Anda di halaman 1dari 21

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

HASIL MUSYAWARAH FASILITASI PEMBENTUKAN ORGANISASI PROFESI


PENGHULU PADA TANGGAL 17 JULI 2019
DI KOTA BOGOR JAWA BARAT

ANGGARAN DASAR
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

MUQADDIMAH

Bismillahirrohmanirrohim

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, setiap warga negara berkewajiban
mengisi kemerdekaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
menuju kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur membentuk
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah menuju tercapainya baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.

Penghulu Republik Indonesia sebagai warga negara, ikut aktif dalam


perjuangan dan mensyiarkan serta menjaga eksistensi Syariat Islam di
Indonesia, keberadaannya telah ada jauh sebelum datangnya penjajah di bumi
nusantara. Penghulu sadarakan hak dan kewajiban serta peran strategisnya,
harkat dan martabat, serta tantangan yang sedang dan akan dihadapi bangsa
Indonesia, bertekad memberikan darma baktinya untuk mewujudkan nilai-
nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalankan
profesinya. Penghulu bertekad menggalang persatuan dan kesatuan dalam
mengembangkan profesionalisme serta kemandirian dengan berperan serta
dalam pembangunan hukum nasional yang dicita-citakan.

Visi yang diemban adalah Terbinanya insan yang bertaqwa pengabdi dan
pengemban amanat yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu
Wata’ala dengan melaksanakan langkah-langkah konkrit melalui misi :
(1) Membina pribadi muslim untuk mencapai akhlaqul karimah.
(2) Membangun pemahaman dan pengamalan agama yang moderat, toleran
dan berwawasan kebangsaan melalui pembinaan calon pengantin dan
keluarga sakinah.
(3) Mengembangkan kompetensi dan profesionalitas penghulu serta
memberikan advokasi kepada penghulu dalam menjalankan tugasnya;
(4) Memperkuat ukhuwah Islamiyah sesama Profesi Penghulu.
(5) Berperan aktif dalam dunia birokrasi Kementerian Agama, lintas sektoral
dan kepenghuluan sebagai penopang pembangunan nasional.

Sesuai dengan visi universal terbentuknya organisasi profesi yang


mengedepankan pentingnya kemandirian, maka dengan keikhlasan darma
baktinya sebagai salah satu pilar pembangunan kesadaran spiritual
keagamaan, maka Penghulu Indonesia perlu meningkatkan peran dan
kiprahnya di masyarakat melalui organisasi profesi Penghulu sebagai pelaku
perubahan (agent of change), dengan berpegang teguh pada sumpah jabatan
maka disusunlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Penghulu Indonesia sebagai berikut :

1
BAB I
NAMA, TEMPAT, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 1
(1) Organisasi ini bernama Asosiasi Penghulu Republik Indonesia;
(2) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia ditetapkan berdirinya di Bogor
tanggal, 17 Juli 2019;
(3) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Pusat berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia berasaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

Pasal 3
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertujuan :
(1) Membina dan mengembangkan Kompetensi Penghulu yang profesional dan
berintegritas;
(2) Menjalin persatuan dan kesatuan Penghulu;
(3) Menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi Penghulu;
(4) Memberikan perlindungan profesi dan advokasi/konsultasi hukum;
(5) Membangun kerjasama sinergis dengan Instansi Pembina Kementerian
Agama dan instansi terkait lainnya.

BAB III
TUGAS, FUNGSI, DAN SIFAT

Pasal 4
Tugas
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia mempunyai tugas :
(1) Menyusun Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi Penghulu;
(2) Memberikan advokasi;
(3) Memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran Kode Etik dan
Kode Perilaku Profesi; dan
(4) Menyampaikan aspirasi Pejabat Fungsional kepada Instansi Pembina.

Pasal 5
Fungsi

Dalam melaksanakan tugas, Asosiasi Penghulu Republik Indonesia


menyelenggarakan fungsi :
(1) Pengkoordinasian materi muatan Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi
Penghulu;
(2) Pendampingan terhadap Penghulu yang terkena permasalahan hukum;
(3) Penyusunan rekomendasi atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
Profesi Penghulu kepada Instansi Pembina;
(4) Pengembangan profesi Penghulu;
(5) Peningkatan kompetensi, karier, wawasan keagamaan, pelindungan
profesi, dan kesejahteraan Penghulu;
(6) Peningkatan pengabdian kepada masyarakat; dan
(7) Penerima dan penyampai aspirasi dari Penghulu kepada Instansi Pembina.
2
Pasal 6
Sifat
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bersifat egaliter, independen dan
inovatif.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 7
(1) Setiap Penghulu wajib menjadi Anggota Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia;
(2) Anggota Asosiasi Penghulu Republik Indonesia terdiri dari Anggota Biasa,
Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan;
(3) Pokok-Pokok Penjelasan tentang keanggotaan Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia dijelaskan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
KEPENGURUSAN

Pasal 8
1. Kepengurusan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia pada tingkat Pusat
disebut Pengurus Pusat disingkat PP
2. Kepengurusan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia pada tingkat provinsi
disebut Pengurus Wilayah disingkat PW
3. Kepengurusan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia pada tingkat
Kabupaten / Kota disebut Pengurus Cabang disingkat PC

