Anda di halaman 1dari 16

TANGGAPAN DAN MASUKAN

Tentang
AD DAN ART
ORGANISASI PROFESI PENGHULU

APRI
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 5 Agustus 2019

Oleh

BIRO ORTALA

SEKJEN KEMENTERIAN AGAMA


ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

HASIL MUSYAWARAH

FASILITASI PEMBENTUKAN ORGANISASI PROFESI PENGHULU

PADA TANGGAL 17 JULI 2019

DI BOGOR

ANGGARAN DASAR
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

MUQADDIMAH

Bismillahirrohmanirrohim
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa,
setiap warga negara berkewajiban mengisi kemerdekaan dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia menuju kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil
dan makmur membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah menuju
tercapainya BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR.
Penghulu Republik Indonesia sebagai warga negara, ikut aktif dalam perjuangan
dan mensyiarkan serta menjaga eksistensi Syariat Islam di Indonesia,
keberadaannya telah ada jauh sebelum datangnya penjajah di bumi nusantara.
Penghulu sadar akan hak dan kewajiban serta peran strategisnya, harkat dan
martabat, serta tantangan yang sedang dan akan dihadapi bangsa Indonesia,
bertekad memberikan darma baktinya untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalankan profesinya.Penghulu
bertekad menggalang persatuan dan kesatuan dalam mengembangkan
profesionalisme serta kemandirian dengan berperan serta dalam pembangunan
hukum nasional yang di cita-citakan.
Visi yang diemban adalah Terbinanya insan yang bertaqwa pengabdi dan
pengemban amanat yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu
Wata’ala dengan melaksanakan langkah-langkah kongkrit melalui misi
(1) Membina pribadi muslim untuk mencapai akhlaqul karimah.
(2) Mengembangkan kompetensi dan profesionalitas penghulu serta memberikan
advikasi kepada penghulu dalam menjalankan tugasnya;
(3) Memajukan kehidupan umat dalam mengamalkan Dinnul Islam dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(4) Memperkuat ukhuwah Islamiyah sesama Profesi Penghulu.
(5) Berperan aktif dalam dunia birokrasi Kementerian Agama, Lintas sektoral dan
Kepenghuluan sebagai penopang pembangunan nasional.
Sesuai dengan visi universal terbentuknya organisasi profesi yang mengedepankan
pentingnya kemandirian, maka dengan keikhlasan darma baktinya sebagai salah
satu pilar pokokpembangunan kesadaran spiritual keagamaan, maka Penghulu
Indonesia perlu meningkatkan peran dan kiprahnya dimasyarakat melalui
organisasi profesi Penghulu sebagai pelaku perubahan (agent of change), dengan
berpegang teguh pada sumpah jabatan maka disusunlah Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Organisasi Penghulu Indonesia sebagai berikut :

BAB I
NAMA, TEMPAT, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
(1) Organisasi ini bernama Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(2) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia ditetapkan berdirinya di Bogor tanggal,
17 Juli 2019
(3) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Pusat berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia
BAB II
ASAS
Pasal 2
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia berasaskan PANCASILA dan Undang
undang Dasar 1945

BAB III
TUJUAN
Pasal 3
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertujuan :
(1) membinadan mengembangkanKompetensiPenghulu yang profesional dan
berintegritas.
(2) Membina persatuan dan kesatuan Penghulu.
(3) Menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi Penghulu.
(4) Memberikan perlindungan profesi dan advokasi/konsultasi hukum
(5) Membangun kerjasama sinergis dengan Instansi Pembinakementerian Agama
dan instansi terkait lainnya

BAB IV
FUNGSI, PERAN DAN SIFAT
Pasal 4
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia adalah organisasi profesi, dan etik
Penghulu

Pasal 5
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bersifat egaliter, independen dan inovatif

BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 6
(1) Anggota Asosiasi Penghulu Republik Indonesia terdiri dari Anggota Biasa,
Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
(2) Penjelasan tentang keanggotaan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
dijelaskan dalam ART

BAB VI
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT
Pasal 7
Musyawarah dan Rapat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia terdiri dari :
(1) Musyawarah Nasional (Munas)
(2) Musyawarah Nasional luar biasa (Munaslub)
(3) Rapat Pimpinan Tingkat Nasional (Rapimnas)
(4) Rapat Kerja Tingkat Nasional (Rakernas)
(5) Rapat Pleno
(6) Rapat Koordinasi
Pasal 8

Musyawarah dan Rapat-RapatAsosiasi Penghulu Republik Indonesia di Tingkat


Wilayah Terdiri dari
(1) Musyawarah Wilayah (Muswil)
(2) Musyawarah Wilayah luar biasa (Muswilub)
(3) Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil)
(4) Rapat Pleno
(5) Rapat Koordinasi
Pasal 9
Musyawarah dan Rapat-Rapat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia di Tingkat
Cabang Terdiri dari
(1) Musyawarah Cabang (Muscab)
(2) Musyawarah Cabang luar biasa (Muscablub)
(3) Rapat Kerja Cabang (Rakercab)
(4) Rapat Pleno
(5) Rapat Koordinasi

BAB VII
KEDAULATAN

Pasal 10
(1) Kekuasaan tertinggi dalam Asosiasi Penghulu Republik Indonesia adalah
Musyawarah Nasional (MUNAS)
(2) Kekuasaan, Wewenang Musyawarah-musyawarah dan rapat-rapat diatur
dalam Anggan Rumah Tangga.

BAB VIII
POKOK-POKOK ORGANISASI

Pasal 11
PUSAT, WILAYAH DAN CABANG
(1) Wilayah kerja Pengurus Pusat meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Kedutaan-kedutaan besar/Konsulat-konsulat
Jenderal RI yang memiliki hubungan diplomatik antar negara, yang dipimpin
oleh Pengurus Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.
(2) Wilayah kerja Pengurus Wilayah meliputi wilayah propinsi yang dipimpin oleh
Pengurus Wilayah dan berkedudukan di Ibukota Propinsi.
(3) Wilayah kerja Pengurus Cabang meliputi wilayah Kabupaten/Kota dan
berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota,
(4) Cabang Kabupaten/kota dimungkinkan untuk dibentuk apabila
beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (Tiga) orang anggota biasa
(5) Dalam hal tidak terpenuhi jumlah anggota sebagaimana dimaksud ayat 4
(empat), maka dapat bergabung pada pengurus wilayah
(6) Pada Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal Luar Negeri yang memiliki PPN
danatauPenghulu dapat dibentuk Cabang Khusus.

BAB IX
KEPENGURUSAN

Pasal 12
(1) Pengurus Pusat terdiri dari:
a. Seorang Ketua Umum.
b. Tiga Orang Ketua (I, II dan III).
c. Seorang Sekretaris Umum.
d. Tiga Orang Sekretaris (I, II dan III).
e. Seorang Bendahara Umum
f. Tiga Orang Bendahara (I, II dan III)
g. Beberapa Biro menurut kebutuhan.
(2) Pembina Pengurus Pusat adalah Dirjend Bimas Islam.
(3) Pengurus Pusatmembentuk dan menetapkan Dewan Kehormatan yang
jumlahnya ditentukan oleh Musyawarah Pengurus Pusat.
(4) Pengurus Pusat dipilih oleh Musyawarah Nasional dari anggota biasa.
(5) Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas seluruh
jalannya organisasi serta berkewajiban untuk mematuhi Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, serta semua keputusan Musyawarah Nasional
lainnya.

Pasal 13
(1) Pengurus Wilayah terdiri dari :
a. Sekurang kurangnya satu orang ketua dan wakil ketua
b. Dua orang Sekretaris (I dan II).
c. Dua orang Bendahara (I dan II).
d. Bidang-bidang sesuai kebutuhan.
(2) Pembina Pengurus Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama.
(3) Pengurus Wilayah bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah atas
seluruh jalannya organisasi, terutama mengenai kegiatan-kegiatan Cabang di
wilayahnya.

