Anda di halaman 1dari 47

Nama : ARYA LISTIADI

Kelas : 3 KB
Npm : 061930400579
Mk : Proses Industri Kimia
Hari/tanggal : Kamis/3 Desember 2020

MATERI PRODUKSI PT.TEL

BAB I
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

1.1. PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper


Industri Pulp and Paper PT Tanjungenim Lestari merupakan pabrik pulp
pertama di Sumatera Selatan tepatnya di Desa Banuayu Kecamatan Rambang
Dangku Kabupaten Muara Enim. PT TeLPP pada awal berdirinya menggunakan
bahan baku Acacia mangium 100% disuplai dari proyek HTI yang ditanam sejak
tahun 1990 oleh PT Hutan Musi Persada (PT MHP), namun sekarang bahan baku
yang digunakan yaitu campuran dari Acacia mangium dan Eucalyptus pellita. PT
TeLPP memulai produksi pertama pada 22 Desember 1999 dan kemudian
pengiriman pertama kali dilakukan melalui Tarahan, Lampung pada 7 Februari
2000 (Tanjungenim Lestari, 2017)
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper mempunyai kapasitas produksi
sebesar 1430 ton/hari atau 450.000 ton/tahun. Luas lahan PT TeLPP sebesar 1280
ha, luas lahan yang terpakai sampai sekarang hanya 755 ha, sedangkan 525 ha
tidak digunakan dan dialokasikan sebagai kawasan hijau. Pemilihan lokasi pabrik
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper ini didasarkan oleh beberapa faktor,
yaitu:

1
1) Jarak Hutan Tanam Industri (HTI) dengan lokasi pabrik PT TeLPP yaitu
30 km.
2) Jarak PT TeLPP dengan sumber air kurang dari 2 km, yaitu sungai
lematang
3) Terdapat fasilitas transportasi darat, pelabuhan serta kota penunjang
seperti Prabumulih, Palembang, dan Bandar Lampung.

2
BAB II
URAIAN PROSES

2.1. Produk PT Tanjuenim Lestari Pulp and Paper


Produk yang dihasilkan PT TeLPP yaitu bubur kertas (pulp) sebagai
komponen utama dalam pembuatan kertas.

Tabel 2.1. Spesifikasi Produk Pulp


Grade
Parameter Unit Prime Down
H A B O
Brightness %ISO ≥91,0 ≥89,0 ≥85,0 <80,0
2 2
Dirt Mm /m ≤0,4 <2,0 ≤10,0 >10,0
Viscosity mPa.s - ≥8,0 - -
(Sumber: Jonathan, 2018)

Tabel 2.2. Standar Sifat-sifat Fisika Pulp


Parameter Fisika
Parameter Unit Standar
Bulk cm3/g ≥1,20
Tensile Index Nm/g ≥70,0
Tearing Index kPa(g/m2) ≥7,3
Bursting Index mN(g/m2) ≥4.5
Light Scatt. Coef m2/kg ≥28,0
Brightness %ISO ≥89,0
Dirt mm2/m2 ≤2,0
(Sumber: Jonathan, 2018)

Gambar 2.1. Produk PT TeLPP


(Sumber: Jonathan, 2018)

3
4

2.2. Proses Produksi


Proses produksi pulp dan paper pada PT TeLPP melalui beberapa tahapan
yaitu:

1) Wood Yard (Persiapan Bahan Baku)


2) Cooking Plant (Pemasakan)
3) Washing and Screening
4) Oxygen Delignification (Delignifikasi)
5) Bleaching (Pemutihan)
6) Pulp Drying Finishing

Gambar 2.2. Block Diagram Proses Pulp and Paper


(Sumber: Jonathan, 2018)

2.2.1. Wood Yard (Persiapan Bahan Baku)


Tahap persiapan bahan baku dilakukan untuk menyiapkan serta treatment
bahan baku menjadi bahan baku yang baik dan memenuhi kriteria pada proses
selanjutnya (pemasakan pada Digester). Tahap-tahap persiapan bahan baku yaitu
penyimpanan kayu dalam bentuk log pada log yard, pembuatan chip,
penyimpanan chip, dan pengayakan chip (chip screening) (Jonathan, 2018).
5

Gambar 2.3. Log Yard


(Sumber: Jonathan, 2018)

2.2.1.1.Penyimpanan Kayu
Kayu yang diterima oleh PT TeLPP yaitu kayu dengan ukuran panjang 2,4
m dan diameter berkisar antara 5-60 cm dari area HTI dan non HTI (kayu dari
masyarakat). Kayu-kayu tersebut dikirim menggunakan truk dan disimpan di area
penyimpanan (wood yard) untuk dikeringkan secara alami selama 23 hari untuk
menghilangkan senyawa organik yang mudah menguap karena dapat mengganggu
berlangsungnya proses pemasakan (cooking) dan pemutihan (bleacing).

Gambar 2.4. Log Kayu


(Sumber: Jonathan, 2018)

2.2.1.2.Proses Pengulitan Kayu (Debarking)


Kayu berupa log yang telah melalui proses pengeringan alami selama 28
hari selanjutnya dikirim menuju tahap pengulitan. Pengulitan kayu dilakukan
dengan beberapa alasan-alasan sebagai berikut:
1) Kulit (bark) termasuk pengotor di dalam proses produksi kertas.
6

2) Kulit kayu dapat mengurangi kekuatan dan kecerahan dari lembaran


kertas.
3) Membutuhkan lebih banyak bahan kimia pada proses pembuatan pulp.
Proses pengulitan ini terjadi dalam tiga jalur (tiga line) dimana
perbedaannya yaitu pada jenis drum yang digunakan. Line satu menggunakan
jenis drum barker, sedangkan line dua dan line tiga menggunakan rotary barker.
Proses pada line pertama, kayu dari log yard di bawa menuju gentle feed untuk
dicuci dari pengotor seperti tanah, pasir, sampah, dan lain-lain menggunakan air.
Setelah dicuci, log kemudian dikirim menuju drum barker. Berbeda dengan
proses pada line pertama, pada line kedua kayu dari log yard diangkut
menggunakan receiving desk menuju ke rotary barker. Pada line ketiga, kayu
diangkut dari log yard bagian small log. Small log merupakan kayu yang
berukuran kecil, kayu ini diangkut menggunakan receiveng deck menuju
superbarker (Anugrah, 2017).
Log yang keluar dari drum barker, rotary barker, dan superbarker dikuliti
kembali menggunakan ulir bergerigi yang menarik sisa kulit kayu melalui celah
atau slot-slot dan jatuh menuju ke conveyor yang terdapat di bagian bawah. Kulit
kayu ini akan dikirim ke hog pile untuk digunakan sebagai bahan bakar power
boiler. Log kayu yang telah bersih dikirim menggunakan conveyor menuju log
washing roll (penyemprotan air ke kayu) agar kayu dapat lebih mudah dicacah
serta membersihkan kayu dari sisa kotoran seperti sisa kulit maupun tanah.

2.2.1.3.Proses Pembuatan Chip


Kayu yang telah melalui proses pengulitan dikirimkan ke tahap
pemotongan (chipping). Kayu tersebut akan melewati belt conveyor dan jatuh
bebas menuju chipper. Log yang telah dipotong akan keluar dalam bentuk
serpihan kecil yang disebut chip. Chip tersebut memiliki ukuran panjang 2 cm,
lebar 3 cm, dan tebal 0,2-0,5 cm dan disimpan ke tempat penampungan sementara
(chip yard).
Penyimpanan ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa organik yang
mudah menguap karena dapat mengganggu proses pemasakan dan bleaching serta
sebagai back up apabila terjadi keterlambatan pasokan bahan baku sehingga tidak
7

mengganggu proses. Proses pengambilan chip pada chip yard menerapkan sistem
FIFO (First In First Out), dimana chip yang lebih dahulu diproduksi akan berada
di paling bawah tumpukan dan dimasak terlebih dahulu. Pengambilan chip ini
menggunakan screw conveyor.

