a. Eliminasi Eliminasi berarti menghilangkan bahaya, contohnya tindakan berhenti menggunakan zat kimia beracun, menerapkan pendekatan ergonomic ketika merencanakan tempat kerja baru, mengeliminasi pekerjaan yang monoton yang bisa menghilangkan stress negatif, dan menghilangkan aktivitas forklift dari sebuah area. b. Substitusi Substitusi berarti mengganti sesuatu yang berbahaya dengan sesuatu yang memiliki bahaya lebih sedikit. Contohnya mengganti aduan konsumen dari telepon ke on line, , menggnti cat dari berbasis solven ke berbasis air, mengganti lantai yang berbahan licin ke yang tidak licin, dan menurunkan voltase dari sebuah peralatan. c. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan, atau Keduanya Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan tahapan untuk memberikan perlindungan pekerja secara kolektif. Contoh perlindungan dalam rekayasa teknik dan reorganisasi pekerjaan adalah pemberian pelindung mesin, system ventilasi, mengurangi bising, perlindungan melawan ketinggian, mengorganisasi pekerjaan untuk melindungi pekerja dari bahaya bekerja sendiri, jam kerja dan beban kerja yang tidak sehat d. Pengendalian Administrasi Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya dengan peraturan- peraturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat. Contoh pengendalian administrasi adalah melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik, melaksanakan pelatihan, mengatur keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas kontraktor, melaksanakan safety induction, memastikan operator forklift sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan, menyediakan instruksi kerja untuk melaporkan kecalakaan, mengganti shift kerja, menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan dan risiko pekerjaan (missal terkait dengan pendengaran, gangguan pernafasan, gangguan kulit), serta memberikan instruksi terkait dengan akses kontrol pada sebuah area kerja. e. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8 Tahun 2010 adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Contoh Alat Pelindung Diri adalah baju, sepatu keselamatan, kacamata keselamatan, perlindungan pendengaran dan sarung tangan.
2. Jelaskan bagaimana cara menilai resiko?
1. Identifikasi bahaya Mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan tugas atau kegiatan, salah satu caranya adalah dengan menggunakan konsep: a. People hazard : beberapa bahaya dilakukan oleh indivisu terkait. b. Equipment hazard : berhubungan dengan peralatan yang digunakan. c. Material hazard : material padat, cair, atau gas yang berhubungan dengan pekerjaan. d. Environment hazard : semua bahaya di lingkungan anda benerja. 2. Identifikasi siapa yang dapat terkena bahaya Setelah melakukan identifikasi bahaya, kita harus memiliki daftar bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang berpotensi mengakibatkan cedera bagi mereka yang beresiko. Langkah ini meminta anda untuk melihat siapa yang dapat dirugikan. 3. Identifikasi pengendalian saat ini, tetapkan apakah perlu pengendalian tambahan. Kita perlu melihat tindakan pengendalian apa yang telah tersedia saat ini, untuk setiap bahaya yang telah diidentifikasi. Dalam beberapa kasus, bisa jadi tidak terdapat pengendalian, atau bisa jadi karena bahaya memang belum dipertimbangkan. Namun demikian, bisa pula telah tersedia pengendalian yang baik di lokasi karena bahaya yang jelas dan mudah dikendalikan. 4. Rekam penilaian resiko Dengan merekam temuan, diharapkan hasil rekaman tersebut dapat menjadi suatu sistem yang jelas dan menjadi acuan untuk sosialisasi atau refreshing training ke personel- personel terkait. Terkait rekaman penilaian resiko, perlu diperhatikan; –Kejelasan lokasi dan pekerjaan –Pastikan bahwa bahaya dan pengendalian secara jelas tercantum. –Pertimbangkan semua orang yang berpotensi dirugikan. –Pastikan bahwa personil terkait memahami rekaman (misal bahasa) –Pastikan bahwa penilaian risiko tersedia bagi mereka yang mungki membutuhkannya 5. Tinjauan regular Penilaian risiko harus ditinjau secara teratur. Periode tinjauan perlu ditetapkan. Tinjauan harus dilakukan jika terdapat perubahan yang berpotensi berpengaruh terhadap perubahan bahaya dan resiko yang saat ini telah diidentifikasi. Ingat, penilaian risiko harus merupakan dokumen dinamis, yang dapat berubah sesuai keadaan.
3. Identifikasi bahaya yang dilaksanakan memperhatikan faktor-faktor bahaya sebagai
berikut : a. Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang). b. Kimia (bahan/material/gas/uap/debu/cairan beracun, berbahaya, mudah meledak/menyala/terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif, radioaktif, oksidator, penyebab kanker, bahaya pernafasan, membahayakan lingkungan, dsb). c. Fisik/Mekanik (infrastruktur, mesin/alat/perlengkapan/kendaraan/alat berat, ketinggian, tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya, listrik, radiasi, kebisingan, getaran dan ventilasi). d. Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan berulang serta ergonomi tempat kerja/alat/mesin). e. Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian manajemen, lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi). f. Dampak Lingkungan (air, tanah, udara, ambien, sumber daya energi, sumber daya alam, flora dan fauna). 4. Tulis dan jelaskan kompetensi personil K3 yang diperlukan dalam pekerjaan konstruksi menurut Peraturan Menteri PU no. 05/PRT/M/2014 Ahli K3 Konstruksi adalah tenaga teknis yang mempunyai kompetensi khusus di bidang K3 Konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi SMK3 Konstruksi yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan dan kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang sesuai dengan Undang-Undang. Kompetensi yang harus dimiliki oleh personil yang bertugas dalam pekerjaan konstruksi, antara lain: 1. Ahli Muda K3 Konstruksi 2. Ahli Madya K3 Konstruksi 3. Ahli Utama K3 Konstruksi 4. Teknisi K3 Perancah 5. Supervisi K3 Perancah Sebagaimana fungsi dan keberadaan ahli K3 adalah sebagai pengawas dilaksanakannya kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka seorang ahli K3 harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan proyek konstruksi, yaitu kemampuan diri yang bersifat kognitif, psykhomotorik dan afektif yang terpadu sebagai pengawas K3 tersebut dan harus di uji sesuai persyaratan kompetensi yang ditetapkan dalam standar kompetensi yang ditetapkan untuk itu. Untuk mendukung kompetensi ahli K3 tersebut terdapat 5 aspek utama yang harus dimiliki dan diperhatikan sebagai pengawas pelaksanaan proyek konstruksi, yaitu : 1. Aspek peraturan perundang-undangan Seorang ahli K3 harus memahami semua peraturan dan perundang-undangan yang telah diterbitkan oleh pemerintah, yang telah mengatur semua ketentuan yang harus dilakukan oleh setiap warga negara dalam melaksanakan suatu kegiatan tertntu, termasuk sangsi-sangsi pidana yang akan dikenakan apabila terjadi pelanggaran. 2. Aspek keteknikan Seorang ahli K3 yang bekerja di proyek konstruksi harus memahami proses kerja pelaksanaan proyek konstruksi, seperti metode kerja, teknik-teknik konstruksi, hal ini sangat mendasar karena untuk dapat memberikan advis tentang K3 seorang ahli K3 harus paham ilmu teknik pelaksanaan konstruk, apabila tidak paham makan akan sulit dalam memberikan advis. 3. Aspek sistem manajemen Seorang ahli K3 harus memiliki pemahaman terhadap sistem untuk mengelola proses keselamatan dan kesehatan kerja terhadap segala sesuatu kegiatan yang terkait dengan proses produksi dengan memperhatikan unsur-unsur pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berpotensi dapat merugikan manusia. 4. Aspek tanggap darurat, Sebagai ahli K3 harus menguasai sistem tanggap darurat, yaitu ilmu dan teknik melakukan tindakan yang tepat pada saat terjadinya insiden kecelakaan kerja atau musibah yang terjadi, misalnya gempa bumi, kebakaran, bangunan runtuh, lonsor dan lainnya. 5. Aspek pelatihan dan konsultasi Ahli K3 sebagai pengawas harus mampu menyampaikan apa yang dipahami tentang aspek aspek K3 kepada orang lain, baik kemapda pimpinan proyek, kepada para pekerja maupun kepada orang lain yang terkait dengan pelaksanaan proyek konstruksi. 5. Jelaskan bagaimana cara menentukan tingkat risiko pada suatu proyek? Menentukan tingkat resiko pada suatu proyek dapat dilakukan dengan pendekatan metode matriks resiko yang relatif sederhana serta mudah digunakan yang mana merupakan hasil kali antara nilai kekerapan dengan nilai keparahan suatu resiko. Untuk menentukan kagori suatu tingkat resiko apakah itu rendah, sedang, atau besar dapat menggunakan tabel matriks resiko yang relatif sederhana serta mudah digunakan seperti pada tabel matriks tingkat resiko di bawah ini: PILIHAN GANDA
1. B 2. B 3. B 4. D 5. C 6. A 7. C 8. C 9. D 10. E
SOAL 3 1. benar 2. Salah 3. Benar 4. Benar 5. Salah