak menghukumi
mereka dengan neraka dan menjadikan mereka sama dengan orang yang belum sampai da’wah
kepadanya. Madzhab ini tidak pernah dikatakan oleh satu pun imam kaum Muslimin, sahabat,
tabi’in dan tidak pula orang-orang setelah mereka. Madzhab ini hanya dikenal dari sebagian
ahli kalam, pembuat bid’ah dalam Islam137.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullahu ta'ala berkata, “Al-‘Allamah Ibnul


Qayyim rahimahullahu ta'ala juga berkata ketika menyebutkan tingkatan manusia –dari umat
dan selainnya-: Tingkatan ketujuh belas: Tingkatan para muqallid …Alloh mengkhabarkan
dalam Al-Qur'an pada lebih dari satu tempat bahwa para muqallid akan menerima siksaan
mengikuti orang-orang kafir pendahulu mereka. Di neraka mereka saling berdebat. Para
pengikut mengatakan:

َ َ‫ضع ًفا ِم َن النَّا ِر ق‬


ِ ‫ال لِ ُكل‬
‫ضعف َولَ ِكن َل تَعلَ ُمو َن‬ ِ ‫ضلونَا فَآَتِ ِهم َع َذابا‬ ِ
[
ً َ َ‫َربَّنَا َه ُؤَلء أ‬
، ] 61 / ‫األعراف‬
"Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka
siksaan yang berlipat ganda dari neraka." Alloh berfirman: "Masing-masing mendapat
(siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui." [QS. Al-A’raf (7): 38].
Demikian perkataan beliau dengan ringkasan.

Lihatlah ini perkataan Syaikhul Islam rahimahullahu ta'ala dalam “Al-Minhaj” sama
dengan penjelasan yang kami kemukakan di muka: Beliau rahimahullahu ta'ala berkata:

135
Peringatan:
Barang siapa yang terjatuh dalam kekafiran dan kesyirikan maka ia kafir musyrik. Ini hukum di dunia. Mengenai
kelak di akhirat, ada perbedaan pendapat. Pendapat yang paling benar adalah bahwa Alloh ‘Azza wa Jalla tidak
akan menyiksa seorang pun sebelum menegakkan hujjah kepadanya. Hal ini berdasarkan firman Alloh Ta'ala, ‫{ َوَما‬
ِ
} ‫ول‬
ً ‫ث َر ُس‬ َ ‫“ ُكنَّا ُم َعذب‬Dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” [QS. Al-Isra (17):
َ ‫ين َحتَّى نَب َع‬
15]. Maka barang siapa tumbuh dan berkembang di pedalaman yang jauh tidak mendengar Islam atau baru masuk
Islam lalu jatuh dalam kekafiran maka hukum di dunia ia kafir tetapi kelak di hari kiamat tidak disiksa. Karena,
hujjah belum tegak kepadanya. Hukumnya di dunia dan di akhirat ada perbedaan. Kecuali dalam masalah
khafiyyah (samar) maka tidak boleh dikafirkan sebelum di-ta’rif (dijelaskan). Penjelasan global ini adalah manhaj
Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, dan para imam da’wah rahimahumullahu ta'ala.
Perkataan mereka akan disebutkan di belakang.
136
Simak perkataan Ibnul Qayyim ketika ia tidak mengudzur orang-orang bodoh dan kekafiran mereka. Dan
perhatikan, hingga sekalipun para muqallid kepada pemimpinnya atau ulamanya, maka mereka semua masuk
dalam hal itu bila para muqallid itu menaati para pemimpin dan ulamanya dalam kekafiran. Perhatikan wahai
saudara setauhid. Berdoalah kepada Alloh dan mendekatlah kepada-Nya dengan mencari kebenaran. Jauhilah
taqlid, jadikan manhajmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Waspadalah … waspadalah dari kesesatan. Semoga Alloh
menguhkan kami dan Anda di atas jalan yang lurus (ash-shirath al-mustaqim).
137
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 183.
“Manusia yang paling masyhur kemurtadannya adalah musuh Abu Bakar Ash-Shiddiq z dan
para pengikutnya semisal Musailamah Al-Kadzdzab beserta para pengikutnya dan yang selain
mereka. Termasuk manusia yang paling nampak kemurtadannya adalah orang-orang ekstrim
yang dibakar Ali rodhiyaAllohu 'anh dengan api ketika mereka mengklaim Ali rodhiyaAllohu
'anh sebagai tuhan (mempunyai sifat uluhiyyah); dan Sabaiyyah, para pengikut Abdullah bin
Saba’, sekte yang menampakkan celaan kepada Abu Bakar dan Umar rodhiyaAllohu 'anh.
Orang pertama dari kalangan orang-orang yang mengaku Islam yang menampakkan pengakuan
sebagai nabi adalah Al-Mukhtar bin Abi ‘Ubaid, dari sekte Syi'ah138. Maka bisa diketahui,
manusia yang paling besar kemurtadannya ada pada sekte Syi’ah. Kekafiran pada mereka
paling banyak daripada kelompok-kelompok yang lain. Oleh karena itu kemurtadan para
ekstrimis Syi’ah semisal Nushairiyyah, Isma’iliyyah Bathiniyyah dan kelompok semisal
mereka yang paling buruk, tidak ada yang melebihi buruknya kemurtadan mereka. Dan sudah
maklum, banyak dari mereka yang bodoh. Mereka menyangka berada di atas kebenaran.
Namun meskipun demikian Syaikhul Islam menghukumi kemurtadan mereka yang paling
buruk139.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Kata adh-dhalal (kesesatan)


jika dimutlakkan (tidak dikaitkan dengan kata lain) mencakup orang yang tersesat dari
petunjuk, baik karena sengaja atau karena bodoh dan itu mengharuskannya akan mendapat
siksa. Sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

، } ‫ين * فَ ُهم َعلَى َآثَا ِرِهم يُه َرعُو َن‬ َ ‫{ إِنَّ ُهم أَل َفوا آَبَاءَ ُهم‬
َ ‫ضال‬
“Karena sesungguhnya mereka mendapati bapak-bapak mereka dalam Keadaaan sesat. Lalu
mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu.” [QS. Ash-Shaaffaat
(37): 69 - 70].

Dan firman Alloh Ta'ala,

ِ ‫ضع َفي ِن ِم َن ال َع َذ‬


‫اب‬ ِ ‫السبِ َيل * ربَّنَا آَتِ ِهم‬
َ َّ ‫ضلونَا‬ َ ‫{ َربَّنَا إِنَّا أَطَعنَا َس‬
َ َ‫ادتَنَا َوُكبَ َراءَنَا فَأ‬
}‫َوال َعن ُهم لَعنًا َكبِ ًيرا‬
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-
pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami,
timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang
besar." [QS. Al-Ahzab (33): 67 - 68]140.”

Beliau rahimahullah berkata, “Maksudnya di sini, di antara orang yang mengakui


risalah beliau -yang berlaku umum untuk semua orang- secara lahiriah ada orang yang dalam
batinnya meyakini hal yang membatalkannya. Sehingga dengan ini ia menjadi orang munafik.
Ia mengklaim dirinya dan orang-orang semacamnya adalah wali Alloh sekalipun dalam

138
Mereka adalah Syi'ah Rafidhah. Mereka kafir kepada Alloh. Oleh karena itu di antara keyakinan mereka bahwa
mereka menuduh ‘Aisyah s berzina padahal itu mustahil. Karena Alloh telah membebaskannya dari tuduhan itu
dalam Al-Qur'an. Mereka juga berpendapat Al-Qur'an itu kurang. Padahal Ibnu Abbas berkata: Siapa yang
mengingkari satu huruf dari Al-Qur'an maka ia telah kafir kepada seluruh Al-Qur'an. Mereka juga mencela para
sahabat. Ada di antara mereka yang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar. Ada yang menuhankan Ali. Pendapat
yang benar, mereka adalah orang-orang kafir, baik pemimpin, orang awam maupun orang bodohnya. Barang siapa
yang ingin memperluas kajian mengenai Rafidhah ini silakan merujuk pada kitab berukuran kecil “Min ‘Aqaaidi
Asy-Syi’ah” (Di antara Keyakinan-keyakinan Syi’ah).
139
Ad-Durar As-Saniyyah XI / 479 – 482.
140
Majmu’ Al-Fatawa VII / 166.
58
batinnya mereka kafir (ingkar) dengan ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
bisa kafir ‘inad (membangkang) dan bisa kafir bodoh141.

Beliau rahimahullah berkata, “Kesesatan bani Adam (manusia) dalam apa yang mereka
ingkari dan nafikan tanpa ilmu lebih banyak daripada kesesatan mereka dalam apa yang
mereka tetapkan dan benarkan142.”

Beliau rahimahullah juga berkata, “Secara global, barang siapa yang mengatakan atau
melakukan kekafiran maka ia kafir, sekalipun ia tidak bermaksud menjadi orang kafir, karena
tidak ada seorang pun yang bermaksud melakukan kekafiran kecuali apa yang Alloh
kehendaki143.”

Beliau rahimahullah berkata, “Di tempat-tempat dan zaman-zaman kebodohan banyak


orang yang diuji dengan syirik akbar sementara mereka tidak tahu144.”

Ibnul Qayyim rahimahullahu ta'ala berkata, “Apabila ada yang bertanya: Lalu apa
yang menjerumuskan para penyembah kubur jatuh dalam fitnah tersebut, padahal mereka tahu
para penghuninya orang-orang mati, tidak kuasa mendatangkan bahaya, manfaat, mematikan,
menghidupkan dan tidak pula membangkitkan? Ada yang menjawab, “yang menjerumuskan
mereka jatuh dalam hal itu ada beberapa perkara: di antaranya: bodoh akan hakikat dien yang
dengannya Alloh mengutus Rasul-Nya, bahkan semua rasul: berupa merealisasikan tauhid dan
memutus sebab-sebab kesyirikan, sehingga sedikit sekali bagian mereka dari hal itu. Lalu
syaitan mengajak mereka kepada fitnah sementara mereka tidak punya ilmu yang bisa
membatalkan ajakannya. Akhirnya mereka menyambut ajakan syaitan sesuai dengan
kebodohan mereka dan mereka terjaga sebatas kadar ilmu mereka145.”

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Aba Buthain rahimahullah berkata, “Ijma’ yang
disebutkan Syaikhul Islam –Muhammad bin Abdul Wahhab- di muka bahwa barang siapa
yang menjadikan -antara dia dengan Alloh- perantara yang mana ia bertawakkal kepadanya,
dan mengajukan permohonan kepada mereka baik untuk menarik kemanfaatan maupun
menolak bahaya, maka ia kafir musyrik. Ijma’ ini mencakup orang bodoh dan lainnya. Karena
sudah maklum bahwasanya bila ada orang yang mengakui risalah Muhammad n, beriman
kepada Al-Qur'an dan mendengar besarnya bahaya syirik -yang Alloh sebutkan dalam kitab-
Nya- bahwasanya pelakunya tidak akan diampuni dan pelakunya kekal di neraka, kemudian ia
melakukannya padahal ia tahu bahwa itu adalah syirik. Ini tidak mungkin dilakukan oleh orang
yang berakal. Yang jatuh ke dalamnya hanya orang yang tidak tahu bahwa itu adalah syirik146.”

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, "Jika engkau
tahu, seseorang kafir dengan kata-kata yang keluar dari lisannya dan bisa jadi ia
mengucapkannya padahal ia tidak tahu hukumnya, namun ia tidak diudzur karena
kebodohannya. Bisa jadi mengucapkannya padahal ia menyangka itu akan mendekatkannya
kepada Alloh. Terutama, bila Alloh mengilhamkan kepadamu kisah kaum Musa padahal
mereka kaum yang shaleh dan berilmu. Mereka mendatangi Musa sambil mengucapkan,

] 561 / ‫[ األعراف‬ ‫اج َعل لَنَا إِلَ ًها َك َما لَ ُهم آَلِ َهة‬

141
Majmu’ Al-Fatawa XI / 168 – 169.
142
Majmu’ Al-Fatawa XVII / 336.
143
Ash-Sharim Al-Maslul hal 178.
144
Majmu’ Al-Fatawa XXII / 387.
145
Ighatsatul Lahafan I / 332.
146
Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il An-Najdiyyah, jilid IV bagian kedua hal 477.
59
“Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan
(berhala).” [QS. Al-A’raf (7): 138].

… ketika itu rasa takutmu semakin besar, demikian juga rasa antusiasmu atas apa yang bisa
menyelamatkanmu dari hal ini dan yang semacamnya147.

Beliau rahimahullah telah menyebutkan beberapa pembatal keislaman. Beliau


menyatakan kesamaan hukum antara orang yang serius, senda gurau dan takut ketika ia
melakukannya kecuali orang yang mukrah (terpaksa). Beliau tidak mengecualikan selainnya,
semisal orang yang bodoh, muta-awwil (salah interpretasi), atau keliru. Di penutup pembatal-
pembatal Islam itu beliau berkata, “Tidak ada bedanya dalam semua pembatal-pembatal ini
antara orang yang senda gurau, serius dan takut148 kecuali orang yang mukrah (terpaksa).”149

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Kami katakan:
Setiap orang yang melakukan itu pada hari ini di kuburan-kuburan itu maka ia musyrik kafir
tanpa ragu lagi, berdasarkan petunjuk Al-Kitab, As-Sunnah dan ijma’. Kami tahu bahwa
barang siapa melakukan itu dari kalangan orang yang mengaku Islam bahwasanya tidak ada
yang menjerumuskannya dalam hal itu kecuali kebodohannya. Anda saja mereka tahu bahwa
itu akan menjauhkan mereka dari Alloh sejauh-jauhnya dan itu termasuk kesyirikan yang Alloh
haramkan tentu mereka tidak akan berani melakukannya. Maka seluruh ulama mengkafirkan
mereka. Kebodohan mereka tidak membuat mereka diudzur. Sebagaimana ucapan sebagian
orang sesat: sesungguhnya mereka itu diuduzur karena mereka orang-orang bodoh. Padahal ini
berkata mengatas namakan Alloh tanpa ilmu.”150

Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullah berkata, "Tidak ada seorang pun yang
diudzur karena tidak beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-
Nya dan hari akhir. Setelah itu ia tidak diudzur karena kebodohannya. Sebab, Alloh suhanahu
mengkhabarkan tentang kebodohan orang-orang kafir kekafiran yang dilakukannya dengan
terang-terangan. Orang-orang Nasrani digambarkan sebagai orang-orang bodoh meskipun tidak
ada seorang muslim pum yang ragu mengenai kekafirannya. Kami yakin, pada hari ini,
mayoritas Yahudi dan Nasrani orang-orang yang bodoh dan taqlid. Kami yakin akan kekafiran
mereka dan kekafiran orang yang ragu-ragu mengenai kekafiran mereka. Al-Qur'an
menunjukkan, ragu-ragu dalam pokok-pokok dien adalah kekafiran … Tidak ada udzur bagi
orang yang keadaan semacam ini karena keberadaannya tidak paham hujjah-hujjah dan
keterangan-keterangan Alloh, karena tidak ada udzur baginya setelah sampai hujjah sekalipun
ia tidak memahaminya.”151

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Di antara yang
menjelaskan bahwa kebodohan bukan udzur secara global adalah sabda beliau n mengenai
Khawarij padahal ibadah mereka sangat besar. Dan sudah maklum bahwasanya yang
menjerumuskan mereka dalam kesalahan mereka tidak lain adalah karena kebodohan. Apakah
kebodohan menjadi uduzur bagi mereka? Yang semakin memperjelas apa yang kami sebutkan
bahwa para ulama dari setiap madzhab dalam kitakitab fiqih: bab hukum “orang murtad”, yaitu
seorang muslim yang kafir setelah Islam. Ururtan pertama yang mereka sebutkan mengenai
hal-hal yang menyebabkan seorang muslim murtad adalah kekafiran dan kesyirikan. Mereka
mengatakan: barang siapa yang menyekutukan Alloh maka ia kafir. Karena menurut mereka
syirik adalah jenis kekafiran yang paling besar. Mereka tidak mengatakan: “jika orang yang
semisalnya tidak mengetahuinya”, sebagaimana yang biasa mereka katakan dalam kekafiran

147
Ad-Durar As-Saniyyah I / 71.
148
Bila takut / khawatir kehilangan kerajaan (kekuasaan), kedudukan atau jabatan, ia tetap tidak diudzur, ia tetap
kafir. Wal’iyyadzubillah. Dengan syarat ia melakukan kekafiran.
149
‘Aqidatul Muwahhidin, hal 470.
150
Ad-Durar As-Saniyyah X / 404, 405.
151
Kasyfu Asy-Syubhatain hal 92.
60
yang tingkatannya di bawah syirik. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: dosa apa
yang paling besar menurut Alloh? beliau menjawab: “Dosa yang paling besar menurut Alloh
adalah engkau menjadikan tandingan bagi Alloh padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Andai
saja orang yang bodoh atau taqlid tidak divonis sebagai orang murtad bila melakukan syirik
tentu para ulama tersebut tidak melalaikannya. Ini jelas terlihat. Alloh subhanhu
menggambarkan penduduk neraka sebagai orang-orang yang bodoh. Sebagaimana firman
Alloh Ta'ala152,

1)
ِ ‫َوقَالُوا لَو ُكنَّا نَس َم ُع أَو نَع ِقل َما ُكنَّا فِي أَص َح‬
َّ ‫اب‬
، ] 56 / ‫الس ِعي ِر [ امللك‬ ُ
“Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.".” [QS. Al-
Mulk (67): 10].

2) Alloh Ta'ala berfirman,

‫س لَ ُهم قُلُوب َل يَف َق ُهو َن بِ َها َولَ ُهم أَعيُن َل‬ ِ ‫اإلن‬ِ ‫ال ِجن َو‬ ‫َّم َكثِ ًيرا ِم َن‬ ِ
َ ‫َولََقد ذَ َرأنَا ل َج َهن‬
َ ِ‫ضل أُولَئ‬
‫ك ُه ُم‬ َ َ‫ك َكاْلَن َع ِام بَل ُهم أ‬ َ ِ‫يَس َمعُو َن بِ َها أُولَئ‬ ‫ص ُرو َن بِ َها َولَ ُهم آَذَان َل‬ ِ ‫يب‬
ُ
، ] 525 / ‫الغَافِلُو َن [ األعراف‬
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Alloh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” [QS. Al-A’raf (97): 179].

3) Alloh Ta'ala berfirman,

‫ض َّل َسعيُ ُهم فِي ال َحيَاةِ الدن يَا َو ُهم‬


َ ‫ين‬ ِ َّ
َ ‫) الذ‬602( ‫ين أَع َم ًال‬ َ ‫س ِر‬
ِ
َ ‫قُل َهل نُنَبئُ ُكم باْلَخ‬
ِ
ُ ‫سبُو َن أَنَّ ُهم يُحسنُو َن‬
. ] 564 , 566 / ‫صن ًعا [ الكهف‬ َ ‫يَح‬
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” [QS. Al-
Kahfi (18): 103-104].

4) Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫اطين أَولِياء ِمن ُد‬


‫ون اللَّ ِه‬ ِ َّ ‫َّللَةُ إِنَّهم اتَّ َخ ُذوا‬
َ ‫فَ ِري ًقا َه َدى َوفَ ِري ًقا َح َّق َعلَي ِه ُم الض‬
َ َ َ َ‫الشي‬ ُُ
، ] 66 / ‫سبُو َن أَنَّ ُهم ُمهتَ ُدو َن [ األعراف‬
َ ‫َويَح‬
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Alloh, dan
mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” [QS. Al-A’raf (97): 179].

152
Ini adalah dalil-dalil tentang tidak adanya udzur kebodohan dalam masalah-masalah zhahirah (jelas).
61
Ibnu Jarir –ketika menafsirkan ayat ini- berkata, “Ini menunjukkan bahwa orang bodoh
tidak diudzur153. Sudah maklum bahwa ahli bid’ah -yang dikafirkan para salaf dan para ulama
setelah mereka- adalah terdiri dari orang-orang yang berilmu, ahli ibadah, paham dien dan
zuhud, tidak ada yang menjerumuskan mereka melakukan pelanggaran melainkan karena
kebodohan mereka. Orang-orang yang dibakar Ali bin Abi Thalib dengan api, yang
menyebabkan mereka pelanggaran yang fatal itu tidak lain karena kebodohan. Seandainya ada
orang yang mengatakan: Saya ragu-ragu adanya kebangkitan setelah kematian, maka orang
yang punya sedikit ilmu dien tidak akan ragu-ragu mengenai kekafiran. Dan orang yang ragu-
ragu adalah orang yang bodoh. Alloh Ta'ala berfirman,

‫اعةُ إِن نَظُن إَِّل‬ َّ ‫ب فِ َيها قُلتُم َما نَد ِري َما‬
َ ‫الس‬ َ ‫اعةُ َل َري‬ َّ ‫يل إِ َّن َوع َد اللَّ ِه َحق َو‬
َ ‫الس‬ ِ ِ
َ ‫َوإ َذا ق‬
‫ين‬ِِ ِ ‫ظَنًّا َوَما نَح ُن‬
] 32 / ‫[ اجلاثية‬
َ ‫ب ُمستَ يقن‬
“Dan apabila dikatakan (kepadamu): "Sesungguhnya janji Alloh itu adalah benar dan hari
berbangkit itu tidak ada keraguan padanya", niscaya kamu menjawab: "Kami tidak tahu
apakah hari kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami
sekali-kali tidak meyakini(nya).".” [QS. Al-Jatsiyah (45): 32].

Alloh Ta'ala berfirman mengenai orang-orang Nasrani,

ِ ِ ِ ِ
] 65 / ‫[ التوبة‬ ‫اب َن َمريَ َم‬ َ ‫ارُهم َوُرهبَانَ ُهم أَربَابًا من ُدون اللَّه َوال َمس‬
‫يح‬ َ َ‫اتَّ َخ ُذوا أَحب‬
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Alloh
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam.” [QS. At-Taubah (9): 31].

‘Adiy bin Hatim berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: Kami tidak beribadah
kepada mereka. Beliau mengatakan: Bukankah mereka menghalalkan apa yang Alloh
haramkan lalu kami ikut menghalalkannya? Dan mereka mengharamkan apa yang Alloh
halakan lalu kalian mengharamkannya? ‘Adiy: Ya. Beliau: Itulah ibadah kalian kepada mereka.
Alloh mencela mereka dan menamakan sebagai orang-orang musyrik. Padahal mereka tidak
tahu bahwa perbuatan mereka mengikuti orang-orang alim dan arhib-rahib dalam hal
penghalalan dan pengharaman adalah berkata ibadah kepada mereka. Sehingga mereka tidak
diudzur karena kebodohannya.

Andai saja ada orang yang mengatakan mengenai orang-orang Rafidhah di zaman ini:
Sesungguhnya mereka diudzur dalam hal celaan mereka kepada Syaikhain (Abu Bakar Ash-
Shiddiq dan Umar bin Khaththab) dan Aisyah karena mereka orang-orang yang bodoh dan
taqlid, tentu para ulama dan awam akan mengingkarinya. Ijma’ kaum Muslimin yang
disebutkan Syaikhul Islam rahimahullah bahwa barang siapa yang menjadikan perantara-
perantara antara dia dan Alloh, bertawakkal kepada mereka dan meminta kepada mereka untuk
mendatangkan kemanfaatan dan menolak mara bahaya bahwasanya ia kafir musyrik, ijma’
tersebut mencakup orang bodoh dan selainnya … Al-Qur'an membantah orang yang
mengatakan: “sesungguhnya orang yang taqlid dalam kesyirikan diudzur.” Orang semacam ini
telah berdusta dan mengada-ada atas nama Alloh. Alloh Ta'ala telah berfirman mengenai
orang-orang yang taqlid yang menjadi penghuni neraka,

153
Ketika menafsirkan ayat ini Al-Hafizh Ibnu Katsir menukilkan perkataan Imam Ath-Thabariy dan
menyetujuinya. Imam Al-Baghawi mengatakan mengenai ayat ini, “Dalam ayat ini terkandung dalil bahwa orang
kafir -yang mengira bahwa diennya di atas kebenaran-, orang yang juhud (mengingkari) dan orang yang mu’anid
(membangkang) sama saja.”
62
] 62 / ‫[ األحزاب‬ َّ ‫ضلونَا‬
‫السبِ َيل‬ َ َ‫فَأ‬ َ ‫إِنَّا أَطَعنَا َس‬
‫ادتَنَا َوُكبَ َراءَنَا‬
“Sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu
mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” [QS. Al-Ahzab (33): 67].

Alloh subhanahu berfirman menceritakan perkataan orang-orang kafir,

. ] 66 / ‫إِنَّا َو َجدنَا آَبَاءَنَا َعلَى أ َُّمة َوإِنَّا َعلَى َآثَا ِرِهم ُمهتَ ُدو َن [ الزخرف‬
"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya
kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." [QS. Az-
Zukhruf (43): 22].

Dalam ayat yang lain,

] 66 / ‫[ الزخرف‬ ‫إِنَّا َو َجدنَا آَبَاءَنَا َعلَى أ َُّمة َوإِنَّا َعلَى َآثَا ِرِهم ُمقتَ ُدو َن‬
"Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya
kami adalah pengikut jejak-jejak mereka." [QS. Az-Zukhruf (43): 23].