Pasal 14
(1) Pengurus Cabang terdiri dari :
a. Sekurang-kurangnya terdiri seorang ketua dan wakil ketua
b. Dua Orang Sekretaris (I dan II).
c. Satu Orang Bendahara.
d. Seksi-seksi sesuai kebutuhan
(2) Pembinan Pengurus Cabang adalahKepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota.
(3) Duta Besar/Konsuler Jenderal adalah Pembina Pengurus Cabang Luar Negeri.
(4) Pengurus Cabang bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang atas
seluruh jalannya organisasi cabang.

Pasal 15
1. Susunan Pengurus Pusat, Pengurus wilayahdan Pengurus Cabang, harus
mencerminkan unsur sebagaimana pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar ini.

BAB X
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 16
(1) Quorum musyawarah dan rapat-rapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh
minimal 2/3 dari sejumlah unsur utusan
(2) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat pada azasnya
dilakukan secara musyawarah untuk mufakat
(3) Apabila pengambilan keputusan dalam musyarah atau rapat-rapat tidak dapat
tercapai mufakat maka keputusan diambil melalui pungutan suara
berdasarkan suara terbanyak
(4) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat diambil dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah unsur utusan yang hadir
(5) Sistem dan mekanisme pengambilan keputusan diatur dalam peraturan
organisasi
(6) Khusus quorum tentang perubahan AD/ART dan pembubaran organisasi
harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah unsur utusan kepengurusan wilayah dan
kepengurusan cabang yang definitive.
(7) Pengambilan keputusan pada ayat (6) diambil sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah unsur utusan yang hadir.
(8) Pengambilan keputusan pada tingkat cabang diambil sekurang-kurang 2/3
dari jumlah anggota cabang.

BAB XI
PERBENDAHARAAN ORGANISASI
Pasal 17
(1) Keuangan organisasi bersumber dari:
a. Uang Iurananggota
b. Bantuan oprasional Instansi Pembina
c. Sumbangan yang tidak mengikat dan
d. Usaha lain yang sah
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan keuangan organisasi diatur dalam
Anggaran Rumah tangga

Pasal 18
(1) Kekayaan Asosiasi Penghulu Republik Indonesiaadalah semua barang yang
bergerak dan barang tidak bergerak yang tercatat dan terdaftar sebagai asset
dan inventaris.
(2) Apabila terjadi perubahan atau pembubaran diri pada organisasi Asosiasi
Penghulu Republik Indonesia, maka kekayaan organisasi akan ditentukan
dalam musyawarah Pusat luar biasa yang mengatur hal tersebut

BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 19
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan berdasarkan musyawarah dan
mufakat, apabila tidak dapat dicapai mufakat keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak dalam suatu Musyawarah Nasional yang dihadiri secara sah oleh
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah suarayang hadir

BAB XIII
PEMBUBARAN

Pasal 20
(1) Pembubaran organisasi diputuskan oleh Musyawarah Nasional yang diadakan
khusus untuk keperluan itu.
(2) Musyawarah Nasional yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sah apabila
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Pengurus wilayah
danCabang Asosiasi Penghulu Republik Indonesia yang mewakili lebih dari
2/3 (dua pertiga) jumlah suara.
(3) Pembubaran wajib disetujui sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah
suara yang
(4) hadir.
(5) Apabila Musyawarah Nasional memutuskan pembubaran, maka dalam
keputusan tersebut ditentukan pedoman dan tata kerja organisasi dalam
keadaan likuidasi.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1
(1) Anggota biasa adalah Para Penghulu di seluruh Indonesia
(2) Anggota kehormatan adalah mereka yang atas usul Pengurus Wilayah,
Pengurus Cabang diangkat dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional
karena jasanya terhadap organisasi Asosiasi PenghuluRepublik Indonesia
(3) Anggota luar biasa adalah Pejabat Struktural atau Fungsional di lingkungan
Kementerian Agama yang berkaitan dengan Tupoksi dan Pengembangan karir
KePenghuluan

Pasal 2
Penghulu secara otomatis menjadi anggota Asosiasi Penghulu Republik Indonesia

Pasal 3
Keanggotaan berakhir apabila anggota :
(1) Meninggal dunia.
(2) Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatannya
sebagai Penghulu oleh Kementerian Agama.
(3) Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat oleh Organisasi
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(4) Atas permintaan sendiri dari anggota biasa dan luar biasa, yang diajukan
secara tertulis kepada pengurus cabang untuk dilanjutkan kepada pengurus
Wilayah.

