Anda di halaman 1dari 18

Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3 Di

Tempat Kerja

BAB I. PENDAHULUAN

A. Tujuan Umum

Setelah mempelajari modul ini peserta latih diharapkan mampu merancang strategi pengendalian
risiko K3 di tempat kerja.

B. Tujuan Khusus

Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi Merancang Strategi
Pengendalian Risiko K3 di Tempat Kerja ini guna memfasilitasi peserta latih sehingga pada
akhir pelatihan diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat kerja yang meliputi hasil identifikasi faktor
bahaya dianalisis pada setiap lokasi di tempat kerja dan faktor bahaya dinilai sesuai metode
penilaian risiko K3 yang ditentukan.
2. Merancang pengendalian risiko K3 di tempat kerja sesuai hirarki yang meliputi hasil
penilaian risiko ditetapkan sesuai tingkat risiko K3 dan pengendalian risiko K3 dirancang
sesuai skala prioritas dan hirarki pengendalian.
3. Meninjau kembali rancangan pengendalian risiko K3 di tempat kerja yang meliputi
rancangan pengendalian risiko K3 dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait dan
dokumen rancangan pengendalian risiko K3 diperbaiki sesuai hasil komunikasi.
4. Melaporkan hasil rancangan pengendalian risiko K3 yang meliputi hasil perbaikan
rancangan pengendalian risiko K3 disusun sesuai format,dokumen hasil rancangan
pengendalian risiko K3 dilaporkan pada atasan dan pihak terkait serta dokumen hasil
rancangan pengendalian risiko K3 didokumentasikan sesuai prosedur.

BAB II. Merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat kerja

A. Pengetahuan yang diperlukan dalam merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat


kerja

1. Hasil identifikasi faktor bahaya dianalisis pada setiap lokasi di tempat kerja.

 Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
 Bahaya adalah semua sumber situasi maupun aktivitas yang berpotensi
menimbulkan cedera atau kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja (PAK).
Bahaya jugaa dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, situasi maupun zat yang
dapat menyebabkan kerugian, baik fisik maupun mental terhadap seseorang.
Bahaya terbagi menjadi dua yaitu bahaya keselamatan dan bahaya kesehatan.

 Bahaya keselamatan ialah suatu potensi bahaya yang dapat menimbulkan


risiko langsung yang dapat mengakibatkan keselamatan dan menyebabkan
kecelakaan langsung sehingga menimbulkan cedera seperti luka bakar,
luka sayat, patah tulang, cedera punggung atau bahkan kematian.

 Bahaya kesehatan merupakan potensi bahaya yang menimbulkan dampak


jangka panjang pada kesehatan atau bahkan menyebabkan sakit akibat
kerja misalnya saja kehilangan pendengaran karena suara yang berisik,
terjadinya masalah pernapasan yang disebabkan oleh paparan zat kimia
atau bahkan cedera sendi.

Terdapat lima jenis bahaya yang dapat menyebabkan sakit akibat kerja :

 Bahaya kimia : gas, uap, cairan atau debu yang bisa membahayakan tubuh pekerja seperti
produk pembersih, asam baterai atau pestisida.
 Bahaya biologis: organisme hidup yang dapat menyebabkan penyakit misalnya influenza,
hepatitis atau tuberkulosis. Contoh: bakteri, virus atau serangga.
 Bahaya Fisika meliputi: sumber energi yang cukup kuat untuk membahayakan tubuh.
Contoh: panas, cahaya, getaran, kebisingan, tekanan atau radiasi.
 Bahaya ergonomis meliputi: cara kerja, posisi kerja, perlengkapan, peralatan berdesain
buruk, atau gerakan monoton berulang. Contoh: lampu dim/berkedip, gerakan berulang,
tempat duduk yang tidak pas.
 Bahaya Psikososial / Psikologi; Hubungan antar personal, peran dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan. Contoh; Beban kerja yang berlebih secara kualitatif dan kuantitatif,
ketidakjelasan peran, konflik peran, pengembangan karir.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja yaitu:

 Faktor bahaya biologi(s)

Faktor bahaya biologi adalah bahaya yang berasal dari makhluk hidup seperti :

 Jamur
 Virus
 Bakteri
 Tanaman
 Binatang
 Faktor bahaya kimia
Faktor bahaya kimia adalah segala bahan kimia yang bisa mengakibatkan bahaya pada tubuh
pekerja atau lingkungan serta mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bahan /
Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.

Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup contoh bahan dengan
sifat Reaktif/ Radioaktif/ Mudah meledak/ Mudah terbakar/menyala/ Iritan/ Korosif dll.

 Faktor bahaya fisik/mekanik

Faktor bahaya fisika/mekanik adalah segala bentuk bahaya yang disebabkan dari sifat fisika
suatu benda, alat atau tempat kerja. Contoh bahaya fisika seperti ketinggian, konstruksi, mesin
kendaraan, confined space, tekanan, kebisingan, suhu, cahaya, getaran, listrik dan juga radiasi.

 Faktor bahaya ergonomic/biometric

Faktor bahaya ergonomi atau biomekanik adalah bahaya yang diakibatkan akibat posisi bekerja
yang tidak benar. Contoh bahaya ergonomic/biometric adalah gerakan berulang, postur/posisi
kerja, pengangkutan manual dan desain tempat kerja/alat/mesin.

 Faktor bahaya social-psikologis

Faktor bahaya ini memang tidak terlihat begitu jelas layaknya yang lain akan tetapi sangat
berbahaya apabila dibiarkan begitu saja. Faktor Bahaya psikologis sosiologis adalah bahaya yang
timbul akibat terganggunya psikologis seseorang yang diakibatkan oleh banyak hal seperti stres,
kekerasan, pelecehan , pengucilan, intimidasi dan emosi negatif.

 Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan


adanya bahaya pada suatu sistem, seperti peralatan, tempat kerja, proses kerja, prosedur,
dll.

2. Faktor bahaya dinilai sesuai metode penilaian risiko K3 yang ditentukan.

 Risiko didefinisikan sebagai “kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang


berhubungan dengan cidera parah; atau sakit akibat kerja atau terpaparnya seseorang /
alat pada suatu bahaya”. ISO 45001 (klausul 3.21)
 Identifikasi risiko adalah proses menetapkan apa, dimana, kapan, mengapa, dan
bagaimana sesuatu dapat terjadi, sehingga dapat berdampak negatif terhadap pencapaian
tujuan.
 Penilaian Risiko adalah proses penilaian suatu risiko dengan membandingkan
tingkat/kriteria risiko yang telah ditetapkan untuk menentukan prioritas pengendalian
bahaya yang sudah diidentifikasi.
Sesuai ISO 45001, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan pengurus dan pekerja dalam
melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di antaranya:

 Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja


 Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor, pemasok,
pengunjung, dan tamu
 Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya
 Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja
Ada 5 langkah yang bisa dilakukan dalam penilaian resiko:

 Identifikasi bahaya
 Identifikasi siapa yang dapat terkena bahaya
 Identifikasi pengendalian saat ini dan tetapkan apakah diperlukan tambahan?
 Rekam hasil/temuan penilaian resiko
 Lakukan tinjauan
Metode untuk melakukan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko adalah :

1. Tentukan pekerjaan yang akan diperiksa potensi bahayanya.


 Pekerjaan yang memerlukan JSA&RA adalah pekerjaan yang potensi bahaya yang
berdampak pada kecelakaan kerja
 Merupakan pekerjaan baru dengan potensi bahaya untuk terjadi kecelakaan kerja
 Pekerjaan lama dengan alat-alat baru sehingga menimbulkan perubahan pada
Langkah kerja.
2. Pecahkan pekerjaan menjadi langkah-langkah kerja
 Menetapkan langkah-langkah kerja sederhana yang akan dilaksanakan.
 Batasi secara umum langkah-langkah kerja tersebut, misal : maksimal 10 langkah
kerja
3. Tentukan tahap kerja kritis Tahap kerja kritis adalah tahap kerja dimana pada tahap
tersebut dinilai memiliki potensi bahaya yang berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja.
4. Kenali sumber bahaya
 Sumber bahaya mekanik : Putaran mesin, angkat-angkut, roda gigi, rantai, beban,
handling,dll.
 Sumber bahaya fisik&kimia : Listrik, Tekanan, Vibrasi, Suhu, Kebisingan, bahan
kimiadll.
 Pertimbangkan cidera akibat Jatuh, Ledakan, Paparan gas/kimia, asap, regangan
otot, dll.
 Pertimbangkan lingkungan kerja, peralatan, rekan kerja.
 pertimbangkan kemungkinan personil yang dapat cidera yaitu pelaksana kerja
tersebut atau rekan kerja.
5. Pengendalian Tentukan tindakan pengendalian bahaya berdasarkan hirarki pengendalian
atau biasa disebut urutan langkah pengendalian. antara lain:
 Eliminasi (pemusnahan)
 Substitusi (reduksi
 Engineering control (design engineering atau tindakan teknik
 Pengendalian administratif.
 Alat Pelindung Diri (APD).
6. Pencatatan
 Urutkan langkah kerja
 Jelaskan langkah kerja
 Pengendalian
 Dokumentasikan JSA&RA pada formulir.
7. Komukasikan Sosialisasikan kepada pelaksana pekerjaan
8. Tinjau Ulang Lakukan peninjauan ulang JSA apabila terjadi hal-hal berikut :
 Saat pekerjaan selesai
 Ada sumber bahaya lain teridentifikasi
 Ada metode pekerjaan yang berubah
B. Keterampilan yang diperlukan dalam merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat
kerja

