Anda di halaman 1dari 21

Kode/Rumpun Ilmu : 433/Teknik Kimia

Bidang Fokus : Kemandirian Pangan

LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Institusi

METODE EKSTRAKSI DENGAN GELOMBANG ULTRASONIK DAN


GELOMBANG MIKRO PADA PEMBUATAN KARAGENAN DARI
RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII

Tim Pelaksana:
Ir.Hastami Murdiningsih, M.T
NIDN 0006066015
Ir. Barlian HS, M.T
NIDN 0012115908

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG


JULI 2018

i
ii
RINGKASAN

Ekstraksi konvensional yang selama ini dilakukan tidak lagi efektif karena
menggunakan pelarut dengan volume besar, waktu lama dan perolehan hasil sedikit
sehingga perlu dikaji ekstraksi alternatif lain, seperti ekstraksi menggunakan
gelombang ultrasonik dan gelombang mikro . Tujuan penelitian 1. Membandingkan
yield karagenan yang diekstraksi dengan gelombang mikro, konvensional dan
gelombang ultrasonik, dan 2. Membandingkan mutu karagenan yang diekstraksi
dengan gelombang mikro, konvensional, dan ekstraksi dengan gelombang
ultrasonik . 3. Mengidentifikasi jenis karagenan dalam rumput laut. Ekstraksi
konvensional dilakukan melalui pemanasan rumput laut dalam larutan KOH pH 9
dengan menggunakan pemanas listrik selama 3 jam pada suhu 90 oC dan
perbandingan rumput dengan pelarut 1:40 (b/b). Ekstraksi dengan gelombang
ultrasonik dilakukan pada suhu 50 oC, frekuensi 40 kHz , rasio rumput laut dan
pelarut 1/30, dan waktu 40 menit . Ekstraksi dengan gelombang mikro dilakukan
optimasi daya , optimasi rasio rumput laut dan pelarut , dan optimasi waktu
ekstraksi terhadap yield.Parameter mutu yang diuji meliputi kadar air, viskositas,
dan kekuatan gel. Identifikasi karagenan dalam eksrak diuji gugus fungsinya dengan
spektrofotometer inframerah Fourier Transform (FTIR). Eksrak karagenan hasil
ekstraksi kovensional yield sebesar 31,95% pada waktu 3 jam, rasio rumput terhadap
pelarut 1:40 (b/b), pH 9, dan suhu 90 oC . Sedangkan pada ekstraksi dengan
gelombang ultrasonik diperoleh yield sebesar 32,79 % pada waktu eksraksi 40
menit, rasio rumput laut dengan pelarut 1:30 (b/b), suhu 50 oC, dan daya gelombang
ultrasonik medium.. Uji FTIR menunjukkan karagenan dalam rumput laut eucheuma
cottonii adalah jenis kappa.

Kata Kunci : Ekstraksi , karagenan, gelombang mikro, yield

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya perairan yang sejak lama telah
dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor hingga saat ini. Sebagai negara dengan garis
pantai nomor dua terpanjang di dunia, sudah sewajarnyalah faktor alam tersebut
menjadi pendorong bagi Indonesia untuk mengembangkan rumput laut baik dari segi
pembudidayaan, pengolahan hingga pemasarannya.
Salah satu hasil ekstrak rumput laut yang penting adalah karagenan. Karagenan
merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut golongan
ganggang merah (Rhodophyceae). Spesies dari Rhodophyceae yang menjadi sumber
karagenan adalah Eucheuma cotonii penghasil kappa karagenan (Istini & Zatnika
1991).
. Karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya dibedakan menjadi dua fraksi yaitu
kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagian jika
lebih dari 30% . Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma
cottonii, iota-karaginan dihasilkan dari eucheuma spinosum sedangkan lamda
karaginan dari chondrus crispus(Winarno, 1996).
Kappa karagenan dalam produk pangan banyak dimanfaatkan sebagai pengental,
pembentuk gel, bahan penstabil, pengemulsi, perekat, pensuspensi, pembentukan
tekstur, menjaga bentuk kristal es, dan lain-lain terutama pada produk susu, jeli,
jamu, permen, sirup, dan pudding. Kappa karagenan juga dapat diaplikasikan pada
produk non pangan sebagai pembentuk gel, pengental, yang diaplikasikan pada
industri-industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, pakan ternak, dan lain-lain (Istini
& Zatnika 1991).
Menurut Anggadireja dkk. (2008), secara garis besar tahapan proses
pembuatan karaginan terdiri dari pencucian, pemasakan, ekstraksi, pengendapan dan
pengeringan. Fokus penelitian ini pada proses ekstraksi karagenan karena pada
proses inilah yang paling menentukan besarnya perolehan hasil (yield) dan mutu
karagenan. Teknik ekstraksi konvensional yang digunakan selama ini (maserasi,
soxhlet, dan hidrodistilasi) pada umumnya berdasarkan pada pemilihan dan
penggunaan sejumlah besar volume pelarut yang tepat disertai dengan pemanfaatan
panas dan/atau pengadukan untuk memperbaiki kelarutan komponen sehingga dapat

