Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aerasi merupakan suatu bentuk proses penambahan udara atau oksigen di dalam air
dengan cara membawa air dan udara tersebut ke dalam kontak yang dekat.  Aerasi adalah
suatu usaha untuk menambahkan konsentrasi oksigen yang terkandung di dalam air limbah,
sehingga proses oksidasi biologi oleh mikroba bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Caranya dapat dengan menyemprotkan air ke udara (air ke dalam udara) atau dengan
memberikan gelembung halus udara serta membiarkannya untuk bisa naik melalui air (udara
ke dalam air).
Dalam melakukan proses aerasi ini perlu menggunakan suatu alat yang dinamakan
dengan aerator. Prinsip kerja aerator ini sendiri dengan cara menambahkan oksigen terlarut
di dalam air tersebut. Selanjutnya, yang menjadi tugas utama dari alat ini ialah dalam
memperbesar permukaan kontak yang terjadi antara air dan udara.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhsn oksigen dalam proses aerasi sesuai
karakteristik air yang digunakan.
b. Mahasiswa mampu menganalisis oksigen terlarut yang dilakukan menggunakan
metode titrasi dengan winkler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Aerasi


Aerasi merupakan istilah lain dari tranfer gas, lebih dikhususkan pada transfer gas
oksigen atau proses penambahan oksigen ke dalam air. Keberhasilan proses aerasi
tergantung pada besarnya nilai suhu, kejenuhan oksigen, karateristik air dan turbulensi air.
Beberapa jenis aerator yang digunakan dalam proses aerasi adalah diffuser aerator,
mekanik aerator, spray aerator, dan aerator gravitasi. Proses aerasi dapat digunakan untuk
pengolahan air minum maupun air buangan diantaranya menurunkan kandungan besi (Fe)
dan mangan (Mn) terlarut dalam air (Abuzar et al., 2012).
Aerasi yang diikuti dengan pemisahan padat atau cair biasanya diterapkan untuk
menghilangkan zat besi. Proses aerasi untuk mengoksidasi besi dengan konsentrasi tinggi
(> 5,0 mg/L) sehingga dapat menghemat biaya bahan kimia. Tujuan dari proses aerasi
adalah meningkatkan konsentrasi oksigen yang berada didalam air yang berguna dalam
pengolahan air (Istihara, 2019).

2.2 Pengertian Oksigen Terlarut


Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan salah satu parameter
mengenai kualitas air. Tersedianya oksigen terlarut didalam air sangat menentukan
kehidupan di perairan tersebut. Menurut PP No. 82 Tahun 2001, baku mutu kandungan DO
disungai adalah 6 Mg/L (Prahutama, 2013).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Oksigen Terlarut dalam Cairan


Pada zona lakustrin dan transisi waduk ini terdapat aktifitas Keramba Jaring Apung
(KJA) dengan pola intensif yang dapat menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air
menurun akibat proses pembusukan pakan yang tidak habis dimakan dan feses ikan di KJA
tersebut. Peningkatan bahan organik di perairan dapat menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen terlarut untuk menguraikan bahan organik di perairan atau yang lebih
sering dikenal sebagai BOD (Biochemical Oxygen Demand). BOD merupakan jumlah
oksigen yang digunakan untuk mendekomposisi bahan organik sehingga jika BOD tinggi
maka bahan organik juga tinggi (Silaen et al., 2017).

