Anda di halaman 1dari 123

Penulis Antologi Puisi

Arianonaka
Ariyana Sawitri
Ariyanti M. Said
Arfan Arafah
Asti Pratiwi
Ato Rachmat Saleh
Daisy Wu
Dirja Wiharja
Etika Maria
Fitri Ramadhani
Fadjriani Ramadhan
Hegel Avicena
Ibrah La Iman
Ilo. Id
Nurul Fadhilah M.
Nur Rahmah Safarina Hamzah
Relia Minerva
Muh Ridha Salam
Syahrani Said
R Wima Ariesta Natakoesoemah

Belajar Memecah Kenangan


Cemburu
Lagu Hati Untuk Nabi Saya
Pagi Di Parepare
Perihal Kasih Sayang

Arianonaka adalah nama pena


dari penulis bernama lengkap Ariana
Abidin. Lahir di Kota Parepare pada 29
Juni 1993. Penulis berdomisili di Jl.
Menara 21 B, Kota Parepare. Saat ini, ia
tercatat sebagai mahasisiwa jurusan
akuntansi di Universitas Muhammadiyah
Parepare. Penulis bias dihubungi melalui
akun facebooknya Arianonaka dan follow
twitternya @arianonaka

Belajar Memecah Kenangan


Arianonaka

Aku tak pernah mengenali diriku sendiri


Yang aku tahu hanya tunduk dan patuh pada angin, kemanapun ia
membawa ragaku pergi
Melewati petak-petak sawah dan sungai setengah mengering
Melewati genangan air yang dipeluk mesra rintik-rintik
Pada akhirnya aku tak akan tahu siapa diriku
Mengepul, bergulung dan termakan udara sunyi, hanya sebatas itu
Tanpa tahu dari siapa aku lahir dan pada siapa aku mencinta
Termasuk merajut harapan bersamamu
Aku punya impian, sepersekian jam bisa duduk di sampingmu
menyaksikan pucatnya rembulan
Saling menatap, membagi tawa lalu diam dan kaku karena malu
Aku ingin sekali merasakan itu,
walau aku tak tahu bagaimana caranya
Atau, maukah kau mengajariku?
Hingga di detik-detik hilangnya aku
Setidaknya kita punya kenangan
yang bisa dilipat menyerupai pesawat kertas
Lalu kita terbangkan bersama, membiarkan kenangan pecah di udara
Satu per satu terpisah-pisah hingga kita saling melupa
Bilik Imajinasi, 12 Februari 2015

Cemburu
Arianonaka

Kusangka mawar akan terus tumbuh dengan cantiknya


Cih! Ini hanya bunga yang mengundang seribu tanda tanya
Tentang aku yang terlukai oleh durinya
Darah mengalir, tanda tanya pun semakin bergulir
Pada kelopak mawar kuletakkan kekaguman
Pada durinya kutancapkan harapan
Namun ia menguliti perasaan
Dari suka cita menjadi duka cita
Ketika aku sedang cemburu,
aku bagai ilalang yang mendamba setetes hujan
Hati dikuliti oleh prasangka-prasangka amukan
Dan lisanmu berbisa, racuni kepercayaan
Hingga aku lupa cara memaafkanmu, rupawan
Ketika aku sedang cemburu,
aku bagai lautan yang ditinggalkan ombak
Sendiri mengarungi perasaan yang seolah tertancap tombak
Lalu menenggelamkan segala yang mendatangkan onak
Cemburu ini kian berkecamuk, enggan berdamai walau sejenak
Bilik Imajinasi, 13 Februari 2015

Lagu Hati Untuk Nabi Saya


Arianonaka

Saya menghapus teja yang menghambur di angkasa, untuk lukiskan


gelisah-gelisah sebab tiada telacakmu yang dapat diikuti.
Saya bungkam mulut gerimis yang berlagu sendu, untuk lantunkan
syahadat rindu sebab hati kemarau dirajam risau.
Saya padamkan cahaya matahari yang menggerayangi tubuh bumi,
sebab hanya kilau akhlakmu hijaukan hati kami.
Saya sembunyikan pelangi di balik awan-awan, untuk ukir namamu
di langit yang menaungi jelata tak tahu arah.
Yaa Nabi Salam Alaika Ya Rosul Salam Alaika
Yaa Habib Salam Alaika Sholawatulloh Alaikaa..
Lelagu ini untukmu, Baginda, yang saya lantunkan dalam setiap asa
yang membumbung ke angkasa.
Lelagu ini kekata hati yang saya resapi
dari sabda-sabdamu yang indah.
Saya menangis dalam tilawah, sebab merindu merdu suaramu
Bilik Imajinasi, 15 Juli 2014

Pagi Di Parepare
Arianonaka

Lihat! Beberapa menit lagi obor kan terbit dari timur


Cahayanya sedikit-sedikit bersembulan dari balik dedaunan
Aku tak sabar lagi menanti terang
agar bisa melihat wajahmu sepenuhnya
Lalu kita sama-sama berlarian
di Lapangan Andi Makkasau yang hijau
Lihat!
Obor pertama kita hari ini sedang tersenyum
Sinarnya terang menyapu gedung, pohon, dan juga wajahmu
Juga membuat peluhku berkelap-kelip
dan tetesnya meresap pada tanah
Aku harap itu kan menumbuhkan cinta
Mari kita sejenak duduk selonjoran di pinggir Mattirotasi
Melihat ombak-ombak kecil yang baru belajar menari
Sambil saling menyuap bubur ayam dan kacang kenari
Lalu kembali mengernyitkan mata
berusaha melihat terang obor kita pagi ini
Hangat sekali, kan, Daeng?
Pagi ini kita tak harus kemana-mana, di sini saja
Bersamaku dan obor yang selalu kita damba setiap pagi
Jika kelak kau ke Jawa atau Sumatera
Ingatlah satu hal tentang Parepare
Bahwa obor di sini sama hangatnya dengan di tempat lain
Parepare, 29 Desember 2014

Perihal Kasih Sayang


Arianonaka

Suatu sore di Pantai Mattirotasi,


aku teringat pada wanita dengan wajah teduh berparas cantik
walau tanpa disentuh hiasan
sebab, kasih sayang yang berdebar di dadanya
telah menumbuhkan sekuntum bunga hiasan berwujud senyuman
Dalam catatan Tuhan,
dia ditakdirkan untuk menjadi ibuku
Namanya wangi, sewangi tumis pare
yang pahitnya menggetarkan lidah
Namun membuatku menagih sepiring lagi hingga sirna gelisah
Aku berangan duduk bersamanya pada lengkungan bulan sabit
melihat ayah sedang mencari-cari kami di bawah
atau melihat pohon di halaman kami tumbuh subur
Konon katanya, pohon itu ditanam oleh ibu dan ayah atas nama cinta
Seperti merawat seorang anak perempuan yang beranjak remaja
Aku tak tahu banyak teori tentang kasih sayang
sebab aku tak pernah mengenyam materi itu di bangku kuliah
tapi ayah dan ibu mempraktekkannya di rumah
pada saat pakaianku tak cocok warnanya
pada saat makananku tak sesuai selera
Aku ingin sekali mengintip
bagaimana Tuhan mencatat setiap takdir manusia
melihatNya mengutus dua malaikat menjelma orangtua
menanggalkan sayapnya menjadi sepasang tangan
yang senantiasa mengeringkan sungai di pipiku
membelai lembut rambutku, memoles gincu di bibirku
dan merangkul tubuhku
hingga mendengar aliran sungai surga di dadanya
Tuhan, aku ingin bertanya perihal kasih sayang
Berapa harga sebuah kasih sayang?
Parepare, 28 Januari 2015

Tak Lagi Sama


Ajari Aku Bertayammum
Dialah Adam
Harapan Kosong
Dusta yang Indah

Ariyana Sawitri lahir di Teppo,


28 Februari 1992. Alamat rumah di Jl. Jend.
Ahmad Yani KM.6, Kota Parepare.
HP. 852 4222 5802

Tak Lagi Sama


Ariyana Sawitri

Ketika malam tak lagi memancarkan sinarnya


Ketika siang tak lagi menerangi dunia
Ketika tanah tak lagi berlumpur
Ketika langit tak lagi mendung
Akankah kita masih saling menatap
Akankah kita masih saling menyapa
Akankah kita masih saling tersenyum
Akankah kita masih saling tertawa
Riuh kota yang tak berarti apa-apa
Alunan lagu terasa datar
Makanan mewah terasa hambar
Tidurpun terasa di atas bantalan balok
Kini semua tak lagi sama
Hati ini menyimpan seribu rahasia
Mulut manisku berkata dirimu
Namun hati kecilku memikirkan dirinya
Hatiku tak lagi sama
Virus anjing telah mengggerogoti otakku
Merasuki setiap urat syarafku
Mengaliri setiap tetes darahku
Seekor anjing pun lebih pintar dariku
Mereka tidak lupa jalan menuju rumahnya
Tapi saya lupa dengan asalku
Lupa dengan siapa aku melangkah

Bulukumba, 21 Desember 2014

Ajari Aku Bertayammum


Ariyana Sawitri

Khilafku...
Dosaku...
Adalah satu paket tak terpisahkan
Siang hari ku sibuk mengolok-olok sesamaku
Malam hari ku sibuk dengan permainanku
Hingga tak sedikitpun waktuku tersisa
Untuk mengingatNya
Masihkah ada celah di surgaMu?
Masih pantaskah aku mengharap ridhoMu?
Diriku yang berkawan dosa
Diriku yang hina dan rentah
Sepenggal tubuhku kaku
Ku terbaring lemah di atas tikar usang ini
Ku rasakan hidup bagai benalu
Ku bernafas tapi tak hidup
Sebelum ajalku tiba
Izinkan aku memelukNya
Ajari aku bertayammum
Bulukumba, 21 Desember 2014

Dialah Adam
Ariyana Sawitri

Terdengar sahutan ayam jantan


Panggilan alam kian menggema
Nalurinya terbangun dari kegelapan
Bersegera menyongsong cakrawala
Aku datang wahai matahari
Akan ku taklukkan bara apimu
Tak peduli kau meledekku dengan sinarmu
Kaki ini tetap tegak mengikutimu
Siapakah dia?
Dialah adam masa kini
Siapakah dia?
Dialah tombak kehidupan kami
Dan ku haramkan kaki ini melangkah
Bila tanganku tak menggenggam rupiah
Dan tak peduli tubuhku mengeluarkan mata air
Telah ku jihadkan hidupku untuk mereka
Adakah ia seribu tahun lagi?
Tentu tidak
Adakah aku dalam dirinya?
Kurasa tidak
Beribu riuh air mata luka yang engkau terima
Hingga waktumu akan tiba
Dan masih saja engkau bertaruh untuk kami
Kami tak pantas untukmu Adam
Namun,
Aku masih menyimpan darahmu
Parepare, 28 Agustus 2014

Harapan Kosong
Ariyana Sawitri

Nafasku sesak mengingat wajahnya


Batinku pedih mengenang senyumnya
Otakku lumpuh memikirkan rayuannya
Lidahku keluh menyebut namanya
Amarah dan dengki meliputi jiwaku
Air mata terurai membalut pipiku
Namun kerinduan akan dirinya kian memuncak
Oh.. Tuhan
Perasaan apakah ini?
Mencintainya adalah siksaan
Membencinya adalah bunuh diri
Aku telah menciptakan malapetaka
Jatuh hati pada orang yang tak seharusnya ku cintai
Ku harus berperang melawan hatiku sendiri
Hingga rasa itu telah kosong

Parepare, 14 Februari 2015

Dusta yang Indah


Ariyana Sawitri

Aku akan hidup seribu tahun lagi


Aku telah menemukan jati diriku
Semua karena cinta baru ku
Cinta yang akan mengembalikan ronaku
Dunia telah mengirimkanku malaikat yang nyata
Takkan ku sia-siakan sisa waktu ku
Aku bahagia dalam dekapannya
Aku bagai terlahir dari rahim yang baru
Aku adalah pendusta yang hebat
Bisa tertawa di atas dunia keji ini
Ku temukan keindahan dunia pada dirinya
Ku tak peduli lagi dengan mereka yang pernah menikamku
Parepare, 15 Februari 2015

Aku dan Kamu


Sajak Tentang Rindu
Ketika Februari Datang Menyapa
Kesetiaan Rasa
Iriku pada Kisah Sang Langit

