Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH SEKTOR

PUBLIK
=Penjabaran dan Penetapan APBD=

Kelas/Semester : D/III

Kelompok : V

Nama anggota kelompok :

Arnolus Lesik (Ketua)


Vicky V. Banamtuan (wakil)
Merpati C.I. Kotten
Ribka Tallo
Rosaline Owa

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan hikmat-Nya yang begitu
besar sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penjabaran dan Penetapan
APBD”. Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti perkuliahan
di Jurusan Akuntansi Program Studi Akuntansi Sektor Publik Politeknik Negeri Kupang.

Kami percaya bahwa makalah ini tidak dapat berhasil tanpa bantuan dan campur
tangan dari pihk lain atau teman-teman seperjuangan. Oeh karena itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada teman –teman yang ikut berpartisipasi dalam makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran
dari manapun akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, September 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................................i

Kata Pengantar........................................................................................................................1

Daftar Isi.................................................................................................................................2

BAB I : Pendahuluan..............................................................................................................3

a. Deskripsi Mata Kuliah.................................................................................................3

b. Tujuan Instruksional Umum.........................................................................................3

c. Deskripsi Topik............................................................................................................3

d. Tujuan Instruksional Khusus.......................................................................................4

BAB II : Pembahasan.............................................................................................................5

Penjabaran APBD...................................................................................................................6

Penetapan APBD....................................................................................................................27

BAB III : Penutup..................................................................................................................31

Kesimpulan.............................................................................................................................31

Daftar Pustaka..........................................................................................................................32

2
BAB I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Kuliah

Anggaran Keuangan Daerah

Anggaran merupakan instrumen akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi.


Dalam penjelasan UU No. 17 Tahun 2003 dijelaskan bahwa sebagai instrumen kebijakan
ekonomi, anggran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stebilitas ekonomi serta
pemeratan pendapatan. Dalam upaya meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran
tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas. Peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam
proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu, belanja negara/ belanja daerah
harus dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal
tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar-unit organisasi, antar-kegiatan, dan
antar-jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Prinsip anggaran berbasis kinerja secara teori adalah anggaran yang menghubungkan
anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome)
sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya
(Bambang Sancoko, dkk : 2008)

Abdul Halim (2007) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai metode


penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam
kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapain hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target
kinerja pada setiap unit kinerja. 
Anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem
penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi,
misi, dan rencana strategis organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi
pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Pengukuran kinerja
secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus
menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang (Indra Bastian, 2006). 
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pengertian anggaran berbasis kinerja
adalah suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau
prestasi kerja yang ingin dicapai. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pendekatan

3
penyusunan anggaran berbasis kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak
adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan
dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan
konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output.

B. Tujuan Instruksional Umum

Untuk memahami dengan baik apa itu anggaran keuangan daerah, materi-materi yang
ada dalam mata kuliah Anggaran Keuangan Daerah,apa saja yang tercakup didalamnya, siapa
saja yang turut ambil bagian didalamnya, dan pengetahuan dalam penanganan anggaran.

C. Deskripsi Topik

Penjabaran dan Penetapan APBD


Penjabaran adalah penjelasan yang sedetail-detailnya atau penguraian secara
terperinci. APBD setelah melalui tahapan penyusunan oleh pemerintah daerah, pembahasan
bersama oleh DPRD dengan pemerintah daerah, persetujuan DPRD hingga evaluasi oleh
Mendagri untuk ranperda provinsi tentang APBD dan ranper gubernur tentang penjabaran
APBD, dan oleh Gubernur untuk ranperda kabupaten/kota tentang APBD dan ranper
bupati/walikota tentang penjabaran APBD. Tahapan akhir adalah penetapan ranperda
provinsi/kabupaten/kota tentang APBD menjadi perda, dan ranper gubernur/bupati/walikota
tentang penjabaran APBD menjadi peraturan gubernur/bupati/walikota tentang penjabaran
APBD, yang ditandai dengan penomoran, penandatanganan dan pengundangan ke dalam
lembaran daerah.
Penetapan APBD adalah dua hal yang menjadi substansi evaluasi yaitu; tidak sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan, atau sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan. Jika hasil evaluasi menyatakan
APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan, ranperda
APBD langsung ditetapkan menjadi perda APBD. Jika hasil evaluasi menyatakan APBD
tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan, harus dilakukan
penyempurnaan oleh DPRD melalui Badan Anggaran bersama-sama pemerintah daerah
melalui TAPD, yang berarti tidak perlu lagi diparipurnakan untuk pengambilan

4
keputusan/persetujuan oleh karena persetujuan DPRD atas ranperda tentang APBD telah
dilakukan sebelum ranperda tentang APBD dievaluasi. Hasil penyempurnaan cukup
ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD. Keputusan Pimpinan DPRD menjadi dasar
penetapan APBD.