2.4 Penjelasan Metode Winkler dalam Analisis Oksigen Terlarut


Jaro-Winkler distance adalah merupakan varian dari Jaro distance metrik yaitu
sebuah algoritma untuk mengukur kesamaan antara dua string, biasanya algoritma ini
digunakan di dalam pendeteksian duplikat atau kesamaan. Semakin tinggi nilai Jaro-Winkler
distance untuk dua string, semakin mirip kedua string tersebut. Skor normalnya adalah 0
menandakan tidak ada kesamaan, dan 1 menandakan sama persis. Pada algoritma Jaro
digunakan rumus untuk menghitung jarak (𝑑𝑗 ) antara dua string yaitu S1 dan S2 (Sari et al.,
2018).
Suatu perairan dapat dikatakan baik dan mempunyai tingkat pencemaran yang
rendah jika kadar oksigen terlarutnya (DO) lebih besar dari 5 mg/l, sedangkan konsentrasi
oksigen terlarut (DO) pada perairan yang masih alami memiliki nilai DO kurang dari 10 mg/l.
Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.
Apabila kita bandingkan dengan baku mutu air kelas II untuk parameter DO berdasarkan
Perda Provinsi Jawa Timur No. 2 tahun 2008 yaitu 4 mg/l, maka kondisi kualitas air sungai
Metro untuk parameter DO antar 4,7 – 6,5 masih sesuai dengan peruntukannya (Mahyudin
et al., 2015).
2.5 Pengertian Transfer Oksigen dan Faktor yang Mempengaruhi
Untuk menentukan berapa kebutuhan oksigen, berapa lama proses tersebut
berlangsung, dibutuhkan pengertian mengenai perpindahan (transfer) massa dari gas ke
cairan. Perpindahan ini juga bisa perpindahan oksigen dari udara maupun oksigen murni ke
limbah cair. Transfer oksigen didefinisikan sebagai proses perpindahan oksigen dari satu
fase ke fase lain, biasanya dari fase gas ke fase cair (Haryanto et al., 2009).
Lemak yang ada pada limbah harus dihilangkan karena akan menutupi permukaan
badan air sehingga mengganggu proses transfer oksigen ke air. Akibatnya akan
berpengaruh pada keberlangsungan hidup organisme yang hidup di air tersebut karena
kekurangan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan sehingga limbah yang
akan dibuang pada perairan diharapkan sesuai dengan standar baku mutu yang telah
ditetapkan (Oktavia et al., 2012).

2.6 Resume Jurnal


Judul : Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi,
Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif
Nama Jurnal : Jurnal Teknik ITS
Volume : Vol 7, No 1
Tahun : 2018
Penulis : Asadiya, Afiya, dan Nieke Karnaningroem
Riviewer : Itsari Angginta Arindani br. Barasa

Aerasi adalah proses dilakukannya kontak antara air dan udara baik dengan cara
natural maupun dengan desain mekanis. Proses aerasi merupakan proses pengolahan
secara biologis dengan adanya penambahan EM 4. Tujuan aerasi sendiri adalah untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan kadar BOD dengan proses aerasi
mencapai 50%, sedangkan untuk kadar COD penurunan dapat mencapai 62%. Proses ini
sangat penting karena pada pengolahan air limbah domestik memanfaatkan bakteri aerob
untuk mereduksi zat organik dalam air limbah domestik, khususnya BOD dan COD.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Fungsi Alat dan Bahan


a. Air limbah : Sebagai bahan perlakuan
b. Tabung winkler : Untuk mengambil sampel air
c. Erlenmeyer : Sebagai wadah larutan sampel
d. Statif : Sebagai peyangga buret
e. Buret : Sebagai wadah titrasi
f. Aerator : Sebagai alat yang mengahasilkan gelembung udara
g. Termometer : Untuk mengukur temperature
h. Gelas ukur : Sebagai wadah mengambil larutan sampel
i. Pipet volume : Untuk mengambil sampel dengan volume tertentu
j. Wadah kaca : Sebagai wadah air limbah
k. Na2S2O3 0,01 N : Sebagi bahan penentuan nilai DO
l. NaOH + KI : Sebagai bahan penentuan nilai DO
m. MnSO4 25 ml : Sebagai bahan penentuan niali DO
n. H2SO4 50 ml 4N : sebagai bahan penentuan nilai DO
o. Amilum : sebagai bahan penentuan nilai DO

3.2 Gambar Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Alat dan Bahan
No. Alat Dokumentasi
1 Air limbah

2 Tabung winkler

3 Erlenmeyer

4 Statif dan Buret


5 Aerator

6 Termometer

7 Amilum

8 Gelas ukur

9 Pipet volume

10 Wadah kaca

11 Na2S2O3 0,01 N

12 NaOH + KI
13 MnSO4 25 ml

14 H2SO4 50 ml 4N

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Aerasi

Alat dan Bahan

Disiapkan

Sampel air limbah

- Disiapkan
- Diukur suhu sampel
- Dilakukan aerasi selama 1 jam
- Diukur DO setiap 10 menit