Dengan ayat ini dan yang semisalnya para ulama berdalil bahwa dalam masalah tauhid,
risalah dan pokok-pokok dien tidak boleh taqlid dan menjadi kewajiban bagi setiap mukallaf
untuk mengetahui tauhid beserta dalilnya, demikian juga risalah dan pokok-pokok dien yang
lainnya, karena dalil-dalil pokok-pokok ini jelas terlihat, walillahil hamd154, dimana dalil-
dalilnya tidak hanya diketahui oleh para ulama.”155

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Yang


mengherankan bahwa ada sebagian orang yang apabila mendengar ada orang yang berbicara
mengenai makna kalimat tauhid ini dari sisi penafian dan penetapan, sebagian orang itu kontan
mencela orang tersebut. Dan berkata, “Kita tidak dibebani kewajiban mengomentari dan
mengkritik mereka.” Maka dikatakan kepadanya, “Bahkan engkau dibebani kewajiban untuk
mengetahui tauhid yang menjadi tujuan Alloh menciptakan jin dan manusia dan semua rasul
diutus untuk mengajak kepadanya. Engkau juga berkewajiban untuk mengetahui lawan tauhid,
yaitu syirik. Dimana seorang mukallaf tidak akan diampuni dan diudzur ketika ia bodoh akan
hal itu. Tidak boleh taklid dalam hal itu. Karena itu adalah pokok dasar Islam. Barang siapa
yang tidak mengetahui kebaikan (ma’ruf) dan tidak mengingkari kemungkaran maka ia pasti
binasa. Terutama kebaikan yang terbesar, yaitu tauhid dan kemungkaran terbesar, yaitu
syirik.”156

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Ada yang berpendapat:


Setiap orang kafir telah berbuat salah. Orang-orang musyrik pasti punya pelbagai takwilan
alasan. Mereka meyakini bahwa kesyirikan mereka terhadap orang-orang shalih adalah bentuk
pengagungan kepada mereka. Mereka meyakini orang-orang shalih yang mereka agungkan
akan memberikan manfaat dan menolak madharat dari mereka. Namun mereka tidak diudzur
karena kesalahan dan takwilan-takwilan tersebut. Bahkan Alloh Ta'ala berfirman,

154
Ketahuilah itu wahai penuntut ilmu. Dan perhatikan dalilnya dan jadikan itu sebagai manhajmu.
155
Ad-Durar As-Saniyyah X / 391 – 394.
156
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Al-Intishar Li Hizbillah Al-Muwahhidin, hal 16.
63
‫ين اتَّ َخ ُذوا ِمن ُدونِِه أَولِيَاءَ َما نَعبُ ُد ُهم إَِّل لِيُ َقربُونَا إِلَى اللَّ ِه ُزل َفى إِ َّن اللَّهَ يَح ُك ُم‬ ِ َّ
َ ‫َوالذ‬
َّ ‫اذب َك‬
] 6 / ‫فار [ الزمر‬
ِ ‫ب ي نَ هم فِي ما ُهم فِ ِيه يختَلِ ُفو َن إِ َّن اللَّهَ َل ي ه ِدي من ُهو َك‬
َ َ َ َ َ ُ َ
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya."
Sesungguhnya Alloh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Alloh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar.” [QS. Az-Zumar (39): 3].

Dan para ulama rahimahumullahu ta'ala telah menempuh jalan istiqamah (lurus).
Mereka menyebutkan bab hukum orang murtad (dalam kitab-kitab mereka). Tidak seorang pun
dari mereka yang mengatakan: bahwasanya apabila ada orang yang mengucapkan ucapaan
kekafiran atau melakukan kekafiran sementara ia tidak mengetahui bahwa itu bertentangan
dengan dua kalimat syahadat maka ia tidak kafir karena kebodohannya. Malahan Alloh
menjelaskan dalam kitab-Nya: bahwa sebagian orang-orang musyrik adalah orang-orang yang
bodoh dan taklid. Namun sangsi Alloh tidak dihindarkan dari mereka karena kebodohan dan
taklid mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh Ta'ala,

‫ب َعلَي ِه أَنَّهُ َمن‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫َوِم َن الن‬


َ ‫) ُكت‬2( ‫َّاس َمن يُ َجاد ُل في اللَّه بغَي ِر علم َويَتَّب ُع ُك َّل َشيطَان َم ِريد‬
. ) ] 4 , 6 / ‫الس ِعي ِر [ احلج‬ ِ ‫ضلهُ َويَه ِد ِيه إِلَى َع َذ‬
َّ ‫اب‬ ِ ‫تَ وَّلهُ فَأَنَّهُ ي‬
ُ َ
“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Alloh tanpa ilmu pengetahuan dan
mengikuti setiap syaitan yang jahat, yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa
barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke
azab neraka.” [QS. Al-Hajj (22): 3-4].”157

Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullah berkata, "Sesungguhnya syirik akbar


berupa beribadah kepada selain Alloh dan memalingkannya kepada orang yang mereka
persekutukan dengan Alloh baik dari para nabi, wali dan orang-orang shalih, maka
sesungguhnya tidak seorang pun yang diudzur karena kebodohannya dalam syirik akbar ini.
Bahkan mengetahui dan mengimani masalah ini termasuk di antara prinsip-prinsip dasar Islam.
Oleh karena itu, maka setiap muslim harus memusuhi, marah, mencela, dan mencerca orang-
orang musyrik. Maslahat pengingkaran syirik akbar ini jelas lebih kuat daripada mafsadat
meninggalkan hal itu dengan alasan apapun.”158

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata menjelaskan


perbedaan antara Ahli Sunnah dan Mu’tazilah mengenai keabsahan iman orang yang taklid,
“Wajib atas setiap orang untuk mengetahui tauhid dan rukun Islam berikut dalilnya. Tidak
boleh taklid dalam semua itu. Namun orang awam yang tidak mengetahui dalil-dalil akan
semua itu, bila ia meyakini ke-esaan Alloh, kerasulan Muhammad, beriman kepada
kebangkitan manusia dari kematian, beriman kepada surga dan neraka, perkara-perkara syirik
yang dilakukan di pelbagai kuburan adalah sesuatu yang batil dan merupakan kesesatan;
apabila ia meyakini semua itu dengan keyakinan yang mantap tidak ada keraguan sedikit pun
padanya159, maka ia adalah muslim meskipun ia dalil-dalil tadi tidak diterjemahkan untuknya.
Karena, apabila kaum Muslimin yang awam ditalkinkan (dibacakan) dalil kepada mereka,
biasanya mereka tidak memahami maknanya.”160

157
Ad-Durar As-Saniyyah XI / 478 , 479.
158
Kasyfu Asy-Syubhatain hal 63, 64.
159
Meyakininya tanpa ada keraguan dan kebimbangan.
160
Ad-Durar As-Saniyyah X / 409.
64
Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahullah berkata, “Dalam masalah ini harus ada
rincian yang akan menghilangkan persoalan. Yaitu perbedaan antara orang taklid yang
memiliki kesempatan untuk berilmu dan mengetahui kebenaran namun ia berpaling darinya,
dan orang taklid yang tidak memiliki kesempatan untuk itu dengan cara apapun. Dua-duanya
ada dalam realita. Orang taklid yang memiliki kesempatan namun berpaling maka ia salah dan
meninggalkan kewajiban yang terbebankan atasnya. Ia tidak diudzur di sisi Alloh. Sedangkan
orang yang tidak mampu bertanya dan mengetahui ilmu yang tidak memiliki kesempatan
berilmu dengan cara apapun, orang semacam ini ada dua golongan. Pertama, yang
menginginkan petunjuk, lebih mengutamakannya, mencintainya namun ia tidak mampu
menjangkaunya dan tidak pula mampu mencarinya karena tidak ada yang menunjukkannya
(mursyid). Maka stautus hukum orang semacam ini sama dengan status hukum ahlul fatrah dan
orang yang belum terkena da’wah. Kedua, yang berpaling, tidak ada keinginan dan tidak
pernah berniat untuk merubah keadaannya. Yang pertama mengatakan: Wahai Rabbku,
seandainya aku tahu Engkau mempunyai dien yang lebih baik dari dienku sekarang pasti aku
akan memeluk dien tersebut dan aku tinggalkan dienku yang sekarang. Namun aku tidak tahu
selain dienku sekarang ini dan aku tidak mampu atas selainnya. Inilah puncak daya upayaku
dan akhir pengetahuanku. Yang kedua ridha dengan keadaannya, tidak mengutamakan selain
diennya atas diennya sekarang ini, tidak pula mencari selain diennya. Tidak ada perbedaan
baginya baik dalam kondisi tidak mampu maupun dalam kondisi mampu. Kedua kondisinya
tersebut sama, tidak berbuat apa-apa. Yang kedua ini tidak suka untuk diikutkan dengan yang
pertama karena jelas ada perbedaan antara keduanya. Yang pertama seperti orang yang
mencari dien yang benar di masa fatrah namun tidak berhasil mendapatkannya. Sehingga ia
tidak memeluk dien yang benar setelah mencurahkan daya upaya dalam mencarinya karena
ketidakberdayaannya dan kebodohannya. Yang kedua seperti orang yang tidak mencari dien
yang benar, mati di atas kesyirikannya dan sekalipun ia mencarinya ia tidak akan mampu. Jelas
ada perbedaan antara ketidakberdayaan orang yang mencari dan ketidakberdayaan orang yang
berpaling.”161

Tidak diudzurnya Ahlul Fatrah yang Tidak Mempunyai Hujjah


dan Burhan Menjadi Bukti Ketidakdiudzuran Mereka Ketika
Sudah Ada Al-Qur'an dan As-Sunnah, Karena ketika Sudah ada
Al-Qur'an dan As-Sunnah berrati mereka Lebih Utama Untuk
Tidak Diudzur
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Oleh
karena itu vonis kafir dijatuhkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang-orang
musyrik Arab yang tidak bisa baca tulis (ummiyyiin) pada masa jahiliah secara ta’yin karena
jelasnya dalil-dalil dan nampaknya bukti-bukti tauhid. Dalam hadits Al-Muntafiq, “Setiap
engkau melewati sebuah kuburan baik kuburan orang Daus ataupun orang Quraisy maka
katakan padanya: sesungguhnya Muhammad memberikan kabar gembira untukmu bahwa
kamu akan masuk neraka.”

Lihatlah hadits ini. Mereka adalah ahlul fatrah. Lalu bagaimana dengan umat ini yang
sudah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an, hadits-hadits Nabi, dan hukum-hukum fikih mengenai
wajibnya tauhid dan perintah untuk bertauhid serta haramnya syirik dan larangan dari
menyekutukan Alloh dalam beribadah? Apabila ia termasuk di antara orang yang sudah
membaca Al-Qur'an maka urusannya menjadi besar dan bahaya. Apalagi bila ia membangkang

161
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 184.
65
dalam membolehkan kesyirikan dan mengajak kepada beribadah kepada orang-orang shalih
dan para wali serta mengklaim bahwa syirik itu sunnah hukumnya dan Al-Qur'an
menganjurkannya, maka kekafirannya lebih jelas daripada jelasnya matahari di siang bolong.
Orang yang mengetahui Islam, hukum-hukumnya162 dan dasar-dasarnya tidak akan ragu-ragu
dalam mengkafirkannya.”163

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa
Alloh Ta'ala tidak menerima udzur orang-orang jahiliah yang memiliki kitab suci atas syiril
akbar ini. Sebagaimana dalam hadits ‘Iyadh bin Himar: dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Alloh memandang penduduk bumi maka Dia pun murka kepada mereka baik orang Arab
maupun orang ajamnya (non Arab) kecuali sisa-sisa ahli kitab.” Lalu bagaimana sebuah umat
akan diudzur semntara kitab Alloh ada di hadapan mereka. Mereka membaca dan
mendengarnya. Itu adalah hujjah Alloh atas para hamba-Nya. Sebagaimana firman Alloh
Ta'ala,

ِ َ‫احد َولِيَ َّذ َّكر أُولُو اْلَلب‬


‫اب‬ ِ ‫َّاس ولِي ن َذروا بِ ِه ولِي علَموا أَنَّما هو إِلَه و‬
َ َُ َ ُ َ َ
ِ
ُ ُ َ ِ ‫َه َذا بََلغ للن‬
] 16 / ‫[ إبراهيم‬
َ
.)
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang
Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” [QS. Ibrahim (14):
52].”164

Ghalibnya (biasanya) Setiap Orang Musyrik Mempunyai Sebuah


Syubhat Yang Mengharuskan Kekafirannya:
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Biasanya
setiap orang musyrik mempunyai syubhat yang membuatnya kafir dan musyrik.165 Alloh Ta'ala
berfirman,

، ] 541 / ‫لَو َشاءَ اللَّهُ َما أَش َركنَا َوَل آَبَا ُؤنَاِ… اآلية [ األنعام‬
“Jika Alloh menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya.”
[QS. Al-An’am (6): 148].

Alloh Ta'ala berfirman,

، ] 61 / ‫لَو َشاءَ اللَّهُ َما َعبَدنَا ِمن ُدونِِه ِمن َشيء [ النحل‬
“Jika Alloh menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia.”
[QS. An-Nahl (16): 35].

Mereka terpengaruh syubhat Qadariyah, sehingga menolak perintah, dien, dan syariat Alloh
Ta'ala dengan alasan kehendak-Nya yang bersifat qadari dan kauni. Orang-orang Nasrani

162
Perhatikan ini. Kenalilah kebodohan orang yang mengudzur para penyembah kubur di Mesir dan Sudan. Kami
berlindung kepada Alloh dari kesesatan.
163
Minhaj At-Ta’sis wa At-Taqdis hal 102.
164
Ad-Durar As-Saniyyah XI / 466.
165
Tidak setiap orang yang datang kepada kita membawa syubhat lantas kita mengudzurnya.
66
terpengaruh syubhat bahwa Alloh mempunyai anak, masalah trinitas, keberadaan Al-Masih
(Nabi Isa) diciptakan tanpa ayah, tetapi diciptakan dengan kalimat-Nya. Sehingga perkara ini
menjadi kabur bagi mereka. Karena mereka dikenal termasuk umat yang bodoh dan tidak
mengerti masalah-masalah dien (agama). Oleh karena itu mereka menyangka bahwa kalimat-
Nya itu menyatu dalam tabiat manusia dan kalimat-Nya itu adalah diri Al-Masih. Mereka tidak
membedakan antara penciptaan Nabi Isa dan perintah. Mereka tidak tahu bahwa penciptaan
Nabi Isa terjadi dengan kalimat-Nya, bukan kalimat-Nya itu yang menjadi Nabi Isa. Alloh
menyinggung syubhat mereka dan membantah serta mematahkannya dalam beberapa tempat
dalam kitab-Nya. Sebagai misal firman Alloh Ta'ala,

َ ‫يسى ِعن َد اللَّ ِه َك َمثَ ِل آ‬


، ] 15 / ‫َد َم [ آل عمران‬ ِ ِ
َ ‫إ َّن َمثَ َل ع‬
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Alloh, adalah seperti (penciptaan) Adam.” [QS.
Ali Imran (3): 59].

Dan firman Alloh Ta'ala,


. ] 525 / ‫اها إِلَى َمريَ َم [ النساء‬ ِ
َ ‫َوَكل َمتُهُ أَل َق‬
“Dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam.” [QS.
An-Nisaa’ (4): 171].

Dan mayoritas musuh para rasul mempunyai banyak syubhat166.

Mengudzur Kesalahan dalam Syirik Akbar Berkonsekuensi Tidak


Dikafirkannya Kelompok-kelompok dari Kalangan Orang-orang
Kafir dan Zindiq dimana Umat Sudah Berijma’ atas Kekafirannya
dan atas Kekafiran Orang yang Ragu-ragu akan Kekafiran
Kelompok Tersebut:
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Yang
menyebabkan kelompok Ittihadiyyah dan Hululiyyah terjerumus dalam kekafiran yang nyata,
kesyirikan yang besar dan menihilkan wujud Alloh Raabul ‘alamin tidak lain karena kesalahan
mereka dalam masalah dimana mereka berijtihad di dalamnya. Sehingga mereka sesat dan
menyesatkan dari jalan yang lurus. Dibunuhnya Al-Hallaj –berdasarkan kesepakatan para mufti
untuk membunuhnya- tidak lain karena sesatnya ijtihadnya. Kekafiran Al-Qaramithah dan
keburukan yang mereka lakukan dan melepaskan dari dari syariat tidak lain karena ijtihad yang
mereka klaim. Rafidhah berpendapat sangat parah, menghalalkan kekafiran, kesyirikan,
peribadatan kepada para imam dua belas dan imam yang lainnya, mencela para sahabat
Rasulullah SAW, Ummul Mukminin Ash-Shiddiqah Binti Ash-Shiddiq (Aisyah Binti Abu
Bakar) h, tidak lain juga karena ijtihad yang mereka klaim!?.”167

Kekafiran Tidak Berlaku Hanya Untuk Orang yang


Membangkang (Mu’anid) Tetapi Juga Berlaku Untuk Orang yang
Melakukan Kekafiran Karena Tidak Tahu Hukumnya:

166
Minhaj At-Ta’sis wa At-Taqdis hal 102 – 103.
167
Minhaj At-Ta’sis wa At-Taqdis hal 218.
67
Syaikh Abdullah Abu Buthain rahimahullah berkata, “Beliau rahimahullah –
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah- berkata di tengah perkataannya yang panjang: Oleh karena itu,
mereka mengatakan: Barang siapa yang bermaksiat karena sombong layaknya Iblis maka ia
kafir berdasarkan kesepakatan ulama. Barang siapa yang bermaksiat karena mengikuti hawa
nafsu maka tidak kafir, menurut pendapat Ahlus Sunnah. Barang siapa yang melakukan sesuatu
yang diharamkan dengan menganggapnya halal (boleh) maka ia kafir berdasarkan kesepakatan
ulama.” Beliau melanjutkan, “Istihlal adalah meyakini bahwa hal yang diharamkan tersebut
hukum halal. Itu bisa terjadi terkadang dengan meyakinii bahwa Alloh tidak
mengharamkannya, terkadang dengan tidak meyakini bahwa Alloh telah mengharamkannya.
Ini bisa terjadi karena ada ketidak beresan dalam keimananya terhadap rububiyyah Alloh dan
kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan menjadi sebuah bentuk pengingkaran
yang tidak terbangun berdasarkan muqaddimah (pengantar). Terkadang ia mengetahui bahwa
Alloh telah mengharamkannya, namun kemudian tidak mau komitmen terhadap
pengharamannya dan menentangnya. Bentuk semacam ini lebih parah kekafiran daripada orang
sebelumnya.” Demikian perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Pernyataan
beliau dalam masalah semacam ini cukup banyak. Beliau tidak mengatakan hukum pengkafiran
berlaku hanya bagi orang yang membangkang (menentang) saja. Padahal beliau yakin bahwa
kebanyakan mereka adalah orang-orang bodoh, tidak tahu bahwa apa yang mereka katakan
atau lakukan adalah kekafiran. Namun demikian mereka tidak diudzur karena kebodohannya
dalam masalah-masalah semacam ini.”168

Beliau rahimahullahu ta'ala mengatakan, “Apabila pelaku syirik akbar diudzur karena
kebodohannya, lantas siapa orangnya yang tidak diudzur?! Konsekuensi anggapan ini: adalah
bahwasanya Alloh tidak punya hujjah atas seorang pun kecuali orang yang membangkang.
Meskipun pemilik anggapan ini tidak mungkin memberlakukan prinsipnya pada setiap
masalah. Pasti ia akan mengalami kontradiksi (pertentangan). Ia tidak mungkin ragu-ragu
dalam mengkafirkan orang yang ragu-ragu terhadap kerasulan Muhammad SAW, atau ragu-
ragu terhadap adanya hari kebangkitan, atau ragu-ragu terhadap salah satu pokok dien yang
lainnya. Orang yang ragu-ragu adalah orang yang bodoh. Para Fuqaha menyebutkan dalam
kitab-kitab fikih mengenai hukum orang yang murtad: bahwa ia adalah seorang muslim yang
kafir setelah sebelumnya Islam baik karena suatu ucapan, perbuatan, keragu-raguan, atau
keyakinan. Sebab timbulnya ragu-ragu adalah kebodohan. Konsekuensi dari ini: bahwa kami
tidak mengkafirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang bodoh169, orang-orang yang sujud
kepada matahari, bulan dan patung-patung berhala karena kebodohannya, dan tidak pula orang-
orang yang dibakar Ali Bin Abi Thalib rodhiyaAllohu 'anh. Karena Kami yakin mereka semua
orang-orang bodoh. Kaum Muslimin telah ijma’ atas kekafiran orang yang tidak mengkafirkan
orang-orang Yahudi dan Nasrani atau ragu-ragu tentang kekafiran mereka. Dan kami yakin
bahwa kebanyakan mereka adalah orang-orang bodoh.

Dalil-dalil atas tidak diterimanya udzur kebodohan dalam pokok


dien:
Kemudian beliau berkata, Syaikh Taqiyyuddin rahimahullahu ta'ala berkata, “Orang
yang mencela para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim, salah satu dari mereka, celaannya disertai
pengakuan bahwa Ali adalah ilah atau nabi, atau bahwa Jibril telah salah maka tidak ayal lagi
mengenai kekafiran orang ini. Bahkan tidak diragukan mengenai kekafiran orang yang tidak
mengkafirkannya. Ia melanjutkan: Barang siapa yang menklaim bahwa para sahabat telah
murtad setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat kecuali sedikit saja yang tidak sampai
belasan, atau bahwa mereka telah fasiq, maka tidak ragu lagi mengenai kekafiran orang yang

168
Ad-Durar As-Saniyyah X / 369, 370.
169
Camkan konsekuensi yang berbahaya ini.
68
mengatakan itu. Bahkan barang siapa ragu-ragu mengenai kekafirannya maka ia kafir170. Ia
mengatakan: Dan barang siapa mengira bahwa firman Alloh Ta'ala,

] 66 / ‫[ اإلسراء‬ ُ‫ك أ ََّل تَعبُ ُدوا إَِّل إِيَّاه‬


َ ‫ضى َرب‬
َ َ‫َوق‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” [QS. Al-
Isra (17): 23].

…bermakna menentukan takdir dan bahwa Alloh Subhanhu setiap kali menentukan takdir pasti
terjadi, dan menganggap para penyembah berhala mereka tidak beribadah kecuali hanya
kepada Alloh, maka ini adalah orang yang paling besar kekafirannya terhadap semua kitab.

Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengatakan perkataan ini adalah ulama,
orang yang zuhud dan ahli ibadah dan bahwa sebab klaim mereka ini adalah kebodohan. Alloh
Subhanahu mengkhabarkan mengenai orang-orang kafir: bahwa mereka dalam keraguan dari
apa yang diserukan oleh para rasul dan mereka juga ragu-ragu akan adanya kebangkitan.
Mereka mengatakan kepada para rasul mereka,

، ] 5 / ‫َوإِنَّا لَِفي َشك ِم َّما تَدعُونَنَا إِلَي ِه ُم ِريب [ إبراهيم‬


“Dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap
apa yang kamu ajak kami kepadanya.” [QS. Ibrahim (14): 9].

Alloh Ta'ala berfirman,

، ] 556 / ‫َوإِنَّ ُهم لَِفي َشك ِمنهُ ُم ِريب [ هود‬


“Dan sesungguhnya mereka (orang-orang kafir Mekah) dalam keraguan yang menggelisahkan
terhadap Al Quran.” [QS. Huud (11): 110].

Alloh Ta'ala berfirman memberitahukan mengenai mereka,

ِِ ِ
َ ‫إِن نَظُن إَِّل ظَنًّا َوَما نَح ُن ب ُمستَ يقن‬
، ] 66 / ‫ين [ اجلاثية‬
“Kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak
meyakini(nya).” [QS. Al-Jatsiyah (45): 32].

Alloh Ta'ala berfirman mengenai orang-orang kafir,

ِ ‫اطين أَولِياء ِمن ُد‬


ِ َّ‫ون الل‬ ِ ‫الشي‬
، ] 66 / ‫سبُو َن أَنَّ ُهم ُمهتَ ُدو َن [ األعراف‬
َ ‫ح‬َ‫ي‬‫و‬َ ‫ه‬ َ َ َ َ َّ ‫إِنَّ ُه ُم اتَّ َخ ُذوا‬
“Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Alloh, dan
mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” [QS. Al-A’raf (97): 179].

Alloh Ta'ala berfirman,

170
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak mengudzur kebodohan. Ungkapan ini sangat jelas dan gamblang dan
beliau tidak mengecualikan orang yang bodoh. Apa yang dinukilkan darinya bahwa ia mengudzur sekte
Jahmiyyah dan tidak mengkafirkan mereka. Ini dalam masalah asmaa’ dan sifat dan dalam masalah khafiyyah.
Sedangkan perkara-perkara yang nampak nyata semisal berdoa kepada para wali, thowaf di kuburan, atau
menyembelih untuk selain Alloh. Ibnu Taimiyyah tidak mengudzur dalam masalah-masalah tadi. Secara umum
sumber referensi kita adalah Al-Kitab dan As-Sunnah. Sedangkan Ibnu Taimiyyah dan ulama-ulama yang lain
tidak ma’shum (terjaga dari dosa).
69
‫ض َّل َسعيُ ُهم فِي ال َحيَاةِ الدن يَا َو ُهم‬
َ ‫ين‬ ِ َّ
َ ‫) الذ‬602( ‫ين أَع َم ًال‬ َ ‫س ِر‬
ِ
َ ‫قُل َهل نُنَبئُ ُكم باْلَخ‬
ِ
ُ ‫سبُو َن أَنَّ ُهم يُحسنُو َن‬
. ] 564 , 566 / ‫صن ًعا [ الكهف‬ َ ‫يَح‬
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” [QS. Al-
Kahfi (18): 103-104].