1. Menganalisis hasil identifikasi faktor bahaya pada setiap lokasi di tempat kerja.
2. Menentukan faktor bahaya sesuai metode penilaian risiko K3.
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat
kerja

1. Disiplin
2. Tertib
3. Bertanggung Jawab
BAB III. Merancang pengendalian risiko K3 di tempat kerja sesuai hirarki

A. Pengetahuan yang diperlukan dalam merancang pengendalian risiko K3 di tempat


kerja sesuai hirarki

1. Hasil penilaian risiko ditetapkan sesuai tingkat risiko K3.


 Tujuan analisis risiko adalah untuk memisahkan risiko kecil yang dapat diterima
dari risiko besar, dan menyiapkan data sebagai bantuan dalam prioritas dan
penanganan risiko.
 Ada tiga tipe metode analisis risiko yang dapat digunakan untuk menetapkan
status risiko :
 Kualitatif
 semi kuantitatif
 kuantitatif atau kombinasi tergantung pada kondisi
 Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai
keparahan/dampak suatu resiko.
 Penilaian risiko bertujuan untuk menetapkan besar kecilnya suatu
risiko yang telah diidentifikasi sehingga digunakan untuk
menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
 Respon terhadap risiko sesuai dengan tujuan yang ingin dipilih, diantaranya :

 Terima
 Kurangi kemungkinan
 Kurangi dampak
 Berbagi
 Hindari
Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan
langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke
titik yang aman.

2. Pengendalian risiko K3 dirancang sesuai skala prioritas dan hirarki pengendalian

 Skala prioritas merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana


pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan dalam
perencanaan.
 Pengendalian resiko merupakan suatu hirarki (dilakukan berurutan sampai dengan
tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman).
 Hirarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan
pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3. Hirarki
pengendalian tersebut antara lain :
1. Eliminasi (pemusnahan), menghilangkan bahaya dari sumbernya dengan
cara mengerjakan pekerjaan dengan cara lain/ cara berbeda.
2. Substitusi (reduksi), mengupayakan untuk menurunkan risiko tingkat
bahaya dari sumbernya atau menggunakan alternatif yang lebih aman.
3. Engineering control (design engineering atau tindakan teknik), yaitu
tindakan kontrol yang biasa dilakukan sebagai tindakan pencegahan secara
kolektif melalui rekayasa teknik.
4. Pengendalian administratif, yaitu bahaya dikendalikan dengan
menerapkan tindakan yang bersifat administratif, seperti misalnya
tindakan yang berkaitan dengan pembatasan waktu kerja, jumlah paparan,
pemberian pelatihan, rotasi kerja, papan informasi, pemasangan label,
prosedur kerja dan instruksi kerja, serta pengawasan.
5. Alat Pelindung Diri (APD), digunakan dalam Tindakan pengamanan
perorangan, yaitu tindakan kontrol yang bertujuan untuk mengurangi
potensi terjadinya kerugian kepada karyawan secara pribadi/perorangan.

