Anda di halaman 1dari 20

PERJALANAN

Lama sudah kutinggalkan

Kampung halaman yang indah dan damai

Ku pergi mencari jati diri

Agar masa depanku lebih berarti

Ketika kulewati di kampung ini

Terasa aku dan bundaku masih disini

Tak terasa air mata menetes di pipi

Begitu berat melupakan semua ini

Ketika kedamaian itu hampir tiada

Cinta bunda penuh dengan asa berseri

Tapi cobaan tiada henti

Kini datang silih berganti

Perjalanan tiada pernah akan berakhir

Hingga ajal akan menjemput nanti

Tinggalah kita berpasrah diri

Tentang apa yang akan terjadi nanti


KOTA TUA

Saat itu aku merasa bahagia

Ditimang dan disayang bunda

Dinyanyikan lagu kasih sayang

Dibelai dan di manja dengan riang

Diayun dalam irama merdu

Hingga aku terlelap dalam tidur

Dibuai mimpi terbang tinggi

Bertemu bintang riang cemerlang

Kota tua dalam bayangan

Aku rindu pandangan bunda

Aku ingn semua kembali

Seperti doa-doa bunda yang suci

Jangan pernah ada air mata bunda

Jikalau memang harus menangis

Aku berharap padamu

Bagikanlah air mata bahagia bunda


KAMPUNG HALAMAN

Gemercik terdengar suara air

Dari lubang pancuran bambu

Dari bilik aku melihat sesuatu

Berdiri tegak tengadahkan doa

Alunan ayat-ayat suci

Terdengar mengetuk pintu hati

Sayup-sayup aku mendengar

Namaku dipanggil dengan lembut dan syahdu

Sujud dan doa malammu

Membuat aku rindu ingin bertemu

Kepada kampung halamanku

Disana aku temukan cintaku

Ingin kupeluk dalam sujudku

Ingin kudekap dalam doaku

Ingin kulepas semua mimpiku

Di dalam setiap doa malamku


NASIP

Panas matahari begitu terik

Menantang dengan semua kehidupan di bumi

Langkah gontai menyertai si tua

Yang sedang gigih mencari rejeki hari ini

Kehidupan kota yang kian megah

Berbaur menjadi kehidupan tak pasti

Situa berjongkok tengadahkan tangan

Berharap msih ada yang mau berbagi

Tak penah tesirat dalam hatinya

Si tua ingin merubah nasip

Hidupnya tak pernah merasa bahagia

Sampai di ujung umurnya kini

Setiap hari si tua hanya duduk bersila

Menyerukan nasip yang ia hadapi

Mengharap sedekah seikhlas hati

Dari mereka yang merasa iba hati


KEHIDUPAN

Ala adalah sahabat sejati

Alam adalah pemberi

Alam bukan untuk disakiti

Alam bukan sebuah ilusi

Saudaraku yang aku kagumi

Mari kita cintai alam

Karena dari alam bisa kita dapatkan

Segala apa yang kita inginkan

Jangan jadikan alam sebagai korban

Hanya karena kesenangan sesaat

Jadikan alam sebagai sahabat dan teman

Kibarkan panji kehidupan untuk alam

Maafkan alam harapanku

Maafkan mereka yang belum mengerti

Maafkan keangkuhan mereka

Maafkan mereka yang belum mengerti arti kehidupan


PENGABDIAN

Sejenak langkah kakiku terhenti

Mata ini terpana dalam decak kagum

Disana sejauh mata memandang

Di kaki gunung cerah tanpa awan

Dulu ketika kulewati jalan ini

Bertahta batu-batu bulat licin

Menanjak dan meliuk sempit

Dipenuhi rumput setinggi lutut

Tiada kuhiraukan lagi apa yang terjadi

Demi perjalananku yang suci

Aku merelakan kaki-kaki ini

Menapaki tanpa mengeluh lagi

Bila musim kemarau tiba

Aku tak pernah berfikir debu melanda

Ketika musim hujan turun

Akupun rela berpayung dalam derasnya

Pengabdianku

Kupesembahkan untuk negeriku

Agar bangsa ini terhindar dari kebodohan

Jangan sampai terjadi keterbelakangan nanti


KABAR DARI TANAH SEBERANG

Lama tiada kabar berita

Tentang saudaraku yang jauh disana

Ingin aku menyambanginya

Apa daya anganku hampa

Ku mencoba mencari kabar

Tetapi angin tak mau menyapa

Ku mencoba menuliskan keadaan

Namun yang kudapat tak juga ada

Ku kabarkan kepadamu saudaraku

Tentang keadaan bumiku

Kampungku luluh lantak

Hampir tak ada kehidupan

Wahai saudaraku

Coba dengar jeritanku

Semua ini bukan salahku sendiri

Tetapi salah dari mereka yang tak peduli

Aku yang sebatang kara

Mencari engkau dimana saudaraku

Hanya harapan dan doaku

Semoga kita bisa segera bertemu


LENTERA

Ku buka buku halaman ahir

Kubaca dengan kesungguhan hati

Kupahami kata demi kata

Kurankai dalam bingkai baca

Aku berjuang untuk kemenangan

Walau harus ku tempuh jalan panjang

Penuh onak dan duri menghalang

Aku yakin esok kan kutemui senang

Ditemani lentera yag suram

Aku makin ingin bertahan

Di ujung malam yang temaram

Lenterapun redup tak terang

Lentera yang kini tak lagi menyala

Terangmu penyinar lahirku

Dari awal aku berharap

Lentera akan menjadi idaman zaman


NYANYIAN GEMBALA

Angin bertiup lembut

Menerpa wajah si gembala

Sejuk terasa menyentuh kalbu

Seiring dengan nyanyian gembala

Duduk dibawah rindang pohon

Si gembalapun terlelap dalam tidur

Penat dan lelah yang mendera

Kini lenyap besama buai mimpi

Nun jauh disana

Terdengar sayup seruling bambu

Mengalunkan lagu merdu

Untuk segera mengiring pulang gembalamu

Gembalapun terbangun

Segera mengusap muka dan berdiri

Ayunkan langkah di jalan berbatu

Gembalapun sudah di ambang pintu


TANGIS SI BUYUNG

Diluar terdengar tetesan hujan

Yang tak terhenti hingga malam

Ada tatapan harap dari seorang bu

Tentang ayah yang tak segera pulang

Pelukan hangat ibu

Belaian lembut tangannya

Sembari berucap sabarlah buyung

Semua pasti akan datang kembali

Buyung menangis tersedu

Tanpa ada kata terucap dari bibirnya

Hanya anggukan kepala yang lemah

Kapan buyung bisa beremu ayah

Ibupun berurai air mata

Sambil berdiri menuntun buyung

Untuk senandungkan doa malam

Buat ayah yang sedang berjuang


DOA UNTUK ANANDA

Bunyi lonceng malam berdentang

Segera bunda mengambil air wudhu

Untuk sucikan diri

Untuk sucikan hati

Dengan menengadahkan wajah

Sang bundapun mengucap asma

Untuk ananda yang sedang mencari ilmu

Di negeri yang jauh dari pandangan

Ananda buah hati tersayang

Bunda tidak berharap titel yang kau bawa pulang

Bunda hanya inginkan

Tempatkanlah ilmu di jalan yang benar

Bunda tidak ingin janjimu

Tetapi bunda butuh baktimu

Ayolah ananda

Langkahkan kakimu di jalan yang Ia ridhoi


KEMBALI

Bertahun-tahun yang lalu

Kuberjanji di jalan ini

Meskipun lama aku tak kembali

Namun hatiku tetap kokoh dalam pendirianku

Aku malu bila aku ingkar janji

Aku malu pada diriku sendiri

Aku malu bila aku tak bisa buktikan

Aku malu hancurkan janjiku

Kini aku kembali

Bersama cita-cita yang ku impikan

Lama kupendam semua ini

Untuk segera ku berbakti

Dimana dulu aku berjanji

Di jalan ini tak lagi kutemui

Kesepian tak lagi kurasakan

Kelenggangan menjadi sebuah harapan


TERINGAT

Merah merona di ufuk barat

Menandai sang mentari berlalu

Kutatap dalam bingkai rindu

Akan damainya kampungku

Tak terasa air mata menitik

Karena kerinduanku yang menjadi

Hingga terasa dalam hati

Aku tersedu dan pilu

Belum sempat ku beranjak

Haripun mulai petang

Hujanpun datang tiba-tiba

Semua menambah kerinduanku

Mega-megapun lenyap

Berganti warna kelabu

Teriris pilu hati ini

Teringat akan duka yang telah lalu


MENYUSURI HIDUP

Jauh sudah langkah yang aku tempuh

Kususuri hidup dengan penuh penderitaan

Kucari sesuatu yang belum pasti

Walau selalu kutemui kegagalan

Aku tak peduli

Demi cita-citaku

Kusibakkan kesepian hati

Demi impianku

Aku rela korbankan jiwa ragaku

Akan kususuri jalan hidupku

Akan kutempuh kegelapan malamku

Akan kugapai bintangku

Meski aku harus berjuang

Berjuang untuk mencapai tahta


BIDADARIKU

Malam telah tiba

Rembulan bersinar penuh

Langit terang berhias bintang

Anganpun kian melayang

Rindu hati pada permata

Yang lama kusimpan dalam hati

Permataku adalah bidadariku

Kian cantik rona wajahmu

Panjang rambutmu

Ingin bunda balai dalam sayang

Bulat matamu

Ingin kupandang tiada jemu

Permata-permataku

Bidadari-bidadariku

Sambutlah purnama malammu

Dengan senandung lagu malammu


KHAYAL

Kau tumpahkan seluruh hidupmu

Untuk keutuhan keluargamu

Kau korbankan perasaanmu

Untuk perjuangnmu

Kau serahkan jiwa ragamu

Untuk membela kebenaranmu

Kau sandarkan harapanmu

Untuk cita-citamu

Kau abaikan cintamu

Untuk keteguhan hatimu

Kau campakkan nafsumu

Untuk kebaikan dunia dan akhiratmu

Kau khayalkan dirimu

Untuk menjadi yang terbaik dalam hidupmu


KOTA PERJUANGAN

Kereta malam melaju dengan cepat

Ibarat kilat melesat di angkasa

Hening sepi kian mencekam

Semua terlelap dalam mimpinya

Hanya suara derit-derit rel

Yang sesekali mengeluarkan bunyi parau

Terimpit diantara besi-besi tua

Yang kian lama kian menjerit

Kereta malam melaju kencang

Menjadi saksi perjalanan

Diantara dua kota perjuangan

Yang kini tak lagi dikenang

Perjuangan melawan penantang

Menang tanpa kehormatan

Tetapi jasa tidak pernah terlupakan

Ibarat bara api perjuangan tak pernah padam


TERKENANG

Duduk sendiri menerawang jauh

Di kursi kusam yang mulai rapuh

Di depan rumah tempat ayah berteduh

Terbayang masa lalu kian menjauh

Dipundaknya masih membekas

Saat beban berat bersandar disana

Tatapannya kosong dan hampa

Tasbihpun kian renggang di tangannya

Dingin dan kaku kian terasa

Mulut tuanya hanya komat kamit

Ucapkan doa dan ampunan

Hingga akhirnya matapun merapat

Ayah telah tiada

Kembali ke haribaan abadi

Berjuta tobat telah ia lalui

Dan kini ayah telah tenang disisiNya


HARAPAN

Dua gadis cantik nan ayu

Berdamping rapat bersama bunda

Rambut panjang kian terurai

Mata berbinar menyimpan sejuta harapan

Tangan lembut membelai manja

Tutur bijak terlantun merdu

Dari ayah yang selalu merindu

Kepada dua gadis belahan jiwa

Jangan pudarkan cantik ayumu

Hanya karena silaunya harta

Jangan hamparkan wangimu

Hanya karena sebuah sandiwara

Dua gadis ayu dalam dekapan

Harta ayah bunda semata

Dalam doa ia berharap

Kelak gadis ayu akan mencapai surga


SENDIRI

Berjalan di atas kerikil-kerikil tajam

Terasa panas menusuk telapak kaki

Tanpa berpayung terus melangkah

Mengikuti kata hati kemana pergi

Pergi tanpa tujuan pasti

Berangan tanpa cita yang terpuji

Menapaki hari tiada henti

Hingga nyawa ke ujung nanti

Perih dan lelah kian terasa

Menjawab tantangan hidup tak pasti

Buat apa berjuang sendiri

Bila esok tak ditemui rejeki

Berteriak sekencang angin laut

Tiada orang mau peduli

Ketika kaki dihentak ke bumi

Tiada satupun yang dapat memberi arti

Anda mungkin juga menyukai