Kewirausahaan I
01
Ekonomi dan Bisnis Manajemen S1 Ismail Solihin, SE., MSi
Abstract Kompetensi
Materi ini menjelaskan pengertian Mahasiswa memiliki kemampuan
wirausaha, kewirausahaan, Aktivitas untuk memahami dan menjelaskan
Wirausaha dan ruang lingkup konsep , aktivitas serta ruang lingkup
kewirausahaan yang terdiri dari kewirausahaan.
nascent entrepreneurship, productive
entrepreneurship dan unproductive
entrepreneurship
Pengertian Wirausaha, Kewirausahaan, Aktivitas Wirausaha dan Ruang Lingkup
Kewirausahaan
Pendahuluan
Kewirausahaan (entrepreneurship) dan wirausaha (entrepreneur) telah menjadi salah satu
topik yang sangat menarik saat ini. Bila anda menuliskan kata entrepreneur pada mesin
pencari Google, anda akan memperoleh lebih dari 37.000.000 hit yang berkaitan dengan
kata entrepreneur (Shane, 2008). Aktivitas kewirausahaan yang dilakukan oleh para
wirausaha tersebut berlangsung baik di perusahaan besar maupun usaha yang tergolong ke
dalam usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau small and medium enterprise (SME)
di seluruh belahan dunia.
Untuk membedakan aktivitas kewirausahaan yang dilakukan oleh para manajer dan
karyawan dalam sebuah perusahaan besar dengan aktivitas kewirausahaan yang dilakukan
oleh wirausaha yang tengah mempersiapkan usaha baru atau menjalankan usaha baru
maka dibuatlah penamaan yang berbeda untuk kedua jenis aktivitas kewirausahaan
tersebut. Aktivitas kewirausahaan yang dilakukan oleh para karyawan yang memiliki jiwa
wirausaha dalam perusahaan dinamakan intrapreneurship . Sedangkan aktivitas
kewirausahaan yang dilakukan oleh para pemilik usaha (business owner) baik kategori
UMKM mapun usaha baru (start up business) atau pengusaha yang memiliki usaha besar
dinamakan aktivitas kewirausahaan (entrepreneurship).
Kewirausahaan yang dilakukan oleh UMKM menunjukkan peran yang semakin
penting bagi perekonomian suatu negara. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto
(PDB) di Indonesia menunjukkan kenaikan dari 57% pada tahun 2013 (GEM, 2017) menjadi
sebesar 60,3% pada tahun 2016 (Kementerian Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah,
2017).
Aktivitas kewirausahaan dapat pula dikelompokkan menjadi aktivitas kewirausahaan
yang berorientasi untuk mendapatkan laba (profit oriented) dan kewirausahaan yang
ditujukan untuk memberikan manfaat sosial bagi para penerima manfaat (cause). Aktivitas
kewirausahaan yang dilaksanakan Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan berbagai organisasi
sosial kemasyarakatan lainnya dinamakan social entrepreneurship .
Apakah aktivitas kewirausahaan senantiasa memberikan dampak positif terhadap
perekonomian suatu negara? Jawabannya ternyata tidak. Pada tahun 1990, Baumol menulis
sebuah artikel yang kemudian menarik perhatian para ahli dan pemerhati kewirausahaan .
Dalam artikelnya tersebut, Baumol membagi aktivitas kewirausahaan ke dalam tiga kategori
yakni aktivitas kewirausahaan yang produktif (productive entrepreneurship), aktivitas
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
kewirausahaan yang tidak produktif (unproductive entrepreneurship) dan bahkan aktivitas
kewirausahaan yang merusak (destructive entrpreneurship).
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
3 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
produksi (combining factors of production) sebagai salah satu ciri entrepreneurship. Selain
itu Say juga menekankan bahwa seorang entrepreneur harus memiliki kualitas personal
yang khusus (Stevenson & Jarillo, 1990; Bula, 2014).