B. Keterampilan yang diperlukan dalam merancang pengendalian risiko K3 di tempat


kerja sesuai hirarki

1. Menetapkan hasil penilaian risiko sesuai tingkat risiko K3.


2. Merancang pengendalian risiko K3 sesuai skala prioritas dan hirarki pengendalian
C. Sikap kerja yang Diperlukan dalam Menentukan Jenis Pertolongan

1. Disiplin
2. Tertib
3. Bertanggung Jawab
BAB IV. Meninjau kembali Rancangan pengendalian risiko K3 di tempat kerja

A. Pengetahuan yang diperlukan dalam meninjau kembali rancangan pengendalian


risiko K3 di tempat kerja

1. Rancangan pengendalian risiko K3 dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait.

Guna menjamin keberhasilan Strategi Pengendalian Risiko K3 maka Perusahaan perlu


menyusun sistem komunikasi untuk mengevaluasi pelaksanaan Strategi Pengendalian
Risiko K3 di Tempat Kerja.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam buku Human Behavior: An Inventory of
Scientific Finding (1964) menyebutkan bahwa komunikasi merupakan proses transmisi
informasi, gagasa, emosi, keterampilan, dan lain-lain melaui penggunaan kata, angka,
simbol, gambar, dan lain sebagainya.

Tujuan komunikasi

Tujuan berkomunikasi untuk mengubah sikap, pendapat, perilaku, dan sosial.


Komunikasi dapat merubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang hingga sosial
masyarakat seseorang sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pemberi informasi.

Sehingga pada hakikatnya, komunikasi bertujuan menyampaikan suatu informasi yang


dapat dimengerti oleh orang lain. Informasi tersebut kemudian diharapkan menghasilkan
umpan balik berupa perubahan positif dari si penerima informasi.

Jenis-jenis komunikasi

Berdasarkan media penyampaiannya, komunikasi dibedakan menjadi :

 Komunikasi verbal, adalah komunikasi yang menggunakan bahasa dalam bentuk lisan
untuk bertukar informasi. Contoh komunikasi verbal adalah berbincang tatap muka,
berbincang melalui telepon, pengumaman menggunakan pengeras suara, hingga pidato.
Misal: Pre-start Briefing, Sosialisasi
 Komunikasi nonverbal, adalah komunikasi yang menggunakan bahasa dalam bentuk
bukan lisan. Contoh komunikasi nonverbal adalah komunikasi melalui tulisan seperti
surat-menyurat, membaca buku, koran, juga website. Misal: Poster dan Rambu-rambu K3
Berdasarkan ruang lingkupnya, komunikasi dibedakan menjadi :

 Komunikasi internal, terbagi menjadi tiga yaitu:


 Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang terjadi antar orang dalam posisi yang lebih
tinggi dan orang dengan posisi yang lebih rendah dalam suatu organisasi. Misalnya
komunikasi antar pemimpin organisasi dan anggotanya.
 Komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara orang-orang dalam posisi
sederajat dalam suatu organisasi. Misalnya komunikasi antar anggota dalam satu
departemen.
 Komunikasi diagonal adalah komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda
kedudukan namun tidak pada jalur yang sama sehingga tidak memiliki kewenangan untuk
saling memengaruhi. Misalnya komunikasi antar anggota satu departemen dengan kepala
departemen yang bukan dibidangnya.
 Komunikasi eksternal, adalah komunikasi yang terjadi antara organisasi dengan
lingkungan di luarnya. Misalnya komunikasi perusahaan dengan perusahaan lainnya atau
dengan masyarakat sekitar.
2. Dokumen rancangan pengendalian risiko K3 diperbaiki sesuai hasil komunikasi.
Matriks Risiko adalah sarana untuk menggabungkan peringkat kemungkinan kualitatif atau semi-
kuantitatif dan konsekuensi untuk menghasilkan tingkat risiko atau peringkat risiko yang
biasanya digunakan untuk:

 melakukan penyaringan awal terhadap risiko yang teridentifikasi, misalnya untuk


menentukan risiko mana yang perlu
 analisis lebih lanjut atau lebih rinci dan risiko mana yang perlu dimitigasi terlebih
dahulu;
 memilih risiko mana yang tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut saat ini;
 menentukan apakah risiko yang diberikan dapat ditoleransi secara luas, dapat
diterima jika serendah mungkin secara wajar, atau tidak dapat diterima menurut
zona di mana ia berada pada matriks;
 Membantu mengomunikasikan tingkat risiko di seluruh organisasi.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengevaluasi kekritisan untuk setiap peristiwa/skenario.
Untuk melakukan ini, kredibel

kejadian diplot pada “matriks risiko” dengan Frekuensi terjadinya efek bahaya (kemungkinan)
terhadap beratnya konsekuensi. Konsekuensi dievaluasi dalam hal efek pada orang, lingkungan,
reputasi dan aset.

Selama Penilaian Risiko HSSE, Tim akan mengevaluasi kemungkinan dan konsekuensi dari
masing-masing rencana kegiatan.

