Anda di halaman 1dari 48

50

BAB IV

TEORI-TEORI PERTUMBUHAN NEGARA

A.Pengantar

Teori-teori pertumbuhan negara merupakan pokok bahasan ketiga Ilmu Negara

dari sudut pandang sosiologis setelah sifat dan hakikat negara serta teori dasar pembenar

eksitensi negara. Beberapa pertanyaan pokok dalam teori-teori pertumbuhan negara

adalah sebagai berikut. Apakah negara sebagai bentuk pergaulan hidup hadir secara tiba-

tiba dalam kehidupan manusia? Bagaimana proses pertumbuhan negara? Apakah negara

sebagai suatu pergaulan hidup langsung memiliki bentuk seperti sekarang? Dari sudut

pandang apa proses pertumbuhan negara dibicarakan?

Negara adalah bentuk pergaulan hidup manusia paling sempurna dibandingkan

dengan nagari, desa, kampung, huta dan sebagainya. Negara tidak secara mendadak

hadir dalam kehidupan manusia. Ada proses perkembangan yang berlangsung lama

dalam rentang waktu yang sangat panjang sebelum sampai pada bentuk sekarang. Proses

pembentukan negara berlangsung secara bertahap sampai mencapai bentuk seperti

sekarang. Menurut Padmo Wahyono perkembangan negara melalui beberapa phase.208

Hendra Nurtjahyo juga mengemukakan “Negara tidak terjadi begitu saja. Ia berproses

dari satu pemenuhan unsur kepada pemenuhan unsur lainnya.”209

Kedua pakar di atas mengemukakan pembentukan negara berlangsung secara

bertahap. Menurut logika (akal sehat), pendapat kedua pakar dapat dengan mudah

diterima karena semua bentuk pergaulan hidup manusia bersifat dinamis yakni

208
Padmo Wahyono, Ilmu Negara, op. cit., hlm. 107.
209
Hendra Nurtjahyo, op. cit., hlm. 31.
51

berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Bentuk pergaulan hidup zaman

dahulu tentu sangat sederhana, karena jumlah warga sedikit dan kebutuhan juga

sederhana. Sampai sekarang, masih dapat ditemukan contohnya di beberapa daerah

Indonesia seperti masyarakat Badui Banten atau masyarakat Suku Naga Tasikmalaya.

Zaman sekarang keadaannya tentu sangat berbeda karena jumlah anggota masyarakat

jauh lebih besar dan kepentingan masyarakat beraneka ragam. Sebagai konsekuensinya,

organisasi masyarakat semakin kompleks.

Meski mudah menerima kebenaran pendapat bahwa proses pembentukan negara

melalui beberapa phase tetapi sulit membuktikan kebenarannya secara empiris. Para

penulis juga mengalami kesulitan menunjukkan bukti empiris tersebut. Menurut Bintan

R. Saragih dalam sejarah tidak dapat ditentukan kapan dan di mana negara itu

dimulai.210 Jika bukti empiris negara yang pertama kali lahir tidak dapat diketahui lalu

bagaimana dapat dibuktikan negara berkembang melalui beberapa phase? Hal itu

mengundang pertanyaan, apakah benar negara berkembang melalui beberapa phase?

Phase-phase apa yang terbentuk dalam proses perkembangan negara? Pertanyaan-

pertanyaan di atas harus dijawab Ilmu Negara Umum. Namun, bagaimana Ilmu Negara

Umum dapat membentuk teori-teori umum yang berlaku bagi semua negara yang dapat

menjawab pertanyaan tersebut jika tidak ada bukti empiris yang mendukung?

Pembuktian secara empiris phase-phase pertumbuhan negara harus dilakukan

Ilmu Negara Umum sesuai dengan persyaratan ilmu pengetahuan ilmiah. Namun, hal itu

tidak dapat dilakukan jika tidak ada bukti empiris mengenai pertumbuhan semua negara.

Ilmu Negara Umum mengalami kesulitan membangun teori-teori ilmiah mengenai

210
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, op. cit., hlm. 77.
52

negara yang berlaku secara umum jika tidak dibantu ilmu pengetahuan lain. Cabang

ilmu pengetahuan yang dapat membantu Ilmu Negara Umum dalam membentuk teori-

teori ilmiah yang berlaku umum adalah Ilmu Sejarah dan Ilmu Negara Khusus.

Ilmu Negara Khusus Sosiologis atau Ilmu Negara Individual sebagai cabang Ilmu

Negara mengkaji negara tertentu dari sudut pandang sosiologis. Ilmu Negara Khusus

Sosiologis berupaya memberikan penjelasan tentang berbagai hal mengenai negara

tertentu. Untuk itu, Ilmu Negara Khusus Sosiologis perlu memiliki bukti-bukti empiris

suatu negara yang dapat diambil dari sejarah yang bersangkutan. Sebagai contoh, Ilmu

Negara Khusus Indonesia berusaha memberi penjelasan tentang negara Indonesia seperti

sifat hakikat negara Indonesia, tujuan negara Indonesia, pengertian kedaulatan menurut

paham bangsa Indonesia dan sebagainya. Untuk itu, Ilmu Negara Khusus Indonesia

perlu memiliki bukti-bukti empiris mengenai negara Indonesia yang diambil dari sejarah

bangsa Indonesia.

Sesuai dengan bukti sejarah bangsa Indonesia dapat dikaji proses pertumbuhan

negara Indonesia. Sesuai dengan bukti, proses pembentukan Negara Indonesia melalui

beberapa tahap. Proklamasi kemerdekaan adalah salah satu tahap pembentukan Negara

Republik Indonesia karena sebelum proklamasi kemerdekaan, ada tahap perjuangan

merebut kemerdekaan. Padmo Wahyono mengemukakan sebagai berikut “. . . terjadinya

negara (Indonesia - - - pen.) merupakan suatu proses yang tidak sekedar dimulai dari

proklamasi melainkan bahwa perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran

khususnya dalam pembentukan ide-ide dasar yang dicita-citakan (die ideologi).211

211
Padmo Wahyono “Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Ketatanegaraan”
dalam Oetojo Oesman dan Alfian (ed.), ‘Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,’ op. cit., hlm. 97.
53

Ilmu Negara Khusus Indonesia memiliki bukti empiris mengenai pembentukan

negara Indonesia. Hal yang sama terdapat pada Ilmu Negara Khusus Amerika atau Ilmu

Negara Khusus lain. Masing-masing Ilmu Negara Khusus dapat memberikan bukti

mengenai negara yang bersangkutan termasuk bukti-bukti pertumbuhan negara. Bukti-

bukti empiris Ilmu Negara Khusus Indonesia, Amerika atau Belanda tersebut merupakan

data yang bermanfaat bagi Ilmu Negara Umum. Berdasarkan data atau bahan tersebut

dibentuk teori-teori Ilmu Negara yang berlaku umum bagi semua negara. Pembentukan

teori umum dilakukan dengan cara membanding-bandingkan teori-teori negara yang

berlaku khusus. Proses pembentukan teori seperti itu dapat dibenarkan menurut ilmu

pengetahuan. Sebab, seperti dikemukakan Padmo Wahyono, teori-teori kenegaraan yang

umum dan universal adalah hasil pembandingan teori-teori yang khusus sifatnya.212

Dalam proses perbandingan tersebut, unsur-unsur khusus pada Ilmu Negara

Khusus dibersihkan supaya dapat diambil sari pati atau inti sarinya. Setelah unsur-unsur

khusus dibersihkan dapat dilakukan abstraksi untuk menghasilkan teori umum. Secara

logika, proses abstraksi ini disebut logika induksi dengan tujuan membangun kesimpuan

(pernyataan) yang berlaku umum berdasarkan yang khusus. Proses penalaran induksi

menghasilkan teori-teori Ilmu Negara yang berlaku umum.

Proses penalaran induksi yang sama seperti di atas juga dapat dilakukan untuk

membentuk teori-teori pertumbuhan negara. Bahan-bahan Ilmu Negara Khusus

mengenai pertumbuhan berbagai negara dikumpulkan sebagai data untuk membentuk

teori pertumbuhan negara yang berlaku umum. Setelah unsur-unsur Ilmu Negara Khusus

dibersihkan (disaring) dihasilkan abstraksi yang berlaku umum berdasarkan penalaran

212
Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, op. cit., hlm. 1.
54

induksi. Hasil penalaran induksi disebut teori-teori pertumbuhan negara yang berlaku

umum. Dengan demikian, pembentukan teori-teori pertumbuhan negara yang berlaku

umum bagi semua negara tidak secara langsung tetapi secara bertahap karena

berdasarkan data atau bahan-bahan Ilmu Negara Khusus.

Dalam pembentukan teori-teori pertumbuhan negara yang berlaku umum yang

dikemukakan di atas tampak hubungan Ilmu Negara Khusus dengan Ilmu Negara

Umum. Hubungan kedua cabang ilmu pengetahuan kenegaraan ini bersifat timbal balik.

Padmo Wahyono mengemukakan sebagai berikut “. . . teori-teori kenegaraan yang

umum dan universal adalah hasil pembandingan teori-teori yang khusus sifatnya

sepanjang zaman.” 213


Padmo Wahyono juga mengemukakan “Teori yang khusus

berpangkal pula pada teori yang umum, namun telah memperoleh tambahan yang

bersifat penyesuaian dengan realita yang nyata dan konkret.”214

Pengertian teori dalam Ilmu Negara sesungguhnya tidak dapat berlaku secara

menyeluruh dalam semua pokok bahasan Ilmu Negara. Ada bagian dari pokok bahasan

Ilmu Negara yang lebih tepat disebut doktrin (dogma) daripada teori ilmiah dalam arti

yang sesungguhnya. Sebagai contoh, teori Kedaulatan Tuhan sebenarnya lebih tepat

disebut Dogma Kedaulatan Tuhan karena bukti kedaulatan Tuhan secara empiris tidak

pernah ditemukan dalam kenyataan. Namun, terlepas dari perbedaan pandangan

mengenai pemakaian istilah teori atau dogma dalam Ilmu Negara, istilah teori dalam

213
Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, op. cit., hlm. 1.
214
Ibid.
55

Ilmu Negara Umum sudah lazim dipergunakan.215 Dalam hubungan ini, I Gede Pantja

Astawa dan Suprin Na’a misalnya mengemukakan sebagai berikut:

“. . . materi dari Ilmu Negara adalah teori negara. Contoh yang dapat
dikemukakan sebagai teori negara adalah teori asal mula negara, teori lenyapnya
negara, teori bentuk negara, teori bentuk pemerintahan dalam negara, teori sifat
dan hakikat negara, teori fungsi dan tujuan negara dan sebagainya. Teori-teori
negara seperti itulah yang kemudian tergabung menjadi suatu ilmu yang mandiri
menjadi Ilmu Negara.”216

Meskipun teori-teori Ilmu Negara Umum dapat disebut teori ilmiah dalam arti

terbatas seperti dikemukakan kedua penulis di atas tetapi penjelasan teori-teori Ilmu

Negara Umum mengenai berbagai hal tentang negara termasuk tentang teori

pertumbuhan negara tidak selalu didukung bukti empiris dan argumentasi ilmiah

(scientific explanation). Penjelasan ilmiah (scientific explanation) harus didukung bukti-

bukti (data empiris) sedangkan penjelasan teori Ilmu Negara Umum tidak selalu

didukung data empiris. Bahkan, ada yang bersifat metafisis seperti Teori Teokasi dan

Teori Perjanjian Masyarakat. Dengan perkataan lain, dalam Ilmu Negara, pengertian teori

seperti dikemukakan I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a tidak selalu dapat diartikan

teori ilmiah tetapi juga dogmatika (doktrin/ajaran). Sebagai contoh, Teori Kedaulatan

Tuhan mengajarkan Tuhan berdaulat dalam suatu negara. Namun, apakah Ilmu Negara

Umum dapat mengajukan bukti-bukti empiris mengenai hal tersebut? Tidak seorang pun

dapat menjawab pertanyaan di atas secara ilmiah karena tidak ada bukti sejarah atau

bukti empiris mengenai hal itu. Oleh sebab itu, tidak salah kalau dikemukakan bahwa

215
Bandingkan dengan pendapat I Gede Pantja Astawa yang memakai istilah Teori
Negara daripada dogma atau ajaran negara. (Lihat I Gede Pantja Astawa dan Suprin
Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara (Bandung, 2009).
216
Ibid., hlm. 25.
56

pengertian teori dalam Ilmu Negara Umum tidak selalu bersifat teori ilmiah tetapi juga

bersifat ajaran (dogmatika/doktrin).