Ariyanti M. Said, lebih kerap


di sapa Ririi, seorang mahasiswi keguruan
tingkat akhir yang tengah menyelesaikan
pendidikan di UNM. Lahir di Amparita,
18 Juni 1992. Daydreamer yang suka
menulis, paling suka baca novel, dan punya
mimpi untuk tinggal di Praha meskipun saat
ini masih menikmati bermukim di Parepare.
FB: Ariyanti M. Said, IG: @ririraya Email:
ariyantimsaid@gmail.com,

Aku dan Kamu


Ariyanti M. Said

Derai rintik hujan menemani anganku mengembara


Menjadi pengiring langkahku menyusuri kenangan tentangmu
Mengingatkanku betapa aku merindukanmu
Kenangan demi kenangan kuurai dalam lamunan
Berharap tiap imaji yang terbentuk menemani sepi sendiriku
Mengikis kerinduan yang membuncah akanmu
Puzzle demi puzzle kususun apik
Berharap di ujung senja yang terbentuk adalah wajahmu
Tersenyum penuh cinta
Menatap satu arah
Diriku
Ya, ini aku
Menanti kamu dalam lamunan
Meski kutahu yang kunanti hanya mimpi
Meski kutahu kau takkan pernah datang

Sajak Tentang Rindu


Ariyanti M. Said

Kutitip tanya pada sang malam


Adakah kita memandang langit yang sama
Menatap mesra pada kerlip bintang serupa
Ataukah terpesona pada pendar cahaya bulan yang menggila
Kutitip sajak pada sang malam
Tentang cinta yang merindu
Tentang rindu yang menggila
Tentang kegilaan atas rasa
Tentangku dan kamu
Kerlip bintang menjadi ganti atas kilau mata
yang tak lagi bisa kutatap mesra
Desau angin menjadi ganti atas raga yang tak lagi bisa kuraba
Dingin malam seolah menahbiskan kesenduan hati yang menggila
Aku merindu
Sajak ini tentang rindu
Tentang rindu yang sendu
Menggebu atas kamu
Kamu yang kurindu
Maka kutitip sajak ini pada sang malam
Agar angin mengantarkannya pada sang pecinta
Membuat ia mengerti bahwa rindu adalah bagian rasa yang tak
terpisah
Sang pecinta yang kini bertahta atas hati yang lain
Pemilik rasa serupa untuk raga yang berbeda
Kutitip sajak ini pada sang bintang
Berharap kerlipnya menyiratkan kenangan yang pernah terukir
dalam waktu dan ruang
Agar sang pecinta tak pernah lupa dan selalu terkenang
Kutitip sajak ini pada sang bulan yang merona
Agar pesonanya mengantar rasa pada yang dinyana
Mengingatkan sang pecinta ini bukan kisah durjana
Aku merindu
Sajak ini tentang rindu
Tentang rindu yang sendu
Menggebu atas kamu
Kamu yang kurindu

Ketika Februari Datang Menyapa


Ariyanti M. Said

Ketika Februari datang menyapa,


Mengingatkanku akan bayang semu dirimu
Yang setiap saat terpatri lekat dibenakku
Ketika Februari datang menyapa,
Menghadirkan kenangan masa lalu
Mengingatkanku akan rasa yang masih tertambat di dermaga hatimu
Ketika Februari datang menyapa,
Membuatku mengakui rindu yang membuncah untukmu
Bersama bayang semumu yang terukir tajam di palung hati
Ketika Februari datang menyapa,
Saat yang lain bercumbu dalam kemesraan rasa
Aku masih di sini setia menantimu Kembali

Kesetiaan Rasa
Ariyanti M. Said

Aku terlena olehmu,


Bayangmu jadi candu bagiku,
Untukku kaulah hidup dan matiku,
Klise memang.
Dalam diam aku menata rasa ini untukmu
Lelap dunia membuatku mampu menguntai rasa
Kegelapan membantuku merajut cinta
Kau rasa, Kau kasih, Kau sayang, Kau cinta
Kau Aku
Selamanya terukir di hati
Terendap disetiap sudut imaji
Meski bagimu aku hanya setitik
pungguk merindukan bulan, itu kata mereka.
Walau hatimu tak pernah tulus menyambut rasaku
Semua kuterima
Demi rasa yang kusemai di awal musim
Demi kasih yang kupupuk dengan ketulusan dan keikhlasan
Demi cinta yang akan kutuai di ujung pelangi
Demi kamu,
Masa depan terindah yang selalu mewarnai mimpiku
Terendap dalam asa yang membuncah tak terkendali
Walau tak pernah terapresiasi
Hatiku tersenyum
Masa menuntunku ke ambang kedewasaan
Mengenalkan ketulusan yang lalu mengajariku tentang menekan ego
Untuk selalu bersikap terbuka
Menerimamu sebagai sosok tercinta tanpa cela
Walau kadang merana, sosokmu akan diterima hati apa adanya
Just the way you are, istilahnya
Seburuk apapun lakumu
Selegam apapun kulitmu
Atau sebusuk apapun hatimu
Rasa ini akan menerimamu apa adanya
Andaipun suatu saat kau kembali melepehku
Rasa ini akan selalu mencari celah untuk kembali

Iriku pada Kisah Sang Langit


Ariyanti M. Said

Matahari mengulum senyum


Menawarkan sinarnya di tengah awan yang bergelayut manja
Berharap sang hujan tak mengurai rintik
Membawa bahagia bagi yang dicinta
Angin berhembus merdu
Melantunkan melodi mesra bagi sang pujangga
Merangkai nada dalam jalinan harmoni mempesona
Melahirkan romantisme bagi sang pecinta
di tengah temaramnya suasana
Awanpun berarak menjauh
Seakan paham pada pertanda yang tergambar
Memberi ruang bagi sang surya untuk bercumbu
Menikmati hari bersama alunan melodi angin
yang kian melodramatis
Ketika senja datang dan sang bulan bersiap pada orbitnya
Mentari pamit dan meninggalkan tahtanya
Semburat jingga diujung hari
Menjadi awal sinar digelapnya langit malam
Di sini aku berdiri
Menikmati perputaran hari
Memandang iri pada cumbu mesra sang mentari pada sang angin
Menatap sendu pada kebesaran hati sang awan
Terlarut dalam kisah cinta penuh intrik
Aku berdiri
Sendiri
Menatap sinar rembulan di atas sana
Takjub akan gemerlap sinar sang rembulan
di tengah suramnya malam
Menanti kisah yang akan terjadi selanjutnya.

Pernyataan Rindu
Sebelum Kau Kenal
Entah Siapa
Cinta Pelepas Identitas
Cinta Akan Pena

Arfan Arafah, pria bernama Arfan


Putra lahir dan besar di Kab. Sidrap,
semenjak antologi puisi ini ditulis umur 23
tahun. Nama pena Arfan Arafah, temukan
saya di facebook dengan akun Arfan Putra
dan di twitter @jangkaret

Pernyataan Rindu
Arfan Arafah

Besar rinduku padamu pemilik hatiku


Berbulan sudah ombak kerinduanku
Tak surut menepi pasir
Kering bagai gurun gersang
Malam, menjadi waktu ku berkeluh kesah
Memeluk erat angan jiwamu yg buram
Inginku memberontak menembus sangkar
Apa daya sayap dan paruhku patah
Engkau ketenangan jiwaku
Penyembuh atom atom kerinduanku
Datanglah secepat kuda
Dan pulanglah selambat kura-kura tua

Sebelum Kau Kenal


Arfan Arafah

Aku tak sepanas api


Tapi aku bisa menghangatkan
Warnaku bukan emas
Namun aku bisa dipuja
Setiap kali mereka merasa terhangatkan
Aku berubah jadi dingin
Mencekam, membeku
Dan tiba-tiba pecah
Setiap kali mereka merasa terpuja
Aku hilang entah kemana
Tak berbekas, tak berjejak
Dan tiba-tiba hening
Jangan sebut aku cinta
Jika mengharap lebih dariku
Karena jika aku terus berpura-pura
Kamu akan hanyut dalam permainanku

Entah Siapa
Arfan Arafah

Cinta,
Bagaimana harus kulukis cinta buatmu ?
Aku tak mampu merangkai bait terindah
Tuk melukis cinta dihatiku
Buat sang bidadariku
Aku ragu, seperti berada dipersimpangan
Aku kehilangan kompas
Aku telah kehilangan arah
Tapi taukah kau bidadariku
Aku tak getir, aku tak takut
Kau tau kenapa !!!
Karena cintamu yang kelak akan menuntunku
Hingga tujuan akhirku
Meski saat ini kau tak tau membedakan
Antara citna dan nafsu duniawi belaka
Tapi suatu saat nanti kekuatan cintaku
Akan menuntunmu pada kebenaran cinta

Cinta Pelepas Identitas


Arfan Arafah

Cinta itu penuh muslihat


Seringkali menggelisahkan dan membabi buta
Betul kata pujangga
Cinta itu godaan maha dahsyat
Kala cinta itu telah menghasut
Meski kau anak raja
Yg lebih memilih mengabdi pada cinta
Dari keyakinan akan adatnya
Tak ada jalan lain
Kecuali melepaskan diri dari identitasnya
Jika cinta untuk dipilih
Maka adatnya untuk disetiai.

Cinta Akan Pena


Arfan Arafah

Sudihkah kau
jika kunyatakan kau sbgai cintaku
Stelah kudiamkan kau
Bersama kebisuanku
Kutahu kau rindu menari-nari
Diatas kertas kertas itu
Ku tahu kau menantikanku
Berteman erat bersama nyanyianku
Penaku...
Apa kau masih menyimpan semburat kisahku
Kisah saat kita tergenggam bersama
Menggoreskan masa lalu denganmu
Namun tak mampu menatap masa depan

Sajak Dini Hari.


R. i. n. d. ..
Rindu Bapak.. Ganteng
Sepotong Surga di Neraka
Mata Pisau dan Cintanya

Asti Pratiwi dengan nama sapaan :


Asti , Tiwi , Tiwol. Lahir 15 September 1994
Twitter: @tiwol_bukan perindu yang baik,
hanya penikmat kopi.

Sajak Dini Hari.


Asti Pratiwi

lalu mimpimu mulai memanjakan ,


menghanyutkanmu pada pertemuan tak terduga .
tetap seperti itu sayangku
karna aku menjadi cantik di mimpi mu .
tanpa kupusingi gaun apa yg harus kupakai untuk bertemu
denganmu .
sementara aku ,
masih senang memegangmu erat ,
begitu eratnya sampai rinduku tak dapat kuingat .
begitu eratnya sampai denyut jantungmu begitu nyata .
aku senang menggenggam mu dalam doa .
dalam segala harap .
dalam segala rindu .
sajak dini hari..
tak sedingin sifatmu .
tak sehangat aroma kopi mu .

R. i. n. d. ..
Asti Pratiwi

hujan , kacamata, kopi.


aku ingin berlari mengejar mimpi saat dia menyerang sepi.
hujan, kacamata, kopi.
maaf aku sering mengeluh,
berkeluh karna aku tak berdaya melawan rindu.
hujan, kacamata, kopi.
rinduku hadir seiring kau pergi bersajak bayang.
Terimakasih sayang
Hujan kembali membawa kenang yang menguap.
pada tiap rintiknya kutemui kamu.
sejuk bagai sajak kemarin.
namun lusuh,
seperti aku pada fikiranmu.
Kacamata tak pernah mampu mendekatkan kita ..
karna lensaku tak pernah dirancang untuk mendekatkan
yang ingin menjauh.
seperti kamu pada kita ,
atau pada sikapmu ke dia

Rindu Bapak.. Ganteng


Asti Pratiwi

Wajahmu serupa cahaya bulan


Tembus-menembusi sekat-sekat halang
pada jeruji yang dibangun dari segala asa dan harap
Tepat di Bukit sana,
Sinar bulan menggambar mesra siluet kerinduan..
Entah Purnama keberapa, tak kutemui sosok kekar nan sahaja.
Pahlawan kebenaran tanpa gelar,
Sajak indah serupa doa yang terpanjat darinya,
Untuk Nya.
Semoga sehat selalu, Bapak.

Sepotong Surga di Neraka


Asti Pratiwi

Cinta selalu membawaku pulang ,


Dari segala penat dan segala keluh kesah yang doyan diisi ulang.
Aku pulang pada surga yang dipanjar Tuhan ,
Meski Amalanku tak seputih gadis-gadis kota.
Saat Dunia menjadi munafik ,
Hanya ini tempat terjujur di Bumi .
Senyum Bapak, Peluk Mama, dan tawa renyah Nidia.
Adalah bukti Firdaus yang tak pernah Dusta.
Terimakasih ya Tuhan Ku ..