Lebih lanjut studi yang dilakukan oleh Hebert dan Link (2006) berhasil
mengidentifikasi sekurang-kurangnya 12 definisi yang dinisbatkan kepada entrepreneur,
sebagai berikut :
1. Wirausaha adalah orang yang menanggung risiko karena ketidak pastian (The
entrepreneur is the person who assumes the risk associated with uncertainty)
2. Wirausaha adalah penyedia modal (The entrepreneur is the person who supplies
financial capital)
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
4 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Entrepreneurs sebagai penyedia modal berasal dari pandangan Adam Smith (Link &
Link, 2009) baik yang digambarkan oleh Smith dalam buku An Inquiry into the Nature
and Causes of the Wealth of Nations maupun The Theory of Moral Sentiments.
Dalam pandangan Smith, seorang entrepreneur merupakan aktor yang memiliki
persiapan yang sangat baik dalam memasuki kegiatan usaha dan berhati-hati di
dalam menjalankan usaha (prudent). Kehati-hatian tersebut berkaitan dengan peran
dia sebagai penyedia modal keuangan (financial capital) yang dia akumulasikan dari
berbagai kegiatan usaha sebelumnya. Melalui akumulasi kapital yang dimilikinya,
seorang entrepreneur akan mampu mempekerjakan para karyawan profesional
(industrious men dalam terminologi Smith) untuk menjalankan usaha. Para ahli lain
yang berpendapat bahwa entrepreneur merupakan penyedia modal keuangan
(financial capital) antara lain A.R.J. Turgot, Francis Y. Edgeworth, Eugene Bӧhm-
Bawerk , A.C. Pigoue dan Ludwig von Mises.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
5 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Ahli lainnya yang memandang para entrepreneur sebagai inovator antara lain
Jeremy Bentham, Werner Sombart dan Max Weber.
Jean Baptist Say seorang industrialis dan ekonom klasik memandang entrepreneur
sebagai seorang pemimpin industri (industrial leader). Say memandang ada 3 pelaku
ekonomi yang terlibat dalam suatu industri. Pertama adalah kaum ilmuwan (scientific
class) yang mengembangkan berbagai penemuan yang dapat dimanfaatkan para
industrialis. Kedua adalah kelas entrepreneur (entrepreneur class) yang
mengaplikasikan berbagai penemuan para ilmuwan untuk menghasilkan suatu
produk yang berguna. Ketiga, kelas produktif (kelas pekerja/productive class) yang
memproduksi produk dengan menggunakan sumberdaya manusia yang menerima
upah. Menurut Say, meskipun sang entrepreneur bisa saja tidak ahli dalam
penguasaan ilmu pengetahuan maupun mengotori tangannya untuk memproduksi
suatu produk, entrepreneur harus mampu mengestimasi kebutuhan pasar dengan
tepat dan merumuskan alat pemuas kebutuhan dengan tepat pula. Hal inilah yang
menjadikan para entrepreneur memiliki peran yang sangat sentral dalam memajukan
kegiatan industri .
Para ahli lain yang menganggap entrepreneur sebagai pemimpin industri adalah
Joseph Schumpeter, Max Weber, Werner Sombart, Alfred Marshall.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
6 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
6. Wirausaha adalah seorang manajer atau pengawas (The entrpreneur is a manager
or superintendent)
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
7 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
untuk mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain para petani merupakan para
pemilik enterprise yaitu entitas kegiatan ekonomi yang memanfaatkan berbagai
sumberdaya untuk mendapatkan keuntungan.
Para ahli yang memiliki kesamaan pandangan dengan Quesnay adalah Friedrich von
Mises, A.C. Pigou dan Frederick Hawley.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
8 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Berbeda dengan pandangan Walras yang menganggap pasar berada dalam
keseimbangan, Kizner memandang pasar memiliki dinamika yang senantiasa
diwarnai dengan prosees untuk mencapai keseimbangan (equilibrium). Dalam
keadaan pasar yang dinamis, para entrpreneur berpeluang mendapatkan
keuntungan karena adanya perbedaan harga antar tempat (interspace) dan antar
waktu (intertemporal). Dalam hal ini para entrepreneur brperan sebagai arbitrase
yang membeli barang dengan harga murah dan menjualnya dengan harga yang
lebih tinggi. Kemampuan para entrepreneur untuk membaca peluang diferensiasi
harga, kuantitas dan kualitas barang dinamakan oleh Kizner (1985) sebagai
alertness (kewaspadaan).
Di dalam perekonomian yang dinamis saat ini, ketidak seimbangan pasar menjadi
keniscayaan. Pada kondisi inilah, para entrepreneur bergerak melakukan alokasi
sumberdaya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang muncul karena adanya
dinamika pasar dan memanfaatkan proses pasar (market process) yang bergerak
menuju keseimbangan. Pandangan entrepreneur sebagai agen yang melakukan
alokasi sumberdaya di pasar yang dinamis baik sebagai pedagang, kontraktor,
industrialis dll., dengan tujuan mendapatkan laba antara lain dianut oleh Israel Kizner
, Schultz maupun Schumpeter.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
9 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
(ambiguity) dll. Pendekatan kedua lebih menekankan kajiannya kepada berbagai aktivitas
yang dilakukan oleh seorang entrepreneur (entrepreneurial activity) seperti aktivitas
mengenali peluang usaha , melakukan penilaian terhadap peluang usaha dan membuat ide
usaha, mengumpulkan berbagai sumberdaya , membentuk usaha baru (start up business),
menjalankan dan mengelola usaha baru dengan menghadirkan inovasi.
Bygrave dan Hoofer (1991) menyatakan fokus penelitian kewirausahaan
(entrepreneurship) saat ini telah beralih dari fokus penelitian terhadap karakteristik
kepribadian entrepreneur menjadi penelitian-penelitian yang lebih berfokus kepada aktivitas
entrepreneurial (entrepreneurial activity) yang di dalamnya terdiri dari serangkaian aktivitas
yang dilakukan wirausaha sejak pengenalan peluang usaha hingga mengelola usaha.
Melalui penelitian yang berfokus kepada proses, para wirausaha diidentifikasi berdasarkan
keterlibatannya dalam proses aktivitas entrepreneurial dan tidak hanya diidentifikasi
berdasarkan ciri-ciri unik kepribadian seorang entrepreneur. Berdasarkan pendekatan
proses, kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan
wirausaha dalam menjlankan usaha yang dimulai dari pengenalan peluang usaha,
pengumpulan berbagai sumberdaya usaha, pembentukan organisasi usaha serta
menghasilkan atau memasarkan produk dengan harapan memproleh laba. Pendekatan dari
Bygrave dan Hoofer serta peneliti kewirausahaan lainnya seperti Schumpeter, Kizner ,
Shane dan Venkataraman yang berfokus pada proses , akan digunakan dalam buku ini
untuk menjelaskan makna kewirausahaan.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
10 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
bekerja dan memulai usaha baru – sebagaimana yang nanti akan dibahas pada bagian
Opportunity Entrepreneurship) dan modal yang mereka miliki. Hal ini relatif tidak berlaku
untuk kasus intrapreneurship.
Global Entrepreneurship Monitoring (GEM) (2001) sebuah upaya riset
kewirausahaan internasional yang melibatkan berbagai perguruan tinggi di dunia yang
diprakarsai oleh Babson College dan London Business School – menggunakan konsep
kewirausahaan berdasarkan pendekatan proses. Para peneliti GEM awalnya melakukan
studi kasus di 29 negara dan menggunakan istilah Total Early Stage Entrepreneurial Activity
(TEA) untuk menggambarkan aktivitas entrepreneurial. GEM mendefinisikan TEA sebagai
“proportion of individuals aged between 18 and 64 that are either in the process of starting a
nascent business or are the owner-managers of a new operating business that is less than
42 months old” (Proporsi para entrepreneur yang berusia 18 sampai 64 tahun yang tengah
dalam proses memulai usaha (nascent business) atau para pemilik perusahaan yang baru
beroperasi yang masa beroperasinya kurang dari 42 bulan) . TEA mengukur prosentase
penduduk dari suatu negara yang berusia antara 18 hingga 64 tahun yang tengah dalam
proses membuat usaha atau sedang menjalankan usaha dengan masa operasi kurang dari
4 tahun (baru 42 bulan).
Para entreupreneur yang menjalankan nascent business dinamakan nascent
entrepreneurs . Yang dimaksud dengan nascent entrepreneurs adalah para entrepreneur
yang saat ini tengah berusaha untuk memulai usaha baru (start-up business) ; yang
berharap mereka akan menjadi pemilik usaha baru atau memiliki bagian dari usaha baru
tersebut ; yang telah aktif berusaha untuk membentuk usaha baru dalam 12 bulan terakhir
tetapi belum memiliki aliran kas yang positif - untuk menutup beban (expenses) dan gaji
pemilik (owner) maupun para manajer perusahaan lebih dari tiga bulan (Wagner, J., 2004).
Selain memuat nascent entrepreneurs, TEA yang disampaikan oleh GEM mencakup
pula di dalamnya para entrepreneur yang telah menjalankan usaha baru dan memperoleh
cashflow positif, tetapi usahanya beroperasi kurang dari 42 bulan.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
11 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
baru yang berpotensi akan memberikan lapangan kerja baru bagi para pencari kerja. Baik
kewirausahaan dalam arti yang pertama maupun yang kedua berhubungan dengan aktivitas
yang dilakukan oleh para wirausaha sejak mengenali peluang usaha hingga menjalankan
usaha, sehingga pendapat Shrivastava & Shrivastava lebih menggambarkan kewirausahaan
dari pendekatan proses.
Pendekatan proses berawal dari pendapat Danhoff (Gartner, 1985) yang dalam
salah satu artikelnya di tahun 1949 menyatakan, “entrepreneurship is an activity or function
and not a specific individual or occupation.....the specific entrepreneur is an unrealistic
abstraction” (kewirausahaan merupakan suatu aktivitas atau fungsi dan bukan merupakan
ciri individu atau pekerjaan tertentu....menilai wirausaha sebagai orang dengan ciri tertentu
merupakan abstraksi yang tidak realistis). Pemikiran Danhoff tentang aktivitas dan fungsi
kewirausahaan telah memicu para teoritisi kewirausahaan seperti Cole, Kilby, Schumpeter,
Vesper dan Hartmann (Gartner, 1985; Carton et al., 1998; Lambing & Kuehl, 2007) untuk
membedakan fungsi kewirausahaan dengan fungsi manajerial. Fungsi dalam hal ini
dirumuskan sebagai kumpulan berbagai aktivitas yang secara nyata dapat dibedakan
dengan kumpulan aktivitas lainnya (Koontz, 1988). Fungsi kewirausahaan sebagai
kumpulan aktivitas yang saling berhubungan dan berkesinambungan mencakup enam
aktivitas sebagai berikut:
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
12 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
PENGGUNAAN RAMSOL SEBAGAI BENTUK OPTIMASLISASI PRODUKSI
Ramsol adalah bahan/formula aditif yang berfungsi sebagai pembersih dan pemutih
garam (NaCl) dalam proses produksi garam. Ramsol ditemukan pertama kali oleh Hasan
Achmad, istilah Ramsol sendiri merupakan singkatan dari Garam Solusi. Bahan baku
Ramsol terdiri dari rumput laut, kulit kerang dan Zeolit.
Untuk merealisasikan produksi yang memenuhi kuantitas dalam negeri, saat ini telah
ditemukan sebuah inovasi baru guna mempercepat proses pengkristalan garam serta
meningkatkan kualitasnya. Teknologi baru tersebut yaitu dengan menambahkan garam
solusi (RAMSOL) ke dalam air laut yang akan dijadikan garam sehingga proses produksi
lebih cepat dan dengan demikian dalam suatu volume lahan dapat menghasilkan
produksi garam yang berlipat ganda.
Pada tanggal 10 Maret 2009 Ramsol telah memperoleh sertifikat Perlindungan Hak
Merek dengan Nomor: IDM000161720 dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ramsol juga telah memperoleh Sertifikat
Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI) sebagai garam konsumsi beryodium dengan
SNI No. 01-3556-2000. Pada tanggal 7 Juni 2010 Ramsol memperoleh sertifikat Halal
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa Barat dengan sertifikat halal
No.01061030100608. Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) telah mengeluarkan
persetujuan pendaftaran produk pangan No. BPOM RI MD 245728001223 tanggal 31
Agustus 2010.
Proses pembuatan garam secara tradisional yang biasanya dilakukan lebih dari 10 hari
maka dengan menggunakan pupuk ramsol bisa memanen garam dengan waktu 5 hari.
Dengan menggunakan pupuk ramsol ini juga, dapat menghasilkan garam dengan kualitas
K1 dan lebih mengikat iodium. Dengan menggunakan Ramsol dapat juga dilakukan
pembuatan garam skala rumah tangga atau menggunakan pekarangan rumah. Dengan
demikian garam ini dapat diproduksi secara massal di seluruh kawasan pesisir pantai
Indonesia sehingga program swasembada garam nasional pada Tahun 2012 dapat
tercapai.
Sumber : Dikutip dari http://swasembada-garam.blogspot.co.id/2011/08/ramsol-bahan-
aditif-peningkat-mutu.html
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
13 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
2. Mengumpulkan berbagai sumberdaya untuk menjalankan usaha.
Setelah menemukan peluang usaha, para wirausaha akan mengumpulkan berbagai
sumberdaya yang dapat mereka gunakan untuk menjadikan peluang usaha yang mereka
persepsi , menjadi suatu kenyataan. Sumberdaya dimaksud dapat berupa uang,
sumberdaya manusia, mesin, bahan baku, jaringan kerja (network) dll.
3. Menghasilkan produk (barang atau jasa)
Aktivitas ini menjadi ciri utama bagi para pengusaha yang bergerak di bidang manufaktur
maupun jasa. Sebagai contoh , para pengusaha sepatu di Cibaduyut memproduksi
sepatu dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku untuk dipasarkan di dalam
negeri maupun di ekspor ke berbagai negara.
4. Memasarkan produk (barang atau jasa)
Aktivitas ini menjadi ciri wirausaha yang bergerak di bidang manufaktur maupun para
wirausaha yang bergerak di bidang perdagangan (trading). Para wirausaha yang
bergerak di bidang trading boleh jadi hanya berperan sebagai reseller produk yang
dihasilkan para wirausaha bidang manufaktur dan memperoleh keuntungan dari aktivitas
reseller tersebut. Sebagai contoh para dealer mobil maupun motor melakukan aktivitas
penjualan mobil dan motor dari berbagai merk yang dihasilkan para produsen mobil
seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, Mercedes, BMW dll.
5. Membentuk organisasi usaha dan menjalankan usaha
Salah satu ciri penting aktivitas kewirausahaan yang dilakukan oleh para wirausaha
adalah pembentukan organisasi usaha. Melalui organisasi usaha inilah para wirausaha
menjalankan usahanya. Sebagai contoh, pengusaha muda Sandiaga Uno membentuk
organisasi usaha dengan nama PT. Saratoga Investama Sedaya, Tbk. untuk
menjalankan berbagai aktivitas usaha. Demikian halnya pengusaha muda Rizki Pratama
Putra mengembangkan organisasi usaha kuliner di Kota Bandung dengan nama
CEKERAN MIDUN (lihat Gambar 1.1)
6. Memberikan tanggapan terhadap tuntutan pemerintah dan masyarakat.
Para wirausaha menjalankan usahanya dalam suatu lingkungan usaha yang diatur oleh
kebiajakan pemerintah dan norma-norma masyarakat. Oleh sebab itu pengusaha harus
mengindahkan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah serta berbagai norma
masyarakat tempat usaha dijalankan. Sebagai contoh para pengusaha taksi online
maupun para pengusaha taksi reguler di Indonesia tunduk kepada kebijakan pemerintah
Indonesia mengenai aturan batas atas dan batas bawah tarif angkutan taxi untuk
menghindari terjadinya konflik antara pengusaha taxi reguler dengan taxi berbasis online.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
14 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Gambar 1.1 Pemilik Cekeran Midun Rizki Putra Pratama dan Bisnis Cekeran
Midunnya
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
15 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Ruang Lingkup Kewirausahaan
2.1 Intrapreneurship
Pembahasan mengenai kewirausahaan berdasarkan pendekatan aktivitas
kewirausahaan (entrepreneurial activity) lebih banyak menyoroti aktivitas
kewirausahaan yang dilakukan oleh para wirausaha di dalam proses membentuk
usaha baru (new venture creation process). Aktivitas kewirausahaan yang
dilakukan oleh para wirausaha di dalam sebuah perusahaan yang telah berjalan
dengan baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Lockheed, 3M, Sony,
Nokia, Mayora dll., yang dinamakan intrapreneurship.
Intrapreneurship disisi lain menunjukkan orientasi entrepreneurial yang dilakukan
oleh para manajer dan karyawan dalam suatu perusahaan di dalam mengelola
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
16 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
usaha yang tercermin dari pengenalan produk baru, penggunaan teknologi baru,
pasar yang baru dll.
Isitilah intrapreneurship pertama kali dikemukakan oleh Gifford Pinchot III di
dalam sebuah artikel yang dia tulis dengan istrinya, berjudul “Intra-Corporate
Entrepreneurship” (Norman, 1982) . Fenomena kewirausahaan di dalam
perusahaan ini kemudian dia perjelas di dalam bukunya berjudul
“Intrapreneuring: Why You Don't Have to Leave the Corporation to Become an
Entrepreneur “ yang diterbitkan pada tahun 1985. Sejak saat itu konsep
intrapreneurship menjadi buzzword di dalam dunia bisnis dan manajemen serta
menjadi perhatian para peneliti kewirausahaan.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
17 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
kekayaan (rearrangement of wealth) dan tidak menciptakan kekayaan sehingga tidak
memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Baumol
mencontohkan berbagai aktivitas seperti korupsi, perampokan, pencurian,
perompakan, litigasi, lobi , serta berbagai aktivitas rent seeking termasuk ke dalam
aktivitas entrepreneurship yang tidak produktif
Berdasarkan tesis yang disampaikan oleh Baumol, korupsi seyogyanya dilihat
sebagai fenomena kewirausahaan yang bersifat rent seeking, dimana pelaku korupsi
memperoleh benefit dari kegiatan yang mereka lakukan berupa perolehan uang
negara yang dikorupsi dan jumlahnya bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan
Rupian sementara pada saat yang sama negara dan masyarakat tidak memperoleh
benefit apapun dari aktivitas yang dilakukan para koruptor. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemberantasan korupsi akan menjadi aktivitas yang sarat akan tantangan
karena korupsi sebagai aktivitas kewirausahaan akan mengandung dimensi inovasi,
organisasi korupsi, keberanian menanggung risiko dan mentalitas rent seeking.
Selama unsur-unsur tersebut masih melekat pada struktur birokrasi, maka akan
sangat sulit sekali melakukan pemberantasan korupsi.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
18 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id
Daftar Pustaka
Baumol, W., J., 1990. Entrepreneurship: Productive, Unproductive and Destructive, Journal
of Political Economy, Volume 98, Number 5, The University of Chicago.
Bula, H.O., Evolution and Theories of Entrepreneurship: 2012. A Critical Review on the
Kenyan Perspective, International Journal of Business and Commerce Vol. 1,
No.11: Jul 2012 [81-96],
Bull, I., & Willard, G., E., 1993. Toward a theory of entrpreneurship, Journal of Business
Venturing, Volume 8, New York : Elsevier Science Publishing.
Bygrave, W.D., & Hofer , C., W., 1991. Theorizing about entrepreneurship. Entrepreneurship
Theory and Practice, Volume 16
Cunningham, J.B., & Lischeron, J., 1991. Defining Entrepreneurship, Journal of Small
Business Management, Volume 29 .
Hebert, R.F., & Link, A. L., 2006, Historical Perspectives on the Entrepreneur, Foundation
and Trends In Entrepreneurship, Vol. 2, No. 4.
Klein, P.G., & Foss, N., J., 2009. Entrepreneurial Alertness and Opportunity Discovery :
Origins, Attributes, Critique. In Hans Landstrom and Franz Lohrke, eds. The
Historical Foundation of Entrepreneurship Research, Aldershot, United Kingdom.
Shane, S., A., 2008. The Illusions of Entrepreneurship : The Costly Myths That
Entrepreneurs, Investors, and Policy Makers Live By, Yale University Press,
London
Shrivastava, S., Dr., & Shrivastava, R., 2013. Role of entrepreneurship in economic
development : With special focus on necessity entrepreneurship and opportunity
entrepreneurship, International Journal of Management and Social Sciences
Research (IJMSSR), Volume 2, Number 2, February 2013.
‘20 Nama Mata Kuliah dari Modul Biro Akademik dan Pembelajaran
19 Ismail Solihin, SE., MSi http://www.widyatama.ac.id