B.Sudut Pandang Dalam Menentukan Unsur-unsur Konstitutif Pembentuk Negara

1.Unsur-unsur Konstitutif Pembentuk Negara Dari Sudut Pandang Sosiologis

Salah satu teori Ilmu Negara yang berlaku umum bagi semua negara yang

dibentuk dengan bantuan Ilmu Negara Khusus adalah Teori Pertumbuhan Negara. Teori

ini adalah salah satu topik bahasan Ilmu Negara Umum yang berfungsi memberi

penjelasan dogmatis-logis mengenai pertumbuhan negara. Teori ini berupaya

menjelaskan pertumbuhan negara secara umum atau secara universal. Pokok pertanyaan

yang dapat dikemukakan mengenai pertumbuhan negara adalah sebagai berikut. Kriteria

apa yang dipakai Ilmu Negara Umum untuk menetapkan suatu negara tumbuh atau lahir?

Sudut pandang apa yang dipakai Ilmu Negara Umum untuk menentukan kriteria

pertumbuhan negara? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab Teori-teori Pertumbuhan

Negara. Penjelasan Ilmu Negara Umum mengenai teori-teori pertumbuhan negara bertitik

tolak dari sudut pandang tertentu. Namun, untuk menentukan saat suatu negara

bertumbuh ditentukan oleh unsur-unsur konstitutif pembentuk negara.

Sudut pandang dalam menentukan pertumbuhan unsur-unsur konstitutif

pembentuk negara adalah (a) sudut pandang sosiologis dan (b) sudut pandang yuridis

(Hukum Internasional). Kedua sudut pandang bertitik tolak dari titik berdiri yang

berbeda tetapi memiliki hubungan erat karena saling melengkapi. Hendra Nurtjahyo
57

misalnya mengemukakan sebagai berikut “Kedua sudut pandang ini berhubungan erat

dengan syarat keberadaan sebuah negara.”217

Perbedaan sudut pandang sosiologis dan yuridis mengenai pembentukan unsur

konstitutif pembentuk negara yang mementukan saat pertumbuhan negara timbul karena

perbedaan pandang mengenai sifat hakikat negara. Sudut pandang sosiologis memiliki

penjelasan berbeda mengenai sifat hakikat negara dan proses pertumbuhan unsur-unsur

konstitutif pembentuk negara. Sudut pandang sosiologis memberikan penjelasan

pertumbuhan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara bersifat primer sedangkan sudut

pandang yuridis memberikan penjelasan yang bersifat sekunder dan bersifat melengkapi

unsur-unsur konstitutif pembentuk negara primer.

Dari sudut pandang sosiologis negara adalah suatu fakta kemasyarakatan (de

facto) dalam kehidupan bersama manusia yakni sebagai organisasi sosial yang dibentuk

secara bersama oleh sekelompok orang demi mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini,

negara sama seperti semua bentuk organisasi sosial. Dari sudut pandang sosiologis, F.

Isjawara mengemukakan sebagai berikut “ . . . negara yang ditinjau menurut unsur

konstitutifnya dipandang sebagai kesatuan politis yang konkrit, negara in concreto

sebagaimana negara itu terjelma dalam sejarah, sebagai perkelompokan sosial, sebagai

organisasi asosiasi manusia.”218

Jika negara adalah suatu kenyataan, de facto lalu apa unsur-unsur konstitutif

pembentuk negara dari sudut pandang sosiologis? Kapan suatu negara dapat dikatakan

217
Hendra Nurtjahyo, op. cit., hlm. 31.
218
F. Isjwara, op. cit., hlm. 98.
58

lahir atau terbentuk? Pertanyaan itu juga dikemukakan dengan cara lain sebagai berikut.

Kapan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara bertumbuh secara sosiologis?

Apa yang dimaksud dengan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara? Unsur-

unsur konstitutif pembentuk negara adalah unsur-unsur formal yang membentuk suatu

negara. Jika unsur-unsur konstitutif terpenuhi, suatu negara dapat dikatakan tumbuh atau

lahir. Menurut teori, dari sudut pandang sosiologis, unsur-unsur konstitutif pembentuk

negara terdiri atas (a) wilayah, (b) penduduk dan (c) pemerintah yang berdaulat.219 Jika

unsur-unsur konstitutif pembentuk negara sudah lengkap suatu negara dianggap lahir atau

terbentuk dari sudut pandang sosiologis. Dengan demikian, teori pertumbuhan negara

dari sudut pandang sosiologis menjelaskan proses pertumbuhan unsur-unsur konstitutif

pembentuk negara. Namun, apakah unsur-unsur konstitutif pembentuk negara terbentuk

sekaligus?

2.Unsur-unsur Konstitutif Pembentuk Negara Secara Yuridis

Apa hakikat negara dan apa unsur-unsur konstitutif pembentuk negara dari sudut

pandang yuridis? Kapan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara bertumbuh secara

lengkap sehingga suatu negara bertumbuh atau lahir? Dari sudut pandang yuridis, negara

adalah sesuatu yang bersifat abstrak. Negara bukan sesuatu yang konkrit seperti manusia.

Negara adalah hasil rekayasa pikiran manusia. Negara memang bukan manusia tetapi

dianggap memiliki hak dan kewajiban (tugas dan wewenang) sama seperti manusia.

Negara adalah suatu korporasi (badan hukum) yang memiliki tugas dan wewenang

seperti manusia sekalipun bukan manusia. Sesuai dengan wewenang dan tugasnya (hak

219
Ibid., hlm. 98.
59

dan kewajibannya), negara adalah sebagai subjek hukum yang memiliki kehendak yang

diwujudkan dalam perbuatan hukum yang dilakukan negara. Dari sudut pandang yuridis,

negara sebagai subjek hukum dapat dituntut di depan pengadilan berkenaan dengan

tindakan hukum yang dilakukan seperti juga manusia yang dapat dituntut karena

perbuatan hukum yang dilakukan.

Jika negara adalah subjek hukum, apa unsur-unsur konstitutif pembentuk negara

sebagai badan hukum (korporasi) dari sudut pandang yuridis? Kapan unsur-unsur

konstitutif pembentuk negara terbentuk? Pertanyaan terakhir yang disebut di atas, dapat

diajukan dengan cara sebagai berikut. Kapan negara terbentuk jika ditinjau dari sudut

pandang yuridis?

Dalam garis besar, unsur-unsur konstitif pembentuk negara dari sudut pandang

yuridis memiliki persamaan dengan sudut pandang sosiologis karena mencakup unsur (a)

wilayah, (b) rakyat dan (d) pemerintah yang berdaulat. Namun, sudut pandang yuridis

menambahkan satu unsur konstitutif lain yakni kemampuan mengadakan hubungan

dengan negara lain. Unsur ini secara primer sebenarnya tidak mutlak harus ada dalam

proses pertumbuhan negara. Dengan perkataan lain, kemampuan untuk mengadakan

hubungan dengan negara lain merupakan unsur konstitutif pembentuk negara yang

bersifat sekunder. Dengan demikian, dari sudut pandang yuridis, unsur-unsur konstitutif

pembentuk negara sebagai subjek hukum meliputi (a) penduduk yang tetap, (b) wilayah

tertentu, (c) pemerintah dan (d) kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-

negara lainnya.220 Dari sudut pandang yuridis, negara dianggap tumbuh jika keempat

unsur konstitutif pembentuk negara di atas terpenuhi.

220
Ibid., hlm. 95.
60

Teori-teori pertumbuhan negara yang dibahas pada bagian berikut hendak

menjelaskan saat pembentukan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara dari sudut

pandang sosiologis dan yuridis seperti diuraikan di atas. Dengan perkataan lain, teori

pertumbuhan negara dari sudut pandang sosiologis dan yuridis hendak menjelaskan saat

unsur-unsur konstitutif pembentuk negara bertumbuh.

C.Teori-teori Pertumbuhan Negara

1.Teori Pertumbuhan Negara Primer


menjelaskan
Dalam rangka saat negara dianggap terbentuk, Ilmu Negara Umum memiliki 2 (dua) macam teori
tentang pertumbuhan negara.
Kedua teori yang diuraikan lebih lanjut pada bagian ini memberikan

penjelasan tentang saat pertumbuhan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara.

Pembahasan mulai dari teori pertumbuhan negara secara primer dan dilanjutkan dengan

teori pertumbuhan negara secara sekunder. Kedua teori pertumbuhan negara yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

1.Primair staatswording (Terjadinya negara secara primer),

2.Secundaire staatswording (Terjadinya negara secara sekunder).221

Teori pertumbuhan negara primer adalah teori pertumbuhan negara yang

dibangun berdasarkan sudut pandang sosiologis yang menganggap negara sebagai

sesuatu yang nyata (in concreto) yakni sebagai organisasi sosial dan bukan korporasi

(badan hukum). Sesuai dengan pandangan tersebut, teori pertumbuhan negara primer

berupaya menjelaskan proses pertumbuhan unsur-unsur konstitutif pembentuk negara

sebagai suatu organisasi sosial berdasarkan fakta-fakta (de facto). Teori pertumbuhan

221
Hendra Nurtjahyo, op. cit., hlm. 31.
61

negara primer bertitik tolak dari fakta-fakta empiris mengenai berbagai jenis bentuk

kehidupan bersama manusia yang pernah dikenal di berbagai belahan dunia.

Menurut teori pertumbuhan negara primer, pertumbuhan unsur-unsur konstitutif

pembentuk negara berlangsung secara bertahap. Pertumbuhan tersebut diawali dari

bentuk kehidupan bersama yang sederhana dengan kedudukan semua anggota sama

sehingga belum ada perbedaan antara penguasa (raja) dengan rakyat. Pembagian kerja di

antara anggota kelompok juga masih sangat sederhana. Pemimpin kelompok adalah

orang yang dianggap memiliki keistimewaan (primus inter pares). Dalam kehidupan

bersama yang sederhana sudah ada sebagian unsur-unsur konstitutif pembentuk negara

primer yakni warga atau anggota kelompok.

Bentuk kehidupan bersama secara bertahap berkembang lebih besar dengan

organisasi yang lebih rumit. Salah satu faktor yang memicu perkembangan adalah

pertambahan dan pertumbuhan jumlah anggota kelompok. Jumlah penduduk yang

semakin besar menimbulkan berbagai kebutuhan dan kepentingan yang beraneka ragam.

Semakin beraneka ragam kebutuhan dan kepentingan anggota kelompok semakin rumit

pembagian kerja anggota kelompok. Kompleksitas pembagian kerja mempengaruhi

perkembangan dan kompleksitas organisasi kelompok.