Pasal 9

1. Pengurus Pusat terdiri dari :


a. Dewan Etik
b. Satu orang Ketua Umum
c. Tiga orang Ketua (I, II dan III)
d. Satu orang Sekretaris Umum
e. Tiga orang Sekretaris (I, II dan III)
f. Satu orang Bendahara Umum
g. Tiga orang Bendahara (I, II dan III)
h. Biro Hubungan Antar Lembaga/ Masayarakat dan Informasi Publik,
Biro Keanggotaan dan Angka Kredit, Biro Pengembangan SDM,
Pendidikan dan Pelatihan, Biro Disiplin dan Etika Profesi, Biro Hukum
dan Advokasi, Biro Kajian Hukum Islam dan Karya Ilmiah
i. Beberapa Bidang sesuai kebutuhan yang ditetapkan oleh Ketua Umum
2. Ketua Umum Asosiasi Penghulu Republik Indonesia dipilih oleh
Musyawarah Nasional untuk satu periode dan dapat dipilih kembali
sebanyak-banyaknya dua periode.
3. Pengurus Pusat bertanggungjawab kepada Musyawarah Nasional atas
seluruh jalannya organisasi serta berkewajiban untuk mematuhi Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan Kode Perilaku
Penghulu serta semua keputusan Musyawarah Nasional lainnya.

Pasal 10
1. Pengurus Wilayah sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Dewan Etik
b. Satu orang Ketua Wilayah
c. Dua orang Ketua ( I dan II)
3
d.Satu orang Sekretaris Wilayah
e.Dua orang Sekretaris (I dan II)
f.Satu orang Bendahara Wilayah
g.Dua orang Bendahara (I dan II)
h.Beberapa Bidang sesuai kebutuhan yang disesuaikan dengan biro-biro
yang ada di Pengurus Pusat
2. Ketua Wilayah dipilih oleh Musyawarah Wilayah untuk satu periode dan
dapat dipilih kembali sebanyak-banyaknya dua periode.
3. Pengurus Wilayah bertanggungjawab kepada Musyawarah Wilayah atas
seluruh jalannya organisasi, terutama mengenai kegiatan-kegiatan Cabang
di wilayahnya.
4. Pengurus Wilayah menjalankan instruksi pengurus pusat yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas-tugas keorganisasian.

Pasal 11
1. Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Satu orang Ketua Cabang
b. Satu orang Sekretaris Cabang
c. Satu orang Bendahara Cabang
d. Apabila dibutuhkan dapat diangkat Ketua I, Sekretaris I dan
Bendahara I
e. Seksi-seksi sesuai kebutuhan yang menyesuaikan dengan biro-biro
yang ada di Pengurus Pusat dan bidang-bidang yang ada di Pengurus
Wilayahnya.
2. Pengurus Cabang bertanggungjawab kepada Musyawarah Cabang atas
seluruh jalannya organisasi cabang.
3. Pengurus Cabang menjalankan instruksi pengurus pusat dan wilayah yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas keorganisasian

Pasal 12
Masa Jabatan pengurus Asosiasi Penghulu Republik Indonesia pada setiap
tingkatan adalah 4 (empat) tahun

Pasal 13
DEWAN ETIK
1. Dewan Etik pada tingkat Pusat terdiri dari Pejabat pada Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang membidangi Kepenghuluan,
Unsur Penghulu dan unsur Tokoh Masyarakat
2. Dewan Etik pada tingkat wilayah terdiri dari Pejabat pada Kantor Wilayah
Kementerian Agama yang membidangi kepenghuluan, unsur Penghulu dan
unsur Tokoh Masyarakat.
3. Dewan Etik dari unsur Penghulu terdiri dari 3 orang penghulu sekurang-
kurangnya menduduki jabatan Penghulu Muda.
4. Dewan Etik memiliki tugas dan fungsi mengawasi, membina dan
menegakkan nilai-nilai kode etik dan kode perilaku penghulu.
5. Ketentuan lebih lanjut tentang Dewan Etik diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

BAB VII
POKOK-POKOK ORGANISASI

Pasal 14
KEDAULATAN

Kekuasaan tertinggi dalam Asosiasi Penghulu Republik Indonesia adalah


Musyawarah Nasional (MUNAS)

4
Pasal 15
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT

Musyawarah dan Rapat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia terdiri dari :


(1) Musyawarah Nasional (Munas)
(2) Musyawarah Nasional luar biasa (Munaslub)
(3) Rapat Pimpinan Tingkat Nasional (Rapimnas)
(4) Rapat Kerja Tingkat Nasional (Rakernas)
(5) Rapat Pleno
(6) Rapat Koordinasi

Pasal 16

Musyawarah dan Rapat-Rapat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia di


Tingkat Wilayah Terdiri dari :
(1) Musyawarah Wilayah (Muswil)
(2) Musyawarah Wilayah luar biasa (Muswilub)
(3) Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil)
(4) Rapat Pleno
(5) Rapat Koordinasi

Pasal 17
Musyawarah dan Rapat-Rapat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia di
Tingkat Cabang Terdiri dari
(1) Musyawarah Cabang (Muscab)
(2) Musyawarah Cabang luar biasa (Muscablub)
(3) Rapat Kerja Cabang (Rakercab)
(4) Rapat Pleno
(5) Rapat Koordinasi

Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut tentang Musyawarah dan rapat-rapat diatur dalam
Anggan Rumah Tangga

BAB IX
WILAYAH KERJA

Pasal 19
(1) Wilayah kerja Pengurus Pusat meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Kedutaan-kedutaan besar/Konsulat-konsulat
Jenderal Republik Indonesia yang memiliki hubungan diplomatik antar
negara, yang dipimpin oleh Pengurus Pusat yang berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia.
(2) Wilayah kerja Pengurus Wilayah meliputi wilayah provinsi yang dipimpin
oleh Pengurus Wilayah dan berkedudukan di Ibukota Propinsi.
(3) Wilayah kerja Pengurus Cabang meliputi wilayah Kabupaten/Kota dan
berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.