Berikut adalah contoh format rancangan pengendalian risiko K3. Untuk menentukan kategori
suatu resiko dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di
bawah :

Likelihood atau kemungkinan adalah kemungkinan terjadinya suatu bahaya. Bahaya itu sendiri
dapat didefinisikan sebagai sumber potensial terjadinya accident/kecelakaan. Jika dalam
pendefinisian risiko menggunakan sudut pandang likelihood, maka risiko dengan nilai
probabilitas mendekati 1 (mengingat nilai probabilitas antara 0 dan 1) dapat dikatakan sebagai
risiko dengan kategori tinggi.

Tingkat keparahan (severity) adalah sebuah penilaian pada tingkat keparahan pada suatu efek
atau akibat dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil
kerja/kegiatan yang diperiksa atau dianalisa.

Tabel di bawah merupakan table tingkat kemungkinan dan keparahan :

Kemungkinan Keparahan

Likelihood Severity

Pengobatan pertolongan pertama di mana


Mungkin tidak akan pernah perawatan medis tidak diperlukan (misalnya luka
terjadi (sekali dalam sepuluh ringan dan luka bakar) atau kerusakan ringan
1 tahun) 1 bawah $ 100
Will probably never happen First aid treatment where medical treatment not
(once in ten years) required (e.g. minor cuts and burns) or light
damage below $ 100

Perawatan medis yang diperlukan atau kerusakan


Mungkin terjadi dalam 5 tahun $ 100 – $ 1000
2 2
Can happen once in 5 years Medical treatment required or damage $ 100 – $
1000

Kehilangan waktu 1-5 hari atau kerusakan $ 1000


Mungkin terjadi setahun sekali – $ 10.000
3 3
Can happen once per year Lost time injury from 1 – 5 days or damage $
1000 – $10000

Kehilangan waktu lebih dari 5 hari atau kerusakan


Mungkin terjadi sebulan sekali $ 10.000 – $ 50.000
4 4
Can happen once per month Lost time injury from more than 5 days or damage
$ 10000 – $ 50000

Mungkin terjadi seminggu sekali Kerusakan atau beberapa korban jiwa atau
atau sering kerusakan melebihi $ 50.000
5 5
Can happen once per week or Fatality or multiple fatalities or damage exceeding
more often $ 50000
Hasil rancangan pengendalian resiko kemudian diperbaiki dan dikomunikasi baik secara pasif
maupun aktif. Sehingga dapat mendorong setiap pekerja untuk terlibat dan berpartisipasi dalam
menjaga dan meningkatkan kinerja sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
ditetapkan oleh perusahaan dilingkungan pekerjaan.

komunikasi secara pasif dan aktif berupa pemasangan banner atau rambu-rambu terkait K3,
mengadakan pelatihan maupun briefing terkait K3 untuk komunikasi aktif. Sehingga perusahaan
mampu melakukan perbaikan secara berkelanjutan serta menjaga komitmen dalam meningkatkan
kinerja sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Perbaikan berkelanjutan juga
dapat berdasarkan hasil dari konsultasi dengan pihak eksternal.

B. Keterampilan

1. Menjelaskan rancangan pengendalian risiko K3 kepada pihak-pihak terkait.


2. Memperbaiki dokumen rancangan pengendalian risiko K3 sesuai hasil komunikasi.
C. Sikap kerja

1. Disiplin
2. Tertib
3. Bertanggung Jawab
Merancang Sistem Tanggap Darurat

Keadaan darurat dapat terjadi kapan saja tanpa bisa diduga. Keadaan darurat umumnya bisa
terjadi karena sebab alami seperti banjir, gempa bumi, angin puting beliung, atau akibat dari
keterlibatan manusia, misalnya kebakaran, bahan kimia, tumpahan zat beracun, atau kegagalan
struktur bangunan. ISO 45001 memastikan organisasi siap untuk menangani semua keadaan
darurat melalui perencanaan respons yang memadai.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk perencanaan tanggap darurat adalah:

Identifikasi keadaan darurat: Langkah pertama menuju perencanaan tanggap darurat adalah
mengidentifikasi semua situasi darurat yang mungkin dihadapi organisasi selama jam kerja atau
setelah jam kerja. Pertimbangkan lokasi perusahaan, sifat pekerjaan perusahaan, mesin atau
bahan kimia yang digunakan, dibuat, atau disimpan di dalam lokasi. Buat daftar semua potensi
keadaan darurat yang mungkin dihadapi perusahaan. Lakukan penilaian risiko yang terkait
dengan keadaan darurat ini.