Seiring dengan perkembangan tersebut, unsur-unsur konstitutif pembentuk negara

yang bertumbuh semakin bertambah. Dalam taraf perkembangan terakhir, bentuk

kehidupan bersama berkembang menjadi sebuah negara. Dalam negara, semua unsur

konstitutif pembentuk negara sudah bertumbuh secara lengkap. Syaiful Bahri

mengemukakan sebagai berikut “Pertumbuhan primer ialah pertumbuhan negara yang


62

masih dalam bentuk sederhana sekali dan kemudian berkembang melalui tingkat-tingkat

yang lebih maju menjadi negara moderen.”222

Proses pertumbuhan negara secara bertahap seperti diterangkan dalam teori

pertumbuhan negara primer di atas berawal dari bentuk kehidupan bersama yang paling

sederhana dalam sejarah peradaban manusia. Secara bertahap, berkembang menuju

bentuk kehidupan bersama yang lebih tinggi tingkat derajatnya dan lebih rumit. Pada

taraf perkembangan terakhir, bentuk kehidupan bersama berkembang menjadi negara

yang dianggap sudah lengkap dan sempurna sebagai suatu bentuk kehidupan bersama.

Padmo Wahyono mengemukakan 4 (empat) phase pertumbuhan negara sebagai berikut:

1.Genonssenschaft (Genootschap),

2.Reich (Rijk),

3.Staat (dalam pengertian sekarang),

4.Democratische natie (Negara-negara nasional).223

Bentuk kehidupan bersama yang dianggap sebagai permulaan negara ialah

Genonssenschaft (Genootschap). Genonssenschaft (Genootschap) adalah bentuk

kehidupan berkelompok dari orang-orang yang bergabung untuk kepentingan bersama

atas dasar persamaan. Dalam Genonssenschaft belum ada pembagian kerja yang spesifik

karena segala urusan dikerjakan bersama untuk kepentingan bersama. Konsep penguasa

(raja) dan rakyat juga belum dikenal. Dengan demikian, dalam bentuk kehidupan

bersama Genootschap belum dikenal struktur masyarakat yang membedakan penguasa

222
Syaiful Bahri, Ilmu Negara Dalam Konteks Negara Hukum Moderen (Yogjakarta,
2010), hlm. 104.
223
Padmo Wahyono, Ilmu Negara, op. cit., hlm. 109.
63

dengan rakyat. Struktur masyarakat yang homogen dengan sendirinya mempengaruhi

bentuk kepemimpinan kehidupan bersama.

Kepemimpinan ditentukan berdasarkan prinsip primus inter pares (yang pertama

lebih diutamakan). Dalam prinsip primus inter pares, pemimpin ditentukan berdasarkan

kemampuan individu sesuai dengan talenta masing-masing. Dalam struktur masyarakat

Genootschap belum dikenal konsep kedaulatan atau kekuasaan. Padmo Wahyono

mengemukakan sebagai berikut “Mereka sebagai suatu genoot yaitu suatu kelompok

yang terdiri dari orang-orang yang merasa satu kelompoknya atau sama (homogen)

lapisannya dan di sini belum menjadi persoalan tentang gezag, tentang bagaimana

organisasi negara itu rupanya.”224

Struktur organisasi Genonssenschaft (Genootschap) masih sangat sederhana.

Parlemen atau Presiden tentu saja belum ada. Unsur konstitutif pembentuk negara yang

sudah bertumbuh adalah unsur wilayah dan rakyat. Bentuk kehidupan bersama seperti ini

belum disebut negara karena unsur-unsur konstitutif pembentuk negara primer belum

lengkap. Padmo Wahyono mengemukakan Genootschap belum dapat disebut negara

karena sulit dicari bentuk negara dari kelompok masyarakat yang sederhana penduduknya

tersebut.225

Bentuk kehidupan bersama yang lebih tinggi dan lebih lengkap adalah Reich/Rijk.

Reich/Rijk belum dapat disebut negara meskipun lebih tinggi tingkatannya. Dalam

Reich/Rijk sebagai suatu bentuk kehidupan bersama, kekuasaan belum terorganisir secara

terpusat seperti negara. Kekuasaan dalam Reich/Rijk masih bersifat konfliktual karena

224
Ibid., hlm. 115.
225
Ibid.
64

terdapat berbagai pusat kekuasaan yang bertentangan. Dalam menggambarkan konflik

kekuasaan Reich/Rijk tersebut, Padmo Wahyono mengemukakan sebagai berikut “Maka,

dalam suatu wilayah (maksudnya Reich/Rijk ---pen.) kita jumpai pusat-pusat kekuasaan

tertentu misalnya pangeran-pangeran, bupati-bupati dan sebagainya, dan antara pusat-

pusat kekuasaan itu kita lihat adanya persaingan kekuasaan yaitu saling atas

mengatasi.”226

Bentuk kehidupan bersama yang disebut Reich/Rijk memiliki perbedaan prinsip

dengan Genonssenschaft (Genootschap). Dalam Genonssenschaft (Genootschap) semua

anggota memiliki kedudukan yang sama sehingga konsep penguasa dan rakyat yang

mengandung perbedaan kedudukan belum dikenal. Dalam Reich/Rijk konsep perbedaan

kedudukan penguasa dan rakyat sudah dikenal. Namun, dalam Reich/Rijk persoalannya

justru terletak pada penguasa yang saling berebut kekuasaan sehingga belum ada

penguasa yang berdaulat. Dengan perkataan lain, persoalan utama Reich/Rijk sebagai

suatu bentuk kehidupan bersama adalah masalah pemerintahan yang berdaulat.

Jika bertitik tolak dari uraian tentang Reich/Rijk yang mengalami konflik

kekuasaan dapat diajukan pertanyaan apakah Reich (Rijk) dapat disebut negara? Jika

ditinjau dari sudut pandang sosiologis tentang unsur-unsur konstitutif pembentuk negara,

Reich/Rijk belum dapat disebut negara karena salah satu unsur konstitutif pembentuk

negara yaitu pemerintah yang berdaulat belum ada. Meskipun dalam kenyataan ada

penguasa wilayah yaitu pangeran dan bupati tetapi tidak satupun dari penguasa itu dapat

disebut pemerintah berdaulat dengan kekuasaan yang diakui pangeran atau bupati lain.

226
Ibid.
65

Kedaulatan atau kekuasaan pangeran atau bupati tidak diakui oleh pangeran atau

bupati yang lain sehingga kekuasaan salah satu pangeran atau bupati tidak mencakup

seluruh wilayah. Dengan perkataan lain, dalam bentuk kehidupan bersama yang disebut

Reich/Rijk, kekuasaan belum terorganisir secara baik seperti negara. Padahal, kekuasaan

yang terorganisir adalah kondisi mutlak suatu negara sesuai dengan sifat hakikat negara

sebagai organisasi kekuasaan. Dalam hubungan dengan ketiadaan penguasa yang

berdaulat tersebut, Padmo Wahyono mengemukakan sebagai berikut “. . . dalam bentuk

yang kedua (maksudnya Genootschap - - - pen.), maka yang menjadi unsur yang penting

ialah unsur pemerintahan yang berdaulat, tetapi pusat-pusat kekuasaan tadi satu sama lain

masih bertentangan dan belum terdapatnya pemerintahan yang tetap.”227

Bentuk kehidupan bersama ketiga yang lebih tinggi tingkatannya dan lebih baik

organisasinya adalah negara (state, Staat, staat). Dalam negara, ketiga unsur-unsur

konstitutif pembentuk negara dari sudut pandang sosiologis yaitu wilayah, rakyat dan

pemerintah sudah lengkap. Negara memiliki perbedaan yang hakiki dengan

Genonssenschaft (Genootschap) dan Reich/Rijk. Pertama, dalam negara (staat), struktur

masyarakat sudah ada karena ada penguasa dan rakyat sehingga struktur masyarakat tidak

bersifat homogen seperti Genootschap. Kedua, dalam negara ada kekuasaan terpusat di

tangan penguasa berdaulat karena tidak ada pertentangan antarpenguasa seperti dalam

Reich/Rijk. Ketiga, seperti dikemukakan Padmo Wahyono, batas-batas daerah atau

wilayah juga sudah tertentu.228

227
Ibid., hlm. 108.
228
Ibid.
66

Meskipun negara sebagai suatu bentuk kehidupan bersama sudah memenuhi

ketiga unsur konstitutif pembentuk negara secara sosiologis yaitu rakyat, wilayah dan

pemerintah yang berdaulat. Akan tetapi, pengertian sifat hakikat negara terus berkembang

dan melahirkan konsepsi negara yang dikaitkan dengan konsep bangsa yang disebut

konsep negara-bangsa (nation-state).

Perkembangan konsepsi negara-bangsa (nation-state) ini berkaitan dengan salah

satu unsur pembentuk negara yakni rakyat. Dalam kenyataan, rakyat negara tidak selalu

merupakan rakyat yang bersifat homogen dalam arti berasal dari etnis, budaya atau asal

usul dan latar belakang sejarah yang sama. Hal itu berpengaruh terhadap proses

pembentukan rakyat negara. Perbedaan budaya, etnis, latar belakang sejarah dan

sebagainya seringkali membuat pembentukan suatu negara tidak berdasarkan keinginan

sukarela segenap golongan rakyat. Akan tetapi, bisa saja karena paksaaan yang

menimbulkan ketidakpuasan suatu kelompok.

Unsur paksaan dalam proses pembentukan negara dapat menimbulkan gerakan

separatis yang hendak melepaskan diri dari ikatan negara dan mendirikan negara baru.

Untuk mengantisipasi kemungkinan seperti itu lahir gagasan bahwa negara harus

didirikan atas dasar ikatan kebangsaan dan kemauan bersama rakyat (kedaulatan rakyat).

Perkembangan bentuk negara yang disebut terakhir melahirkan bentuk negara

“Democratische Natie.”229 Dengan perkataan lain, konsep negara dengan konsep bangsa

dianggap sebagai suatu konsep yang tidak terpisahkan dalam konteks kehidupan

berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh, negara Indonesia termasuk negara bangsa

(nation-state).

229
Abu Daud Busroh, op.cit., hlm. 45.
67

2.Teori Pertumbuhan Negara Sekunder

Teori pertumbuhan negara sekunder yang dibicarakan pada bagian ini melengkapi

teori pertumbuhan negara primer yang telah diuraikan. Teori pertumbuhan negara

sekunder merupakan teori pertumbuhan negara yang dibangun dari sudut pandang yuridis

yakni memandang negara sebagai badan hokum sama seperti badan hukum lain. Sesuai

dengan pandangan tersebut, teori pertumbuhan negara sekunder berupaya menjelaskan

proses pertumbuhan negara sebagai subjek hukum. Teori pertumbuhan negara sekunder

menjelaskan proses pertumbuhan negara berdasarkan proses pembentukan unsur-unsur

konstitutif pembentuk negara dalam kaitan dengan negara-negara lain.

Menurut teori pertumbuhan negara sekunder, suatu negara belum dianggap

bertumbuh atau lahir meskipun sudah memenuhi unsur wilayah, rakyat dan pemerintah

berdaulat. Syarat primer kelahiran suatu negara yakni wilayah, rakyat dan pemerintah

yang berdaulat harus ditambah dengan unsur keempat yaitu kemampuan untuk

mengadakan hubungan dengan negara lain. Kemampuan tersebut terpenuhi jika ada

pengakuan negara lain. Menurut teori pertumbuhan negara sekunder, ada 2 (dua) tahap

pengakuan yakni sebagai berikut:

1.Pengakuan de facto dan

2.Pengakuan de yure.

