Anda di halaman 1dari 10

TUGAS 2

ARGUMEN WIRAUSAHAWAN SUKSES

NAMA : RIZKY FACHRIZZAR REVALDY


NIM : 175150200111015
KELAS : KEWIRAUSAHAAN – B

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
I. Pendahuluan
Istilah kewirausahaan (enterpreneurship) sering kali masih tertukar istilahnya
dengan pengertian berwirausaha (enterpreneurial) dan wirausahawan (enterpreneur),
Banyak sekali pengertian yang diberi‐ kan oleh para ahli mengenai kewirausa‐ haan.
Richard Cantillon (1697‐1734) seorang ekonom Irlandia, keturunan Perancis mencoba
membahas wirausahawan. Istilah entrepreneur berasal kata dari ”entreprende” dari
bahasa Perancis yang berarti ”menjalankan” (Kuratko dan Hodgetts, 1998).
Entrepreneurship merupakan jiwa kewirausahaan yang dibangun untuk menjemba‐
tani antara ilmu dengan kemampuan pasar (Hisrich dkk, 2005), sementara
entrepreneurial merupakan kegiatan dalam menja‐ lankan usaha atau berwirausaha
(Helmi & Megasari, 2006). Cantillon menegaskan bahwa seorang wirausahawan
adalah seorang pengambil resiko, dengan melihat perilaku mereka yakni membeli
pada harga yang tetap namun menjual dengan harga yang tidak pasti. Ketidakpastian
inilah yang disebut dengan menghadapi resiko (Hisrich, dkk. 2005). Pendapat
Cantillon ini mengkaitkan kegiatan berwirausaha dengan karakter wirausahawan yaitu
berani mengambil resiko. Pendapat senada diperkuat oleh Kao (1989) yang
mengartikan kewirausahaan sebagai kegiatan berspekulasi dan pengambilan risiko.

Berdasarkan pengertian di atas tampak perbedaannya, kewirausahaan lebih


merujuk pada jiwa, wirausaha merujuk pada orangnya, dan berwirausaha merujuk
pada kegiatannya. Jika merujuk kembali pada pendapat Hisrich, jiwa kewirausahaan
yang dimaksud lebih mendekati pada sifat‐ sifat atau kharakter psikologis apa yang
harus dimiliki wirausahawan.

Yudha (2016), menyebutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan jutaan


wirausahawan baru. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha
Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, Indonesia masih
kekurangan wirausaha. Dari total penduduk sebanyak 250 juta jiwa, jumlah wirausaha
tercatat hanya 1,56 persen. Menurut Bahlil, jumlah minmal wirausaha yang ideal pada
suatu negara adalah 2 persen dari total penduduk. "Untuk menuju ideal, berarti kita
butuh 1,7 juta pengusaha baru," ujarnya. Bahlil menjelaskan, jumlah wirausaha di
Indonesia masih kalah dengan sejumlah negara anggota ASEAN. Semisal, Vietnam
yang memiliki 3,4 persen wirausaha dari total penduduk. "Kalau kita menggunakan
standar bank dunia yang minimal empat persen, artinya kita membutuhkan 5,8 juta
generasi baru untuk jadi pelaku usaha. Siapa yang harus mengisi ini?" kata Bahlil.
Bahlil menyebut, masih minimnya jumlah wirausaha disebabkan oleh bagaimana pola
pikir sarjana lulusan perguruan 2 tinggi saat ini. Berdasarkan survei BPP Hipmi, 83
persen responden mahasiswa cenderung ingin menjadi karyawan. Sementara, yang
berminat menjadi wirausaha hanya empat persen.

Walaupun Indonesia dinyatakan masih banyak membutuhkan wirausahawan


baru, Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2016 lalu telah mencatat data
pendaftaran sementara usaha Sensus Ekonomi (SE) sebanyak 26,7 juta
wirausahawan yang artinya naik sekitar 17,6 persen atau sekitar 4 juta dibandingkan
SE pada tahun 2006 yaitu 22,7 juta wirausahawan. Di pulau Jawa sendiri jumlah
usaha naik sebanyak 1,7 juta dari 14,5 juta pada tahun 2006 dan naik menajdi 16,2
juta wirausaha (dalam Fauzi, 2016).

Ciputra (dalam Mopangga, 2014) mengemukakan bahwa wirausaha merupakan


solusi tepat untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan di
Indonesia, karena dengan hanya berbekal ijazah tanpa kecakapan entrepreneurship,
siapkanlah diri untuk antri pekerjaan karena saat ini pasokan tenaga kerja lulusan
perguruan tinggi tidak sebanding dengan peluang kerja yang tersedia. Saat ini, ketika
Amerika Serikat sudah memiliki 11,5 hingga 12 persen, Singapura 7 persen serta Cina
dan Jepang 10 persen, maka wirausaha Indonesia baru mencapai 0,24 persen dari
total 238 juta jiwa, dan itu berarti masih dibutuhkan sekitar 4 juta wirausaha baru.
Padahal bangsa ini menghasilkan sekitar 700 ribu orang sarjana baru setiap tahunnya,
dan memiliki kemampuan untuk melipat gandakan pertumbuhan ekonomi,
pendapatan total maupun perkapita, menurunkan angka pengangguran dan
kemiskinan bilamana mampu 3 meningkatkan jumlah wirausaha sukses dengan
pemanfaatan teknologi yang tumbuh pesat dewasa ini.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai apa yang harus dimiliki dan dilakukan
untuk menjadi wirausahawan yang sukes, saya akan membahas mengenai mengapa
saya sebagai penulis ingin menjadi seorang wirausahawan. Berdasarkan banyak
pengertian diatas seorang wirausahawan adalah seorang yang berani untuk
mengambil dan menghadapi sebuah resiko, hal itu lah yang membuat penulis tertarik
menjadi seorang wirausahawan dan bukan menjadi seorang pekerja kantoran atau
pegawai negeri yang hidupnya akan selalu tercukupi namun terlihat sangat
membosankan.
Mungkin selain karena hal itu, keingin saya untuk menjadi seorang wirausahawan
juga didukung oleh keluarga saya yang sebagian besar adalah seorang
wirausahawan. Sehingga, sedikit banyak saya juga mengerti apa – apa saja yang
harus dilakukan sebagai seorang wirausahawan yang baik dan professional.
II. Isi
Untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses salah satu kunci utamanya
yang paling penting adalah satu yaitu Inovasi. Istilah inovasi dibedakan dengan isti‐
lah kreativitas dan penemuan (invention). Kreativitas merupakan sumber utama
inovasi dan penemuan (William, 1999). Kreativitas seringkali berkaitan dengan
menghasilkan sesuatu yang baru apakah dalam bentuk ide, konsep, ataupun peme‐
cahan masalah yang bersifat asli. Penemuan merupakan penciptaan dan
pengembangan dasar teknis dan mekanis yang baru seperti rancangan baru, proses
produksi dan kerja yang baru, layanan baru, dan ide atau konsep seperti hak
intelektual yang dipatenkan. Misalnya ide mengenai teknologi mesin diesel yang dapat
dipatenkan sebelum motor diesel dikembangkan (William, 1999).

Inovasi merupakan istilah yang perta‐ ma kali diperkenalkan oleh Schumpeter


pada tahun 1934. Inovasi dipandang seba‐ gai kreasi dan implementasi ‘kombinasi
baru’. Istilah kombinasi baru ini dapat merujuk pada produk, jasa, proses kerja, pasar,
kebijakan dan sistem baru. Istilah ‘baru’ dijelaskan Adair (1996) bukan berarti orisinal
tetapi lebih ke ‘kebaruan’. Arti kebaruan ini diperjelas dengan pendapat Schumpeter
yang mengatakan bahwa inovasi adalah mengkreasikan dan meng‐ implementasikan
sesuatu menjadi satu kombinasi. Melalui inovasi seseorang dapat menambahkan nilai
dari produk, pelayan‐ an, proses kerja, pemasaran, sistem pengi‐ riman, dan
kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan tetapi juga pemegang saham dan masyarakat
(de Jong & Den Hartog, 2003).

Tujuan inovasi untuk memberikan nilai tambah dari produk atau jasa (William,
1999) yang dapat memberikan kemanfaatan baik secara ekonomis mau‐ pun sosial
(Myers & Marquis dalam Brazeal & dan Herbert, 1997). Jika dikaitkan secara ekonomi
maka dikenal dengan istilah ino‐ vasi bisnis yaitu merupakan suatu upaya
komersialisasi ide dan atau penemuan, produk, rancangan, dan sumber daya baru.
Sebaliknya dikenal inovasi sosial yaitu pemanfaatan penemuan tersebut lebih
ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Bryd & Brown (2003) mengatakan bahwa ada dua dimensi yang mendasari inovasi
yaitu kreativitas dan pengambilan resiko. Demikian halnya dengan pendapat Amabile
dkk (de Jong & Kamp, 2003) bahwa semua inovasi diawali dari ide yang kreatif. Selain
ide yang kreatif, Adair (1996) dan Janssen (2003) mengatakan bahwa inovasi masih
terdiri dari 2 aspek perilaku yang lain yaiti promosi ide dan implementasi ide.

