Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi bahasa untuk
menyampaikan pesan berupa gagasan, pikiran serta perasaan secara lisan
kepada individu. Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki
manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia
lainnya.
Kegiatan berbicara adalah kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dalam
keseharian yang tidak dapat dilepaskan dalam keseharian kehidupan kita
sebagai manusia. Sehingga sejak dini melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia
siswa dilatih untuk belajar berbicara.
Media pembelajaran berbicara dikelas rendah ini penting di bahas dan
diketahui oleh mahasiswa. Makalah ini akan mengupas hal-hal yang berkaitan
dengan media berbicara di kelas rendah, dimulai dengan hakikat media
pembelajaran berbicara di kelas rendah serta bagaimana contoh
implementasinya di kelas rendah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat media pembelajaran?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat berbicara di kelas rendah?
3. Bagaimana contoh implementasi media pembelajaran berbicara di
kelas rendah?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hakikat media pembelajaran.
2. Mengetahui dan memahami hakikat berbicara di kelas rendah.
3. Mengetahui dan memahami contoh implementasi media pembelajaran
berbicara di kelas rendah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Media Pembelajaran
Secara etimologi, kata media itu sendiri berasal dari bahasa latin dan
merupakan bentuk jamak dari kata medium yang mengandung arti “perantara”
atau “penyalur”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur
informasi belajar atau penyalur pesan. Sedangkan secara terminologi media
didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya sebagai berikut :
1. Hamidjojo dalam Latuheru (1993) mengatakan bahwa media
memberikan batasan sebagai semua bentuk perantara yang digunakan
oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan,
atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan
sampai kepada penerima yang dituju.
2. Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2002) secara implisit
menyatakan bahwa media pembelajaran mencakup alat yang secara
fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi antara lain buku,tape
recorder, kaset, kamera video, film,slide (gambar bingkai), foto,
gambar, grafik, TV, dan komputer. Dengan kata lain media adalah
komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
pengajaran di lingkungan siswa yang dapat memfasilitasi siswa untuk
belajar.
3. Gerlach dan Ely (1971) menyatakan bahwa media dapat dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi atau peristiwa yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengetahuan ini, guru,
buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.1
Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan ide, gagasan maupun pendapat yang dikemukakan agar
sampai kepada penerima yang dituju.

1
Arief S Sadiman, dkk. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h.19.

2
Media pembelajaran merupakan salah satu kunci sukses pelaksanaan
proses belajar mengajar dikelas. Menurut Dhey dan Branch (2009)
menyatakan bahwa media yang digunakan oleh guru dalam menciptakan
pengalaman pembelajaran yang berkualitas memiliki pengaruh secara
langsung pada prestasi akademik. Penggunaan media merupakan alat bantu
yang digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga proses komunikasi
dan interaksi akan lebih menarik. 2

B. Hakikat Berbicara di Kelas Rendah


1. Pengertian Berbicara di Kelas Rendah
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan gagasan kepada orang lain
dengan menggunakan media yang berupa simbol-simbol fonetik. Oleh karena
itu, simbol-simbol fonetik yang merupakan perangkat bunyi-bunyi yang
bermakna, maka keterampilan menghasilkan simbol-simbol fonetik saja itu
masih belum cukup. Berbicara adalah proses dan berpikir dan bernalar. Jadi
pembelajaran berbicara dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir dan bernalar.3
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran,
perasaan dan gagasan. Sebagai perluasan dari pengertian ini, maka dapat kita
katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat
didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan suatu sistem manusia demi
dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan, lebih jauh lagi,
berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neorologis, semantik, dan linguistik
sedemikian intensif. Secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat
manusia yang paling penting bagi kontrol manusia.

2
Dimas Qondias, dkk. Pengembangan Media Pembelajaran Tematik Berbasis Mind
Maping SD Kabupaten Ngada Flores, Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 5 No.2, 2016, h.177.
3
Ahmad Rofiuddin, dkk. Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), h.4.