Mata Pisau dan Cintanya


Asti Pratiwi
Jadi apa yang paling sedih dari mata pisau
yang mencintai leher putih jenjangmu wahai puan ?
ia ingin seprti sabun yang tiap cumbunya adalah harum,
ia ingin seprti air yang menghapus peluh lelah mu ,
ia ingin seperti kasurmu ,
Dan bagi siapa luka sayat ini diperuntukkan ?
Diiris tajam asmara, dirajam rindu
mestinya luka-luka dititip di buih sabun saja.
Sayang ia hanya mata pisau,
rajin di asah agar sayatan-sayatannya mengiris,
sakit, membekas, sakit.
bagai ingatan membekas manis.
puan, ia hanya mata pisau.

Sajak Coto
Sajak Jomblo
Kugenapkan Asaku dalam Enampuluh Kata
Jangan Diam
di atas bilah bambu

Ato Rachmat Saleh, lahir di


Ujung Pandang pada awal penghujung 1986.
(dulu) menjadi tukang marah-marah di
Komunitas Orang Baru Belajar (KOBAR)
Makassar dan menggagas gerakan donasi:
Gerakan Cibu-Cibu di Parepare Sulawesi
Selatan. Sejak 2009, ia jatuh cinta berulang
kali pada seorang perempuan yang kini jadi
ibu dari Kenzie Ksatria Revolusi, anaknya.

Sajak Coto
Ato Rachmat Saleh

daeng, coto satu!


jantung; hati; dan lidah...
jeruknya banyak biar kecut;
lomboknya tambah biar pedas.
daeng, bungkuskan juga untuk Puang!
(jantung; hati; dan lidah...)
siapa tahu,
Dia mau mengembalikan rusuk kiri atasku.

Kantin, 080109

Sajak Jomblo
Ato Rachmat Saleh

Berulang kali kukunjungi langit,


bertanya pada kawah-kawah rembulan;
bertanya pada bintang-bintang;
siapakah?
Berulang kali kukunjungi langit,
menuliskan namamu,
tanpa huruf dan tinta;
melukiskan wajahmu, tanpa mata, hidung, bibir, rambut, dan telinga;
siapakah?
Kutanyakan lagi;
kutuliskan lagi;
kulukiskan lagi; tapi
siapakah?
Pada pendarpendar sinar matahari dan rembulan,
aku masih setia menitipkan gelisah padamu;
pada sela jari waktu,
aku slalu setia menyelipkan rindu padamu;
pada hembusan angin,
aku tetap setia membisikkan cinta padamu;
... pada pemilik nama dan wajah itu. Tapi
siapakah?

RedViolet, 300109

Kugenapkan Asaku dalam Enampuluh Kata


Ato Rachmat Saleh

ajari aku menghitung waktu, karena setiap detik yang kulewatkan;


selalu berlalu dalam usahaku untuk tetap terapung
di cekungan lesung pipimu.
ajari aku menghitung waktu,
seperti menit-menit yang selalu kupakai;
untuk menunggu berbagai stimulus bekerja padamu,
hingga tergambar lekuk senyummu itu.
ajari aku menghitung waktu, agar dapat kucipta jeda di antara
pergantiannya; untuk lebih bijak dalam mendamaikan
peperangan rasa dengan logika.

Kantin, 27 April 2009

Jangan Diam
Ato Rachmat Saleh

Segenap pilihan ada di telunjukmu,


bukan untuk dirapatkan pada bibirmu
tunjuk saja; tapi jangan diam!
Aku takkan menyebutmu misteri,
sebab kaulah rahasia dan
aku tak hak menyingkapnya; kau saja!
Kau boleh menggeleng
; pun teriak: Tidak! jika tak,
tapi jangan diam!
Atau mungkin mengangguk
; mungkin menaikkan ibujari kananmu
; pun menelponku, atau sekedar SMS
tuk menyebut: Iya... jika memang,
maka jangan diam...
Segenap jawaban terpatri
di jantungmu; di hatimu; di lidahmu
; maka ungkapkanlah!
Paling tidak itu bisa memenangkanku; dan
atau paling tidak,
aku bisa menenangkanmu di rusuk kiriku...
redviolet, 20 Nov. 2008

di atas bilah bambu


Ato Rachmat Saleh

di atas bilah bambu,


kita bercerita mengumpulkan pecahan-pecahan masa lampau;
ketika setahun yang lalu,
kita selalu bertatap tapi tak pernah bercakap.
di atas bilah bambu,
kita berbaring mendamaikan perasaan yang membara;
saat matamu terantuk mataku,
seolah kita baru pertama jatuh cinta.
di atas bilah bambu,
kita berpelukan berurai air mata;
jika saja esok tiba
dan lelaki itu menculikmu dari rengkuhanku
1 september *09

Dalam Diam, Bukan Sekadar


Pada Sepotong Senyum Langit yang Menguning
di Ufuk Barat Sana
Sekelebat Ingin
Bukan Lewat Kata
Pada Sebatang Ketapang

Daisy Wu telah menerbitkan sebuah


novel teenlit berjudul Devilsitter. Facebook:
Daisy Wu (Hyuraiza Ken), Twitter:
@Hy_Daisy, Email:
Hy_Daisy13@yahoo.com, blog:
itabawanni.blogspot.com

Dalam Diam, Bukan Sekadar


Daisy Wu

Dalam diam aku memujamu


Melalui dua bola matamu
Kulirik ada keberanian terpancar
Untuk menantang segala rintang kehidupan
: aku tertawan
Dalam sepinya hiruk-pikuk keramaian
Aku sembunyi memerhatikan di kejauhan
Sesosok kekar memesona nan berkilau
: dirimu
Dalam hening kuresapi rindu seorang diri
Terasa begitu mencekam dan menjerat jiwa
Ketika wujudmu jauh dari jangkauku, digoda sibuknya aktivitasmu
Namun aku memilih bertahan
: tetap menantimu
Dalam hati kusimpan hasratku
Dalam-dalam, dalam diam
Tanpa kekata, tanpa bicara; bungkam
Hingga waktu tak lagi ada, rasaku kan tetap ada
Sebab tulusnya, sungguh, bukan sekadar.
Ruangku sendiri, 2014

Pada Sepotong Senyum Langit yang Menguning


di Ufuk Barat Sana
Daisy Wu

Pada sepotong senyum langit yang menguning di ufuk barat sana


kubisikkan segala rasa dan gundah yang tak terkatakan oleh
alat ucap, pun embun yang mengintip di pelupuk mata
: hening
Pada sepotong senyum langit yang menguning di ufuk barat sana
tertampung segala rindu dan mimpi
serta harapan yang entah layak atau tidak untuk dikabulkan
Pada sepotong senyum langit yang menguning di ufuk barat sana
Renggut kembali salamku yang diambilpaksa angin
sembunyikan dalam awan yang beringsut manja di sekitarmu
lalu antarkan segera padanya
pada dia yang harus bertanggung jawab
untuk bibit rindu yang tersemai mimpi
dan subur dipupuki harapan
: pada-Nya
Ruangku sendiri, 2014

Sekelebat Ingin
Daisy Wu

Bersembunyi dari tirai hujan


Namun gigilnya menemukanku
Tersudut di kelabunya wajah langit
Menahan segenap ingin
Ku sembunyi dari kenyataan
Tapi rindu menemukanku
Ia berkacak pinggang di ambang hati
Menuntut sebuah pertemuan, denganmu
Terhela napas panjang nan berat
Tak kuasa mengakui ketaklukanku pada pasrah
Segumpal kekata tertahan di pangkal kerongkongan
Tertelan kembali; bungkam
Ya, pinta itu nihil
Sebab ragamu berada di entah, bersama entah
Dan aku pun entah; peduli atau tidak lagi.
Ruangku sendiri, 2014

Bukan Lewat Kata


Daisy Wu

Ada banyak kisah yang ingin kuceritakan


Tentang awan yang berarak menuju entah
Tentang senja yang begitu pasrah tumbang di kaki langit Tentang
purnama yang belajar purnama
Tentang ilalang yang menari diiringi sepoi-sepoi
sang bayu
Juga tentang pohon mangga yang tak kunjung berbuah di depan
rumah
Ada banyak tawa yang mau kupamerkan
Karena badut yang terpeleset dan bola-bolanya berhambur
Karena Daisy di depan rumah sudah mekar
Karena bianglala berhasil mengudarakan aku
Karena sendalku yang lain sebelah
Juga teringat saat ada tai burung mendarat di kepalamu
Ada banyak kenangan yang hendak kubagikan
Pada hujan yang gerimis Pada awan yang menipis
Pada pelangi yang tergaris Pada luka yang meringis
Juga padamu, Tuan!
Namun, semua menguap begitu mataku menangkap wujudmu
Mereka berakhir di ujung mataku
Tepat di butiran pertama yang meliuk di wajahku
Disusul ujung-ujung bibir yang terangkat menyambut embun itu....
Ruangku sendiri, 294'15

Pada Sebatang Ketapang


Daisy Wu

Ada kenangan kuselipkan pada biji-biji ketapang Kemudian kutanam


dalam-dalam dalam ingatan Kupupuki kesabaran Rajin pula
kusirami air mata kerinduan
Hingga tumbuhlah sebatang ketapang kenangan
Ada namamu tertulis di tiap-tiap lembar daunnya
Ada senyummu terukir di tiap gurat seratnya
Ada candamu di tiap gemulai rantingnya
Ada kamu di tiap bagian dari ketapang itu
Sengaja kutanam kenangan tentang kamu di sebatang ketapang
Bukan pada akasia, bukan mahoni, bukan pula trembesi Hanya pada
ketapang
Ya, hanya pada sebatang ketapang
Sebab dialah saksi jumpa kita, dulu Sebelum tangan-tangan usil
menyulapnya jadi gedung beton berlantai tiga
Hei, masihkah kau mengingatku?
Hutan Jompi'E, 194'15

Kata Pengantar Tuhan


Puang
Aku Bukan Puisimu
Mengaji Ikhlas
Beri Aku

Dirja Wiharja, adalah roh yang


lebih dikenal dengan nama Jaahil
Murokkab,

Kata Pengantar Tuhan


Jaahil Murokkab

Aku terjebak oleh sebab-akibat


Diringkus daging dan lemak
Sepi bukan kosong
Diam maha bergerak
Tiada benar-benar ada
Ada kafan di selaput mata
Tiba-tiba saja
Kucing tardji mencakarku,
Rendra menderas didadaku
Burung-burung attar serak diatas ubun
Taring izrail lapar meminta darah
Keindahan nun membakar nafsuku
Mistik rumi mengetuk-ngetuk dari dalam
Ada apa ini?
Aku lelah menjilat mangkuk bekas Gibran
Sedang sarung ini semakin melilit perut
Sejarah disusun oleh kawanan topeng
Akhirnya aku patahkan hati pada dunia
Aku percaya Tuhan karena kata
Tanpa kata, Tuhan tak pernah ada
Aku bertemu Tuhan dalam kata
Yang bersembunyi dalam mantra
Lalu aku patahkan kata pada Tuhan
Karena ternyata,
Kata
hanya pengantar

Puang
Jaahil Murokkab

Puang,
apalagi yang kutuang disini
Bagiku Engkau bukan saja energi
tapi induk dari segala kesadaran kami
Pusat inspirasi medan magnet kosmik hati
yang selalu bergerak, bekerja terus
Hingga selalu mengusik tidur nyenyakku
Bangun dan bangkitkan aku, selalu
takkan aku sia-siakan puncak semesta ini
Akan kuhirup selama ia dikandung badan
Puang,
terima kasih kenapa-karena
Tadinya saya hanya barang mati
Tadinya dunia saya kecil
Tadinya kekuatanku bahkan nihil
Tapi dengan ini aku bisa terbang,
melayang
Kini kemana-mana sesuka hati
Melampaui diri
menembus kini
melewati nanti
bermeditasi di dasar laut mati
Melintasi kobaran api
berenang diamukan tsunami
Dengan ini
aku jadikan tiada menjadi ada
Yang mustahil ku sulap jadi nyata
aku bebas sebebas-bebasnya aku
Dengan Puang, aku takkan terluka

Aku Bukan Puisimu


Jaahil Murokkab

Tolong,
Jangan fitnah aku sebagai puisimu
aku tak akan pernah menjadi puisimu
jangan tulis aku menjadi puisimu
aku tak mau menjadi puisimu
jangan minta aku menjadi puisimu
aku tak rela menjadi puisimu
Awas,
jangan suruh aku menjadi puisimu
jangan paksa aku menjadi puisimu
jangan santet aku menjadi puisimu
jangan nikahi aku sebagai puisimu
jangan tiduri aku sebagai puisimu
jangan rampok aku sebagai puisimu
jangan jual aku sebagai puisimu
jangan kumohon jangan
aku bukan puisimu ...