Selain itu hal penting lainnya adalah gaya bekerja seorang wirausahawan. Gaya
bekerja (working style) berkaitan dengan usaha mencari, mengembangkan, dan
menerapkan ide‐ide untuk menciptakan sesuatu. Ketika seseorang mampu berpikir
secara heuristik, maka seseorang akan mencoba menggunakan cara pandang lain
meskipun akan membawa resiko yang lebih tinggi. Dalam hal pengambilan resiko
inilah kemampuan dari seorang yang kreatif terlihat.

Gaya bekerja ini berkaitan dengan komitmen seseorang untuk terlibat dan
berdedikasi dalam mengembangkan ide‐ide yang dicetuskannya dan menang‐ gung
resiko yang diakibatkan. Kualitas dari gaya bekerja ini akan terlihat ketika seseorang
menemui kegagalan dalam ide yang dikembangkannya, apakah seseorang tersebut
mampu bertahan, tetap berusaha, atau mencari ide lain atau menyerah. Ada 5 tahap
dalam proses kreativitas yaitu:
a. Pertama, proses kreatif dimulai ketika seseorang menyadari atau menemukan
sebuah masalah, yang bisa jadi terkait dengan tugas yang dihadapi atau isu‐
isu luar yang muncul.
b. Kedua, setelah individu tersebut menyadari ada sebuah masalah, akan
mengaktifkan memori‐memori yang tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan
umum yang berasal dari pengalaman individu yang terkait dengan problem
yang ditemui akan aktif dari ingatan. Apabila seseorang telah memiliki
pengalaman dan pengetahuan khusus tentang masalah yang dihadapi maka
ia telah memiliki dasar pemikiran algoritmik, sehing‐ ga tidak akan mengalami
kesulitan menghadapinya. Namun ketika pengetahuan yang ada dalam otak
tidak sedetil pengetahuan algoritmik tersebut, maka ia akan menggunakan
kemampuan heuristiknya untuk mencari solusi pemecahan masalah.
c. Ketiga, individu menggabungkan pengetahuan atau memori yang telah aktif
dengan informasi lingkungan sekitar guna menemukan kemungkinan‐
kemungkinan pemecahan masalah.
d. Keempat, ide‐ide yang muncul dikomunikasikan kepada orang lain untuk
kemudian memunculkan sebuah solusi pemecahan masalah.
e. Kelima, model solusi yang dihasilkan akan menjadi acuan pada siklus awal
dalam memori sehingga proses tersebut berkelanjutan.

Adapun hal – hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dimiliki dalam kejiwaan
dan semangat seorang wirausahawan yang mau sukses adalah:

a. Mau bekerja keras (capacity for hard work)


Kerja keras adalah modal dasar keberhasilan seseorang. Seorang
wirausahawan yang sukses selalu menempuh dan melewati masanya dimana
saat-saat ia harus bekerja keras membanting tulang dan mengorbankan
banyak hal dalam merintis usahanya. Disini unsur disiplin memainkan
peranan penting.

b. Bekerjasama dengan orang lain (getting things done with and through
people)
Perbanyaklah berteman atau paling tidak menambah kenalan dengan orang-
orang di bawah ataupun di atas kita. Seorang wirausahawan mudah bergaul,
mudah berinteraksi dengan orang lain dan disenangi oleh masyarakat. Hal ini
dapat memudahkan bekerjasama dalam mencapai keberhasilan.

c. Penampilan yang baik (good appearance)


Penampilan yang baik disini bukan selalu berarti penampilan muka dan badan
yang elok atau paras yang cantik, akan tetapi lebih ditekankan pada
penampilan perilaku jujur, disiplin. Ingat : pribadi yg baik dan jujur akan
disenangi oranhg di mana-mana dan akan sukses bekerjasama dgn siapa
saja.

d. Percaya diri (self confidence)


Kita harus memiliki keyakinan diri bahwa kita akan sukses melakukan suatu
usaha, jangan ragu dan bimbang. Niatlah bekerja baik, Diimplementasikan
dalam tindakan sehari-hari, melangkah pasti, tekun, sabar, dan tidak ragu-
ragu.
e. Pandai membuat keputusan (making sound decision)
Jika dihadapkan pada alternatif, harus memilih, maka buatlah pertimbangan
yang matang. Kumpulkan berbagai informasi, bisa dengan mencari sendiri
atau boleh minta pendapat orang lain, setelah itu ambil keputusan dengan
tanpa ragu-ragu.

f. Mau menambah ilmu pengetahuan (college education)


Zaman sekarang pendidikan adalah nomor satu. Akan tetapi hal yang tidak
kalah penting lagi, adalah selalu berusaha untuk menambah ilmu pengetahuan
tersebut.

g. Ambisi untuk maju (ambition drive)


Jangan loyo, pasrah menyerah dan tak mau berjuang. Harus punya semangat
tinggi, mau berjuang untuk maju. Orang-orang yang gigih dalam menghadapi
pekerjaan dan tantangan, biasanya banyak berhasil dalam kehidupan.

h. Pandai berkomunikasi (ability to communicate)


Pandai mengorganisasi buah pikiran kedalam bentuk ucapan-ucapan yang
jelas, menggunakan tutur kata yang enak didengar, mampu menarik perhatian
orang lain.

Selain hal – hal diatas menurut Zimmerer terdapat karakteristik wirausaha yang
sukses yaitu:
1. Memiliki komitmen tinggi terhadap tugasnya.
2. Mau bertanggung jawab.
3. Keinginan bertanggungjawab ini erat kaitannya dgn mempertahankan internal
locus of control yaitu minat kewirausahaan dalam dirinya.
4. Peluang untuk mencapai obsesi.
5. Toleransi menghadapi resiko kebimbangan dan ketidakpastian.
6. Yakin pada dirinya.
7. Kreatif dan fleksibel.
8. Ingin memperoleh balikan segera.
9. Memiliki energy tinggi.
10. Motivasi untuk lebih unggul.
11. Berorientasi kemasa depan.
12. Mau belajar dari kegagalan.
13. Kemampuan memimpin

III. Penutup dan Kesimpulan


Jantung kewirausahaan adalah inovasi. Inovasi memang membutuhkan ide kreatif
dari level individu tetapi ketikan implementasi membutuhkan kelompok yang
mendukung dan realisasi atau implementasi membutuhkan kebijakan dari level
organisasi. Hal ini berarti kemampuan menjalin relasi, kerjasama, dan komunikasi
menjadi dominan. Inovasi mengandung resiko karena pada dasarnya manusia
cenderung mencari keseimbangan. Ketika keseimbangan terusik, orang merasa tidak
nyaman, dan cenderung dihindari. Akibatnya, inovasi mengandung penolakan atau
resistensi terhadap perubahan. Inovasi merupakan upaya yang sistematis dan dapat
diprediksikan sehingga harus harus dikaitkan dengan luaran yaitu memberikan
kemanfaatan sosial/ekonomi. Inovasi yang menimbulkan chaos atau tidak
menguntungkan, dihindarkan.
Selain inovasi juga banyak hal – hal lain yang harus dipertimbangkan jika ingin
menjadi seorang wirausahawan yang sukes yaitu antara lain mau bekerja keras, pintar
berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, berpenampilan menarik, percaya
diri, bisa membuat keputusan yang baik, mau terus menambah ilmu untuk
berkembang, dan ambisi atau dorongan untuk terus maju.
Daftar Pustaka

Brazeal, D.V. dan Herbert, T.T. (1997). Toward Conceptual Consistency in the Foundation of
Entrepreneurship. http:/www.Usasbe.org/knowledge/ proceeding/1997/P301 Brazeal. Diakses 25 Juni
2005.

Hisrich, R. D., Michael P. P., dan Dean A. S. (2005). Entrepreneurship 6th. Ed. New York : McGraw‐Hill

Helmi, A.F., Neila Ramdhani, Dicky Hastjartjo, Silvy Dewayani. (2006). Menjadi Pembelajar Sukses. Edisi 2.
Yogyakarta: Pusat Pertumbuhan Kepemimpinan Berkualitas UGM.

Helmi, A.F. (2009). KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI. FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

Anda mungkin juga menyukai