3
Berbicara yang dilakukan manusia mempunyai tujuan tertentu. Manusia
tidak melakukan kegiatan berbicara jika tidak ada tujuan tertentu yang
disampaikan kepada orang lain. Tujuan utama dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka
seyogianyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin
dikomunikasikan. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek
komunikasinya terhadap para pendengar. 4
Keterampilan berbicara di SD kelas rendah difokuskan pada pembinaan
terhadap kemampuan siswa untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
idenya. Keterampilan berbicara disini masih berkutat pada keterampilan
untuk mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan diri dan lingkungan
siswa. Aspek seni berbicara di depan publik belum dimasukkan pada bahasa
Indonesia SD kelas rendah. 5
2. Tujuan dan Jenis Berbicara
a. Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk menginformasikan gagasan-
gagasan pembicara kepada pendengar. Akan tetapi, tujuan berbicara
sebetulnya tidak hanya sebatas memberikan informasi kepada orang lain.
Menentukan tujuan berbicara berarti kegiatan berbicara harus ditempatkan
sebagai sarana penyampaian sesuatu kepada orang lain sesuai dengan
tujuan yang diharapkan pembicara. Berbicara sebagai salah satu bentuk
komunikasi dapat digunakan dalam berbagai tujuan. Dalam hal ini,
Mulyana mengelompokkan tujuan berbicara ke dalam empat tujuan, yaitu
tujuan sosial, ekspresif, dan ritual. (2001: 5-30).
 Tujuan sosial
Manusia sebagai makhluk sosial menjadikan kegiatan berbicara
sebagai sarana untuk membangun konsep diri, eksistensi diri,

4
Hendry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Sesuatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung: Angkasa, 1981), h.15.

Ibadullah Malawi, dkk. Pembelajaran Literasi Berbasis Sastra Lokal, (Jawa Timur: CV.
5

AE Media Grafika, 2017), h. 37.

4
kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, dan menghindari
tekanan serta ketegangan.
 Tujuan Ekspresif
Bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan
pembicara kepada orang lain. Ekspresi dalam bentuk bahasa juga
dapat berwujud sebagai rasa empati kepada objek yang ada di luar
diri pembicara. Dengan bahasa yang penuh kasih sayang, seorang
mengungkapkan perasaan kepada anaknya dengan di dukung
belaian halus di rambutnya. Seorang mahasiswa dapat
mengekspresikan rasa cinta kepada seorang mahasiswi dengan
bahasa, kadang-kadang didukung oleh simbol-simbol di luar
bahasa, misalnya dengan bunga.
Dalam tujuan ekspresif, berbicara digunakan manusia sebagai
alat untuk menyampaikan perasaannya. Akan tetapi, berbicara
ekspresif belum tentu mempengaruhi orang lain, karena yang
terpenting dalam berbicara ekspresifadalah tersalurkannya perasaan
dirinya melalui bahasa. Apakah orang lain terpengaruh dengan
ekspresinya seorang pembicara, bukan tujuan yang hendak dicapai
oleh seorang pembicara.
 Tujuan Ritual
Kegiatan ritual sering menggunakan bahasa sebagai media
untuk menyampaikan pesan ritual kepada penganutnya. Dalam
perayaan hari besar keagamaan tertentu, banyak simbol keagamaan
yang bersifat sakral dituangkan melalui bahasa. Dalam agama
Islam, doa merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya. Ketika umat
Islam, berdoa kepada Allah dengan menggunakan bahasa,
walaupun mungkin ada di antara bahasa dalam doa tersebut tidak
dipahami secara harfiah oleh orang yang berdoa. Mereka meyakini
bahwa doa merupakan bentuk komunikasi antara manusia dengan
Tuhannya.