Identifikasi persediaan / sumber daya yang diperlukan untuk menanggapi keadaan


darurat: Anda perlu menilai kemampuan tempat kerja Anda saat ini untuk merespons keadaan
darurat. Ini termasuk sumber daya internal dan eksternal, persediaan medis atau lainnya yang
diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat. Anda mungkin dapat mengendalikan beberapa
keadaan darurat dengan kontrol proaktif, seperti mengurangi sumber pengapian. Selain kontrol
proaktif, identifikasi kontrol reaktif seperti saluran komunikasi, bantuan medis, generator,
peralatan pemadam kebakaran, dan lain-lain yang mungkin diperlukan saat keadaan darurat
terjadi.

Buat rencana tanggap darurat: Rencana Tanggap Darurat yang tepat perlu dibuat setelah
keadaan darurat dan mekanisme tanggapan mereka diidentifikasi. Ini akan mencakup prosedur
untuk menangani keadaan darurat, lokasi dan instruksi untuk fasilitas darurat, prosedur evakuasi,
alarm dan fasilitas darurat.

Komunikasikan dan Latih pekerja / pemangku kepentingan yang relevan tentang tanggap
darurat: Begitu Rencana Tanggap Darurat dibuat, penting untuk mengkomunikasikan rencana
tersebut kepada semua pekerja / pemangku kepentingan yang relevan. Anda perlu melatih
pekerja untuk menangani situasi darurat. Latihan darurat yang sering dapat dilakukan untuk
mendidik pekerja dari waktu ke waktu.

Evaluasi dan revisi prosedur tanggap darurat: Prosedur tanggap darurat harus dievaluasi
setelah latihan atau setelah keadaan darurat dihadapi. Jika perlu, prosedur darurat ini harus
diubah atau direvisi berdasarkan hasil pengujian atau latihan.

Perencanaan tanggap darurat penting bagi setiap perusahaan karena selalu lebih baik berhati-hati
dengan cara aman daripada menyesal. Membuat rencana respons yang efektif untuk keadaan
darurat mungkin membutuhkan usaha yang lebih, tetapi tentunya akan terbayarkan dalam jangka
panjang. Ini memastikan keselamatan pekerja Anda dan membantu membangun tempat kerja
yang sehat dan aman.
Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja
Bagi Anda yang bekerja di ketinggian, ruang terbatas atau lokasi berbahaya lainnya tentu sudah
familier dengan izin kerja atau work permit. Mengapa pekerja perlu membuat surat izin kerja
sebelum memasuki atau melaksanakan pekerjaan berbahaya? Siapa yang berwenang
mengeluarkan izin kerja? Jenis pekerjaan apa saja yang memerlukan izin kerja? Berapa lama
masa berlaku surat izin kerja?

Sebagian pekerja mungkin masih menganggap surat izin kerja dibuat hanya sebagai formalitas
sebelum memasuki lokasi berbahaya atau melaksanakan pekerjaan tertentu. Padahal dibalik itu,
pembuatan izin kerja sangat penting untuk menyatakan kondisi tempat dimana pekerjaan tersebut
dilakukan sudah aman atau belum dan memastikan pekerja melakukan pekerjaannya dengan
aman dan efisien sesuai prosedur keselamatan yang ditetapkan. Izin kerja tidak hanya membantu
mencegah terjadinya kecelakaan kerja, tetapi juga melindungi peralatan kerja dari kerusakan.
Meski perannya sangat penting, izin kerja ini jarang dilaksanakan dengan baik, bahkan beberapa
bukti menunjukkan prosedur ini tidak dilaksanakan sama sekali. Hampir semua kecelakaan kerja
yang terjadi pada pekerjaan berbahaya, ditemukan tidak ada izin kerja yang dikeluarkan untuk
pekerjaan tersebut. Maka dari itu, baik supervisor maupun pekerja perlu memahami pentingnya
izin kerja sebelum memulai sebuah pekerjaan agar kecelakaan kerja dapat dihindari.

Apa itu izin kerja (work permit) dan mengapa diperlukan?