D. Tujuan Instruksional Khusus

1. Mampu menjelaskan pengertian anggaran dan penganggaran daerah


2. Mampu menjelaskan tentang hak dan kewajiban daerah sesuai UU yang berlaku.
3. Mampu menjelaskan jenis-jenis APBD.
4. Mampu menjelaskan tentang fungsi APBD menurut UU yang berlaku.
5. Mampu menjelaskan sumber-sumber APBD
6. Mampu menjelaskan proses penetapan peraturan daerah tentang APBD

7.

5
BAB II. PEMBAHASAN

PENJABARAN APBD

A. Pengertian Anggaran

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu
tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD merupakan dokumen yang mencerminkan kondisi keuangan dari pemeintah


daerah, di dalamnya meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Melalui suatu analisis, anggaran juga dapat menggambarkan rencana strategis yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan otonomi daerah yang men-syaratkan
pemerintah daerah untuk mengurus dan menegelola keuangannya secara mandiri. Pengurusan
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu pengurusan umum berupa APBD dan pengurusan khusus
berupa kekayaan milik daerah.

Sementara itu, berdasarkan PP Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 24 tahun 2005


meneyebutkan bahwa APBD trdiri atas pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Pendapatan dibagi menjadi : Pendapatan asli daearan (PAD), pendapatan transfer, dan lain-
lain pendapatan yang sah. Sedangkan belanja dibagi menjadi belnja operasi, belanja modal,
belanja tak terduga dan transfer. Selanjutnya untuk pembiayaan terdiri atas penerimaan
pembiayaan dan penegeluaran pembiayaan.

Sebelumnya, berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, struktur APBD terdiri


atas tiga bagian yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan. Pendapatan dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu pendapatan asli daerah (PAD), danah perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Untuk belanja dikelompokkan menjadi lima, yaitu belanja administrasi umum,
belanja operasional pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
serta belanja tidak tersangka. Bagian terakhir adalah pembiayaan yang dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu pembiayaan pemerintahan daerah dan pembiayaan pengeluaran daerah.

6
B. PENYUSUNAN RAPERDA TENTANG APBD BESERTA LAMPIRANNYA

PENGERTIAN DAN TUJUAN

Pembentukan rancangan peraturan daerah (Raperda) APBD pada dasarnya merupakan


salah satu program legislasi daerah (prolegda) yang disusun secara terencana, terpadu dan
sistematis yang dimulai dari proses
persiapan,perumusan,pembahasan,pengesahan/penetapan,pengundangan dan penyebarluasan
(sosialisasi). Teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD ini bertujuan
memberikan tuntunan tentang tata cara pengerjaan atau kriteria yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan rancangan peratuan daerah tentang APBD beserta lampiran-lampirannya
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

KRITERIA PENYUSUNAN

Penyusunan materi rancangan peraturan daerah, sesuai ketentuan pasal 185 Undang-
Undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :

a. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


Kriteria ini mengandung arti bahwa pendapatan,belanja dan pembiayaan yang
dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang,peraturan pemerintah,peraturan presiden,keputusan
presiden atau peraturan menteri/keputusan menteri/surat edaran menteri yang diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan yang
dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah mencakup
kebijakan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Dengan demikian,seluruh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut merupakan landasan hukum
dan pedoman untuk menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD.
b. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Kriteria ini mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD lebih
diarahkan agar mencerminkan keberpihakkan kepada kebutuhan dan kepentingan
masyarakat (publik) dan bukan justru akan membebani masyarakat. Hal tersebut
dimaksudkan agar rancangan peraturan daerah tidak menimbulkan deskriminasi bagi
kelompok masyarakat tertentu yang dapat mengakibatkan ketidak adilan,menghambat

7
usaha ekonomi masyarakat,Pemborosan keuangan negara/daerah,memicu
ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah,membuka peluang untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan kelompok dan politik lokal dan mengganggu stabilitas
keamanan dan ketertiban masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
c. Tidak bertentangan dengan peraturan daerah lainnya.
Maksud dari kriteria ini adalah bahwa kebijakan yang dituangkan dalam peraturan
daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai
penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Sebagai konsekuensinya bahwa
rancangan peraturan daerah tersebuut harus sejalan dengan peraturannya tentang
pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih
dengan peraturan daerah lainnya, seperti: peraturan daerah mengenai pajak
daerah,retribusi daerah dan lain sebagainya.