5
Bahasa yang digunakan untuk kepentingan ritual, tentunya
mempunyai perbedaan dengan bahasa yang digunakan dalam
kegiatan berbicara sehari-hari. Bahasa dalam komunikasi ritual
merupakan bahasa yang sudah baku. Baku bukan dalam arti
sebagaimana yang sesuai dengan kaidah kebahasaan, melainkan
baku dalam arti sudah tetap, tidak bisa berubah. Walaupun doa
tersebut diucapkan untuk kepentingan yang kurang selaras dengan
isinya, tetap saja diucapkan sebagaimana adanya.
b. Jenis Berbicara
Pengelompokan berbicara dapat dilakukan dengan cara yang berbeda,
tergantung dasar yang digunakan. Pengelompokan berbicara sedikitnya
dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu situasi, keterlibatan pelaku, dan
alur pembicaraan.
Berdasarkan situasi, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam dua
jenis, yaitu :
 berbicara formal, yaitu kegiatan berbicara yang terikat pada
aturan-aturan, baik aturan yang berkaitan dengan tatakrama
maupun kebahasaan.
 berbicara nonformal, yaitu kegiatan berbicara yang tidak terlalu
terikat pada aturan-aturan, kadang-kadang berlangsung secara
spontan dan tanpa perencanaan.
Berdasarkan keterlibatan pelakunya, berbicara dapat dikelompokkan
ke dalam dua jenis, yaitu berbicara individual, yaitu kegiatan berbicara
yang dilakukan oleh seorang pelaku pembicara, misalnya pidato. Berbicara
kelompok, yaitu kegiatan berbicara yang melibatkan banyak pelaku
pembicara, misalnya diskusi dan debat.
Berdasarkan alur pembicaraannya, berbicara dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu berbicara monologis, yaitu kegiatan berbicara
yang dilakukan searah. Pesan yang disampaikan pembicara tidak
memerlukan respons dari pendengar, misalnya pidato dan membaca puisi.
Berbicara dialogis, yaitu kegiatan berbicara yang dilakukan secara dua

6
arah. Pesan yang disampaikan pembicara memerlukan respons dari
pendengar.6
3. Kaitan Berbicara Dengan Keterampilan Berbahasa Lainnya
Selain penggunaan aspek-aspek kebahasaan dalam berbicara dapat
menunjukkan relevansinya keterampilan berbahasa lainnya, berbicara sebagai
suatu keterampilan berbahasa dapat juga dikaitkan dengan kemampuan
berbahasa lainnya, yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan
berbicara bukan keterampilan yang berdiri sendiri, melainkan suatu
keterampilan yang berkaitan dengan komponen bahasa lainnya.
a. Hubungan Berbicara dengan Menyimak
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kemampuan berbahasa
seseorang diperoleh dengan pola yang teratur dan tetap. Kemampuan
berbicara anak dimulai dengan proses menyimak. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya, seorang anak akan mulai belajar menulis dan
berbicara. Pada umumnya, kemampuan berbahasa seseorang dimulai
dengan pola yang teratur seperti itu. Ada beberapa hal yang perlu
diungkapkan di sini berkaitan dengan hubungan antara kemampuan
berbicara dengan menyimak.
 Seorang anak belajar berbicara dimulai dengan menyimak
Kemampuan berbicara seseorang dimulai dengan proses
menyimak, terutama pada anak-anak yang baru belajar berbicara.
Seorang anak akan mendengar kata-kata yang diucapkan oleh
orang-orang di sekitarnya. Kecenderungan ini menimbulkan
pemahaman baru bahwa untuk mengajar anak berbicara, ajarkanlah
kata-kata dengan pelafalan fonem yang tepat. Penyesuaian
pelafalan kata dengan kondisi alat ucap anak, seperti yang
dilakukan oleh orang-orang terdahulu, dianggap sebagai pengajaran
berbicara yang keliru.
 Terjadinya pergantian peran antara penyimak dan pembicara

6
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, ( Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), h. 5-30.