Mengaji Ikhlas
Jaahil Murokkab

Ayat-ayat-Mu menghancurkan tempat tidurku,


merobohkan kesombongan
yang berkamar dalam jiwaku,
iluminasi yang menempel
melekat tak terlacak oleh rasa,
ruh-ruh kehidupan itu sebenarnya sederhana,
cukup ambil keputusan wahid
dan pantang menyesalinya, lalu
hiruplah embun kebebasan
di dalam pagar keyakinanmu,
Suatu saat kita semua akan berteriak, bahwa
yang kita sebut-sebut benar itu ternyata,
adalah salah yang belum ketemu ujung pangkalnya, kecuali
qul huwa Allahu ahad sampai akhir ayat, karena
ialah tidak ada alibi yang bisa meledakkannya, maka
lampu aladin takkan sanggup melawannya, sebab
angkasa raya,
bumi dan seisinya bersujud kepada-Nya. . .

Beri Aku
Jaahil Murokkab

Berikan aku ruang,


Untuk mengenalmu..
Hanya untuk mengenalmu..
Berikan Aku waktu,
Untuk mengenalmu..
Hanya untuk mengenalmu..
Tidak Untuk mencintaimu..
Apalagi untuk memilikimu...
Sebab mencintai tanpa memilikimu..
Adalah kegilaan yang tak ada penyembuhnya..
Adalah sakit yang mencincang pikiran..
Adalah peluru yang tembus di kepala..
Adalah belati yang tertancap di dada...
Adalah mayat hidup yang berjalan..
Sekali lagi,
Beri aku walau sedetik
Hanya untuk mengenalmu..
Tidak Untuk mencintaimu..
Apalagi untuk memilikimu...

Purnama Cinta
Getar Dawai Cinta
Caraku Merinduimu
Berpulangnya Mawar
Pesan Hujan

Etika Maria, penulis adalah


seorang guru matematika yang saat ini
masih berteduh di rumah orang tua di
Barru, perbatasan Parepare. Menyukai
puisi dan baru belajar menulis. Penulis
lebih suka dikenal dengan nama Etika
Maria, punya makna tersendiri baginya.
Lebih lengkapnya, bisa hubungi akun fb
nya di Etika Maria.

Purnama Cinta
Etika Maria
Di purnama esok,
Aku ingin engkau ada disini,
Merajut peradaban yang telah membelantara,
Di balik semak belukar kebiadaban zionis,
Antara jeruji para teroris kebajikan,
Hingga purnama berubah sabit,
Yang dengannya kita menenung
Larik-larik mimpi dengan cinta sebenar,
Mengurai semua benang kusut dihati para biadabis,
Mengintai hari indah tanpa perang,
Melahirkan bidadari dan pejuang-pejuang surge,
Dan saat bulan tak lahi muncul,
Bumi telah terang oleh cinta

Getar Dawai Cinta


Etika Maria

Matamu mengisyaratkan kata


Ketika kulihat butiran itu menetes
Seketika frekuensi hatiku menjadi lain
Gelombang nada dari dawai cintamu terdengar pilu
Algoritma jiwaku kacau dalam sekejap
Lalu kau bertanya apa yang kau rasakan?
Ketahuilah
Bahwa setiap untaian kalimat dan tanyamu
Menggetarkan jendela jiwa
Lewat garpu tala yang kau ketuk
Dan hujan pun kian deras

Caraku Merinduimu
Etika Maria

Rindu ini tak punya bahasa


Hingga tak bisa kukirim via sms, email,
Inbox ataupun surat bahkan status
Kebodohanku selalu mengira kau tak bisa membacanya
Sementara ini hanya pecahan kalimat yang mesti dituliskan
Yang setiap kali kutulis dan kubaca
Aku selalu ingin menghapusnya
Karena itu bukan rindu yang ku maksud
Kadang juga aku malu,
Orang-orang membaca kerinduanku
Lalu aku menghapusnya lagi
Tapi kerinduan yang bukan rindu ini
Harus menjadi bukti tentang caraku merinduimu

Berpulangnya Mawar
Etika Maria
Mawar meregang nyawa
Terbujur kaku dalam dilema kehidupan
Memilih berkalang kubur
Lepas bebaskan diri dari derita di lupakan
Mawar telah berpulang
Bukan karena tak ada lagi sumber kehidupan
Bukan karena tak mampu melewati pergantian musim
Tapi penyakit dilupakan menjadi kanker terganas
Yang merenggut nyawanya
Mawar mati dalam derita kerinduan dan penantian
Cinta tak menanyakan kabarnya
Mawar telah mati
Sebelum bisa mengerti bahasa air
Innalillaahi wa inna ilaihi rojiun

Pesan Hujan
Etika Maria

Telah aku titipkan setetes pesan pada hujan


Bacalah ketika ketukan-ketukannya menyapa pundakmu
Atau dengarkan saja
Angin akan membacakannya untukmu
Aku tak akan menyapa lagi
Dengan menghambur debar rasa
Karena tafsir kalimat seolah tak bertepi
Menghilang ditelan keindahan makna-makna
Lenyap terusir teriakan air
Hujan itulah, pesanku

Kata-Katamu Bukanlah Cinta


Seperti Salju
Cintaku Bukanlah Racikan
Harapan tak Sampai
Seorang Gadis

Fitri Ramadhani, nama pena


Afira, akun fb fietrhystres@yahoo.co.id.
Menulis adalah salah satu cara menyiarkan
kebaikan, hal yang masih teringat adalah jika
kita banyak membaca maka kita bisa
mengenal dunia, jika kita banyak menulis
maka kita akan dikenal dunia. Menulis
merupakan penyadaran.

Kata-Katamu Bukanlah Cinta


Afira

Malam yang indah


Namun hati terasa hampa
Kulangkahkan kaki dengan anggun
Sapaan mulai menyapa
Hai gadis
Wajahmu bagaikan matahari
Matamu membuat duniaku terhenti
Kuterpesona
Kuterjatuh pada pandaganmu
Maukah engkau menjadi yang terakhir dihatiku
Kata cinta yang kau ucapkan
Tiada kepercayaan lagi
Bagaikan kedustaan yang tidak kau mengerti
Cintamu kau obral
Bagaikan permainan
Ingin kubicara pada dunia
Mengapa
Lidahmu kau jadikan pedang cinta
Berapa banyak lagi gadis
Kau pupuskan kesetiannya
Hanya karena kata-kata
Kau atas namakan cinta
Rayuan tiada harapan
Yang kau utarakan.

Seperti Salju
Afira

Aku mendekat
Aku merayu
Aku terpesona
Aku bahagia
Melihatmu bagaikan putri salju
Wajah yang anggun
Akhlak yang mulia
Tutur kata yang baik
Hati seputih salju
Meski langit runtuh
Meski bintang berjatuhan
Meski lautan diluapkan
Meski daratan digoncangkan
Hatiku takkan berpaling
Karena dinda
Seperti salju
Mendinginkan hati
Menenangkan pikiran
Bersamamu
Surga dunia kumiliki.

Cintaku Bukanlah Racikan


Afira

Pukulan yang kau berikan


Cercaan yang kuterima
Kesakitan yang kurasakan
Tidaklah memadamkan api cintaku
Cinta tulus
Maski mutiara bening sering terjatuh
Namun cinta tak mengenal penghinaan
Hati tetap tegar
Bagaikan merpatih putih
Terbang melayang
Mengelilingi Samudra
Tak mengenal rintangan
Cinta ini suci
Tak senodahpun tinta hitam
Tak secuilpun rekayasa
Tak sebongkah kebohongan
Karena cintaku
Bukanlah racikan.

Harapan tak Sampai


Afira

Bunga mekar di malam hari


Senyumnya mengguyur perasaan
Pandangan bahagia melihatnya
Siapa gerangan
Hati ini melayang
Jantung ini berdebar
Wajah ini tersipu malu
Matanya membuatku hilang kesadaran
Inikah cinta
Wajahnya bagaikan bulan
Menerangi hati yang hampa
Kugantung angan-anganku padanya
Cinta menjadi alasan bahagia
Cinta pula menjadi alasan bersedih
Namun
Ketika kesdihan mengintai
Tak kunjung untaian cinta terlafadzkan
Haapan tak sampai
Bayangan cinta terhenti
Dalam hening malam.

Seorang Gadis
Afira

Bayaganmu selalu hadir dalam mimpiku


Seorang gadis
Pernah, menjadi bagian hidupku
Pernah, menghiasi hari-hariku dengan warna
Setiap pagi disuguhkan semangat hidup
Dikala kesedihan melanda
Senyumku tak pudar karena dia
Hari-hari yang kulalui bersamanya
Meski hanya sekejap
Tapi dia abadi di hati
Kini, arti cinta kumengerti
Seorang gadis
Yang masih terlukis
Di hati dan pikiranku
Seorang gadis
Yang menggores serpihan hatiku
Kata-katanya
Membuatku tak berarah dan bertujuan
Seorang gadis
Yang ku rindukan
Yang ku sayang
Yang ku cinta
Namun dia berpaling
Kini bahagiaku
Terhenti bersamanya.

Ku Temui Kau
Panggil Aku Cinta
Di Mariso, Kau Pinang Aku dengan Syahadat
Pergilah Cinta
Kepada Suamiku

Fadjriani Ramadhan, nama


pena Fani Yo, lahir di Parepare, Sulawesi
Selatan. Sekarang ini tercatat sebagai Guru
di SMPN 8 Parepare, pengurus PGRI tingkat
kota dan bergabung dalam komunitas
Parepare Menulis. Menyukai Keheningan,
persahabatan, cinta dan keromantisan.
Karya-karya yang dipublikasikan di media
berupa opini Woman What's Wrong With You
(2007), The Emancipation (2009),Valentines
Day (2009), Rapuhnya Nasionalisme (2009),
The bullying (2009). Sering menulis puisi
yang sifatnya hanya koleksi pribadi dan
dipublikasikan pada event-event baca puisi.
Judul teater yang pernah dipentaskan
bersifat visualisasi puisi yakni Adam dan
Hawa, serta Diary Bangku Tua. Telah
memenangkan event lomba Majalah Dinding
Reformasi sebagai juara I(1998), Opini
Plesetan sebagai juara I(1999), dan lomba
baca puisi karya BJ.Habibie berjudul Puisi
Untuk Ainun sebagai Juara II(2015) . Memiliki
email floveyf3@gmail.com atau
fadjrianiramadhan@yahoo.com. Nama
facebook Fadjriani Ramadhan.

Ku Temui Kau
Fadjriani Ramadhan

Adalah senja ketika mentari menggeliat sendu


Burung-burung malam menjemput kisah
Terbangkan raga menuju hadirmu
Bersama angin menguak birahi kerinduan
Kutemui kau di tengah keheningan malam
Ketika kesunyian mendesiskan cinta terpenggal masa
Tiada kata merangkai rasa dalam kegamangan
Antara ada dan tiada
Kutemui kau dalam pekik kegalauan
Ada tirani memasung hasrat yang bergelora
Menyimpan tanya kemana hati meski berlabuh?
Berdiriku dalam persimpangan
Berpaling tanpa jawaban
Adalah pagi ketika embun mewarnai daun
Burung-burung malam meninggalkan kisah
Terbangkan raga menuju takdirnya
Tiada lukisan indah seperti harap yang terajut

Parepare, 15 April 2015

Panggil Aku Cinta


Fadjriani Ramadhan

Terbang terbanglah bersamaku


Di antara riak air dan nyayian embun
Menari dalam kelopak-kelopak bunga ros
Bersemi dan bersemedi dalam takjub
Aku kan mengetuk sunyimu
Membiarkanmu terjaga tanpa nyenyak
Selalu dan selalu meremas kerinduanmu
Pada perhelatan simponi hatimu
Melayang
Melayanglah bersamaku
Di antara rimbun dedaunan hijau
Menjamah sosok hati dalam kebeningan hasrat
Untuk menyatu dalam indahnya rasa
Tapi maafkan aku
Terkadang ku tiba-tiba menghunus pedangku
Diantara rindumu yang membuncah
Membiarkanmu meringis
Menangis dalam harap yang tak menjelma
Panggil aku CINTA

Parepare, 19 April 2015

Di Mariso, Kau Pinang Aku dengan Syahadat


Fadjriani Ramadhan

Mariso Kota bercinta,


merajut netra dalam kemayu pandang.
Adalah desember ketika cinta menggelitik manja
merasuk sukma dalam hening tanpa kekata.
Sakarosa cinta, cumbu hatiku pada hatimu.
Sekilas saja ros memerah terkulai layu,
Kuanyam denting dalam pengasingan.
Merindumu dalam guguran daun
tak ada celah buatku memanggil namamu, pun kau sayang.
Pagi adalah senja , senja adalah gulita,
Kau si Burung gereja bertengger di atas mesjid
Menjadi tirani bagi penyaksi cinta
Mimpi terkubur dalam harapan yang entah
Mariso Kota bercinta.saksi sujudku akan doa yang tetiba
Air mata .mata air air mata mata cinta
Air mata kehilangannyanamun
Asyahadu anla Ilaahaillahwa assyahadu anna Muhamanadar
Rasulullah
Kau pinang aku dengan syahadat..