Alloh mensifati mereka sebagai orang yang sangat bodoh sebagaimana dalam firman Alloh
Ta'ala,

َ ِ‫ص ُرو َن بِ َها َولَ ُهم َآذَان َل يَس َمعُو َن بِ َها أُولَئ‬
‫ك‬ ِ ‫لَ ُهم قُلُوب َل ي ف َق ُهو َن بِ َها ولَ ُهم أَعين َل ي ب‬
ُ ُ َ َ
‫َكاْلَن َع ِام بَل ُهم‬
، ] 525 / ‫ك ُه ُم الغَافِلُو َن [ األعراف‬
َ ِ‫ضل أُولَئ‬ َ َ‫أ‬
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Alloh)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” [QS. Al-A’raf (97): 179].

Alloh mencela orang-orang yang taqlid dengan firman-Nya mengenai mereka,

. ] 66 / ‫إِنَّا َو َجدنَا آَبَاءَنَا َعلَى أ َُّمة َوإِنَّا َعلَى َآثَا ِرِهم ُمهتَ ُدو َن [ الزخرف‬
"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya
kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." [QS. Az-
Zukhruf (43): 22].
Dalam ayat lain,

] 66 / ‫[ الزخرف‬ ‫إِنَّا َو َجدنَا آَبَاءَنَا َعلَى أ َُّمة َوإِنَّا َعلَى َآثَا ِرِهم ُمقتَ ُدو َن‬
"Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya
kami adalah pengikut jejak-jejak mereka." [QS. Az-Zukhruf (43): 23],
Namun meskipun demikian juga Alloh tetap mengkafirkan mereka …

Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad bin Qudamah rahimahullahu ta'ala


berkata ketika menyelesaikan perkataannya: Apakah setiap mujtahid pasti benar? Ia merajihkan
(menguatkan) pendapat jumhur ulama bahwa tidak setiap mujtahid pasti benar. Tetapi
kebenaran ada pada salah satu pendapat para mujtahid yang berbeda pendapat tersebut. Ia
berkata: Al-Jahizh mengklaim bahwa orang yang menyelisihi millah Islam, bila ia mencari
namun tidak mampu sampai mengetahui kebenaran maka ia diudzur lagi tidak berdosa. Sampai
perkataannya: Mengenai pendapat Al-Jahizh jelas batilnya, merupakan kekafiran kepada Alloh
dan bentuk penolakan kepada Alloh dan Rasul-Nya. Karena kita mengetahui dengan pasti
bahwa Nabi n memerintahkan Yahudi dan Nasrani untuk memeluk Islam dan mengikuti
beliau, mencela atas sikap bersikeras mereka dan semua mereka diperangi serta yang sudah
baligh (dewasa dibunuh). Kami juga mengetahui bahwa orang yang membangkang yang
mengerti apa yang dikatakannya berjumlah sedikit. Yang paling banyak adalah para muqallid
yang meyakini dien nenek moyang masalah karena taqlid dan mereka tidak tahu mu’jizat

70
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kebenaran beliau. Ayat-ayat Al-Qur'an yang
menunjukkan akan hal ini sangat banyak jumlahnya, seperti:

1) firman Alloh Ta'ala,


، ] 62 / ‫ين َك َف ُروا [ ص‬ ِ َّ َ ِ‫َذل‬
َ ‫ك ظَن الذ‬
“Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir.” [QS. Shaad (38): 27].

2) firman Alloh Ta'ala,


، ] 66 / ‫َو َذلِ ُكم ظَن ُك ُم الَّ ِذي ظَنَ نتُم بَِرب ُكم أَر َدا ُكم [ فصلت‬
“Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia
telah membinasakan kamu.” [QS. Fushshilat (41): 23].

3) firman Alloh Ta'ala,


، ] 64 / ‫إِن ُهم إَِّل يَظُنو َن [ اجلاثية‬
“Mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” [QS. Al-Jatsiyah (45): 24].

4) firman Alloh Ta'ala,


، ] 51 / ‫سبُو َن أَنَّ ُهم َعلَى َشيء [ اجملادلة‬
َ ‫َويَح‬
“Dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat).” [QS. Al-
Mujadilah (58): 18].

5) firman Alloh Ta'ala,


، ] 62 / ‫سبُو َن أَنَّ ُهم ُمهتَ ُدو َن [ الزخرف‬
َ ‫َويَح‬
“Dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” [QS. Az-Zukhruf (43): 37].

6) firman Alloh Ta'ala,

‫ض َّل َسعيُ ُهم فِي ال َحيَاةِ الدن يَا َو ُهم‬


َ ‫ين‬ ِ َّ
َ ‫) الذ‬602( ‫ين أَع َم ًال‬ َ ‫س ِر‬
ِ
َ ‫قُل َهل نُنَبئُ ُكم باْلَخ‬
ِ
ُ ‫سبُو َن أَنَّ ُهم يُحسنُو َن‬
، ] 564 , 566 / ‫صن ًعا اآلية [ الكهف‬ َ ‫يَح‬
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” [QS. Al-
Kahfi (18): 103-104]

… secara umum celaan kepada orang-orang yang mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam yang terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tidak terhitung banyaknya.

Para ulama menyebutkan bahwa barang siapa yang mengingkari wajibnya ibadah
yang lima (mungkin maksudnya rukun Islam atau shalat lima waktu -pent.), atau mengatakan
salah satu yang lima tersebut hukumnya sunnah, bukan wajib, atau mengingkari halalnya roti
dan yang semisalnya, atau mengingkari haramnya khmaer dan yang semisalnya, atau ragu-ragu
mengenai hal itu sedangkan orang yang semisalnya mengetahuinya maka ia kafir. Namun bila
orang yang semisalnya tidak mengetahuinya maka ia harus dijelaskan. Namun bila ia
bersikeras memegangi pendapatnya maka ia kafir dan harus dibunuh. Para ulama tersebut tidak
mengatakan: apabila kebenaran telah jelas menurut mereka lalu membangkang (menetangnya)

71
maka ia kafir. Juga, kami tidak mengetahui ia membangkang sebelum ia mengatakan: saya
tahu itu adalah kebenaran, tapi saya tidak mau komitmen dengannya dan tidak berpendapat
dengannya. Komentar semacam ini nyaris tidak akan kita temukan. Para ulama dari setiap
madzhab telah menyebutkan banyak hal yang tidak mungkin tidak bisa dibatasi dari perkataan,
perbuatan dan keyakinan, bahwasanya pelakunya menjadi kafir dengannya. Mereka tidak
mensyaratkan vonis pengkafirannya hanya berlaku terhadap orang yang membangkang. Orang
yang mengklaim bahwa pelaku kekafiran dengan alasan takwil, ijtihad, salah, taklid, atau
bodoh tentang hukumnya, semuanya diudzur, maka ia telah menyelisihi Al-Kitab, As-Sunnah
dan ijma’ tanpa diargukan lagi. Padahal prinsipnya harus batal dan seandainya prinsipnya
diberlakukan secara umum maka ia kafir tanpa ada keraguan. Sebagaimana seandainya
ragu-ragu dalam mengkafirkan orang yang ragu-ragu tentang kerasulan Muhammad n dan
yang semisalnya.”171

Syubhat Yang Selalu Dijadikan Dalil Oleh Orang-orang Yang


Menyelisihi:
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Sebagian
orang yang membela orang-orang musyrik mendebat dengan berdalil dengan kisah orang yang
berwasiat kepada keluarganya untuk membakarnya setelah kematiannya. Mereka berpendapat
bahwa orang yang melakukan kekafiran karena kebodohan maka ia tidak kafir. Dan tidak ada
yang bisa dikafirkan kecuali orang yang membangkang (mu’anid).

Jawaban atas semua itu: bahwa Allohu Ta’ala mengutus para rasul-Nya sebagai
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia
membantah Alloh sesudah diutusnya para rasul itu. Perkara terbesar yang dengannya mereka
diutus dan kepadanya mereka mengajak adalah beribadah hanya kepada Alloh semata, tiada
sekutu bagi-Nya dan melarang dari kesyirikan yang ia adalah beribadah kepada selain-Nya.
Bila pelaku syirik akbar diudzur karena kebodohannya, lalu siapa orang yang tidak diudzur?!

Adapun lelaki yang berwasiat kepada keluarganya untuk membakarnya dan bahwa
Alloh mengampuninya padahal ia ragu-ragu pada salah satu sifat Alloh Tabaraka wa Ta’ala,
maka Alloh mengampuninya karena tidak sampainya risalah kepadanya. Demikian juga lebih
dari satu ulama yang mengatakan semacam ini. Oleh karena itu Syaikh Taqiyuddin: “Barang
siapa yang ragu-ragu pada salah satu sifat Alloh Ta'ala, sementara orang yang semisalnya
mengetahuinya maka ia kafir dan bila orang yang semisalnya tidak mengetahuinya maka ia
tidak kafir. Oleh karena itu Nabi n tidak mengkafirkan lelaki yang ragu-ragu mengenai
kekuasaan (kemampuan) Alloh Ta'ala. Karena, ia tidak dikafirkan kecuali setelah sampainya
risalah. Demikian juga apa yang dikatakan Ibnu ‘Uqail. Ia memahami bahwa lelaki itu belum
terkena da’wah.”

Syaikh Taqiyuddin memilih pendapat mengenai sifat-sifat Alloh ini: bahwasanya


orang yang bodoh tidak dikafirkan. Sedangkan dalam syirik akbar dan yang semisalnya tidak
demikian. Sebagaimana akan engkau jumpai sebagian perkataannya insya Alloh Ta'ala. Kami
sudah sampaikan beberapa perkataannya mengenai golongan Ittihadiyyah (penganut keyakinan
wihdatul wujud) dan sikapnya yang mengkafirkan orang yang ragu-ragu mengenai kekafiran
mereka. Penulis kitab Ikhtiyarat mengatakan: “Orang murtad adalah orang yang menyekutukan
Alloh, membenci Rasul-Nya atau ajaran yang dibawanya, tidak mengingkari setiap orang yang
mengingkari dengan hatinya172, ragu-ragu bahwa ada di antara para sahabat yang berperang
bersama orang-orang kafir atau membolehkannya, mengingkari salah satu masalah cabang
syariat yang sudah disepakati berdasarkan ijma’ qath’iy (meyakinkan), atau menjadikan
171
Ad-Durar As-Saniyyah XII / 69 – 73.
172
Perhatikan itu wahai saudara muwahhid.
72
perantara-perantara antara dia dan Alloh, ia bertawakkal kepada mereka, berdoa kepada
mereka dan memanjatkan permintaan kepada mereka maka ia kafir berdasarkan ijma’. Dan
barang siapa yang ragu-ragu tentang salah satu sifat Alloh Ta'ala sementara orang semisalnya
mengetahuinya maka ia murtad, namun bila orang semisalnya tidak mengetahuinya maka ia
tidak murtad173. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkafirkan lelaki yang
ragu-ragu tentang kekuasaan (kemampuan) Alloh. Pada mukaffirat (perkara-perkara yang
membuat orang kafir) yang disebutkan di muka beliau tidak memberikan rincian. Dan
membedakan dalam masalah sifat Alloh antara orang yang bodoh dan selainnya. Padahal
pendapat Syaikh: bahwa ia tidak mengkafirkan golongan Jahmiyyah dan yang semisal dengan
mereka bertentangan dengan berbagai pernyataan Imam Ahmad dan imam-imam Islam
lainnya.

Al-Majd rahimahullahu ta'ala berkata, “Kami mengkafirkan orang yang mengajak


kepada setiap perkara bid’ah. Kami memvonis fasik orang yang taklid melakukan bid’ah
tersebut. Seperti orang untuk mengatakan Al-Qur'an makhluk, ilmu Alloh makhluk, nama-
nama-Nya makhluk, Dia tidak dilihat di akhirat, mencela para sahabat g sebagai dien, atau
iman hanya sekadar keyakinan dan hal-hal semisalnya. Barang siapa yang mengetahui bid’ah-
bid’ah tersebut lantas ia mengajak untuk melakukannya dan membelanya dalam forum-forum
diskusi maka ia dihukumi kafir. Imam Ahmad menyatakan hal itu dalam beberapa tempat.”
Demikian perkataan Al-Majd. Lihatlah bagaimana ia mengkafirkan mereka meskipun dalam
keadaan bodoh.”174

Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahullah berkata, “Hadits tentang seorang


lelaki yang memerintahkan keluarganya untuk membakarnya adalah seorang yang bertauhid,
bukan orang musyrik. Hal ini terbukti melalui jalur periwayatan Abu Kamil, dari Hammad,
dari Tsabit, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, “Ia tidak melakukan kebaikan satu pun kecuali
tauhid.”175 Maka batalloh berargumen dengan hadits ini dalam masalah yang sedang
dipertentangkan ini.”176

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

173
Ibnu Taimiyyah t tidak mengkafirkan orang yang bodoh mengenai sifat-sifat Alloh.
174
Ad-Durar As-Saniyyah XII / 68 – 74.
175
Camkan hal ini.
176
Minhaju At-Ta’siis wa At-Taqdiis hal 218.
73
Pasal Keenam:
Tegaknya Hujjah177
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta'ala berkata, "Dengan
menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kepada saudara-saudaraku:
semoga salam sejahtera, rahmat Alloh dan barakah-barakah-Nya dilimpahkan kepada kalian.

Wa ba’du: Apa yang kalian sebutkan mengenai perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah bahwa setiap orang yang mengingkari (juhud) ini dan ini sedangkan hujjah sudah
tegak padanya; dan bahwasanya kalian ragu-ragu berkaitan dengan para thaghut itu dan para
pengikut mereka, apakah hujjah sudah tegak atas mereka; maka ini adalah suatu hal yang
sangat mengherankan, bagaimana bisa kalian masih ragu-ragu dalam masalah ini padahal
sudah sering saya jelaskan kepada kalian?! Sesungguhnya orang yang hujjah belum tegak
padanya adalah orang yang baru masuk Islam, orang yang tinggal di pedalaman yang tidak
terjangkau, atau itu dalam masalah yang khafiyyah (samar/belum jelas) semisal ash-sharfu
(sihir untuk membuat seseorang menjadi benci kepada orang lain) dan al-‘athfu (sihir
pengasihan/pelet untuk membuat seseorang menjadi suka kepada orang lain), apabila dalam
salah satu dari tiga hal tadi maka orangnya tidak kafir sebelum ia di-ta’rif (dijelaskan) terlebih
dahulu. Adapun apabila berkaitan dengan masalah-masalah yang termasuk pokok dien yang
telah Alloh jelaskan dan tegaskan dalam kitab-Nya, maka hujjah Alloh dalam masalah itu
adalah Al-Qur’an, barang siapa yang sudah sampai Al-Qur'an kepadanya maka berarti hujjah
sudah sampai kepadanya178. Akan tetapi pokok permasalahannya adalah bahwa kalian tidak
membedakan antara tegak hujjah dan paham hujjah179. Karena mayoritas orang-orang kafir dan
orang-orang munafiq yang masih menjadi bagian dari kaum Muslimin (dalam hukum dunia)
mereka semua tidak paham hujjah Alloh di saat hujjah Alloh sebenarnya sudah tegak atas
mereka. Hal itu sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

‫[ الفرقان‬ َ َ‫َن أَكثَ َرُهم يَس َمعُو َن أَو يَع ِقلُو َن إِن ُهم إَِّل َكاْلَن َع ِام بَل ُهم أ‬
‫ضل َسبِ ًيل‬ َّ ‫ب أ‬
ُ‫س‬َ ‫أَم تَح‬
. ] 44 /
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu).” [QS. Al-Furqan (25): 44].

177
Yang dimaksud dengan tegaknya hujjah bukan menetapkan sifat kufur pada orang yang melakukannya. Namun
berkaitan dengan siksaan yang akan diterimanya kelak pada hari kiamat.
178
Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah ini adalah bahwa tidak ada udzur dalam
masalah-masalah yang zhahirah (jelas) semisal thawaf , sujud, berdoa, menyembelih, memutuskan hukum dengan
selain syariat Islam, kecuali orang yang baru masuk Islam atau orang yang tinggal di pedalaman yang tidak
terjangkau Islam. Seseorang tidak diudzur kecuali dalam masalah khafiyyah, dimana orang yang melanggarnya
tidak boleh dikafirkan sebelum hujjah ditegakkan atasnya. Dengan itu menjadi jelaslah bagimu akan kesesatan
orang yang mengudzur dalam masalah-masalah zhahirah. Sedangkan orang yang mati di atas kesyirikan sampai
sekalipun belum sampai Islam kepadanya maka ia bersatatus hukum sebagai orang musyrik, ia tidak dinamakan
sebagai muslim berdasarkan ijma’. Ini berkaitan status hukumnya di dunia. Yang masih diperselisihkan berkaitan
dengan orang musyrik yang belum sampai Islam kepadanya adalah apakah kelak akan disiksa pada hari kiamat?
Pendapat yang benar adalah ia tidak disiksa. Hal itu berdasarkan firman Alloh Ta'ala, ‫ول‬
ً ‫ث َر ُس‬
َ ‫ين َحتَّى نَب َع‬ِ
َ ‫{ َوَما ُكنَّا ُم َعذب‬
}“Dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” [QS. Al-Isra (17): 15]. Karena Alloh
tidak akan menyiksa seorang pun kelak pada hari kiamat sebelum hujjah ditegakkan atasnya. Namun status
hukumnya di dunia adalah sebagai orang musyrik. Hukum berkaitan dengannya di dunia berbeda dengan di
akhirat. Perhatikan wahai penuntut ilmu.
179
Paham hujjah berbeda dengan tegak hujjah. Banyak penuntut ilmu yang salah dalam memahami masalah ini.
Karena pemahaman Abu Bakar dan Umar berbeda dengan pemahaman saya dan pemahamanmu. Dan perbedaan
ini sangat jauh dan jelas. Karena paham hujjah tidak disyaratkan.
Tegaknya hujjah berbeda dengan sampai hujjah. Hujjah sudah tegak atas mereka namun
pemahaman mereka terhadap hujjah adalah masalah lain. Kekafiran mereka karena sampai
hujjah kepada mereka meski mereka tidak memahaminya. Kalau kalian masih belum bisa
memahami hal ini silakan perhatikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkaitan
dengan khawarij, )) ‫وهم‬ ِ
ُ ُ‫وهم فَاق تُ ل‬
ُ ‫“ ((أَي نَ َما لَقيتُ ُم‬Di mana saja kalian jumpai mereka bunuhlah mereka.”
Dan, ))‫الس َم ِاء‬
َّ ‫ت أ َِد ِيم‬
َ ‫“ (( َشر قَ ت لَى تَح‬Mayat mereka adalah mayat paling buruk yang ada di bawah
kolong langit.” Padahal mereka hidup pada masa sahabat. Orang melihat amal para sahabat
kalah banyak daripada amal orang-orang khawarij. Meskipun manusia sepakat bahwa yang
mengeluarkan mereka dari dien adalah sikap ekstrim, berlebih-lebihan dan ijtihad. Mereka
menduga bahwa mereka telah taat kepada Alloh. Dan hujjah telah sampai kepada mereka,
namun mereka tidak memahami hujjah tersebut.

Demikian juga Ali bin Abi Thalib rodhiyaAllohu 'anh telah membunuh orang-orang
yang punya keyakinan sama dengan orang-orang khawarij. Ia membakar mereka dengan api.
Padahal mereka adalah murid-murid para sahabat, banyak beribadah, shalat, puasa dan mereka
menduga bahwa mereka ada di atas kebenaran.

Demikian juga ijma’ salaf atas pengkafiran para penganut sekte Qodariyah ekstrim dan
selain mereka padahal mereka berilmu dan sangat tekun beribadah serta mengira bahwa
mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Tidak seorang salaf pun yang ragu-ragu dalam
mengkafirkan mereka karena mereka tidak paham. Karena mereka semua memang tidak
paham. Jika kalian sudah tahu akan hal itu, maka keyakinan kalian adalah kekafiran. Orang-
orang beribadah kepada para thaghut dan memusuhi dienul Islam. Mereka mengklaim
perbuatan mereka itu bukan suatu kemurtadan. Barangkali memang mereka belum paham
hujjah padahal semua ini sudah jelas permasalahannya. Yang lebih jelas lagi: orang-orang yang
dibakar oleh Ali z mereka serupa dengan orang-orang ini.”180

Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahullahu ta'ala berkata, “Simaklah perkataan


guru kita –yakni Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab-, kami memohon semoga Alloh
memberikan kepadamu pemahaman yang benar dan menyelamatkanmu dari sifat fanatik buta.
Simaklah perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah bahwa setiap orang
yang sudah sampai Al-Qur'an kepadanya maka hujjah sudah tegak atasnya meski ia tidak
memahaminya. Pemahamannya inilah yang menjadi sebab kesalahan orang-orang yang salah
padahal ta’rif (penjelasan) itu kalau dalam masalah khafiyyah. Siapa yang pernah kami
ceritakan bahwa ia menjadi ta’rif dalam masalah pokok dien? Apakah setelah Al-Qur'an dan
Rasulullah SAW masih perlu lagi adanya penjelasan (ta’rif)? Kemudian ia melanjutkan, “Inilah
keyakinan kami dan para guru kami. Kami berlindung kepada Alloh dari kerusakan urusan
kami setelah bagusnya. Masalah ini banyak sekali dijumpai dalam tulisan-tulisan Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Karena para ulama musyrikin se-zaman dengan
beliau menentangnya dalam masalah takfir mu’ayyan (pengkafiran terhadap personal tertentu).

Lihatlah syarah (uraian) hadits ‘Amr bin ‘Abasah, dari awal hingga akhir semuanya
menguraikan masalah takfir mu'ayyan. Sampai beliau menukilkan di dalamnya perkataan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa barang siapa yang berdoa kepada Ali maka
ia kafir, dan barang siapa yang tidak mengkafirkannya maka ia kafir. Renungkanlah dalil-dalil
syar’i yang beliau sebutkan, dimana apabila orang berakal lagi obyektif merenungkannya,
apalagi orang beriman, maka ia akan tahu bahwa persoalan ini adalah persoalan yang sudah
disepakati. Yang masih mempersoalkan masalah ini hanya orang yang keyakinannya terkena
virus.”181

180
Ad-Durar As-Saniyyah 10 / 93 – 95.
181
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 178.
75
Beliau rahimahullahu ta'ala juga berkata, “Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah tersebut, setelah menyebutkan banyaknya orang
yang murtad keluar dari Islam setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana
orang-orang di zaman Abu Bakar rodhiyaAllohu 'anh yang divonis murtad karena menolak
membayar zakat. Dan sebagaimana para sahabat Ali dan penghuni masjid yang ada di Kufah,
dan Bani ‘Ubaid Al-Qoddaah. Mereka semua divonis murtad setiap personalnya. Kemudian
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melanjutkan: Mengenai ungkapan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah yang mereka kaburkan kepadamu, itu lebih keras dari ini semua.
Seandainya kami berpendapat dengan itu tentu kami telah mengkafirkan banyak ulama terkenal
personal-personalnya. Karena Syaikhul Islam rahimahullah menyatkan dengan terus terang
dalam ungkapannya itu bahwa personal tertentu (mu’ayyan) tidak boleh dikafirkan kecuali jika
hujjah sudah tegak atasnya. Jika personal tertentu harus dikafirkan jika hujjah sudah tegak
atasnya maka sudah menjadi hal yang ma’lum bahwa makna tegaknya hujjah bukan harus
paham182 firman Alloh dan sabda Rasul-Nya seperti kualitas pemahaman Abu Bakar Ash-
Shiddiq rodhiyaAllohu 'anh. Tetapi jika firman Alloh dan sabda Rasul-Nya sudah sampai
kepadanya dan tidak ada sesuatu yang menjadi udzur baginya maka ia kafir. Sebagaimana
halnya semua orang kafir, hujjah tegak atas mereka semua dengan Al-Qur'an padahal ada
firman Alloh Ta'ala,

. ) ] 12 / ‫إِنَّا َج َعلنَا َعلَى قُلُوبِ ِهم أَكِنَّةً أَن يَف َق ُهوهُ [ الكهف‬
“Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak)
memahaminya.” [QS. Al-Kahfi (18): 57].183

Beliau rahimahullah berkata, “Masalah kita ini adalah beribadah hanya kepada Alloh
semata, tiada sekutu bagi-Nya, berlepas diri dari peribadatan kepada selain-Nya dan
bahwasanya barang siapa disamping beribadah kepada Alloh juga beribadah kepada selain-Nya
maka ia telah menyekutukan Alloh (berbuat syirik) jenis syirik akbar yang mengeluarkan
pelakunya dari millah. Masalah ini adalah pokok dasar (ashlul ushul) dienul Islam.
Dengannyalah Alloh mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Hujjah tegak atas
manusia dengan (diutusnya) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan (diturunkannya) Al-
Qur'an kepada mereka. Demikianlah engkau dapati jawaban dari para imam dien (aimmatud
dien) ini dalam masalah prinsip ini ketika mengkafirkan orang yang menyekutukan Alloh.
Orang semacam itu harus dimintai untuk bertaubat. Kalau tidak mau bertaubat maka ia harus
dibunuh. Para imam dien itu tidak menyebutkan keharusan untuk men-ta’rif (menjelaskan)
dalam masalah-masalah pokok dien (al-ushul). Mereka menyebutkan keharusan adanya ta’rif
dalam masalah-masalah khafiyyah yang bisa jadi dalilnya masih samara di mata sebagian kaum
Muslimin. Sebagai missal masalah-masalah yang diperdebatkan oleh sebagian ahli bid’ah
semacam sekte Qodariyah dan Murjiah. Atau masalah-masalah khafiyah lainnya semacam ash-
sharfu dan al-‘athfu. Bagaimana mereka harus menjelaskan kepada para penyembah kubur
(‘ubbaadul qubuur) padahal mereka bukan orang Islam dan tidak masuk dalam dienul Islam.
Apakah masih tersisa suatu amalan bersama adanya kesyirikan. Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫وَل يد ُخلُو َن الجنَّةَ حتَّى يلِج الجمل فِي سم ال ِخي‬


… ] 46 / ‫اط [ األعراف‬َ َ ُ ََ َ َ َ َ َ َ
182
Maksud paham firman Alloh di sini adalah si hamba paham akan maksud Alloh dari dalil Al-Qur'an dan
mengetahui sisi pendalilan (yang menjadi dalil) darinya. Bukan maksudnya harus paham kandungan-kandungan
per-lafal dan makna-maknanya, yaitu al-bayan (penjelasan). Alloh Ta'ala berfirman, ‫َوَما أَر َسلنَا ِمن َر ُسول إَِّل بِلِ َس ِان قَوِم ِه لِيُبَ ي َن ل َُهم [ إبراهيم‬
. ] 4 / “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi
penjelasan dengan terang kepada mereka.” [QS. Ibrahim (14): 4].
Dalil atas hal itu adalah bahwa seandainya Al-Qur'an secara lengkap dibacakan kepada orang asing tanpa adanya
penerjemah maka, dengan yakin, kita dianggap belum menegakkan hujjah kepadanya.
183
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 173.
76
“Tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” [QS. Al-A’raf (7):
40].
Dan ayat-ayat lainnya.