Gambar 2.5. Chip Yard


(Sumber: Anugrah, 2017)

2.2.1.4.Pengayakan Serpih Kayu (Chip Screening)


Tingkat kematangan dan waktu pemasakan saat proses cooking juga
dipengaruhi oleh ukuran chip yang seragam, oleh karena itu chip perlu diayak
untuk menyeragamkan ukurannya dan sesuai dengan kebutuhan proses. serpihan
kayu atau chip yang tidak sesuai ukuran akan dikirim ke hog pile bersama bark
dan saw dust untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar. PT TeLPP memiliki tiga
kategori ukuran chip yaitu:
1) Oversize chip, dipotong kembali pada rechipper
2) Accept chip, dikirim menuju unit digester
3) Undersize chip, dikirim menuju hog pile sebagai bahan bakar
8

Gambar 2.6. Proses Pemotongan Kayu


(Sumber: Anugrah, 2017)

2.2.2. Proses Pemasakan (Cooking Plant)


Proses pemasakan bertujuan untuk merubah dari bentuk chip menjadi
serat-serat selulosa dan hemiselulosa serta memisahkan kandungan yang tidak
diinginkan seperti lignin dan ekstraktif. Proses pemasakan pulp di PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan continuous digester. Sebelum
proses pemasakan dilakukan, ada beberapa tahapan yang dilalui terlebih dahulu,
yaitu:
2.2.2.1.Chip Feeding Preparation
Accept chips dikirim ke air lock feeder yang terpasang pada bagian atas
chip bin untuk mengoptimalkan pendistribusian chip ke dalam chip bin agar
merata ke segala sisi bin. Setelah chip melalui air lock feeder maka chip akan
masuk menuju chip bin. Terdapat pemanasan yang dilakukan terhadap chip bin
untuk membantu pergerakan dan membantu mengendalikan kappa number,
mengurangi reject, serta membantu efektivitas penggunaan cairan pemasak.
Chip yang keluar dari chip bin selanjutnya akan masuk ke dalam chip
meter untuk menentukan laju produksi digester. Setelah melalui chip meter, chip
akan masuk ke dalam low pressure feeder. Selanjutnya chip akan masuk ke
dalam steaming vessel untuk dilakukan pemisahan gas dan udara dari chip. Hal ini
bertujuan agar chip tenggelam di dalam tabung digester sehingga didapatkan
ruang gerak chip (chip column) yang baik di dalam digester serta untuk
mempermudah penetrasi cairan pemasak chip. Setelah melewati steaming vessel,
chip akan masuk dan melewati chip chute dan masuk menuju HPF (High
Pressure Feeder) sehingga chip dapat dikirim menuju bagian atas dari mesin
digester atau top separator.
2.2.2.2.Pemasakan pada Continuous Digester
1) Impregnation Zone
Proses impregnasi merupakan proses masuknya bahan kimia pemasak ke
dalam serpih yang melalui dua cara, yaitu penetrasi melalui lumen dan difusi.
Chip berada pada daerah impregnasi sehingga terjadi penetrasi cairan pemasakan
9

selama 30 menit sesuai dengan kapasitas. Temperatur awal proses yaitu 117oC dan
berakhir pada temperatur 129oC. Cairan pemasak yang telah melewati zona
impregnasi akan diekstrak dan dikirim ke evaporator untuk dipekatkan.
Keberhasilan dari proses impregnasi sangatlah mempengaruhi proses selanjutnya
sehingga sangat perlu pengendalian temperatur proses.

Gambar 2.7. Impregnation Zone


(Sumber: Jonathan, 2018)

2) Cooking Zone (Upper Cooking dan Lower Cooking)


Setelah impregnasi, chip akan turun dan mengalir melalui pusat tabung
melewati chip column menuju saringan upper cooking yang ditempatkan di
sekeliling diameter bagian shell digester, sedangkan cairan mengalir lewat
saringan dan akan diekstrak ke flash tank 1. Kemudian setelah melalui saringan
upper cooking, chip masuk ke daerah pemasakan lower berlawanan arah (counter
lower zone). Chip bergerak turun, sedangkan cairan pemasakan bergerak ke atas
dan keluar melalui saringan upper cooking. Pada daerah pemasakan satu arah,
terdapat dua baris saringan pada sirkulasi lower. Cairan pemasak mengalir melalui
saringan plate ke internal heater pada masing-masing barisan saringan.
10

Gambar 2.8. Cooking Zone


(Sumber: Jonathan, 2018)

White liquor dan cold blow kemudian diinjeksikan ke bagian input pompa
lower cooking dan masuk ke sirkulasi cairan cooking. Penambahan white liquor
ini bertujuan untuk menjaga chip dengan konsentrasi kimia yang merata di dalam
digester, sedangkan penambahan cold blow bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi solid dalam filtrat selama pemasakan chip.
Cairan tersebut dipanaskan menggunakan heater hingga suhu ±162oC dan
kemudian dikembalikan ke tengah digester (di atas saringan sirkulasi lower)
melalui pipa sentral. Pemasakan chip dilakukan hingga mencapai kappa number
yang rendah sekitar 20-45 menit. Kappa number merupakan nilai yang
menunjukkan banyaknya lignin yang terkandung pada chip.
3) Extraction Zone
Cairan pemasak dari cooking zone setelah melewati waktu tinggal selama
105 menit pada co-current (upper cooking) dan counter current (lower cooking)
kemudian di ekstraksi dari digester melalui saringan ekstraksi. Tujuan dari
ekstraksi ini yaitu untuk mengeluarkan black liquor dengan kandungan residual
alkalinya yang sudah rendah yang dapat meningkatkan kappa number.
11

Gambar 2.9. Extraction Zone


(Sumber: Jonathan, 2018)

Aliran ekstraksi masuk ke flash tank 1 untuk membuat steam yang dimana
flash steam tersebut digunakan untuk memanaskan chip ke steaming vessel dan
sisanya masuk ke chip bin. Jumlah flash steam yang dihasilkan tergantung dari
jumlah aliran cairan dan temperatur cairan ekstraksi. Cairan dari flash tank 1
kemudian dialirkan ke flash tank 2 dan menghasilkan steam yang akan masuk ke
chip bin dan flash steam condensor. Pada daerah ekstraksi terdapat dua baris
saringan plate, aliran airan melalui saringan plate ke internal header, dua nozzle
ekstraksi, dan dua switching valve setiap header, sebuah timer yang diatur selama
90 detik pada masing-masing valve.
4) Washing Zone
Setelah melalui proses ekstraksi pada daerah ekstraksi, chip akan turun
masuk ke daerah pencucian di dalam digester yang disebut dengan Hi-Heat
Washing. Pada zona ini terjadi aliran counter current cooking dan penambahan
white liquor untuk mempertahankan residual alkali. Pada daerah Hi-Heat Wash,
terdapat dillution factor yang merupakan perbedaan antara aliran cairan pencuci
(white liquor) yang naik dan aliran cairan bersama pulp yang turun. Rancangan
produksi volume daerah pencucian sekitar 120 menit untuk Hi-Heat Washing.
12

Gambar 2.10. Washing Zone


(Sumber: Jonathan, 2018)

5) Blowing
Cairan pencuci (cold blow) berasal dari tangki filtrate pressure diffuser
yang dipompakan ke bagian bawah digester, tujuan penambahan cairan ini untuk
mendinginkan pulp sebelum dikeluarkan dan untuk menjaga tekanan pada
digester. Cairan tersebut juga berperan sebagai pengganti cairan pemasak dan
sebagai pengencer konsentrasi pulp sebelum keluar hingga 10%. Perbedaan
tekanan yang ada di antara digester bagian dalam dengan outlet device dan blow
line akan mengakibatkan chip yang telah masak menjadi serat dan kemudian
dikeluarkan melalui outlet device.
Pulp yang telah keluar kemudian dimasukkan ke dalam PDW (Pressure
Diffuse Washer) untuk mencuci kembali pulp dari cairan hasil dari pemasakan.
Proses ini berlangsung dengan memasukkan air ke sekeliling diffuser, kemudian
masuk ke dalam pulp dan naik ke atas saringan ekstraksi. Setelah itu pulp masuk
ke zona washing. Pada zona ini diinjeksikan hot water untuk mencuci pulp dan
menurunkan kadar lignin pada pulp.
13

Gambar 2.11. Blowing Zone


(Sumber: Jonathan, 2018)

Accept Air Lock Chip Bin

Steaming Vessel LP Feeder Chip Meter

Chip Chute Chip Chute Digester

Gambar 2.12. Proses Cooking Plant

2.2.3. Washing and Screening

Pulp Deknoting Screening

O2 Delig 2 Stage TRPe Pre-Washing

Brown Stock HD 2nd Post


1st Post Washing
Tower Washing

Gambar 2.13. Proses Washing dan Screening

2.2.3.1.Deknoting
Pulp hasil proses pemasakan masih mengandung knot atau mata kayu yang
tidak masak, sehingga harus dipisahkan karena dapat mengurangi nilai hasil akhir
14

serta menyebabkan penurunan kualitas dan gangguan pada proses lain. Pemisahan
knot terdiri dari tiga proses yaitu primary knotter, secondary knotter, dan
mengurangi kandungan pulp sekecil apapun yang masih terdapat knot.
Proses deknoting ini menggunakan prinsip Cascade System, yaitu pulp
yang masuk ke primary knotter. Semua knot yang bersifat reject pada primary
knotter disaring kembali pada secondary knotter karena masih mengandung
banyak serat (fiber). Pada secondary knotter, sebagian pulp dipisahkan dari knot
sebelum dikirim ke coarse screen, lalu di dalam coarse screen knot dan pulp
dipisahkan secara sempurna. Knot kemudian dikembalikan menuju digester
sedangkan pulp dilanjutkan ke sistem. Reject hasil secondary knotter diumpan ke
deknotting reject cleaner yang dilengkapi dengan pasir besi.