Apa yang dimaksud dengan pengakuan de facto? Arti istilah de facto adalah

berdasarkan fakta atau menurut fakta. Secara harfiah, pengakuan de facto mengandung

arti sebagai pengakuan berdasarkan fakta atau pengakuan faktual. Apa artinya pengakuan

menurut fakta dalam pandangan teori pertumbuhan negara sekunder? Abu Daud Busroh

mengemukakan sebagai berikut “Yang dimaksud denngan pengakuan de facto adalah


68

pengakuan yang bersifat sementara terhadap munculnya atau terbentuknya suatu negara

baru karena kenyataannya negara baru itu memang ada . . . .”230

Pengakuan de facto merupakan perbuatan (tindakan) yang bersifat sosial

kemasyarakatan sesuai dengan kelaziman dalam pergaulan antarbangsa. Sebagai tindakan

sosial kemasyarakatan, pengakuan de facto hanya menimbulkan efek sosial di antara

bangsa-bangsa yang berhubungan. Sifat hubungan sosial yang lahir dari pengakuan de

facto bersifat sementara. Dengan perkataan lain, pengakuan de facto tidak menimbulkan

ikatan hukum di antara negara karena pengakuan de facto merupakan pengakuan

berdasarkan fakta semata-mata. Hubungan yang lahir dari pengakuan de facto bukan

hubungan hukum tetapi hubungan sosial. Salah satu bentuk hubungan sosial berdasarkan

pengakuan de facto adalah hubungan dagang atau kebudayaan. Hubungan dagang atau

kebudayaan bukan hubungan berdasarkan hak dan kewajiban menurut hukum

internasional tetapi berdasarkan kepentingan. Hubungan demikian bersifat sementara

karena jika tidak ada perjanjian kerja sama di antara kedua negara, hubungan dagang atau

hubungan kebudayaan sewaktu-waktu dapat diputuskan secara sepihak oleh salah satu

negara tanpa menimbulkan efek hukum.

Apa yang dimaksud dengan pengakuan de yure? Arti istilah de yure adalah

berdasarkan hukum atau menurut hukum. Secara harfiah, pengakuan de yure

mengandung arti pengakuan berdasarkan hukum atau pengakuan menurut hukum. Apa

artinya pengakuan menurut hukum atau berdasarkan hukum? Abu Daud Busroh

mengemukakan sebagai berikut “Yang dimaksud denngan pengakuan de yure adalah

pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat tetap terhadap munculnya atau terbentuknya

230
Ibid., hlm. 46.
69

suatu negara dikarenakan terbentuknya negara baru adalah berdasarkan yuridis atau

berdasarkan hukum.”231

Pengakuan de yure merupakan pengakuan atas dasar pertimbangan hak dan

kewajiban masing-masing negara sehingga menghasilkan hubungan hukum. Pada

dasarnya, pengakuan de yure merupakan suatu tindakan hukum yang menghasilkan hak

dan kewajiban sehingga menimbulkan ikatan hukum. Hubungan hukum yang timbul dari

pengakuan de yure bersifat tetap sehingga berbeda dari hubungan berdasarkan pengakuan

de facto yang bersifat sementara (temporer).

Salah satu bentuk hubungan hukum berdasarkan pengakuan de yure antara suatu

negara dengan negara lain adalah hubungan diplomatik. Hubungan diplomatik dilakukan

menurut prosedur (protokol) tertentu yang disepakati bersama kedua negara sehingga

hubungan diplomatik lahir atas dasar kesepakatan bersama dalam koridor hukum

internasional atau prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku universal dalam pergaulan

antarbangsa. Jika ada perjanjian atas dasar kesepakatan sebagaimana dikemukakan,

hubungan diplomatik tidak dapat sewaktu-waktu diputuskan salah satu pihak. Pemutusan

hubungan hukum secara sepihak dapat menimbulkan efek hukum terhadap negara yang

memutuskan hubungan karena tindakan hukum yang bersifat sepihak merupakan

perbuatan yang melanggar kesepakatan.

231
Ibid., hlm. 47.
70

BAB III
TEORI TERJADINYA NEGARA

1. Teori Teokrasi
Menurut teori teokrasi (Ketuhanan), negara itu terjadi karena kehendak Tuhan.
Suatu negara tidak atau belum akan terbentuk di muka bumi ini, jika Tuhan belum
memperkenannya. Perlambang dari faham yang menganut teori ini seperti : “Atas berkat
rakhmat Tuhan Yang Maha Esa”, atau “By the grace of God” yang tercantum pada
berbagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara.
Munculnya faham yang mengemukakan bahwa kedaulatan negara itu berasal dari
Tuhan (Goddelijke souvereiniteit), karena orang beragama dan beriman bahwa Tuhanlah
Maha Pencipta langit dan bumi serta segala isinya dan Tuhan pula yang mempunyai
kekuasaan tertinggi diseluruh alam raya ini. Segala kekuasaan di langit dan di bumi
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tiada kekuasaan manapun di bumi ini yang tidak
berasal dari pada-Nya.
Karena itu kekuasaan yang ada pada negarapun berasal dari anugerah Tuhan,
yang dianugerahkan dan diamanatkannya kepada pemerintah. Menjadi kewajiban
pemerintah dari suatu negara untuk melanjutkan kesinambungan kedaulatan Tuhan itu
kepada rakyatnya sesuai dengan perintah dan kehendak-Nya dan harus pula ditujukan
untuk memuliakan, melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Berdasarkan alam pikiran inilah, maka raja-raja pada zaman purbakala sampai
abad pertengahan tetap dipandang rakyatnya sebagai “Wakil Tuhan” atau “Bayang-
bayang Allah di muka bumi”, karena para raja itulah sebagai pemegang kekuasaan yang
tertinggi di dunia. Pada upacara penobatan raja-raja di eropa misalnya, Paus di roma
datang untuk meletakkan mahkota di atas kepala raja, atas nama Tuhan.
Menurut aliran teokrasi ini, Tuhan Yang Maha Esa (monotheisme) atau para dewa
(polytheisme) yang mencipta dan memerintah alam semesta ini dengan segala isinya.
Dalam ajaran polytheisme misalnya, para dewa di kayangan menitahkan keturunanya
untuk memerintah negara di bumi. Misalnya di Jepang : Mikado adalah turunan dewa
Matahari, Iskandar Zulkarnaen putera Zeus Ammon, dinasti raja-raja di Tiongkok klasik,
dan lain sebagainya.
71

Penganut teori ini antara lain : agustinus seperti ternyata dalam bukunya “De
Civitate Dei”, Friedrich Julius Stahl pada bukunya “Die Philosophie des Rechts” ;
Thomas Aquinas, Ludwig von haller, Friedrich Hegel, dan lain sebagainya.

2. Teori Perjanjian
Menurut teori ini, terjadinya suatu negara karena adanya perjanjian masyarakat.
Semua warganegara mengikat dirinya dalam suatu perjanjian bersama untuk mendirikan
negara. Kemudian masing-masing wargaegara menyerahkan kedaulatan dirinya kepada
negara yang baru terbentuk itu, agar negara tersebut berdaulat sehingga dapat melindungi
dan menjamin kehidupan mereka bersama.
Teori perjanjian ini disebut juga teori kontrak sosial. Di antara penganjurnya
seperti Thomas Hobbes menghendaki agar negara yang terbentuk berdasarkan kontrak
sosial itu terbentuk kerajaan (monarchie). Sebaliknya John Locke menuntut agar negara
tersebut berbentuk kerajaan konstitusional. Sementara Jean Jaques Rousseau
menghendaki organisasi negara itu berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pandangan Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques Rousseau yang
mendasarkan pembentukan negara atas suatu perjanjian antara anggota masyarakat, itulah
yang kemudian dikenal dengan dengan teori perjanjian masyarakat atau kontrak sosial.
Perbandingan antara ketiga teori para ahli dirumuskan oleh Utrecht (sebagaimana
dikutip M. Solly Lubis dalam bukunya “Ilmu Negara”): “walaupun tak berlainan, mereka
mempunyai anggapan tentang pembentukan dan adanya negara itu disusun atas
pembentukan dan adanya negara itu disusun atas suatu perjanjian sosial, kesimpulan-
kesimpulan yang mereka tarik tentang sifat negara tersebut sangat berlainan”.
Menurut Hobbes negara negara itu bersifat totaliter, negara itu diberi kekuasaan
tak terbatas (absolut). Pendapat Locke, negara selayaknya bersifat kerajaan konstitusional
yang memberi jaminan tentang hak–hak dan kebebasan– kebebasan pokok manusia (ingat
: life, liberty, healty, dan property). Sementara Rousseau memandang negara bersifat
suatu perwakilan rakyat , Negara sepantasnya berbentuk negara demokrasi, yakni yang
berdaulat adalah rakyat.
72

3. Teori Kekuasaan
Yang berkemampuan untuk memiliki kekuasaan atau yang berhasil mencapai
suatu kekuasaan, selayaknya mereka memegang tampuk pemerintah. Kekuasaan itu
adalah upaya dan ciptaan mereka yang paling kuat dan berkuasa. Baik dengan kekuatan
fisik, kekuatan ekonomi, politik maupun sosial
Menurut teori evolusi Charles Darwin bahwa kehidupan semesta alam ini diliputi
oleh serba perjuangan untuk mempertahankan hidup masing–masing. Yang kuat akan
menindas yang lemah. Maka semuanya berusaha untuk menjadi kuat dan unggul dalam
perjuangan. Setiap perjuangan harus senantiasa berusaha menambah kekuatan dan
kemampuan agar berkuasa. Dalam keadaan itulah terjadi evolusi, terjadi proses
perubahan dan pertumbuhan yang terus menerus yang dibawakan oleh penyesuaian diri
pada kondisi perjuangan hidup.
Semua imperium ditegakkan dengan dasar kekuasaan ini. Pemerintah dikantor
Napoleon (1769-1821), Hitler (1889-1945); Mussolini (1883-1945); Lenin (1870-1924);
Stalin (1879-1953) dipancangkan dengan teori kekuasaan ini.
Teori kekuasaan dipaparkan juga oleh Karl Marx dalam buku “Das Kapital”.
Kelas pemegang produksi menghisap kelas lainnya. Bentuk lahir penghisapan itu ialah
negara dan pemerintahan sebab itu perlu kaum proletar yang selama ini terhisap dan
tertindas merebut pemerintahan. Sebelum tercapai masyarakat tanpa kelas, maka diktatur
kaum proletar mutlak perlu ditegakkan, jadi marxisme itu dalam teori, juga dalam
prakteknya, menagunut faham kekuasaan dalam bentuk diktatur.
Seperti juga Fridrich Engels, Ludwig Von Gumplowicz menilai terjadinya negara
itu sebagai suatu perjuangan kelas antara manusia, kekuasaan negara timbul dari
persekutuan golongan yang menang, yang membuat peraturan-peraturan untuk memaksa
yang kalah agar berbuat menurut kehendaknya. Seluruh kekuasaan negara dengan alat-
alat perlengkapannya tidak lain dari tata paksa pihak yang kuat dan menang terhadap
pihak yang lemah dan kalah.
Laski berpendapat senada dengan Marx bahwa setiap pergaulan hidup
memerlukan organisasi pemaksa (coercive instrument) untuk menjamin kelanjutan
hubungan produksi yang tetap, sebab jika tidak demikian maka pergaulan hidup itu tidak
akan menjamin nafkahnya
73

Marxisme dan anarchisme pada dasarnya sama-sama berpendapat bahwa negara


itu timbul dari paksaan, sebagai alat pemaksa dari pihak yang kuat dan menang terhadap
pihak yang lemah dan kalah bahwa negara ini, bagaimanapun juga, pada akhirnya harus
lenyap. Meskipun antara keduanya persamaan, tapi ada juga perbedaan besar diantaranya
Marxisme menggagap adanya negara itu sebagai suatu hal yang tidak dapat
dielakkan selama masih ada perbedaan dan perjuangan kelas, kaum pekerja harus
merebut kekuasaan negara dan mempergunakannya untuk menghancurkan sistem
produksi kapitalis dan kemudian menyusun masyarakat sosialis. Apabila kapitalisme
sudah runtuh dan sosialisme terwujud, maka akan lenyap perbedaan hak milik, lenyap
perbedaan kelas dan akan hilang pula perjuangan kelas itu. Dengan lenyapnya perjuangan
kelas, maka adanya negara sebagai alat perjuangan kelas itupun akan hilang pula dengan
sendirinya. Tapi sebaliknya, penganut anarchis menilai adanya negara itu sebagai suatu
hal yang tidak pada tempatnya, oleh karena itu negara mutlak perlu dihapuskan saja.