Namun keyakinan ini mengharuskan keyakinan yang buruk, yaitu bahwa hujjah belum
tegak atas umat ini dengan diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan diturunkannya
Al-Qur'an. Kami berlindung kepada Alloh dari pemahaman buruk yang mengakibatkan mereka
melupakan Al-Qur'an dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”184

Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullahu ta'ala berkata, "Guru kami Syaikh
Abdullathif rahimahullahu ta'ala berkata, “Seharusnya diketahui perbedaan antara tegaknya
hujjah dan paham hujjah. Barang siapa yang da’wah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah
sampai kepadanya maka hujjah telah tegak atasnya bila ia punya kesempatan untuk
mengetahuinya. Dalam masalah tegaknya hujjah tidak disyaratkan adanya kepahaman terhadap
firman Alloh dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana kualitas kepahaman
orang-orang yang beriman, menerima dan tunduk patuh kepada ajaran yang dibawa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Pahamilah persoalan ini, karena akan menyingkap banyak syubhat
(pemahaman yang rancu) dalam masalah tegaknya hujjah. Alloh Ta'ala berfirman,

‫[ الفرقان‬ َ َ‫َن أَكثَ َرُهم يَس َمعُو َن أَو يَع ِقلُو َن إِن ُهم إَِّل َكاْلَن َع ِام بَل ُهم أ‬
‫ضل َسبِ ًيل‬ َّ ‫ب أ‬
ُ‫س‬َ ‫أَم تَح‬
، ] 44 /
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu).” [QS. Al-Furqan (25): 44].

Dan Alloh Ta'ala berfirman,

] 2 / ‫[ البقرة‬ َ ‫صا ِرِهم ِغ‬


‫ش َاوة َولَ ُهم َع َذاب َع ِظيم‬ ِ
َ ‫َختَ َم اللَّهُ َعلَى قُلُوبِ ِهم َو َعلَى َسمع ِهم َو َعلَى أَب‬
،
“Alloh telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.
Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” [QS. Al-Baqarah (2): 7]. Selesai.

Saya katakan: makna perkataan beliau rahimahullahu ta'ala: “bila ia punya kesempatan
untuk mengetahuinya” adalah ia bukan orang yang berakal (tidak waras akalnya) dan belum
mencapai usia tamyiz seperti anak kecil dan orang gila. Atau ia bukan termasuk orang yang
tidak paham khithab (dalil), tidak adanya penerjemah yang menerjemahkan untuknya dan
orang-orang semacam mereka. Barang siapa yang sudah terkena risalah Muhammad SAW dan
Al-Qur'an maka hujjah telah tegak atasnya.”185

Abdullah dan Ibrahim, putra Syaikh Abdullathif, dan Syaikh Sulaiman bin Sahman
rahimahumullahu ta'ala berkata, "Mengenai perkataannya –yakni salah seorang pembela
orang-orang musyrik- mereka tidak paham hujjah; ini menunjukkan atas kebodohannya. Ia
tidak membedakan antara paham hujjah dan sampainya hujjah. Paham hujjah berbeda dengan
sampainya hujjah. Bisa jadi hujjah tegak atas orang yang tidak memahaminya.”186

184
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 171.
185
Kasfu Asy-Syubhatain, hal 91.
186
Ad-Durar As-Saniyyah X / 433.
77
Syaikh Muhammad bin Nashir bin Mu’ammar rahimahullah berkata, “Setiap orang
yang Al-Qur'an sudah sampai kepadanya ia bukan orang yang ma’dzur (diudzur). Pokok-pokok
utama yang ia merupakan pokok dienul Islam telah dijelaskan dan diterangkan Alloh dan
dengannya Alloh mengakkan hujjah atas para hamba-Nya. Bukan maksud tegaknya hujjah
setiap orang harus memahaminya dengan pemahaman yang baik sebagaimana pemahaman
orang-orang yang Alloh berikan hidayah dan taufiq dan tunduk patuh kepada-Nya. Karena
hujjah Alloh telah tegak atas orang-orang kafir padahal Alloh mengkhabarkan bahwa Dia
menjadikan atas hati mereka tutupan sehingga mereka tidak bisa memahami firman-Nya. Alloh
Ta'ala berfirman,

… ] 61 / ‫َو َج َعلنَا َعلَى قُلُوبِ ِهم أَكِنَّةً أَن يَف َق ُهوهُ َوفِي َآذَانِ ِهم َوق ًرا [ األنعام‬
“Padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak)
memahaminya.” [QS. Al-An’am (6): 25].

Ayat-ayat Al-Qur'an yang senada dengan makna ini berjumlah banyak. Dalam ayat tadi Alloh
Ta'ala mengkhabarkan bahwa mereka tidak memahami Al-Qur'an. Dan Alloh Ta'ala
menghukum mereka dengan menjadikan tutupan atas hati mereka sumbatan di telinga mereka
serta mengunci mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka. Namun meskipun demikian
Alloh Ta'ala tidak mengudzur mereka bahkan malah memvonis mereka sebagai orang kafir.”187

Syaikh Abdullah Aba Buthain memberi komentar atas perkataan Ibnu Taimiyah dalam
bantahannya kepada orang yang mengklaim bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa barang siapa melakukan perkara-perkara ini –yakni
kesyirikan- tidak boleh dikatakan bahwa ia kafir musyrik sebelum hujjah tegak atasnya. Syaikh
Abdullah Aba Buthain berkata, “Sesungguhnya barang siapa melakukan kesyirikan tidak boleh
dikatakan bahwa ia kafir musyrik sebelum hujjah islamiyah tegak atasnya maka ia tidak
mengatakan itu dalam kesyirikan syirik akbar dan beribadah kepada selain Alloh dan dalam
masalah kekafiran. Ia mengatakan seperti itu dalam masalah-masalah khafiyyah sebagaimana
telah kami sebutkan dari perkataannya (Ini jika dalam masalah-masalah khafiyyah. Ketika
dalam masalah semacam itu bisa dikatakan hujjah –yang membuat pelakunya kafir- belum
tegak atasnya). Ia tidak memastikan bahwa ia tidak kafir. Tetapi “bisa dikatakan”.
Perkataannya (Hal itu bisa terjadi pada beberapa kelompok dari mereka yang diketahui oleh
orang awam dan orang khusus bahkan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengetahui bahwa
Muhammad diutus dengannya –yakni beribadah hanya kepada Alloh semata tiada sekutu bagi-
Nya dan larangan dari beribadah kepada selain-Nya- dan mengkafirkan orang yang
menyelisihinya. Karena dua hal itu merupakan syiar Islam yang paling tampak). Yakni orang
semacam ini tidak mungkin dikatakan bahwa hujjah –dimana yang meninggalkannya adalah
kafir- belum tegak atasnya.”188

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesuatu orang yang Al-Qur'an
sudah sampai kepadanya baik manusia maupun jin maka ia dengannya Rasulullah shallallahu
189
'alaihi wa sallam telah memperingatkannya.”

Beliau v juga berkata, “Alloh Ta'ala berfirman,

، ] 64 / ‫أَفَ َل يَتَ َدبَّ ُرو َن ال ُقرَآ َن أَم َعلَى قُلُوب أَق َفالُ َها [ حممد‬
187
An-Nubdzah Asy-Syariifah An-Nafiisah Fie Ar-Radd ‘Ala Al-Quburiyyiin.
188
Majmu’atu Ar-Rasa-il wa Al-Masa-il An-Najdiyyah, Juz IV Al-Qism Ats-Tsaaniy (bagian kedua), hal 474-
475.
189
Majmu’ Al-Fatawa XVI / 149.
78
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” [QS.
Muhammad (47): 24].

Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ِ
َ ‫أَفَ لَم يَ َّدبَّ ُروا ال َقو َل أَم َجاءَ ُهم َما لَم يَأت آَبَاءَ ُه ُم اْلَ َّول‬
، ] 61 / ‫ين [ املؤمنون‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang
kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?” [QS.
Al-Mukminun (23): 68].

Alloh Ta'ala berfirman,

، ] 16 / ‫أَفَ َل يَتَ َدبَّ ُرو َن ال ُقرَآ َن َولَو َكا َن ِمن ِعن ِد غَي ِر اللَّ ِه لََو َج ُدوا فِ ِيه اختِ َلفًا َكثِ ًيرا [ النساء‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [QS. An-
Nisaa’ (4): 82].

Apabila Alloh Ta'ala menganjurkan orang-orang kafir dan munafiq untuk mentadabburinya
maka dapat dengan itu dapat diketahui bahwa makna-maknanya memungkinkan bagi orang-
orang kafir dan munafiq untuk memahami dan mengetahuinya.”190

Beliau rahimahullah berkata lagi, “Ayat-ayat-Nya mengharuskan dua hal:


Pertama, memahami dan mentadabburinya (merenungkannya) supaya bisa diketahui
kandungannya. Kedua, beribadah dan tunduk kepadanya bila diperdengarkan. Membaca dan
mendengarkannya mengharuskan dua hal tersebut. Andai ada orang yang mendenagrnya
namun tidak memahaminya maka ia adalah tercela. Andai ia memahaminya namun tidak
mengamalkan isinya maka ia tercela. Tapi bagi setiap orang yang mendengarnya harus
memahami dan mengamalkannya. Sebagaimana halnya setiap orang harus mendengarnya.
Orang yang berpaling dari mendengarkannya maka ia kafir. Orang yang tidak memahami
perintah-Nya yang ada di dalamnya maka ia kafir. Orang yang mengetahui perintah-Nya
namun ia tidak mengakui wajibnya padahal ia melakukannya maka ia kafir. Allohu Ta’ala
mencela orang-orang kafir karena keberpalingan dan pengingkarannya.”191

Ibnul Qayyim rahimahullahu ta'ala ketika menafsirkan firman Alloh Ta'ala,

‫الس ِعي ِر‬ ِ ‫َوقَالُوا لَو ُكنَّا نَس َم ُع أَو نَع ِقل َما ُكنَّا فِي أَص َح‬
َّ ‫اب‬ ُ
“Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.".” [QS. Al-
Mulk (67): 10]

… berkata, “Pendengaran yang dinafikan dari mereka adalah pendengaran dalam arti paham
dan mengerti. Dan firman Alloh Ta'ala, ‫” َولَو َعلِ َم اللَّهُ فِي ِهم َخي ًرا َْلَس َم َع ُهم‬Kalau sekiranya Alloh
mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Alloh menjadikan mereka dapat
mendengar.”[QS. Al-Anfal (8): 23] maksudnya: tentulah Alloh akan menjadikan mereka
paham. Pendengaran dalam ayat ini adalah pendengaran dalam arti paham. Karena kalau tidak

190
Majmu’ Al-Fatawa V / 158.
191
Majmu’ Al-Fatawa XXIII / 147.
79
demikian mereka hanya mendengar suara biasa dan itu pasti terjadi. Dan dengan arti yang
terakhir inilah hujjah Alloh tegak atas mereka.”192

Abdullah dan Ibrahim, kedua putera Syaikh Abdullathif serta Sulaiman bin
Sahman rahimahumullahu ta'ala berkata, "Adapun perkataannya –salah satu orang yang
membela-bela orang-orang musyrik- mengenai Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullahu ta'ala, bahwa beliau tidak mengkafirkan yang berada di atas kubah Al-Kawwaz
dan yang semisalnya, dan beliau tidak mengkafirkan penyembah berhala sebelum dida’wahi
dan terkena hujjah, maka dijawab: Ya benar; Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullahu ta'ala tidak tiba-tiba mengkafirkan kecuali setelah tegaknya hujjah dan da’wah.
Karena ketika itu mereka ada di zaman fatrah dan tidak adanya ilmu tentang peninggalan
risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu beliau berkata: (Orang-orang yang
ada di atas kubah Al-Kawwaz tidak kafir) karena kebodohan mereka dan tidak adanya orang
yang memperingatkan mereka. Ketika hujjah sudah tegak maka tidak ada halangan untuk
mengkafirkan mereka meskipun mereka mereka tidak memahami hujjah.”193

Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Ahlul fatrah yang
belum terkena risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Al-Qur'an lantas mati dalam
keadaan jahiliah tidak dinamakan sebagai muslim berdasarkan ijma’ dan tidak boleh
dimintakan ampun. Para ulama hanya berbeda pn mengenai masalah siksaan yang akan mereka
alami di akhirat.”194

Beliau rahimahullah berkata, “Alloh akan memberikan keputusan-Nya kepada para


hamba-Nya dengan adil dan bijaksana. Dia tidak akan mengazab kecuali orang yang telah
tegak hujjah atasnya dengan para rasul. Ini merupakan sesuatu yang sudah diketahui secara
pasti oleh manusia secara umum. Adapun mengenai keberadaan Zaid dan ‘Amr (masing-
masing orang secara khusus) apakah hujjah sudah tegak atasnyaataukah belum, itu adalah
masalah yang tidak mungkin kita bisa ikut campur di dalamnya, karena yang tahu masalah itu
hanya Alloh dan masing-masing hamba yang bersangkutan. Namun yang wajib bagi setiap
hamba adalah meyakini bahwa setiap orang yang memeluk dien selain dienul Islam maka ia
kafir dan bahwa Alloh Ta'ala tidak akan mengazab seorang pun kecuali setelah tegaknya hujjah
atasnya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini secara global. Sedangkan masalah
kekafiran masing-masing orang diserahlan kepada ilmu dan hukum Alloh. Ini berkaitan dengan
persoalan pahala dan sangsi di akhirat. Sedangkan berkaitan dengan hukum di dunia maka
berlaku sesuai dengan lahiriahnya.”195

Syaikh Husein dan Abdullah, kedua putera Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimalloh al-jamii’ berkata, "Orang musyrik yang mati sebelum terkena da’wah ini
dan yang dihukumi: bahwasanya bila ia dikenal orang yang biasa melakukan kesyirikan dan
menjadikan kesyirikan sebagai diennya serta mati di atasnya, maka orang semacam ini secara
lahiriahnya mati di atas kekafiran, tidak boleh didoakan, tidak boleh dihadiahi pahala kurban,
dan dihadiahi pahala sedekah. Sedangkan nasibnya hanya Alloh yang tahu; bila hujjah sudah
tegak atasnya ketika ia masih hidup namun ia membangkangnya maka ia kafir lahir batin dan
bila hujjah belum tegak atasnya maka nasibnya hanya Alloh Ta'ala yang tahu.”196

Syaikh Abdullah dan Ibrahim, kedua putera Syaikh Abdullathif, serta Syaikh
Sulaiman bin Sahman rahimahumullahu jami’an berkata, "Mengenai perkataannya, “Kami

192
Miftah Daar As-Sa'aadah I / 81 – 105.
193
Ad-Durar As-Saniyyah X / 434, 435.
194
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 171.
195
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 184.
196
Ad-Durar As-Saniyyah X / 142.
80
katakan bahwa perkataannya adalah kekafiran namun kami tidak menghukumi kafir orang
yang mengatakannya.” Melontarkan ucapan ini secara mutlak adalah suatu kebodohan murni.
Karena, ungkapan ini tidak berlaku kecuali kepada personal tertentu (mu’ayyan). Masalah
takfir mu’ayyan adalah masalah yang sudah biasa. Apabila ada seseorang untuk mengatakan
ucapan kekafiran maka dikatakan: barang siapa yang mengucapkan perkataan ini maka ia kafir.
Namun persoanal yang mengucapkannya tidak boleh dihukumi kafir sebelum hujjah tegak
kepadanya yang mana orang yang meninggalkannya menjadi kafir.

Ini dalam masalah-masalah khafiyyah (belum jelas), yang bisa jadi dalilnya tidak
diketahui oleh sebagian orang. Seperti dalam masalah takdir (qodar) dan irja’ (murjiah) dan
masalah yang semisalnya yang merupakan pendapat dari para pengikut hawa nafsu. Sebagian
perkataan-perkataan mereka mengandung perkara-perkara kekafiran berupa penolakan dalil-
dalil Al-Kitab dan As-Sunnah yang mutawatir. Sehingga perkataan yang mengandung
penolakan terhadap sebagian nash adalah merupakan kekafiran. Namun orang yang
mengucapkannya tidak divonis kafir karena ada kemungkinan adanya suatu penghalang,
seperti kebodohan, tidak mengetahui bahwa ia telah menentang nash atau maksud darinya.
Karena syariat Alloh itu tidak wajib dilaksanakan seseorang kecuali setelah sampai
kepadanya.”197

Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Perkataan Syaikh


Abdullathif bin Abdurrahman rahimahullahu ta'ala mengenai masalah ini cukup banyak.
Kami akan menyebutkannya sebagian kecil saja. Karena masalah ini sudah disepakati
sedangkan tempatnya terbatas. Kami akan menyebutkan sebagian perkataannya yang bisa
menyadarkan engkau atas syubhat-syubhat yang dijadikan dalil oleh orang yang menyembah
kubah kuburan Al-Kawwaz dan bahwa Syaikh tidak mengkafirkan orang semacam itu. Pertama
kami akan menyebutkan teks jawaban dan alasannya. Yaitu bahwa Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullah dan Syaikh Abdullathif, yang menceritakan kisah ini,
menyebutkan hal itu sebagai alasan yang disampaikannya kepada klaim musuhnya yang
mengatakan bahwa mereka telah mengkafirkan kaum Muslimin. Meskipun sebenarnya itu
hanya klaim yang tidak layak menjadi hujjah (argumen). Bahkan ia membutuhkan dalil dan
saksi dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta orang yang Alloh bukakan bashirahnya dan
diselamatkan dari fanatisme dan punya perhatian dalam menjelaskan masalah ini dengan
penjelasan yang memuaskan dan memastikan adanya orang tertentu yang kafir pada seluruh
kitab karangannya dan tidak ragu-ragu dalam semua itu.”198

Beliau rahimahullah berkata, “Dalam Syarah kitab Tauhid, Syaikh Sulaiman bin
Abdullah rahimahullahu ta'ala mengatakan di beberapa tempat bahwa barang siapa yang
mengucapkan kalimat tauhid, mendirikan shalat dan membayar zakat, namun ia menyelisihi
semua itu dengan berbagai perbuatan dan perkataannya berupa berdoa kepada orang-orang
shalih yang sudah meninggal, istighatsah (meminta pertolongan) kepada mereka, menyembelih
sembelihan untuk mereka, maka ia serupa dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam hal
mengucapkan kalimat tauhid sekaligus penyelisihan mereka terhadapnya. Atas dasar ini maka
orang yang berpendapat harus men-ta’rif (menjelaskan) kesyirikan orang-orang musyrik ia
juga harus berpendapat keharusan men-ta’rif orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ia tidak
mengkafirkan mereka kecuali setelah di-ta’rif. Ini sangat jelas kebatilannya.”199

197
Ad-Durar As-Saniyyah X / 432, 433.
198
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 179.
199
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 178.
81
Pasal Ketujuh:
Izh-haaruddin (Menampakkan Dien) yang
Memperbolehkan Seorang Muslim Tinggal di
Tengah Orang-orang Musyrik
Syaikh Ishaq bin Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahumullahu ta'ala berkata,
“Seandainya izh-haruddin itu adalah hanya menunaikan berbagai kewajiban badaniyyah (yang
dilakukan oleh anggota badan) –sebagaimana yang dipahami oleh orang yang
memperbolehkannya- maka ia tidak akan memenuhi tuntutan keadaan. Sangat jauh sekali para
imam berpendapat seperti itu. Pemahaman dan kesimpulan ini rusak. Ya, seandainya kita
setuju bahwa izh-haruddin adalah menunaikan berbagai kewajiban. Tapi kewajiban yang
paling wajib adalah tauhid dan kandungannya. Kewajiban ini lebih wajib daripada shalat dan
yang lainnya. Ini adalah masalah yang masih diperselisihkan antara orang-orang bertauhid dan
orang-orang musyrik. Ini adalah kalimat yang pas dengannya. Maka izh-haruddin adalah
menyatakan keyakinan yang berbeda dengan orang-orang musyrik dan menjauhi dari
lawannya. Tidak usah membahas da’wah mengajak kepada tauhid, karena itu kewajiban
setelah itu. Seandainya hukum itu mengikuti klaim orang yang memperbolehkannya –semoga
Alloh memberinya petunjuk- bahwa illat (sebab) kewajiban izh-haruddin adalah tidak dilarang
untuk beribadah, maka nash-nash Syaari’ (Sang Pembuat syariat, Allohu Ta’ala) tidak ada
gunanya. Karena tidak ada seorang pun yang dilarang melakukan kewajiban pribadi di
kebanyakan negara. Dengan ini maka batil-lah klaim dan pemahamannya. Guru kami, Al-
‘Allamah Abdullathif rahimahullah berkata dalam sebagian risalahnya, “Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah Sittah Mawadhi’ Min
As-Siirah, "Tidak lurus Islam seseorang –meskipun mentauhidkan Alloh dan meninggalkan
syirik- kecuali dengan memusuhi orang-orang musyrik dan menyatakan permusuhan dan
kebencian kepada mereka dengan terang-terangan.” Guru kami berkata, “Lihatlah pernyataan
Syaikh, bahwa Islam seseorang tidak akan lurus kecuali dengan menyatakan permusuhan dan
kebencian kepada mereka dengan terang-terangan. Mana sikap semacam ini dari orang-orang
yang bepergian ke negara kafir?! Dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah sangat jelas dan
mutawatir atas pernyataan yang disebutkan Syaikh. Dan ini sesuai dengan perkataan ulama
muta-akhirin (belakangan) dalam hal pembolehan safar (bepergian) ke negara kafir bagi orang
yang bisa menampakkan diennya (izh-haruddin). Izh-haruddin merupakan kewajiban yang
sangat penting. Permusuhan antara beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Quraisy semakin
sengit tidak lain ketika beliau mencela dien mereka, membodoh-bodohkan pikiran mereka dan
mencerca tuhan-tuhan mereka.

Lihatlah perkataannya: bahwasanya Islam seseorang tidak akan lurus kecuali dengan
menyatakan permusuhan kepada orang-orang musyrik dengan terang-terangan. Yakni, Islam
seseorang berkurang dan pelakunya terancam dengan ancaman. Lihatlah perkataannya: Dalil-
dalil atas hal itu dari Al-Kitab dan As-Sunnah sangat jelas dan mutawatir, yakni atas wajibnya
menyatakan permusuhan dengan terang-terangan. Orang yang beriman kepada Alloh dan
Rasul-Nya harus menyimpan rasa permusuhan dalam hatinya. Ada perbedaan antara
menyimpan rasa permusuhan dengan menampakkan permusuhan.”200

Syaikh Hamd bin ‘Atiq rahimahullahu ta'ala berkata, “Mengenai masalah yang
keempat –yaitu masalah izh-haruddin-, banyak orang menyangka: bahwasanya bila ia mampu
mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat lima waktu, dan tidak diusir dari masjid maka ia
mengira telah menampakkan diennya, meskipun ia masih tinggal di tengah orang-orang
musyrik atau di tengah komunitas orang-orang murtad. Orang yang berpemahaman semacam
itu telah berbuat kesalahan yang sangat fatal.

200
Ad-Durar As-Saniyyah XII / 412 – 414.
Ketahuilah bahwa kekafiran itu beraneka jenis dan macamnya. Kekafiran itu berjumlah
banyak sesuai dengan banyaknya hal-hal yang mengkafirkan (mukaffirat). Sebagiannya telah
disebutkan di muka. Setiap kelompok kafir pasti ada padanya salah satu macam darinya.
Seorang muslim tidak akan bisa izh-haruddin sebelum ia menyelisihi kekafiran setiap
kelompok, menyatakan permusuhan dengan terang-terangan dan berlepas diri darinya.

Barang siapa kekafiran karena syirik maka izh-haruddin di hadapannya adalah dengan
menyatakan tauhid dengan terang-terangan atau dengan melarang dan memperingatkan orang-
orang dari kesyirikan tersebut. Barang siapa kekafirannya karena mengingkari risalah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka izh-haruddin di sisinya dengan menyatakan dengan
terang-terangan bahwa Muhammad adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengajak
orang-orang untuk mengikuti beliau. Barang siapa kekafirannya karena meninggalkan shalat
maka izh-haruddin di sisinya dengan melakukan shalat dan memerintahkan orang-orang untuk
melakukannya. Barang siapa kekafirannya karena menyerahkan loyalitasnya kepada orang-
orang musyrik dan taat kepada mereka maka izh-haruddin di sisinya dengan menyatakan
permusuhan dengan terang-terangan dan berlepas diri darinya dan dari orang-orang musyrik.

Secara global, seseorang tidak dianggap telah izh-haruddin kecuali orang yang telah
menyatakan dengan terang-terangan kepada setiap orang kafir yang tinggal di komunitasnya
keberlepasan dirinya darinya, menampakkan permusuhannya dan keberlepasan dirinya darinya
karena sesuatu yang dengannya ia menjadi kafir.

Oleh karena itu orang-orang musyrik mengatakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam:ia telah mencela dien kami, membodoh-bodohkan pikiran kami dan mencerca tuhan-
tuhan kami201. Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫قُل يا أَي َها النَّاس إِن ُكنتُم فِي َشك ِمن ِدينِي فَ َل أَعب ُد الَّ ِذين تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
‫ون اللَّ ِه‬ ُ َ ُ ُ َ
‫ك لِلدي ِن‬ َ ‫ ِ َوأَن أَقِم َوج َه‬. ‫ين‬ ِِ ِ ُ ‫َولَ ِكن أَعبُ ُد اللَّهَ الَّ ِذي يَتَ َوفَّا ُكم َوأ ُِمر‬
َ ‫ت أَن أَ ُكو َن م َن ال ُمؤمن‬
‫ضر َك فَِإن‬ ُ َ‫ك َوَل ي‬ ِ ‫ وَل تَدعُ ِمن ُد‬. ‫حنِي ًفا وَل تَ ُكونَ َّن ِمن المش ِركِين‬
َ ُ‫ون اللَّ ِه َما َل يَن َفع‬ َ َ ُ َ َ َ
ِِ ِ َ َّ‫ت فَِإن‬
، ] 566 _ 564 / ‫ين [ يونس‬ َ ‫ك إِذًا م َن الظَّالم‬ َ ‫فَ َعل‬
“Katakanlah: "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka
(ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Alloh, tetapi aku menyembah
Alloh yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang
yang beriman", dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan
tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. Dan janganlah
kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat
kepadamu selain Alloh; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.".” [QS. Yunus (10): 104 – 106].

Alloh Ta'ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengatakan


kepada mereka, “Hai manusia …” sampai akhir ayat. Yakni: bila kalian ragu-ragu mengenai
dienku, maka saya berlepas diri dari dien kalian. Rabbku telah memerintahkanku untuk
menjadi bagian dari orang-orang beriman yang mereka adalah musuh-musuh kalian. Dia

201
Maka bagaimana dengan para pemuda aktivis kebangkitan Islam yang pergi ke negara-negara Eropa kafir dan
negara-negara lainnya untuk belajar bahasa mereka dan tinggal di tengah komunitas mereka. Apabila mereka
diingkari, mereka mengatakan: ‘Kami kan bisa shalat di hadapan mereka.’ Orang kasihan ini tidak tahu bahwa
perbuatannya tersebut bukanlah izh-haruddin. Izh-haruddin, sebagaimana disebutkan di muka, dengan
menampakkan permusuhan, celaan dan kebencian kepada mereka. Wallohul musta’an (Alloh-lah tempat meminta
pertolongan).
83
melarangku untuk menjadi bagian dari orang-orang musyrik yang mereka adalah wali-wali
kalian. Alloh Ta'ala berfirman,

‫) َوَل أَنَا‬2( ‫) َوَل أَن تُم َعابِ ُدو َن َما أَعبُ ُد‬2( ‫) َل أَعبُ ُد َما تَعبُ ُدو َن‬6( ‫قُل يَا أَي َها ال َكافِ ُرو َن‬
)2( ‫) لَ ُكم ِدينُ ُكم َولِ َي ِدي ِن‬5( ‫) َوَل أَن تُم َعابِ ُدو َن َما أَعبُ ُد‬8( ‫َعابِد َما َعبَدتُم‬
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.".” [QS. Al-Kafirun (109): 1
- 6].

Alloh memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada


orang-orang kafir: “Saya berlepas diri dari dien yang kalian peluk dan kalian berlepas diri dari
dien yang saya peluk. Maksudnya, menyatakan dengan terang-terangan bahwa mereka di atas
kekafiran dan bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dien mereka.

Barang siapa mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka hendaknya ia mengatakan
itu. Ia tidak dianggap telah izh-haruddin kecuali dengan hal itu. Oleh karena itu, ketika para
sahabat mempraktekkan hal itu dan mereka disakiti oleh orang-orang musyrik Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk hijrah (pindah) ke Habasyah. Seandainya beliau
menemukan rukhshah (keringanan) bagi mereka untuk diam dari orang-orang musyrik tentu
beliau tidak memerintahkan hal itu untuk hijrah ke negeri terasing …

Maksud dari penjelasan di atas bahwa seseorang tidak dianggap telah izh-haruddin
sebelum ia berlepas diri dari orang-orang kafir yang ada di tengah-tengah mereka dan
menyatakan dengan terang-terangan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang kafir
dan ia adalah musuh mereka. Kalau itu tidak dilakukan maka ia belum dianggap telah izh-
haruddin.”202

Syaikh Ishaq bin Abdurrahman rahimahumallohu ta'ala berkata, “Demikian juga


pada hari ini, perhatikanlah keadaan banyak orang yang mengaku memeluk dienul Islam dan
berilmu, ia pergi ke negara-negara orang-orang musyrik, tinggal di tempat mereka beberapa
waktu untuk menuntut ilmu dan duduk-duduk dengan mereka. Kemudian bila ia datang kepada
kaum Muslimin, dikatakan kepadanya: bertakwalah kepada Alloh dan bertaubatlah kepada-Nya
dari hal itu. Ia memperolok-olok orang yang mengatakan hal itu kepadanya. Ia berkata: Saya
taubat dari menuntut ilmu? Kemudian ia menampakkan berbagai perbuatan dan perkataannya
yang menginformasikan keburukan keyakinan dan kepalsuannya. Itu tidak mengherankan,
karena ia telah bermaksiat terhadap Alloh dan Rasul-Nya dengan bercampu baur tinggal
dengan orang-orang musyrik sehingga ia diberi sangsi. Namun yang mengherankan dari orang-
orang yang memeluk dienul Islam dan bertauhid adalah toleransi mereka dengan orang-orang
yang menginginkan agar orang-orang musyrik dan bertauhid hidup berdampingan. Padahal
Alloh telah memisahkan antara dua golongan tersebut dalam kitab-Nya dan melalui lisan Nabi-
Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.”203

Beliau rahimahullah berkata, “…kemudian lihatlah keadaan orang-orang yang kami


sebutkan dan orang-orang yang semodel dengan mereka dalam hal mereka bepergian ke tempat
orang-orang musyrik, belajar dan menuntut ilmu kepada mereka. Hal itu dilakukan dengan
anggapan orang-orang musyrik itu bagian dari mereka. Mereka mengakui hal ini. Dan ia
202
Sabil An-Najah wa Al-Fikak Min Muwalati Ahli Al-Isyrak, hal 92 – 95.
203
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 173.
84
diketahui termasuk dari mereka. Kalau tidak termasuk bagian dari mereka berarti ia dicurigai
telah loyal dan cenderung kepada mereka.

Termasuk musibah adalah apabila orang-orang semacam ini datang kepada kaum
Muslimin, kaum Muslimin memperlakukan mereka sama dengan perlakuan mereka sebelum
pergi ke tempat orang-orang musyrik; dimuliakan dan diberi penghormatan. Padahal nampak
dari mereka cerita dan sanjungan mereka kepada negara-negara musyrik dan meremehkan
orang-orang Islam dan negara-negara mereka. Dimana hal itu tidak akan nampak kecuali dari
orang yang berhati dan batin yang buruk dan akan selalu demikian. Sedikit sekali kaum
Muslimin yang mengingkari mereka. Mengenai kekhawatiran bahwa mereka sudah murtad dan
sesat disebabkan sepak terjang mereka sendiri saya kira tidak sedikit pun terlintas pada benak
salah seorang dari mereka. Seakan-akan hukum-hukum syar’i yang Alloh berlakukan pada
orang yang melakukan sepak terjang semacam itu tidak berlaku pada mereka.”204

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ

204
‘Aqidatul Muwahhidin, risalah Hukmu Takfir Al-Mu'ayyan wa Al-Farq Baina Qiyam Al-Hujjah wa Fahm
Al-Hujjah, hal 176, 177.
85
Beberapa Syubhat Orang-orang Masa
Kini dan Bantahannya

Syubhat Pertama:

Syubhat orang yang berdalil dengan perkataan seseorang dan


meninggalkan dalil syar’i:
Berhujjah (berdalil) dengan perkataan seseorang dan meninggalkan nash, menurut
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Aalu Asy-Syaikh rahimahullah termasuk syirik ketaatan,
yaitu termasuk syirik akbar.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullahu ta'ala dalam “Fat-hul Majid”


mengatakan: Yang wajib bagi setiap orang mukallaf bila dalil dari kitab Alloh dan sunnah
Rasul-Nya dan paham maknanya maka ia harus mengambilnya dan mengamalkannya,
sekalipun semua orang menyelisihinya205 …Maka bagi orang yang menasehati dirinya sendiri,
bila membaca kitab-kitab ulama, melihat isinya dan mengetahui pendapat-pendapatnya ia
wajib mengkomparasikannya dengan apa yang ada dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena
setiap mujtahid dari ulama, orang yang mengikutinya dan orang yang mengaku mengikuti
madzhabnya harus menyebutkan dalil pendapatnya dan kebenaran dalam setiap masalah hanya
satu. Para imam mendapat pahala atas ijtihad mereka. Orang yang obyektif menganggap,
melihat perkataan mereka dan merenungkannya sebagai jalan untuk mengetahui masalah-
masalah yang dibicarakan. Memikirkannya sambil membedakan pendapat yang benar dari
yang salah dengan melihat dalil-dalil yang disebutkan masing-masing ulama. Dengan itu ia
bisa mengetahui mana ulama yang paling benar dalilnya sehingga ia bisa mengikuti ulama
tersebut206.

Mengenai firman Alloh Ta'ala,


، ] 565 / ‫وهم إِنَّ ُكم لَ ُمش ِرُكو َن [ األنعام‬
ُ ‫َوإِن أَطَعتُ ُم‬
“Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik.” [QS. Al-An’am (6): 121] beliau mengatakan: “Banyak orang yang terjatuh padanya
bersama orang yang mereka taqlidi, karena tidak berpendapat sesuai dalil bila dalilnya
bertentangan dengan orang yang ditaqlidi. Dari sisi ini ia telah melakukan kesyirikan 207. Ada
yang berlebih-lebihan dalam hal ini dan meyakini bahwa mengambil dalil hukumnya makruh
atau haram; maka semakin besarlah fitnah yang terjadi. Ia mengatakan: Dia kan lebih tahu dari
kita mengenai dalil-dalil.”208

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullah berkata, “Bila


kebenaran sudah jelas bagi seseorang maka janglah merasa sepi dengan sedikitnya orang yang
setuju dengannya dan banyaknya orang yang menyelisihinya. Terutama di zaman akhir ini.
Perkataan orang bodoh: “Andai saja ini sebuah kebenaran tentu Fulan dan fulan
mengetahuinya”209 ini adalah pengakuan orang-orang kafir dalam perkataan mereka,

205
Syaikh t menganggap yang penting adalah mengikuti dalil.
206
Fathul Majid hal 387 – 388.
207
Yaitu syirik akbar, yakni syirik ketaatan. Perhatikan wahai hamba Alloh, jika engkau meninggalkan dalil
karena perkataan seorang ulama maka engkau akan terjatuh dalam syirik ini.
208
Fathul Majid hal 391.
209
Camkan pengakuan sesat ini dimana banyak pemuda aktivis Islam bila mereka dinasehati dan dijelaskan
mengenai suatu perintah dengan berdalil Al-Kitab dan As-Sunnah mereka mengatakan: “Ini benar, namun kenapa
] 55 / ‫[ األحقاف‬ ‫سبَ ُقونَا إِلَي ِه‬
َ ‫لَو َكا َن َخي ًرا َما‬
“Kalau sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului
kami (beriman) kepadanya.” [QS. Al-Ahqaf (46): 11],

] 16 / ‫[ األنعام‬ ‫أ ََه ُؤَل ِء َم َّن اللَّهُ َعلَي ِهم ِمن بَينِنَا‬


“Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Alloh kepada mereka?”
[QS. Al-An’am (6): 53].

Ali rodhiyaAllohu 'anh pernah berkata, “Kenalilah kebenaran maka engkau akan tahu
orang-orangnya.” Adapun orang yang selalu dalam kebingungan dan kekaburan, setiap syubhat
akan selalu menerpanya. Andai saja mayoritas manusia pada hari ini berada di atas kebenaran
tentu Islam tidak menjadi asing. Padahal pada hari ini Islam berada dalam puncak keasingan.
Ketika Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan macam kesyirikan dan kemunculannya,
beliau berkata, “Betapa sulitnya orang yang terlepas dari hal ini, bahkan betapa sulitnya orang
yang tidak memusuhi orang yang mengingkarinya?” Maksudnya: Betapa sedikitnya orang yang
tidak memusuhi orang yang mengingkarinya. Ini perkataannya pada zamannya. Padahal
tidaklah datang tahun kecuali tahun setelah lebih buruk dari tahun sebelumnya, sebagaimana
sabda Nabi n.”210

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ
Syubhat Kedua:

Syubhat orang yang mengatakan, “Alloh tidak mewajibkan


kepadaku untuk mengkafirkan thaghut dan orang-orang musyrik
dan Alloh tidak akan menanyakan kepadaku tentang mereka:
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, "Takutlah
kepada Alloh. Takutlah kepada Alloh wahai saudara-saudaraku. Pegang teguhlah pokok dien
kalian, awal dan akhirnya, dasar dan kepalanya, yaitu syahadat laa ilaaha illallaah. Ketahuilah
maknanya. Cintailah orang-orangnya. Jadikan mereka sebagai saudara-saudara kalian meski
mereka jauh dari kalian. Kufurlah kepada para thaghut. Musuhi mereka. Bencilah orang yang
mencintai mereka, yang membela-bela mereka, yang tidak mengkafirkan mereka, yang
mengatakan: “saya tidak ada urusan dengan mereka”, atau yang mengatakan: “Alloh tidak
mewajibkanku mengomentari mereka”. Orang-orang semacam ini telah berdusta211 dan
mengada-ada atas nama Alloh. Tetapi Alloh telah mewajibkan kepadanya untuk mengomentari
mereka, mewajibkan kepadanya untuk kufut kepada mereka, dan berlepas diri dari mereka,
meski mereka (para thaghut itu) adalah saudara-saudara dan anak-anaknya. Takutlah kepada
Alloh. Takutlah kepada Alloh. Pegang teguhlah pokok dien kalian. Semoga kalian bertemu

hal ini tidak diketahui oleh para ulama.” Ini merupakan argumen yang sangat berbahaya. Ketahuilah bahwa ini
adalah pengakuan orang-orang kafir sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abu Buthain.
210
Ad-Durar As-Saniyyah X / 400 – 401.
211
Dengan ini menjadi jelaslah syubhat buruk yang selalu didengung-dengungkan oleh ulama pemerintah dan
digunakan mereka untuk mengkaburkan pemahaman para penuntut ilmu pemula.
87
dengan Rabb kalian tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Ya Alloh matikan kami
dalam keadaan muslim dan ikutkan kami ke dalam golongan orang-orang yang shalih.”212

Beliau rahimahullah berkata, “ … maka engkau akan tahu bahwa dien dan Islam
seseorang tidak akan lurus, sekalipun mentauhidkan Alloh dan meninggalkan syirik kecuali
dengan memusuhi orang-orang musyrik dan menyatakan dengan terang-terangan permusuhan
dan kebencian kepada mereka213.”214

Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman rahimahullah berkata, “Membenci, mencela,


mencerca, mengkafirkan dan berlepas diri dari orang-orang musyrik adalah hakikat dien dan
perantara terbesar untuk meraih ridha Alloh Rabb semesta alam. Tidak ada kebaikan bagi
kehidupan seorang muslim kecuali dengan berjihad, membuat marah, mengkafirkan mereka
dan mendekatkan diri kepada Alloh serta mengharapkan pahala kepada-Nya dengan melakukan
semua itu.”215

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, "Wahai engkau yang
Alloh telah menganugerahi Islam kepadamu dan yang mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali Alloh; janganlah engkau kira bila engkau mengatakan inilah
kebenaran dan saya meninggalkan selainnya, namun saya tidak akan pernah menyinggung
orang-orang musyrik dan tidak akan mengomentari sedikit pun tentang mereka, jangan engkau
kira: bahwa dengan itu engkau telah masuk Islam. Tetapi, (apabila engkau telah masuk Islam
maka) harus membenci mereka, membenci orang yang mencintai mereka, mencela, dan
memusuhi mereka. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Bapakmu Ibrahim, dan orang-
orang yang bersamanya,

ِ ‫إِنَّا ب رآَء ِمن ُكم وِم َّما تَعب ُدو َن ِمن ُد‬
ُ‫ون اللَّ ِه َك َفرنَا بِ ُكم َوبَ َدا بَي نَ نَا َوبَي نَ ُك ُم ال َع َد َاوة‬ ُ َ ُ َُ
] 4 / ‫حتَّى تُؤِمنُوا بِاللَّ ِه َوح َدهُ [ املمتحنة‬
َ ‫ضاءُ أَبَ ًدا‬
َ ‫َوالبَ غ‬
“Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah
selain Alloh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan
dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” [QS. Al-
Mumtahanah (60): 4].

Alloh Ta'ala berfirman,

‫ك بِالعُرَوةِ ال ُوث َقى‬


َ‫س‬ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
] 616 / ‫[ البقرة‬
َ ‫فَ َمن يَك ُفر بالطاغُوت َويُؤمن بالله فَ َقد استَم‬
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Alloh, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” [QS. Al-Baqarah (2):
256].

Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ً ‫ولََقد ب عث نَا فِي ُكل أ َُّمة رس‬


َ ُ‫ول أَن اعبُ ُدوا اللَّهَ َواجتَنِبُوا الطَّاغ‬
. ] 66 / ‫وت [ النحل‬ َُ ََ َ
212
Ad-Durar As-Saniyyah II / 119, 120.
213
Perhatikan ini wahai saudara muwahhid engkau akan tahu kesesatan orang yang mengatakan: “Alloh tidak
akan menanyakan kepadaku tentang mereka”.
214
Ad-Durar As-Saniyyah VIII / 113.
215
Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il An-Najdiyyah III / 224.
88
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” [QS. An-Nahl (16): 36].

Seandainya ada seseorang yang mengatakan, “Saya mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dan beliau berada di atas kebenaran. Namun saya tidak akan mempermasalahkan Laata, ‘Uzza,
Abu Jahal dan orang-orang semacamnya. Saya tidak berkewajiban mempermasalhkan
mereka.” Maka Islamnya tidak sah.216

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ
Syubhat Ketiga:

Syubhat orang yang mengemukakan udzur bagi para thaghut


pembuat undang-undang dengan hadits kufrun duna kufrin
sebagai maksud dari firman Alloh Ta'ala,

، ‫كافِ ُرو َن‬


َ ‫ال‬ َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
‫ك ُه ُم‬
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44]:

Dalam catatan kaki kitab At-Tibyan Syarhu Nawaqidhil Islam karya Sulaiman Al-
‘Ulwan, beliau mengatakan, “Dalam Al-Iqtidha [I / 208], Syaikhul Islam mengatakan, “Ada
perbedaan antara kata al-kufru yang ma’rifah (mendapatkan partikel alif lam) sebagaimana
dalam sabda Nabi SAW,

)) ‫(( ليس بني العبد وبني الكفر أو الشرك إل ترك الصالة‬


“Tidak ada batas antara seorang hamba dengan kekafiran dan kesyirikan kecuali meninggalkan
shalat.” …dan antara kata kufrun yang nakirah (tidak mendapatkan partikel alim lam) dalam
konteks kalimat positif.”.”

Kata al-kufru yang menjadi ma’rifah dengan mendapatkan tambahan partikel alif lam,
biasanya, hanya mengandung satu kemungkinan makna, yaitu kufur akbar. Sebagaimana
firman Alloh Ta'ala,
‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬
َ ِ‫فَأُولَئ‬
“Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44]

… mengenai orang yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh.
Riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma yang berbunyi, “Kufrun duuna
kufrin”, sebenarnya itu tidak terbukti berasal dari beliau. Teks itu diriwayatkan oleh Al-Hakim
dalam Mustadrak-nya (II / 313) dari jalur Thariq Hisyam bin Hujair, dari Thawus, dari
Ibnu Abbas dengan teks seperti itu. Sedangkan Hisyam dilemahkan oleh Imam Ahmad dan
Yahya bin Ma’in. Ia juga masih diperselisihkan tentang kapabilitasnya dalam mriwayatkan
hadits.

216
Ad-Durar As-Saniyyah 2 / 109.
89
Teks itu juga diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam tafsirnya dari Ma’mar, dari Ibnu
Thawus, dari bapaknya, ia berkata, “Ibnu Abbas ditanya mengenai firman Alloh Ta'ala,

، ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬


َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44]

… Ia menjawab, “Itu adalah kekafiran.” Inilah riwayat yang mahfuzh (terjaga) dari Ibnu
Abbas. Maksudnya, ayat tersebut berlaku umum. Keumuman ayat ini menunjukkan bahwa
maksud kata al-kafirun adalah orang-orang kafir kufur akbar. Karena, bagaimana bisa disebut
sebagai orang Islam orang yang menyingkirkan syariat Alloh dan menggantinya dengan
pendapat-pendapat Yahudi, Nasrani dan orang-orang yang serupa dengan mereka. Di samping
itu merupakan mengganti dien yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam, ia juga bentuk berpaling dari syariat yang suci. Dan ini merupakan bentuk kekafiran
yang lain lagi.

Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas bahwa ia
berkata, “Bukan sebagaimana orang yang kafir kepada Alloh, hari akhir, ini dan itu.” Bukan
maksudnya bahwa memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh adalah
kufrun duuna kufrin. Barang siapa yang berpaham seperti ini maka ia harus mendatangkan dalil
dan bukti atas klaimnya.

Yang nampak dari perkataannya adalah bahwa ia bermaksud menjelaskan bahwa kufur
akbar itu bertingkat-tingkat, sebagian ada yang lebih berat bahayanya daripada sebagian yang
lain. Kekafiran orang yang kafir kepada Alloh, para malaikat-Nya dan hari akhir lebih
berbahaya daripada kekafiran hakim yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang
diturunkan Alloh.

Kami juga katakan: sesungguhnya kekafiran hakim yang memutuskan perkara dengan
selain hukum yang diturunkan Alloh lebih ringan daripada kekafiran orang yang kafir kepada
Alloh, para malaikat-Nya dst. Tapi ini tidak berarti bahwa si hakim statusnya muslim dan
kekafirannya adalah kufur ashghar, sama sekali tidak. Bahkan ia telah keluar dari dien karena
perbuatannya yaitu telah menyingkirkan syariat Alloh. Ibnu Katsir telah menukilkan ijma’ atas
persoalan ini. Silakan lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah [XIII / 119].