Makassar, Januari 2000

Pergilah Cinta
Fadjriani Ramadhan

Masih saja kau berdiri di situ


Bertelanjang dada membiarkan peluhmu menetes perlahan
Di kaki bukit di tengah cemara yang menua
Menatap tanpa cahaya dengan senyum yang mengilalang
Bukankah kau telah meninggalkan aku disini
Di hamparan air kolam yang melumut bisu
Bukankah telah kau kabarkan kematianmu
Hingga kau renggut separuh nafasku
Masih saja kau berdiri di situ
Menatap tepi kolam di atas bongkahan batu yang retak menghitam
Melambaikan tanganmu di antara kabut, di antara kupu-kupu yang
ketakutan
Pergilahkarena telah kutitip cintaku pada batu nisan yang telah
kutetesi dengan air mata
Karena aku tak ingin lagi menyapamu

Suatu hari di Jompie, Parepare, 2 Mei 2015

Kepada Suamiku
Fadjriani Ramadhan

Hari ini
Adakah nyanyian merdu melebihi nyanyian hati?
Adakah bahagia yang bertasbih melebihi bahagiaku tentang
hadirmu?
Suamiku
Kini ku tak muda lagi, pun kau sayang
Mungkin tak pernah lagi kau membaca sepucuk surat tentang
kerinduanku
Tak pernah lagi berlari di bawa rinai hujan sambil bergenggaman
tangan
Entahkeriput di kulit ini yang membuatnya senyap
Tapi suamiku
Detak jantung ini terus berlari riang dikeabadiannya
Bersama hati mendendangkan cinta yang terpenjara untukmu
Meski lukisannya tak lagi secerah warna pelangi
Namun namamu tetap terpahat pada bingkainya
Suamiku sayang
Jika bunga yang kupersembahkan, durinya menusukmu
Maka kutancapkan durinya di hatiku agar kau paham
Aku tak ingin melukaimu

Parepare, 26 Mei 2015

Hati Tak Bertuan


Benih
Nafas
Semilir
Malu tanpa Mahabbah

Hegel Avicena, nama KTP


adalah Hendra Ahmad namun lebih dikenal
dengan sebutan hegel avicena, lahir di
Parepare, 17 Oktober 1987, beralamat di
Suppa Kab. Pinrang Sulawesi Selatan,
Pendidikan akhir adalah S1 Pendidikan
Matematika Universitas Muhammadiyah
Parepare.

Hati Tak Bertuan


Hegel Avicena

Sekujur tubuh berpakaian luka


Disayat dengan perpisahan
Teriris bersama ketakmungkinan
Tersiksa kesendirian
Mati oleh tangis sedih
yang berbuah tetesan air mata
Mata menyaksikan meretakkan hati
Pedih tak berperi
wahai kau sang penakluk hati
Kau kaburkan setiap nafas
Tapi
masih ada bahagia di atas rindu
wahai sang pembunuh hati
kau menang dalam kejauhan
Namun
Cinta masih melimpah mengisi retak
Cinta sesak mendesak di tiap jarak
Meski hati tak bertuan

Benih
Hegel Avicena

Ada yang berkata


benih itu ada dalam sekali tanam
Ada juga berbisik
Benih itu tumbuh ditanah yang dalam
Ada pula dengan lantang
Benih itu subur selalu disiram
Ada jua dengan tenangnya berujar
Benih itu adalah muasal Cinta
Sekali pandang ia tertanam
Tumbuh oleh ucap yang mendalam
Subur sebab kasih sayang tumpah tersiram
Ia ada dalam doa
Semoga ia adalah benih

Nafas
Hegel Avicena

Nafas dalam cerita itu


Sekali hirup dua insan hidup
Nafas dalam dongeng yang disana
Sesak oleh jarak, retak jantung berdetak
Nafas dalam cerita ini
Ia adalah sepasang nyawa
Cinta ada di tiap helanya
Kembali ia bernafas
Muasal benih cinta selembut kafas

Semilir
Hegel Avicena

Sepoi-sepoi bertiup
Menyejukkan malam yang redup
Lembutnya angin tak mau kalah
berhembus gagah tanpa lengah
Ya ia beriringan tak mau sendiri
Membawa hela dan detak agar sehati
Hela nafas menyatu seakan tersihir
Bersamaan hadir dalam semilir
Cinta terselip bersamanya
Yang kuberi nama semilir cinta

Malu tanpa Mahabbah


Hegel Avicena

Dalam heningku Wahai Sang Mahabbah


Tidakkah Engkau iri
aku cenderung memandang materi
Tidak
aku yakin Engkau Suci
Lebih dari yang selalu pakai peci
Olehnya itu
aku berpaling
Mencoba keluar dari diriku
Memandang tubuh, wajah, pikirku
kulihat cinta yang melekat
tapi bukan untuk diri-MU
Ah aku malu
Tak jua kutemukan Cinta
Untuk dia
yang memikirkan manusia di penghujung nafasnya
Ah aku malu
Rinduku pada Mahabbah
Sempurna Cinta untuk-Mu

Aku Cinta Parepare


Cinta Cenninrara
Berita Cinta
Cinta Tong Sampah
Semangatlah Cinta

Ibrah La Iman, nama pena dari


Muhammad Ibrahim Leman, lahir di Lajoa,
Soppeng, ber KTP Parepare motivasi
awalnya menulis adalah karena
ketidaksengajaan terpilih menjadi utusan
sekolah dan bisa juara tingkat kelurahan
pada mata pelajaran bahasa indonesia saat
duduk di bangku SD, lebih senang
mengenakan sarung, terbawah dari waktu
mondok di Pesantren IMMIM Putra
Makassar. Saat ini ia terlibat dalam
perjuangan usaha bersama sang istri tercinta
Nur Fadillah Nurchalis untuk memenuhi
sebuah impian, ditahun 2014 menulis sebuah
buku yang berjudul The Spirit of Parepare,
ayo kenalan ki, bisa ki follow
@sumangenaparepare dan add fb kursus
bahasa inggris parepare, serta jangan lupa
subscribe channel youtube Pare Tv Cappo.

Aku Cinta Parepare


Ibrah La Iman

Hujan akan terus ada bersama


bukan berarti mereka datang untuk meraja
Terik akan terus ada bersama
Bukan berarti mereka datang untuk menyiksa
Sentuhan impian para pejuang akan terus abadi
Gejolak rasa perjuangan mereka kini ada pada generasi
Kota ini adalah tanah air leluhur phinisi
Kapal penuh cinta dengan hidup serasi
Parepare riwayatmu kini
Kota yang akan terus menjadi belahan jiwa kami
Betapa pun keadaanmu kami akan ada disini
Kelembutan rasamu akan menjadi energi
Bila dirimu mencari tubuh manusia
Di setiap sudut kota manapun bisa
Namun bila dirimu mencari hati manusia
Maka engkau telah menemukannya di kota cinta
Kota Parepare
Aku Cinta Parepare

Cinta Cenninrara
Ibrah La Iman

Tangkai-tangkai bintang jatuh menyentuh bumi


Komat-kamit mantra tak berhenti mengelabui
Cinta-cinta ditolak cenninrara syahdu berdawai
Sabda-sabda yang terus diyakini menembus nurani
Orang-orang percaya cinta bisa dengan 40 hari puasa.
Orang-orang percaya cinta bisa dengan bersemedi dalam gua
Orang-orang percaya cinta bisa dengan menaburi permata dupa
Orang-orang percaya cinta bisa dengan cenninrara
Kata-kata sastra mati disini
Rayuan-rayuan pujangga hanyut disini
Titah-titah raja bisu disini
Putusan-putusan pemerintah putus disini
Cenninrara jadi cinta tanpa pengampunan
Cenninrara jadi cinta tanpa pengakuan
Cenninrara jadi cinta tanpa perasaan
Cenninrara jadi cinta tanpa pasangan

Berita Cinta
Ibrah La Iman

Puisi ini tentang berita


Berita yang sendu penuh derita
Derita kaki tangan para durhaka
Durhaka hidup menunggu sangkakala
Sangkakala konon hari ini akan diterka
Diterka berada tak jauh dari jiwa
Jiwa penuh dengan cerita
Cerita akan rasa dalam cinta
Cinta.
Cinta kami datang dari lembaran-lembaran surga
Surga yang berasal dari lipatan-lipatan selaksa
Selaksa tanah ibu bahagia
Bahagia mengandung cinta
Cinta.
Cinta anaknya yang bukan Dewata
Dewata sempurna yang berkuasa
Berkuasa menjaga segalanya
Segalanya termasuk dalam cinta
Cinta
Cinta ini kini menjadi berita
berita hati penuh rasa
Rasa yang menjelma pusaka
Pusaka diantara hati kita

Cinta Tong Sampah


Ibrah La Iman

Ada tong sampah di pinggiran gedung mengaduh


Tong sampah nyaring bunyinya bila beraduh deruh
Sehelai kain putih terdampar terbawa gemuruh
Sehelai kain putih penuh hasrat menatap tong sampah
Seakan bertanya tentang bau busuk kehidupan tong sampah
Penuh sampah setiap hari kering dan basah
Menyengat sisa kehidupan manusia terpencil yang berdesah
Terasa nyawa sesak serba salah
Warna putih kain itu berhenti berkilau dekat dengan tong sampah
Perasaannya sendu karena warnanya berubah
Tak lagi putih berkilau dan bersih
Tapi semakin gelap, bau dan perlahan menjadi sampah
Serasa ada yang hilang saat kain putih bersama tong sampah
Banyak petakan-petakan hidupnya berganti lebih indah
Sederhana tenang walau berselimut sampah
Bahagia itu bisa saja menjadi seperti tong sampah

Semangatlah Cinta
Ibrah La Iman

Ada petuah yang terjadi di atas sadar dunia


Keyakinan manusia tidak berada dalam frekuensi yang sama
Begitu juga dengan semangat hidup manusia
Penuh dengan tanda tanya
Pertanyaan itu hanya diri sendiri
dan pencipta yang mampu menjawabnya
Namun bila semangatmu sedang terpuruk
dan jatuh di bawah garis batas sadarmu
Ingatlah bahwa segala sesuatu
tidak akan tercapai tanpa perjuanganmu
Salah seorang sosok manusia yang hidup penuh belantara sendu
adalah Thomas Alva Edison sang penemu
Hidup dengan kekurangan memang menyedihkan.
Rasanya kita tidak sesempurna orang lain
dan karenanya sekian banyak penderitaan.
Demikian pula dengan kegagalan.
Mimpi indah yang kita buat, ketika ia menemui kegagalan,
terasa memalukan, menyindir, dan terus menerus merusak kelenjar
kesadaran.
Kenyataannya,
keberhasilan erat kaitannya dengan kembali bangkit setelah jatuh
dari setiap keadaan.
Keberhasilan tidak berarti nol persen kekurangan.
Bukan juga berarti nol persen kegagalan.
Keberhasilan yang instan tidak akan mencerdaskan.
Justru keberhasilan yang dibayar dengan berbagai kesulitan
dan kegagalanlah yang paling indah dan luar biasa untuk kehidupan.
Semua itu hanyalah sebagian dari hal kecil yang kita harus terima di
dunia.
Sebuah harga dari sebuah takdir baru milik kita.
Sebuah harga yang perlu kita bayar untuk mimpi besar yang kita
tengah tuju bersama.
Tidak perlu takut mengerimis.
Tidak perlu pesimis.
Majulah dengan semangat dan hati yang optimis.

Lentera
Jika Aku Kamu Cinta
Tentang Cinta
Menjadi Bijak
Harmoni Cinta

Ilo. Id nama pena dari Ilham Mustamin,


lahir hari kamis Desember 1988. Suka kopi,
buku, dan lapar. Biasanya pake sandal jika
ke mesjid.

Lentera
Ilo Id

Bacalah,
Aku Pengasih Tak Terlihat
Aku Pemerhati Tak Tergugat
Aku Perindu Tak Bertepi
Aku Pemuja Rahasia Seorang Bidadari
Memilih Bungkam Pada Realita
Pada Cinta Tak Berpelita
Kini Hati Meridukan Sentuhan
Adakah Lentera Senantiasa Menerang
Menjaga Qalbu Untuk Hubungan Terlarang?

Jika Aku Kamu Cinta


Ilo Id

Jika Aku Kamu Cinta


Berhenti Membual
Tak Perlu Menyusun Kata Mutiara
Seperti Dewan Paripurna Berdasi Mewah
Berkumandang Nyaring Tak Tentu Arah
Jika Aku Kamu Cinta
Berhenti Membungkam
Tak Perlu Meresah Ketidakpastian
Seperti Menerkah Mendung
Apakah Akan Turun Hujan ?
Jika Aku Kamu Cinta
Berhenti Merendah
Tak Perlu Merisau Kasta
Seperti Cerita Fiksi Buya Hamka
Menyuap Kasih Oleh Harta Dan Dara
Jika Aku Kamu Cinta
Cukupkan Keadilanmu Memimpin
Cukupkan Keberanianmu Meminang
Cukupkan Kekuatanmu Menafkahi
Cukupkan Keimananmu Menuntun
Melawan Gelombang Tarian Kehidupan

Tentang Cinta
Ilo Id

Sungguh, Aku Tak Tahu Bahasa Cinta


Mengapa Manusia Menggantung Cita
Lewat Ungkapan Cinta Sederhana
Menguatkan Mimpi Di Kehidupan Nyata
Sungguh, Aku Tak Tahu Menikmati Cinta
Bagaimana Peraduan Rasa Pada Satu Jiwa
Muara Kepuasan Hasrat Dan Nafsu Manusia
Terbingkai Balutan Kasih Dan Sayang Sesama
Sungguh, Aku Tak Tahu Tujuan Cinta
Kemana Labuhan Akhir Dari Manusia
Bekal Menghadapi Malaikat Berbicara
Ketika Pulang Menghadap Rahmatullah
Sungguh, Yang Kutahu Arti Cinta
Ketika Sujud Berlinang Air Mata
Pengakuan ke-Esa-an Kepada Pencipta
Termaktub Keikhlasan Dalam Doa

Menjadi Bijak
Ilo Id

Langit Malam Memerah Suram


Menyulam Mimpi Kian Buram
Kamu Cantik Yang Tenggelam
Merintih Menahan Sakit Tertikam
Sangat Dalam Meski Bukan Pedang Tajam
Melainkan Tertusuk Khianat Cinta Yang Haram
Menangis, Karena Itulah Sebaik Pilihan
Menangis, Karena Itulah Sebaik Penyesalan
Menangis, Karena Itulah Sebaik Renungan
Menangislah, Hanya Itu Yang Kau Bisa Untuk Tenang
Walau Berbalut Perih Dendam Bukan Solusi
Meski Berbayang Sedih Membenci Takkan Mengakhiri
Hanya Kepedihan Takkan Membuat Kamu Mati
Berhenti Meratapi Dewasalah Untuk Menghadapi
Cinta Itu Damai Yang Hakiki
Senantiasa Saling Mengisi Hati
Berjanji Bersama Meneguhkan Kata Hati
Belajarlah Dari Risalah Nabi
Itulah Cinta Halal Yang Islami

Harmoni Cinta
Ilo Id

Aku Mencintaimu Lewat Kata


Meski Sangat Sederhana
Hanya Inilah Yang Kupunya
Rangkaian Kata Penuh Makna
Berbalut Rasa Bertahta Logika
Berwujud Fakta Dalam Buku Karya
Walau Mungkin Tak Terbaca
Kepuasan Dan Curahan Hati Yang Utama
Untuk Sebuah Cita Tak Ada Putus Asa
Kupercaya Hanya Walau Satu Kata
Manusia Bisa Beribadah Dan Menggila
Karena Titisan Pena Di Cipta
Oleh Maha Cinta Untuk Mengenal Dia
Dia Pemilik Dunia Seluruh Alam Semesta
Apapun Karya Tercipta Oleh Manusia
Niat Beribadahlah Yang Mendapat Anugerah

Seruni
Cintaku Ditelan Malam
C
Kenangan
Kunantikan Cinta

Nurul Fadhilah M. Sejak bumi


berusaha menjaga sinar sang mentari di
situlah terdengar tangisan awal dari seorang
anak yang dilahirkan tepat pada hari Ahad, di
kecamatan Cempa 7 November 1993,
sebutlah dia dengan nama Nurul Fadhilah
Mustari, akrab disapa dengan nama
sedrhananya Dila. Sangat menyukai dunia
kepenulisan. Dila sekarang masih terus
mengasah tintanya dan mencari mata air
ilmu di salah satu perguruan tinggi di Kota
Parepare. Untuk menjalin silaturahmi, dapat
dihubungi melalui fb: nurul fadhilah mustari,
emai: nurulfadhilah778@gmail.com

Seruni
Nurul Fadhilah M

Gerincing berbunyi melingkar indah di kakimu


Menari berselendang indah
Tersenyum gemulai bergaya kemayu
Duhai dik seruni pesonamu adalah bak mutiara alam
Seruni .
Terdiam aku melirikmu
Melirik- lirik dengan malu
Tapi tenang seruni ruapanya tak melihatku
Duhai dik seruni
Senyummu bagai delima merah
Kakimupun semakin menjinjit
Menari dan menari di bawah pohon jati milik ayahku
Bunga- bunga pagi itu mekar
Merah jingga, serasa pelangi ada dihadapanku Ikut menari dan
tersenyum gemulai Sungguh rasa ini hanya untukmu seorang
Dik seruni
Duhai Seruni si gadis muda
Aku merindu sosokmu seruni 2 tahun silam

Cintaku Ditelan Malam


Nurul Fadhilah M

Ini kali ku cemas, menyisir jejak kelam


Ini kali kuberjalan sendiri dan bertemu kebohongan
Ini kali aku menyaksikan
Ombak dan air dilautan menghilang ditelan malam cintaku.
Diriku rasanya terasingkan oleh malam
Rasa itu tenggelam dan menjauh
Berlari hingga ke seberang pulau
Tiada lagi cerita
Hilanglah cinta ditelan malam
Gerimis pun mempercepat kelam
Pada malam yang berwajah muram
Malam pun semakin gelap
Hingga akhirnya aku menyerah
Rasanya pengap
Namun telah ku bebaskan dia pergi
mendayung hingga ke pulau seberang

C
Nurul Fadhilah M

Berani kubersajak
Menguntai dan menyulam di atas selebaran suci
Berani kubersajak
Menguntai dan merajut mesra bersama pemikiran sederhana
dari seorang wanita
Aku adalah wanita
Merajut dan menyulam
Bersama sajak yang ingin selalu bercengkrama di atas selebaran tipis
Hingga rajutan itu kurasakan ternyata ini adalah sulaman Cinta
Rasa seorang wanita ini telah menjadi raja
Terasa rasa itu hidup di setiap sela- sela jemari ini
Yang ingin kugenggam namun belum halal
Rasaku malu, malu akan rasa dari seorang wanita
Duhai Cinta
Tersulamlah engkau bersama sarung sutera di hadapanku
Kurajut bunga- bunga merah jingga yang serasi
dengan sutera putih ini
Duhai Cinta
Cintaku akan kurajut dan kusulam
dengan kesabaran di atas sutera putih

Kenangan
Nurul Fadhilah M

Kita bersua dahulu


Bertemu dalam kisah indah
Bertemu dalam bahagia
Bertemu dalam satu cinta
Rasanya indah, bahagia, mengusik kerisauan
Namun itu adalah kisah kemarin
Rasanya pahit, sepi, mengundang kerisauan
Inilah kita sekarang
Senja pun berlabu di sore itu
Menampakkan gelapnya yang membuatku merinding
Kisah itu benar- benar pergi
Hingga tak lagi bisa aku menceritakannya
Kini aku membisu
Terpaku takut pada kisah kita
Tak ingin mengungkit lagi karena sejatinya kita sudah beda
Akupun harus percaya
Pada masa yang telah membuat kisah kita seperti ini

Kunantikan Cinta
Nurul Fadhilah M

Sepi bercerita berwajah cemas


Mananti seolah rasa mencekik
Pada rasa cemas menanti hingga sampai di puncak
Memeluk rasa yang mendesak
Ini rasa
Di penghabisan terus menanti
Memberatkan pundak hatiku pun semakin cemas
Pada penantian cinta
Duhai cinta
Menepilah menyapa
Hilangkan sepi disepertiga malamku
Kini ku damai
Memandang wajah hitam bermekar bunga melati
Ternyata penantian ini tidaklah sia- sia
Cinta datang pada penantian yang panjang

Bisikan Cinta
Lukisan
Penyempurna
Cinta itu Anugerah
Menuai Cinta

Nur Rahmah Safarina


Hamzah, kelahiran Rappang 21 Juli
1995. Putri pertama pasangan
Drs. Hamzah M. Si-Dra. Hj. Masjuni Nusu,
Mahasiswa Fakultas Pertanian, Peternakan
dan Perikanan Universitas Muhammadiyah
Parepare.

Bisikan Cinta
Nur Rahmah Safarina Hamzah

Dibalik sebuah kegelapan


Ada sebuah cahaya kan meredup
Ingin ku jaga namun perlahan tiada
Entah sudah sejauh mana
Aku mesti berjalan mencarimu
Entah dirimu masih ada untukku
Irama tak semerdu dahulu
Meski kaku,
Meski sakit,
Namun biarkan aku menantimu

Lukisan
Nur Rahmah Safarina Hamzah

Mencintai dirimu dalam ketidaktahuaan


Mencari dirimu dalam barisan kegelapan
Seuntai senyum penuh dalam kerinduan
Walau besi besi bersuara
Untuk memberi batasan bertemu
Namun, kasihmu selalu menemaniku
Melintasi jalan setapak tak bersuara
Mendaki reruntuhan tanah kering
Kelak kutemukan dirimu dalam lukisan
Kan ku jaga dengan segenap jiwa raga
Sehingga tak kan pudar, selamanya
Karena lukisan itu berada dalam relung hatiku

Penyempurna
Nur Rahmah Safarina Hamzah

Engkau ada
Engkau ada ketika matahari terbit
Matahari terbenam serta
Bulan menampakkan sinar terangnya
Engkau selalu mencoba melintasi langitNya
Mengetuk pintu surgaNya
Kini keadaan membuatmu pasrah
Rinai hujan membasahi jalanmu
Memudarkan khayalan tuk berbuat dosa
Engkau menggapai penderitaan
Terobos nestapa menuju tujuan
Cinta dari semua makhlukNya
Tak akan membeku
Tak akan menghilang
Dan akan selalu memberi arti

Cinta itu Anugerah


Nur Rahmah Safarina Hamzah

Menghayut waktu mendekap rindu


Kamu bersandung dalam satu waktu
Meruntuhkan asumsi yang lalu
Dirimu menjajah hasrat jiwaku
Aku tak lagi seperti toples kosong
Pernah terisi lalu terbuang
Delusi cinta, namun hanya seberkas yang tulus
Keluar dari jangkauan rasionalisasi
Pada dirinya ku melihat 2 belahan bumi
Memancar bersama nan menyatu dalam melodi
Terdengar riang melebur alunan berima
Aku berbagi cerita
Tertawa lepas menyekap air mata
Tak ingin senja hanya terlalui
Namanya telah terpahat
Aku tak lagi membungkam
Tak takut lagi pada bayangan
Mimpiku tak lagi sekedar fantasi
Telah ku rengkuh dirinya tak lagi hanya dalam imajinasi

Menuai Cinta
Nur Rahmah Safarina Hamzah

Kamu Matahari
Menghangat Kasih Di Pagi Hari
Memupuk Sejuta Rindu
Menghias Setumpuk Mimpi
Kamu Matahari
Menderang Menuju Senja
Menyambut Mesra Sang Petang
Membiaskan Jutaan Warna
Mengetuk Jendela Pujaan Hati
Selamat Datang Cinta
Tetaplah Terang Di Nadiku
Tetaplah Tenang Di Sukmaku
Tetaplah Tentram Di Kalbuku

Doa Sang Perawan


Manusia Setengah Ilalang
Kekasih Diujung Langit
Surat Cinta Untuk Rembulan
Kala Tuhan Berkata Tidak

Relia Minerva, nama pena dari


Resqie Awwaliah Parenrengi. Lahir di
Pangkajenne 14 Oktober 1991.
Menyelesaikan studi S1 pada tahun 2014 di
Universitas Muhammadiyah Parepare,
program pendidikan matematika. Pendidikan
SMA ditamatkan pada tahun 2010 di SMA N
2 Mamuju Kab. Mamuju, SMP diselesaikan di
SMP N 3 Liliriaja Kab. Soppeng pada tahun
2007 dan selama 6 tahun menempuh
pendidikan di SDN 285 Sompe kabupaten
Wajo.