7
Berlangsungnya sebuah komunikasi salah satunya ditentukan
karena adanya pembicara dan penyimak. Dalam komunikasi, peran
keduanya dapat saling mengganti. Ketika pihak I berbicara, pihak
II berperan sebagai penyimak. Ketika penyimak memberikan
respons terhadap gagasan yang disampaikan pembicara, pada saat
itu ada perubahan peran, yaitu pihak II yang semula berperan
sebagai penyimak berganti menjadi pembicara. Begitupun dengan
pihak I yang semula berperan sebagai pembicara, berganti
perannya menjadi penyimak. Keadaan ini oleh Tarigan disebut
sebagai komunikasi yang bersifat resiprokal.7
 Kemampuan berbicara dijadikan tolok ukur kemampuan
menyimak
Dalam melatih keterampilan menyimak, dapat dipadukan
dengan kemampuan berbicara. Simakan diungkapkan kembali
dalam bentuk keterampilan berbicara oleh penyimak. Dalam hal
ini, kualitas berbicara dapat dijadikan tolok ukur kemampuan
menyimak seseorang. Oleh karena itu, meningkatnya kemampuan
menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara.
 Berbicara dapat dijadikan bentuk reproduksi dari proses
menyimak
Kegiatan berbicara tentunya memerlukan persiapan. Persiapan
ini dapat dilakukan dengan cara menyimak. Menyimak menjadi
suatu kegiatan awal. Hasil simakan ini dapat diwujudkan dalam
bentuk keterampilan lainnya, di antaranya berbicara. Sebelum
ditemukan huruf braile (huruf yang digunakan khusus untuk
penderita tunanetra), para penderita tunanetra mengandalkan
keterampilan menyimak sebagai upaya memahami fenomena-
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Segala sesuatu

7
Henry Guntur Tarigan, Materi Pokok Keterampilan Menyimak, (Jakarta: Karunika,
1986), h. 1.24-1.25.

8
yang diucapkan oleh penderita tunanetra, baik dalam pembicaraan
formal maupun nonformal, merupakan hasil dari proses menyimak.
b. Hubungan Berbicara dengan Membaca
Kemampuan berbahasa lainnya yang erat kaitannya dengan berbicara
adalah membaca. Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang
bersifat pemahaman. Untuk memahami sesuatu dapat dilakukan dengan
proses membaca. Bahkan, dalam ilmu penafsiran ayat-ayat keagamaan
tertentu, berkembang suatu perluasan makna membaca, yaitu membaca
tidak hanya dibatasi oleh pengertian yang berkaitan dengan huruf sebagai
objeknya, tetapi juga dapat diartikan sebagai proses memahami gejala-
gejala yang terjadi di alam sekitar. Akan tetapi, pengertian membaca
dalam pembahasan di sini menggunakan pemahaman yang pertama, yaitu
membaca dengan objek huruf.
Ada beberapa hal yang perlu diungkapkan di sini berkaitan
denganhubungan antara keterampilan berbicara dengan membaca.
 Berbicara dapat dijadikan bentuk reproduksi dari proses
membaca
Seperti halnya dengan menyimak, membaca pun dapat
dijadikan cara untuk mendapatkan bahan-bahan pembicaraan. Pada
tahap persiapan, bahan-bahan dikumpulkan dan dipilah-pilah
berdasarkan kebutuhannya melalui proses membaca. Hal ini dapat
dilakukan dengan studi pustaka untuk mencari referensi-referensi
yang berkaitan. Bahan-bahan yang telah dipilih kemudian dikemas
menjadi bahan pembicaraan.
 Pada orang dewasa peningkatan kemampuan berbicara dapat
dilakukan melalui proses membaca
Ada pendapat yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan berbicara, dapat dilakukan dengan cara melihat
langsung kegiatan berbicara sebagai model pembicaraan. Cara ini
merupakan cara yang efektif, karena manusia cenderung bersifat
imitatif (meniru), sehingga sebuah objek akan lebih membekas

9
dalam benaknya melalui proses melihatnya langsung daripada
melalui membaca. Walaupun demikian, bukan berarti membaca
tidak dapat digunakan untuk memahami objek. Adakalanya,
kecenderungan seperti itu tidak berlaku untuk sebagian orang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada orang yang mempunyai
kelebihan dalam membaca. Tipe orang semacam ini lebih
mengandalkan kegiatan membaca dalam mencari referensi untuk
mengembangkan materi berbicara.
 Membaca dapat menjadi sarana efektif dalam memandu
kegiatan berbicara
Kegiatan berbicara berkaitan dengan kesiapan mental
pembicara. Ketidaksiapan mental dapat menjadi kendala yang
cukup berarti dalam berbicara. Kendala tersebut dapat berupa
lupa mendadak, gugup, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil
pembicara yang dapat melakukan pembicaraan secara lepas
tanpa bantuan teks. Hal ini dapat terjadi pada pembicara yang
sudah biasa dan profesional. Untuk mengantisipasi kendala
tersebut, dapat dibantu dengan membuat catatan dalam kertas
kecil tentang pokok-pokok yang akan diuraikan. Catatan
tersebut berperan dalam membantu kelancaran berbicara
tentunya melalui proses membaca. Sampai saat ini, catatan
tersebut menjadi sarana yang cukup efektif, karena murah
biayanya dan mudah membuatnya.
c. Hubungan Berbicara dengan Menulis
Berbicara bukan merupakan keterampilan berbahasa yang berdiri
sendiri, melainkan keterampilan yang didukung kemampuan lainnya,
termasuk menulis. Ada beberapa hal yang perlu diungkapkan di sini
berkaitan dengan hubungan antara berbicara dengan menulis.
 Kemampuan menulis dapat dijadikan sarana pendukung bagi
kemampuan berbicara