Izin kerja (dikenal juga dengan istilah work permit, permit to work, atau surat izin kerja aman)
adalah sebuah dokumen atau izin tertulis yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan
tertentu yang berpotensi membahayakan pekerja. Izin kerja diperlukan untuk mengidentifikasi
pekerjaan yang akan dilakukan, potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan, dan tindakan pencegahan atau pengendaliannya.
Izin kerja juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti job safety analysis (JSA)
dan tool box checklist. Contoh pekerjaan yang membutuhkan izin kerja adalah pekerjaan yang
mengharuskan pekerjanya masuk dan bekerja di ruang terbatas, kegiatan memperbaiki,
memelihara atau memeriksa instalasi listrik, dan pengoperasian alat berat.
Siapa yang berwenang mengeluarkan izin kerja?
Izin kerja dikeluarkan oleh pengawas/ supervisor/ pelaksana kepada subkontraktor/ mandor atau
pekerja yang akan memasuki area berbahaya atau melaksanakan pekerjaan yang dianggap
berbahaya. Sebelum memberikan izin kerja, pengawas/ supervisor/ pelaksana biasanya akan
melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal berikut ini:

 Kesehatan pekerja
 Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk APD yang berhubungan dengan
pekerjaan yang hendak dilakukan)
 Kondisi terbaru di lokasi pekerjaan, apakah terdapat hal-hal yang membahayakan atau
tidak
 Hal-hal yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi kerja
tersebut.

Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada hal-hal yang dapat membahayakan pekerja dan
lokasi kerja dinyatakan aman, maka izin kerja harus di tanda tangani oleh orang yang berwenang
(authority person) dan pekerja yang terlibat di lapangan.

Kapan izin kerja diperlukan?


Izin kerja diperlukan jika:

 Pekerjaan dilaksanakan oleh kontraktor


 Terdapat potensi kekurangan oksigen (oxygen deficiency) atau kadar oksigen berlebih
 Terdapat potensi atmosfer mudah terbakar atau meledak
 Terdapat potensi suhu ekstrem atau tekanan tinggi
 Terdapat paparan bahan kimia berbahaya dan beracun
 Memasuki ruang terbatas
 Bekerja di ketinggian
 Melakukan kegiatan perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan instalasi listrik
 Melakukan kegiatan perbaikan atau pemeliharaan peralatan atau di lokasi yang
mengandung bahan atau kondisi berbahaya
 Melakukan kegiatan penggalian
 Mengoperasikan alat berat
 Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mesin berputar atau bergerak
 Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan bahan radioaktif
 Melakukan kegiatan penguncian atau isolasi sumber energi berbahaya

Apa saja jenis-jenis izin kerja yang biasanya dibuat sebelum memulai pekerjaan?
Jenis izin kerja ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan yang akan dilakukan dan bahaya yang
harus dikontrol atau dihilangkan. Pasalnya satu jenis izin kerja tidak selalu berlaku untuk
berbagai kegiatan dan lokasi pekerjaan. Berikut jenis-jenis izin kerja yang paling sering
digunakan di tempat kerja:

 Izin kerja pekerjaan panas (hot work permit) – Diperlukan apabila akan
melaksanakan pekerjaan panas, contohnya: pengelasan, pemotongan dengan api, pengeboran
logam, dan sandblasting.
 Izin kerja pekerjaan dingin (cold work permit) – Diperlukan apabila akan
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan perbaikan, pemeliharaan, atau
konstruksi yang sifatnya tidak rutin (sesuai ketentuan pekerjaan tersebut) dan tidak
menggunakan peralatan yang dapat menimbulkan api terbuka atau sumber nyala. Contohnya
pengecatan, pekerjaan bangunan, dan pekerjaan sipil.
 Izin kerja memasuki ruang terbatas (confined space entry permit) – Diperlukan
apabila akan memasuki dan melakukan pekerjaan di ruang terbatas, seperti silo, tanki, atau
saluran tertutup.
 Izin kerja pekerjaan listrik (electrical work permit) – Diperlukan apabila akan
melakukan perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan yang berhubungan dengan kelistrikan.
 Izin kerja khusus (special permit) – Diperlukan apabila akan melaksanakan pekerjaan
melibatkan kondisi berbahaya, seperti bekerja dengan paparan bahan radioaktif, bekerja di
ketinggian, penggalian, atau melaksanakan pekerjaan dengan tingkat potensi bahaya tinggi
lainnya.