4. Kekuasaan dan Kedaulatan

-Kekuasaan
Secara umum kekuasaan itu sering diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain/kelompok lain, sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan
itu sendiri (pada semua aspek kehidupan masyarakat).
Kekuasaan negara atau kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan sering disebut sebagai kekuasaan politik.
Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (peme-
rintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan
pemegang kekuasaan itu sendiri (Miriam Budiardjo).
Kekuasaan pemerintahan tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh
ketaatan dari warga negara masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain
dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas negara dibidang administratif,
legislatif dan yudikatif.

-Kedaulatan
Jika kekuasaan diartikan secara yuridis, maka kekuasaan disebut sebagai kedaulatan.
Kedaulatan adalah suatu kekuasaan tertinggi pada suatu negara yang berlaku terhadap
seluruh wilayah dan segenap rakyat dalam negara tersebut. Kedaulatan adalah juga
74

kekuasaan penuh dan mutlak untuk mengatur seluruh wilayah negara tanpa campur
tangan dari kekuasaan atau pemerintahan negara lain.
Ciri khas kedaulatan ialah dimana kekuasaan itu sama sekali tidak terikat dan tergantung,
tidak dibatasi oleh apapun dan siapapun serta kekuasaan itu harus bebas dan berlaku terus
menerus untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Beberapa Teori Tentang Kedaulatan


Dari manakah sesungguhnya Pemerintah atau Penguasa tersebut memperoleh
kedaulatan ?, pertanyaan inilah yang menimbulkan berbagai teori tentang kedaulatan,
sekaligus mencari jawaban tentang darimanakah sumber kekuasaan itu sendiri.
Adapun teori-teori tentang kedaulatan adalah sebagai berikut :
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini bahwa negara atau pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi
itu berasal dari perintah atau titah Tuhan. Oleh karena itu pemerintah harus
mempergunakan kedaulatan itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi menurut teori ini,
Tuhanlah yang berdaulat. Berdasarkan alam pikiran inilah maka raja-raja zaman dahulu
sampai dengan abad pertengahan, tetap dipandang rakyatnya sebagai “Wakil Tuhan” atau
“Bayang-bayang Tuhan” di muka bumi.

2. Teori Kedaulatan Rakyat


Menurut teori ini, karena Raja mendapat limpahan kekuasaan dari rakyat, maka
yang memegang kekuasaan tertinggi sekaligus pemegang kedaulatan adalah rakyat. Raja
hanya melaksanakan saja aspirasi dan amanat rakyat. Perihal yang terbaik dalam suatu
masyarakat, bukanlah sebagaimana yang dikehendaki oleh raja, melainkan apa yang
dianggap baik oleh rakyat itu sendiri. Adapun yang diserahkan kepada
pemerintah/penguasa adalah ‘kekuasaan saja’ untuk jangka waktu tertentu , sedangkan
kedaulatan tetap berada pada rakyat.

3. Teori Kedaulatan Negara


Menurut teori ini, yang berdaulat bukanlah rakyat melainkan negara, karena
negaralah yang membuat hukum. Ditambahkan lagi bahwa dengan adanya berbagai
gejala dalam masyarakat, ternyata kepentingan individu selalu dikalahkan oleh
kepentingan negara. Negara di sini dianggap sebagai suatu keutuhan yang berwenang
membuat peraturan. Adanya hukum karena dikehendaki pemerintah atau negara.
75

Menurut paham ini, kedaulatan itu timbul karena adanya negara dan oleh karena
itu kedaulatan melekat secara utuh pada keberadaan negara.

4. Teori Kedaulatan Hukum


Menurut teori ini hukum itu tercipta dari rasa keadilan yang hidup pada sanubari
rakyat. Menurut Savigny, pembuat undang-undang sebenarnya bukanlah pencipta
undang-undang itu sendiri. Mereka adalah sekedar perumus dari kesadaran hukum yang
tumbuh dari dalam kalangan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah memperoleh
kekuasaan bukanlah dari Tuhan, rakyat ataupun negara, akan tetapi dari hukum dan
berdasarkan atas hukum, sehingga kedaulatan itu berada pada hukum. Baik pemerintah
maupun rakyat yang memperoleh kekuasaan dari hukum itu, wajib tunduk pada ketentuan
hukum itu sendiri.

BAB V
TEORI TERJADINYA NEGARA

Suatu negara tidak terjadi begitu saja tetapi melalui suatu proses
dengan dipenuhinya satu unsur kepada unsur lainnya sehingga pada akhirnya
seluruh unsur terpenuhi. Dengan dipenuhinya seluruh unsur tersebut maka
kapasitas negara sebagai entitas politik tidak diragukan lagi sebagai subjek
hukum (legal entity). Dalam hukum internasional disebut sebagai subjek hukum
internasional yang berkapasitas penuh dalam kedaulatannya.
Proses terjadinya negara dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu :
1. Terjadinya Negara Secara Primer (Primair Staatswording)
Teori terjadinya negara secara primer adalah teori yang membahas
tentang terjadinya negara yang tidak dihubungkan dengan negara
yang telah ada sebelumnya.
Menurut teori ini, perkembangan negara secara primer melalui 4
phase, yaitu :
a. Phase Genootshap (Genossenschaft)
76

Fase ini merupakan pengelompokkan dari orang-orang yang


menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan
disadarkan pada persamaan. Mereka menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan yang sama. Kepemimpinan dipilih secara
Primus Inter Pares (yang terkemuka diantara yang sama).
Pada fase ini yang terpenting adalah unsur bangsa.
b. Phase Reich (Rijk)
Pada fase ini, kelompok orang yang telah menggabungkan diri
tersebut telah sadar akan hak milik atas tanah sehingga kemudian
muncul tuan-tuan tanah yang berkuasa atas tanah dan orang-orang
yang menyewa tanah. Hal ini menimbulkan sistem feodalisme .
Pada fase ini yang terpenting adalah unsur wilayah.
c. Phase Staat
Pada fase ini masyarakat telah sadar dari tidak memiliki negara
menjadi memiliki negara.
Pada fase ini yang terpenting adalah bahwa ketiga unsur dari
negara (bangsa, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat) telah
terpenuhi.
d. Phase nation state
Pada fase ini rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi.
Fase ini dapat dibagi dua lagi,yaitu :
1) Phase democratsiche Natie
Democratische Natie terbentuk atas dasar kesadaran
demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di
tangan rakyat.
2) Phase Dictatuur (dictum)
Ada 2 pendapat mengenai fase dictatuur, yaitu :
a) Menurut pendapat para sarjana Jerman, bentuk diktator
merupakan perkembangan lebih lanjut dari democtatische
natie.
77

b) Menurut pendapat sarjana lainnya, dictatuur merupakan


penyelewengan dari democratische natie.

2. Terjadinya Negara Secara Sekunder (Scundaire Staats Wording)


Teori terjadinya negara secara sekunder membahas terjadinya
negara dihubungkan dengan negara-negara yang telah ada
sebelumnya. Berdasarkan teori ini,yang terpenting adalah adanya
pengakuan (erkening).
Pengakuan (erkening) dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Pengakuan De Facto
Pengakuan de facto adalah pengakuan yang bersifat sementara terhadap
terbentuknya suatu negara baru. Hal ini disebabkan karena pada
kenyataannya memang telah terbentuk suatu negara baru namun
apakah terbentuknya negara baru tersebut telah melalui prosedur hukum
atau tidak masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu
pengakuan yang diberikan masih bersifat sementara. Pengakuan de facto
dapat meningkat kepada pengakuan de jure jika ternyata terbentuknya
negara baru tersebut memang telah melalui prosedur hukum yang
sebenarnya.
b. Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Pengakuan de jure adalah pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat
tetap terhadap timbulnya suatu negara baru karena terbentuknya negara
baru tersebut berdasarkan hukum.
c. Pengakuan atas Pemerintahan De Facto
Pengakuan terhadap pemerintahan de facto adalah pengakuan hanya
terhadap pemerintahan suatu negara sedangkan wilayahnya tidak diakui.
Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu negara adalah pemerintahan,
wilayah dan rakyat. Dengan demikian jika yang ada hanya
pemerintahannya maka itu bukanlah negara karena tidak seluruh
unsurnya terpenuhi.
78

Suatu negara, selain dapat terbentuk atau timbul juga dapat runtuh atau
lenyap. Runtuh atau lenyapnya suatu negara dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu :
1. Hilangnya negara karena faktor alam.
Suatu negara yang sudah ada menjadi lenyap karena faktor alam. Alam
menyebabkan wilayah suatu negara menjadi hilang lenyap. Misalnya :
negara Atlantis.
Hilangnya negara karena faktor alam antara lain disebabkan karena :
a. Gunung meletus
b. Pulau yang terendam air laut.
2. Hilangnya negara karena faktor sosial.
Maksudnya adalah bahwa hilangnya atau lenyapnya suatu negara yang
semula ada dan diakui oleh negara lain tetapi hilang karena factor social.
Factor social tersebut diantaranya adalah :
a. Penaklukan
b. Revolusi (kudeta yang berhasil)
c. Perjanjian
d. Penggabungan.

Teori terjadinya negara, baik terjadinya Negara secara primer maupun


sekunder berhubungan erat dengan syarat keberadaan sebuah negara. Syarat
adanya entitas hegara harus memenuhi unsur-unsur primer dan sekunder.
1. Unsur primer, meliputi :
a. Penduduk (rakyat)
b. Wilayah
c. Pemerintahan
Unsur-unsur primer ini harus dipenuhi untuk eksistensi negara. Tanpa
adanya unsur primer maka tidak mungkin ada negara.
2. Unsur sekunder
Unsur sekunder adalah pengakuan. Unsur ini merupakan unsur
tambahan yang akan menguatkan keberadaan suatu negara dalam
79

masyarakat hukum internasional. Negara yang baru muncul dalam


komunitas hukum internasional memerlukan pengakuan dari negara
lain atas eksistensinya sebagai suatu negara.
Walaupun merupakan unsur tambahan namun pengakuan juga akan
menentukan secara signifikan kelanjutan hidup suatu negara. Seperti
halnya manusia, negara juga tidak akan bisa hidup tanpa adanya
hubungan dengan manusia atau negara lain. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi keperluan hidupnya, bertukar kebudayaan dan teknologi
etc.
80

TERJADINYA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Jika dikaitkan dengan teori terjadinya Negara, maka terjadinya Negara
Republik Indonesia secara teoritis-historis telah memenuhi unsur primer dan
sekunder.
Pada awalnya komunitas suku bangsa di Indonesia hidup dalam suatu
bentuk kelompok-kelompok kekeluargaan (genossenschaft-gemeinschaft).
Kemudian muncul wilayah-wilayah yang diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil
dan kerajaan-kerajaan besar yang memiliki kekayaan yang luar biasa (reick,
rijk). Kemudian kelompok-kelompok kehidupan bersama di nusantara ini
memunculkan kesadaran bersama sebagai bangsa melalui Kongres Pemuda
1928. hal ini merupakan embrio dalam memasuki tahap bangsa-bangsa (staat--
state). Tahap selanjutnya adalah terbentuknya suatu nation-state dimana rakyat
Indonesia memegang kekuasaan tertinggi dan memiliki kedaulatan (rakyat
berdaulat-democratische natie)
Melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan
perjuangan panjang Perjanjian Linggarjati, Roem-Royen, KMB dan diplomasi
internasional. Kemudian pada akhirnya Negara Republik Indonesia diakui
keberadaannya sebagai subjek hukum internasional yang baru, sebagai negara
baru yang sederajat dengan negara lainnya dalam komunitas internasional.
Demokrasi terpimpin pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto
merupakan pemerintahan yang dictatuur-dictatorship. Bentuk ini tidak dianggap
sebagai perkembangan selanjutnya dari democratische natie tetapi merupakan
anomalia sejarah dan merupakan bentuk penyimpangan atau penyelewengan
kedaulatan rakyat. The rule of law and the people menyimpang menjadi the rule
of man. Bentuk akhir yang hingga saat ini terus diperjuangkan adalah bentuk
Negara hukum yang demokratis.
81

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daerah, bangsa, dan pemerintahan adaah unsur pokok terbentuknya negara, jika
ketiga unsur itu dirawat dengan baik sehingga tumbuh dan berkembang, maka semakin
besar dan jayalah negara itu. Akan tetapi, sebaliknya jika tidak dirawat dengan baik maka
negara itu akan lenyap. Peranan daerah bagi kelangsungan hidup suatu negara, terletak
pada kekayaan alam, struktur geografisnya dan posisi geologisnya daerah yang
bersangkutan, tetapi suatu negara yang kaya akan alamnya juga akan mengalami hancur
dikarenakan adanya faktor alam yang menghancurkannya dan menyebabkannya wilayah
negara tersebut lenyap. Selain dari faktor alam lenyapnya suatu negara juga dapat
disebabkan oleh beragam faktor sosial yang ada didalam negara dan pernah dialami suatu
negara.
Selain itu bila kita berbicara mengenai negara, maka terbersit pertanyaan dalam
benak kita mengenai apa sebenarnya negara itu ?, bagaimana terbentuknya dan kalau
sudah terbentuk apakah bisa runtuh?, dan apa saja yang menyebabkan negara itu runtuh ?
Dari pemaparan diatas kami tidak akan membahas tentang apa itu negara atau
bagaimana bisa terbentuknya, tetapi kami akan memaparkan atau menjelaskan dimana
sebuah negara atau suatu negara dimuka bumi ini bisa hilang atau tenggelam. Karena
suatu negara itu bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang tetapi juga karena keadaan
tertentu suatu negara juga akan bisa hilang atau lenyap, seperti yang dipaparkan oleh
beberapa ahli di dalam beberapa teori mengenai lenyapnya Negara serta faktor-faktor
yang mempengaruhi hilang atau lenyapnya suatu negara.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang mempengaruhi lahirnya teori lenyapnya negara?
2. Apa saja teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai lenyapnya negara?
3. Bagaimana uraian mengenai teori organis, teori anarkis, serta mati tuanya negara ?
82

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi lahirnya teori lenyapnya negara.
2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
lenyapnya negara.
3. Untuk mengetahui isi mengenai teori organis, teori anarkis, serta mati tuanya negara
melalui uraian yang akan disajikan dalam makalah.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini diharapkan :
1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, terutama pengatahuan tentang teori
lenyapnya negara dalam mata kuliah ilmu negara.
2. Dapat dipertimbangkan sebagai bahan pemikiran atau masukan, serta
3. Memberikan informasi baik bagi penulis maupun pembaca.

BAB II
TEORI LENYAPNYA NEGARA

A. Teori Lenyapnya Negara


Menurut para ahli, negara bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang tetapi juga
karena keadaan tertentu negara bisa hilang atau lenyap. Beberapa teori tentang lenyapnya
negara, yaitu sebagai berikut : (D.S. Diponolo)
1. Teori organis
Tokoh-tokoh teori organis, diantaranya adalah Herbert Spencer, F. J.
Schmitthenner , Gonstantin Frantz, dan Bluntsehi. Para penganut teori ini berpandangan
83

bahwa negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, seperti manusia, hewan,
dan tumbuhan. Individu yang merupakan komponen-komponennegara diibaratkan
sebagai sel-sel dari makhluk hidup.
Sebagai suatu organisme, negara tidak akan lepas dari kenyataan dan
perkembangannya dari mulai berdiri, berkembang, besar, kokoh, dan kuat. Kemudian,
melemah sampai akhirnya tidak mampu lagi untuk mempertahankan eksistensinya
sebagai negara. Setelah itu, lenyap dari percaturan dunia. Dengan demikian, teori organis
berpandangan bahwa suatu negara pada saat tertentu akan lenyap seperti suatu organisme
hidup.
Teori ini berkembang pada abad XIX (19) yang memandang negara sebagai
organisme. Teori ini berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan terutama
biologi, dengan ditemukannya sistem sel pada binatang dan tumbuhan dan teori evolusi
dari Darwin.
Pengant teori ini memperkuat argumentasinya dengan mengambil beberapa
contoh, yaitu : Mesir, Babilonia, Persia, Phunisia, Romawi, dan lain-lain yang semuanya
menjalani dari Negara kecil, hingga besar dan kuat dan akhirnya menjadi kecil kembali,
lemah dan akhirnya lenyap.
Namun tidak pula semua organisme mati karena tua, maka negara pun juga
demikian, ada yang hancur karena peperangan walaupun belum tua. Bluntschi
memandang negara terjadi tidak langsung karena karya manusia. Negara adalah zat yang
hidup yang tumbuh baik di dalam maupun di luar dan berkembang seperti organisme
biologis. Negara adalah suatu unit besar yang akan menua dan mati.
2. Teori Anarkis
Menurut teori ini, negara merupakan suatu bentuk susunan tata paksa yang sesuai
jika diterapkan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang masih primitif. Teori ini tidak
cocok bagi masyarakat modern yang beradab dan bertatakrama. Para penganut teori ini
berkeyakinan bahwa pada suatu saat negara pasti akan lenyap dan muncul lah masyarakat
yang penuh kebebasan dan kemerdekaan, tanpa paksaan, tanpa pemerintahan, serta tanpa
negara. Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa
segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara,
84

pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan atau dihancurkan. Penganut teori


ini antara la\in William Godwin, Joseph Proudhon, Kropotkin, dan Michael Bakounin.
Penganut teori ini dapat di bedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan
pertama yang berpandangan bahwa untuk menghapuskan atau melenyapkan “tata paksa”
harus dilakukan dengan cara menghancurkan organisasi tersebut bersama perlengkapan
dan pendukungnya, maksudnya untuk melenyapkan negara harus dengan jalan terorisme
(Joseph Proudhon, Kropotkin, dan Michael Bakounin). Menurut mereka untuk menjamin
kebebasan manusia tidak perlu ada negara, karena negara dianggap sebagai “alat
pemaksa” yang dapat mengekang kebebasan, karenanya negara dengan pemerintahannya
harus dihapuskan.
Adapun golongan kedua berpandangan bahwa masyarakat yang penuh kebebasan
tanpa pemerintahan akan dapat diwujudkan melalui evolusi dan pendidikan, tanpa harus
melalui kekerasan dan kekejaman. Leo Tolstoy, salah satu seorang penganut golongan
kedua, berpendapat bahwa kekerasan dari mana pun datangnya akan mengundang
dendam dan pembalasan dengan kekerasan. Kekerasan dapat dihilangkan dengan kasih
sayang dan pendidikan.
Terorisme dan kekerasan adalah tindakan berlebihan dan tindakan melampaui
batas. Teori ini mencapai puncaknya pada zaman Tsar Alexander II di Rusia.
3. Teori Marxisme
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl
Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem
sosial, dan sistem politik. Penganut teori ini disebut Marxis. Teori ini merupakan dasar
teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto komunis yang dibuat
oelh Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Merxisme merupakan bentuk protes Marx
terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang
dengan mengorbankan kaum proleter. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena
dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil keringat mereka
dinikmati oleh kaum kapitalis.
Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx
berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “ kepentingan pribadi” dan
penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum
85

proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan
menuntut keadilan. Itulah dasar dari Marxisme. Para penganutnya adalah orang-orang
komunis, dan pelopornya adalah Karl Marx. Menurut Marx ini negara dipandang sebagai
“alat pemaksa” dari kelas yang kuat terhadap kelas yang lemah. Lahirnya negara adalah
perjuangan kelas. Kelas yang menang artinya kelas yang kuat, membutuhkan susunan
tata paksa Negara sebagai alat untuk memaksakan kehendaknya kepada kelas yang kalah
(kelas lemah). Karena itu jika dalam pertentangan kelas yang menang akan berusaha
melenyapkan kelas yang kalah.
Akan tetapi, suatu saat jika masyarakat yang adil dan makmur sudah terwujud,
disana tidak ada lagi perbedaan kelas, karena tidak ada lagi perjuangan kelas, disitulah
negara akan lenyap. Penganut teori ini adalah Karl Marx, Reidrich, Engles, dan Lenin.
4. Teori Mati Tuanya Negara
Menurut teori ini, negara sebagai suatu susunan tata paksa tidak perlu dihapus
atau diperangi, karena keberadaannya, berdirinya, atau hilangnya negara sesuai dengan
hukum yang berlaku. Dengan kata lain, negara akan berdiri atau lenyap menurut syarat-
syarat objektifnya sendiri. Jika syarat-syarat untuk berdirinya suatu negara terpenuhi,
negara akan tetap berdiri. Sebaliknya, apabila persyaratan tidak terpenuhi dengan
sendirinya negara akan lenyap atau hilang.
Prof. Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bila negara dianggap berhenti, hancur
atau jatuh maka unsut wilayah, dan masyarakat tetap ada, hanya unsur pemerintahannya
yang musnah.
Di Indonesia pernah terjadi pada Zaman Sriwijaya, di abad VII pernah jaya
namun kemudian tenggelam. Demikian juga dengan kerajaan Majapahit, tapi unsur
daerah dan rakyatnya tetap ada yang hilang unsur pemerintahannya saja.
Selain teori-teori tersebut, hilang atau lenyapnya suatu negara dapat disebabkan
oleh dua faktor yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Alam
Yang dimaksud dengan hilangnya negara karena faktor alam adalah suatu negara
yang sudah ada, tetapi dikarenakan faktor alam negara tersebut menjadi lenyap. Karena
disebabkan oleh alam maka wilayah dari negara tadi akan hilang dan hilangnya wilayah
86

tadi berarti, hilanglah negara itu dari dunia kenegaraan. Hilangnya negara karena faktor
alam, misalnya dapat disebabkan oleh :
 Gunung meletus
 Pulau yang terendam air laut, atau bencana alam yang lainnya.
Contoh wilayah negara yang lenyap di karenakan faktor alam, misalnya adalah bisa
kita ketahui yang mana dulunya pulau Jawa dan Sumatra itu sebenarnya menyatu tapi
dikarenakan sebagian wilayah pulau tersebut ditelan oleh air laut yang menurut para ahli
hal tersebut dikarenakan meletusnya gunung krakatau pada 416 masehi yang lalu,
kemudian membentuk daratan yang disebut sunda besar.
b. Faktor Sosial
Yaitu suatu negara yang sudah ada dan diakui oleh negara lain, tetapi dikarenakan
oleh faktor sosial negara itu menjadi hilang dan lenyap. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh faktor-faktor, antara lain :
1) Karena adanya Revolusi (kudeta yang berhasil)
Revolusi berarti suatu pergantian tatanan sosial. revolusi menstranfer kekuasaan
dari tangan-tangan kelas yang telah kehabisan tenaganya kepada kelas lain yang berada di
atas kekuasaan.
Runtuhnya negara karena revolusi sebabnya banyak dipengaruhi oleh faktor
internal sebuah negara dalam menjalankan fungsinya. Menurut Mac Iver, ada dua cara
atau sebab lenyapnya negara, yaitu : cara peperangan atau pemberontakan, dikarenakan
revolusi (cara secundaire wording), dan cara evolusioner, karena pertentangan intern atau
percektokan dinasti (cara premaire wording).
2) Karena adanya Penaklukan
Penaklukkan terjadi jika suatu daerah belum ada yang menguasai kemudian
diduduki oleh suatu bangsa.
3) Kerena adanya Persetujuan
4) Karena adanya Penggabungan
Setelah adaanya penggabungan atau pemisahan dan juga penukaran nama, banyak
negara yang diantaranya sangat dikenal umum, telah hilang atau lenyap dari peta dunia.
Contohnya :
87

 Jerman Timur dan Jerman Barat, bergabung pada tahun 1989 dan membentuk kesatuan
Jerman, sehingga negara Jerman Timur dan Jerman Barat menjadi lenyap.
 Yaman Utara dan Yaman Selatan, Yaman pecah pada tahun 1967 dan membentuk dua
negara yaitu Yaman Utara (dikenal sebagai Republik Arab Yaman) dan Yaman Selatan (
dikenal dengan nama Republik Demokratis Rakyat Yaman) sebelum kembali bersatu
pada tahun 1990 dan kembali menjadi Yaman, sehingga kedua negara Yaman yang
dahulu yaitu yaman Utara dan Yaman Selatan menjadi lenyap.
Contoh negara yang lenyap atau hilang di karenakan faktor sosial, misalnya adalah
perang antara Uni Soviet melawan Afghanistan. Uni Soviet memang salah satu negara
yang hebat pada zaman dahulu, Uni Soviet menguasai teknologi-teknologi canggih,
khususnya dalam mengembangkan senjataperangnya. Sedangkan Afghanistan tidak
terlalu maju pengembangan teknologinya, tetapi mereka sangat menguasai alam,
menggunakan taktik yang memanfaatkan alam negara mereka.
Jadi saat Uni Soviet menyerang, negara Afghanistan membuat bunker-bunker
didalam tanah yang berisi senjata-senjata yang di tempatkan dimana kemungkinan
datangnya tentara-tentara Uni Soviet, tentara Uni Soviet tidak pernah mengetahui itu,
mereka sangat tidak menguasai alam yang akan ditempatinya, jadi pada saat itu beratus-
ratus ribu tentara Uni Soviet mati. Uni Soviet pun akhirnya jadi negara miskin karena
kalah perang.
Pada saat itu tanggal 24 agustus 1991, Uni Soviet menghadapi kesulitan ekonomi,
di dalam negaranya semakin parah inflasi dan terjadi di mana-mana, selain itu kelompok
militer mulai terpecah-pecah dan negara-negara bagian semakin banyak yang menuntut
kemerdekaan.
Pada saat itulah seakan-akan timbul kekosongan kepemimpinan, apalagi dengan hal
ini kemudian disusul dengan pernyataan pengunduran diri Gorbachev sebagai sejen
PKUS dan sekaligus mengeluarkan dekrit pembubaran PKUS pada 24 agustur 1991.
Sehari sesudah peristiwa itu, Boris Yeltin mengambil alih kekuasaan, sayang sekali
tindakan Boris Yeltin tidak didukung semua negara bagian Uni Soviet, mereka malahan
dengan leluasa dapat melepaskan diri dari Uni Soviet.
88

Akibatnya, runtuhlah negara adidaya yang telah dibangun dengan susah payah itu,
secara resmi, pembubaran Uni Soviet berlangsung pada 8 Desember 1991, kemudian
bendera Uni Soviet diturunkan.
Dari uraian diatas mengenai Uni Soviet dan Afghanistan dapat disimpulkan bahwa
negara itu timbul dapat disebabkan karena peperanga, dan negara itu lenyap juga dapat
dikerenakan peperangan, walaupun tidak semata-mata muncul dan tenggelamnya negara
adalah akibat dari peperangan, melainkan juga faktor yang lain, termasuk faktor-faktor
lain yang telah diuraikan diatas.
Akibat peperangan negara yang kalah akan hancur dan muncul negara baru,
demikian seterusnya, jadi faktor peperangan merupakan yang turut serta menentukan
hidup dan matinya suatu negara.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lenyapnya suatu nengara dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya, faktor alam
yang disebabkan oleh gunung meletus, pulau yang ditelan air laut dan bencana alam
lainnya. Dan faktor sosial karena adanya penaklukan dan adanya revousi (kudeta yang
89

berhasil), perjanjian, penggabungan, seperti contohnya perang Uni Soviet melawan


Afghanistan.
Selain itu teori lenyapnya negara menurut pandangan teoritis yaitu teori organis,
teori anarkis, teori marxisme, dan teori mati tuanya sebuah negara.
Jadi, hilangnya suatu negara atau lenyapnya suatu negara baik dikarenakan faktor
alam maupun sosial semuanya dapat mempengaruhi terhadap hilang atau runtuhnya suatu
negara yang dulunya ada dalam suatu percaturan dunia.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Aim Abdulkarim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas X. Jakarta :


Grafindo Media Pratama. (Online). Tersedia di :
https://books.google.co.id/books?id=CN4AKakbBfkC&pg=PA10&lpg=PA10&dq=teori
+organis&source=bl&ots=sO0RMEao0F&sig=FxYhJH7mY9jNqk1ukkalFKUtNvs&hl=i
d&sa=X&ei=pfXmVPz7H87muQT1-
ID4BQ&redir_esc=y#v=onepage&q=teori%20organis&f=false
Bagus Kurnia Wijaya. 2013. Teori asal mula negara dan bentuk negara. (Online).
Tersedia di : http://bagaskurniawijaya.blogspot.com/2013/04/teori-asal-mula-negara-dan-
bentuk.html
John Koynja. 2014. Teori lenyapnya negara. (Online). Tersedia di :
https://www.scribd.com/doc/176237360/TEORI-LENYAPNYA-NEGARA
90

Nanang Ardhyansa. 2014. Ilmu negara tenggelamnya negara. (Online). Tersedia


di : http://nanangardhyansa17realmadrid.blogspot.com/2014/12/ilmu-negara-
tenggelamnya-negara.html
Soehino. 1996. Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberty
Zharfan. 2011. Ilmu Negara. (Online). Tersedia di :
http://zharfan29.blogspot.com/2011/04/ilmu-negara.html

Teori Lenyapnya Negara

1. Faktor Alam
contoh : Indonesia
Beberapa daerah istimewa di Indonesia ternyata juga diistimewakan oleh
Allah.
- Nanggroe Aceh Darussalam, luluh lantah akibat diterjang tsunami yang
dahsyat. mungkin salah satu akibatnya adalah karena tentara GAM yang telah
banyak membunuh orang.
- Daerah Istimewa Yogyakarta, tanahnya rata akibat gempa bumi
berkekuatan hebat beberapa tahun silam. DIY memang kota pendidikan, tetapi
malah sangat banyak orangtua yang takut menyekolahkan anaknya karena
sangat banyak sekali terjadi pergaulan bebas terjadi pada anak-anak
sekolahnya.

2. Faktor Sosial
contoh : Perang antara Uni Soviet melawan Afghanistan
Uni Soviet memang salah satu negara yang hebat dulu, Uni Soviet menguasai
teknologi teknologi canggih, khususnya dalam mengembangkan senjata
perangnya. Sedangkan Afghanistan tidak terlalu maju perkembangan
teknologinya, tetapi mereka sangat menguasai alam, menggunakan taktik yang
memanfaatkan alam negara mereka. Jadi saat Uni Soviet akan menyerang,
negara Afghanistan membuat bunker-bunker didalm tanah yang berisi senjata-
senjata yang ditempatkan di tempat-tempat kemungkinan datangnya tentara
Uni Soviet. Tentara Uni Soviet tidak pernah mengetahui itu, mereka sangat
tidak menguasai alam yang akan ditempuhnya. Jadi deh beratus-ratus ribu
tentara Uni Soviet mati, tidak kembali dari Afganistan.
Uni Soviet pun menjadi negara miskin karena telah kalah perang.

TEORI LENYAPNYA SEBUAH NEGARA YANG DIUNGKAPKAN AHLI LAIN


1. Teori Organisme
91

yaitu, pada mulanya sebuah negara muncul, tumbuh, berkembang, lalu


mencapai tahap take off (lepas landas) maju, menjadi negara superpower, tapi
lama kelamaan menurun kembali (mundur), dan lenyaplah negara tersebut.
contoh : Uni Soviet, dulunya adalah negara superpower bersama Amerika,
tetapi sekarang telahhancur.
Kalau Indonesia bahkan belum mencapai tahap take off, melainkan "lepas
kandas!"
- di negara berkembang seperti di Indonesia, orang tingkat ekonomi
rendah (miskin) bergentayangan. sedangkan di negara maju, yang ekonominya
sangat berkembang pesat, orang kaya bergentayangan.

2. Teori Anarkis
An = tidak ada
Archeis = pemerintahan
Menurut teori ini, pada mulanya, manusia itu baik, maka dibiarkan
berkembang. Kalau ada keterpaksaan di dalam negara, maka negara akan
bubar. Jadi teori anarkis adalah negara yang rakyatnya hidup tanpa ada
keterpaksaan. Menurut teori ini, kalau ada suatu keterpaksaan maka negara
akan lenyap.
- biarlah indah pada waktunya, walau sesat pada akhirnya.
- janganlah kita memaksakan sesuatu, karena hal itu juga akan kembali
seperti sebelumnya. Waktulah yang menentukan, seiring berjalannya waktu,
semuanya akan berubah.

3. Teori Mati Tuanya sebuah Negara


- Kalau syarat- syaratnya dipenuhi, maka akan menjadi negara yang
sesungguhnya dan menjadi eksis.
- Kalau syaratnya tidak dipenuhi, maka lenyaplah negara itu.

Hidup dan mati tidak hanya dimiliki oleh makhluk hidup. Tetapi negarapun bisa
mengalami fase hidup dan mati tersebut. Terkait dengan hal itu, terdapat beberapa teori
yang menjelaskan tentang berakhirnya suatu negara, diantaranya:
1. Teori Organis, teori ini berkembang pada abad XIX yang memandang Negara sebagai
organisme. Teori ini berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan terutama
biologi, dengan ditemukannya sistem sel pada binatang dan tumbuhan dan teori evolusi
dari Darwin. Penganut teori ini memperkuat argumentasinya dengan mengambil beberapa
contoh: Babilonia, Persi, Phunisia, Romawi dan ain-lain yang semuanya menjalani dari
Negara kecil, hingga besar dan kuat dan akhirnya menjadi kecil kembali, lemah dan
92

akhirnya lenyap. Penganut teori ini antara lain: F. J. Schmitthenner, Herbert Spencer,
Heinrich Ahrens dan Bluntschi.
2. Teori Anarchis, menurut teori ini, Negara adalah suatu bentuk susunan tata paksa yang
sesungguhnya yang hanya sesuai jika diterapkan dalam tatanan kehidupan masyarakat
yang masih primitif, bukan pada masyarakat yang modern dan beradab. Penganut aliran
ini percaya, suatu saat Negara pasti akan lenyap, dan muncul masyarakat yang bebas dan
merdeka, tanpa paksaan dan tanpa pemerintahan dan Negara. Terorisme dan kekerasan
adalah tindakan berlebihan dan tindakan melampaui batas. Teori ini mencapai puncaknya
pada zaman Tsar Alexander II di Rusia. Penganut aliran ini antara lain: William Godwin,
Joseph Proudhon, Kropotkin.
3. Teori Mati tuanya Negara, menurut teori ini, Negara sebagai suatu struktur tata paksa
tidak perlu dihapus atau diperangi, karena keberadaannya atau kehilangannya sesuai
dengan hokum lingkungan yang berlaku. Negara dating atau lenyap menurut syarat-
syarat obyektif lainnya. Prof. Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bila Negara dianggap
terhenti, hancur atau jatuh maka unsur wilayah, dan masyarakat tetap ada, hanya unsure
pemerintahannya yang musnah. Menurut teori ini , Negara sebagai suatu struktur tata
paksa tidak perlu dihapus atau diperangi, karena keberadaanya atau kehilangannya sesuai
dengan hokum lingkungan yang berlaku. Negara dating atau lenyap menurut syarat-
syarat obyektif lainnya.
4. Teori lain, Sejarah membuktikan, terdapat unsur lain atas berakhir atau lenyapnya suatu
Negara, yaitu karena peperangan. Beberapa Negara memang ada yang didahului dengan
peperangan. Zaman dahulu Negara yang kalah perang, akan binasa secara total, tetapi
karena manusia sudah maju dan beradab maka hal semacam ini tidak terjadi lagi.
93

BAB IV
TEORI LENYAPNYA NEGARA

1. Teori Organis
Para teoritisi yang memandang negara sebagai suatu organisme, yang mendapat
prospek baru di abad ke XIX dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
khususnya dalam ilmu biologi dengan diketemukannya sistem sel pada binatang dan
tumbuh-tumbuhan, dan berkembangnya teori evolusi dari Darwin.
Umumnya mereka menilai, negara sebagai organisme, yang memiliki anggota-
anggota dan badan perelengkapannya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Warga negara yang dikiaskan sebagai sel-sel yang hidup sendiri berperan menentukan
bagi hidup atau matinya organisme negara tersebut. Jika sel-sel itu kokoh dan kuat, maka
organismenyapun akan tegar pula, tapi sebaliknya jika warganegaranya lemah jasmani
dan rohaninya, maka negara itupun akan ringkih pula.
Menjadi kewajiban negara memberikan keleluasaan, kebebasan dan kemerdekaan
kepada warganegaranya agar menjadi rakyat yang sehat dan kuat. Demikian pula sebagai
sel-sel dari organisme negara itu, warganegara dituntut untuk menjadi pilar dan
menyangga utama kekuatan negara agar selalu kuat dan kokoh.
Sebagai layaknya makhluk yang hidup, setiap organisme takkan luput dari hukum
perkembangan hidup. Lahir, berkembang, mengalami masa kecil, dewasa, tua dan pada
akhirnya mati. Begitu juga dengan negara, sebagai suatu organisme negara pasti tidak
akan lepas dari kenyataan perkembangannya. Dari mula berdiri, kecil, besar, kokoh dan
94

kuat, kemudian melemah hingga akhirnya tidak kuasa lagi mempertahankan


eksistensinya sebagai negara, lalu lenyap dari percaturan dunia.
Penganut faham ini memeperkuat argumentasinya dengan menunjuk contoh
misalnya, Mesir, Babilonia, Persi, Phunisia, Romawi yang semuanya menjalani
makanisme organisme itu, tumbuh dari kecil hingga besar dan kuat, tapi kemudian
menjadi kecil kembali dan lemah dan akhirnya lenyap. Tapi organisme tersebut tidak
selalu sampai mati tua, begitu juga halnya dengan negara adakalanya justru hilang
sebelum berkembang, pupus oleh kejamnya lingkungan.
Pemuka teori organisme ini antara lain, F.J. Schnitthenner (Grundlinien Des
Allgemeinen order idealen Staatsrecht); Herbert Spencer dalam bukunya System of
Synthetie phylosophy; Gonstantin Frantz dalam Natuurlehre des Staats als Gurundlage;
Heinrich Ahrens dalam karyanya Organische Staatslechre dan juga Blunischi (Algemeine
Staatslehre).

2. Teori Anarchis
Menurut teori anarchis, negara adalah suatu bentuk susunan tata paksa yang
sesungguhnya hanya sesuai jika diterapkan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang
masih primitif, tidak bagi masyarakat modern yang beradab dan bertata-krama. Oleh
karena itu mereka percaya, pada suatu saat negara itu pasti akan lenyap dan akan
munculnya masyarakat yang penuh kebebasan dan kemerdekaan, tanpa paksaan dan
perkosaan serta tanpa pemerintahan dan negara. Merupakan keyakinan dan kewajiban
penganut paham ini untuk menghilangkan tata paksa negara tersebut agar dapat terwujud
masyarakat yang diwarnai kebebasan, tanpa paksaan apapun.
Penganut paham anarchis dibedakan menjadi dua golongan. Yang pertama,
menilai tata paksa negara itu sebagai kejahatan yang dibuat oleh manusia yang
memerintah untuk melindungi kelalimannya maupun tindakan dan perbuatan yang dinilai
merugikan kepentingan rakyat. Kekuasaan negara dilakukan untuk melindungi hak-milik
yang dirampasnya dari rakyat. Menurut aliran anachis, karena negara itu melakukan
kekerasan dan penindasan, maka tindakan untuk menghapus atau melenyapkan tata paksa
itu harus dilakukan dengan menghancurkan organisasi negara tersebut bersama
perlengkapan dan pendukungnya.
95

Paham anarchisme menimbulkan terrorisme yang membabi-buta, menghalalkan


segala cara untuk mencapai maksudnya, melakukan pembunuhan, penyanderaan bahkan
pembajakan, menghancurkan bangunan-bangunan dan alat-alat vital dalam bidang
telekomunikasi, transportasi dan produksi. Pola pikiran kaum anachis ini sesungguhnya
sudah bertentangan dengan sistem masyarakat bebas yang dicita-citakan mereka sendiri,
dengan pembunuhan, pengrusakan dan kekacauan tersebut justru akan menambah
kekalutan dan penderitaan.
Golongan kedua, berharap masyarakat yang penuh kebebasan tanpa pemerintahan
itu akan dapat diwujudkan tanpa melalui kekerasan dan kekejaman. Mereka berpendapat
masyarakat bebas tersebut akan dapat terlaksana melalui evolusi dan pendidikan, tanpa
harus melalui tindakan kekerasan untuk menghancurkan negara. Salah satu pengikut
faham, yang tidak menghendaki kekerasan ini, adalah Leo Tolstoy, menurut
pandangannya kekerasan dari manapun datangnya akan mengundang dendam dan
pembalasan dengan kekerasan pula. Kekerasan dapat dihilangkan dengan kasih sayang
dan pendidikan.
Terrorisme dan kekerasan ini pada hakekatnya merupakan reaksi yang
berkelebihan atas tindakan yang dikatakan melampaui batas dari penguasa yang tidak
disenangi mereka. Pada zaman pemerintahan Tsar Alexander II di Rusia mencapai
puncaknya. Penganut anarchisme antara lain William Godwin, Joseph Proudhon,
Kropotkin dan Michael Bakounin.

3. Teori Mati Tuanya Negara


Menurut teori ini, negara sebagai suatu struktur tata paksa tidak perlu dihapus
atau diperangi, karena keberadaannya maupun kehilangannya sesuai dengan hukum
lingkungan yang berlaku. Negara datang atau lenyap menurut syarat-syarat obyektifnya
sendiri. Jika kriterianya sebagai negara tidak terpenuhi lagi, ia akan hilang dengan
sendirinya pula, akan mati tua.
Menurut GS Diponolo dalam bukunya “Ilmu Negara”, negara adalah suatu
susunan kekuasaan yang merupakan perpaduan dari unsur-unsur tempat, umat dan
organisasinya, daerah, bangsa dan pemerintahannya. Maka timbul atau tenggelamnya
negara terutama tergantung dari ada atau tidaknya situasi dan kondisi dari unsur-unsur
96

tersebut yang memungkinkan terangkainya kekuatan bagi organisasi kekuasaan tersebut.


Jika keadaan yang menunjang unsur-unsur tersebut subyektif dan obyektif cukup kuat,
maka negara akan kuat pula, tapi apabila tidak lagi memenuhi persyaratan minimum bagi
kehidupan suatu negara, negara itu pasti akan lenyap.
Prof. Wirjono Prodjodikoro menilai, apabila suatu negara dianggap terhenti atau
hancur atau jatuh, maka unsur wilayah dan unsur masyarakat tetap tidak berubah. Hanya
unsur pemerintahan yang musnah. Ini dapat berarti bahwa orang-orang yang memegang
pemerintahan dimusnahkan atau dipenjarakan, atau dapat berarti mereka tidak
mempunyai kekuasaan lagi, melainkan takluk pada penguasa yang berada di luar wilayah
atau masyarakat semula dan wilayah ini menjadi jajahan atau daerah bagian dari negara
lain.
Indonesia pada zaman pemerintahan Kerajaan Sriwijaya di abad ke VII pernah
mencapai periode kejayaannya, namun kemudian tenggelam. Demikian juga masa
keemasannya Kerajaan Majapahit di abad ke XIV, tapi kemudian juga runtuh. Tapi unsur
daerah dan rakyatnya tetap ada yang hilang hanya unsur pemerintahannya saja.

4. Teori Lain
Sejarah membuktikan, terdapat unsur lain yang juga berpengaruh bagi
kelangsungan suatu negara. Negara dapat timbul atau tenggelam, lahir atau hilang, karena
peperangan, meskipun tidak dapat ditilik dari unsur terjadi peperangan itu saja tapi juga
latar belakang terjadinya peperangan tersebut. Suatu negara dapat timbul karena
peperangan tapi dapat juga runtuh oleh peperangan. Beberapa negara memang berdiri
setelah didahului dengan peperangan.
Dalam keadaan yang ekstrim pada zaman dahulu, negara yang kalah berperang
akan binasa secara total. Tapi setelah kebudayaan dan peradaban manusia lebih maju
yang lebih menghargai harkat dan martabat sesamanya, kekalahan dari peperangan hanya
berakibat hancurnya organisasi pemerintahan dari negara tersebut, sementara wilayah
negara yang didudukinya dijadikan jajahan atau ditempatkan di bawah pengaruh atau
kekuasaannya.
Kemungkinan lain yang dapat terjadi dalam peperangan ini, negara yang kalah
dan merasa lebih lemah dari negara yang menyerangnya, menyerah tanpa syarat. Dalam
97

keadaan yang demikian, organisasi bangsa itu kemungkinan dapat dipertahankan dan
tetap dipertahankan. Tetapi negara yang menyerah tersebut dijadikan negara bawahan
(disebut Vazal) dari negara yang menang dan kuat tersebut, dengan memberikan konsesi-
konsesi teritorial, ekonomi, politik dan militer.
DAFTAR BACAAN

Azhary, Ilmu Negara, Pembahasan Buku Kranenburg, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

G.S., Diponolo, Ilmu Negara, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1985.

Kranenburg, Ilmu Negara Umum, terjemahan Mr. Tk.S. Sabaruddin, JB Wolters, Jakarta, 1969.
Maurice Duverger, Teori dan Praktek Tata Negara, PT. Pustaka Rakyat, Jakarta 1971.
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1984.

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta 2000.
Ramdlon Naning, Gatra Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1999.

Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2001.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, PT. Eresco, Jakarta, 1981.

Anda mungkin juga menyukai