10
Ketika kemampuan berbicara memerlukan naskah atau
makalah, kemampuan menulis sangat diperlukan oleh seorang
pembicara. Banyak jenis kegiatan berbicara yang memerlukan
naskah-naskah tertulis. Sudah menjadi kelaziman, apabila seorang
pembicara dalam sebuah seminar selalu diminta untuk menulis
makalah. Begitu pun untuk pembicara dalam kegiatan berpidato
atau ceramah ilmiah, selalu diminta terdahulu naskah pidato atau
ceramahnya. Penulisan makalah atau naskah lainnya sebagai
kelengkapan berbicara harus ditulis sesuai dengan kaidah-kaidah
penulisan ilmiah. Di sinilah penulis dituntut untuk memahami pula
kaidah-kaidah penulisan. Sering terjadi ketimpangan tentang orang
profesional di bidang kegiatan ini. Adakalanya orang mahir dalam
menulis, tetapi dalam berbicara kurang mempunyai keterampilan.
Begitu pun sebaliknya, ada orang yang mahir berbicara, tetapi
kurang mahir dalam menulis. Walaupun hal itu sering terjadi, tetap
saja bentuk tulisan sebagai kelengkapan berbicara, menjadi suatu
keharusan, terlepas siapa yang membuat tulisan tersebut, apakah si
pembicaranya langsung atau di bantu oleh orang yang mempunyai
kemampuan dalam menulis.
 Menulis sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara dialog
Kegiatan berbicara yang bersifat dialog, misalnya wawancara,
sarat dengan kesinambungan pesan dan respons. Seorang
pewawancara memberikan pesan kepada pihak yang diwawancarai.
Sebaliknya orang yang diwawancarai memberikan respons kepada
pewawancara. Satu hal yang harus menjadi pegangan bagi kedua
pihak bahan respons yang diberikan harus sesuai dengan pesan
yang disampaikan. Pertanyaan yang disampaikan pewawancara
harus dijawab dengan jelas dan lengkap sesuai dengan yang
diharapkan dalam pertanyaan tersebut. Untuk menjaga kesesuaian
antara pesan dan respons secara utuh, tidak dapat hanya
mengandalkan daya simak kedua pihak. Dalam hal ini, harus

11
dibantu oleh kemampuan menulis. Oleh karena itu, kemampuan
menulis menjadi penting jika kegiatan berbicara yang bersifat
dialogis ingin berjalan dengan baik.
4. Metode Pembelajaran Berbicara di Kelas Rendah
Metode pembelajaran berbicara yang baik selalu memenuhi kriteria.
Kriteria itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan proses,
dan pengalanan belajar. Kriteria yang harus dipenuhi oleh metode
pembelajaran berbicara antara lain, adalah:
 Relevan dengan tujuan pembelajaran
 mengetahui dan memudahkan siswa memahami materi
pengajaran
 Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang
 merangsang siswa untuk belajar
 mengembangkan siswa untuk belajar
 mengembangkan kreativitas siswa
 tidak menuntut peralatan yang rumit
 mudah dilaksanakan
 menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan.
Cara guru mengajar sangat berpengaruh kepada cara siswa belajar. Bila
guru mengajar hanya melalui metode ceramah saja, maka dapat diduga hasil
berupa pemahaman materi yang bersifat teoritis. Taraf kesiapan siswa dalam
belajar di kelas rendah kadar CBSA-nya. Mengajar keterampilan berbicara
hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama, penyakit secara
rutin, menoton, tanpa variasi.8
Penulis menyajikan sejumlah metode pembelajaran berbicara, setiap
metode akan diuraikan, sehingga mudah dipahami, dan di menghayati serta
dapat dipraktekkan dalam pembelajaran berbicara di sekolah.

Budinuryanta, dkk. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa (Modul 1-9), (Jakarta:


8

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h.10.25.

12
a. Ulang ucap
Metode ucapan adalah suara guru atau rekaman suara guru, model
pengucapan yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan dengan
teliti. Suara guru harus jelas, intonasi cepat, dan kecepatan berbicara
normal. Model ucapan diperdengarkan di depan kelas, siswa mengajarkan
dengan teliti lalu mengucapkan kembali sesuai dengan model.
b. Lihat dan ucapkan
Guru memperlihatkan kepada siswa benda tertentu kemudian siswa
menyebutkan nama benda tersebut, benda-benda yang diperlihatkan dipilih
dengan cermat disesuaikan dengan lingkungan siswa, bila bendanya tidak
ada atau tidak memungkinkan di bawa ke kelas, benda tersebut dapat
diganti oleh tiruannya atau gambarnya.
c. Memeriksa/mendeskripsikan
Siswa disuruh memperlihatkan suatu benda atau gambar benda,
kesibukan lalu lintas, melihat pemadangan atau gambaran di teliti,
kemudian siswa diminta memeriksa apa yang dilihatnya secara lisan.
d. Pertanyaan Menggali
Salah satu cara membuat banyak berbicara adalah pertanyaan
menggali, disamping memancing siswa berbicara, pertanyaan menggali
juga digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa
terhadap sesuatu masalah.
e. Melanjutkan cerita
Dua, tiga atau empat siswa bersama-sama menyusun cerita secara
spontan, kadang-kadang guru boleh juga terlibat dalam kegiatan tersebut,
misalnya guru menguasai cerita dan cerita itu dilanjutkan siswa pertama,
kedua, dan diakhiri dengan siswa berikutnya.
f. Menceritakan kembali
Guru menyediakan bahan yang agak panjang. Bahan itu diberikan
kepada siswa untuk dibaca dan dipahami. Kemudian siswa disuruh
menceriterakan kembali isi bacaan yang dibacanya.

13
g. Percakapan
Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai sesuatu
topik antara dua atau lebih pembina. Dalam percakapan ada dua kegiatan,
yakni menyimak dan berbicara silih berganti, suasana dalam percakapan
biasanya akrab, spontan, dan wajar. Topik pembicaraan adalah hal yang
diminati bersama. Percakapan merupakan suasan pengembangan
keterampilan berbicara.
h. Parafrase
Paraphrase berarti alih bentuk, misalnya memproseskan isi atau
sebaliknya mempuisikan prosa, bila seorang siswa dapat memprosakan
suatu puisi dengan baik berarti siswa tersebut dapat mengekspresikan
isi puisi tersebut, secara lisan. Puisi yang akan diperafrasekan dapat
dipilih oleh guru agar sesuai dengan kemampuan siswanya.
i. Reka cerita Gambar
Siswa dapat dipancing berbicara melalui stumulus gambar, guru
mempersiapkan gambar benda tertentu seperti binatang, tumbuh-
tumbuhan, mobil, kereta api, kapal, dan sebagainya, gambar itu dapat pula
sketsa di pasar, stasion, di sawah, pertokoan, dan sebagainya. Siswa
diinstruksikan mengamati dan memperhatikan gambar tersebut. hasil
pengamatan itu kemudian diungkapkan secara lisan.
j. Berceritera
Berceritera atau menceritakan suatu ceritera tertentu di depan umum
menuntut keterampilan berbicara, gaya berceritera yang menarik, intonasi
yang tepat, pengurutan cerita yang cocok harus dikuasai benar-benar.
Pertama-tama siswa disuruh memilih cerita yang menarik bagi dirinya
dan bagi pendengarnya. Kemudian siswa menguasai isi dan jalan cerita
atau menghafalkan cerita itu, setelah itu baru siswa berceritera di depan
pendidikan dengarnya. Melalui kegiatan berceritera siswa
mengembangkan keterampilan berbicara.

14
k. Bermain peran
Teknik bermain peran sangat baik dalam mendidik siswa dalam
menggunakan ragam-ragam bahasa, cara berbicara orang tua tentu
berbeda dengan cara anak-anak berbicara. Cara penjual berbicara
berbeda pula dengan cara berbicara pembeli.
Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa
sesuai dengan peran orang yang diperankannya. Misalnya sebagai
guru, orang tua, polisi, hakim, dokter, dan sebagainya. Setiap tokoh
yang diperankan karakteristik tertentu pula.
l. Wawancara
Wawancara atau intervieu adalah percakapan dalam bentuk tanya-
jawab. Wawancara dapat digunakan sebagai metode pembelajaran
berbicara. pada hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari
percakapan. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan
sebagai metode pembelajaran berbicara.9
m. Diskusi
Diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi
secara verbal tetap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara
tukar menukar informasi untuk memcehkan masalah. Kim dalam
Budinuryanta, dan kawan-kawan (1997:10.40). Pada hakikatnya diskusi
adalah percakapan dalam bentuk lanjut, cara, isi, dan bobot pembicaraan
lebih tinggi atau lebih kompleks dari percakapan biasa, berdiskusi
berjenis-jenis, misalnya diskusi meja bundar, diskusi kelompok, diskusi
panel, simposium, kolom debat, dan lain-lain.
n. Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah mentaskan lakon atau cerita.
Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan
siswa harus mempersiapkan naskah atau scenario, perilaku, perlengkapan,
seperti pakaian, ruangan, dan peralatan lainnya yang diperlukan. Melalui

9
Budinuryanta, Pembelajaran Keterampilan Berbahasa (Modul 1-9),h. 10.32.

15
teknik dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan dan pikirannya dalam
bentuk lisan.10

C. Contoh Implementasi Media Pembelajaran Berbicara Di Kelas


Rendah
Adapun contoh implementasi media pembelajaran berbicara di kelas
rendah yang pemakalah gunakan yaitu dengan menggunakan metode lihat
ucap dimana medianya menggunakan media gambar yang menarik.
Metode pembelajaran lihat ucap merupakan salah satu bagian dari
keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Metode
pembelajaran lihat ucap merupakan pembelajaran lanjutan dari metode
pembelajaran ulang ucap.
Pada lihat ucap siswa tidak mendengarkan ucapan kata atau kalimat baik
dari guru ataupun siswa akan tetapi siswa ditugaskan untuk mengucapkan
sesuatu kata atau kalimat yang berhubungan dengan benda yang diperlihatkan
oleh guru. Metode ini dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan sesuatu
yang konkret atau gambar sebagai media, kemudian siswa menyebutkan dan
menceritakan isi gambar. Penilaian dititikberatkan pada ketepatan ucapan
(intonasi, pelafalan, dan kejelasan suara).
Langkah-langkah dalam menerapkan metode lihat ucap adalah sebagai
berikut: a). Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, berdasarkan Kompetensi
Dasar (KD) dan indikator; b). Guru menunjukkan beberapa kartu kalimat
ataupun beberapa gambar sebagai media pembelajaran; c). Guru meminta
siswa secara bergantian untuk mengucapkan kalimat yang tertulis dikartu jika
menggunakan kartu kalimat sebagai media, dan mengucapkan atau
mendeskripsikan gambar yang telah dibawa oleh guru jika menggunakan
media gambar; dan d). Ucapan yang kurang tepat baik intonasi, pelafalan dan
kejelasan suara tentu saja mendapat perhatian lebih dari guru dan siswa
diberikan motivasi agar dapat mengucapkan maupun mendeskripsikan secara
benar.

10
Budinuryanta, Pembelajaran Keterampilan Berbahasa (Modul 1-9),h. 10.40.

16
Manfaat metode pembelajaran lihat ucap bagi semua komponen yang
terkait yaitu: a). Bagi guru, menambah pengetahuan bagi guru bagaimana
cara mengajar dalam menggunakan metode lihat ucap untuk meningkatkan
keterampilan berbicara pada siswa; dan b). Bagi siswa, diharapkan siswa
dapat lebih meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia, agar prestasi
belajar siswa lebih baik khususnya dengan menggunakan metode lihat ucap
untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa, dan dengan
menggunakan media menjadikan siswa lebih tertarik dan bersemangat serta
dapat membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. 11
Lihat ucap merupakan metode yang sangat sederhana dan mampu
digunakan oleh siswa kelas rendah, sebagai metode untuk meningkatkan
keterampilan berbicara. Siswa akan melihat apa yang dipajang oleh guru, dan
akan mengucapkan yang dilihatnya juga, metode ini tidak memberikan beban
kepada siswa sehingga siswa tidak takut dalam mengungkapkan apa yang
dilihatnya. Empat faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan
dalam mengembangkan keterampilan berbicara, yaitu: 1). Takut salah, artinya
siswa takut melakukan kesalahan dalam mengungkapkan pendapat atau
gagasan yang dimilikinya, 2). Perasaan malu, artinya sifat emosional yang
muncul saat siswa diminta untuk berbicara, 3). Kecemasan, merupakan
perasaan tegang, takut, dan gelisah yang muncul saat siswa diminta untuk
mengungkapkan pendapatnya, dan 4). Kurang percaya diri, artinya perasaan
yang sering muncul ketika siswa mengungkapkan gagasannya dan ide
tersebut kurang dipahami oleh teman-temannya. 12

11
Nurhasnah, Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Metode
Pembelajaran Lihat Ucap Di Kelas I SDN 005 Koto Sentajo Kecamatan Sentajo Raya, Jurnal
PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP
Universitas Riau Vol. 2 No. 3, 2018, ISSN Cetak: 2580-8435, h. 352-353.
12
Nurmilian, Implementasi Pembelajaran Berbicara Menggunakan Metode Lihat Ucap
Pada Siswa Kelas I Di SDN O14 Ujung Tanjung, Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran),
Vol. 3 No. 3, 2019, h. 486-487.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan materi diatas dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran berbicara di kelas rendah sangat penting diterapkan untuk
meningkatkan kualitas berbicara siswa di dalam maupun diluar
lingkungannya.
Adapun media pembelajaran yang digunakan salah satunya yaitu
dengan menggunakan metode lihat ucap dimana medianya menggunakan
media gambar atau kartu yang menarik.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca agar lebih teliti dan benar-
benar mendudukkan pemahamannya pada makalah yang telah penulis
susun ini. Selain itu, penulis juga menyarankan agar pembaca bisa
mengkritisi kesalahan-kesalahan baik yang disengaja atau tidak dan
terdapat di dalam makalah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sadiman, S Arief, dkk. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan


Pemanfaatannya. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada)
Qondias, Dimas, dkk. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Tematik
Berbasis Mind Maping SD Kabupaten Ngada Flores. Jurnal Pendidikan
Indonesia Vol. 5 No.2.
Rofiuddin, Ahmad, dkk. 1998. Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayan).
Tarigan, Hendry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai Sesuatu Keterampilan
Berbahasa. (Bandung: Angkasa).
Malawi, Ibadullah, dkk. 2017. Pembelajaran Literasi Berbasis Sastra Lokal.
(Jawa Timur: CV. AE Media Grafika)
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar. ( Bandung: Remaja
Rosda Karya).
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Materi Pokok Keterampilan Menyimak. (Jakarta:
Karunika).
Budinuryanta, dkk. 1997. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa (Modul 1-9).
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
Nurhasnah. 2018. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Metode
Pembelajaran Lihat Ucap Di Kelas I SDN 005 Koto Sentajo Kecamatan
Sentajo Raya. Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran) Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Riau Vol. 2 No. 3. ISSN
Cetak: 2580-8435.
Nurmilian. 2019. Implementasi Pembelajaran Berbicara Menggunakan Metode
Lihat Ucap Pada Siswa Kelas I Di SDN O14 Ujung Tanjung. Jurnal PAJAR
(Pendidikan dan Pengajaran), Vol. 3 No. 3.

19

Anda mungkin juga menyukai