Informasi apa saja yang harus tercantum dalam surat izin kerja?
Surat izin kerja harus memuat beberapa informasi mencakup:

 Nama pekerja (bisa lebih dari satu pekerja)


 Detail lokasi pekerjaan
 Pekerjaan yang akan dilakukan
 Tanggal dan waktu pekerjaan (waktu memulai dan berakhirnya pekerjaan)
 Daftar potensi bahaya
 Daftar persiapan, seperti kelengkapan peralatan yang diperlukan, pengujian atmosfer,
isolasi sumber energi berbahaya, dll.
 Detail urutan prosedur kerja
 Tindakan pencegahan yang diperlukan
 Alat pelindung diri yang dibutuhkan
 Peralatan darurat yang dibutuhkan
 Nomor telepon darurat dan lokasi telepon terdekat diletakkan
 Tanda tangan orang yang berwenang/ petugas yang mengeluarkan izin kerja (bisa lebih
dari satu)
 Tanda tangan pekerja (bisa lebih dari satu) yang menunjukkan bahwa mereka sudah
memahami bahaya yang terlibat dan mengetahui tindakan pencegahan yang harus dilakukan
 Tanggal dan waktu izin kerja dikeluarkan.

Berapa lama masa berlaku izin kerja?


Izin kerja harus dibuat secara spesifik dan hanya berlaku bila kondisi pekerjaan tidak berubah.
Izin kerja biasanya hanya berlaku singkat, selama 8 jam atau satu shift, dan berlaku tidak lebih
dari satu hari. Rentang waktu yang ditetapkan dalam izin kerja biasanya dimulai pukul 07.00
pagi hingga pukul 17.00 waktu setempat atau jam kerja yang berlaku di tempat tersebut.
Bila kondisi lingkungan pekerjaan berubah (hujan, pergantian shift, dll.), maka izin kerja harus
diperiksa kembali sesuai kondisi lingkungan kerja saat itu. Izin kerja sebelumnya harus diganti
dengan izin kerja baru atau bila ada perubahan lingkungan dianggap tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap keselamatan kerja, maka izin kerja dapat dipergunakan kembali.
Apabila pekerjaan yang sedang berlangsung memerlukan perpanjangan waktu melebihi waktu
yang telah ditetapkan pada surat izin kerja, Anda harus memperbaharuinya dan disahkan oleh
pengawas pekerjaan di lokasi tersebut.

Bagaimana prosedur pembuatan izin kerja?


Izin kerja biasanya dibuat rangkap dua atau rangkap tiga. Ketika dibuat rangkap dua, satu salinan
disimpan sebagai dokumentasi dan satu salinan lagi diberikan untuk pekerja. Sedangkan, untuk
izin kerja yang dibuat rangkap tiga, salinan ketiga disimpan manajemen K3 perusahaan untuk
keperluan audit, apakah persyaratan izin kerja yang selama ini diterapkan sudah terpenuhi atau
belum.
Izin kerja harus dibuat sebelum pekerja memulai pekerjaan yang dianggap berbahaya. Izin kerja
harus diserahkan kembali kepada orang yang berwenang (yang mengeluarkan surat tersebut) saat
pergantian shift atau saat pekerjaan selesai dilaksanakan.
Dalam membuat atau mengeluarkan izin kerja, pekerja atau supervisor juga harus cermat dan
teliti, pasalnya banyak dari mereka yang belum kompeten memahami pentingnya izin kerja
dimasukkan ke dalam program K3 di tempat kerja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
sistem izin kerja di perusahaan tidak efektif:

 Jenis atau format izin kerja tidak mencakup semua potensi bahaya
 Prosedur penerbitan izin kerja tidak memadai
 Orang yang menandatangani izin kerja tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan,
apakah sumber energi berbahaya sudah benar-benar diisolasi atau pengujian atmosfer sudah
dilakukan
 Pekerja tidak mengikuti atau memahami persyaratan izin kerja, terutama perihal masa
berlaku izin kerja
 Manajemen K3 perusahaan tidak melakukan audit terhadap sistem izin kerja
 Izin kerja baru dibuat setelah pekerjaan dimulai atau sedang berlangsung
 Petugas yang bertanggung jawab tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan setelah
izin dikeluarkan
 Sistem izin kerja yang terlalu rumit

Intinya, izin kerja merupakan alat yang efektif untuk membantu mengidentifikasi dan
mengendalikan bahaya, mencegah cedera, dan menghindari kecelakaan fatal di tempat kerja.
Semua pekerja harus memahami persyaratan izin kerja dan mengapa izin kerja diperlukan
sebelum memulai pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai