Anda di halaman 1dari 22

Tahapan dalam membuat manajemen risiko K3 yang

antara lain adalah :

1. Skenario Kondisi.

Pada tahap awal sebelum melakukan identifikasi


bahaya K3 ,petugas/ahli K3 harus mampu menyusun
skenario kondisi lapangan dan pekerjaan yang akan
dilakukan nanti
sebagai contoh pekerjaan pengecoran.
2. Melakukan Identifikasi Bahaya K3
Setelah dilakukan skenario pelaksanaan pekerjaan,
lakukan identifikasi bahaya berdasarkan penggunaan
bahan, skill tenaga kerja, metoda kerja, alat-alat
kerja, lingkungan kerja yang diskenariokan.
Dalam melakukan identifikasi bahaya perlu dikenali
sifat-sifat bahaya dari skenario tersebut dan penting
untuk dilakukan diskusi dengan pekerja/tukang yang
biasa melakukan pekerjaan pengecoran.

3. Tingkat Risiko K3
Tingkat risiko K3 didefinisikan sebagai besarnya
peluang terjadinya kecelakaan yang timbul
dikalikan dengan tingkat keparahan atau akibat
yang terjadi.

4. Pengendalian Risiko K3
Setelah kita melakukan tahapan-tahapan di atas
yaitu menskenariokan kondisi pelaksanaan
kegiatan, melakukan identifikasi bahaya K3 dan
melakukan penilaian risiko K3, kita perlu
melakukan pengendalian terhadap risiko dan
bahaya K3 yang bisa terjadi

5. Komunikasi pada personil yang terkait


Setiap kegiatan yang dilaksanakan perlu diketahui dan
dikomunikasikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan
di proyek.
Perlu disampaikan sumber bahayanya dari mana saja, kemudian
bahaya yang bisa terjadi seperti apa dan bagaimana upaya untuk
mencegah supaya bahaya tersebut jangan sampai terjadi kecelakaan.

6. Review secara Periodik


Setiap kegiatan yang telah di buat manajemen risikonya perlu
dilakukan evaluasi secara berkala, dilakukan review apakah risikorisiko bahaya yang akan terjadi masih sama seperti perencanaan
semula, mengingat mungkin kondisi saat ini sudah berubah sejak
adanya pelaksanaan konstruksi yang sudah berjalan.

Manfaat manajemen risiko K3

Menjamin kelangsungan usaha dengan


mengurangi risiko dari setiap kegiatan
yang mengandung bahaya
Menekan biaya untuk penanggulangan
kejadian yang tidak diinginkan
Menimbulkan rasa aman dikalangan
pemegang saham mengenai
kelangsungan dan keamanan
investasinya

Meningkatkan pemahaman dan


kesadaran mengenai risiko operasi bagi
setiap unsur dalam organisasi/
perusahaan

Pengertian
Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau


peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan
terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI
Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah suatu
kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia
dan atau harta benda

Secara garis besar sebab-sebab


kecelakaan adalah :
Kondisi yang berbahaya (unsafe condition) yaitu
faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan seperti mesin tanpa
pengaman, penerangan yang kurang baik, Alat
Pelindung Diri (APD) tidak efektif, lantai yang
berminyak, dan lain-lain.
Tindakan yang berbahaya (unsafe act) yaitu
perilaku atau kesalahan-kesalahan yang dapat
menimbulkan kecelakaan seperti cerobah, tidak
memakai alat pelindung diri, dan lain-lain, hal ini
disebabkan oleh gangguan kesehatan, gangguan
penglihatan, penyakit, cemas serta kurangnya
pengetahuan dalam proses kerja, cara kerja, dan
lain-lain.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional


(ILO) Tahun 1989,
kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan
berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :


a. Terjatuh
b. Tertimpa benda
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g.Terkena arus listrik
h. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi

2. Klasifikasi menurut penyebab :


a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik
b. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air
c. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas,
instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya
d. Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan
peledak,gas, zat-zat kimia, dan sebagainya
e. Lingkungan kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan
dan di bawah tanah )

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau


kelainan :
f. Patah tulang
g. Dislokasi ( keseleo )
h. Regang otot (urat)
i. Memar dan luka dalam yang lain
j. Amputasi
k. Luka di permukaan
l. Geger dan remuk
m.Luka bakar
n. Keracunan-keracunan mendadak
o. Pengaruh radiasi

4. Klasifikasi menurut letak kelainan


atau luka di tubuh :

a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi
tersebut.

Pencegahan Kecelakaan Kerja


Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah
dengan :

1. Perundang-undangan
yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya,
perencanaan, konstruksi, perawatan dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja
peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan
buruh, latihan, supervisi medis dan pemeriksaan
kesehatan.
2.Standarisasi
yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah
resmi atau tidak resmi mengenai misalnya konstruksi
yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenisjenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek
keselamatan dan higiene umum atau alat-alat
perlindungan diri.

4. Penelitian bersifat teknik

Meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang


berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman,
pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian
tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau
penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling
tepat untuk tambang-tambang pengangkatan dan
peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis
Meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan
dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang
mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis
yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik


untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang

8. Pendidikan
Menyangkut pendidikan keselamatan dalam
kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan
atau kursus-kursus pertukangan.

9. Latihan-latihan
Latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.
10. Penggairahan
Penggunaan aneka cara penyuluhan atau
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk
selamat.
11. Asuransi
Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan
premi yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

Proses Manajemen Risiko K3


Mengelola risiko harus dilakukan secara
komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko
sebagaimana terlihat dalam Risk Management
Standard AS/NZS 4360, yang meliputi:

Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola


risikonya
Identifikasi risiko,

Analisis risiko,

Evaluasi risiko,

Pengendalian risiko,

Pemantauan dan telaah ulang,

Koordinasi dan komunikasi.

Proses manajemen risiko

1. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan
cara melihat visi misi perusahaan, ruang lingkup
bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal
sampai akhir.
Konteks risiko disetiap perusahaan berbeda-beda
sesuai dengan kegiatan bisnis yang dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria
risiko yang berlaku untuk perusahaan
berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat
ditanggulangi oleh perusahaan.
Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria
tingkat kemungkinan dan keparahan

2. Identifikasi Risiko
Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari
manajemen risiko k3 yang bertujuan untuk
mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada
suatu kegiatan kerja/ proses kerja tertentu
Manfaat Identifikasi resiko :

Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan


melakukan identifikasi dapat diketahui faktor
penyebab terjadinya keceakaan,
Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak
mengenai potensi bahaya yang ada dari setiap
aktivitas perusahaan, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan karyawan untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan
safety saat bekerja,
Sebagai landasan sekaligus masukan untuk
menentukan strategi pencegahan dan penanganan
yang tepat, selain itu perusahaan dapat

Cara melakukan identifikasi bahaya


adalah :

1. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi


2. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal
sampai pada tahap akhir pekerjaan.
3. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang
terkandung pada setiap tahapan tersebut, dilihat
dari bahaya fisik, kimia, mekanik, biologi,
ergonomic, psikologi, listrik dan kebakaran.
4. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan
dampak/kerugian yang dapat ditimbulkan dari
potensi bahaya tersebut.
5. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan
yang didapat.

Metoda yang dapat digunakan dalam


melakukan identifikasi bahaya adalah
dengan :
Job Safety Analysis/Job Hazard
Analysis.
Fault Tree Analysis (FTA)
Event Tree Analysis (ETA)
Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA)
Hazards and Operability Study
(Hazop)

3. Analisis Risiko

Setelah semua risiko dapat diidentifikasi,


dilakukan penilaian risiko melalui analisa
risiko dan evaluasi risiko.
Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan
besarnya suatu risiko dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
dan besarnya akibat yang ditimbulkan.
Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan
peringkat risiko sehingga dapat dilakukan
pemilahan risiko yang memiliki dampak besar
terhadap perusahaan dan risiko ringan atau

4. Evaluasi Risiko

Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan


kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang
ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan
prioritas manajemennya.
Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko
tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat
diterima dan mungkin hanya memerlukan
pemantauan saja tanpa harus melakukan
pengendalian.

5. Pengendalian Risiko

Melakukan penurunan derajat probabilitas dan


konsekuensi yang ada dengan menggunakan
berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer
risiko, dan lain-lain.

6. Pemantauan dan telaah ulang

Pemantauan dan telaah ulang terhadap hasil


sistem manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang
perlu dilakukan.

7. Koordinasi dan komunikasi

Koordinasi dan komunikasi dengan pengambil


keputusan internal dan eksternal untuk tindak
lanjut dari hasil manajemen risiko yang
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai