Kau hadir bagai mentari yang menyenari Terang memang, tapi agak sedikit menyengat
Tapi tak sedikitpun kudengar kayu berkata kepada hujan
untuk membuatnya padam
Wahai bidadari
Akupun berpikir akankah kutemukan api menyala di
Tak lama lagi kau akan pergi dalam surga?
Entah kapan kau kembali Dan pada akhirnya kupasrahkan saja hujan mendekap
Mengisi hati yang kian sepi. tubuhku
Sampai mata terpejam sampai esok hujan membasahi
Babakan, 22 Januari 2019 tubuhku yang telah tertanam
Warna tradisi,warna cintamu Apakah akan berbakti dan berguna atau sebaliknya
Ia membawa kesuksesanku dan pada saat itu pula aku digenggam
Tapi jika Serta melihat senyumanya yang manis
Disetiap kata-kataku,sikap keras kepalaku Bagai Edelweis
Mungkin bisa memalukanmu atau merusak reputasimu Ibuku
Aku luka terdalammu Sekarang aku beranjak dewasa
Kau adalah ayat-ayat suciku Perhatianmu masih sama
Kau didalam jiwaku Kasih sayangnya masih seluas samudra sedalam lautan
kau Kemuliaan teragungku
Takkan surut walau senja datang
kau kehormatan ku
dan terus abadi walau seribu tahun lamanya
Kau segalanya
A thousand years
Jasamu sangat besar
Sampai aku kewalahan
Terimakasih atas perjuanganmu
Hanya doa,dan usaha untuk membalas jasamu
Terimakasih cara memperlakukanku
Tapi semua itu tidak membuatku puas
Kau adalah segalanya tak tergantikan
Kau luka terdalamku
IBU
Ratu Tak Bermahkota FILOSOFI MATAHARI
Yang telah hadir di antara kami semua Hati yang kuat serta jiwa yang hebat
Ibu
Kini kau jauh terpisah oleh waktu
Waktu telah lama berlalu
Dalam bayangan di dalam sebuah impian
Semua tentangmu akan kukenang selalu
Sebagai matahari dalam menjalani hidup
Walau janin diperutmu selalu menyusahkanmu
Menuju sebuah misteri cita-cita
Tapi kau tetap berjuang
Waktu telah lama berlalu Terbenak semua canda tawamu
Waktu akan memisahkan kita denganmu Pertemuan yang kurindukan
Jika waktu telah berlalu Ingatlah,pergiku untuk mencari duniaku
Semoga kau akan selalu mengingatku Dan tujuan pulangku untukmu
Begitupun denganmu wahai tulang rusuk adam Yang membuat dunia nampak terpesona
Kasih sayang yang seperti lentera
Bukanlah perihal indah tetapi pandangan
Seakan pelipur untuk hati yang lara
Tapi perihal martabat yang mulai tertindas oleh alam
Senyumnya mengandung beribu makna
Pelita
Dan pilunya menyembuyikan sejuta cerita
Kau bagai rembulan di malam hari
Seperti bulan yang menemani malam
Dari segalanya yang telah kau lakukan
Rasa sayangnya yang begitu dalam,seakan menolak untuk cepat
Pada kami manusia berakal tanpa penerangan padam
Sungguh indah martabatmu yang sebenarnya Jasanya yang tak pernah lekang oleh waktu
Sungguh indah pula wajah berserimu yang di Akan selalu tergores didalam kalbu
perlihatkan
Jasamu akan selalu ingat dalam setiap waktu
Babakan,21 Januari 2019
Kau adalah pelita kehidupan
Ibu
Kau ialah malaikatku
Engkau seperti rembulan
Yang menerangi dikegelapan Malaikat yang tak bersayap
Setiap waktu setiap hari Kau bidadari dunia
Cuma engkau yang selalu kunanti Kau makluk sempurn
Ibu Kecerahan wajahmu bagai pelita
Hidupku ini sangatlah berarti
Yang menerangi hati dan dunia
Mungkin tanpamu aku tak akan pernah ada didunia ini
Hatimu bagaikan selembut sutra
Walaupun rasa letih menyertai
Namun engkau tak pernah bosan menyayangi dan mengasihi
Kau surga dunia bagiku
Oh ibu Jiwamu telah menjadi ragaku
Hingga kelak aku bertumbuh dewasa Kekuatanmu menjadi penyemangatku
Dan engkau mulai menua Bagaikan berlian dalam hidupku
I promise you
Hanya kau bidadari hati
I always be love you
Ciledug, 21 Januari 2019
Pakusamben, 21 Januari 2019
Selembar Kertas Untuk Ibu Bidadari
Karya: Dimas Zikriyasa Irianda Karya: Anindita
Saat kutakut akan dunia ini Kenakalan kami terurai oleh sinar
Kau akan menggenggam tanganku Dan terhapus oleh tangisan
Membuka pintu-pintu untukku Mimpimu mimpiku jua
Dan berjalan menuntunku bersama
Dengan lenteramu Aku tau bisa mengrangkai kata
Tapi aku bisa merangkai doa ibu
Terimakasih ibu Doaku mengalir disujudku
Kau telah menjadi sekutu terbaikku
Bu Suatu hari
Aku hanyalah ilalang kecil yang di terpa angin Terbitlah mentari pagi
Yang selalu menerangiku
Belajar tetap kokoh meski hujan turun
Dengan penuh cahaya
Terlalu sering membawa dingin
Cahaya itu diibaratkanmu ibu
Bu demi segala hal yang pernah ku ceritakan kepadamu Yang selalu menyinari hidupku
Aku tidak ingin menyerah Dengan sinarmu yang sangat terang
Pada terjal jalan disetiap langkahku Hingga aku tak bisa menutup mataku
Tapi Ketika melihat sinarmu yang sangat indah
Bidadari Surgaku Bu
Aku tetap anakmu yang nakal
Karya: Nenda Alfadil Seputra Yang sering kali membantah
Ketika aku kehilangan akal
Bu
Maaf untuk ketidak patuhanku
Wahai bidadariku
Yang sering kali membuat jengkel hatimu
Engkaulah pelita hidupku Semoga suatu hari engkau mengerti
Meski berkali-kali berita sedih sering kubawa
Keindahan dunia kekalku berada di telapak kakimu Saat gagal menghampiri
Bu
Kasihmu seluas jagat raya Hari ini aku masih terus melangkah
Aku tidak peduli berapa kali
Engkaulah bidadari surgaku
Aku gagal,aku patah,dan aku kalah
Bu
Percayalah aku akan tetap maju
Babakan, 22 Januari 2019 Maski jalan yang kutempuh sangat berliku
Bu
Aku butuh doamu
Untuk menjaga setiap langkahmu
Ibu
Dalam kegelapankau memberiku penerangan
Kegigihanmuakankukenangselalu
Dalam sedihku kau memberi sebuah kehangatan
Getirgetahjarakmenjaditemanmu
Kau datang dengan sejuta senyuman
Untukkukauikhlaskanjiwaragamu Kau bagaikan pelitang menerangi duniaku
Engkaulahsurgaku Ibu kau bagaikan lentera hidupku
Ibu
Jiwamu bagaikan cahaya dalam kegelapan Pagi ku cerah ku
Belaianmu seperti mentari yang bersinar Matahari bersinar
Layaknya mutiara terindah di dunia
Burung burung berkicau indah
Siang dan malam menimpamu Seindah senyum dipagi itu
Tak sedetikpun kau hentikan langkahmu
Lelah perih mendidik Ibu
Agarku menjadi manusia berguna Begitu besar pengorbananmu