Doa Sang Perawan


Relia Minerva

Tersadarku dalam lautan angan


Terombang ambing melawan arus kehidupan
Kala nyata menjadi khayal
Terhempasku, jatuh tersungkur
Rintih ku panjatkan dalam hening
Memohon dalam sadar dan mimpi
Satu purnama tenggelam bersama malam
Berganti cakrawala yang tak pudar
Dan aku terus disini menanti takdir
Kala Tuhan masih membisu
Ratap terus kusampaikan hingga batas sadar
Menjangkau langit tak bertuan
Merenda dalam keheningan
Kepada angin malam
Terbang bersama kehidupan
Terangkat beriring telapak tangan
Merintih doa kepada sang pemilik hidup
Inilah doa sang perawan
Bersama bentangan malam
Tak surut kala nasib berganti
Inilah doa sang perawan
Tuhan...
Cintakan aku padanya
Yang dapat mengantar cinta ini kepada-Mu
Tuhan...
Rindukan aku padanya
Yang masih bersembunyi dibawah takdir-Mu
Tuhan...
Aku titip salam cinta untuknya
Yang menunggu bersama mimpi-mimpi surga

Manusia Setengah Ilalang


Relia Minerva

Gersang, terhempas dalam takdiku


Meninggalkan goresan halus diantara lekukan hati
Meratap pada malam yang tak bekesudahan
Menarik takdir dari masa lalu
Mendekat, semakin mendekat
Dan gelap itu teus memelukku erat
Sesak, namun jiwa tak mampu melepasnya
Harap terus ku bentangkan
Memohon untuk angan itu
Memohon untuk sekat yang menghimpit
Dan duka ini menjeratku
Kugapai tangan-tangan iman
Membawaku larut pada rasa senyap
Aku hanyalah manusia setengah ilalang
Terombang ambing bersama angin
Tetapi aku adalah manusia setengah ilalang
Membujuk nasib untuk membawaku kembali
Teriakku pada hening
Tafakur bersanding dengan masa lalu
Terkekang tak bergerak
Semakin membawaku pada harap yang kosong
Angkat aku bersama bentang malam
Tarik aku pada cahaya fajar
Bimbing aku bersama lentera kehidupan abadi
Merubah gugusan mimpi memjadi nyata
Sadarkan aku wahai Engkau Yang Pengasih
Ketuk hatiku untuk pintu yang baru
Hapus lukaku bersama mimpi tak berujung
Berikan waktu pada sang waktu
Hingga pelangi tak penah pudar

Kekasih Diujung Langit


Relia Minerva

Lupakah aku kepada Engkau disana


Kekasih diujung langit
Fana terus menggenggamku
Beradu bersama gemerlap khayal
Terus dan terus memelukku
Membawa jauh bersama cakrawala
Aku katakan tidak pada teriak-Mu
Enggan hatiku menoleh pada-Mu
Kekasih diujung langit
Gontai, terus berlaju
Melupakan Engkau dengan semua kuasa-Mu
Melenggang tak berbalik
Padamu kekasih diujung langit
Kau tulis takdir diantara belah tangan
Tetapi hati beku tak mencair
Surat cinta-Mu terabaikan
Tergeletak usang bersama debu kemarin
Berbalikku tak pernah
Mendongak berjalan bersama keangkuhan
Melupakan tangan-tangan insan
Buaian ego terus menjerat cintaku
Terkurung bersama mimpi dunia
Merindu pada cinta yang abadi
Kekasih diujung langit
Tarik hatiku bersama cahaya-Mu
Genggam jiwaku yang mulai kosong
Peluk ragaku yang mulai kaku
Lihat aku dalam sujud panjang ini
Rangkul aku pada cinta dan kasih-Mu
Jadikan aku kekasih-Mu diujung langit ketujuh

Surat Cinta Untuk Rembulan


Relia Minerva

Kungkap kehidupan bersama tabir takdir


Bait-bait senja terpampang dalam hati
Melukis cinta yang tak berujung
Engkaulah tangan Tuhan
Malaikat nyata dalam hidupku
Engkaulah bidadari Tuhan
Matahari untuk duniaku
Bulan untuk gelap mimpiku
Untuk setiap detik yang terdengar
Untuk setiap tarikan nafas
Namaku terukir disana
Darahku mengalir bersama cintanya
Hamparan lirik cinta merajut kasihnya
Membalut hati yang terluka
Buaian cinta terindah
Mendendang syair-syair surga
Lalu terlelap bersama masa depan
Silih malam bertukar fajar
Doa cinta terus berlagu
Mengganti setiap lara dijiwa
Aku nyatakan ikrar cinta
Untuk rembulan yang tak pernah hilang
Lalu...
Ku tulis surat cinta pada rembulan
Bersama doa untuk angan kehidupan
Untukmu yang maha melihat
Ku titip surat cinta ini
Padanya sang rembulan
Engkau yang maha mendengarkan
Katakan padanya,
Cinta ini, cinta surga yang tak berakhir
Hingga raga tak lagi berdaya
Hingga fajar tak lagi menyinsing
Karena diaTuhan dalam duniaku

Kala Tuhan Berkata Tidak


Relia Minerva

Kubalut hati bersandar mimpi


Menyapa kehampaan dalam gelap
Kusampaikan pada mentari
Pada fajar dan pada cakrawala
Tuhan berkata tidak
Relung berontak tak berkesudahan
Menuntut pada pelangi yang mulai pudar
Bersama kosong, larut merangkai asa
Sabda cinta mulai usang
Terkubur kaku dalam dingin jagad raya
Lalu Tuhan mengatakan tidak
Lara semakin lara
Duka bertambah-tambah
Terseok dalam ketidak pastian yang abadi
Buih-buih rindu bernanah membusuk bersama takdir
Melupakan nyata yang tak berujung
Dan Tuhan meneriakkan tidak
Sampai batas takdir menjaring mimpi
Aku disini berkawan gelap nasib
Terkubur bersama himpitan masa lalu
Dialah lukisan kehidupan
Mengetuk hati yang mulai beku
Menjangkau nurani yang kelam
Ratap tak pernah habis
Menggantung diujung langit
Bersama kenangan menanti dibalik kabut
Wujudku terjulur kaku
Mencari Tuhan untuk cinta abadinya
Walaupun Dia berkata tidak
Mimpi itu tetap pasti
Teukir bersama asa
Tertulis indah dalam genggaman takdir
Hingga Tuhan tak lagi bekata tidak

Syukur
Tak Sampai
Bintang Hatimu
Pemuja Rahasia
Hujan Bulan Februari

Muh Ridha Salam, nama pena


bang ridho, lahir di Lambai, 10 Oktober 1990.
Alamat di Jl. Toddopuli 10 no. 20. Fb: Ridho
Al Salam. Ketika menulis puisi cinta saya
seolah seperti pujangga, idola saya Kahlil
Gibran, meskipun puisi hanya sampingan
dari rutinitas saya sebagai karyawan swasta
yang menyukai romantisme.

Syukur
Ridho

Kicau burung di pagi hari


Seolah bernyanyi sebuah harapan baru
Ku buka jendela kamarku menatap indahnya pagi
Sejuk senang yang kurasakan
Kupejamkan mata sejenak menghirup udara pagi
Angin berhembus berderik
Saat fajar menegakkan cahayanya menusuk citra
Embun perlahan menghilang
Deretan gunung berbaris laksana tentara
Berselimut awan beralaskan zamrud
Tinggi menjulang mencakar langit
Pohon-pohon menari melambai mengikuti irama alam
Siang dan malam pesonamu tak pudar
Kau ciptakan alam ini sebagai penghias mata
Bukti keagunganmu
Membuat semua orang terpana memandangmu
Tak ada lagi kata yang mampu ku rangkai
Kecuali kata takjub dan syukur akan ciptaanmu
Yang begitu elok di pandang mata
Bak taman surgawi
Parepare, 15 Februari 2015

Tak Sampai
Ridho

Ketika malam semakin larut suara binatang malam


Mulai terdengar dengan irama cinta menggetarkan hati
Lolongan anjing malam mencekam di jiwa
Ku tetap berjalan sendiri di sebuah jalan setapak membisu
Menyusuri keheningan malam
Berharap di ujung jalan ini ada secercah harapan
Harapan yang selama ini tak tersampaikan
Yang hanya memenuhi palung hati ini
Aku tetap berjalan penuh harapan
Meski jalan ini ku tau tak berujung
Namun semangat di dalam hati tak pernah surut
Meski semakin jauh kaki ini melangkah harapan tak kunjung tiba

Parepare, 15 Februari 2015

Bintang Hatimu
Ridho

Andai aku dapat menjadi bintang hatimu


Akan selalu kuterangi dirimu dengan cahaya indahku
Aku ingin jadi bintang hatimu
Yang selalu bersinar menemani malammu
Jika Aku adalah bintang hatimu
Aku akan selalu menemanimu dikalah hatimu gundah
Disaat hatimu kehilangn harapan
Aku hadir memberimu sebuah harapan
Namun aku bukanlah bintang hatimu
Aku hanya tetesan jiwa dari jiwa yang ternoda
Yang berharap menjadi bintang hatimu
Di kalah senja berganti malam
Biarkan aku jadi bintang hatimu
Tenggelam dalam dinginnya malam
Terlupakan di kala senja tiba
Tapi aku akan selalu hadir di kala malam tiba
Biarkan aku jadi bintang hatimu
Berharap malam tak akan berganti senja
Agar aku selalu melihat senyum indahmu
Yang tak akan pudar hingga akhir waktu.

Parepare, 15 Februari 2015

Pemuja Rahasia
Ridho

Aku yang hanya bisa menatapmu


Aku yang diam-diam mengagumimu
Aku yang terlalu takut menjauh
Aku yang ingin selalu di dekatmu
Bukan sekali dua kali aku memperhatikanmu
Setiap saat setiap waktu selalu mataku tertujuh padamu
Dalam hati terselip sebuah harapan
Untuk bersua dirimu wahai pujaan hati ini
Kamu hadir membawa warna baru
Senyummu, canda dan tawamu
Selalu membuat hati ini damai
Meski engkau tak tau akan besarnya rasa kekaguman ini
Dalam hati bertanya-tanya
Akankanh diriku tetap menjadi pengagum rahasiamu ?
Apakah ini cinta atau rasa kagum ?
Tapi satu hal yang pasti aku mengagumimu
Let time all of it
Hanya kata inilah yang mampu
Terucap ketika tak mampu ku sampaikan
Aku mengagumimu.

Parepare, 15 Februari 2015

Hujan Bulan Februari


Ridho

Tak ada yang lebih tabah


Dari hujan bulan bulan Februari
Rintik rindunya selalu dinanti dan selalu hadir
Di kala hati merindukan purnama
Tak ada yg lebih mengerti
Dari hujan bulan Februari
Selalu menghapus jejak luka
Yang tertinggal karena keegoisan
Kehadiranmu selalu dirahasiakan
Engkau hadir membawa sejuta rindu
Rindu yang tak pernah tersampaikan
Kepada hati yang selalu kurindukan
Dinginnya malam ini dan gemuruh petir di langit februari
Sejenak menghapuskan rasa rindu di dalam jiwa
Namun hujan bulan Februari turun membasahi bumi
Membuat rasa rindu itu kembali hadir dalam hati sanubari
Hujan bulan februari kehadiranmu mengingatkanku
Akan kenangan tentang dirinya
Hujan bulan februari ku pinta darimu
Sampaikan salamku untuk seseorang yg selalu ku rindu.