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ
Syubhat Keempat:

Syubhat )) ‫(( من قال ْلخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما‬ “Barang siapa
yang mengatakan kepada saudaranya hai kafir maka
perkataannya itu akan kembali kepada salah satunya.”:
Para ulama murjiah dan pemerintah membesar-besarka hadits ini di mata orang-orang
sehingga banyak penuntut ilmu yang memahami bahwa barang siapa mengkafirkan seorang
muslim maka ia kafir –dan ini pendapat batil. Sampai-sampai banyak penuntut ilmu yang
90
terlalu berhati-hati sehingga tidak mau mengkafirkan para thaghut. Bahkan ada orang yang
hanya sekadar mengatakan thaghut itu zalim saja tidak mau.

Maka jelaslah kesesatan pendapat ini dari beberapa segi:

1. Bahwa Umar bin Khaththab pernah mengkafirkan Hathib bin Abi Balta’ah karena ia
melakukan pelanggaran berat dan bukan kekafiran. Dalil atas hal ini bahwa Alloh
memanggilnya dengan sebutan orang beriman dalam firman-Nya,

، ] 5 / ‫أَولِيَاءَ اآلية [ املمتحنة‬ ِ ‫يا أَي ها الَّ ِذين آَمنُوا َل تَت‬


‫َّخ ُذوا َع ُدوي َو َع ُد َّوُكم‬ َ َ َ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 1].

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menaklukan Mekkah, Hathib menulis surat
kepada penduduk Mekkah menginformasikan kepada mereka akan datangnya Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Ketika mengetahui hal itu Umar berkata, ) ‫“ ( دعين أضرب عنق هذا املنافق‬Biarkan
saya penggal leher orang munafik ini.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkari vonis
Umar dan tidak marah kepadanya. Beliau bersabda, "Kamu tidak tahu wahai Umar barang kali
Alloh telah mengetahui apa yang dilakukan ahli Badr. Lalu beliau bersabda: Berbuatlah semau
kalian, saya telah memaafkan kalian.” Kisah ini ada dalam Bukhariy. Meskipun demikian Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berkata kepada Umar: Kamu takfiriy, kamu mengkafirkan kaum
Muslimin, kamu termasuk golongan khawarij. Sebagaimana perkataan ulama pemerintah, pada
hari ini, kepada orang-orang bertauhid. Namun meskipun demikian Bukhariy memberi judul
bab kisah ini dalam kitab Shahihnya dengan judul: ‫( باب من مل يرى إكفار من قال ذلك متأولً أو‬
) ً‫جاهال‬ Bab Orang yang Berpendapat Mengkafirkan Orang yang Mengatakan itu Karena
Takwil atau Karena Tidak Tahu.

Mengenai kisah ini dan berbagai faidah yang terkandung di dalamnya Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata, “Dalam kisah ini terdapat faidah bahwa apabila ada seseorang yang
memvonis seorang muslim sebagai orang munafik dan kafir karena takwil dan marah karena
Alloh, Rasul-Nya dan dien-Nya, bukan karena hawa nafsunya, maka ia tidak kafir dengan
vonis yang dijatuhkannya tersebut. Bahkan ia tidak berdosa karenanya, justru ia dapat pahala
tergantung niat dan maksudnya. Hal ini berbeda dengan para pengikut hawa nafsu dan ahli
bid’ah. Mereka mengkafirkan dan membid’ahkan hanya karena orang yang mereka vonis telah
menyelisihi hawa nafsu dan jalan mereka. Padahal mereka lebih layak untuk divonis dengan
vonis itu daripada orang yang mereka vonis kafir dan ahli bid’ah.”217

2. Juga, riwayat yang terdapat dalam Shahih Bukhariy dari hadits Jabir bin Abdullah bahwa
Mu’adz pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mendatangi kaumnya
lantas shalat mengimami mereka. Ia membaca surat Al-Baqarah. Ada seseorang yang tidak
kuat shalat berlama-lama sehingga ia keluar dari jama’ah dan shalat sendirian dengan shalat
yang ringan. Berita inipun sampai kepada Mu’adz. Spontan ia berkata: Sesungguhnya orang itu
adalah munafik. Lalu orang itu memberitahukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
ternyata beliau tidak mengingkari perkataan Mu’adz kepada orang itu. Justru beliau
mengingkari panjangnya shalat Mu’adz. Beliau bersabda, "Apakah kamu ingin menjadi tukang
fitnah wahai Mu’adz –beliau mengulanginya tiga kali-. Bacalah ) ‫( والشمس وضحاها‬, ‫( سبح أسم‬
) ‫ ربك األعلى‬dan yang semisalnya.

217
Zaadul Ma’aad III / 372.
91
3. Juga, apa yang terjadi pada kisah haditsul ifki. Hadits ini terdapat pada Shahih Bukhariy
dari hadits Aisyah dalam kitab Tafsir Surat An-Nuur. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
naik mimbar beliau bersabda, "Wahai kaum Muslimin, siapa yang memaafkanku jika aku
membalas perbuatan buruk seseorang yang telah mengganggu keluargaku? Demi Alloh, yang
aku tahu keluargaku adalah orang baik-baik. Orang-orang telah menyebutkan seseorang yang
aku tahu ia juga orang baik-baik. Ia tidak pernah masuk ke rumahku menemui keluargaku
kecuali selalu bersamaku.” Sa'ad Bin Mu’adz Al-Anshariy bangkit dan berkata, “Wahai
Rasulullah, aku akan memaafkan engkau bila engkau membalasnya perbuatan buruknya.
Apabila ia berasal dari Aus aku akan penggal lehernya. Apabila ia berasal dari saudara kami
Khazraj dan engkau memerintahkan kami untuk menghukumnya pasti akan kami laksanakan
perintahmu.” Aisyah radhiyallohu ‘anha menyahut, “Sa’ad Bin Ubadah, pemimpin Khazraj,
bangkit berdiri, sebelumnya ia adalah seorang lelaki yang shalih. Namun ia terbawa rasa
fanatisme golongan. Sa’ad berkata, “Demi Alloh engkau dusta, jangan bunuh dia dan engkau
tidak akan mampu membunuhnya. Lalu Usaid Bin Hudhair, sepupu Sa’ad, berkata kepada
Sa’ad Bin Ubadah, “Demi Alloh engkau dusta, kami benar-benar akan membunuhnya.
Engkau adalah munafik, membela orang-orang munafik. … sampai akhir kisah.

Usaid Bin Hudhair menganggap Sa’ad Bin Ubadah sebagai orang munafik dan
membela seorang munafik, yakni Abdullah Bin Abi Salul. Padahal semua orang sudah tahu
siapa Sa’ad Bin Ubadah! Namun meskipun demikian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengingkari vonis yang dijatuhkan Usaid dan tidak mengatakan kepadanya bahwa engkau
adalah takfiriy (orang yang suka mengkafirkan) atau kharijiy (khawarij). Sebagaimana yang
dikatakan oleh para ulama pemerintah sebagai bentuk pembelaan terhadap thaghut-thaghut
mereka. Setiap kali ada seorang muwahhid yang bangkit mengkafirkannya dengan terang-
terangan dan berlepas diri dari thaghut-thaghut tersebut mereka selalu mengatakan perkataan
semacam ini. Sampai-sampai ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
menyuarkan tauhid dengan terang-terangan, mencela thaghut-thaghut yang ada di masa beliau
dan menabuh gendang permusuhan terhadap mereka, para ulama suu’ (jahat dan buruk)
mennggelarinya dengan gelar kharijiy takfiriy. Sama persis dengan sekarang, tidak ada
bedanya. Kami berlindung kepada Alloh dari kesesatan setelah mendapatkan petunjuk.

Mengenai penggalan hadits yang berbunyi )) ‫ (( فَ َقد بَ َاء بِ َها‬maksudnya adalah dosanya kembali
kepadanya, yakni ia berdosa dan itu tidak boleh. Mengenai pendapat orang yang mengatakan
bahwa maksudnya adalah kekafiran, pendapatnya ini lemah, sangat jauh dari kebenaran.
Camkan itu. Barang siapa yang ingin memperluas pembahasan ini, silakan lihat perkataan
Syaikh Abdullah Abu Buthain rahimahullah dalam Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il
An-Najdiyyah (V / 511).

Syaikh Abdullathif Bin Abdurrahman rahimahullah mengatakan, “Bila orang yang


mengkafirkan sebagian orang shalih dari umat ini karena takwil dan berbuat salah, sementara ia
ia memang dibolehkan menakwilkan. Maka orang semacam ini dan yang semisalnya termasuk
di antara orang yang dimaafkan dan tidak berdosa karena ijtihadnya dan daya upaya yang ia
curahkan.

Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam kisah Hathib Bin Abi Balta’ah. Dalam kisah
itu, Umar radhiyallohu ‘anhu memvonisnya sebagai orang munafik. Dan ia meminta izin
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membunuhnya. Lantas Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Kamu tidak tahu wahai Umar barang kali Alloh telah
mengetahui apa yang dilakukan ahli Badr. Lalu beliau bersabda: Berbuatlah semau kalian, saya
telah memaafkan kalian.” Meskipun demikian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
bersikap keras terhadap Umar atas perkataan yang dilontarkannya kepada Hathib bahwa ia
telah menjadi orang munafik. Alloh Ta'ala berfirman,

92
ِ ‫ربَّنا َل تُ َؤ‬
‫اخذنَا إِن نَ ِسينَا أَو أَخطَأنَا‬
] 616 / ‫[ البقرة‬ ََ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” [QS. Al-
Baqarah (2): 286].

Terdapat riwayat yang kuat bahwa setelah turunnya ayat ini dan setelah orang-orang
beriman mengucapkannya, Alloh Tabaroka wa Ta’ala berfirman, “Saya telah lakukan.”
Adapun apabila orang yang mengkafirkan seorang dari umat ini dan pengkafirannya
berlandaskan pada nash dan bukti yang kuat dari kitab Alloh dan sunnah Nabi-Nya serta ia
telah melihat kekafiran yang nyata, semisal menyekutukan Alloh (syirik), beribadah kepada
selain-Nya, memperolok-olok Alloh Ta'ala, ayat-ayat-Nya atau para rasul-Nya, mendustakan
para rasul tersebut, membenci petunjuk dienul haq (agama kebenaran) yang Alloh turunkan,
mengingkari sifat-sifat Alloh Ta'ala dan yang semisalnya, maka orang yang mengkafirkan
karena yang dikafirkan melakukan hal-hal semacam ini ia telah berbuat benar dan mendapat
pahala, taat kepada Alloh dan Rasul-Nya.”218

Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Abu Buthain rahimahullahu wa ‘afa ‘anhu wa


‘anilladzi yarwi ditanya mengenai teks yang berbunyi )) ‫‘ (( َمن َك َّف َر ُمسلِماً فَ َقد َك َف َر‬bahwa barang siapa
yang mengkafirkan seorang muslim maka ia telah kafir’, beliau ‘afallohu ‘anhu menjawab,
“Sejauh pengetahuan kami lafal ini tidak berasal dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits
yang sudah dikenal adalah yang berbunyi, “Barang siapa yang mengatakan kepada saudaranya
‘hai kafir’ maka perkataannya akan kembali kepada salah satunya.” Dan barang siapa yang
mengkafirkan seseorang, mamvonis fasik atau munafik karena takwil, marah karena Alloh
Ta'ala maka semoga Alloh memaafkannya219. Sebagaimana perkataan Umar radhiyallohu
‘anhu terhadap Hathib Bin Abi Balta’ah bahwa ia orang munafik. Begitulah yang berlaku
pada para sahabat yang lain. … Mengenai perkataan orang-orang bodoh, ‘Kalian mengkafirkan
kaum Muslimin’ maka orang ini tidak tahu Islam dan tauhid. Yang nampak, orang yang
mengatakan hal ini Islamnya tidak sah220. Apabila ia tidak mengingkari perkara-perkara yang
dilakukan orang-orang musyrik pada hari ini dan tidak memandangnya sebagai sesuatu yang
perlu dikomentari maka ia bukan seorang muslim.”221

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
ِ
Syubhat Kelima:

Orang yang melanggar larangan demi melakukan perbaikan dan


da’wah; dan menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dalil-dalil yang membuktikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah sekali
pun melakukan maksiat demi meraih kemaslahatan, adalah sebagai berikut:

218
Ad-Durar As-Saniyyah XII / 260, 261.
219
Berbeda dengan para ulama pemerintah yang menakut-nakuti para penuntut ilmu dari masalah pengkafiran ini.
Sampai-sampai para thaghut Arab yang menerapkan selain syariat Islam dan berhakim kepada selain syariat
Islam, bahwa mereka bukan orang-orang kafir tapi orang-orang Islam. Orang yang mencela Alloh juga tidak boleh
dikafirkan!!
220
Perhatikan apa vonis yang dijatuhkan oleh Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Abu Buthain kepada mereka
karena perkataan yang buruk ini.
221
Majmu’atu Ar-Rasaa-il wa Al-Masaa-il An-Najdiyyah I / 654, 655.
93
Dalil Pertama: Keterangan yang terdapat dalam sirah Nabi bahwa Quraisy mengirim ‘Utbah
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bernegosiasi dengan beliau agar
meninggalkan celaan kepada tuhan-tuhan mereka. ‘Utbah berkata: “Engkau telah memecah
belah persatuan kami. Bila engkau ingin jadi pemimpin maka kami tidak akan memutuskan
perkara apapun tanpa persetujuanmu. Bila engkau ingin seorang istri maka kami akan
menikahkan engkau. Bila engkau harta benda maka akan kami beri.” Lalu Rasulullah shallallahu
222
'alaihi wa sallam membaca awal surat Fushshilat . Kisah ini riwayatnya shahih dengan jalur
periwayatannya yang banyak.

Tawaran itu tidak berisi satu pun mukaffir (hal yang mengkafirkan). Namun sekalipun
demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan sedikit pun hal itu atas nama
maslahat da’wah. Orang-orang kafir hanya meminta beliau untuk tidak terang-terangan
mengkafirkan mereka dan menerangkan kebatilan mereka serta tidak mengkritik tatanan
masyarakat yang batil. Padahal mereka menawarkan kepada beliau untuk menjadi seorang
pemimpin, yakni (kalau sekarang sama dengan) presiden. Jelas, ini adalah maslhat besar yang
sangat diimpikan oleh banyak da’i reformis. Namun, sekalipun demikian beliau tidak
menerima tawaran itu. Karena itu adalah tawaran yang mengandung maksiat. Yaitu tidak
menampakkan prinsip al-wala’ wal bara’ dan meninggalkan sebagian dari tauhid.

Dalil Kedua: Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:


)) ‫(( أن قريشاً أتت النب صلى اهلل عليه وسلم وطلبت منه جملساً مقابل أن يطرد الضعفاء‬
“Bahwa Quraisy mendatangi Nabi n dan meminta diadakan sebuah majelis pertemuan dengan
syarat orang-orang yang lemah diusir.”223 Maka Alloh menurunkan dua ayat kepada beliau.
Ayat pertama:

‫سابِ ِهم ِمن‬


َ
ِ ‫ك ِمن‬
‫ح‬ َ ‫ي‬‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫ه‬
ُ ‫ه‬
َ ‫ج‬‫و‬َ ‫ن‬
َ ‫و‬ ‫د‬ ُ ‫ي‬ِ
‫ر‬ ‫ي‬
ُ ‫ي‬ ‫ش‬ِ ‫وَل تَطرِد الَّ ِذين يدعُو َن ربَّهم بِالغَ َداةِ والع‬
َ َ َُ ََ ُ َ
ِِ ِ ِ َ ِ‫ساب‬ ِ ِ
َ ‫ك َعلَي ِهم من َشيء فَ تَط ُر َد ُهم فَ تَ ُكو َن م َن الظَّالم‬
، ] 16 / ‫ين [ األنعام‬ َ ‫َشيء َوَما من ح‬
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang
hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka,
(sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim).” [QS. Al-An’am (6): 52].

Sekalipun majelis itu mengandung maslahat, yaitu berkumpul dengan mereka dan
menda’wahi mereka. Namun, ketika majelis itu harus dengan adanya maksiat beliau dilarang
mengadakannya. Bentuk maksiat itu adalah menghancurkan hati orang-orang lemah dan
menelantarkan mereka. Hal yang sama dengan hal itu pada hari ini adalah seandainya orang-
orang sekuler meminta para aktivis Islam untuk mengusir mujahidin demi meraih tujuan-tujuan
da’wah, maka itu juga tidak boleh berdasarkan larangan dalam ayat ini.

Dan ayat yang kedua:

222
Lihat: Fat-hul Qadir IV / 504. cet Daar Ihya-u At-Turats Al-‘Arabiy. Ibnu Katsir juga menyebutkan dalam
tafsirnya dari hadits Jabir in Abdullah IV / 114. cet Muassasah Ar-Rayyan, Ibnu Katsir t berkata: “Begitu
juga apa yang diriwayatkan Al-Hafizh Abu Ya’laa Al-Moshuliy dari Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah. Al-
Baghawiy juga menyebutkan dalam tafsirnya dari Muhammad bin Faishal.
223
HR. Muslim (2413) dalam Fadha-il Ash-Shahabah dari Sa'ad bin Abi Waqqash z.
94
َ َ‫ين يَدعُو َن َربَّ ُهم بِالغَ َداةِ َوال َع ِشي يُ ِري ُدو َن َوج َههُ َوَل تَع ُد َعي ن‬
‫اك‬ ِ َّ
َ ‫ك َم َع الذ‬ َ‫س‬ ِ
َ ‫َواصبر نَف‬
. ] 61 / ‫َعن ُهم تُ ِري ُد ِزينَةَ ال َحيَاةِ الدن يَا [ الكهف‬
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling
dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini.” [QS. Al-Kahfi (18): 28].

Dalil Ketiga: Kisah Ibnu Ummi Maktum. Ketika ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam untuk bertanya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkannya karena ia
sedang berbicara dengan orang-orang kafir Quraisy dan sangat antusias soal keislaman mereka.
Itu karena menurut beliau ada maslahat da’wah kepada Alloh. Maka Alloh menurunkan awal
surat ‘Abasa224.

Dalil Keempat: Sabda Nabi n:

‫ فمن أدرك ذلك الزمان فال‬، ‫(( يكون يف آخر الزمان أمراء ظلمه ووزراء فسقه وقضاة كذبه‬
)) ً‫يكونن هلم جابياً ول عريفاً ول شرطيا‬
“Akan ada di akhir zaman para pemimpin zalim dan para menteri fasiq serta para hakim
(qadhiy) pendusta. Maka barang siapa yang menjumpai zaman itu maka jangan sekali-kali
menjadi petugas pengumpul pajak, pejabat dan polisi.”225
Alasan pendalilan dari hadits ini adalah bahwasanya beliau melarang menolong dan membantu
orang-orang zalim.

Dalil Kelima: Dikatakan kepada mereka: Seandainya ahli bid’ah membuat bid’ah padahal
mereka menginginkan kebaikan dan kemaslahatan, seperti menghidupkan peringatan maulid
Nabi, puasa Nishfu Sya'ban, niscaya mereka akan mengatakan: Tidak boleh. Kami katakan:
Jadi masalahnya sama. Hal yang sama dengan itu, seandainya ada seorang lelaki berkhalwat
(berduaan) dengan seorang perempuan karena alasan da’wah, niscaya mereka akan
mengatakan: tidak boleh. Kami katakan: Jadi masalahnya sama.

Dalil Keenam: Mereka didalili dengan sabda Nabi n:

)) ً‫(( ما جعل دواء أميت فيما حرم عليها إن اهلل طيب ل يقبل إل طيبا‬
“Obat untuk umatku tidak dijadikan dalam hal yang diharamkan kepada mereka.
Sesungguhnya Alloh itu baik tidak menerima melainkan yang baik.”226

Dalil Ketujuh: Para Ahli Hadits telah ijma’ bahwasanya tidak boleh bagi seseorang membuat-
buat hadits dari dirinya sendiri dalam Bab Al-Fadhaa-il (Keutamaan-keutamaan Amalan) atau
membuat-buat hadits untuk mendorong manusia agar melakukan sesuatu, meski dalam
keutamaan-keutamaan amalan itu mengandung maslahat kebaikan dan ketaatan menjadi
bertambah, karena konsekuensi dari itu adanya maksiat, yaitu berdusta atas nama Alloh dan
Rasul-Nya.

*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
224
Ibnu Katsir menyebutkan kisah ini dalam tafsirnya IV / 604. Ath-Thabariy juga menyebutkan dalam
tafsirnya XII / 443.
225
Al-Mu’jam Ash-Shaghir karya Ath-Thabrani I / 204.
226
HR. Muslim (1015) dalam Bab Zakat.
95
Syubhat Keenam:
Syubhat bahwa Imam Ahmad mengatakan: Andai saja saya punya
sebuah doa yang mustajab tentu akan saya gunakan untuk
mendoakan kebaikan bagi penguasa.
Keabsahan perkataan ini berasal dari Imam Ahmad masih perlu ditinjau ulang. Namun
ada salaf selain beliau yang terbukti mengatakannya. Kemudian perkataan itu maknanya adalah
bahwa andai saya punya sebuah doa yang mustajab tentu saya akan menggunakannya untuk
mendoakan penguasa agar Alloh memperbaikinya dan menjalankan syariat-Nya. Dalam
perkataan ini dan perkataan sebagian orang yang tidak mengkafirkan para thaghut tidak ada
pertentangan. Karena, Imam Ahmad mengatakan perkataan ini.

Kemudian kami berkeinginan dan bergembira bila syariat Alloh dipraktekkan di muka
bumi. Tidak ada pertentangan antara dua perkataan ini.

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

Syubhat Ketujuh:

Syubhat orang yang mengudzur para ulama pemerintah. Mereka


mengatakan: Andai para ulama mengatakan kebenaran maka
akan terjadi fitnah besar dan peperangan serta akkibat yang
menyedihkan. Supaya tidak terjadi semua itu makanya mereka
diam.
Kami menjawab mereka dengan perkataan Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullah
ketika ia berkata, "Kedudukan Kedua: Dikatakan: bila engkau tahu bahwa berhakim kepada
thaghut adalah kekafiran. Alloh telah menyebutkan dalam kitab-Nya bahwa kekafiran lebih
besar bahayanya daripada pembunuhan. Alloh Ta'ala berfirman,

] 652 / ‫[ البقرة‬ ‫َوال ِفت نَةُ أَكبَ ُر ِم َن ال َقت ِل‬


“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.” [QS. Al-Baqarah (2): 217]

dan Alloh Ta'ala berfirman lagi,


] 555 / ‫[ البقرة‬ ‫َوال ِفت نَةُ أَ َشد ِم َن ال َقت ِل‬
“Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.” [QS. Al-Baqarah (2): 191].

Fitnah itu adalah kekafiran. Andai saja penduduk pedesaan berperang dengan penduduk
perkotaan hingga binasa semua, tentu itu lebih ringan daripada mereka menegakkan seorang
thaghut di muka bumi, yang memutuskan perkara dengan selain syariat Islam, dimana Alloh
mengutus Rasul-Nya dengannya.”227
ِ
227
Ad-Durar As-Saniyyah X / 510.
96
Syubhat Kedelapan:

Syubhat orang yang tidak mengkafirkan para thaghut. Ia


berhujjah bahwa Imam Ahmad tidak mengkafirkan Al-Ma’mun,
padahal Al-Ma’mun mengatakan Al-Qur'an makhluk:
Kami katakan: Manakah yang lebih dahsyat kekafirannya, memutuskan perkara
dengan selain hukum yang diturunkan Alloh ataukah mengatakan Al-Qur'an makhluk?

Tidak ragu dan bimbang lagi bahwa memutuskan perkara dengan selain hukum yang
diturunkan Alloh lebih dahsyat dan jelas kekafirannya daripada mengatakan Al-Qur'an
makhluk.

Dalil atas hal itu adalah firman Alloh ‘Azza wa Jalla,

، ‫ك ُه ُم ال َكافِ ُرو َن‬


َ ِ‫َوَمن لَم يَح ُكم بِ َما أَن َز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah (5): 44].

Sesuatu yang Alloh namakan sebagai kekafiran lebih berbahaya daripada sesuatu yang
tidak Alloh namakan kekafiran. Memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan
Alloh, Alloh namakan sebagai kekafiran. Sementara mengatakan Al-Qur'an makhluk tidak
Alloh namakan sebagai kekafiran. Namun meskipun demikian itu juga merupakan kekafiran.
Ada perbedaan antara dua perkara tersebut. Camkan itu wahai saudara muwahhid. Supaya,
para ulama pemerintah tidak mengkaburkan pemahamanmu.

Terdapat riwayat yang kuat dari Imam Ahmad, ia berkata, sebagaimana dalam kitab As-
Sunnah karya Al-Khallal [5 / 95], ia berkata: Ahmad bin Muhammad bin Mathar
mengkhabarkan kepadaku. Ia berkata: Abu Thalib menceritakan kepada kami. Ia berkata: Saya
berkata kepada Abu Abdillah: Sesungguhnya mereka pernah melewati sebuah kuburan
seseorang di Thursus228. Penduduk Thursus berkata: Semoga Alloh tidak merahmati orang
kafir. Abu Abdillah berkata: Ya, Semoga Alloh tidak merahmatinya. Orang inilah yang
merintis ini dan mendatangkan ini.

Disebutkan dalam sejarah bahwa Al-Ma’mun mati di Thursus. Maksudnya perkataan Imam
Ahmad: “Orang inilah yang merintis ini dan mendatangkan ini” yakni fitnah khalqul quran
(bencana akibat penguasa yang mengharuskan semua orang mengatakan Al-Qur'an makhluk).
Wallohu a’lam.

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*
Syubhat Kesembilan:
Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

)) ‫ مات ميتةً جاهلية‬، ‫(( من خرج من الطاعة وفارق الجماعة ثم مات‬

228
Sebuah kota di perbatasan antara Anthakiyah, Halab dan negara Romawi.
97
“Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan jama’ah kemudian mati
maka matinya adalah mati jahiliah.”229

Dalam riwayat yang lain,

، ‫ فإنه من فارق الجماعة شبراَ فمات‬، ‫(( من رأى من أميره شيئاً يكرهه فليصبر‬
)) ‫فميتةً جاهلية‬
“Barang siapa yang melihat pada amirnya sesuatu yang tidak ia sukai hendaklah ia
bersabar. Karena, barang siapa yang meninggalkan jama’ah sekalipun hanya sejengkal
lalu mati maka matinya adalah mati jahiliah.”230

Para ulama pemerintah berdalil dengan hadits ini untuk menakut-nakuti para pemuda
dari mengkafirkan para thaghut dan berlepas diri dari mereka. Pendalilan ini bukan pada
tempatnya.

Pertama: Hadits-hadits ini membahas para pemimpin kaum Muslimin yang zalim. Bukan
mengenai para thaghut yang membuat undang-undang.
Kedua: Makna hadits ini, Imam Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim Juz 11 – 12
halaman 238: sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: “Barang siapa meninggalkan jama’ah
kemudian mati maka matinya adalah mati jahiliah.” Maksudnya adalah sifat kematian mereka
dari sisi mereka mati dalam keadaan kacau tidak memiliki pemimpin (imam).”
Makna hadits tersebut berarti, orang yang memberontak kepada pemimpin serupa
dengan orang yang mati pada masa dimana mereka tidak mempunyai pemimpin sebagaimana
pada masa jahiliah. Bukan berarti orang yang memberontak kepada pemimpin muslim menjadi
kafir. Perhatikan wahai saudara muwahhid. Supaya, para ulama pemerintah tidak
mengaburkan pemahamanmu demi membela para thaghut mereka.

ِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*

229
HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah.
230
HR. Muslim dari hadits Ibnu Abbas.
98
Pasal tentang Ghurbah (Keterasingan)
Saudaraku muwahhid, setelah engkau mengenal tauhid, urgensinya, keutamaannya,
sedikitnya orang-orang yang mengamalkannya dan banyaknya orang-orang yang jahil (tidak
mengetahui) tentangnya. Dan agar engkau tahu bahwa kami sedang berada dalam keterasingan
di zaman ini, saya akan mengingatkan engkau dengan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitab Madarijus Salikin ( 3 / 203 ): Syaikhul
Islam berkata “Bab tentang Keterasingan” Alloh Ta'ala berfirman,

‫ض إَِّل قَلِ ًيل ِم َّمن‬ ِ ‫ون ِمن قَ بلِ ُكم أُولُو ب ِقيَّة ي ن هو َن َع ِن ال َفس‬
ِ ‫اد فِي اْلَر‬ َ ََ َ ِ ‫فَ لَوَل َكا َن ِمن ال ُقر‬
ُ َ
] 556 / ‫جي نَا ِمن ُهم [ هود‬
َ ‫أَن‬
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai
keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali
sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka.” [QS.
Huud (11): 116].

Ayat yang disebutkan beliau sebagai dalil dalam bab ini menunjukkan kedalaman ilmu dan
pengetahuan serta pemahaman Al-Qur’an beliau. Al-Ghuroba (orang-orang asing) di dunia ini
adalah mereka yang memiliki sifat yang tersebut dalam ayat tadi. Mereka lah yang dimaksud
oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya,

‫ ومن الغرباء يا‬: ‫ قيل‬. ‫ فطوىب للغرباء‬، ‫ وسيعود غريباً كما بدأ‬، ً‫(( بدأ اإلسالم غريبا‬
)) ‫ الذين يصلحون إذا فسد الناس‬: ‫رسول اهلل ؟ قال‬
“Islam diawali dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti awalnya maka
berbahagialah orang-orang yang asing. Beliau ditanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu
wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan
ketika manusia sudah pada rusak.”

Imam Ahmad berkata, “Abdurrahman bin Mahdiy telah bercerita kepada kami, dari
Zuhair, dari ‘Amr bin Abi ‘Amr –Maula Al-Muthalib bin Hanthab- dari Al-Muthalib bin
Hanthab, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

‫ الذين يزيدون إذا ن قص الناس‬: ‫ ومن الغرباء ؟ قال‬، ‫ يا رسول اهلل‬: ‫ قالوا‬. ‫(( طوىب للغرباء‬
. ))
“Berbahagialah orang-orang yang asing. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah
orang-orang yang asing itu? Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang menambah
ketika manusia mengurangi.”

Jika hadits dengan redaksi seperti ini (mahfuzh) terjaga –redaksi dari periwayatnya
tidak terbalik, yaitu “Mereka adalah orang-orang yang mengurangi ketika manusia
menambah.”- maka maknanya adalah: orang-orang yang bertambah kebaikan, keimanan dan
ketakwaannya ketika orang lain dalam semua itu justru malah berkurang. Wallohu a’lam.

Dalam hadits Al-A’masy dari Abu Ishaq, dari Abu Al-Ahwash, dari Abdullah bin
Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
‫ ومن الغرباء يا‬: ‫ قيل‬. ‫ فطوىب للغرباء‬. ‫ وسيعود غريباً كما بدأ‬. ً‫(( إن اإلسالم بدأ غريبا‬
)) ‫ النُّزاع من القبائل‬: ‫رسول اهلل ؟ قال‬
“Sesungguhnya Islam diawali dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana
awalnya maka berbahagialah orang-orang yang asing. Beliau ditanya, “Siapakah orang-orang
yang asing itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang
nyeleneh dari masyarakat umum.”

Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda -
pada suatu hari sedangkan kami ada di sisi beliau-,

، ‫ ناس صاحلون قليل يف ناس كثري‬: ‫ ومن الغرباء يا رسول اهلل ؟ قال‬: ‫ قيل‬. ‫(( طوىب للغرباء‬
. )) ‫ومن يعصيهم أكثر ممن يطيعهم‬
“Berbahagialah orang-orang yang asing. Beliau ditanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu
wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang shalih dan berjumlah
sedikit di tengah banyak orang. Orang yang tidak menaati mereka lebih banyak daripada orang-
orang yang menaati mereka.”

Ahmad berkata, “Al-Haytsam bin Jamil menceritakan kepada kami, Muhammad bin
Muslim menceritakan kepada kami, ‘Utsman bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari
Sulaiman bin Hurmuz, dari Abdullah bin ‘Amr dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda,

‫ جيتمعون‬، ‫ الفرارون بدينهم‬: ‫ ومن الغرباء ؟ قال‬: ‫ قيل‬. ‫(( إن أحب شيء إىل اهلل الغرباء‬
. )) ‫إىل عيسى ابن مرمي عليه السالم يوم القيامة‬
“Sesungguhnya orang yang paling Alloh cintai adalah orang-orang yang asing.” Ada yang
bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu?” “Mereka adalah orang-orang yang kabur
membawa dien mereka. Mereka akan berkumpul mengikuti ‘Isa putra Maryam q kelak pada
hari kiamat” jawab beliau.

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ ومن الغرباء يا رسول‬: ‫ قيل‬. ‫ فطوىب للغرباء‬، ‫ وسيعود غريباً كما بدأ‬. ً‫(( بدأ اإلسالم غريبا‬
. )) ‫ ويعلموهنا الناس‬، ‫ الذين حييون سنيت‬: ‫اهلل ؟ قال‬
“Islam diawali dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti awalnya maka
berbahagialah orang-orang yang asing.” Beliau ditanya, “Siapakah orang-orang yang asing
itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang menghidupkan
sunnahku dan mengajarkannya kepada manusia.”

Nafi’ meriwayatkan dari Malik, “Pada suatu hari Umar bin Khaththab masuk masjid. Ia
menjumpai Mu’adz bin Jabal sedanag duduk memandangi rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
sambil menangis. Umar bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Abu
Abdirrahman? Apakah ada saudaramu yang meninggal dunia?” “Tidak” jawab Mu’adz.
“Namun, saya sedang teringat suatu hadits yang pernah diceritakan Kekasihku, Rasulullah
100
shallallahu 'alaihi wa sallam,
kepadaku di masjid ini” lanjut Mu’adz. “Apakah hadits itu?” tanya
Umar. Mu’adz menjawab, “Sesungguhnya Alloh mencintai al-akhfiyaa’ al-atqiyaa’ al-
abriyaa’ (orang baik-baik yang bertaqwa dan tidak terkenal). Apabila tidak ada mereka tidak
dicari. Apabila hadir mereka tidak dikenal. Hati mereka laksana pelita-pelita petunjuk. Mereka
keluar dari setiap kesulitan yang gelap.”

Merekalah orang-orang yang asing yang terpuji dan membuat iri. Karena jumlah
mereka yang sangat sedikit di tengah manusia mereka dinamakan orang-orang asing. Hal itu
disebabkan karena mayoritas manusia tidak bersifat sebagaimana sifat orang-orang asing itu.
Orang-orang Islam di tengah manusia laksana orang-orang asing. Orang-orang beriman di
tengah orang-orang Islam laksana orang-orang asing. Orang-orang berilmu di tengah orang-
orang beriman laksana orang-orang asing. Ahli sunnah –yang membedakan sunnah dari hawa
nafsu dan kebid’ahan- mereka orang-orang asing. Para dai yang mengajak kepada sunnah dan
bersabar dari gangguan orang-orang yang menyelisihi merekalah ahli sunnah yang paling
asing. Namun merekalah Ahlullah (para pembela Alloh) sebenarnya. Bagi Alloh mereka bukan
orang-orang asing. Keterasingan mereka hanya ketika dibandingkan dengan mayoritas
manusia. Mayoritas manusia itulah yang Alloh Ta'ala berfirman, tentang mereka,

‫يل اللَّ ِه‬


ِ ِ‫وك َعن َسب‬ ِ ‫ضي‬ ِ ِ
] 556 / ‫[ األنعام‬ َ ‫ضل‬ ُ ِ ‫َوإِن تُطع أَكثَ َر َمن في اْلَر‬
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Alloh.” [QS. Al-An’am (6): 116].

Merekalah orang-orang yang terasing dari Alloh, Rasul-Nya dan dien-Nya. Keterasingan
merekalah keterasingan yang menyusahkan. Meskipun mereka adalah orang-orang terkenal dan
ternama.

Sebagaimana dikatakan dalam syair:


Orang asing bukanlah orang yang negerinya jauh
Namun orang asing adalah orang yang engkau jauhi

Ketika Musa kabur melarikan diri dari kaum Fir’aun sampai ke negeri Madyan, dalam
kondisi yang disebutkan Alloh. Ia sendirian, asing, ketakutan dan kelaparan. Ia berkata,
“Wahai Rabbku saya sendirian, sakit dan asing.” Dikatakan kepadanya, “Wahai Musa, orang
yang sendirian adalah orang yang tidak punya teman sebagaimana halnya Aku. Orang yang
sakit adalah orang yang tidak punya dokter sebagaimana halnya Aku. Dan orang yang asing
adalah orang yang tidak punya hubungan pergaulan dengan-Ku.”

Macam-macam Keterasingan
Keterasingan ada tiga macam:
Yang Pertama: Keterasingan para pembela Alloh dan pembela sunnah Rasul-Nya di tengah
manusia. Keterasingan macam ini orang-orangnya dipuji Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau mengkhabarkan dien yang beliau bawa bahwa ia “datang dalam keadaan asing” dan
“akan kembali sebagaimana datangnya” dan “orang-orangnya menjadi orang-orang yang
asing.”

Keterasingan macam ini bisa terjadi di tempat, waktu dan kaum tertentu. Namun orang-
orangnya merekalah para pembela Alloh yang sebenarnya. Karena mereka tidak berlindung
kepada selain Alloh. Tidak berafiliasi kepada selain Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak

101
mengajak kepada selain dien yang beliau bawa. Mereka memisahkan diri dari manusia
meskipun sangat membutuhkan mereka. Kelak pada hari kiamat apabila orang-orang pergi
bersama dengan tuhan-tuhannya mereka tetap diam di tempatnya. Dikatakan kepada mereka,
“Tidakkah kalian pergi bersama orang-orang?” Mereka menjawab, “Dahulu kami
meninggalkan manusia di saat kami sangat membutuhkan mereka. Sedangkan hari ini kami
sedang menunggu Rabb kami yang dahulu kami sembah.”

Keterasingan macam ini tidak membuat pelakunya kesepian. Bahkan ia adalah teman ketika
manusia sedang kesepian. Kesepiannya terasa memuncak ketika mereka banyak memiliki
teman. Walinya adalah Alloh, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, meskipun mayoritas
manusia memusuhinya dan bersikap kasar kepadanya.

Dalam hadits Al-Qosim, dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
bersabda –yang beliau riwayatkan dari Alloh Ta'ala,

‫أحسن عبادة ربه‬


‫ا‬ ، ‫ ذو حظ من صالته‬، ِ‫ خفيف احلاذ‬، ‫ ملؤمن‬: ‫(( إن أغبط أوليائي عندي‬
‫ وصرب على‬، ‫ ل يشار إليه باألصابع‬، ‫ وكان مع ذلك غامضاً يف الناس‬، ً‫ وكان رزقه اكفافا‬،
. )) ‫ت باواكيه‬
‫ وقال ج‬، ‫ وقال تراثه‬، ‫ مث حلت منيته‬، ‫ذلك حىت لقي اهلل‬
“Sesungguhnya di antara wali-wali (para kekasihku)ku yang paling membuat orang ingin
seperti mereka adalah orang beriman yang tidak berharta dan berkeluarga, khusyu’ dalam
shalatnya, beribadah kepada Rabbnya dengan baik dan ikhlas, dianugerahi sifat tidak suka
meminta-minta karena merasa cukup dengan keadaannya, tidak terkenal di tengah masyarakat,
sabar atas keadaan tersebut hingga bertemu Alloh, kemudian meninggal dunia dengan
meninggalkan sedikit harta warisan dan sedikit orang yang menangisinya.”

Di antara orang-orang asing itu adalah orang-orang yang disebutkan oleh Anas dalam
haditsnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

. ))ُ‫س َم َعلَى اللَّ ِه َْلَبَ َّره‬ ِ ِ


َ ‫ث أَغبَ َر ذي طم َري ِن َل يُؤبَهُ لَهُ لَو أَق‬
َ ‫ب أَش َع‬
َّ ‫(( ُر‬
“Banyak orang yang lusuh berdebu dan berrambut kusut, berbaju usang yang tidak layak untuk
dipakai pada suatu acara, seandainya ia bersumpah atas nama Alloh niscaya Alloh akan
menjadikan sumpahnya terlaksana.”

Dalam hadits Abu Idris Al-Khaulaniy, dari Mu’adz bin Jabal, dari Nabi n, beliau
bersabda,

، ‫ كل ضعيف أ جغ ارب‬: ‫ قال‬، ‫ يا رسول اهلل‬، ‫ بلى‬: ‫(( أل أخربكم عن ملوك أهل اجلنة ؟ قالوا‬
. )) ‫ لو أقسم على اهلل ألبره‬، ‫ذي طمرين ل يؤبه له‬
“Maukah saya khabarkan kepada kalian mengenai siapakah raja-raja penghuni surga?” Mereka
menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Rasulullah, “Setiap orang yang lemah dan lusuh berdebu,
berbaju usang yang tidak layak untuk dipakai pada suatu acara, seandainya ia bersumpah atas
nama Alloh niscaya Alloh akan menjadikan sumpahnya terlaksana.” Al-Hasan berkata,
“Seorang mukmin di dunia seperti orang asing. Ia tidak gelisah karena kehinaannya.

102
(( : ‫ويف حديث أيب إدريس اخلولّن عن معاذ بن جبل عن النب صلى اهلل عليه وسلم قال‬
، ‫ كل ضعيف أ جغ ارب‬: ‫ قال‬، ‫ يا رسول اهلل‬، ‫ بلى‬: ‫أل أخربكم عن ملوك أهل اجلنة ؟ قالوا‬
‫ املؤمن يف الدنيا‬: ‫ وقال احلسن‬. )) ‫ لو أقسم على اهلل ألبره‬، ‫ذي طمرين ل يؤبه له‬
‫ الناس منه يف‬، ‫ وله حال‬، ‫ للناس حال‬، ‫ ول ينافس يف عزها‬، ‫ ل جيزع من ذهلا‬، ‫كالغريب‬
. ‫ وهو من نفسه يف تعب‬، ‫راحة‬
Di antara sifat-sifat orang-orang asing itu –yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri
merasa ingin menjadi seperti mereka- adalah berpegang teguh dengan sunnah ketika manusia
membencinya. Ia meninggalkan apa saja yang diada-adakan mereka, meskipun itu adalah suatu
hal yang baik (ma’ruf) menurut pandangan mereka. Ia memurnikan tauhidnya meskipun
mayoritas manusia mengingkarinya. Ia tidak berafiliasi kepada seorang pun selain Alloh dan
Rasul-Nya, baik kepada Syaikh, thariqah (metode), madzhab dan thaifah (kelompok). Tetapi,
orang-orang asing itu berafiliasi kepada Alloh dengan menghambakan diri hanya semata-mata
kepada-Nya; kepada Rasul-Nya dengan hanya mengikuti ajaran yang beliau bawa. Mereka
itulah orang-orang yang benar-benar memegang bara api. Mayoritas manusia –bahkan
seluruhnya- mencela mereka. Lantaran keterasingannya di tengah manusia, mereka dianggap
orang-orang yang aneh dan ganjil, ahli bid’ah dan orang-orang yang telah meninggalkan as-
sawaad al-a’zham (mayoritas manusia).

Makna sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, )) ‫” (( هم النُّزاع م ان الج اقباائل‬mereka adalah orang-
orang yang terasing di antara kabilahnya” bahwa Alloh Ta'ala mengutus Rasul-Nya
sedangkan penduduk bumi mempunyai dien yang beraneka ragam. Para pengikut Rasul-Nya
berada di tengah para penyembah berhala dan api, para penyembah gambar dan salib, orang-
orang Yahudi, shabi’ah dan para ahli filsafat. Di awal munculnya Islam masih asing. Apabila
ada di antara mereka yang masuk Islam dan menyambut seruan Alloh dan Rasul-Nya ia akan
menjadi asing di lingkungannya, kabilahnya, keluarganya dan keluarga besarnya (klannya).

Orang-orang yang menyambut da’wah Islam adalah orang-orang terasing di kabilahnya.


Mereka berjumlah sedikit. Mereka terasing dari kabilah dan keluarga besar mereka. Ketika
mereka masuk Islam merekalah orang-orang asing yang sebenarnya. Hingga ketika Islam
nampak, da’wahnya tersebar luas, manusia berbondong-bondong masuk Islam sirnalah
keterasingan itu dari mereka. Kemudian Islam mulai berpindah tempat dari tempat asalnya dan
menjauh hingga kembali menjadi asing sebagaimana awal munculnya. Bahkan Islam yang
benar –yang dibawa Rasulullah n dan dikuti para sahabat- pada hari ini lebih asing daripada
Islam di awal munculnya. Meskipun saat ini panji-panji dan simbol-simbolnya nampak
masyhur dan dikenal di mana-mana. Islam yang sebenarnya sangat asing dan para penganutnya
sangat asing di tengah manusia.

Bagaimana satu golongan -yang sangat sedikit jumlahnya- tidak asing di tengah 72
golongan yang memiliki banyak pengikut dan pemimpin, kedudukan dan wilayah, dan ia tidak
akan dianggap sejajar dengan kebanyakan orang kecuali jika mau menyelisihi ajaran yang
dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Lantaran ajaran yang dibawa beliau bertentangan
dengan hawa nafsu dan kesukaan mayoritas manusia, bertentangan dengan syubhat-syubhat
dan kebid’ahan-kebid’ahan yang menjadi puncak keutamaan dan amal mereka dan
bertentangan dengan syahwat yang menjadi tujuan dan maksud serta kehendak mereka.

Bagaimana seorang mukmin -yang berjalan di atas jalan mutaba’ah (mengikuti


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) menuju Alloh- tidak asing di tengah orang-orang yang

103
telah mengikuti hawa nafsunya, menuruti sifat kikirnya dan masing-masing takjub dengan
pendapat akalnya sendiri? Sebagaimana sabda Nabi saw,

ً َ‫ َحتَّى إِذَا َرأَي تُم ُش ًّحا ُمط‬،‫وف َوان َهوا َع ِن ال ُمن َك ِر‬
‫اعا َو َه ًوى ُمتَّبَ ًعا َو ُدن يَا‬ ِ ‫((مروا بِالمعر‬
ُ َ ُُ
،‫ك‬ َ ‫اص ِة نَف ِس‬ َّ ‫ك بِ َخ‬َ ‫ فَ َعلَي‬، ‫ك بِ ِه‬َ َ‫ت أَم ًرا لَ يَ َد ل‬ َ ‫ َوَرأَي‬، ‫اب ُكل ِذي َرأي بَِرأيِ ِه‬ َ ‫ُمؤثَ َرًة َوإِع َج‬
))‫ض َعلَى ال َجم ِر‬ َّ ً‫ فَِإ َّن ِمن َوَرائِ ُكم أَيَّاما‬،‫اك َو َع َو َّام ُهم‬
ِ ِ‫الصب ُر فِي ِه َّن َكال َقاب‬ َ َّ‫َوإِي‬
“Beramar ma’ruf dan nahi mungkarlah kalian hingga jika kalian melihat sifat kikir dan rakus
terhadap harta dunia dituruti, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan daripada dien,
masing-masing orang takjub dengan pendapat akalnya dan engkau melihat suatu perkara yang
engkau sendiri tidak bisa merubahnya maka hendaknya engkau menjaga dirimu sendiri.
Tinggalkan urusan orang awam. Karena setelah kalian nanti akan datang hari-hari dimana
orang yang sabar pada waktu-waktu itu bagaikan orang yang menggenggam bara api.”

Oleh karena itu pada waktu itu apabila ada seorang muslim yang jujur berpegang teguh
dengan diennya ia akan mendapat pahala 50 kali lipat pahala sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. Dalam Sunan Abu Daud dan Tirmidzi terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu
Tsa’labah Al-Khusyaniy, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mengenai ayat ini:

‫ض َّل إِذَا اهتَ َدي تُم‬


َ ‫ضرُكم َمن‬
ُ َ‫س ُكم َل ي‬ ِ َّ
] 561 / ‫[ املائدة‬
َ ‫ين آ ََمنُوا َعلَي ُكم أَن ُف‬
َ ‫يَا أَي َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” [QS. Al-Maidah (5): 105].

Beliau menjawab,

ِ
‫ت ُش ًّحا ُمطَاعاً َو َه ًوى ُمتَّبَعاً َو ُدن يَا‬َ ‫اهوا َع ِن ال ُمن َك ِر َحتَّى إِ َذا َرأَي‬َ َ‫بَ ِل ائ تَ ِم ُروا بِال َمع ُروف َوتَن‬
‫ك ال َع َو َّام فَِإ َّن ِمن‬ َ ‫اص ِة نَف ِس‬
َ ‫ك َو َدع َعن‬ َّ ‫ك بِ َخ‬ َ ‫اب ُكل ِذى َرأى بَِرأيِ ِه فَ َعلَي‬ َ ‫ُمؤثَ َرًة َوإِع َج‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ،‫الصب ِر‬ ِ
َ ‫الصب ُر في ِه َّن مث ُل قَ بض َعلَى ال َجم ِر لل َعام ِل في ِهم مث ُل أَج ِر َخمس‬
‫ين‬ َّ ‫ام‬ َ َّ‫َوَرائ ُكم أَي‬
‫ال « أَج ُر‬ َ َ‫ول اللَّ ِه أَج ُر َخم ِسي َن ِمن ُهم ؟ ق‬ َ ‫ يَا َر ُس‬: ‫ت‬ ُ ‫ قُل‬، ‫َر ُجلً يَع َملُو َن ِمث َل َع َملِ ِه‬
.» ‫ين ِمن ُكم‬ ِ
َ ‫َخمس‬
“Tetapi beramar ma’ruf dan nahi mungkarlah sebagian kalian kepada sebagian lainnya. Hingga
jika kamu melihat sifat kikir dan rakus terhadap harta dunia dituruti, hawa nafsu diikuti, dunia
lebih diutamakan daripada dien, masing-masing orang takjub dengan pendapat akalnya dan
engkau melihat suatu perkara yang engkau sendiri tidak bisa merubahnya maka hendaknya
engkau menjaga dirimu sendiri. Tinggalkan urusan orang awam. Karena setelah kalian nanti
akan datang hari-hari yang penuh kesabaran dimana orang yang sabar pada waktu-waktu itu
bagaikan orang yang menggenggam bara api. Orang yang beramal di tengah mereka akan
medapat pahala 50 kali lipat orang yang mengamalkan sama dengan amalnya. Saya bertanya,
“Wahai Rasulullah, 50 kali lipat orang dari mereka?” beliau menjawab, “Pahalanya 50 kali
lipat orang yang berasal dari kalian (para sahabat).”

104
Pahala yang amat banyak ini tidak lain lantaran keterasingannya di tengah manusia,
kencangnya ia berpegang teguh terhadap sunnah di tengah kegelapan hawa nafsu dan akal
mereka.

Seorang mukmin yang telah diberikan bashirah (ilmu dan keyakinan) dalam diennya,
kepahaman terhadap sunnah Rasul dan kitab-Nya dan telah diperlihatkan kepadanya hawa
nafsu, berbagai kebid’ahan, kesesatan dan penyelewengannya dari shirath al-mustaqim (jalan
yang lurus); yang dahulu dilalui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya;
apabila ia (seorang mukmin) ingin menempuh jalan yang lurus ini, hendaknya ia memantapkan
dirinya untuk menghadapi celaan orang-orang bodoh dan ahli bid’ah karenanya, cercaan
mereka karenanya, orang-orang yang dibuat lari darinya, penghati-hatian mereka terhadapnya,
sebagaimana para pendahulu mereka orang-orang kafir memperlakukan panutan dan imam
mereka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun apabila seorang mukmin tersebut
mengajak mereka meniti jalan lurus tersebut dan mencela dien mereka, ketika itulah tiba
kehancuran mereka.
.
. ‫ور ججله‬
‫ وجيلبون عليه خبيل كبريهم ا‬، ‫ وينصبون له احلبائل‬، ‫ويبغون له الغوائل‬
Ia asing dalam diennya lantaran kerusakan dien-dien mereka. Ia asing dalam berpegang
teguhnya dengan sunnah lantaran berpegang teguhnya mereka dengan berbagai kebid’ahan. Ia
asing dalam keyakinannya lantaran rusaknya keyakinan-keyakinan mereka. Ia asing dalam
shalatnya lantaran buruknya shalat mereka. Ia asing di jalannya lantaran kesesatan dan
kerusakan jalan-jalan mereka. Ia asing dalam afiliasinya lantaran perbedaan afiliasinya. Ia
asing dalam pergaulannya dengan mereka lantaran ia bergaul dengan mereka dengan cara yang
tidak disukai hawa nafsu mereka.

Secara global, mereka asing dalam urusan-urusan dunia dan akhiratnya. Ia tidak
menjumpai seorang pun yang membantunya dan menolongnya dari kalangan orang awam. Ia
adalah orang berilmu yang ada di tengah orang-orang bodoh. Ia adalah pembela sunnah di
tengah ahli bid’ah. Ia adalah dai yang mengajak kepada Alloh dan Rasul-Nya di tengah pra dai
yang mengajak kepada hawa nafsu dan berbagai kebid’ahan. Ia adalah orang yang beramar
ma’ruf dan nahi mungkar di tengah suatu kaum yang menurut pandangan mereka yang ma’ruf
adalah suatu kemungkaran dan yang mungkar adalah suatu kebaikan (ma’ruf). Selesai
perkataan beliau rahimahullahu ta'ala.

Perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta'ala


mengenai Keterasingan:
Beliau rahimahullahu ta'ala punya sebuah komentar atas hadits tersebut. Beliau
berkata, “Kondisi ini tidak mengharuskan bahwa jika Islam berubah menjadi asing maka boleh
meninggalkannya –wal ‘iyyaadzu billah (saya berlindung kepada Alloh darinya)-! Tetapi
urusannya sebagaimana firman Alloh Ta'ala,

ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫اإلس َلِم دينًا فَ لَن يُقبَ َل منهُ َو ُه َو في اْلَخ َرة م َن ال َخاس ِر‬
. ] 11 / ‫ين [ آل عمران‬ ِ ‫َوَمن يَبتَ ِغ غَي َر‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali Imran
(3): 85].

Dan firman Alloh Ta'ala,

105
ِ ‫ين ِعن َد اللَّ ِه‬
. ] 55 / ‫اإلس َل ُم [ آل عمران‬ َ ‫إِ َّن الد‬
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Alloh hanyalah Islam.” [QS. Ali Imran (3): 19].

Dan firman Alloh Ta'ala,

… ] 566 / ‫ين آ ََمنُوا اتَّ ُقوا اللَّهَ َح َّق تُ َقاتِِه َوَل تَ ُموتُ َّن إَِّل َوأَن تُم ُمسلِ ُمو َن [ آل عمران‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَي َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh sebenar-benar takwa kepada-
Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” [QS.
Ali Imran (3): 102].

Jika Islam berubah menjadi asing tidak mengharuskan bahwa orang yang berpegang teguh
dengannya maka ia menjadi berada dalam keburukan. Justru dialah orang yang paling bahagia
sebagaimana disebutkan lanjutan hadits )) ‫“ (( فطوىب للغرباء‬Berbahagialah orang-orang yang asing
itu.” ‫ (وطوىب ) من الطيب‬Thuubaa berasal dari kata ath-thayyib. Alloh Ta'ala berfirman,

ِ ‫الصالِح‬
. ] 65 / ‫ات طُوبَى لَ ُهم َو ُحس ُن َمآَب [ الرعد‬ ِ ِ َّ
َ َّ ‫ين آ ََمنُوا َو َعملُوا‬
َ ‫ا لذ‬
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat
kembali yang baik.” [QS. Ar-Ra’du (13): 29].

Ia menjadi bagian dari golongan as-saabiquun al-awwaluun (para sahabat yang pertama-tama
masuk Islam) dimana mereka mengikuti Islam ketika dalam keadaan masih asing. Namun
dengan mereka adalah manusia paling bahagia. Adapun kelak dalam kehidupan akhirat,
mereka adalah manusia yang paling tinggi derajatnya setelah para nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. sedangkan dalam kehidupan dunia Alloh Ta'ala berfirman,

ِِ ِ َ ‫ك اللَّه وم ِن اتَّب ع‬
، ] 64 / ‫ين [ األنفال‬
َ ‫ك م َن ال ُمؤمن‬ َ َ َ َ ُ َ ُ‫يَا أَي َها النَّبِي َحسب‬
“Hai Nabi, cukuplah Alloh (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang
mengikutimu.” [QS. Al-Anfal (8): 64], maksudnya bahwa Alloh-lah yang mencukupimu dan
mencukupi orang yang mengikutimu … Seorang muslim yang mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam maka Alloh-lah yang mencukupinya. Dia-lah pelindungnya di mana pun ia
berada dan kapan pun waktunya.

Oleh karena itu terdapat kaum Muslimin yang berpegang teguh dengan Islam di
Negara-negara kafir. Mereka akan merasakan kebahagiaan setiap kali bertambah kuat dalam
memegang teguh Islam …

Banyak orang jika ia melihat kemungkaran atau banyak perubahan kondisi Islam maka
ia akan merasa gelisah, lelah dan meratap sebagaimana halnya orang-orang yang tertimpa
musibah juga meratap. Ia dilarang melakukan semua itu. Bahkan ia diperintahkan untuk
bersabar, tawakkal, teguh berada di atas dien Islam, beriman kepada Alloh bersama orang-
orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Hasil akhir milik orang-orang
bertaqwa. Segala musibah yang menimpanya sebenarnya itu disebabkan karena dosa-dosanya
maka bersabarlah. Sesungguhnya janji Alloh itu benar adanya. Hendaknya ia meminta ampun
karena dosa-dosanya dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Kemudian akan kembali asing sebagaimana
awalnya” mengandung dua hal:

106
Pertama, dien ini akan kembali asing pada suatu tempat dan zaman namun kemudian akan
nampak jelas. Sebagaimana di awal munculnya dalam keadaan asing kemudian nampak jelas.
Oleh karena itu beliau bersabda, “akan kembali asing sebagaimana awalnya.” Ketika mulai
muncul asing tidak dikenal namun kemudian baru nampak jelas dan dikenal. Demikian juga
akan kembali sampai tidak dikenal kemudian nampak jelas dan dikenal. Ketika dalam keadaan
asing sedikit orang yang mengenalnya sebagaimana pada awal munculnya.

Ada kemungkinan keterasingan itu terjadi ketika dunia akan berakhir dimana orang Islam saat
itu berjumlah sangat sedikit. Dan ini hanya terjadi setelah munculnya Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj
menjelang datangnya hari kiamat. Ketika itulah Alloh meniupkan angin yang akan mencabut
nyawa setiap orang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Baru kemudian datang hari
kiamat.

Adapun sebelum itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,


‫ حىت‬، ‫ ل يضرهم من خالفهم ول من خذهلم‬، ‫(( ل تزال طائفة من أميت ظاهرين على احلق‬
)) ‫تقوم الساعة‬
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku selalu menang di atas kebenaran. Tidak
membahayakan mereka orang yang menyelisihi dan menelantarkan mereka sampai tiba hari
kiamat.” Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhariy dan Muslim231. Dan ada lagi hadits yang
semisal dengannya yang diriwayatkan dari berbagai jalur periwayatan.

Hadits ini berfaidah bahwa seorang muslim tidak boleh sedih dengan sedikitnya orang
yang mengetahui hakikat Islam. Ia tidak boleh merasa sempit dadanya karena itu. Jangan
sampai ia menjadi ragu-ragu dengan dienul Islam sebagaimana kondisi Islam ketika baru mulai
muncul.

Bisa jadi keterasingan itu terjadi dalam sebagian syariat-syariatnya dan bisa jadi itu
terjadi di sebagian tempat. Di banyak tempat syariat-syariatnya tidak diketahui oleh para
penduduknya sehingga itu menjadikannya asing di tengah mereka. Yang tahu hanya
perorangan yang sangat jarang.”232

Di antara perkataan-perkataan para salaf mengenai keterasingan


dan orang-orang yang asing:
Al-Auza’i rahimahullah menjelaskan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: ((Islam
diawali dalam keadaan asing …Al-Hadits)): Islam itu tidak pergi hilang, yang pergi adalah ahli
sunnah. Sampai-sampai hanya ada satu orang yang tersisa yang menjadi bagian ahli sunnah
dalam suatu negara.”233

Yunus bin ‘Ubaid rahimahullahu ta'ala berkata, “Tidak ada yang lebih asing daripada
sunnah dan yang lebih asing dari itu adalah orang-orang yang mengetahuinya.”234

Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullahu ta'ala berkata, “Berwasiatlah kepada ahli sunnah


karena mereka adalah orang-orang yang asing (ghuroba).”235

231
Al-Bukhariy (6 / 632, 13 / 442 dengan Syarah Fathul Bariy). Muslim (13 / 66 – 67 dengan Syarah An-
Nawawiy).
232
Majmu’ Al-Fatawa 18 / 291 – 305.
233
Kasyful Kurbah Fie Washfi Haali Ahlil Ghurbah karya Ibnu Rajab, hal 28, 29.
234
Ibid.
107
Ibnu Rajab rahimahullahu ta'ala berkata, “Orang-orang asing itu ada dua macam: yang
pertama, orang-orang yang memperbaiki dirinya sendiri ketika manusia sudah rusak, yang
kedua, orang-orang yang memperbaiki apa-apa yang dirusak manusia dan ini adalah macam
yang tertinggi dan paling utama di antara keduanya.”236

Al-Hasan rahimahullahu ta'ala berkata, “Seorang mu’min di dunia laksana orang asing, ia
tidak merasa gelisah dari kehinaan dunia dan tidak berlomba-lomba dalam meraih kemuliaan
dunia. Ia punya urusan sendiri dan orang lain punya urusan sendiri.”237

Ibnu Rajab rahimahullahu ta'ala berkata, “Di antara perkataan Ahmad bin ‘Ashim Al-
Anthakiy –ia termasuk orang bijak di zaman Abu Sulaiman Ad-Daaraaniy- ia berkata,
“Sesungguhnya saya menjumpai suatu zaman dimana Islam kembali dalam

: ‫قال الشيخ سليمان بن سحمان رحمه الل تعالى في غُربة اإلسلم‬

‫ت أعالمه يف العوامل‬ ‫مس ج‬


‫فق جد ط ا‬ ‫على الدِين فليبكي ذوو العلم‬
‫علاى هذه الدُّنيا ومجع الدراهم‬ ‫واهلدى‬
‫وحتصيل ملذو اذاِتا واملطاعم‬ ‫صار إقبال الورى‬
‫وق جد ا‬
‫سواءً لديهم ذو التقى واجلرائم‬ ‫واحتياهلم‬
‫يكون له ذخراً أاتى بالعظائم‬ ‫وإصالح دنياهم بإفساد‬
‫كل حازم‬ ِ ‫على قلة األنصار من‬ ‫دينهم‬
‫وباح مبا يف صدره غري كامت‬ ‫أهلها‬
‫يعادون فيها بل يوالون ا‬
‫اهيم ذات الدعائم‬ ‫وملة إبر ا‬ ‫انتقص اإلنسان منها مبا‬
‫ا‬ ‫إذ‬
‫من الناس باك وآس ونادم‬ ‫عسى‬
‫ا‬
‫ومل يبق إل اإلسم بني العوامل‬ ‫وأبدى أعاجيباً من احلزن‬
‫اجر عن معضالت اجلرائم‬ ٌ ‫ول ز‬ ‫واألسى‬
‫عفاءً فأصبحت طامسات‬ ً‫وناح عليها آسفاً متظلِما‬
‫املعامل‬ ‫فأما على الدِين احلنيفي‬
‫عليها السواىف يف مجيع األقامل‬ ‫واهلدى‬

235
Ibid.
236
Kasyful Kurbah, hal 32.
237
Kasyful Kurbah, hal 47.
108
‫كذاك الربء من ك ِل غاو وآمث‬ ‫فليس عليها والذي فلق النوى‬
‫األبطحي ابن هاشم‬
‫ّ‬ ‫النب‬
‫بدين ِ‬ ‫وقد درست منها املعامل بل‬
‫به امللة السمحاء إحدى‬ ‫عفت‬
‫القواصم‬ ‫آمر بالعرف يعرف بيننا‬ ‫فال ٌ‬
‫إىل اهلل يف حمو الذنوب العظائم‬ ‫اهيم غود ار هنجها‬
‫وملة إبر ا‬
‫وران عليها كسب تلك املآمث‬ ‫وقد عدمت فينا وكيف وقد‬
‫بأوضار أهل الشرك من ك ِل‬ ‫سفت‬
‫ظامل‬ ‫احلب والبغض‬ ‫وما الدين إل ُّ‬
‫وهنرع يف إكرامهم بالولئم‬ ‫والول‬
‫يقيم بدار الكفر غري مصارم‬ ‫وليس هلا من سالك‬
‫مساملة العاصني من ك ِل آمث‬ ‫متمسك‬
‫ويا قلة األنصار من ك ِل عامل‬ ‫فلسنا نرى ما حل بالدين‬
‫على الدين فاصرب صرب أهل‬ ‫وامنحت‬
‫العزائم‬ ‫فنأسى على التقصري منا‬
‫أتتنا عن املعصوم صفوة آدم‬ ‫ونلتجئ‬
‫من الصحب أصحاب النب‬ ‫فنشكوا إىل اهلل القلوب اليت‬
‫األكارم‬ ‫قست‬
‫إليه فإن اهلل أرحم راحم‬ ‫ألسنا إذا ما جاءنا متض ِم ٌخ‬
‫معامله يف األرض بني العوامل‬ ‫هنش إليهم بالتحة والثنا‬
‫ُّ‬
‫وأصحابه أهل التقى واملكارم‬ ‫وقد برء املعصوم من ك ِل‬
‫ودق من خالل‬ ‫وما اهنل ٌ‬ ‫مسلم‬
‫الغم ائم‬ ‫املعيشي عندنا‬
‫ُّ‬ ‫ولكنما العقل‬
‫فيا حمنة اإلسالم من ك ِل‬
‫جاهل‬
‫وهذا أوان الصرب إن كنت‬
‫‪109‬‬
‫حازماً‬
‫فمن يتمسك باحلنيفية اليت‬
‫له أجر مخسني امرء من‬
‫ذوي اهلدى‬
‫فنح وابك واستنصر بربك‬
‫راغباً‬
‫لينصار هذا الدِين من بعد ما‬
‫عفت‬
‫وصل على املعصوم واآلل‬‫ِ‬
‫كلُّهم‬
‫بع ِد وميض الربق والرمل‬
‫واحل صى‬

‫*ِِِ*ِِِ*ِِِ*ِِِ*‬
‫ِ‬
‫موقعنا على النترنت‬
‫منبر التوحيد والجهاد‬
‫‪http://www.tawhed.ws‬‬
‫‪http://www.almaqdese.com‬‬
‫‪http://www.alsunnah.info‬‬
‫حقوق النشر غير محفوظة‬

‫‪110‬‬
‫فِهرس الموضوعات‬

‫الموضوع‬
‫الصفحة‬

‫املقدمة …………………………………………………… ‪2‬‬


‫الباب اْلول ‪ :‬يف وجوب إتباع الكتاب والسنة ……………………… ‪5‬‬
‫فصل ‪ :‬يف إنكار السلف ملن خالف األحاديث باآلراء …………………… ‪8‬‬
‫ذم التقليد ………………………………………… ‪11‬‬ ‫فصل ‪ :‬يف ّ‬
‫مقتضيات الشهادة بالنبوة ولوازمها ……………………………… ‪12‬‬
‫احلذر … احلذر … من شرك الطاعة …………………………… ‪11‬‬
‫الباب الثاني‪ :‬حقيقة اإلسلم‬
‫الفصل اْلول ‪ :‬حقيقة التوحيد ………………………………… ‪15‬‬
‫أصل دين اإلسالم …………………………………………… ‪15‬‬
‫النطق بكلمة التوحيد من غري علم مبعناها ول عمل مبقتضاها غري نافع باإلمجاع … ‪15‬‬
‫معىن اإلله ………………………………………………… ‪18‬‬
‫عدم قصد الشرك ل يغين عن أصحابه……………………………… ‪11‬‬
‫ول‬ ‫املرء مكلف مبعرفة التوحيد ونقيضه من الشرك الذي ل يغفر ول عذر فيه باجلهل‬
‫التقليد………………………………………………… ‪22‬‬

‫‪111‬‬
‫الفصل الثاني ‪ :‬الكفر بالطاغوت‬
‫أمهية الكفر بالطاغوت………………………………………… ‪21‬‬
‫معىن الطاغوت……………………………………………… ‪22‬‬
‫معىن الكفر بالطاغوت………………………………………… ‪21‬‬
‫السكوت على املنكر مع القدرة على إنكاره دليل على الرضى به ‪ ،‬فكيف مبن ظاهر وأعان‬
‫عليه !!……………………………………………… ‪22‬‬
‫الفصل الثالث ‪ :‬الرباءة من املشركني ……………………………… ‪22‬‬
‫ل يستقيم اإلسالم إل مبوالة أولياء اهلل ومعاداة أعدائه…………………… ‪22‬‬
‫مودة الكافر ……………………………………………… ‪21‬‬
‫موقف الصحابة من واقعهم …………………………………… ‪21‬‬
‫ل حيصل الدخول يف اإلسالم إل ببغض املشركني ومعاداِتم وتكفريهم ……… ‪22‬‬
‫الباب الثالث ‪ :‬التكفير وأحكامه‬
‫مىت يكون التلفظ بالشهادتني مانعاً من التكفري………………………… ‪25‬‬
‫احلكم مبقتضى الظاهر………………………………………… ‪25‬‬
‫إلصاق ِتمة التكفري للموحدين ………………………………… ‪25‬‬
‫الفصل اْلول ‪ّ :‬‬
‫الردة ………………………………………… ‪22‬‬
‫الردة وذكر بعض صورها ………………………………… ‪22‬‬ ‫تعريف ّ‬
‫الردة حتبط األعمال إذا مات صاحبها عليها ………………………… ‪28‬‬
‫ّ‬

‫‪112‬‬
‫الفصل الثاني ‪ :‬احلكم بغري ما أنزل اهلل …………………………… ‪21‬‬
‫كل من دعا إىل حتكيم غري اهلل ورسوله فقد دعا إىل حتكيم الطاغوت ………… ‪12‬‬
‫التحاكم إىل القوانني حتاكم إىل الطاغوت …………………………… ‪11‬‬
‫قد حيتج أهل الطواغيت باإلكراه على افعاهلم ………………………… ‪11‬‬
‫حتكيم القوانني كفر ناقل عن امللّة وإن قال أصحابه أخطأنا وحكم الشرع أعدل … ‪15‬‬
‫البلدة اليت حتكم بالقانون ليست بلد إسالم ………………………… ‪12‬‬
‫منع اجلهاد يف سبيل اهلل كفر صريح ‪ ،‬يقاتل عليه بال خالف عند العلماء ……… ‪12‬‬
‫طاعة الطواغيت املكفرة ……………………………………… ‪12‬‬
‫الفصل الثالث ‪ :‬الشك يف كفر الكافر …………………………… ‪18‬‬
‫الفصل الرابع ‪ :‬يف من سب النب صلى اهلل عليه وسلم أو استهزأ حبكم من أحكامه أو دفع‬
‫شيئاً مما جاء به ………………………………………… ‪52‬‬
‫الفصل الخامس ‪ :‬العذر باجلهل ………………………………… ‪52‬‬
‫عدم إعذار أهل الفرتة الفاقدة للحجة والربهان ‪ ،‬دليل على عدم اإلعذار يف وجود القرآن‬
‫والسنة من باب أوىل …………………………………… ‪51‬‬
‫الغالب على كل مشرك شبهة عرضت له اقتضت كفره ………………… ‪22‬‬
‫العذر باخلطأ يف الشرك الكرب يلزم منه عدم تكفري طوائف من الكفار والزنادقة ‪ ،‬قد أمجعت‬
‫األمة على كفرها وكفر من شك يف كفرها …………………… ‪21‬‬
‫الكفر غري خاص باملعاند بل يشمل من ارتكب الكفر جاهالً ……………… ‪21‬‬
‫األدلة على عدم العذر باجلهل يف أصل الدين ………………………… ‪22‬‬
‫الشبهة اليت يستدل هبا دائماً املخالفون……………………………… ‪21‬‬
‫الفصل السادس ‪ :‬قيام احلجة…………………………………… ‪22‬‬
‫الفصل السابع ‪ :‬إظهار الدين املبيح لإلقامة بني أظهر املشركني …………… ‪25‬‬

‫‪113‬‬
‫بعض ُشبهات المعاصرين والر ّد عليها‬
‫الشبهة األوىل ‪ :‬شبهة من احتج بقول أحد من الناس وترك الدليل الشرعي …… ‪82‬‬
‫الشبهة الثانية ‪ :‬شبهة من يقول ما كلفين اهلل بتكفري الطواغيت واملشركني ‪ ،‬ولن يسألين اهلل‬
‫عنهم …………………………………………… ‪82‬‬
‫الشبهة الثالثة ‪ :‬شبهة من يعتذرون للطواغيت املشرعني حبديث ( كفر دون كفر ) ‪ ،‬وقول اهلل‬
‫تعاىل ‪ { :‬ومنِلمِيحكمِبماِأنزلِللاِفأولئكِهمِالكافرون } …… ‪81‬‬
‫الشبهة الرابعة ‪ :‬شبهة ( من قال ألخيه يا كافر فقد باء هبا أحدمها ) ………… ‪85‬‬
‫الشبهة اخلامسة ‪ :‬من يرتكب احملظور من أجل اإلصالح والدعوة ‪ ،‬وهو ُمالف هلدي النب‬
‫صلى اهلل عليه وسلم ………………………………… ‪88‬‬
‫الشبهة السادسة ‪ :‬شبهة أن اإلمام امحد قال ‪ ( :‬لو ل دعوة مستجابة لصرفتها للسلطان‬
‫)………………………………………………… ‪11‬‬
‫قالوا‬ ‫الشبهة السابعة ‪ :‬شبهة من يعتذرون لعلماء احلكومات ‪ ،‬ويقولون لو أن العلماء‬
‫احلق حلصلت فتنة عظيمة وقتال وأمور ل حتمد عقباها ‪ ،‬فهم ساكتون من أجل ذلك‬
‫………………………………………………… ‪12‬‬
‫الشبهة الثامنة ‪ :‬شبهة من يتوقف يف كفر الطواغيت ‪ ،‬حيتج بأن اإلمام أمحد مل يكفر املأمون‬
‫وهو يقول خبلق القرآن…………………………………… ‪12‬‬
‫الشبهة التاسعة ‪ :‬حديث النب صلى اهلل عليه وسلم ‪ ( :‬من خرج من الطاعة وفارق اجلماعة‬
‫مث مات ‪ ،‬مات ميتةً جاهلية ) ويف رواية أخرى ‪ ( :‬من رأى من أمريه شيئاً يكرهه فليصرب ‪،‬‬
‫فإنه من فارق اجلماعة شرباً فمات ‪ ،‬فميتةً جاهلية ) ………… ‪11‬‬

‫‪114‬‬
‫فصل ‪ :‬في الغربة …………………………………………… ‪15‬‬
‫كالم شيخ اإلسالم رمحه اهلل على الغربة …………………………… ‪122‬‬
‫من أقوال السلف يف الغربة …………………………………… ‪121‬‬
‫فهرس املوضوعات ………………………………………… ‪125‬‬

‫‪115‬‬

Anda mungkin juga menyukai