TEKNIS PENYUSUNAN

Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya :

Bagan 1. Teknis penyusunan Raperda APBD

8
Tahap 1:

Menyiapkan dan menyusun Dokumen RKA-SKPD

(rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah)

Pada dasarnya dokumen RKA-SKPD membuat rencana pendapatan, rencana belanja


untuk masing-masing program dan kegiatan untuk tahun yang direncanakan,serta rencana
pembiayaan yang dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan,belanja,dan
pembiayaan,serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya,terdiri dari:

a. RKA-SKPD berisi tentang ringkasan anggaran pendapatan,belanja dan pembiayaan


SKPD,
b. RKA-SKPD 1 berisi tentang rincian anggaran pendapatan SKPD,
c. RKA-SKPD 2.1 berisi tentang rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD
d. RKA-SKPD 2.2 tentang rekapitulasi rincian anggaran belanja langsung menurut
program dan kegiatan SKPD,
e. RKA-SKPD 2.2.1 tentang rincian anggaran belanja langsung menurut program dan
per-kegiatan SKPD,
f. RKA-SKPD 3.1 tentang rincian penerimaan pembiayaan daerah,dn
g. RKA-SKPD 3.2 tentang rincian pengeluaran pembiayaan daerah.

Dokumen RKA-SKPD ini disusun oleh masing-masing SKPD dengan berpedoman pada
surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD. Dokumen RKA-SKPD
yang disusun sesuai dengan urutan pekerjaan.

9
Bagan 2: Alur pengerjaan RKA-SKPD

SE KDH tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD

R -1 R - 2.1 R – 2.2.1 R – 3.1 R – 3.2

R – 2.2

R-0

Tahap 2: Penyampaian seluruh dokumen RKA-SKPD pada PPKD

Tahap kedua adalah menyampaikan seluruh dokumen RKA-SKPD kepada PPKD dalam
rangka penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang APBD.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam tahap ini meliputi :

1. Form RKA-SKPD yag telah disusun oleh masing-masing SKPD ditandatangani oleh
kepala SKPD dan selanjutnya disampaikan kepada PPKD.
2. Dokumen RKA-SKPD yang telah diterima oleh PPKD disampaikan kepada TAPD
untuk dibahas lebih lanjut.
3. Pembahasan seluruh dokumen RKA-SKPD. Pembahasan yang dilakukan oleh TAPD
untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA,BPA,prakiraan maju
yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya
serta capaian kinerja, indikator kinerja,standar analisis belanja,standar satu negara,
dan standar pelayanan minimal.
4. Penyempurnaan RKA-SKPD. Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD yang telah
dilakukan oleh TPAD terdapat ketidaksesuaian, maka RKA-SKPD dikembalikan
kepada kepala SKPD yang bersangkutan,untuk penyempurnaan.
5. Kepala SKPD setelah melakukan penyempurnaan RKA-SKPD,menyampaikan
kepada TAPD.

10
6. TPAD menyerahkan seluruh dokumen RKA-SKPD dan RKA-SKPD hasil
penyempurnaan kepada PPKD.seluruh dokumen RKA-SKPD yang akan disampaikan
kepada PPKD tersebut sudah ditandatangani oleh kepala SKPD dan mendapatkan
paraf/pengesahan dari TAPD dalam form RKA-SKPD yang tersedia.

Tahap 3: Penyusunan lampiran-lampiran terkait

Tahap berikutnya adalah menyusun lampiran-lampiran rancangan peraturan daerah


(Raperda) tentang APBD. Secara rinci penyusunan lampiran tersebut dibahas pada akhir bab
ini. Lampiran Raperda tentang APBD ini meliputi:

Bagan 3 : Penyusunan lampiran Raperda tentang APBD

Lampiran I Ringkasan APBD

Lampiran II Ringkasan APBD menurut urusan pemerintah daerah dan organisasi

Lampiran III Rindan APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,


pendapatan, belanja dan pembiayaan
Lampiran IV Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintah
daerah,organisasi,program dan kegiatan
Lampiran V Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara
Lampiran VI Daftar jumlah per-golongan dan per-jabatan

Lampiran VII Daftar piutang daerah

Lampiran VIII Daftar penyertaan modal (investasi) daerah

Lampiran IX Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah

Lampiran X Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lainnya

Lampiran XI Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum


diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
Lampiran XII Daftar dana cadangan daerah

Lampiran XIII Daftar pinjaman daerah dan obligasi daerah

Tahap 4: Penyusunan batang tubuh Raperda tentang APBD

11
Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD yang disusun didasarkan atas
prakarsa dari kepala daerah,yang selaras dengan prinsip dan pedoman yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undang.

Substansi Raperda APBD memuat :

a. Judul. Diisi dengan rancangan peraturan daerah,nomor,tahun pengundangan atau


penetapan,dan menuliskan tentang nama peraturan daerah (dalam hal ini APBD
Provinsi/kabupaten/kota) yang ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah
margin tanpa diakhiiri tanda baca.
b. Mencantumkan frase dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa yang ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah margin.
c. Mencantumkan jabatan pembentuk peraturan daerah, yang ditulis seluruhnya dengan
huruf kapital yang diletakkan tengah margin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
d. Konsideran. Diawali dengan kata menimbang,yaitu menyebutkan uraian pokok-pokok
pikiran yang melatar belakangi dan alasan pertimbangan perlunya melaksanakan
ketentuan pasal atau beberapa pasal peraturan perundang-undangan yang
memerintahkan pembentukan peraturan daerah tentang APBD.
e. Dasar hukum. Diawali dengan kata mengingat, yaitu : dengan mencantumkan dasar
hukum yang melandasi pembentukan peraturan daerah
f. Memutuskan dicantumkannya kata frase dengan persetujuan bersama antara DPRD
dan Kepala daerah diikuti dengan nama daerah,yang ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital dan diletakkan ditengah margin
g. Menetapkan,yaitu dengan menetapkan peraturan daerah tentang APBD diikuti dengan
nama daerah. Kata menetapkan dicantumkan sudah kata memutuskan yang
disejajarkan kebawah dengan kata menimbang dan mengingat,yang ditulis dengan
huruf awal kapital diakhiri dengan tanda baca titik dua. Nama yang tercantum dalam
judul peraturan daerah dicantumkan lagi setelah kata menetapkan serta ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.

Batang tubuh peraturan daerah dirumuskan dalam pasal dan ayat yang menetapkan
tentang hal-hal yang diatur dalam rancangan peraturan daerah antara lain:

1. Penetapan jumlah anggaran pendapatan daerah,belanja daerah,dan pembiayaan


daerah.

12
2. Uraian lebih lanjut atas anggaran pendapatan yang dirinci sampai dengan jenis
pendapatan.
3. Uraian lebih lanjut atas anggaran belanja daerah yang dirinci sampai dengan jenis
belanja daerah.
4. Uraian lebih lanjut atas anggaran pembiayaan daerah yang dirinci sampai dengan
jenis pembiayaan daerah.
5. Pencantuman daftar lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
peraturan daerah.
6. Menegaskan bahwa peraturan daerah tentang APBD perlu dijabarkan lebi lanjut
dengan penjabaran APBD sebagai landasa operasional pelaksanaan APBD dengan
peraturran kepala daerah.
7. Masa pemberlakuan peraturan daerah tentang APBD.

Tahap 5: Penetapan Raperda Tentang APBD

Penetapan peraturan daerah dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan kepala


daerah/pejabat yang berwenang,kemudian diundangkan dalam lembaran daerah dengan
mengisi tanggal,buulan dan tahun pengundangan dan membubuhkan tanda tangan sekretaris
daerah. Penempatan dalam lembaran daerah, dengan mengisi nomor dan tahun dalam
lembaran daerah.

C. PEMBAHASAN DAN PERSETUJUAN BERSAMA RAPERDA APBD

PENYAMPAIAN

Setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya disusun oleh
pejabat pengelola keuangan daerah,disampaikan oleh kepala daerah. Rancangan peraturan
daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling
lambat pada minggu pertama bulan oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang
direncanakan.

Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap,maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pejabat/pelaksana tugas kepala
daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan
bersama.

13
SOSIALISASI (PENYEBARLUASAN)

Rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut sebelum disampaikan atau diajukan
kepada DPRD terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan
dalam rangka memenuhi prinsip transparansi dalam penganggaran.

Sosialisasi mengenai rancangan peraturan daerah tersebut sifatnya,adalah untuk


menyebarluaskan dan memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Teknis
pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dan waktu yang
tersedia.

Media yang dapat digunakan untuk sosialisasi mengenai rancangan peraturan daerah
tentang APBD tersebut antara lain melalui media massa,siaran radio lokal,televisi dan media
komunikasi lainnya. Sosialisasi dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator
pengelolaan keuangan daerah.

PEMBAHASAN

Rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan oleh kepala
daerah kepada DPRD dibahas untuk memperoleh persetujuan bersama. Tata cara dan proses
pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut disesuaikan dengan
peraturan tata tertib DPRD.

Proses pembahasan rancangan tersebut menitik beratkan pada kesesuaian antara


kebijakan umum APBD (KUA) serta prioritas dan plafon anggaran sementara (BPAS)
dengan program/kegiatan yang disepakati bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD
dalam nota kesepakatan bersama.

Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut,jika DPRD


memerlukan tambahan penjelasan atau informasi terkait dengan proogram dan kegiatan
tertentu dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERSAMA DPRD DAN KEPALA DAERAH

14
Persetujuan bersama atau pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lambat 1 (huruf) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (awal bulan desember).

Persetujuan atau pengambilan keputusan tersebut dituangkan dalam surat/berita negara


persetujuan bersama yang ditanda tangani oleh kepala daerah dan pembina DPRD. Dalam hal
kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap,maka yang menandatangani
persetujuan bersama adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku pejabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara
DPRD.