BAB X
PEMBENTUKAN WILAYAH DAN CABANG

Pasal 20
1. Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia dimungkinkan
untuk dibentuk apabila beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (Tiga)
Cabang.

5
2. Pengurus cabang Asosiasi Penghulu Republik Indonesia dimungkinkan
untuk dibentuk apabila beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang
anggota biasa.
3. Susunan Pengurus Cabang, harus mencerminkan unsur sebagaimana
pasal 11 ayat (1) Anggaran Dasar ini.

Pasal 21
Dalam hal Pengurus Cabang tidak lagi memiliki anggota yang menjadi
tanggung jawabnya, maka status keanggotaannya dapat dialihkan pada
pengurus Cabang terdekat atau Pengurus wilayah setelah mendapat izin dari
Pengurus Wilayah.

BAB XI
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 22
(1) Quorum musyawarah dan rapat-rapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh
minimal 2/3 dari sejumlah unsur utusan
(2) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat pada azasnya
dilakukan secara musyawarah untuk mufakat
(3) Apabila pengambilan keputusan dalam musyawarah atau rapat-rapat tidak
dapat tercapai mufakat maka keputusan diambil melalui pemungutan
suara berdasarkan suara terbanyak
(4) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat diambil
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah unsur utusan
yang hadir
(5) Sistem dan mekanisme pengambilan keputusan diatur dalam peraturan
organisasi
(6) Khusus quorum tentang perubahan AD/ART dan pembubaran organisasi
harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah unsur utusan kepengurusan wilayah
dan kepengurusan cabang yang definitiv.
(7) Pengambilan keputusan pada ayat (6) diambil sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah unsur utusan yang hadir.
(8) Pengambilan keputusan pada tingkat cabang diambil sekurang-kurang 2/3
dari jumlah anggota cabang.

BAB XI
KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 23
PERBENDAHARAAN ORGANISASI

(1) Keuangan organisasi bersumber dari :


a. Uang Pangkal dan Iuran anggota
b. Bantuan operasional Instansi Pembina
c. Sumbangan yang tidak mengikat dan
d. Usaha lain yang sah
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan keuangan organisasi diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga

Pasal 24
(1) Kekayaan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia adalah semua barang
yang bergerak dan barang tidak bergerak yang tercatat dan terdaftar
sebagai asset dan inventaris.
6
(2) Apabila terjadi perubahan atau pembubaran organisasi Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia, maka kekayaan organisasi akan ditentukan dalam
musyawarah Pusat luar biasa yang mengatur hal tersebut

BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 25
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan berdasarkan musyawarah dan
mufakat, apabila tidak dapat dicapai mufakat keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak dalam suatu Musyawarah Nasional yang dihadiri secara sah
oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah suara yang hadir

BAB XIII
PEMBUBARAN

Pasal 26
(1) Pembubaran organisasi diputuskan oleh Musyawarah Nasional yang
diadakan khusus untuk keperluan itu.
(2) Musyawarah Nasional yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sah apabila
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Pengurus wilayah
dan Cabang Asosiasi Penghulu Republik Indonesia yang mewakili lebih
dari 2/3 (dua pertiga) jumlah suara.
(3) Pembubaran wajib disetujui sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah
suara yang hadir.
(4) Apabila Musyawarah Nasional memutuskan pembubaran, maka dalam
keputusan tersebut ditentukan pedoman dan tata kerja organisasi dalam
keadaan likuidasi.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 17 Juli 2019

PENGURUS PUSAT
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK
INDONESIA

MADARI AYI ZAINAL MUTAQIN


Ketua Umum Sekretaris Umum

7
ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KEANGGOTAAN, SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN, PEMBERHENTIAN
SEMENTARA DAN PENGUKUHAN KEMBALI

Pasal 1
(1) Anggota biasa adalah Para Penghulu di seluruh Indonesia
(2) Anggota kehormatan adalah mereka yang atas usul Pengurus Cabang dan
Pengurus Wilayah, diangkat dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional
karena jasanya terhadap organisasi Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(3) Anggota luar biasa adalah Pejabat Struktural atau Fungsional di
lingkungan Kementerian Agama yang berkaitan dengan Tupoksi dan
Pengembangan karir Kepenghuluan

Pasal 2
SYARAT ANGGOTA BIASA
Penghulu yang akan dikukuhkan menjadi Anggota biasa harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan syariat
Islam.
(2) Berstatus sebagai PNS aktif
(3) Dapat membaca Al-Qur’an dengan baik, menguasai fiqih munakahat dan
peraturan pencatatan nikah rujuk
(4) Telah diangkat dalam jabatan Fungsional Penghulu
(5) Terdaftar dalam Organisasi Asosiasi Penghulu Republik Indonesia dan
mendapatkan Nomor Induk Anggota Asosiasi Penghulu Republik Indonesia

Pasal 3
PEMBERHENTIAN ANGGOTA

Keanggotaan berakhir apabila :


(1) Meninggal dunia.
(2) Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatannya
sebagai Penghulu oleh Kementerian Agama.
(3) Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari Organisasi
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(4) Tidak lagi menjabat sebagai Penghulu;
(5) Atas permintaan sendiri dari anggota biasa dan luar biasa, yang diajukan
secara tertulis.
(6) Pemberhentian anggota diajukan oleh Pengurus Cabang kepada Pengurus
Wilayah, dan ditetapkan pemberhentiannya oleh Pengurus Pusat.

Pasal 4
(1) Anggota biasa yang melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku Penghulu
dapat diberhentikan sementara oleh Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia sebagaimana rekomendasi dan keputusan Dewan Etik.
(2) Anggota diberhentikan sementara pabila menduduki jabatan struktural.
(3) Anggota yang diberhentikan diberikan kesempatan untuk membela diri
dalam sidang Dewan Etik.

8
Pasal 5
TATA CARA PEMBERHENTIAN SEMENTARA

(1) Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia menjatuhkan


keputusan pemberhentian sementara kepada anggota atas rekomendasi
Dewan Etik.
(2) Rekomendasi dewan Etik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal (5) ini
sekurang-kurangnya dengan melampirkankan :
1. Berita Acara Pemeriksaan Anggota;
2. Berita acara persidangan Dewan Etik;
3. Nota pembelaan anggota;
4. Keputusan sidang Dewan Etik;
(3) Surat Keputusan pemberhentian sementara oleh Pengurus Pusat Asosiasi
Penghulu Republik Indonesia diserahkan kepada anggota dan
mengirimkan tembusan kepada Pengurus Cabang dan Pengurus Wilayah
anggota yang bersangkutan dengan melampirkan copy Rekomendasi
Dewan Etik.
(4) Pemberhentian sementara oleh Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia kepada Anggota biasa sebagaimana keputusan Dewan
Etik berakhir setelah mendapat keputusan pencabutan pemberhentian
sementara oleh Dewan Etik
(5) Pemberhentian sementara dicabut apabila telah kembali menduduki
jabatan fungsional penghulu

Pasal 6
PENGUKUHAN KEMBALI ANGGOTA

(1) Anggota yang diberhentikan sementara oleh Pengurus Pusat Asosiasi


Penghulu Republik Indonesia dapat dikukuhkan kembali sebagai anggota
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia setelah menduduki kembali jabatan
fungsional penghulu.
(2) Anggota yang diberhentikan sementara oleh Pengurus Pusat Asosiasi
Penghulu Republik Indonesia atas rekomendasi Dewan Etik dapat
dikukuhkan kembali sebagai anggota Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia setelah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Etik.
(4) Rekomendasi pengukuhan kembali oleh Dewan Etik sebagaimana
dimaksud ayat (2) Pasal 6 ini sekurang-kurangnya dengan
melampirkankan :
1. Berita Acara Pemeriksaan Anggota;
2. Berita acara persidangan dewan Etik;
3. Surat Pernyataan bersedia mematuhi kode etik dan kode perilaku
profesi, tata tertib dan peraturan Organisasi;
4. Keputusan sidang Dewan Etik;
(5) Surat Keputusan pengukuhan dan pengesahan kembali sebagai anggota
organisasi oleh Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
diserahkan kepada anggota dan mengirimkan tembusannya kepada
Pengurus cabang dan Pengurus wilayah anggota yang bersangkutan
dengan melampirkan copy Rekomendasi pengukuhan kembali oleh Dewan
Etik.

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 7
HAK ANGGOTA

9
(1) Anggota biasa berhak menjadi pengurus Asosiasi Penghulu Republik
Indonesia
(2) Anggota biasa berhak mendapatkan advokasi dari Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia
(3) Anggota biasa berhak mengajukan saran dan usul kepada Pengurus
Cabang, Wilayah dan Pusat.
(4) Anggota kehormatan dapat memberikan saran dan nasihat.

Pasal 8
KEWAJIBAN ANGGOTA
(1) Anggota wajib mematuhi AD/ART Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(2) Anggota wajib mematuhi setiap keputusan Pengurus Pusat, Wilayah,
Cabang
(3) Anggota wajib menjaga kehormatan diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai
Organisasi Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
(4) Anggota biasa wajib membayar uang pangkal dan iuran anggota

BAB III
MUTASI ANGGOTA
Pasal 9
(1) Mutasi anggota biasa adalah perpindahan status keanggotaan dari satu
cabang ke cabang lain
(2) Dalam keadaan tertentu, seorang anggota biasa Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia dapat mangajukan permohonan pindah status
keanggotaannya dari satu cabang ke cabang lain atau dari satu Wilayah
ke Wilayah lain.
(3) Untuk memperoleh persetujuan dari Cabang dan Wilayah asal, maka
seorang anggota harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk
selanjutnya diberikan Surat Keterangan.
(4) Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah
tugas sebagai Penghulu ke Cabang atau Wilayah lain.

BAB IV
MUSYAWARAH DAN PRESIDIUM

Pasal 10
MUSYAWARAH NASIONAL

(1) Musyawarah Nasional dilaksanakan sebagai media penetapan/perubahan


Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga, pertanggungjawaban Pengurus
Pusat dan Pemilihan Ketua Umum;
(2) Musyawarah Nasional difasilitasi oleh Kementerian Agama Republik
Indonesia sebagai Instansi Pembina;
(3) Peserta Musyawarah Nasional memilih Ketua Umum Pengurus Pusat
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia untuk masa jabatan selama 4
(empat) tahun;
(4) Peserta Musyawarah Nasional memilih Tim Formatur Musyawarah
Nasional dalam pemilihan secara terpisah;
(5) Ketua Umum Terpilih adalah Ketua Tim Formatur;
(6) Tim Formatur terdiri dari Ketua Terpilih dan Ketua Domisioner ditambah 3
(tiga) orang perwakilan peserta Musyawarah Nasional yang dipilih.
(7) Tata cara pemilihan anggota tim Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Nasional.

10
(8) Setelah terpilihnya Tim Formatur maka Pengurus Pusat dinyatakan
Demisioner
(9) Tim Formatur menyusun Pengurus Pusat secara lengkap dalam sidang Tim
Formatur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Musyawarah
Nasional.
(10) Ketua Umum Terpilih menerbitkan Surat Keputusan tentang Susunan
Pengurus Pusat yang telah disusun oleh Tim Formatur
(11) Pengurus Pusat dikukuhkan oleh Kementerian Agama RI.

Pasal 11
(1) Pengurus Pusat menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Nasional
untuk tiap-tiap Wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggotanya
sekurang-kurangnya1 (satu) orang;
(2) Utusan Wilayah terdiri dari, unsur pengurus wilayah dan unsur pengurus
cabang yang ditetapkan dalam rapat pengurus wilayah;
(3) Pemanggilan peserta untuk mengikuti Musyawarah Nasional oleh
Pengurus Pusat disampaikan kepada wilayah sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) hari sebelum musyawarah nasional tersebut dilaksanakan.
(4) Pengurus Pusat menetukan jumlah Peninjau dalam Musyawarah Nasional
untuk tiap-tiap wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di
Wilayah yang bersangkutan.

Pasal 12
(5) Setiap keputusan musyawarah nasional diambil atas dasar musyawarah
dan mufakat, dan apa bila tidak tercapai dengan musyawarah maka
pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

Pasal 13
PRESIDIUM SIDANG MUSYAWARAH NASIONAL

(1) Pimpinan Musyawarah Nasional dipimpin oleh Presidium Sidang


(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Nasional
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, sidang dipimpin oleh
Pengurus Pusat.
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib
pemilihan Presidium Sidang Musyawarah Nasional
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Nasional hingga
terpilihnya Tim Formatur Musyawarah Nasional.

Pasal 14
Tata Tertib persidangan dalam Musyawarah Nasional ditetapkan bersama oleh
Pengurus Pusat dan para utusan Wilayah peserta Musyawarah Nasional

Pasal 15
MUSYAWARAH WILAYAH

(1) Musyawarah Wilayah dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban


Pengurus Wilayah dan Pemilihan Ketua Wilayah.
(2) Musyawarah Wilayah difasilitasi oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi sebagai Instansi Pembina
(3) Peserta Musyawarah Wilayah memilih Ketua Wilayah Pengurus Wilayah
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia untuk masa jabatan selama 4
(empat) tahun.
(4) Peserta Musyawarah Wilayah memilih Tim Formatur Musyawarah
Wilayah dalam pemilihan secara terpisah.
11
(5) Ketua Wilayah Terpilih adalah Ketua Tim Formatur;
(6) Tim Formatur terdiri dari Ketua Terpilih dan Ketua Domisioner ditambah
3 (tiga) orang perwakilan peserta Musyawarah Wilayah yang dipilih
(7) Tata cara pemilihan anggota tim Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Wilayah.
(8) Setelah terpilihnya Tim Formatur maka Pengurus Wilayah dinyatakan
Demisioner
(9) Tim Formatur menyusun Pengurus Wilayah secara lengkap dalam sidang
Tim Formatur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Musyawarah
Wilayah.
(10) Ketua Umum APRI menerbitkan Surat Keputusan tentang Susunan
Pengurus Wilayah yang telah disusun oleh Tim Formatur.
(11) Pengurus Wilayah dikukuhkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi.

Pasal 16
(1) Pengurus Wilayah menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah
Wilayah untuk tiap-tiap Cabang didasarkan atas pertimbangan jumlah
anggotanya sekurang-kurangnya 1 (satu) orang;
(2) Utusan Cabang terdiri dari unsur pengurus cabang yang ditetapkan dalam
rapat pengurus wilayah;
(3) Pemanggilan peserta untuk mengikuti Musyawarah Wilayah oleh Pengurus
Wilayah disampaikan kepada cabang sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
hari sebelum musyawarah wilayah tersebut dilaksanakan.
(4) Pengurus Wilayah menetukan jumlah Peninjau dalam Musyawarah
Wilayah untuk tiap-tiap cabang didasarkan atas pertimbangan jumlah
anggota di cabang yang bersangkutan.

Pasal 17
PRESIDIUM SIDANG MUSYAWARAH WILAYAH

(1) Pimpinan Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Presidium Sidang


(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Wilayah
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, siding dipimpin oleh
Pengurus Wilayah
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib
pemilihan Presidium Sidang Musyawarah Wilayah
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Wilayah hingga
terpilihnya Tim Formatur Musyawarah Wilayah

Pasal 18
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Wilayah ditetapkan bersama oleh
Pengurus Wilayah dan para utusan Cabang yang mengikuti Musyawarah
Wilayah tersebut.

Pasal 19
MUSYAWARAH CABANG

(1) Musyawarah Cabang dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban


Pengurus Cabang dan Pemilihan Ketua Cabang
(2) Musyawarah Cabang difasilitasi oleh Kantor Kementerian Agama
Kabupaten / Kota sebagai Instansi Pembina
(3) Peserta Musyawarah Cabang memilih Ketua Cabang Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia untuk masa jabatan selama 4 (empat) tahun

12
(4) Peserta Musyawarah Cabang memilih Tim Formatur Musyawarah Cabang
dalam pemilihan secara terpisah
(5) Ketua Cabang Terpilih adalah Ketua Tim Formatur;
(6) Tim Formatur terdiri dari Ketua Terpilih dan Ketua Domisioner ditambah
3 orang perwakilan peserta Musyawarah Cabang yang dipilih.
(7) Tata cara pemilihan anggota tim Formatur ditetapkan dalam Tata tertib
Musyawarah Cabang.
(8) Setelah terpilihnya Tim Formatur maka Pengurus Cabang dinyatakan
Demisioner
(9) Tim Formatur menyusun Pengurus Cabang secara lengkap dalam sidang
Tim Formatur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Musyawarah
Cabang
(10) Ketua Wilayah menerbitkan Surat Keputusan tentang Susunan Pengurus
Cabang yang telah disusun oleh Tim Formatur
(11) Pengurus Cabang dikukuhkan oleh Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota

Pasal 20
PRESIDIUM SIDANG MUSYAWARAH CABANG

(1) Pimpinan Musyawarah Cabang dipimpin oleh Presidium Sidang


(2) Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga) Orang yang dipilih dari Peserta
Musyawarah Cabang
(3) Sementara Presidium Sidang belum terpilih, sidang dipimpin oleh
Pengurus Cabang
(4) Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata tertib
pemilihan Presidium Sidang Musyawarah Cabang
(5) Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Cabang hingga
terpilihnya Tim Formatur Musyawarah Cabang

Pasal 21
(1) Peserta Musyawarah Cabang adalah seluruh penghulu yang berada di
wilayah kerja Cabang
(2) Pemanggilan peserta musyawarah cabang disampaikan kepada KUA
Kecamatan yang berada di wilayah kerja Cabang
(3) Pengurus Cabang menentukan jumlah peninjau dalam Musyawarah
Cabang untuk tiap-tiap Cabang didasarkan atas pertimbangan jumlah
anggota di Cabang yang bersangkutan.
(4) Setiap keputusan musyawarah Cabang diambil atas dasar musyawarah
dan mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka
pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

Pasal 22
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Cabang ditetapkan bersama oleh
Pengurus Cabang dan para peserta yang mengikuti Musyawarah Cabang
tersebut.

BAB V
KEORGANISASIAN
SEKRETARIAT, STRUKTUR DAN PENGURUS

Pasal 23
SEKRETARIAT PUSAT, WILAYAH DAN CABANG

13
(1) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Pusat berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia
(2) Untuk sementara waktu, Kantor Pusat sekretariat Pengurus Pusat
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia berada di Kantor Kementerian
Agama Republik Indonesia hingga memiliki sendiri Kantor Pusat sebagai
sekretariat
(3) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Wilayah berkedudukan di Ibukota
Provinsi
(4) Untuk sementara waktu, kantor sekretariat Pengurus Wilayah Asosiasi
Penghulu Republik Indonesia berada di Kantor Wilayah Kementerian
Agama hingga memiliki sendiri Kantor Wilayah sebagai sekretariat
(5) Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Cabang berkedudukan di Ibukota
Kabupaten/Kota
(6) Untuk sementara waktu, Kantor Cabang sekretariat Pengurus Cabang
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia berada di Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota hingga memiliki sendiri Kantor Cabang sebagai
sekretariat.

BAB VI
PERGANTIAN ANTAR WAKTU PENGURUS

Pasal 24
PENGURUS PUSAT

1. Ketua Umum
Jika Ketua Umum mengundurkan diri/berhalangan tetap maka :
a. Sekretaris Umum mengambil inisiatif melaksanakan Rapat Pleno
Pengurus Pusat dengan mengundang Pengurus Harian ditambah Ketua
Wilayah definitif selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak
Ketua Umum secara resmi mengundurkan diri/dinyatakan
berhalangan tetap.
b. Sekretaris Umum memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih
Presidium Rapat.
c. Presidium Rapat memimpin rapat untuk memilih Penjabat Sementara
Ketua Umum Asosiasi Penghulu Republik Indonesia sampai dengan
dilaksanakannya Musyawarah Nasional / Musyawarah Nasional Luar
Biasa.
d. Dalam Rapat tersebut seluruh undangan yang hadir mempunyai Hak
Suara dan Hak Bicara.
e. Presidium Rapat mengesahkan hasil Rapat dalam bentuk Surat
Keputusan

2. Pengurus Pusat
a. Pengurus yang mengundurkan diri/berhalangan tetap ditetapkan
melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan
Sekretris Umum.
b. Jika Sekretaris Umum dan atau Ketua Biro yang mengundurkan diri /
dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Umum menunjuk salah
satu Pengurus Pusat untuk menduduki jabatan tersebut.
c. Penunjukan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan.

Pasal 25
PENGURUS WILAYAH

1. Ketua Wilayah
Jika Ketua Wilayah mengundurkan diri/berhalangan tetap maka :
14
a. Sekretaris Wilayah mengambil inisiatif melaksanakan Rapat Pleno
Pengurus Wilayah dengan mengundang Pengurus Harian ditambah
Ketua Cabang definitif selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung
sejak Ketua Wilayah secara resmi mengundurkan diri/dinyatakan
berhalangan tetap.
b. Sekretaris Wilayah memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih
Presidium Rapat.
c. Presidium Rapat memimpin rapat untuk memilih Penjabat Sementara
Ketua Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia sampai dengan
dilaksanakannya Musyawarah Wilayah / Musyawarah Wilayah Luar
Biasa.
d. Dalam Rapat tersebut seluruh undangan yang hadir mempunyai Hak
Suara dan Hak Bicara.
e. Presidium Rapat mengesahkan hasil Rapat dalam bentuk Surat
Keputusan.
f. Hasil dari Presidium Rapat diajukan kepada Pengurus Pusat untuk
mendapatkan Surat Keputusan.

2. Pengurus Wilayah
a. Pengurus yang mengundurkan diri/berhalangan tetap ditetapkan
melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Wilayah dan
Sekretaris Wilayah.
b. Jika Sekretaris Wilayah dan atau Ketua Bidang yang mengundurkan
diri / dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Wilayah menunjuk
salah satu Pengurus Wilayah untuk menduduki jabatan tersebut.
c. Penunjukan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan.

Pasal 26
PENGURUS CABANG

1. Ketua Cabang
Jika Ketua Cabang mengundurkan diri/berhalangan tetap maka :
a. Sekretaris Cabang mengambil inisiatif melaksanakan Rapat Pleno
Pengurus Cabang dengan mengundang Pengurus Lengkap selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak Ketua Cabang secara resmi
mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap.
b. Sekretaris Cabang memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih
Presidium Rapat.
c. Presidium Rapat memimpin rapat untuk memilih Penjabat Sementara
Ketua Cabang Asosiasi Penghulu Republik Indonesia sampai dengan
dilaksanakannya Musyawarah Cabang / Musyawarah Cabang Luar
Biasa.
d. Dalam Rapat tersebut seluruh undangan yang hadir mempunyai Hak
Suara dan Hak Bicara.
e. Presidium Rapat mengesahkan hasil Rapat dalam bentuk Surat
Keputusan.
f. Hasil dari Presidium Rapat diajukan kepada Pengurus Wilayah untuk
mendapatkan Surat Keputusan.

2. Pengurus Cabang
a. Pengurus yang mengundurkan diri/berhalangan tetap ditetapkan
melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Cabang dan
Sekretaris Cabang.
b. Jika Sekretaris Cabang dan atau Ketua Bidang yang mengundurkan
diri / dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Cabang menunjuk
salah satu Pengurus Cabang untuk menduduki jabatan tersebut.
c. Penunjukan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan.
15
Pasal 27
(1) Ketua Umum dapat mengangkat Pengurus baru untuk mengganti posisi
Pengurus Pusat yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat,
pemberhentian dengan tidak hormat dan atau pemberhentian sementara;
(2) Ketua Wilayah dapat mengangkat Pengurus baru untuk mengganti posisi
Pengurus Wilayah yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat,
pemberhentian dengan tidak hormat dan atau pemberhentian sementara;
(3) Ketua Cabang dapat mengangkat Pengurus baru untuk mengganti posisi
Pengurus Cabang yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat,
pemberhentian dengan tidak hormat dan atau pemberhentian sementara;
(4) Pengangkatan pengurus antar waktu sebagaimana pada ayat 1 dilakukan
berdasarkan hasil rapat pleno baik tingkat nasional, wilayah maupun
cabang.

BAB VII
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 28
Pengurus Pusat
(1) Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas
menyusun kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan
kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Peraturan Organisasi dan
Rapat Kerja Nasional Asosiasi Penghulu Republik Indonesia.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam peraturan
organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu
Republik Indonesia merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat
kolektif.
(4) Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas
kepengurusan organisasi selama masa bakti.

Pasal 29
Pengurus Wilayah
(1) Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas dan
berkewajiban :
a. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan organisasi sesuai
dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-
keputusan Musyawarah dan rapat kerja organisasi
b. Melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional
maupun program kerja wilayah.
c. Mengawasi, mengkoordinasi, dan membina anggota organisasi.
d. Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta
kelancaran keuangan Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah.
(2) Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik
Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan
Musyawarah Nasional dan Musyawarah Wilayah.
(3) Pengurus Wilayah bertanggungjawab kepada Musyawarah Wilayah
Asosiasi Penghulu Republik Indonesia atas pelaksanaan tugas organisasi
untuk masa baktinya.

16
(4) Pengurus Wilayah berkewajiban membuat laporan kegiatan kepada
Pengurus Pusat sekurangnya setiap 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 30
Pengurus Cabang
(1) Pengurus Cabang bertugas dan berkewajiban :
a. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan organisasi sesuai
dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-
keputusan Musyawarah dan rapat kerja organisasi.
b. Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan oleh pengurus
pusat, wilayah dan cabang menegakkan disiplin organisasi dan
mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat,
Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
(2) Penjabaran tugas Pengurus Cabang diatur dalam peraturan organisasi
(3) Pengurus Cabang membuat laporan kepada Pengurus Wilayah dengan
tembusan kepada Pengurus Pusat setiap1 (satu) tahun sekali.

BAB VIII
KEUANGAN

Pasal 31
(1) Setiap anggota wajib membayar uang pangkal keanggotaan sebesar Rp.
100.000 (seratus ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
a. Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) untuk APRI Pusat.
b. Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah) untuk APRI Wilayah.
c. Rp. 30.000 (tiga puluh ribu rupiah) untuk APRI Cabang.
(2) Setiap anggota wajib membayar iuran tiap bulan sebesar Rp. 50.000 (lima
puluh ribu rupiah)
(3) Besaran iuran sebagaimana ayat (2), dialokasikan dengan rincian sebagai
berikut :
a. 15% (lima belas persen) untuk APRI Pusat.
b. 25% (dua puluh lima persen) untuk APRI Wilayah.
c. 60% (enam puluh persen) untuk APRI Cabang.
(4) Mekanisme penarikan dan penggunaan uang iuran diatur dalam peraturan
organisasi.

BAB IX
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 32
Atribut organisasi terdiri atas Bendera, Lambang, Logo, Tata Persuratan, Cap
organisasi, mars organisasi serta makna didalamnya akan ditetapkan
kemudian melalui Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

BAB X
PENUTUP

(1) Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
dibuat peraturan tersendiri oleh Pengurus Pusat.

17
(2) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak ditetapkan dan mengikat
kepada seluruh anggota.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 17 Juli 2019

PENGURUS PUSAT
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK
INDONESIA

MADARI AYI ZAINAL MUTAQIN


Ketua Umum Sekretaris Umum

18
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PROFESI
JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Pengertian

(1) Kode Etik Profesi Jabatan Fungsional Penghulu yang selanjutnya disebut
kode Etik Penghulu adalah norma-norma etika dan moral yang harus
dipedomani penghulu dalam bersikap dan melaksanakan tugas profesi
sebagai Pegawai Kementerian Agama Republik Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai agama, disiplin, jujur, amanah dan bertanggung jawab.
(2) Kode Perilaku Jabatan Fungsional Penghulu yang selenjutnya disebut Kode
Perilaku Penghulu adalah penjabaran dari Kode Etik Penghulu yang
menjadi pedoman bagi Penghulu dalam berprilaku baik dalam
menjalankan tugas sebagai Penghulu maupun pergaulan hidup sehari-
hari, yang menjujung tinggi nilai-nilai agama, taat hukum, bersikap jujur,
amanah, disiplin dan bertanggung jawab.

Pasal 2
Maksud danTujuan

(1) Kode Etik dan Kode Prilaku Penghulu dimaksudkan sebagai pedoman bagi
penghulu dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Penghulu dan
pergaulan hidup sehari-hari
(2) Kode Etik Penghulu mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Memberi panduan tentang sikap, tingkah laku dan moral Penghulu;
b. Meningkatkan kinerja profesi penghulu
c. Menjaga marwah dan integritas penghulu
d. Memberikan pedoman bagi Dewan Etik, Penghulu, Pengawas dan
Pembina Jabatan Fungsional Penghulu.

BAB II
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PENGHULU

Pasal 3
Kode Etik Penghulu

Penghulu sebagai Pegawai Negeri Sipil yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT diharuskan selalu menegakkan Etika Penghulu :
(1) Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa;
(2) Bekerja dengan jujur, disiplin, tanggung jawab, adil, dan amanah;
(3) Mengutamakan pelayanan masyarakat;
(4) Setia kawan dan bertanggung jawab terhadap organisasi.

19
Pasal 4
Kode Perilaku Penghulu

(1) Etika menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa diwujudkan dalam


perilaku:
a) Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b) Berperan aktif dalam pelaksanaan moderasi beragama;
c) Menghormati dan menghargai orang lain;
d) Mencegah timbulnya radikalisme dan konflikan tarumat beragama.

(2) Etika bekerja dengan jujur, disiplin, tanggung jawab, adil, dan amanah
diwujudkan dalam perilaku:
a) Menjaga integritas,bersikap benar, dapat dipercaya, bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
b) Tidak menyalahgunakan wewenang;
c) Memiliki Loyalitas yang tinggi terhadap Lembaga dan Pimpinan;
d) Berkelakuan sopan, ramah, demokratis, dan transparan;
e) Adil dan Proporsional dalam pelayanan tugas;
f) Berpakaian dan berpenampilan sesuai norma/etika agama dan atau
susila.

(3) Etika mengutamakan pelayanan kepada masyarakat diwujudkan dalam


perilaku:
a) Menghindari diri dari sikap, perilaku, ucapan, dan perbuatan yang
merugikan negara dan masyarakat;
b) Mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi
maupun golongan;
c) Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, dan
benar;
d) Menjamin kepastian hukum dalam memberikan pelayanan.

(4) Etika setia kawan dan bertanggung jawab terhadap organisasi diwujudkan
dalam perilaku :
a) Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara
sesame penghulu;
b) Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai;
c) Mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi;
d) Berperilaku saling asah, asuh, dan asih.

Pasal 5
Kewajiban dan Larangan

(1) Kewajiban :
a. Setia kepada negara kesatuan Republik Indonesia;
b. Taat dan patuh pada peraturan perundang-undangan baik sebagai
warga negara maupun sebagai Aparatur Sipil Negara;
c. Menjaga nama baik Kementerian Agama;

20
d. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan penghulu;
e. Taat dan patuh kepada AD ART dan Peraturan Organisasi.

(2) Larangan :
a. Melakukan tindakan melawan hukum terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. Melakukan perbuatan dan atau kegiatan yang melanggar ajaran agama
Islam;
c. Melanggar peraturan perundang-undangan baik yang terkait dengan
kepenghuluan maupun Aparatur Sipil Negara;
d. Melakukan tindakan dan atau sikap intoleran atau ujaran kebencian
yang merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Korupsi, kolusi dan nepotisme;
f. Merusak nama baik organisasi;
g. Menjadi anggota salah satu Partai Politik dan atau ormas yang
terlarang.

BAB IV
PENUTUP

Pasal 6

Kode Etik dan Kode Perilaku Jabatan Fungsional Penghulu ini mulai berlaku
sejak ditetapkan oleh Pengurus Pusat APRI dan disetujui oleh Pembina, yang
merupakan satu-satunya Kode Etik dan Kode Perilaku untuk Jabatan
Fungsional Profesi Penghulu yang berlaku bagi para Penghulu se-Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 17 Juli 2019

PENGURUS PUSAT
ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK
INDONESIA

MADARI AYI ZAINAL MUTAQIN


Ketua Umum Sekretaris Umum

21

Anda mungkin juga menyukai