Parepare, 15 Februari 2015

Candu
Melodi Tak Bernada
Kisah Sang Pagi
Dia Akan Kembali
Tanah Air Terkasih

Syahrani Said, diberi titipan roh


pada tanggal 26 mei 1992. Tempat yang
akan menjadi tujuan saya akan pulang
adalah rumahku yang beralamat di Jl.
Angsana E/64 Perumnas wekke e Parepare.
Jika ditanya mengapa saya senang menulis,
jawabannya karena cita-cita saya yaitu
melakukan hal-hal yang saya sukai, salah
satunya menulis. Senang melaukan hal-hal
bersifat sosial, tertarik pada sejarah dan
budaya. melanglang buana adalah favoritku
dengan kamera sebagai senjata untuk
mengabadikan moment. Pesan saya
hiduplah bagai berada di sebuah sekolah,
belajar bagai seorang murid mengajar
laksana seorang guru

Candu
Syahrani Said
Ada mata seindah senja
Ada hati selembut kapas
Ada tutur semegah dunia
Itu kamu
Kucoba meraba apa ini hanya ilusi
Ataukah kenyataan kepalsuan rasa
Namun tetap saja senyummu merobohkan iman
Menggunung sudah kekagumanku padamu
Laksana berada di atas gunung
Puncaknya sedikit lagi kuraih
Kubalikkan badan menolak berada di puncak itu
Sebab puncak itu tak lagi member candu
Candu oleh rindu seuntai senyum mu
Candu saat hilang waras karena mu

Melodi Tak Bernada


Syahrani Said
ruang itu tanpa pintu, jendela pun tak ada.
tak begitu luas, sempit pun enggan.
kadang dindingnya berlukis permadani ,
sesaat kemudian gelap menyisakan tanya.
suatu hari ruang itu bagai bioskop penuh euforia
keesekon harinya sunyi sepi bak lorong rumahku.
untuk sesaat ruang itu bagai hari cerah,
kemudian detik berikutnya
berubah cuaca menjadi mendung seakan badai menghampiri.
dialah ruang bagai alunan
bersanding melodi nan indah dibalut nada yang menyiram lembut
kemudian bagai melodi tak bernada,
hampa tak ada suara, bahkan jika debu dapat berbisik

Kisah Sang Pagi


Syahrani Said
Kutemui diriki diantara indahnya sisa mimpi
Menggelayut di langit-langit kamar
Kudengar samar sahutan ayam, kicauan burung
Menembus telinga mendamaikan hati
Sementara di garis timur cakrawala
Si tangguh mentari siap melintas mengusir kegelapan
Memeluk kedinginan dengan sedikit sinar kehangatan
Dialah pagi
Akan selalu menukar kepedihan hati
Dengan setangkai obor harapan
Untukku yang tersesat dalam gelap kekecewaan
Pagi adalah bentuk cinta sang pencipta bagi ciptaannya
Yang memberi malam terasa begitu panjang oleh sesak
Lalu menawarkan pagi berhiaskan embun, suci nan jernih

Dia Akan Kembali


Syahrani Said
deburan ombak menggullung air laut,
meliuk-liuk bagai pentas sebuah tarian alam
penuh suara benturan khas antar gulungan ombak
ku letakkan pandangan pada koridor garis cakrawala.
nampak dewa kehidupan dengan gagah
memantapkan diri melebur ke dalam ujung pandangan
dan senja itu kembali datang
senja telah beranjak tersisia semburat warna langit
aku tak beranjak mataku terkunci oleh indahnya lukisan langit
tergembok oleh sisa-sisa senja.
satu hal yang membuatku suka dengan kepergian.
kepergian senja tak pernah menyisakan dusta.
dia akan kembali.

Tanah Air Terkasih


Syahrani Said
Saya berpijak di atas tanah ini
Terjatuh pun di atas tanah ini
Berlari kecil menuju sebuah impian
Lintasanku tanah ini
Bahkan saat waktunya kembali
Raga ini akan menyatu dengan tanah ini
Mata air dari puncak sana, tanpa keraguan mengalir
Menghantam kokohnya batuan penghias sungai
Terjatuh terhempas pada dahsyatnya air terjun
Menopang hidup segala mahluk, bahkan bagi dia yang tak
meginginkan
Begitu murni penuh kesucian dan selalu merendah
Bersyukur atas tiap jengkal tanahku tempat berpijak
Bersyukur atas tiap tetes air memberiku kehidupan
Janjiku akan menjaga tiap genggam tanah airku terkasih.
Kelak menjadi gubuk terhangat anak cucuku.

Aku
Sepenggal Kisah Hujan
Nafas
Seserpih Kata Untuk Bulan
Melankolis Batas Senja

R Wima Ariesta
Natakoesoemah biasa dikenal
dengan nama RWAN. Sekolah SD, SMP, SMA di
Parepare dan aktivitas sekarang Mahasiswa di UNJ
dan VGM (Video Game Music) maker.

Aku
Wima
Diam
Mendua pada parasnya
Memadu demi dustanya
Palsu dalam cerita
Mengadu tiap derita
Padam..
Kelana fana, telikung buntung ketika kemarau parau, kau sibuk
terpukau kilau danau..
Malam..
Datang
Terang
Menantang
Menghadang
Namun gulita yang kau pandang
Tikam..
Menghujam dalam
Iris, miris, gerimis, darah menguar amis, nadi terkuras habis, hati
menyapa tangis
Apa?
Bagaimana?
Jikalau mana?
Siapa?
Aku
Ya, aku
Hilang dalam sembilu
Ya, aku
Bukan kau, bangsat
Bukan kau
Aku!

Sepenggal Kisah Hujan


Wima
Sore hari...
Waktu bergerak mundur menjemput malam sebagai penutup
rangkaian denyut nadi yang berpacu deras di bawah tikaman terik
matahari siang. Aku adalah debu, yang terhempas dari utara ke
selatan untuk kemudian sunyi berdiam di pelataran rumah seorang
bocah sederhana yang sedang bermain tanah. Binar mata sang bocah
menyingkap sebuah isyarat penantian akan pulangnya sosok bapak
yang berjibaku melawan takdir sejak dimulainya hari waktu subuh
menyapa. Barangkali akan ada sebungkus kebahagiaan serupa
martabak spesial untuk sang bocah. Barangkali kelak akan tersuguh
sebuah cerita penggoda gelak tawa di sela seruput kopi hitam dan
sejumput gorengan panas. Barangkali sebelum tersiar azan magrib,
telah berkumandang pelukan hangat bertulis rindu dari seorang
lelaki yang begitu cinta pada rumahnya...
Dan sejuta barangkali-barangkali lainnya yang selalu pasti terjadi
mengiring datangnya senja...
Aku adalah awan, yang bergerak dari timur ke barat, mempercepat
hadirnya gelap untuk kemudian berhenti diam di atas atap tanah liat
kediaman seorang wanita sederhana yang menyungging senyum
ketika pandangnya bertemu pada buah hati yang gembira bermain
tanah. Pada senyumnya terlintas rasa syukur akan bahagianya jalinan
keluarga kecil sederhana yang hingga kini bergulir tanpa cela.
Tak terbendung...
Tak tertahan lagi...
Setetes air meleleh terjun bebas menghantam tanah. Sungguhpun
telah beribu kali aku menjadi saksi tragedi, aku hanyalah sebongkah
uap air lemah yang bergumpal di udara, yang tak kuasa menghujan
nestapa bilamana duka menghujam terlalu dalam.
Detik berikutnya aku adalah hujan. Jatuh menyatu dengan debu.
Deras. Kelam. Duka.
Hujan kali ini menyampaikan kisah tentang bapak yang tak akan
pulang...
Selamanya...

Nafas
Wima
Dalam satu tarikan nafas..
Aku terlibat dalam kemelut hati dan otak yang sedari dini hari tak
berhenti membabibuta meneriakkan definisi posibilitas dan memori..
Dalam satu tarikan nafas..
Waktu bergerak mundur, jiwa meredup teratur, kemungkinankemungkinan tentang mimpi indah yang berangsur nyata terlelap
jauh-jauh dalam kubur..
Dalam satu tarikan nafas..
Siang berganti malam, kata beranjak dusta, walau itu berarti sang
kata harus rela membunuh makna nyata mereka sendiri, walau itu
berarti sang surya harus tabah meringkuk tanpa daya di balik senja.
Dalam satu tarikan nafas..
Aku kehilangan nyawa yang berpuluh tahun aku percaya untuk
mengisi dan menyisi angkuhnya mayat hidup yang kini tak berjiwa.
Lalu...
Dalam satu hembusan nafas..
Keputusasaan yang membahana serta-merta hilang, bertukar posisi
dengan kepastian akan bahagianya masa depan, meyakinkanku
bahwa semua yang indah bisa mengganti mimpi buruk dengan begitu
cepat, bahwa hidup tak semestinya hancur oleh waktu.
Kemudian..
Aku sadar..
Bahwa suatu saat di depan sana, aku kembali harus menarik nafas..

Seserpih Kata Untuk Bulan


Wima
Lalu kukayuh perahu kecilku menantang posibilitas sains dan hukum
gravitasi menuju ke-mahaindah-an hakiki yang dipersembahkan
langit malam ini. Imaji adalah dayungku, absolutisme pujian bintang
terhadap angkasa adalah layarku, lalu manakala aku menyimpan
mozaik debu emas fiksional yang terhampar di permukaan bulan
sebagai arus yang meniup maju perahuku, aku mulai menjemput
mimpi. Perjalanan kecilku mengarungi gemintang yang berkedip
manja demi rasa terima kasih pada sang Satu terasa begitu sejuk
untuk tidak dikunci rapat dalam kotak memori. Aku takluk pada
ganasnya tatapan sang Luna yang menghujam dalam ke palung
jantung, mengarung relung-relung tak terjamah yang pada akhirnya
membuatku pasrah mengisahkan seluruh rahasia terkelamku untuk
kuserahkan seutuhnya pada rembulan. Dua, tiga, empat, terhitung
cepat detik yang kulumat demi merengkuh abadinya kehangatan
yang kerap kau tawarkan bila aku mulai lelah mengayuh. Pada
akhirnya, di penghujung detik perjalananku, aku hanya mampu
menderma senyum dalam mata yang terpejam atas rasa yang begitu
hangat kau tancapkan pada dunia kecilku. Semesta mungil yang tak
pernah lupa kudekap dalam ranumnya malam setiap kali kau
memanggilku lagi untuk menjulang-tegakkan layar perahu kecilku
demi bisa menyapamu lagi dalam dekat, tanpa jarak, melupa realita,
dan menyambung mimpi.
Sungguhpun kau mengorbit pada angkuhnya tanah yang kupijak, ini
rahasiaku: Aku tak peduli. Karena perahu kecilku selalu siap berlayar
kapanpun meninggalkan bumi sejenak untuk bisa mencuri
kesempatan mengitarimu, memuja sempurnamu, dan menjadi
tergila-gila akan candumu.

Melankolis Batas Senja


Wima

Hai senja :)
Entah sudah yang ke-berapa, pun batinku bercengkrama pada
nestapa, kembali lagi kita saling sapa, lalu aku mau bilang apa? Kali
itu kau serbu aku hingga lupa, sejenak berlalu realita yang buruk
rupa, kau tatap tatapanku yang buta, bangunkanku menuju mimpi
tentang semesta. Pada detik yang berjalan terbata, aku berkata, atas
kata-kata yang kian kau tata, ada mata-mata rasa tanpa makna yang
nyata, namun ada pada tiadanya. Aku percaya, kau-lah senja yang
membaca arah cahaya, membentang kepastian dalam ragu yang
meraya, selalu penuh daya, tanpa tanya, menyeru qualia kian kaya,
mengajakku beranjak sejenak melupa bahaya. Lalu aku tersimpuh
entah untuk yang ke-berapa, entah demi sesiapa. Liukan memori itu
kerap menyala, tanpa cela, dan aku tersesat dalam kala.
Hai senja :)
Bila patut aku meminta, jangan pernah menghilang dalam gulita.
Jika pantas aku bercerita, izinkan ku meminang derita, yang begitu
dalam kau kubur dalam dusta...

Anda mungkin juga menyukai