2.2.3.2.Tahapan Penyaringan (Screening)


Proses screening dilakukan dengan menyaring partikel-partikel
berdasarkan ukuran dan serat. Setelah knot dipisahkan, pulp yang masih
mengandung sebagian shieves (bundelan serat) yang tidak terurai selama proses
cooking akan dipisahkan dari pulp. Hal ini disebabkan karena shieves dapat
menyebabkan timbulnya bintik pada kertas yang dihasilkan nantinya sehingga
menurunkan mutu produk dan meningkatkan konsumsi bahan kimia pemutih.
Bersama-sama shives, pasir juga terbawa oleh aliran reject screen dan
dibawa ke reject press, karena dalam pengoperasian sebagian besar pasir terbawa
aliran accept bersama filtrat. Untuk mencegah penumpukan pasir di dalam sistem,
yang menyebabkan kerusakan pada alat, maka pasir dipisahkan dari filtrat pada
sand separator. Setelah dari screening room pulp ditampung di LC tank (Low
Consistence tank). Kemudian diumpan ke pre O2 pulp press untuk mengurangi
kadar filtrat (Black Liquor) (Jonathan, 2018).
2.2.3.3.Pre O2-Washing
Tipe yang digunakan pada Pre O2 Washing adalah dewatering press tipe
A. Filtrat yang berasal dari pre O2 pulp press masuk ke pre O2 filtrate tank. Setelah
itu akan di press kembali di TRPE (Twin Roll Press Evaluation) dimana
sebelumnya telah diencerkan dengan hot water.
2.2.3.4.Brown Stock Washing
15

Bahan kimia seperti lignin dan kotoran-kotoran yang ikut terbawa pada
pulp akan dicuci di brown stock dengan arah yang berlawanan, dimana air panas
digunakan sebagai pencuci pada tahap akhir dari rantai pencucian. Pada proses
pencucian tersebut, filtrat yang berasal dari tahap pencucian akhir akan digunakan
sebagai cairan pencuci pada tahap awal pencucian. Sehingga dengan cara ini pulp
dapat dicuci secara efisien dengan hanya memakai satu aliran air panas.
Pencucian brown stock mengalami dua tahapan, tahapan pertama di hi-
heat washing zone dan continous digester kemudian di dalam pressure diffuser
washer. Tahapan ketiga atau tahapan terkahir dalam tahapan pencucian brown
stock adalah pre-O2 washing jenis dewatering press sebelum O2 menuju ke
reaktor. Pada Dewatering Press, pulp dicuci dengan filtrat hasil dari pencuci di
first post oxygen yang terjadi sesuai dengan pengenceran dan pengentalan,
sehingga tidak ada pergantian cairan dalam dewatering press. Pada proses
dewatering press, pulp ditekan untuk mencapai sekitar 30% konsistensi dan
setelah itu pulp diencer dengan menggunakn filtrat dari first post O2 washing pada
screw dilution sehingga konsistensinya menjadi 12%. Alkali yang digunakan
untuk delignifikasi ditambahkan bersama dengan cairan pengencer. Sebelum
masuk ke O2 delignifikasi, pulp yang telah dicuci kemudian dicuci lagi di dalam
twin roll press ini merupakan alat baru yang dimiliki oleh PT. Tanjungenim
Lestari.
2.2.3.5.Twin Roll Press Evolution (TRPE)
Tujuan penggunaan alat ini hampir sama dengan yang lainnya.
Perbedaannya pada prinsip kerja, dimana prinsip kerja dari TRPE adalah pulp
yang masuk akan disebarkan melalui rotofonmer dan menyebabkan pulp tersebar
secara merata ke bagian penekanan (pengepressan). TRPE juga ditambahkan
cairan pencuci sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari pencucian.
Selanjutnya, pulp akan diencerkan kembali dan ditampung dalam LC
accumulator tank.
2.2.3.6.Delignifikasi Oksigen
Proses delignifikasi dapat ditunjukkan dari hasil penentuan bilangan kappa
(kappa number). Kappa number digunakan untuk menyatakan berapa jumlah
lignin yang masih tersisa di dalam pulp setelah pemasakan, pencucian, dan
16

pemutihan. Proses delignifikasi menggunakan oksigen dengan tujuan untuk


menurunkan nilai dari kandungan lignin dalam pulp. Proses oksigen delignifikasi
merupakan pemutihan tahap awal yang berguna untuk mengurangi kandungan
lignin dari pulp yang belum mengalami proses pemutihan sehingga dapat
menghemat bahan kimia yang digunakan dengan harga yang cukup mahal.
Setelah mengalami proses oksigen delignifikasi, maka bilangan kappa berkurang
yakni sekitar 8-10.
Prinsip dari delignifikasi oksigen ini adalah proses oksidasi dari gugus
hidroksil lignin sehingga lignin dapat terlepas dari pulp dan larut dalam air. Pada
proses oksigen delignifikasi ini berlangsung pada konsistensi menengah dengan
temperatur dan tekanan tinggi, sedangkan bahan kimia yang dipakai adalah
oksigen dan alkali, dipakai salah satu NaOH atau white liquor oksidasi.
Delignifikasi berlangsung di dalam aliran ke atas (upflow) reaktor, dimana
waktu yang dibutuhkan (retention time) menurut waktu yang dirancang adalah
satu jam. Untuk mencegah waktu singkat di dalam reaktor yang disebabkan
chanelling, yang menyebabkan pendeknya retention time, maka aliran yang
merata dan stabil di dalam reaktor sangat diperlukan, yang dapat dicapai dengan
menjaga konsistensi pulp sekitar 10%. Pada proses delignifikasi dengan oksigen
ini konsistensi dari pulp harus diperhatikan. Hal ini diperlukan karena oksigen
yang diberikan ke dalam pulp berbentuk gas, perlu pengadukan merata agar
diperoleh luas permukaan kontak yang besar antara pulp dengan oksigen. Makin
encer pulp maka oksigen yang diberikan harus lebih banyak, hal ini sangatlah
merugikan kedepannya karena memerlukan biaya lebih untuk mendapatkan
banyak oksigen.
Selama proses oxygen delignification, sebagian besar zat-zat organik
dipisahkan atau dilarutkan dari kayu, bersama-sama dengan sisa-sisa alkali. Zat-
zat organik ini dan zat-zat kimia harus dipisahkan dari pulp dan didaur ulang di
recovery boiler, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi
steam, serta untuk mendaur ulang bahan-bahan kimia pemasakan. Pada reaktor O2
terjadi reaksi eksotermis yang menaikkan temperatur dari 101oC menjadi 106oC.
17

PT. Tanjungenim Lestari juga menambahkan satu unit O2 reaktor


ditujukan untuk menambah waktu tinggal dari proses pelepasan liginin dalam O2
reaktor sehingga brightness yang dihasilkan lebih baik daripada sebelumnya dan
mengurangi jumlah pemakaian bahan kimia pada proses pemutihan dalam
produksi pulp. Pulp keluaran dari O2 reaktor masuk ke dalam oxygen blow tank
dengan temperatur pulp yang tinggi dan tekanan yang rendah sehingga
menyebabkan steam akan terdorong dan terlepas ke atmosfer. Penjagaan kondisi
tekanan selalu rendah dilakukan dengan cara kondensasi steam yang terjadi
menggunakan condenser dan fan pembuangan (Jonathan, 2018).
2.2.3.7.First Post Oxygen Washing
Pulp akan dicuci lanjutan di first post washing. Sistem alat ini
menggunakan jenis Displacement Tipe B (DPb). Setelah pulp melalui first
washing, maka pulp akan ditampung di Bruwn Stock High Denvity Tower.
2.2.4. Pemutihan (Bleaching)

2nd Post Do stage Do Pulp Press


Washing

D1 Stage Eop Pulp Press Eop Stage

D1 D2 Pulp
D2 Stage Press Bleached HDT

Gambar 2.14. Proses Bleaching

Pulp hasil dari proses pencucian selanjutnya harus melalui tahap


pemutihan (bleaching) karena pulp siap jual haruslah memiliki nilai brightness
sebesar 90. Untuk itulah perlu dilakukan proses pemutihan atau biasa disebut
sebagai bleaching. Belum putihnya pulp ini dikarenakan masih adanya lignin
yang dikandung oleh pulp meskipun pulp sudah dilignifikasi pada proses
pencucian. Lignin sebenarnya bisa dihilangkan sempurna pada proses
18

delignifikasi dengan mengatur reaktor pada suhu tinggi. Kelemahan pertama dari
proses ini adalah proses pemutihannya memakan waktu yang lama.

Gambar 2.15. Bleaching Plant


(Sumber: Jonathan, 2018)

Kelemahan kedua dari proses ini adalah penghilangan seluruh kadar lignin
dengan pemanasan pada suhu tinggi dalam proses delignifikasi dapat
menyebabkan putusnya rantai-rantai panjang selulosa dan hemiselulosa menjadi
rantai yang lebih pendek. Pulp yang memiliki rantai selulosa dan hemiselulosa
pendek akan sulit dijadikan kertas karena tensile strength dari kertas-kertas ini
sangat rendah. Selulosa dan hemiselulosa merupakan senyawa organik yang
sensitive terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu diperlukan proses pemutihan dan
penghilangan lignin lanjutan agar pulp memiliki brightness yang sesuai untuk
dijual
Proses pemutihan di PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper
menggunakan proses ECF (elementary chlorine free) yaitu proses pemutihan
dengan menggunakan senyawa klor dalam bentuk ClO2, juga ditambah peroksida
untuk meningkatkan derajat keputihan jika derajat keputihan yang diinginkan
belum tercapai. Proses pemutihan memiliki beberapa tahapan proses yang harus
dilalui, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.4.1.Second Post Washing
Tahap ini melakukan pencucian dengan menggunakan air panas dimana
jumlah air yang digunakan didasarkan pada dilution factor. Filtrat dari second
post washing digunakan di first post washing dan filtrate dari first post washing
19

dipakai untuk cairan pengencer di screen room yang terdapat sebelum pre- O2
washing.
2.2.4.2.DO Stage
Awalnya pulp akan diencerkan menggunaka filtrat D1D2 di screw
conveyor serta ditambah larutan asam seperti HCl dan H2SO4 untuk menstabilkan
pH. Pulp yang telah diatur keasamannya akan dipompakan menuju ke mixer untuk
ditambahkan ClO2. Selanjutnya, pulp akan direaksikan di dalam DO Tower.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menurunkan kandungan lignin di dalam pulp.
Kondisi operasi dari proses ini adalah temperatur berkisar 60-70oC dengan
konsitensi 10%, dan waktu selama 60 menit. Pulp kemudian akan dicuci di bagia
DO Pulp press menggunakan dewatering tipe A.
2.2.4.3. EO Stage
Tahap ekstraksi (Eop) adalah suatu tahapan ekstraksi lignin yang telah
didegradasi dari dalam pulp menggunakan NaOH, O2, H2O2 yang berfungsi untuk
mengikat zat-zat organik dan kandungan lignin dalam pulp serta memperkuat
ikatan selulosa. Pada tahap ini lignin dari pulp yang telah dilepaskan sebagian
pada tahap D0 akan diekstraksi dan dioksidasi sehingga lignin tersebut bisa hilang
dari dalam pulp. H2O2 ditambahkan pada tahap ini yang berguna sebagai pemutih
dari pulp. Sementara NaOH digunakan untuk melarutkan lignin yang telah dilepas
pada tahap DO dan yang akan dilepas oleh O2 dari proses oksidasi. Pada tahap ini
kappa number dari pulp akan turun drastis karena mulai banyak lignin yang lepas.
Pulp yang telah encer dipompakan dari MC-pump melalui pulp heater
yang juga ditambahkan oksigen masuk ke E0 mixer sebelum masuk ke dalam E0
upflow tower. Di E0 stage, lignin yang telah bereaksi di D0 stage akan dilarutkan
oleh alkali dan gas oksigen. Di E0 stage hampir semua zat pewarna dihilangkan.
Konsistensi pada E0 stage harus tinggi untuk menghemat penggunaan bahan kimia
dan steam. Pada E0 upflow tower konsistensi dijaga untuk mencegah terjadinya
chanelling. Setelah melewati E0 upflow tower, kemudian pulp jatuh ke E0
downflow tower.
Adapun tujuan dari mekanisme upflow dan downflow ini adalah untuk
memperbesar waktu tinggal atau retention time sehingga kandungan lignin yang
20

terdapat di dalam pulp diharapkan dapat dikurangi secara maksimum dan


meningkatkan brightness dari pulp tersebut. Setelah dari dua tahapan ini,
kemudian pulp tadi dicuci di E0 stage washing, pulp didistribusikan oleh headbox
dan mengalir kedalam press melalui choke washers. Didalam press, pulp ditekan
dan dikeluarkan kandungan filtrat dari pulp tersebut sehingga dapat digantikan
dengan air panas yang didistribusikan pada bagian dinding alat press
(displacement press).
Pulp yang sudah dipress tadi kemudian akan memiliki konsistensi tinggi,
yaitu sektitar 32% konsistensi kemudian dibawa oleh press discharger ke
dillution screw untuk diencerkan menjadi 12% konsistensi dengan menggunakan
filtrat dari D1/D2 press. Tujuan dilakukan proses pengenceran ini adalah untuk
memudahkan pulp tersebut ditransportasikan. Pada dilulltion screw juga
ditambahkan caustic yang berfungsi untuk mengendalikan pH, target pH akhir
adalah sekitar 3-4.
2.2.4.4.Tahap Pemutihan Kembali (D1/D2)
Tahap ini merupakan tahapan untuk mennyempurnakan proses pemutihan
agar brightness pulp mencapai nilai standar ISO untuk produk siap jual. Pada
proses ini digunakan bahan kimia berupa ClO 2 sebagai agen pemutih pada tahap
ini. Dari D1/D2 stage bleaching pulp dipompakan ke D1/D2 washing. Dari dillution
screw, pulp jatuh ke dalam stand pipe kemudian dipompakan dari MC-pump
menuju D1 upflow tower, ClO2 untuk reaksi di tower ditambahkan ke dalam pulp
melalui chemical mixer. Jumlah ClO2 yang ditambahkan ditentukan berdasarkan
pada laju pulp produksi, pulp terlebih dahulu dipanaskan di ClO2 heater dengan
filtrat EO untuk menurunkan jumlah steam yang diperlukan untuk pemanasan
pulp.
Setelah melewati D1 upflow tower kemudian pulp dipompakan lagi ke D2
upflow tower melalui D2 mixer dan dikeluarkan ke stand pipe MC-pump.
Kemudian dari D1/D2 stage bleaching pulp dipompakan ke D1/D2 washing. Pulp
dipress dan dikentalkan menjadi konsistensi tinggi diantara dua roll, tapi tidak
terjadi displacement washing dipress tersebut melainkan dewatering press.
Setelah dipress kemudian pulp masuk ke dillution screw untuk diencerkan
menjadi 12% konsistensi dan jatuh ke dalam stand pipe. Selesai dari D2, pulp
21

secara kimiawi telah selesai diputihkan dengan brightness 89% ISO. Pulp
kemudian dikirim ke tangki penyimpanan yang disebut Bleached High Density
Tank (BHDT) untuk menurukan suhunya dan homogenisasi. Proses pemutihan
semuanya berlangsung pada konsistensi medium 10–12%. Temperatur yang
diinginkan untuk tahap-tahap pemutihan antara 60–70oC untuk tahap D0, 60–80oC
untuk tahap Eop, dan 70–80oC untuk tahap D1/D2.
2.2.5. Pembentukan Lembaran Pulp (Pulp Machine)
Tujuan dari perancangan pulp mesin adalah untuk membuat pulp
berbentuk lembaran dengan kapasitas sebesar 1500 ton/ hari. Perkiraan teori dari
kadar air lembaran pulp yang ingin dibentuk adalah berkisar 10%. Proses ini
terbagi menjadi beberapa tahapan diantaranya Screening (Tahap Penyaringan),
Wet End (Tahap Pembentukan), Drying (Tahap Pengeringan), Cutting (Tahap
Pemotongan).

Bleached HDT LC Tank Screening

Forming Head Box Cleaning

Pressing Drying Cutting

Wrapping Bale Press Lay Boy

Marking Warehouse

Gambar 2.16. Proses Pembuatan Lembaran Pulp

2.2.5.1.Screening dan Cleaning


Tujuan tahapan ini adalah untuk memisahkan kotoran yang masih
terkandung dalam pulp setelah proses pemutihan. Screening berfungsi untuk
memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan ukuran, sedangkan cleaning
berfungsi untuk memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan berat jenis.
22

Pulp yang berasal dari bagian Bleached HD Storage Tower kemudian


pulp tersebut diencerkan menjadi konsistensi sekitar 4% pada LC Tank.
Kemudian pulp akan dipisahkan dari penotor berdasarkan system cascade. Accept
yang keluar dari screening akan dikirim ke cleaning. Ada dua jenis cleaning yang
digunakan yaitu foward cleaner dan reverse cleaner. Pada foward cleaner, accept
akan terpental ke atas dan reject akan ke bawah. Sedangkan reverse cleaner
sebaliknya, accept akan ke bawah dan reject akan ke atas.
2.2.5.2.Foaming
Tujuan proses foaming adalah untuk membentuk lembaran dengan cara
mengurangi kandungan air yang terdapat di pulp. Pengurangan kandungan air
pada pulp yang masih berbentuk bubur dilakukan dengan cara mendistribusikan
pulp di atas wire sehingga air akan jatuh dengan gaya gravitasi, kemudian pulp
dialirkan ke atas. Pengisapan dengan menggunakan vacuum sistem air dari hasil
pengurangan di wire kemudian akan ditampung untuk digunakan kembali pada
proses penyaringan dan pemutihan pulp. Hal ini akan menyebabkan pulp
mengalami perubahan konsistensisnya menjadi sekitar 35% dan kedua sisinya
dipotong untuk merapikan lembaran dengan lebar 7,8 meter, kemudian lembaran
dikirim ke bagian pengepresan untuk mengurangi kandungan air dengan cara di
pres, dimana airnya diserap lewat felt bagian atas dan bagian bawah yang juga
berfungsi sebagai penghantar pulp ke proses selanjutnya, pada felt dipasang
suction bar yang dihubungkan dengan vacuum sistem untuk menyerap air, tingkat
kekeringan akhir (dryness) berkisar 45% -50% lalu siap ditransfer menuju dryer.
2.2.5.3.Pengeringan (Drying)
Ketika pulp bergerak melewati dryer, udara panas secara kontinyu akan
dihembuskan pada bagian permukaan atas dan bawah dari lembaran pulp.
Tujuannya adalah untuk menyebakan air yang masih terkandung didalam
lembaran pulp menguap. Saat lembaran pulp bergerak diantara blow bar, udara
dihembuskan kedalam blow bar pada bagian atas dan bawah. Fungsi dari alat
blow box ini untuk menjaga agar lembaran tetap mengambang dari permukaan
blow bar, serta membantu pulp untuk siap ditransfer menuju tahap pemotongan.
2.2.5.4.Pemotongan (Cutting)
23