Pasal 4
(1) Anggota biasa dapat diberhentikan sementara, apabila Pengurus Cabang,
Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat berpendapat bahwa anggota yang
bersangkutan itu :
a. Melanggar Kode etik Penghulu
b. Melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan dan
kehormatanAsosiasi Penghulu Republik Indonesia.
c. Melanggar ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
d. Tidak mengakui keputusan-keputusan atau petunjuk-petunjuk dari
Pengurus Cabang, Pengurus Wilayah dan PengurusPusat.
e. Diberhentikan sementara oleh Kementerian Agama
(2) Keputusan pemberhentian sementara sebagaimanaayat 1 atas usulan
pengurus cabang dan pengurus wilayah, serta rekomendasi dewan etik

Pasal 5
Pengurus Pusat menjatuhkan keputusan pemberhentian sementara kepada
anggota apabila yang bersangkutan telah diberi kesempatan untuk membela diri
dengan cara mengajukan surat keberatan kepada pengurus Pusat dengan
tembusan kepada pengurus cabang, pengurus wilayah yang bersangkutan.
BAB II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN

Pasal 6
ANGGOTA BIASA

(1) Beriman dan bertaqwa ke pada Allah SWT dengan menjalankan syariat islam.
(2) Berstatus PNS aktif
(3) Telah diangkat dalam jabatan sebagai Penghulu

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 7
HAK ANGGOTA

(1) Anggota biasa mempunyai hak bicara dan hak suara


(2) Anggota biasa berhak mendapatkan advokasi dari Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia
(3) Anggota biasa berhak mengajukan saran dan usul kepada Pengurus Cabang,
Wilayah dan Pusat.
(4) Anggota Biasa berhak bertanya.
(5) Anggota kehormatan dapat memberikan nasihat.

Pasal 8
KEWAJIBAN ANGGOTA
(1) Anggota biasa wajib mematuhi AD/ART Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(2) Anggota biasa wajib mematuhi setiap keputusan Pengurus Pusat, Wilayah,
Cabang
(3) Anggota biasa wajib menjaga kehormatan diri dan menjunjung
tinggiOrganisasi Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(4) Anggota biasa wajib membayar uang iuran bulanan sesuai Peraturan
Organisasi

BAB IV
MUTASI ANGGOTA

Pasal 9
(1) Mutasi anggota biasa adalah perpindahan status keanggotaan dari satu
cabang ke cabang lain
(2) Dalam keadaan tertentu, seorang anggota biasa Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia dapat mangjukan permohonan pindah status keanggotaannya dari
satu cabang ke cabang lain atau dari satu Wilayah ke Wilayah lain Untuk
memperoleh persetujuan dari cabang dan Wilayah asal, maka seorang anggota
harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk selanjutnya diberikan
Surat Keterangan.
(3) Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah Tugas
sebagai Penghulu ke Cabang atau Wilayah lain.
BAB V
MUSYAWARAH

Pasal 10
MUSYAWARAH NASIONAL
(1) Musyawarah Nasional dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban
Pengurus Pusat.
(2) Musyawarah Nasional dilaksanakan untuk memilih Dewan Penasehat Etik dan
Dewan Etik.
(3) Peserta Musyawarah Nasional memilih Ketua Umum Pengurus Pusat.
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (Formatur) untuk masa jabatan selama
4 (empat) tahun.
(4) Peserta Musyawarah Nasional memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide
Formatur Musyawarah Nasional dalam pemilihan secara terpisah
(5) Formaturterdiri dari Ketua terpilih, ketua domisioner dan 3 orang peserta
(6) Tata cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Nasional.
(7) Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Pusat
dinyatakan Demisioner
(8) Pelantikan Pengurus Pusat dan Serah terima jabatan dilaksanakan selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tersusunnya struktur Pengurus Pusat.

Pasal 11
(1) Pengurus Pusat menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Nasional
untuk tiap-tiap Wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggotanya
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dengan berpedoman pada ketentuan pasal
6 ayat (2) Anggaran Dasar.
(2) Utusan Wilayah terdiri dari, unsur pengurus wilayah dan unsur pengurus
cabang yang ditetapkan dalam rapat pengurus wilayah, dengan berpedoman
pada pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
(3) Panggilan untuk mengikuti Musyawarah Nasional oleh Pengurus Pusat yang
disampaikan kepada wilayah sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari
sebelum musyawarah nasional tersebut dilaksanakan dan dalam surat
panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
(4) Pengurus Pusat menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Nasional
untuk tiap-tiap wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di
Wilayah yang bersangkutan.
(5) Setiap keputusan musyawarah nasional diambil atas dasar musyawarah dan
mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan
keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

Pasal 12
PRESIDIUM SIDANG MUSYAWARAH NASIONAL
(1) Pimpinan Musyawarah Nasional dipimpin oleh Presidium Sidang
(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Nasional
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus
Pusat.
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib pemilihan
Presidium Sidang Musyawarah Nasional
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Nasional hingga terpilihnya
Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Nasional.

Pasal 13
MUSYAWARAH WILAYAH

(1) Musyawarah Wilayah dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban


Pengurus Wilayah.
(2) Peserta Musyawarah Wilayah memilih Ketua Wilayah Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia (Formatur) untuk masa jabatan selama 4 (empat)tahun .
(3) Peserta Musyawarah Wilayah memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide
Formatur Musyawarah Wilayah dalam pemilihan secara terpisah
(4) Formatur terdiri dari Ketua terpilih, ketua domisioner dan 3 orang pesertaTata
cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Wilayah.
(5) Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Wilayah
dinyatakan Demisioner
(6) Pelantikan Pengurus Wilayah dan serah terima jabatan kepada pengurus baru
dilakukan oleh Pengurus Pusat selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
terbentuknya susunan Pengurus Wilayah

Pasal 14
PRESIDIUM SIDANG

(1) Pimpinan Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Presidium Sidang


(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Nasional
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus
Wilayah .
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib pemilihan
Presidium Sidang Musyawarah Wilayah.
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Wilayah hingga terpilihnya
Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Wilayah.

Pasal 15
(1) Pengurus Wilayah menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Wilayah
untuk tiap-tiap Cabang didasarkan atas pertimbangan jumlah anggotanya
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dengan berpedoman pada ketentuan pasal
6 ayat (2) Anggaran Dasar.
(2) Utusan Cabang terdiri dari unsur pengurus Cabang yang ditetapkan dalam
rapat pengurus Wilayah, dengan berpedoman pada pasal 6 ayat (2) Anggaran
Dasar
(3) Panggilan untuk mengikuti Musyawarah Wilayaholeh Pengurus Wilayah yang
disampaikan kepada Cabang sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari
sebelum musyawarah Wilayah tersebut dilaksanakan dan dalam surat
panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
(4) Pengurus Wilayah menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Wilayah
untuk tiap-tiap Cabang didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di
Cabang yang bersangkutan.
(5) Setiap keputusan musyawarah Wilayah diambil atas dasar musyawarah dan
mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan
keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
Pasal 16
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Wilayah ditetapkan bersama oleh
Pengurus Wilayah dan para utusan Cabang yang mengikuti Musyawarah Wilayah
tersebut.

Pasal 17
MUSYAWARAH CABANG
(1) Musyawarah Cabang dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban
Pengurus Cabang.
(2) Peserta Musyawarah Cabang memilih Ketua Cabang APRI (Formatur) untuk
masa jabatan selama 4 (empat)tahun .
(3) Peserta Musyawarah Cabang memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide
Formatur Musyawarah Cabang
(4) Formatur terdiri dari Ketua terpilih, ketua domisioner dan 3 orang peserta
(5) Tata cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Cabang.
(6) Tata cara pemilihan Pengurus Cabang ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Cabang
(7) Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Cabang
dinyatakan Demisioner
(8) Pelantikan Pengurus Cabang dan serah terima jabatan kepada pengurus baru
dilakukan oleh Pengurus Wilayah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
terbentuknya susunan Pengurus Cabang

Pasal 18
PRESIDIUM SIDANG
(1) Pimpinan Musyawarah Cabang dipimpin oleh Presidium Sidang
(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Cabang
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus
Cabang .
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib pemilihan
Presidium Sidang Musyawarah Cabang .
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Cabang hingga terpilihnya
Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Cabang.

Pasal 19
(1) Pengurus Cabang menentukan jumlah peserta dalam Musyawarah Cabang
dengan berpedoman pada ketentuan pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
(2) Peserta Musyawarah Cabang terdiri dari Anggota Biasa, unsur Pembina
Cabang, unsur pengurus Cabang yang ditetapkan dalam rapat pengurus
Cabang, dengan berpedoman pada pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar
(3) Panggilan untuk mengikuti Musyawarah Cabang oleh Pengurus Cabang yang
disampaikan kepada anggota biasa sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari
sebelum musyawarah Cabang tersebut dilaksanakan dan dalam surat
panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
(4) Pengurus Cabang menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Cabang .
(5) Setiap keputusan musyawarah Cabang diambil atas dasar musyawarah dan
mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan
keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
Pasal 20
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Cabang ditetapkan bersama oleh
Pengurus Cabang dan Anggota Biasa yang mengikuti Musyawarah Cabang
tersebut.

BAB VI
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 21
Pengurus Pusat
(1) Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas menyusun
kebijakanorganisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai
dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan
Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Rapat Kerja
Nasionaldan Rapat Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam peraturan organisasi
yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat
kolektif.
(4) Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas
kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
(5) Pengurus Pusat Membentuk dewan etik, mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga serta
keputusan Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional.

Pasal 22
Pengurus Wilayah
(1) Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesiabertugas dan
berkewajiban :
a. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan organisasisesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-
keputusanMusyawarah dan rapat kerja organisasi.
b. Melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional
maupun program kerja wilayah.
c. Mengawasi, mengkoordinasi, dan membina anggota organisasi .
d. Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran
keuangan Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah.
(2) Pengurus WilayahAsosiasi Penghulu Republik Indonesia bertanggungjawab
atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Profesi Penghulu,
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional
dan Musyawarah Wilayah.
(3) Pengurus Wilayahkepada Musyawarah Wilayah Asosiasi Penghulu Republik
Indonesiaatas pelaksanaan tugas organisasi untuk masa baktinya.
(4) Pengurus Wilayahberkewajiban membuat laporan kegiatankepada Pengurus
Pusat setiap 1 (satu) tahunsekali.

Pasal 23
Pengurus Cabang
(1) Pengurus CabangAPRI bertugas dan berkewajiban :
a. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan organisasi sesuai dengan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan
Musyawarah dan rapat kerja organisasi.
b. Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan oleh pengurus pusat,
wilayah dan cabang Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur
ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat, Pengurus
Wilayahdan Pengurus Cabang.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Cabang diatur dalam ketentuan organisasi
(3) Pengurus APRICabang berkewajiban membuat laporan kepada Pengurus
Wilayah dengan tembusan kepada Pengurus Pusat setiap1 (satu) tahun sekali.

BAB VII
KEUANGAN

Pasal 24
(1) Setiap anggota berkewajiban membayar iuran sebasar Rp. 10.000,- (sepuluh
ribu rupiah) / bulan;
(2) Besaran iuran sebagaimana ayat 1, dialokasikan dengan rincian sebagai
berikut ;
a. 15% (lima belas persen) untuk pusat.
b. 25% (dua puluh lima persen untuk Wilayah.
c. 60% (enam puluh persen) untuk cabang.
(3) Mekanisme penarikan dan penggunaan uang iuran diatur dalam peraturan
organisasi.

BAB VIII
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 25
Atribut organisasi serta makna didalamnya akan ditetapkan kemudian melalui
Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

BAB IX
PENUTUP

Pasal 26
(1) Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini dibuat
peraturan tersendiri oleh Pengurus Pusat.
(2) Segala perselisihan dan penafsiran Anggaran Rumah Tangga diputuskan oleh
Pengurus Pusat melalui peraturan tersendiri.
Ditetapkandi : Jakarta
Pada tanggal :

ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA


KETUA UMUM

MADARI

Anda mungkin juga menyukai