Tabel Pengamatan

Dibuat tabel pengamatan perubahan


konsentrasi oksigen (C) terhadap
waktu (t)

Nilai konsentrasi
oksigen jenuh (Cs)

Dihitung dengan menggunakan rumus 2

Selisih Cs terhadap
C

Dihitung pada tabel pengamatan

Kurva ln(Cs-C)
versus t

- Dibuat
- Ditentukan persamaan garis kurva
- Ditentukan nilai Kla dari persamaan garis tersebut

Hasil konversi KLa


3.3.2 Pengukuran DO

Alat dan bahan

Disiapkan

Botol Winkler

Dimasukkan air sampel

Air sampel
- Dimasukkan 1 ml MnSO4
- Dimasukkan 1 ml NaOH+KI
- Dihomogenkan
- Diendapkan
- Dimasukkan amilum sampai berwarna biru
- Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna bening
- Dicatat volume titrat yang digunakan
Hasil
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Data hasil praktikum


Tabel 4.1 Pengamatan Sampel
Perlakuan Pengamatan (Kondisi Sampel) Dokumentasi
Dipersiapkan 500 – Bau : menyengat
1000 mL sampel air Warna : kuning keruh
limbah Kekeruhan : keruh

Diukur suhu sampel Suhu : 24oC

Dilakukan aerasi a. Ditambah MnSO4 dan NaOH + KI


selama 1 jam dan 1. Sebelum homogeny
diukur DO setiap 12 - Bau : 4 (menyengat)
menit - Warna : coklat kekuningan
- Kekeruhan : bagian atas agak
jernih
2. Setelah homogeny
- Bau : 4 (menyengat)
- Warna : coklat kekuningan
- Kekeruhan : sangat keruh

b. Ditambah H2SO4
1. Sebelum homogen
-Bau : 3 (agak menyengat)
-Warna : coklat
-Kekeruhan : bagian atas lebih
keruh
2. Setelah homogen
- Bau : 2 (agak menyengat)
- Warna : oranye
- Kekeruhan : agak jernih

c. Ditambah amilum
Perubahan warna : biru kehitaman

d. Dititrasi dengan Na2S2O3


Perubahan warna : putih susu

Tabel 4.2 Tabel Pengamatan 2


Waktu Cs-C Ln Cs-C
C (mgO2/L) Kla OC
(menit) (mgO2/L) (mgO2/L)
0 0,018 7,754 2,048 1,847 x 10-4 6,775 x 10-3
12 0,017 7,193 1,973 1,876 x 10-4 6,881 x 10-3
24 0,0169 7,9061 2,0676 1,877 x 10-4 6,8848 x 10-3
36 0,015 7,765 2,05 0,184 x 10-3 6,75 x 10-3
48 0,0013 7,444 2,007 1,85 x 10-4 6,77 x 10-3
60 8,12 x 10-4 7,7711 2,0504 1,847 x 10-3 6,774 x 10-2

Perhitungan

250
F pereaksi = = 1,016
250−4

Volume titran. N . 8000 . F 0,0052. 0,01 . 8000. 1,016


C= = mgO2/L
Volume sampel 25

Konsentrasi jenuh oksigen


P− p 707,5−22,2
Cs = Cs 760 = 8,53 = 8,53 . 0,9288 = 7,923 mgO2/L
760−P 760−22,2

Cs – C = 7,923 - 0,0169 = 7,9061


Ln (Cs – C) = 2,0676

Konsentrasi perpindahan oksigen


Kla = Kla (i) x f (20 – t) = 0,0002 x 1,016 (20-24) = 1,877 x 10-4

Kapasitas Oksigen
OC = Kla x Cs x V pereaksi = 1,877 x 10-4 x 9,17 x 4 = 6,8848 x 10-3

4.2. Analisa data hasil praktikum


Data hasil praktikum menampilkan perlakuan dan pengamatan pada Tabel 4.1
Pengamatan Sampel. Sebelum dilakukan pencampuran dengan zat kimia apapun, kondisi
sampel adalah menyengat, berwarna hijau keruh, dan sangat keruh. Lalu dilakukanlah
pengukuran suhu menggunakan thermometer dan suhu yang didapat adalah 24oC.
Selanjutnya sampel ditambah dengan zat kimia yaitu MnSO 4, NaOH + KI, H2SO4, amilum,
dan Na2S2O3. Kondisi sebelum pemberian zat zat kimia memiliki perbedaan yang lumayan
spesifik yang bisa dilihat di Tabel 4.1 Pengamatan Sampel.

4.3. Analisa perhitungan


Perhitungan dilakukan untuk mencari beberapa variable seperti C (konsentrasi larut
oksigen), Cs-C (konsentrasi larut oksigen dikurang konsentrasi jenuh oksigen), Ln Cs-C, Kla
(Konsentrasi perpindahan oksigen), dan OC (Kapasitas Oksigen). Untuk mencari C
Volume titran. N . 8000 . F
digunakan rumus C = , mencari Cs digunakan rumus Cs = Cs 760
Volume sampel
P− p (20 – t)
, mencari Kla digunakan rumus Kla = Kla (i) x f , dan mencari OC digunakan
760−P
rumus OC = Kla x Cs x V pereaksi. Karena pengamatan dilakukan bersama kelompok lain,
perhitungan semua variable pun gabungan dari kelompok M1 sampai M5 yang bisa dilihat di
Tabel 4.2 Tabel Pengamatan 2.
4.4. Analisa grafik
4.4.1. Grafik hubungan waktu dengan ln (Cs-C)

Hubungan Waktu dan ln(Cs-C)


2.08
2.06
2.04
2.02 f(x) = 0 x + 2.03

ln(Cs-C)
R² = 0.02
2
1.98
1.96
1.94
1.92
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu

Gambar 4.1 4 Hubungan Waktu dan ln (Cs-C)


Sumber : Data Diolah

Grafik diatas menjelaskan bagaimana hubngan waktu dengan ln (Cs-C).


Variabel yang digunakan adalah waktu dan ln (Cs-C), dimana waktu yang diamati
diantaranya adalah 0 ; 12 ; 24 ; 48 ; 60 dan ln (Cs-C) diantaranya adalah 2,048 ;
1,973 ; 2,0676 ; 2,05 ; 2,007; 2,0504. (Cs-C) tidak digunakan karena skala grafik
nantinya akan terlalu besar dan menjadi tidak real, maka dari itu yang digunakan
adalah ln (Cs-C) agar skalanya bisa lebih kecil dan lebih real. Dari grafik ini
menunjukkan pola yang tidak teratur, padahal seharusnya hubungan waktu dan ln
(Cs-C) adalah berbanding terbalik. Nilai y grafik yang didapat adalah y = 0,0002x +
2,0261 dan regresi grafik sebesar R² = 0,0169.

4.4.2. Grafik hubungan waktu dengan konsentrasi oksigen (C)

Hubungan Waktu dan C


0.02
0.02 f(x) = − 0 x + 0.02
0.02 R² = 0.85
0.01
0.01
0.01
C

0.01
0.01
0
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu

Gambar 4.1 4 Hubungan Waktu dan C


Sumber : Data Diolah

Grafik diatas menjelaskan bagaimana hubngan waktu dengan C (konsentrasi


oksigen terlarut). Variabel yang digunakan adalah waktu dan C, dimana waktu yang
diamati diantaranya adalah 0 ; 12 ; 24 ; 48 ; 60 dan C diantaranya adalah 0,018 ;
0,017 ; 0,0169 ; 0,015 ; 0,0013 ; 0,000812. Dari grafik ini menunjukkan pola yang
teratur yaitu berbanding terbalik, hal ini sudah sesuai karena memanb seharusnya
semakin lama waktu maka semakin kecil nilai C. Nilai y grafik yang didapat adalah y
= -0,0002x + 0,0192 dan regresi grafik sebesar R² = 0,8509.
4.5. Fungsi Perhitungan ln (Cs-C)
KLa merupakan koefisien transfer gas secara keseluruhan dan memiliki satuan per
waktu. Nilai KLa dapat ditentukan dengan Ln (Cs-Ct) = Ln (Cs-Ci) – KLa.t dengan KLa
adalah koefisien transfer total (jam-1), Cs adalah konsentrasi gas jenuh (mg/l), dan C adalah
konsentrasi gas di cairan (mg/l). Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen Cs
dan konsetrasi oksigen dalam interval waktu percobaan C, kemudian dapat di plot ke dalam
grafik ln (Cs-C) Vs time (t), maka diperoleh garis lurus dengan besarnya sudut arah (slope)
adalah KLa (Abuzar et al., 2012).

4.6. Faktor yang Mempengaruhi


Pada saat proses aerasi berlangsung, hasil akhir dari percobaan ini tidak sesuai
dengan teori dikarenakan ada factor yang dapat mempengaruhi proses aerasi tersebut.
Factor pertama yang dapat mempengaruhi adalah pengukuran suhu. Seharusnya semakin
lama diaerasi, maka suhu semakin rendah. Lalu kedua ada volume titrasi, jika tidak tepat
pada titik akhir titrasi atau sudah melebihi titik titrasi, perubahan warna pada sampel akan
sangat cepat dan mempengaruhi hasil percobaan. Sepertinya mengapa terdapat data eror
dalam praktikum ini banyak disebabkan saat proses titrasi.

4.7. Reaksi Kimia Yang Terjadi Dalam Sampel


Aerasi merupakan proses penambahan udara ke dalam air sehingga terjadi kontak
antara air dan oksigen. Proses ini menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi yang akan
membentuk endapan Fe(OH)3. Salah satu jenis aerasi yang dapat digunakan adalah aerator
gravitasi jenis jatuhan bertingkat. Media kasar seperti arang, batu, atau keramik yang
ukurannya berkisar antara 2-6 inch (5-15 cm) dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi,
pertukaran gas. Proses aerasi dapat dipercepat dengan penambahan media kontak yang
bersifat adsorben seperti zeolit dan karbon aktif (Joko dan Savitri, 2016).

4.8. Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Oksigen (banding 1 Sitasi)


Dalam proses aerasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perpindahan
oksigen, yaitu suhu. Koefisien transfer gas (KLa) meningkat seiring dengan kenaikan suhu,
karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan
kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang
tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu (Abuzar et al.,
2012).
Literatur diatas sudah sesuai dengan praktikum yang dilakukan. Nilai Kla pada suhu
24 C adalah sebesar 1,877 x 10-4. Bisa dibandingkan dengan kelompok lain yang
o

mendapatkan suhu lebih tinggi, nilai Kla nya pun akan lebih besar dengan kelompok ini.

4.9. Pengaruh Durasi Aerasi Terhadap Nilai DO


Peningkatan konsentrasi DO dapat terjadi karena adanya perlakuan dengan
memperbesar debit udara dan memperpanjang durasi aerasi. Peningkatan nilai oksigen
terlarut (DO) selama proses aerasi berlangsung menandakan terjadi proses transfer gas
secara difusi antara udara dan air. Oksigen terlarut menjadi lebih besar dikarenakan waktu
kontak air dengan udara besar sehingga menghasilkan DO yang semakin tinggi pula (Batara
et al., 2017).
DO akan semakin tinggi jika waktu aerasi semakin lama, begitu menurut literatur
diatas. Jika disetarakan dengan konsentrasi oksigen (C), DO semakin menurun dengan
semakin lama waktu aerasi. Namun Hal ini harus diteliti lebih lanjut karena pada praktikum
ini praktikan tidak mencari variable DO.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Aerasi adalah pemambahan oksigen ke dalam air sehingga oksigen terlarut di dalam air
semakin tinggi. Pada prinsipnya aersi itu mencampurkan air dengan udara atau bahan lain
sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara. Aerasi termasuk
pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan unsur mekanisasi dari pada unsur
biologi. Aerasi merupakan proses pengolahan dimana air dibuat mengalami kontak erat
dengan udara dengan tujuan meningkatkan kandungan oksigen dalam air tersebut. Dengan
meningkatnya oksigen zat-zat mudah menguap seperti hiddrogen sulfide dan metana yang
mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan. Kandungan karbondioksida dalam air akan
berkurang. Mineral yang larut seprti besi dan mangan akan teroksidasi mementuk endapan
yang dapat dihilangkan dengan sedimentasi dan filtrasi.
Pada percobaan yang dilakukan, praktikan dapat menyimpulkan 2 perbandingan, yaitu
hubungan waktu dengan Ln Cs-C dan hubungan waktu dengan konsentrasi oksigen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, hubungan antara waktu dengan Ln Cs-C tidak dapat
ditentukan. Hal ini terjadi karena grafik yang dihasilkan memiliki pola yang tidak beraturan
dan tidak relevan yang seharusnya berbanding terbalik. Hubungan antara waktu dengan
konsentrasi oksigen, grafik yang dihasilkan berbanding terbalik, hal ini sudah sesuai dengan
yang seharusnya bahwa hubungan antara waktu dengan konsentrasi oksigen berbanding
terbalik. Grafik dengan pola tak beraturan terjadi karena terdapat faktor-faktor kesalahan
yang terjadi.

5.2 Saran
Praktikum tidak berjalan begitu lancar karena keadaan alat yang sangat kurang.
Hasilnya adalah kemarin harus tunggu menunggu antar kelompok dan membuang buang
waktu. Semoga kedepannya alat bisa lebih dilengkapi lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar, Suarni Saidi, Yogi Dwi Putra, dan Reza Eldo Emargi. 2012. Koefisien Transfer Gas
(Kla) Pada Proses Aerasi Menggunakan Tray Aerator Bertingkat 5 (Lima). Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND 9 (2) : 155-163
Haryanto, Edi, Irene Arum AS, dan Retno Susetyaningsih. 2009. Pengaruh Bentuk Difuser
Terhadap Transfer Oksigen. Jurnal Rekayasa Perencanaan 2 (1)
Istihara, Izzati. 2019. Penurunan Kandungan Besi (Fe) Dengan Menggunakan Unit
Aerasi Pada Air. Jurnal Teknik Lingkungan
Mahyudin, Soemarno, dan Tri Budi Prayogo. 2015. Analisis Kualitas Air Dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten
Malang. J-PAL 6 (2) : 105 - 114
Oktavia, Devi Ambarwaty, Djumali Mangunwidjaja, dan Singgih Wibowo. 2012. Pengolahan
Limbah Cair Perikanan Menggunakan Konsorsium Mikroba Indigenous
Proteolitik Dan Lipolitik. Agrointek 6 (2) : 65 - 71
Prahutama, Alan. 2013. Estimasi Kandungan Do (Dissolved Oxygen) Di Kali Surabaya
Dengan Metode Kriging. Statistika 1 (2) : 9 - 14
Sari, Andyta Permana, Ristu Saptono, dan Esti Suryani. 2018. The Implementation of
Jaro- Winkler Distance and Naive Bayes Classifier for Identification System of Pests
and Diseases on Paddy. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi 7 (1) : 1 - 7
Silaen, William Fransisco, Madju Siagian, dan Asmika H. Simarmata. 2017. Concentration
of BOD5 in the Lacustrine and Transition Zones Koto Panjang Reservoir, Kampar
District, Riau Province. Jurnal online mahasiswa 4 (2)
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Abuzar, Suarni Saidi, Yogi Dwi Putra, dan Reza Eldo Emargi. 2012. Koefisien Transfer Gas
(Kla ) Pada Proses Aerasi Menggunakan Tray Aerator Bertingkat 5 (Lima). Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND 9 (2) : 155-163
Batara, Kapri, Badrus Zaman, dan Wiharyanto Oktiawan. 2017. Pengaruh Debit Udara Dan
Waktu Aerasi Terhadap Efisiensi Penurunan Besi Dan Mangan Menggunakan
Diffuser Aerator Pada Air Tanah. Jurnal Teknik Lingkungan 6 (1) : 1 – 10
Joko, Tri dan Savitri Rachmawat. 2016. Variasi Penambahan Media Adsorpsi Kontak
Aerasi Sistem Nampan Bersusun (Tray Aerator) Terhadap Kadar Besi (Fe) Air
Tanah Dangkal di Kabupaten Rembang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
15 (1) : 1 – 5
LAMPIRAN
LAM
PIRAN TAMBAHAN

Anda mungkin juga menyukai