Bahwa PDI Perjuangan sebagai partai nasionalis yang berasaskan Pancasila sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta
sesuai dengan tafsir dan jiwa Pancasila 1 Juni 1945, bertanggung jawab untuk mewujudkan cita-
cita kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahwa untuk membangun manusia Indonesia yang berkarakter dan berkepribadian nasionalis
sejati, PDI Perjuangan bertanggung jawab melaksanakan pendidikan kebangsaan bagi segenap
bangsa Indonesia, khususnya kader/anggota partai, yang mencakup ideologi, politik, sikap dan
moralitas keagamaan, sampai kepada pengembangan keterampilan dan potensi rakyat menuju
masyarakat adil dan makmur.
Sadar bahwa cita-cita kebangsaan yang diperjuangkan oleh PDI Perjuangan diatas landasan
ideologi Nasionalisme, belum terhayati sepenuhnya oleh sebahagian elemen bangsa, khususnya
di kalangan umat Islam, maka PDI Perjuangan merasakan betapa beratnya mewujudkan cita-cita
kebangsaan tersebut. Untuk itu PDI Perjuangan, memerlukan langkah strategis, yakni pendekatan
kultur keagamaan dikalangan umat Islam, melalui sebuah organisasi keagamaan yang menjadi
bagian dari partai dalam menyukseskan perjuangannya.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dibentuklah organisasi keagamaan keIslaman yang
beranam Baitul Muslimin Indonesia, bertujuan untuk membangun wawasan kebangsaan di
kalangan masyarakat Islam Indonesia melalui pendekatan keagamaan yang bersifat kultural
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Atas dasar itulah disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi Baitul
Muslimin Indonesia.
1
ANGGARAN DASAR
BAITUL MUSLIMIN INDONESIA
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Organisasi ini adalah organisasi kemasyarakatan bernama Baitul Muslimin Indonesia.
Pasal 2
Waktu
Baitul Muslimin Indonesia didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Wilayah Baitul Muslimin Indonesia meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terbagi sesuai jenjang Administrasi Pemerintahan Republik Indonesia.
BAB II
AZAS, JATI DIRI DAN WATAK
Pasal 4
Azas
Baitul Muslimin Indonesia berasaskan Pancasila 1 Juni 1945.
Pasal 5
Jati Diri
Jati diri Baitul Muslimin Indonesia adalah Islami, Kebangsaan, dan Keadilan Sosial.
Pasal 6
Watak
Watak organisasi adalah Religius, Demokratis, Nasionalis, Plural, Terbuka dan Kekeluargaan.
BAB III
BENTUK DAN STATUS
Pasal 7
Bentuk
Baitul Muslimin Indonesia merupakan organisasi kemayarakatan yang berbasis keagamaan dan
berwawasan kebangsaan.
Pasal 8
Status
Baitul Muslimin Indonesia merupakan organisasi yang seazas, seidiologi dan seaspirasi dengan
PDI Perjuangan.
2
BAB IV
TUJUAN, FUNGSI DAN TUGAS
Pasal 9
Tujuan Umum
1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Membangun masyarakat Indonesia yang religius dan Pancasilais.
Pasal 10
Tujuan Khusus
1. Mewujudkan masyarakat muslim Indonesia yang berwawasan kebangsaan.
2. Memperjuangkan aspirasi masyarakat muslim Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, sesuai dengan asas, jati diri dan watak PDI Perjuangan.
3. Membentuk masyarakat muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki kepribadian, dan menjunjung tinggi kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Pasal 11
Fungsi
1. Sarana membentuk dan membangun masyarakat muslim Indonesia yang sesuai dengan
karakter dan kepribadian bangsa.
2. Mendidik dan mencerdaskan masyarakat muslim Indonesia agar bertanggungjawab
melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
3. Menghimpun dan menggerakkan masyarakat muslim Indonesia untuk membangun masyarakat
Indonesia yang berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945.
Pasal 12
Tugas
1. Mempertahankan dan mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Melaksanakan, mempertahankan dan menyebarluaskan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai
pandangan hidup bangsa di kalangan masyarakat muslim Indonesia
3. Membina masyarakat muslim yang demokratis, menghargai kebhinekaan dan toleransi terhadap
sesama.
4. Menghimpun dan memperjuangkan aspirasi serta peran masyarakat muslim Indonesia melalui
kebijakan PDI Perjuangan.
5. Mendukung dan mengamankan perjuangan politik dan kebijakan PDI Perjuangan.
BAB V
ORGANISASI
Bagian Pertama
Jenjang Kepengurusan
Pasal 13
Jenjang kepengurusan dan kedudukan Baitul Muslimin Indonesia disusun sebagai berikut:
a. Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia disngkat PP Baitul Muslimin Indonesia yang
meliputi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, berkedudukan di Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3
b. Pengurus Daerah Baitul Muslimin Indonesia disingkat PD Baitul Muslimin Indonesia yang
meliputi wilayah Provinsi, berkedudukan di Ibukota Provinsi.
c. Pengurus Cabang Baitul Muslimin Indonesia disingkat PC Baitul Muslimin Indonesia yang
meliputi wilayah Kabupaten/Kota, berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
d. Pengurus Anak Cabang Baitul Muslimin Indonesia disingkat PAC Baitul Muslimin Indonesia
yang meliputi wilayah Kecamatan, berkedudukan di Ibukota Kecamatan.
e. Pengurus Ranting Baitul Muslimin Indonesia disingkat PR Baitul Muslimin Indonesia yang
meliputi wilayah Kelurahan/Desa, berkedudukan di pusat Kelurahan/Desa atau sebutan lain.
f. Pengurus Anak Ranting Baitul Muslimin Indonesia disngkat PAR Baitul Muslimin Indonesia
yang melipuiti wilayah Dusun/Dukuh/Rukun Warga atau sebutan lain, berkedudukan di
Dusun/Dukuh/Rukun Warga atau sebutan lain.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai kepengurusan dan tata cara pemilihan pengurus diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga dan/atau Peraturan Organisasi.
Bagian Kedua
Alat Kelengkapan Organisasi
Pasal 15
1. Dalam melaksanakan tugasnya kepengurusan organisasi dilengkapi alat-alat kelengkapan
berupa :
a. Dewan Pembina
b. Dewan Penasehat
c. Departemen
d. Badan
e. Unit Kerja
2. Alat Kelengkapan Organisasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini dibentuk
sesuai dengan keperluan pada tingkatan kepengurusan
3. Ketentuan tentang Alat Kelengkapan Organisasi diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Bagian Ketiga
Keanggotaan
Pasal 16
1. Anggota Baitul Muslimin Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam
dan telah dinyatakan memenuhi syarat sebagai anggota.
2. Keanggotaan Baitul Muslimin Indonesia terdiri atas:
a. Anggota Biasa
b. Anggota Kehormatan
3. Keanggotaan berakhir apabila:
a. Mengundurkan diri
b. Diberhentikan
c. Meninggal dunia
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.
4
Bagian Keempat
Kedaulatan
Pasal 17
1. Kedaulatan organisasi berada di tangan Anggota yang diwujudkan melalui Musyawarah
Nasional.
2. Ketentuan tentang mekanisme Musyawarah Nasional diatur lebih lanjut dalam Anggaran
Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
Bagian Kelima
Permusyawaratan
Pasal 18
Permusyawaratan Organisasi disusun dalam jenjang/hierarki sebagai berikut:
1. Musyawarah Nasional
2. Rapat Pimpinan Pusat
3. Musyawarah Daerah
4. Rapat Pimpinan Daerah
5. Musyawarah Cabang
6. Rapat Pimpinan Cabang
7. Musyawarah Anak Cabang
8. Musyawarah Ranting
9. Musyawarah Anak Ranting
Pasal 19
1. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
2. Apabila tidak dicapai kata mufakat, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan
suara.
3. Keputusan dan kebijakan organisasi yang bersifat politis dikonsultasikan dengan PDI
Perjuangan selaku induk organisasi.
Bagian Keenam
Jenjang/Hirarki Peraturan Organisasi
Pasal 20
1. Peraturan Organisasi disusun dalam urutan jenjang/hierarki sebagai berikut:
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
b. Keputusan Musyawarah Nasional
c. Keputusan Rapat Pimpinan Pusat
d. Keputusan Rapat Pengurus Pusat
e. Keputusan Musyawarah Daerah
f. Keputusan Rapat Pimpinan Daerah
g. Keputusan Rapat Pengurus Daerah
h. Keputusan Musyawarah Cabang
i. Keputusan Rapat Pimpinan Cabang
j. Keputusan Rapat Pengurus Cabang
k. Keputusan Musyawarah Anak Cabang
l. Keputusan Rapat Pengurus Anak Cabang
m. Keputusan Musyawarah Ranting
5
n. Keputusan Rapat Pengurus Ranting
o. Keputusan Musyawarah Anak Ranting
p. Keputusan Rapat Pengurus Anak Ranting
2. Keputusan organisasi lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan keputusan organisasi
yang lebih tinggi.
Bagian Ketujuh
Keuangan Organisasi
Pasal 21
Keuangan Baitul Muslimin Indonesia berasal dari sumber-sumber sebagai berikut :
a. Iuran Anggota
b. Usaha yang halal
c. Sumbangan dan atau bantuan yang tidak mengikat dan tidak melanggar peraturan
perundang-undangan dan norma agama.
Bagian Kedelapan
Kesekretariatan
Pasal 22
1. Sekretariat dibentuk di setiap tingkatan kepengurusan organisasi
2. Fungsi kesekretariatan adalah :
a. Menyelenggarakan kegiatan administrasi organisasi.
b. Melayani pengurus, dan alat kelengkapan organisasi lainnya.
BAB VI
LAMBANG, BENDERA DAN MARS/HIMNE
Pasal 23
1. Lambang, Bendera dan Mars/Himne organisasi ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
2. Bentuk, ukuran dan tata cara penggunaan Lambang, Bendera dan Mars/Himne diatur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB VII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 24
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan di dalam
Musyawarah Nasional.
BAB VIII
PEMBUBARAN
Pasal 25
Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional yang disetujui
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Pengurus Daerah, dan dua pertiga dari Jumlah
Pengurus Cabang dan dua pertiga dari jumlah peserta Musyawarah Nasional.
6
BAB IX
PENUTUP
Pasal 26
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini selanjutnya akan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi yang tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar.
2. Anggaran Dasar ini untuk pertama kalinya di tetapkan oleh DPP PDI Perjuangan dan mulai
berlaku sejak dideklarasikan pendirian Baitul Muslimin Indonesia.
*****
7
ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAITUL MUSLIMIN INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Penerimaan Anggota
1. Setiap Warga Negara Indonesia yang ingin menjadi anggota, harus mengajukan permohonan
secara tertulis kepada pengurus di tempat yang bersangkutan berdomisili.
2. Pengurus yang bersangkutan meneruskan permohonan tersebut pada ayat 1 Pasal ini kepada
Pengurus Cabang untuk diproses lebih lanjut.
3. Pengurus Cabang dapat menerima atau menolak permohonan calon anggota.
4. Setiap calon anggota yang telah memenuhi syarat disahkan menjadi anggota dengan diberikan
Kartu Tanda Anggota.
5. Pengurus Cabang mempunyai dan memelihara Buku Induk Anggota serta melakukan
pembinaan anggota diwilayahnya.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang penerimaan, pembinaan dan pencatatan Buku Induk Anggota
diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 2
Syarat Anggota
Pasal 3
Hak Anggota
Pasal 4
Kewajiban Anggota
8
Pasal 5
Berakhirnya Keanggotaan
BAB II
SANKSI
Pasal 6
Pemberian Sanksi
1. Setiap anggota yang melanggar AD-ART dan Peraturan Organisasi akan dikenakan sanksi
organisasi sesuai tingkatan kesalahannya.
2. Sanksi yang dapat diberikan sebagai berikut :
a. Peringatan.
b. Pembebastugasan dari jabatan.
c. Pembekuan kepengurusan.
d. Pemberhentian sementara (skorsing).
e. Pemecatan.
3. Sanksi pemecatan hanya dapat dilakukan oleh Pengurus Pusat.
4. Pengurus atau anggota yang dapat diberikan sanksi karena :
a. Melanggar AD-ART dan Peraturan Organisasi.
b. Melakukan perbuatan cela.
c. Melakukan tindakan yang merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi
d. Membangkang keputusan organisasi yang lebih tinggi.
e. Lalai atau ingkar terhadap tugas, tanggung jawab dan kewajibannya sebagai Pengurus
maupun Anggota.
f. Terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyalahgunaan Narkotika dan
Psikotropika atau jenis obat terlarang lainnya.
g. Menyalahgunakan nama, lambang, jabatan oganisasi untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.
h. Melakukan tindak pidana atau sedang menjalani proses hukum akibat
tindakan/perbuatannya.
5. Pengurus atau anggota yang mendapat sanksi pemecatan dapat melakukan pembelaan dalam
Musyawarah Nasional / Rapat Pimpinan Pusat.
6. Sanksi pembekuan kepengurusan diberikan oleh kepengurusan yang menerbitkan Surat
Keputusan kepada kepengurusan yang terbukti melanggar AD-ART dan Peraturan Organisasi.
7. Ketentuan lebih lanjut tentang sanksi organisasi, diatur dalam Peraturan Disiplin Organisasi.
BAB III
ORGANISASI
Bagian Pertama
Permusyawaratan
Pasal 7
Musyawarah Nasional
9
2. Musyawarah Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Pusat.
3. Musyawarah Nasional diadakan 5 (lima) tahun sekali.
4. Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari :
a. Pengurus Pusat.
b. Utusan Pengurus Daerah.
c. Utusan Pengurus Cabang.
5. Pengurus Pusat dapat menetapkan undangan lain sebagai peninjau.
6. Jumlah Utusan Daerah dan Cabang diatur dalam Peraturan Organisasi.
7. Musyawarah Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan cabang dan utusan daerah
yang terdiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Pengurus Daerah dan dua pertiga
dari jumlah Pengurus Cabang.
8. Pimpinan Sidang Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Nasional.
9. Musyawarah Nasional dipimpin oleh Pengurus Pusat sampai dengan terpilihnya Pimpinan
Sidang dari dan oleh peserta Musyawarah Nasional.
10. Dalam keadaan mendesak, Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diselenggarakan, dengan
ketentuan atas persetujuan Pengurus Pusat dan didukung oleh lebih dari separuh Pengurus
Daerah dan Cabang.
11. Wewenang Musyawarah Nasional Luar Biasa sama dengan wewenang Musyawarah Nasional.
Pasal 8
Wewenang Musyawarah Nasional
Pasal 9
Rapat Pimpinan Pusat
Pasal 10
Wewenang Rapat Pimpinan Pusat
10
Pasal 11
Musyawarah Daerah
Pasal 12
Wewenang Musyawarah Daerah
Pasal 13
Rapat Pimpinan Daerah
Pasal 14
Wewenang Rapat Pimpinan Daerah
11
2. Merumuskan dan memutuskan kebijakan organisasi ditingkat provinsi dalam rangka
pengembangan organisasi maupun kebijakan untuk mendukung terwujudnya tujuan PDI
Perjuangan.
3. Evaluasi terhadap pelaksanaan program kerja organisasi dan konsolidasi organisasi di tingkat
provinsi.
4. Membahas dan memberikan rehabilitasi sanksi pengurus sesuai tingkatannya.
Pasal 15
Musyawarah Cabang
Pasal 16
Wewenang Musyawarah Cabang
Pasal 17
Rapat Pimpinan Cabang
12
Pasal 18
Wewenang Rapat Pimpinan Cabang
Pasal 19
Musyawarah Anak Cabang
Pasal 20
Wewenang Musyawarah Anak Cabang
Pasal 21
Musyawarah Ranting
13
7. Musyawarah Ranting dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan Anak Ranting yang terdiri
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Pengurus Anak Ranting.
8. Musyawarah Ranting dipimpin oleh Pengurus Anak Cabang didampingi oleh Pimpinan Sidang
yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Ranting.
Pasal 22
Wewenang Musyawarah Ranting
Pasal 23
Musyawarah Anak Ranting
1. Musyawarah Anak Ranting merupakan forum tertinggi organisasi ditingkat Dusun/Dukuh atau
sebutan lain.
2. Musyawarah Anak Ranting diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting.
3. Musyawarah Anak Ranting diadakan 5 (lima) tahun sekali.
5. Musyawarah Anak Ranting dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua
pertiga dari jumlah anggota.
6. Musyawarah Anak Ranting dipimpin oleh Pengurus Ranting didampingi oleh Pimpinan Sidang
yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Anak Ranting.
Pasal 24
Wewenang Musyawarah Anak Ranting
Bagian Kedua
Kepengurusan
Pasal 25
Persyaratan Pengurus
14
pengurus organisasi di tingkat Kabupaten/Kota dan berdomisili di wilayah Provinsi pada
kepengurusan yang bersangkutan.
3. Yang dapat dipilih dan ditetapkan menjadi Pengurus Cabang adalah Anggota yang berakhlak
baik, sekurang-kurangnya telah dua tahun terus menerus menjadi Anggota dan berdomisili di
wilayah Kabupaten atau kota pada kepengurusan yang bersangkutan
4. Yang dapat dipilih dan ditetapkan menjadi Pengurus Anak Ranting, Pengurus Ranting dan
pengurus Anak cabang adalah Anggota yang berakhlak baik, dan berdomisili di wilayah
kepengurusan yang bersangkutan.
5. Pembentukan kepengurusan di setiap tingkatan diatur dalam Peraturan Organisasi.
6. Pengecualian Pasal ini dapat dilakukan untuk kepengurusan yang dibentuk sebelum
Musyawarah organiasi pertama di setiap tingkatan dilaksanakan.
Pasal 26
Pengurus Pusat
15
4. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap atau tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana
mestinya maka dapat dipilih pejabat Ketua Umum oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan lowong Personalia Pengurus Pusat diatur
dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 28
Pengurus Daerah
Pasal 29
Personalia Pengurus Daerah
Pasal 30
Pengurus Cabang
16
2. Pengurus Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Cabang.
3. Pengurus Cabang mempunyai tugas :
a. Melaksanakan peraturan, keputusan dan program organisasi di tingkat Kabupaten/Kota.
b. Melaksanakan konsolidasi di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
c. Menyelenggarakan manajemen organisasi ditingkat Kabupaten/Kota.
d. Memberikan bimbingan dan pengawasan kepada struktural organisasi yang ada di
bawahnya.
Pasal 31
Personalia Pengurus Cabang
Pasal 32
Pengurus Anak Cabang
17
4. Pengurus Anak Cabang memiliki wewenang :
a. Membuat dan menetapkan Program Kerja Anak Cabang berdasarkan AD-ART, Peraturan
Organisasi dan keputusan Musyawarah Anak Cabang.
b. Mengesahkan struktur, komposisi dan personalia Pengurus Ranting
c. Melaksanakan Musyawarah Anak Cabang pada waktu yang telah ditetapkan pada
Musyawarah Anak Cabang sebelumnya.
d. Memberikan sanksi peringatan terhadap Pengurus Anak Ranting dan Anggota yang
melanggar AD-ART dan Peraturan Organisasi.
5. Pengurus Anak Cabang mengucapkan sumpah/janji di dalam Musyawarah Anak Cabang
kecuali ditentukan lain oleh Musyawarah Anak Cabang.
Pasal 33
Personalia Pengurus Anak Cabang
Pasal 34
Pengurus Ranting
18
Pasal 35
Personalia Pengurus Ranting
Pasal 36
Pengurus Anak Ranting
Pasal 37
Personalia Pengurus Anak Ranting
19
d. Wakil Sekretaris
e. Bendahara
f. Wakil Bendahara
2. Personalia Pengurus Anak Ranting yang baru menjabat 1 (satu) periode dapat dipilih kembali
untuk satu kali periode berikutnya.
3. Uraian tugas, tata kerja dan sistim prosedur organisasi Pengurus Anak Ranting selanjutnya
diatur dalam Peraturan Organisasi.
4. Apabila Ketua berhalangan tetap atau tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya
maka dapat dipilih pejabat Ketua oleh Rapat Pleno Pengurus Anak Ranting dengan diketahui
Pengurus Ranting dan dengan persetujuan Pengurus Anak Cabang.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan lowong Personalia Pengurus Anak Ranting
diatur dalam Peraturan Organisasi
Pasal 38
Alat Kelengkapan Organisasi
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
BAB V
KETENTUAN PERUBAHAN
Pasal 40
1. Perubahan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga dapat dilakukan melalui
Musyawarah Nasional yang dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Pengurus
Daerah dan dua pertiga dari jumlah Pengurus Cabang.
20
2. Rancangan perubahan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga disampaikan
kepada peserta Musyawarah Nasional selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Musyawarah
Nasional dilaksanakan.
BAB VI
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 41
Setiap anggota Baitul Muslimin Indonesia diwajibkan untuk memahami dan mengetahui isi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 42
1. Hal-hal yang belum di atur dalam Anggaran Rumah Tangga ini selanjutnya akan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
2. Apabila terdapat perbedaan Penafsiran dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga ini,
maka tafsir yang sah adalah yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Anggaran Rumah Tangga ini untuk pertama kalinya di tetapkan oleh DPP PDI Perjuangan
sebagai Pendiri Baitul Muslimin Indonesia.
*****
21