PENJABARAN APBD : PENYUSUNAN RAPERDA KEPALA DAERAH TENTANG


PENJABARAN APBD

Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilakukan


setelah diperoleh kesepakatan atau persetujuan bersama terhadap peraturan daerah tentang
APBD yang dituangkan dalam surat/berita acara. Penyusunan lampiran-lampiran rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD.

1. Penyusunan lampiran I (ringkasan penjabaran perubahan anggaran pendapatan


daerah,belanja daerah dan pembiayaan daerah).

15
Bagan 4: Lampiran I Ringkasan penjabaran APBD
Lampiran I

(Ringkasan penjabaran APBD)

Teknis pengkompilasian dokumen ringkasan dilakukan dengan cara sebagai berikut :


- Ringkasan pendapatan daerah
Ringkasan pendapatan daerah, diperoleh dengan merekapitulasi seluruh pendapatan
dalam form RKA-SKPD yaitu keompok pendapatan dan jenis pendapatan yang ada
di anggarkan di SKPD berkenaan.
- Ringkasan belanja daerah
Ringkasan belanja daerah,diperoleh dengan merekapitulasi seluruh belanja daerah
dalam form RKA-SKPD yaitu: kelompok belanja dan jenis belanja yang ada
dianggarkan di SKPD berkenaan.
- Surplus/devicit
Surplus diisi apabila jumlah anggaran pendapatan diperkirakan lebih besar dari
jumlah anggaran belanja. Devisit diisi apabila jumlah anggaran pendapatan
diperkirakan lebih kecil dari jumlah anggaran belanja, dan ditulis dalam tanda kurung.
- Ringkasan pembiayaan
Ringkasan pembiayaan,diperoleh dengan merekapitulasi pembiayaan dalam form
RKA-SKPD yaitu: kelompok pembiayaan dan jenis pembiayaan yang ada
dianggarkan di SKPKD.
- Pembiayaan Netto
Pembiayaan Netto diisi dari selisih antara jumlah penerimaan pembiayaan dengan
jumlah pengeluaran pembiayaan.
- SILPA tahun berkenaan
SILPA tahun berkenaan diisi dari seleksi antara jumlah pembiayaan Netto dengan
jumlah surplus/devisit.

2. Penyusunan lampiran II

16
Penyusunan lampiran ini berisi penjabaran perubahan APBD menurut
organisasi,program,kegiatan kelompok,jenis,obyek,rincian obyek pendapatan,belanja dan
pembiayaan. Penyusunan lampiran ini dikompilasi dari (lihat bagan 5 lampiran II)

Bagan 5: lampiran II penjabaran APBD

LAMPIRAN II

(penjabaran APBD menurut


organisasi,program,kegiatan,kelompok,jenis,obyek,rincian obyek
pendapatan,belanja dan pembiayaan).

 Seluruh RKA-SKPD 1
(rincian anggaran pendapatan SKPD)
 Seluruh RKA-SKPD 2.1
(rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD)
 Seluru RKA-SKPD 2.2
(rincian anggaran belanja langsung SKPD menurut
program/kegiatan)
 RKA-SKPD 3.1
(penerimaan pembiayaan)
 RKA-SKPD 3.2
(Pengeluaran pembiayaan)

17
D. Penganggaran Daerah

Disahkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan


Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Pemerintah Daerah, berdampak sangat luas terhadap pmerintah di daerah dan pengelolaan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-Undang tersebut memberikan peluang
kepada masyarakat untuk memberikan masukan terhadap penyusunan rancangan keuangan
daerah. Oleh karena itu, penentuan dana perimbangan, prinsip proporsionalitas, adil,
transparan dan pertanggung jawaban sangat diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut juga
berlaku dalam hal pembagian kekayaan daerah yang bersumber dari pajak penghasilan
(perseorangan), pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,
pembagian pendapatan atas sumber daya alam, maupun dalam pengalokasian Dana Alokasi
Umum (DAU).

Dampak lain diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah perubahan
pola pertanggung jawaban daerah terhadap pengalokasian dana yang dimiliki. Bentuk
pertanggung jawaban tersebut bersifat horizontal, yaitu pertanggung jawaban kepada
masyarakat dan badan legislatif (DPRD), bukan lagi vertikal atau kepada pemerintah atasan.
Dengan demikian, diharapkan pemerintah daerah dapat melakukan optimalisasi belanja
secara efektif dan efisien. Namun berdasarkan observasi dan pengalaman yang terjadi selama
ini, pengeluaran daerah justru sebaliknya.

Dalam kerangka tersebut, anggaran merupakan instrumen akuntabilitas, manajemen dan


kebijakan ekonomi. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 dijelaskan
bahwa; sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta pemerataan pendapatan. Dalam upaya meluruskan
kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai
penjbaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu,
belanja daerah harus dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan
jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar-unit organisasi,
antar-kegiatan dan antar-jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Masalah lain yang tak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran
di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis kinerja. Mengingat bahwa sistem
anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kerja dan evaluasi

18
serta bertujuan menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan
anggaran/perangkat daerah, maka perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja
dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan
anggaran perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi keebutuhan anggaran berbasis prestasi
kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja/perangkat daerah yang bersangkutan.

E. Konsep Penganggaran Daerah


Penganggaran daerah dalam rangka Renstra Daerah
Anggaran atau penganggaran merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
(proses) manajemen strategis yang dalam proses formalnya diawali dengan penyusunan
rencana strategis (Renstra). Dengan demikian dalam aplikasinya di sektor publik,
penganggaran daerah juga dikaitkan dengan renstra daerah.
Renstra daerah, dalam khasanah tata urutan konstitusi merupakan bagian dari “rentra
nasional” dimaksudkan juga untuk memenuhi tujuan-tujuan strategis daerah. Disini renstra
nasional dimaksudkan juga untuk memenuhi tujuan nasional atau tujuan negara yang
ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai landasan konstitusional penyelenggaraan negara.
Dengan telah diamandemennya UUD 1945, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan
pembangunan yaitu sebagai berikut:
a. Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD)
b. Ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman
penyusunan rencana pembangunan nasional.
c. Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia

GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia


(MPR RI) berfungsi sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional sebagaimana
dilaksanakan dalam praktik ketatanegaraan selama ini. Ketetapan MPR RI menjadi landasan
hukum bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk rencana pembangunan lima tahun
dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh saran Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI). Selanjutnya, pemerintah bersama DPR RI menyusun APBN.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah


daerah, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan

19
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Pemberian kewenangan yang luas
kepada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan
menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, daerah maupun antar-daerah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut perlu dibentuk undang-undang yang mengatur


sistem perencanaan pembangunan nasional, yang kemudian diberlakukan UU No. 25 tahun
2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional pada tanggal 5 oktober 2004.
Undang-Undang ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik
oleh pemerintah pusat maupun daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa sistem
perencanaan pembangunan nasional merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang,menengah dan
tahunan yang dilaksanakan oleh unssur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah
dengan melibatkan masyarakat.

Rencana pembangunan jangka panjang

rencana pembangunan jangka panjang yang disusun oleh pemerintah daerah disebut
rencana-rencana pembangunan jangka panjang pemerintah daerah, atau disingkat menjadi
RPJP Daerah. RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk
periode 20 tahun kedepan yang memuat visi, misi, dana daerah pembangunan yang mengacu
pada rencana pembangunan jangka panjang nasional. Penyusunan RPJP daerah dilakukan
melalui urutan kegiatan,penyiapan rancangan awal pembangunan,musyawarah perencanaan
pembangunan, dan penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJP daerah. Rancangan awal RPJP yang
disusun Bappeda tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam musyawarah
perencanaan pembangunan. Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang),
diselenggarakan Bappeda yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan
mengikutsertakan masyarakat, (antara lain LSM, asosiasi profesi, pemuka agama, pemuka
adat, perguruan tinggi serta kalangan dunia usaha), dalam rangka menyerap aspirasi
masyarakat. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut Bappeda menyusun rancangan akhir
RPJP daerah dan RPJP ditetapkan dengan perda.

Rencana pembangunan jangka menengah

Rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh pemerintah daerah,


disebut rencana pembangunan jangka menengah daerah yang disingkat menjadi RPJM

20
daerah. Pasal (2) Undang-Undang No. 25 tahun 2004 menyatakan bahwa RPJM daerah
merupakan penjabaran dari visi,misi,dan program kepala daerah yang penyusunannya
berpedoman pada RPJM daerah dan memperhatikan RPJM nasional, memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja
perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai
rencana-rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
tindikatif.

Penjelasan pasal 5 (2) disebutkan bahwa rencana pembangunan jangka menengah


daerah merupakan rencana strategis daerah (renstrada). Penyusunan RPJM daerah dilakukan
melalui urutan kegiatan penyiapan rancangan awal rencana pembangunan, penyiapan
rancangan rencana kerja, musyawarah perencanaan pembangunan,dan penyusunan rancangan
akhir pembangunan.

Rancangan awal RPJM disusun oleh kepala Bappeda yang merupakan penjabaran dari
visi,misi,program kepala daerah kedalam strategi pembangunan daerah,kebijakan
umum,program prioritas kepala daerah,dan arah kebijakan keuangan daerah.

Dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM daerah yang disiapkan oleh kepala
Bappeda,kepala satuan kerja perangkat daerah, menyiapkan rancangan rencana strategi
satuan kerja perangkat daerah (Renstra-SKPD) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
yang memuat visi,misi,tujuan,strategi,kebijakan,program,dan kegiatan pembangunan.
Rancangan Renstra-SKPD digunakan oleh kepala Bappeda untuk menyusun rancangan
RPJM daerah yang digunakan sebagai bahan penyelenggaraan musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) jangka menengah.

Musrenbang jangka menengah daerah dalam rangka menyusun RPJM daerah


dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah kepala daerah dilantik dan diikuti oleh unsur-
unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat. Bappeda menyusun
rancangan akhir RPJM daerah berdasarkan hasil musrenbang jangka menengah daerah.

RPJM daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah paling lambat tiga bulan
setelah kepala daerah dilantik. Setelah ditetapkannya RPJM daerah,ssatuan kerja perangkat
daerah segera menyesuaikan renstranya dengan RPJM daerah yang telah disahkan dan
ditetapkan dengan peraturan pimpinan satuan kerja perangkat daerah.

21
Rencana pembangunan tahunan

Rencana pembangunan tahunan daerah, yang selanjutnya disebut rencana kerja


pemerintah daerah (RKPD) merupakan dokumen perencanaan untuk periode satu tahun.

RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RKP,memuat
rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah,rencana kerja, dan
pendanaannya,baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

F. Hak dan kewajiban daerah

Rencana keuangan tahunan daerah ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang


APBD, Meliputi :

 Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
 Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Menurut pasal 23 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, hak
dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan
dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah (APBD) yang
dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
hak daerah sesuai dengan pasal 21 UU Nomor 34 tahun 2004 maliputi beberapa hal
berikut:

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.


b. Memilih pimpinan daerah.
c. Mengelola aparatur daerah.
d. Mengelola kekayaan daerah.
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
f. Mendapatkan bagian dari hasil pembagian sumber daya alam dan sumber daya lain yang
berada di daerah.
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
h. Mendapatkan hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

22
Sedangkan yang dimaksudkan dengan kewajiban daerah sesuai pasal 22 UU No.32
Tahun 2004 meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta


keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.
h. Mengembangkan sistem jaminan sosial.
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
j. Mengembangkan sumber daya produktif daerah.
k. Melestarikan lingkungan hidup.
l. Mengelola administrasi
m. Melestarikan nilai sosial budaya.
n. Membentuk dan menetapkan persatuan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya.
o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

G. Jenis-jenis APBD

APBD terdiri atas:

 Anggaran Pendapatan, dibagi menjadi 3 yaitu;

o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi


Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya.

o Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus.

o Lain-lain pendapatan yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi
Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian

23
dan Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya dan Pendapatan Lain-Lain.

 Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas


pemerintahan di daerah.

 Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau


pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

H. Fungsi APBD

Menurut pasal (3) ayat (4) UU No. 32/2004 APBD memiliki fungsi sebagai berikut.

 Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi
pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD
sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

 Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi


manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

 Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman


untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

 Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan
sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.

 Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran


daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.

 Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

24
I. Sumber-sumber APBD

Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):

1. Retribusi (User Charges)


Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia
layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedia layanan publik
minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis
retribusi, antara lain:

1. Retribusi Perizinan Tertentu (service fees)


seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan
berbagai macam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas
sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.

2. Retribusi Jasa Umum (Public Prices)


adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang
privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat
diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif
atas fasilitas hiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat
kompetisi swasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang
paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik
lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.

3. Retribusi Jasa Usaha (specific benefit charges)


secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar
pajak yang kontras seperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi dan
Bangunan.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (Property Taxes)


Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah
daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola

25
keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah
daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa
(contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan
akses untuk sumber penerimaan yang lebih elastis.

3. Pajak Cukai (Excise Taxes)


Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah,terutama pada
alasan administrasi, dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak
tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di
sebagian besar negara yaitu dari perspektif administrative berupa pajak bahan bakar,
dan pajak otomotif.Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek
eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol
pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan
ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan
kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah
polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas
80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang
pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk
membangun).

4. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)


Diantara beberapa negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran
pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara
Nordik.Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat,
tingkat daerah didirikan pada basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan
nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.

26
PENETAPAN APBD

Dalam hal pelaksanaan evaluasi oleh Mendagri/Gubernur yang ditetapkan dengan


Keputusan Mendagri/Keputusan Gubernur atas ranperda provinsi/kabupaten/kota tentang
APBD dan ranper gubernur/bupati/walikota tentang penjabaran APBD, tercatat bahwa materi
evaluasi yang dilakukan oleh Mendagri/Gubernur melampaui batas kewenangan materi
evaluasi yakni tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan,
atau sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan. Materi evaluasi
inipun oleh UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya
diperluas lagi menjadi evaluasi yaitu untuk menguji kesesuaian rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran
APBD dengan:

a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

b. kepentingan umum;

c. RKPD serta KUA dan PPAS; dan

d. RPJMD.

Demikian pula, evaluasi sebagaimana yang diatur didalam pasal 1 angka 1 Permendagri
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang APBD dan Ranperkada
tentang Penjabaran APBD sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 36
Tahun 2011, bermakna sebagai sinkronisasi/harmonisasi kebijakan pemerintah dengan
kebijakan pemerintah daerah agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Materi evaluasi yang dimuat dalam Kepmendagri/Keputusan Gubernur lebih pada tafsir
perorangan selaku anggota tim evaluasi. Materi evaluasi tidak pernah menunjuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar atau tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Demikian pula, materi evaluasi tidak pernah menunjuk pada
materi yang bertentangan dengan kepentingan umum, namun lebih pada tafsir atau
interpretasi belaka. Tim evaluasi di dalam menyusun dan memasukkan meteri evaluasi
sebaiknya menunjuk pada pasal/frasa dan regulasi/ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dilanggar/tidak sesuai, dan menunjuk hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan

27
umum yang dilanggar/tidak sesuai. Jangan sekali-kali memasukkan materi evaluasi hanya
didasari pada kepentingan perorangan/kelompok atau oleh karena saran dan “bisikan” orang-
orang tertentu yang tidak berdasar pada peraturan perundang-undangan akan tetapi lebih pada
kepentingan mereka. Tim evaluasi agar menghindari penyusunan materi evaluasi lebih pada
kuantitas materi dengan mengabaikan kualitas materi evaluasi. Jika di dalam hasil evaluasi
tidak terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan, maka nyatakan dalam hasil evaluasi melalui Kepmendagri/Keputusan Gubernur
bahwa ranperda provinsi/kabupaten/kota tentang APBD dan ranper gubernur/bupati/walikota
tentang penjabaran APBD telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan, dan di dalam Kepmendagri/Keputusan Gubernur jangan “ditambah-tambah” lagi
dengan materi lainnya. Tim evaluasi harus menyadari bahwa Kepmendagri/Keputusan
Gubernur sifatnya beschikking (keputusan atau penetapan) yang menjadi obyek PTUN atau
obyek hukum lainnya terhadap Mendagri/Gubernur dan bukan kepada anggota tim evaluasi.
Sehingga perlu dilakukan penyusunan materi evaluasi dengan prinsip kehati-hatian dengan
tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, mekanisme penetapan APBD telah diatur di dalam pasal 53 PP Nomor 58


Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 116 Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Ranperda tentang
APBD dan ranperkada tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi perda tentang APBD dan perkada tentang penjabaran APBD.
Penetapan ranperda tentang APBD dan ranperkada tentang penjabaran APBD dilakukan
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang
menetapkan perda tentang APBD dan perkada tentang penjabaran APBD. Kepala daerah
menyampaikan perda tentang APBD dan perkada tentang penjabaran APBD kepada
Mendagri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan. Dan untuk memenuhi asas transparansi, Kepala Daerah wajib
menginformasikan substansi Perda APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan dalam
lembaran daerah.

28
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif
menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan
melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi
diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana
pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar
kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.

Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:

1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD

Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling
lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun
anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut,
kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang
harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat
rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat
dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari
Gubernur terkait.

2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan
oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya
keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan

29
aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah
lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan
disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD
Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang
penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah, secara garis besar sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah


2. Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran
3. Penetapan prioritas anggaran sementara
4. Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD
5. Penyusunan rancangan perda APBD
6. Penetapan APBD

30
BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN

 Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
 Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro
keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
 Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
 Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai
dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.

31
DAFTAR PUSTAKA

 UU RI No. 1 tahun 2004, tentang : Perbendaharaan Negara


 UU No. 32 tahun 2004, tentang : Pemerintah Daerah
 UU No. 33 tahun 2004, tentang : pembangunan keuangan pusat dan daerah
 PP No. 58 tahun 2005, tentang : Pengelolaan Keuangan Daerah
 UU No. 25 tahun 2004, tentang : perencanaan pembangunan nasional
 Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 903/2735/SJ Tanggal 17
November 2000 Tentang Pedoman Umum Penyususnan dan Pelaksanaan APBD
Tahun Anggaran 2001.Indra Bastian, Ph.D.Moh.Mahsun, S.E. ,M.Si. ,Ak.
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(PP 58/2005) sebagai berikut:
 APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun
dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).
 Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)
 Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
 UPP STIM YKPN, Yunita Anggarini, SE., M.Si, Anggaran Berbasis Kinerja

32

Anda mungkin juga menyukai