Lembaran pulp yang telah melalui berbagai proses sebelumnya akan


dipotong dengan ukuran tertentu dan ditampung dalam layboy dengan tumpukan
yang berbentuk bale. Kemudian lembaran pulp ditimbang dengan berat berkisar
250 kg/bale, lalu bale tersebut di press dengan tekanan 1000 KN untuk
memadatkan hingga mencapai tinggi sekitar 52 cm, setelah tahap tersebut lalu
bale pulp menuju pembungkusan. Pembungkus yang digunakan terbuat dari bahan
pulp itu sendiri, hanya saja ukurannya lebih besar. Dengan menggunakan mesin
yang serba otomatis lalu bale tersebut dibungkus dengan wrapper dan kemudian
diberi merk dan cap perusahaan (PT TeL Product). Setelah dikemas kemudian
dilakukan pengikatan menggunakan kawat untuk memudahkan penyimpanan dan
penjualan. Dari satu bale product tersebut diikat menjadi 8 bale (berat sekitar 2
ton) kemudian produk siap disimpan di gudang. Penyimpanan pabrik dengan
menggunakan forklift untuk siap dipasarkan ke dalam maupun keluar negeri.

2.3. Proses-Proses Pendukung Produksi


Selain proses produksi pembuatan pulp, terdapat juga proses-proses
pendukung baik dalam penyediaan bahan kimia maupun system pengolahan
limbahnya. plant-plant pendukung tersebut antara lain Chemical Plant, Recovery
Plant, Recausticizing & Lime Kiln Plant, dan Chemical Plant.
2.3.1. Chemical plant
Chemical plant merupakan plant pendukung dalam penyediaan bahan
kimia terutama digunakan dalam proses bleaching. Chemical plant terintegrasi
dengan design pabrik secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa plant.
Terdapat lima plant di dalam chemical plant yang saling berkaitan yaitu:
1) Cloroalkali Plant
2) Sodium Clorate Plant
3) Hydroclorite Acid Plant
4) Chlorine Dioxyde Plant
5) Oxygen Plant
Produk yang dihasilkan terus diintegrasi dari satu plant menuju plant yang
lain dengan menggunakan bahan baku utama NaCl (garam), sehingga
24

menghasilkan produk seperti NaOH, Cl2, H2, NaClO3, HCl, dan ClO2.
Sedangkan N2 dan O2 diproduksi pada plant yang terpisah.
1) Chloroalkali Plant
Pada chloroalkali plant digunakan bahan baku NaCl (garam) untuk
menghasilkan larutan NaOH dan gas chlorine dengan proses elektrolisis.
Reaksi yang terjadi:
2 NaCl + 2 H 2 O → 2 NaOH +Cl 2 + H 2

NaOH yang dihasilkan selanjutnya akan digunakan pada proses cooking


dan di bleaching plant, sedangkan gas chlorine digunakan untuk sintesa asam
chlorida. Selain itu, dihasilkan pula gas hidrogen sebagai hasil samping dan
dibuang sebagai gas vent.
2) Sodium Chlorate Plant
Sodium chlorate plant merupakan plant yang menghasilkan produk
intermediet yang nantinya akan digunakan dalam plant berikutnya. Pada unit ini
dilakukan elektrolisis larutan NaCl dalam chlorate electrolyzer untuk
menghasilkan NaClO3 yang akan digunakan dalam pembuatan ClO2 pada ClO2
plant. Reaksi:
NaCl+3 H 2 O→ NaClO 3 +3 H 2
H2 yang dihasilkan dibakar bersama dengan Cl2 untuk sintesa asam
chlorida.
3) Hydroclorite Acid Plant (HCl Plant)
Pada unit ini, dilakukan reaksi antara gas hidrogen dan gas chlorine untuk
menghasilkan HCl melalui coumbustion. Gas chlorine yang dihasilkan dari
chloroalkali plant dan hasil sampingan dari ClO2 plant direaksikan dengan gas
hidrogen yang berasal dari chlorate plant di dalam HCl burner. Reaksi yang
terjadi:
H 2 +Cl 2 → 2 HCl
HCl yang dihasilkan dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan
dalam ClO2 plant untuk HCl menghasilkan ClO2.
4) Chlorine Dioxyde Plant
25

NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan ke dalam ClO2


generator. Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami
reduksi menghasilkan ClO2. Reaksi yang terjadi:
NaClO 3 +2 HCl→ ClO 2 +NaCl+H 2 O+2 Cl 2
Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorbsi
dengan air dingin pada 7oC untuk menghasilkan larutan ClO2. Gas chlorine yang
tidak diserap digunakan dalam HCl plant. Larutan ClO2 yang terbentuk digunakan
untuk proses bleaching.
5) Oxygen Plant
Penyiapan oksigen dan nitrogen dilakukan dalam oxygen plant. Oksigen
kemudian digunakan dalam proses bleaching.
2.3.2. Recovery Plant
Black Liquor merupakan cairan hasil pemasakan di dalam digester,
dikirim menuju evaporator untuk dipekatkan. Steam dari kolom stripping
digunakan untuk memurnikan kondensat yang kurang baik dari evaporator dan
cooking plant. Permukaan pemanas unit evaporator dibuat dua unsur lembaran.
Vapour dikondensasi di bagian samping unsur. Black liquor mengalir bebas di
luar unsur ke bagian bawahnya. Vapour sekunder dilepas dari liquor secepatnya
lalu dikeluarkan di antara unsur yang akan ke bagian vapour (vapour body) dan
selanjutnya melewati entrainment separator.
Pompa sirkulasi liquor menjaga aliran liquor konstan di atas sejumlah
unsur bebas yang diumpankan. Black liquor yang terkonsentrasi dibakar dalam
recovery boiler yang tersusun dari gas tight membran wall construction furnance,
kemudian akan dihasilkan produk berupa smelt yang berbentuk liquor selanjutnya
akan dilarutkan ke dalam smelt dissolving tank, sehingga akan menghasilkan
suatu material berupa green liquor. Material green liquor dipompakan ke tanki
yang sama dalam recausticizing plant untuk diolah kembali menjadi white liquor.
2.3.3. Recausticizing & Lime Kiln Plant
Proses recausticizing merupakan suatu proses daur ulang cairan bekas
pemasak kayu (green liquor) menjadi cairan yang dapat digunakan kembali
sebagai cairan pemasak (white liquor) dengan adanya penambahan kapur,
26

sedangkan lime kiln adalah suatu proses daur ulang lime mud yang terbentuk dari
proses recausticizing menjadi kapur kembali dengan cara kalsinasi di dalam
rotary kiln. Reaksi yang terjadi:
H 2 O+CaO→ Ca( OH )2 + kalor
Reaksi di atas disempurnakan dalam ketiga causticizer, dengan reaksi:
Ca(OH )2 +Na2 CO 3 → 2 NaOH +CaCO3
Dilakukan pemisahan antara larutan NaOH dan CaCO3. sedangkan di dalam lime
kiln terjadi reaksi:
CaCO 3 →CaO+CO 2
BAB III
PERALATAN PRODUKSI

3.1. Peralatan Utama


3.1.1. Tahap Persiapan Kayu
1) Drum barker merupakan alat untuk memisahkan kulit kayu dari kayu
dengan diameter 5 meter, panjang sekitar 24 meter, dan kapasitas 500 m3/jam.
Alat ini berbentuk drum dengan plat bergerigi yang berada di bagian dalamnya.
Alat ini bekerja dengan cara berputar. Log kayu akan masuk ke dalam drum
barker dan saling bertumbukan satu sama lain serta mengenai plat bergerigi pada
drum, sehingga kulit kayu akan terlepas.
Kelebihan dari drum barker ini adalah muatan kapasitas log yang besar
dibandingkan dengan barker yang lain dan seluruh kayu pasti mengenai gerigi,
akan tetapi efisien dari kulit yang terkelupas relatif kecil karena permukaan kayu
belum tentu mengenai gerigi secara merata.

Gambar 3.1. Drum Barker


(Sumber: Jonathan, 2018)

2) Rotary barker bekerja hampir sama dengan drum barker, akan tetapi hal
yang membedakannya adalah letak bagian yang bergerigi. Rotary barker pada
dinding-dindingnya memiliki gerigi-gerigi untuk menguliti kulit kayu namun
tidak berputar dan memiliki alat penggerus di bagian dasar drum guna melepaskan
kulit kayu. Kelebihan rotary barker dibanding dengan drum barker yaitu efisien

27
pengulitan kayu lebih tinggi karena gerigi menggerus permukaan kayu yang
diiringi

28
dengan perputaran kayu sehingga pengulitan terjadi lebih merata. Akan tetapi
rotary barker ini memiliki kapasitas yang lebih kecil.

Gambar 3.2. Rotary Barker


(Sumber: Jonathan, 2018)

3) Chipper merupakan alat untuk mengecilkan ukuran log kayu menjadi


serpih kayu (chip). Kecepatan putaran chipper berkisar 1500 rpm, diameter
chipper 3,5 m. Chipper tersebut memiliki 12 pisau dalam satu chipper dengan
panjang masing-masing pisau berkisar 120 cm. Chipper ini terhubung langsung
dengan conveyor guna mengirim chip menuju chip yard.
4) Chip Screen bekerja dengan prinsip yang digunakan yaitu getaran,
sehingga chip-chip yang masuk ke screening akan terpisah dengan ukurannya.
Chip screen sangat berperan penting karena menyeragamkan ukuran chip
sehingga proses pemasakan chip berlangsung dengan merata.

Gambar 3.3. Chip Screen


(Sumber: Jonathan, 2018)

29
3.1.2. Tahap Pemasakan
1) Top Separator terdiri dari saringan silinder dan screw conveyor serta
bekerja dengan berputar berlawanan arah jarum jam. Jika dilihat ke bawah pada
poros utama screw conveyor, yang menyebabkan chip akan terdorong masuk ke
digester dengan bantuan aliran cairan ke bawah, pada waktu bersamaan
membersihkan gasket saringan silinder dari chip dan fines. Top separator tersebut
memisahkan cairan dari chip, kemudian secara bersama masuk menuju digester.

Gambar 3.4. Top Separator


(Sumber: Jonathan, 2018)

2) Digester adalah alat pemasak chip yang berbentuk silinder yang disusun
tegak dan dirancang untuk tekanan serta temperatur yang tinggi. Continuous
digester merupakan tempat terjadinya proses pemasakan yang mempunyai daerah
pemasakan (cooking zone) 4 tingkat dimana pipa sirkulasi bagian atas
mengalirkan chip dan cairan dari pengeluaran HP-Feeder ke top separator di
bagian atas digester dan mengembalikan cairan yang diekstrak melalui saringan
top separator ke pemasukan pompa sirkulasi bagian atas. Chip level digester
dikendalikan dengan menjaga keseimbangan antara laju chip yang masuk dan
keluar digester.
Kelebihan dari penggunaan digester continuous karena digester
continuous lebih efisien dalam hal ruang, lebih mudah untuk mengontrol dan
memeberikan hasil yang lebih baik, serta mudah untuk mengontrol komposisi
liquor dan mengurangi penggunaan bahan kimia, hemat tenaga, dan lebih efisien
dari digester batch dalam segi energi dan biaya, lebih mudah mengatur non

30
condensable gases, space efficient, laju alir steady state namun instalasinya lebih
kompleks

Gambar 3.5. Continuous Digester


(Sumber: Jonathan, 2018)

3.1.3. Tahap Washing and Screening


1) Primary knotter dan secondary knotter merupakan alat untuk memisahkan
pulp hasil pemasakan dari knot (padatan chipp yang tidak masak) dengan cara
pengenceran sehingga knot dan pulp mudah dipisahkan.
2) Screening room merupakan tempat terjadinya proses penyaringan dimana
dilakukan pemisahan berdasarkan pada ukuran dan serat. Screening room ini
sendiri terbagi menjadi tiga bagian yaitu primary screening, secondary screening,
dan tertiary screening. Pembagian menjadi tiga tahap tersebut ditujukan untuk
menghasilkan pulp yang lebih bersih dan terbebas dari pasir ataupun pengotor
lainnya.

3) Brown Stock Washing (Pressure diffuser washer), alat ini digunakan untuk
menghilangkan lignin dan kotoran yang turut terbawa dalam pulp dan dicuci

31
dengan arah yang berlawanan, dimana air panas digunakan sebagai pencucian
tahap akhir.
4) Dewatering press tipe A merupakan alat untuk pre O 2 washing yang bekerja
dengan prinsip kerja yaitu pulp dengan konsentrasi sekitar 10% didistribusikan langsung
ke pulp press tanpa penambahan cairan pencuci kembali.
5) TRPE (Twin Roll Press Evaluation) memiliki prinsip kerja yaitu pulp yang
masuk akan disebar melalui rotoformer, sehingga pulp terebut secara merata ke
pengepresan. Keuntungan dari alat ini adalah meningkatkan efisiensi dari
pencucian pulp dengan tambahan cairan pencuci sehingga pulp yang dihasilkan
lebih baik.
6) O2 reaktor merupakan tempat terjadinya pemisahan zat organik dan sisa
alkali dari kayu. Pemisahan zat kimia tersebut ditujukan untuk didaur ulang di
recovery boiler sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi
steam. Kondisi operasi yang terjadi di O 2 reaktor ditujukan untuk menaikkan
temperatur dari 101oC menjadi 106oC. Selain itu, gas buangan yang tidak berguna
akan dikeluarkan menggunakan condenser dan fan buangan.
3.1.4. Tahap Bleacing
1) DO tower tempat proses reaksi pulp dengan bahan kimia bleaching.
Keuntungan dari DO Tower ini sendiri adalah suhu yang cukup rendah dan
waktu yang cukup cepat.
2) Up flow tower dan Down flow tower
3) Alat D1/D2 stage untuk meningkatkan kualitas dari bleaching itu sendiri
dengan menggunakan larutan ClO2 sebagai agen pemutih.
3.1.5. Tahap Pembentukan Lembaran Pulp
1) Screener untuk memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan ukuran
2) Cleaner untuk memisahkan kontaminan berdasarkan perbedaan berat jenis.
3) Foward cleaner, accept pulp akan terpental ke atas dan reject akan ke
bawah.
4) Reverse cleaner, accept akan ke bawah dan reject akan ke atas.
5) Vacuum untuk pengisapan kandungan air pada pulp.

32
6) Dryer untuk memberikan uap panas secara kontinyu sehingga dapat
mengeringkan lembaran pulp.

3.2. Peralatan Pendukung


3.2.1. Tahap Persiapan Kayu
1) Superbarker merupakan alat pemisah kulit kayu khusus untuk kayu
berukuran kecil, sehingga penggunaannya tidak terlalu berpengaruh serta
kapasitas sangat kecil.
2) Screw conveyor pada chip yard digunakan untuk mengambil chip dengan
mekanisme kerjanya sama seperti mur atau baut yang memutar sehingga chip-chip
tersebut membentuk seperti tumpukan dan mudah ditransportasikan.
3.2.2. Tahap Chip Cooking
1) Air Lock Feeder
Air lock feeder merupakan sebuah alat yang dirancang berbentuk bintang
yang memiliki tujuh buah kantung (pocket) untuk membatasi jumlah udara yang
keluar dan masuk ke chip bin serta untuk membatasi jumlah udara yang keluar
dari chip bin. Selain itu juga dilengkapi dengan chip gate yang dijaga tertutup
oleh bandul. Air lock feeder ini dapat mengoptimalkan penyebaran chip ke dalam
chip bin dengan merata.

Gambar 3.6. Air Lock Feeder


(Sumber: Jonathan, 2018)

2) Chip Bin merupakan vessel penampungan chip dengan dua fungsi utama
yaitu menyediakan waktu tinggal dan kesinambungan pengoperasian digester

33
selama ada masalah mengenai aliran chip yang masuk ke digester. Kedua, untuk
pemanasan awal (pre-steaming) sehingga dapat menyediakan waktu tinggal yang
cukup selama proses pemanasan awal. Pada bagian bawah chip bin berbentuk
diamondback dengan tujuan untuk mendapatkan aliran chip yang merata masuk
ke dalam chip meter.
3) Chip meter berbentuk bintang yang berputar dengan tujuh buah kantong
untuk mengukur besarnya jumlah chip untuk setiap putarannya. Chip meter juga
berfungsi menentukan laju produksi digester.

Gambar 3.7. Chip Screen


(Sumber: Jonathan, 2018)

4) Low Pressure Feeder merupakan alat yang berbentuk bintang sebagai


pembatas antara tekanan atmosfer di chip bin dan chip meter serta tekanan tinggi
di steaming vessel (124 kPa), sehingga dapat mengurangi kebocoran steam dan
untuk mengirim masuk ke steaming vessel.

34
Gambar 3.8. Low Pressure Feeder
(Sumber: Jonathan, 2018)

5) Steaming Vessel merupakan silinder yang datar (horizontal) yang di


dalamnya terdapat screw conveyor. Fungsi dari steaming vessel yaitu untuk
memisahkan gas dan udara dari dalam chip, menaikkan temperatur chip dan
menyeragamkan moisture dalam chip. Fungsi yang kedua yaitu untuk menjaga
keseimbangan tekanan pada sistem pengisian chip (chip feeding system).

Gambar 3.9. Steaming Vessel


(Sumber: Jonathan, 2018)

6) Nozzle utama pada pipa utama saluran masuk steaming vessel memiliki
saringan untuk menjaga agar chip tidak terdorong dari steaming vessel ke flash
tank 1 saat tekanan tidak seimbang dalam sistem.
7) Chip Chute merupakan tabung tegak yang bertekanan (vertical pressure
vessel) yang menghubungkan steaming vessel dengan HP-feeder.

35
8) Pada chip chute terdapat level controller valve untuk mengendali level
chip berkisar 40-60%.
9) High Pressure Feeder memiliki rotor dengan empat kantong pengisi
(pocket helical) yang mengalir dari satu sisi rotor ke sisi lainnya. HPF bekerja
berputar searah jarum jam, arah putaran sangat penting untuk diamati dikarenakan
mencegah pergeseran putaran rotor dengan rumah HPF. Tekanan HPF adalah
1375 kPa yang dapat menyebabkan chip dikirim menuju bagian atas digester atau
top separator.

Gambar 3.10. High Pressure Feeder


(Sumber: Jonathan, 2018)

10) Evaporator pada impregnation zone untuk memekatkan cairan pemasak.


11) Upper heater dan lower heater untuk memanaskan black liquor hasil dari
upper dan lower cooking sehingga dapat digunakan kembali.
12) Flash Tank 1 dan Flash Tank 2 sebagai tempat pembuatan steam dari hasil
black liquor extraction zone.
13) Pada zona ekstraksi terdapat dua barisan plate ekstraksi, aliran cairan
melalui saringan plate ke internal header, dua nozzle ekstraksi, dan dua kran
switching setiap header.
14) Pompa digunakan untuk menyuplai cairan baik white liquor maupun black
liquor.
3.2.3. Tahap Washing and Screening

36
1) Pada screening room dilengkapi dengan reject screen, reject press, dan
sand separator. Reject press digunakan untuk mengurangi hilangnya bahan kimia
dan mempermudah penanganan reject.
2) Low Consistency Storage Tank untuk menampung accept pulp.
3) Pre O2 pulp press untuk mengurangi kadar black liquor pada pulp.
4) Pre O2 filter tank untuk menampung filtrat yang berasal dari pre O2 pulp press.
5) Rotary former merupakan alat yang digunakan untuk penyebaran pulp pada saat
dewatering press cairan pencuci ditambahkan pada TRPE.
3.2.4. Tahap Bleacing
1) Screw conveyor untuk mengangkut pulp yang telah dicuci menuju ke DO
tower.
2) Mixer untuk mempercepat proses pencampuran pulp dengan menambah
ClO2.
3) Pulp heater digunakan karena memiliki keunggulan dengan kondisi suhu
yang lebih rendah dan dapat ditambahan oksigen dengan masuk ke bagian
E0 mixer.
4) EO Pulp Press
3.2.5. Tahap Pembentukan Lembaran Pulp
1) Blow box, untuk menjaga agar lembaran tetap mengambang dari
permukaan blow bar
2) Blow bar, tempat setiap lembaran pulp bergerak (seperti conveyor)
3) Lay Boy merupakan tempat penampungan potongan lembaran pulp.
4) Wrapper merupakan alat pembungkus lembaran-lembaran kertas.
3.2.6. Proses Pendukung
1) chlorate electrolyzer sebagai tempat dilakukan elektrolisis larutan NaCl
untuk menghasilkan NaClO3
2) HCl burner
3) Entrainment separator
4) Recovery boiler yang tersusun dari tight membran wall construction
furnance, tempat pembakaran black liquor
5) Smelt dissolving tank

37
6) Rotary kiln sebagai tempat terjadinya proses kalsinasi lime mud menjadi
kapur.

BAB IV
SISTEM PENGELOLAHAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH

4.1. Pengelolahan Lingkungan


Didasarkan pada UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup, bahwasanya rencana usaha dan kegiatan yang
mempengaruhi secara luas dan penting wajib untuk dilakukan kajian Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan hasil akhir AMDAL harus berupa Rencana
Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Upaya ini
dilakukan melalui kegiatan pengelolaan lingkungan dan dievaluasi dengan
kegiatan pemantauan lingkungam yang menyusun Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan dilanjutkan dengan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) (Anugrah, 2017).
RPL dan RKL merupakan panduan bagi PT. Tanjungenim Lestari Pulp
dan Paper dalam melakukan pemantauan dan pengelolaan dari pelaksanaan
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dokumen RKL-RPL juga berfungsi
sebagai pedoman bagi masyarakat (warga di Desa Dalam, Desa Kuripan, Desa
Tanjung Menang, dan Desa Banuayu) untuk berpartisipasi secara aktif dalam
rangka pelaksanaan pemantauan lingkungan bagi Pemerinta Daerah Kabupaten
Muara Enim. Kegiatan RKL-RPL memberikan berbagai kegunaan yang berkaitan
dengan pengelolaan hutan terutama di kawasan MHP (Musi Hutan Perdana).
Dokumen RKL di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper berisikan
upaya pencegaha, pengendalian, dan penaggulangan dampak penting lingkungan
hidup yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan
produksi. Upaya pengelolaan lingkungan hidup di PT Tanjungenim Lestari Pulp
and paper terbagi menjadi tiga kelompok aktivitas, sebagai berikut:
1) Untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup
melalui tata letak (tata ruang mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek.

38
2) Untuk menanggulangi, mengurangi, dan mengendalikan dampak negatif
baik saat usaha ataupun kegiatan beroperasi maupun berakhir (contoh:
rehabilitasi lokasi proyek).
3) Memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk
memberikan kompensasi atas sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui,

39
40

hilang ataupun rusak (dalam arti sosial ekonomi dan/atau ekologis)


sebagai akibat dari usaha dan/atau kegiatan.
Pada dasarnya, dokumen RKL-RPL terdiri dari 13 parameter yang terdiri
dari kualitas udara, kebisingan, limbah padat atau landfill, sampah domestik, flora
fauna darat, kesempatan kerja, potensi konflik sosial, pengelolaan bekerja sama
dengan pemerintah daerah, kualitas air permukaan, kesempatan berusaha, potensi
konflik sosial kegiatan proses, persepsi masyarakat dan kesehatan masyarakat.
Penyusuanan dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dilatarbelakangi oleh ketentuan pada
Sistem Manajemen Lingkungan. Didasarkan pada ISO 14001 dalam Sistem
Manajemen Lingkungan terdapat tiga komitmen yaitu comply to regulation
(memenuhi peraturan), prevention to pollution (pencegahan terhadap
pencemaran), dan continue improvement (perbaikan secara berkesinambungan).
Copoly to regulation diwujudkan dengan adanya dokumen RKL, RPL, serta
merupakan kewajiban bagi perusahaan sebagai acuan untuk pengelolaan agar
tidak terjadi kerusakan terhadap lingkungan. Hal tersebut telah dibedah serta
dievaluasi dengan tanda berupa proper hijau dimana menunjukkan bahwa PT
Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper telah melakukan pengelolaan lingkungan
lebih dari yang dipersyratkan, mempunyai sistem pengelolaan lingkungan,
hubungan baik dengan masyarakat dan telah melakukan upaya 3R (Reduce,
Recause, dan Recycle).
Langkah yang dilakukan oleh PT Tanjungenim Lestari Pulp dan Paper
diantaranya membuang dan mengoperasikan unit pengolahan limbah cair diluar
proses secara kontinyu, mengendalikan pengoperasian peralatan dengan emisi
debu dan gas yang efisiensinya tinggi, mempertahankan dan memelihara areal
hijau (buffer zone) dengan luas 252 ha disekitar pabrik guna mengurangi
pencemaran udara dan suara (kebisingan) ke pemukiman sekitar serta
meningkatkan dan mempertahankan habitat bagi fauna daratan, menjaga
penyediaan air bersih untuk kebutuhan domestik, dan membangun berbagaii
fasilitas umum (poliklinik, sarana olahraga, tempat beribadah) bagi masyarakat
umum (Anugrah, 2017).
41

Selain itu, masyarakat sekitar juga berpartisipasi dengan menyampaikan


aspirasi, kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, serta usulan
penyelesaian masalah dari masyarakat dengan tujuan untuk memberikan
keputusan yang baik. Hal tersebut pun sesuai dan didasarkan pada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat
dalam proses Analisi Dampak Lingkungan Hidup dan Dokumen Pengelolaan
Lingkungan.

4.2. Pengelolahan Limbah


Setiap industri tentunya menghasilkan limbah sebagai salah satu hasil
samping proses produksi. Begitu pula sama halnya dengan PT. Tanjungenim
Lestari Pulp & Paper dimana telah diisyaratkan dalam dokumen AMDAL dan
mendapatkan persetujuan dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
27/MPP/04/199 bahwa telah melakukan dua jenis pengolahan lingkungan, yaitu:
1) Pengolahan limbah yang dibuang (End of Pipe Treatment)
Pengolahan limbah ini dilakukan oleh PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper
dengan tiga metode, yaitu:
a. Pengolahan limbah cair yang berupa unit pengolahan limbah cair
b. Penanganan limbah padat yang berupa landfill system
c. Pengendalian pencemaran udara yang menggunakan electro static
precipitator, dust collector, dan cyclone serta NCG (non-condensible gas)
treatment yang dilengkapi dengan water seal, burner, dan scrubber.
2) Reduce, Reuse, Recycling (Konsep tiga R)
Konsep ini dipakai juga dalam pengolahan limbah di PT. Tanjungenim
Lestari Pulp & Paper. Di dalam industri ini, penerapan konsep tersebut meliputi
one-site recycling:
1. Chemical recovery dari concentrate black liquor.
2. Fiber recovery dari white water.
3. Filtrat recovery dari pulp washing.
4. Condensate recovery dan reuse dari boiler.
42

5. Counter current washing system (untuk brown stock dan bleaching stock
washing).
6. Sirkulasi air pendingin pada cooling tower.
7. Re-cooking knot.
8. Bark, chip, reject, dan sludge cake yang digunakan pada unit pengolah
limbah cair tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar di power boiler.
Tujuan dari pelaksanaan terhadap pemantauan lingkungan adalah untuk
meningkatkan kualitas dari lingkungan agar dapat berjadalan sesuai dengan
fungsinya. Pada dasarnya, pengolahan limbah yang dilakukan oleh PT.
Tanjungenim Lestari Pulp & Paper ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pengolahan
limbah cair, pengolahan limbah padat, dan pengendalian pencemaran udara.

4.2.1. Pengolahan Limbah Cair


Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Tanjung Enim Lestari
Pulp & Paper disebut sebagai effluent treatment yang berasal dari Jerman (Philip
Muller). Proses pengolahan limbah ini bertujuan untuk mengolah limbah cair
yang sudah tidak dapat didaur ulang kembali oleh pabrik sehingga limbah tersebut
akan menjadi limbah terolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah y yaitu Kep-51/MENLH/10/1995 untuk pabrik pulp dan kertas.
Limbah cair yang masuk IPAL akan dipisahkan menjadi dua saluran yaitu,
saluran limbah alkali dan saluran limbah asam. Tujuan dari pemisahan saluran
dari limbah tersebut adalah untuk mengurangi pemakaian bahan kimia penetral
dengan adanya limbah asam yang dapat digunakan kembali sebagai penetral di
neutralization basin. Pada proses primary treatment, buangan limbah cair dari
masing-masing plant ditampung di primary clarifier. Tujuan dari penggunaan
primary clarifier adalah untuk memisahkan padatan akibat gaya gravitasi.
Cairan yang telah dipisahkan dari proses tersebut akan dinetralkan di
neutralization basin serta dilakukan pencampuran dengan limbah asam kemudian
dinetralkan dengan NaOH atau H2SO4. Padatan hasil dari pemisahan tersebut
biasanya berupa lumpur atau sludge yang akan dipompakan menuju ke sludge
mixing tank. Tahapan lanjutan setelah penetralan yaitu cairan dialirkan menuju ke
43

equalization basin untuk penyetaraan cairan sebelum masuk ke tahap kedua yaitu
activated sludge dimana sebelumnya temperatur cairan akan diturunkan menjadi
35oC di cooling tower. Cairan yang telah dingin dialirkan ke aeration basin
sebagai penampungan sementara dilengkapi surface aerator untuk mensuplai
oksigen.
Proses yang terjadi pada aerator basin yaitu penguraian senyawa organik
oleh bakteri sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan kandungan pencemar
dalam limbah cair Pada proses dekomposisi atau penguraian senyawa-senyawa
organik, bakteri akan membutuhkan nutrient seperti nitrogen dan phospat yang
dapat disuplai dari urea dan asam fosfat. Limbah dari aeration basin akan
dialirkan lebih lanjut menuju ke secondary clarifier untuk dipisahkan dari limbah
cair hasil olahan dan hasil sebagian sludge (biomass) akan dikembalikan ke
aeration basin.
Overflow limbah cair dari secondary clarifier tersebut akan dilakukan
pengontrolan kualitas yang ketat sebelum dialirkan dan dibuang ke sungai
sehingga kualitas dari buangan limbah cair olahan memiliki nilai yang tidak
melebihi standar dari kualitas baku mutu limbah cair industri pulp yang telah
ditetapkan pemerintah pada peraturan Kep-51/MENLH/10/1995 dan Keputusan
oleh Gubernur Sumatera Selatan No. 407/XI/1991. Limbah cair olahan ditampung
di holding pond sebelum dibuang ke sungai Lematang. Limbah dari holding pond
akan masuk ke sungai melalui satu buah saluran pipa dengan diameter 1,2 m dan
limbah tersebut akan dianalisa kandungan AOX-nya (Absorsable Organo
Halogen) untuk mengetahui kandungan halogen dalam limbah terolah, sebelum
dibuang ke sungai Lematang.
Kualitas limbah cair akan dikontrol dengan permulaan dari pengontrolan
sumber buangan, proses pengolahan limbah cair, hingga pembuangan limbah cair
olahan menuju ke sungai Lematang. Effluent treatment beroperasi secara terus
menerus selama 24 jam. Apabila terjadi masalah di effluent treatment, maka
limbah cair akan ditampung di dalam emergency basin hingga kondisi di effluent
treatment kembali normal. Sludge dari primary clarifier dan secondary clarifier
dicampur dengan sludge dari fresh water treatment akan ditampung di sludge
44

mixing tank untuk dikirim ke dewatering. Sludge tersebut akan dipress di belt
filter press untuk menghasilkan sludge cake dengan konsistensi berkisar sebesar
36%. Filtrat dari dewatering dikembalikan ke aeration basin sedangkan sludge
cake sebagai produk samping effluent treatment dikirim ke sebagai bahan bakar
untuk power boiler.
PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper juga memiliki IPAL lainnya yang
digunakan sebagai pengolahan limbah domestik yang berasal dari perumahan atau
townsite. Prinsip pengolahan limbah domestik adalah tahap pemisahan kotoran,
tahap sedimentasi, dan tahap aerasi secara biologi untuk menguraikan senyawa-
senyawa organik, serta tahap desinfektan dengan tujuan untuk menghilangkan
bakteri-bakteri yang berbahaya seperti bakteri coli. Tahap desinfektan dilakukan
dilakukan karena limbah domestik memiliki karakteristik yang berbeda dengan
limbah industri sehingga proses dan sistem pengolahannya pun harus berbeda
pula.

4.2.2. Pengolahan Limbah Padat


Limbah padat yang dihasilkan oleh PT Tanjungenim Lestari Pulp & Paper
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
4.2.2.1. Limbah Pabrik
Limbah padat yang dihasilkan dari pabrik pulp biasanya berupa dregs dan
grits dari recausticizing plant, abu dari power boiler, dan garam dari chemical
plant yang direncanakan untuk ditimbun dengan sistem landfill. Sedangkan
limbah padat lainnya, seperti kulit kayu dari wood handling, screen reject, dan
lumpur dari effluent treatment akan diumpankan sebagai bahan bakar menuju ke
power boiler yang menghasilkan steam sebagai penggerak turbin sehingga dapat
menghasilkan listrik. Operasi landfill biasanya dilengkapi dengan sumur pantau
dan kolam pengumpul lindi. Lindi yang terkumpul di dalam kolam penampungan
dikirimkan menuju ke effluent treatment untuk diolah secara fisik, kimia, dan
biologi
4.2.2.2.Limbah Domestik
45

Limbah domestik berasal dari rumah tangga dan perkantoran. Limbah


tersebut akan ditampung ditempat pembuangan sampah dan dikontrol oleh
petugas khusus (Tanjungenim Lestari, 2017).

4.3. Pengendalian Pencemaran Udara


PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper melakukan pengendalian terhadap
pencemaran udara dengan membangun berbagai peralatan pengendalian
pencemaran udara pada tiap sumber. Penyebab terjadinya pencemaran udara pada
pabrik pulp terdiri atas dua proses utama, yaitu proses pembakaran di power
boiler dan proses kimia di chemical plant.
PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper membangun electrostatic
precipitator di boiler dan lime kiln dalam mengendalikan pencemaran udara.
Kedua alat tersebut digunakan untuk menangkap debu hasil pembakaran di
cerobong utama sebelum dibuang secara langsung ke udara. Pengendalian
pencemaran udara yang disebabkan oleh adanya proses kimia di chemical plant
akan dibuang dengan menggunakan scrubber guna menyerap berbagai jenis gas-
gas buangan dengan menggunakan bantuan dari cairan kimia penyerap.
PT. Tanjung Enim Lestari Pulp & Paper menerapkan berbagai hal untuk
mengurangi pengaruh dampak bau yang dihasilkan pabrik pulp, sebagi berikut:
1. Merancang ketel dengan karakteristik low odor
2. Memasang dua unit pengumpul NCG (non-condensable gas)
3. Pengumpulan dan pembakaran NCG di NCG treatment
4. Memasang vent scrubber di smelt dissolving tank
5. Pendaur-ulangan condensate dalam stripper dengan saluran NCG
Permulaan dari proses penghilangan bau terjadi di dalam NCG treatment
dimana gas-gas yang tidak terkondensasi dari digester dan evaporator dibakar di
quench burner bersama-sama dengan steam dan fuel oil sebagai bahan bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, Tri. 2017. Proses Produksi PT TeL. (Online). https://www.scribd.com/


document/360756918/Proses-Produksi-PT-Tel-docx (Diakses pada tanggal
15 September 2018)
Jonathan, Agustiono. 2018. Laporan Kerja Praktek PT Tanjungenim Lestari Pulp
and Paper. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper. 2017. Raw Material. (Online).
http://www.telpp.com/page/2/raw-material-source (Diakses pada tanggal 17
September 2018)
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper. 2017. Environmental Friendly Process.
(Online). http://www.telpp.com/page/3/environmental-friendly-process
(Diakses pada tanggal 17 September 2018)

41

Anda mungkin juga menyukai