1
meningkatkan laju perpindahan massa-nya. Teknik tersebut membutuhkan banyak
waktu dan beresiko terjadinya degradasi thermal terhadap sebagian atau sejumlah
besar konstituen nabati yang terkandung didalamnya serta pemanfaatan sejumlah
besar volume pelarut berdampak pada penambahan biaya produksi, yaitu saat
pengadaan maupun pembuangan racun pelarut yang berbahaya bagi lingkungan.
Pada dekade terakhir diperkenalkan beberapa teknik ekstraksi alternatif untuk
meminimalkan keterbatasan tersebut, diantaranya ekstraksi ultasonik (Péres et al.,
2006) dan gelombang mikro (Niken P., 2011)
Ekstraksi karagenan dari rumput laut eucheuma cottonii dengan bantuan
gelombang ultrasonik dilaksanakan pada tahun pertama, diperoleh kondisi operasi
optimum yaitu frekuensi 40 kHz, suhu 50 oC, perbandingan berat rumput laut
terhadap pelarut 1/30, dan waktu ekstraksi 30 menit yang menghasilkan yield
karagenan maksimum yang setara hasilnya metode konvensional dengan waktu 3
jam, ratio berat rumput laut terhadap pelarut 1/40 dan suhu 90 oC yaitu 65%
(Hastami, 2017).
Metode ekstraksi lain adalah ektraksi dengan bantuan gelombang mikro. Gelombang
mikro adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 1
meter – 1 mm atau frekuensi 300 Mhz – 300 Ghz. Kisaran tersebut merupakan batas
yang diperbolehkan guna memposisikan gelombang mikro dalam spektrum
elektromagnetik, yakni diantara spektrum gelombang radio dan inframerah (Mandal
etal. 2007). Perpindahan panas yang terjadi pada ekstraksi konvensional berlansung
dari sumber panas ke permukaan bahan, sedangkan pada ekstraksi menggunakan
gelombang mikro panas dihasilkan di bagian dalam bahan pada saat molekul polar
mengalami osilasi akibat pancaran gelombang mikro dan selanjutnya panas
merambat ke seluruh bagian bahan. Hal tersebut mengakibatkan transfer energi
berlangsung lebih cepat, dan berpotensi meningkatkan kualitas produk (Zhang dan
Hayward 2006)
Gelombang mikro mempunyai kelebihan, yaitu pemanasan lebih merata karena
bukan
mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas dari dalam bahan tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian optimasi metode
ekstraksi karagenan dari rumput laut eucheuma cotonii melalui proses ekstraksi

2
menggunakan gelombang mikro agar dihasilkan yield yang tinggi dengan waktu
ekstraksi yang cepat serta kualitas yang baik.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang timbul
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana yield karagenan hasil ekstraksi gelombang mikro dibandingkan
ekstraksi konvensional dan gelombang ultrasonik
2. Bagaimana mutu karagenan hasil ekstraksi gelombang mikro dibandingkan
ekstraksi konvensional dan gelombang ultrasonik
3. Bagaimana mengidentifikasi tipe karagenan dalam rumput laut eucheuma
cottonii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Karagenan
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi
rumput laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada suhu yang tinggi
(Gliksman, 1982).
Karaginan yaitu senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida
rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, seperti
Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp (Anggadiredja dkk,
2006).
Polisakrida tersebut tersusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α
(1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik
mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat.
Doty (1987), membedakan karagenan berdasarkan kandungan sulfatnya
menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28 %
dan iota karagenan jika lebih dari 30 %. Winarno (1996) menyatakan bahwa kappa
karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis eucheuma cottonii, iota karagenan
dihasilkan dari eucheuma spinosum, sedangkan lambda karaginan dari chondrus
crispus, selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit
penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karagenan yaitu :

3
Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-
anhidro-D-galaktosa. Kappa-karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester
dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat
menurunkan daya gelasi dari kappa-karagenan, tetapi dengan pemberian alkali
mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan
3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat
dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996)

Gambar 2.1. Struktur molekul kappa karagenan (Tojo dan Prado 2003).

Iota karagenan diisolasi dari Eucheuma spinosum mengandung kira-kira 30%


3,6 anhidro-D-galaktosa dan 32% ester sulfat. Iota mempunyai gel yang bersifat
elastis, bebas sineresis (Anonim 1977). Gel yang terbentuk berwarna lebih jernih
dibandingkan jenis kappa karagenan dan mempunyai tekstur empuk dan elastis
(Fardiaz 1989). Molekul iota karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada
setiap residu D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-
D-galaktosa.

Gambar 2.2. Struktur kimia iota karagenan (Tojo dan Prado 2003)

4
Karagenan tipe lambda berbeda dengan kappa dan iota kargenan, karena
mengandung residu disulfat-D-galaktose, sedangkan kappa dan iota karaginan selalu
memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Struktur kimia lambda karagenan
dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3.
Struktur
kimia lambda karagenan (Tojo dan Prado 2003)
Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya,
karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota-carrageenan, kappa-
carrageenan, dan lambda-carrageenan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan
reaksinya terhadap protein (Anggadiredja dkk, 2006).
Karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya dibedakan menjadi dua fraksi
yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagian
jika lebih dari 30% . Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma
cottonii, iota-karaginan dihasilkan dari eucheuma spinosum sedangkan lamda
karaginan dari chondrus crispus (Winarno, 1996).
Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa
karaginan. Sifat-sifat fisik-kimia karaginan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH (Samsuari, 2006).
Tabel 2.1. Unit-unit monomer karagenan
Bilangan
Fraksi gelombang
Monomer
Karagenan
(cm-1)

D-galaktosa 4-sufat 840-850


Kappa
3,6 anhidro-D-galaktosa 925-935

D-galaktosa4-sulfat 840-850
Iota
3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat 800-805

5
D-galaktosa 2-sulfat 820-830
Lambda
D-galaktosa 2,6-disulfat 810-820

Sumber: Towle (1973)

2.2 Proses Ekstraksi Karagenan


Alkalisasi merupakan tahap untuk mendapatkan karaginan dari rumput laut
Eucheuma cottonii. Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua
fungsi yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan berfungsi untuk
mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk
3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya.
Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida
menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer
menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan
reaktivitas produk terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan
Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan
menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan yield dan mutu karaginan yang
dihasilkan.
Metode konvensional produksi karaginan didasarkan pada kemampuan
osmosis rumput laut. Suwandi (1992) mengisolasi karaginan dari rumput laut jenis
0
Eucheuma cottonii pada temperatur 80 C dan waktu pemanasan 90 menit
memperoleh rendemen hasil maksimal sebesar 57%. Sedangkan Sarjana dan Widia
(1998) mengisolasi karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma spinosum pada
o
temperatur 100 C dan waktu pemanasan 3,5 jam memperoleh rendemen hasil
maksimal sebesar 63,64%. Kedua penelitian ini menggunakan pH basa yang konstan.
Namun, kedua penelitian ini tidak menampilkan tingkat kemurnian dan data spektra
dari karaginan hasil isolasi. Dian Andriani (2006) mengisolasi karaginan dengan
jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda perolehan karaginan sebesar
27,77% dengan KOH 10%. Demikian juga Bawa dkk. (2007) mengisolasi karaginan
pada 90 oC berbagai variasi pH dengan perolehan karaginan sebesar 34,65% pada pH
8,5.-9.
Aji Prasetyaningrum dkk., (2015) membandingkan ekstraksi kappa karagenan
dari eucheuma cottonii secara konvensional yang dilakukan pada suhu 80 oC, dan

6
waktu 30 – 120 menit dengan ekstraksi menggunakan bantuan gelombang
ultrasonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai gel strength tertinggi pada
proses gelasi dengan metode konvensional selama 120 menit yaitu sebesar 550,40
g/cm2. Sedangkan pada metode ultrasonik nilai gel strength tertinggi didapat pada
waktu 16 menit yaitu sebesar 1339,86 g/cm2, tanpa menginformasikan yield .
Optimasi kondisi operasi ekstraksi yang lain yaitu membandingkan ekstraksi
konvensional dan gelombang mikro yang dilakukan oleh Niken Pratiwi (2011),
dengan variable jenis pelarut dan waktu ekstraksi. Yield tertinggi 26,3%, waktu 30
menit dan pelarut NaOH diperoleh dari ekstraksi gelombang mikro, sedangkan
secara konvensional 21,48%, waktu 120 menit dengan pelarut NaOH.

2.3 Standard Mutu Karaginan


Di Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karaginan. Standard
mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food AgricultureOrganization
(FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European EconomicCommunity (EEC).
Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel1.Standar mutu karaginan

Spesifikasi FCC EEC( Europe FAO Komersil


( Food an economic ( Food
chemical community) agriculture
codex ) organization )
Kadar air, % Maks. 12 Maks. 12 Maks. 12 14,34±0,25
Sulfat, % 18-40 15-40 15-40 -
Abu, % Maks. 35 15-40 15-40 18,06±0,22
Abu tak larut asam, % Maks. 1 Maks. 12 Maks. 1 -
Bahan tak larut asam, % - - - -
Lead (Pb), ppm Maks. 4 Maks. 10 - -
Viskositas 1,5 % sol, cP Min. 5 - Min. 5 min5
Titik leleh (oC) - - - 50,21±1,05

Titik Gel (oC) - - - 34,10±1,86


Kekuatan Gel (g/cm2) - - - 685±13,43
Sumber: A/S Kobenhvas Pektufabrik dalam Wenno, 2009)

7
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian


1. Membandingkan yield karagenan hasil ekstraksi dengan gelombang mikro
dibandingkan ekstraksi konvensional dan gelombang ultrasonik
2. Membandingkan mutu karagenan hasil ekstraksi dengan gelombang mikro
dengan ekstraksi konvensional dan gelombang ultrasonik,
3. Mengidentifikasi tipe karagenan dalam rumput laut eucheuma cottonii

3.2 Manfaat Penelitian


1 Kondisi optimum operasi ekstraksi dengan gelombang mikro dapat diketahui
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh metode ekstraksi terbaik yang
menghasilkan produk dalam jumlah besar dengan mutu sesuai standar.

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. Waktu pelaksanaan selama 8 bulan dimulai
pada bulan April hingga Nopember 2018.

4.2 Alat dan Bahan


4.2.1 Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

 Power sonic 445  Termometer


 Erlenmeyer  Labu takar
 Beker glass  Pipet volume
 Blender  Kain saring 150 mesh
 Viscometer Brookfield
 Kertas pH

8
 Cawan porselen  Textur analyzer

 Pinggan penguap  Gelas ukur

4.2.2 Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:


 Rumput laut jenis eucheuma
 Kalium Hidroksid (KOH)
 Isopropanol
 Aquadest
 Kaporit
 Etil alkohol

 KCl

 HCl

 Metanol

9
4.3 Bagan Alir Penelitian (Fishbone Diagram)
Bagan alir penelitian (fishbone diagram) ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

Sortasi , Pencucian dan


pencucian dan pengeringan dengan
pngecilan ukuran sinar matahari
Blender Filtrasi

Karagenan

Rumput Laut

Optimasi
Proses Perendaman ekstraksi Pengeringan
Bleaching

Gambar 4.1 Bagan alir penelitian (fishbone diagram)


4.4 Variabel Penelitian
Ekstraksi dengan gelombang mikro dilakukan optimasi daya getar (low, medium, dan
high) , optimasi rasio rumput laut dan pelarut 1:20, 1:25, 1:30, 1:35, dan 1:40 b/b.
dengan waktu konstan (30 menit), dan optimasi waktu ekstraksi 20, 25, 30, 35, 40, 45,
dan, 50 menit pada rasio rumput laut dan pelarut konstan sehingga akan diperoleh
yield maksimum dengan mutu tinggi dan akan dibandingkan dengan yield dan mutu
ekstrak hasil ekstraksi dengan gelombang ultrasonik pada kondisi optimum yang telah
diketahui pada tahun pertama .
4.5 Prosedure Penelitian

Tahapan proses pengolahan karaginan (Anggadireja dkk. 2008) sebagai

berikut:

1. Pembersihan atau sortasi


Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, kemudian
dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
2. Bleaching. Proses pemutihan dilakukan dengan merendam rumput laut dalam
larutan kaporit 1% selama 1 jam
3. Pencucian hingga bau kaporitnya hilang
4. Pengeringan dengan sinar matahari selama 5 hari
5. Perendaman:
Rumput laut yang telah bersih direndam dalam air dengan volume 40 kali berat
10
rumput laut kering, pH larutan 9 dengan penambahan KOH selama 12 jam untuk
melunakkan rumput laut.
6. Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan dengan dua metode:
1. Ekstraksi dengan gelombang mikro dilakukan optimasi daya (low, medium,
dan high) , optimasi rasio rumput laut dan pelarut 1:20, 1:25, 1:30, 1:35, dan
1:40 b/b. dengan waktu konstan (30 menit), dan optimasi waktu ekstraksi 20,
25, 30, 35, 40, 45, dan, 50 menit pada rasio rumput laut dan pelarut konstan
2. Metode ekstraksi ultrasonik dilakukan dengan frekuensi 40kHz, suhu 50 oC ,
daya getar medium , waktu ekstraksi 30 menit, dan perbandingan rumput laut
dan pelarut 1:30 b/b.
7. Penyaringan
Setelah proses ekstraksi selesai bubur rumput laut disaring dengan kain saring 150
mesh. Ampasnya dibuang, sedangkan filtratnya dimasukkan kedalam bak pengendap
karaginan.
8. Pengendapan:
Pengendapan karaginan dilakukan dengan cara menuangkan filtrat ke dalam
isopropyl alkohol sambil diaduk-aduk selama 15 menit, sehingga terbentuk serat-
serat karaginan. Perbandingan filtrat dan isopropyl alkohol yang digunakan adalah
1 : 2. Serat-serat karaginan yang diperoleh kemudian direndam kembali dengan
isopropyl alkohol selama 30 menit sehingga diperoleh serat karaginan yang lebih
kaku.
9. Pengeringan dan Penepungan :
Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C
selama 10 jam, kemudian digiling sehingga diperoleh tepung karaginan. Tepung
ditimbang untuk mengetahui % yield.

berat karaginan
Perolehan karaginan (%yield) = × 100 %
berat rumput laut

4.6 Uji Mutu Karaginan


Uji mutu hasil meliputi kadar air, viskositas, dan kekuatan gel
4.6. 1. Kadar air (Metode AOAC,1995)

11
Penentuan kadar air didasarkan perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan . Pengeringan contoh dilakukan selama beberapa jam sampai
berat contoh konstan pada suhu 105 oC

Kadar air(%) = {(Wo – W1)/Wo }x 100%

Keterangan : Wo = berat contoh mula-mula

W1= berat contoh setelah pengeringan

4.6.2 Viscositas (Metode AOAC , 1995, dan FMC Corp., 1977)


Larutan karaginan 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil
diaduk secara teratur sampai suhu 75 oC. Viskositas diukur dengan viscometer
Brookfield dengan menggunakan spindle yang sesuai.
4.6.3 Kekuatan Gel ( Metode AOAC , 1995 dan FMC Corp., 1977)

Larutan karaginan 1,5% dan KCl 0,16% dipanaskan dalam bak air mendidih
dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC. Volume larutan dibuat sekitar 50
mL. Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan berdiameter 4 cm dan dibiarkan pada
suhu 10 oC selama 2 jam. Kekuatan gel dalam cetakan diukur dengan texture analyzer.
Gel dalam cetakan ditempatkan dalam alat ukur (TAXT2i Texture Analyser) sehingga
plugger yang akan bersentuhan dengan gel berada ditengahnya. Komputer dinyalakan dan
program tekstur analyzer diaktifkan. Kondisi pengukuran ditetapkan.

12
Rumpu laut basa

Pembersihan

Larutan kaporit 1%
Bleaching 1 jam

air Pencucian

Sinar Matahari
( 5 hari) Pengeringan

Air Perendaman 12 jam


(1 jam, 90 oC, dan pH 9)

Penghancuran

Ekstraksi dengan gelombang ultrasonik : pHEkstraksi


9; rasio rumpu
denganlaut/pelarut
Ekstraksi gelombang 1/30
mikro
Konvensional : ,pHfrekuensi
. Suhu
9; rasio5040oC.
kHz,
rumpu Optimasi
daya getar
daya
laut/pelarut medium,
gelombang
1/40 suh
, suhu 9
 

Filtrasi (kain saring saring 15

ekstrak
filtra
Pengendapan karagenan dengan i

Pengeringan dengan oven suhu

Penepungan

Tepung karaginan
Yield

Gambar 4.2. Blok diagram pembuatan tepung karaginan

13
BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Persiapan Bahan Baku

Ekstraksi karagenan dengan metode ekstraksi konvensional , ekstraksi


dengan bantuan gelombang ultrasonik, dan ekstraksi dengan bantuan gelombang
mikro masing-masing menggunakan rumput laut jenis eucheuma cottonii sebagai
bahan baku karagenan yang diperoleh dari desa Puttondo, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan. Rumput laut ini setelah disortir dari zat pengotornya, dicuci
bersih, dan dikeringkan, kemudian direndam dalam larutan KOH dengan
perbandingan tertentu, selanjutnya diekstrak dengan metode ekstraksi yang
berbeda.
5.2 Ekstraksi konvensional

Teknik ekstraksi konvensional yang digunakan selama ini (maserasi,


soxhlet, dan hidrodistilasi) pada umumnya berdasarkan pada pemilihan dan
penggunaan sejumlah besar volume pelarut yang tepat disertai dengan pemanfaatan
panas dan/atau pengadukan untuk memperbaiki kelarutan komponen sehingga
dapat meningkatkan laju perpindahan massa-nya. Menurut Anggadireja dkk.
(2006), Bawa dkk, (2007), ekstraksi karagenan dari rumput laut dengan kondisi
terbaik yaitu menggunakaan pelarut KOH (pH) 8,5-9, perbandingan rumput laut
terhadap pelarut 1:40 (b/b) suhu 90 oC, , waktu ekstraksi 3 jam,. Pada penelitian ini
ekstraksi karagenan dari rumput laut jenis eucheuma cottonii pada kondisi yang
sama diperoleh hasil (yield) 65 %.

5.2 Ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik


Kondisi operasi pada ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik
dilakukan pada frekuensi 40 kHz, suhu 50 oC, waktu 40 menit, dan ratio rumput
laut dengan pelarut 1/30 diperoleh yield 32,8 %

5.3 Identifikasi Jenis Karagenan

Analisis FTIR ini dimaksudkan untuk memastikan (secara kualitatif) gugus apa saja yang
terdapat pada suatu senyawa. Hasil pengukururan FTIR untuk senyawa karaginan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini

14
Gambar Spektrum FTIR karagenan hasil percobaan

Tabel 5.1Analisis panjang gelombang pada ikatan karagenan

Panjang Gelombang Identifikasi spectrum FT-IR


Pita serapan gugus fungsional
(1/cm) analisa
3200 – 3600 O-H 3450,77
1210 – 1260 Ester sulfate 1255,70
928 – 933 3,6-anhydrogalactose 927,79
840 – 850 Galactose-4-sulfate 848,71
800 – 805 3,6-anhydrogalactose- -
2sulfate
1010 – 1080 Glikosidic linkage 1070,53
Sumber: Van, 2002

Dari spektra 1500-500 cm-1, FTIR menunjukkan adanya berkas absorpsi yang sangat kuat
pada daerah 1210-1260 cm-1 (karena ikatan S=O pada ester sulfat) dan daerah 1010-1080
cm-1 (dianggap ikatan Glikosidik) pada semua jenis karagenan. Gugus fungsi ester sulfat
dan ikatan glikosidik terdapat pada semua tipe karagenan, gugus 3,6 – anhidrogalaktosa
terdapat pada karagenan tipe kappa, dan gugus galaktosa-4 sulfat terdapat pada semua tipe
karagenan (Rachmaniar, 1999). Spektra FTIR menunjukkan bahwa karagenan hasil
15
penelitian ini memperlihatkan struktur kimia karagenan jenis kappa. Karagenan yang
dihasilkan dari eucheuma cottonii pada penelitian ini menunjukkan spektrum 1255,70 cm-1
(ester sulfat), 927,79cm-1 (3,6-anhydrogalaktosa), dan 848,71 cm-1 (galaktosa-4-sulfat).

BAB VI
RENCANA PENELITIAN SELANJUTNYA
Penentuan kondisi optimum ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro
Ekstraksi dengan gelombang mikro dilakukan optimasi daya (low, medium, dan
high) , optimasi rasio rumput laut dan pelarut 1:20, 1:25, 1:30, 1:35, dan 1:40 b/b.
dengan waktu konstan (30 menit), dan optimasi waktu ekstraksi 20, 25, 30, 35, 40,
45, dan, 50 menit pada rasio rumput laut dan pelarut konstan

DAFTAR PUSTAKA
Andriani, D .2006. Pengolahan Rumput Laut (Eucheuma cattonii) Menjadi Tepung ATC
(Alkali Treated Carrageenophyte) dengan Jenis dan Konsentarsi Alkali yang
Berbeda. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Anggadiredja, J.T., 2006. Rumput Laut. Jakarta:Penebar Swadaya.


Anggadireja,J.T. Zatnika.A, Purwoto, dan Istini.S. 2008. Rumput Laut.Jakarta: Penebar
Swadaya.
AOAC.1995. Official Methode of Analysis of the associated of Official Analytical
Chemist. 14 edth A.O.A.C. Inc.Airlington. Virginia.

Anonim, 1977. Carragenan. USA: Marine Colloids Division, FMC. Corporation. 1-


35P.Dalam Pengaruh Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan Terhadap
Viskositas dan Kekuatan Gel Karagenan Campuran. Institut Petanian Bogor.
Bawa, I.G.A.G, Bawa Putra, A.A, dan Laila, I.R. 2007. Jurnal Kimia 1 (1): 15-20.
Denpasar:Univ.Udayana.http://abumie.wordpress.com/2007/06/28/rumput-laut-
kayaserat-penuh-manfaat/ (diakses tanggal 8 Februari 2008).

Doty, MS., Santos, GA., 1987. The Production and Uses of Eucheuma Dalam : Studies of
Seven Commercial Seaweeds Resources. Ed. By : M.S. Doty, J.F. Caddy and B.
Santelices. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome.

FMC Corp. 1977. Carrageenan.New Jersey, USA:Marine Colloid Monograph Number


One.

Glicksman, 1983. Seaweed extracts. Di dalam Glicksman M (ed). Food Hydrocolloids Vol
II. CRC Press. Boca Raton. Florida.

16
Istini,S. dan Suliani. 1998. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Lembaga
Oseonologi Nasional.

Niken, P., 2011. Optimasi Ekstraksi Karagenan Kappa dari Rumput Laut eucheuma
Cottonii, Skripsi, Depatemen FMIPA IPB, Bogor

Péres, V.L., J. Saffia, M.I.S. Melecchi, F.C. Abadc, R.A. Jacques, M.M. Martinez, E.C.
Oliveira, and E.B. Caramao. 2006."Comparison of Soxhlet, Ultrasound-assisted and
Pressurized Liquid Extraction of Terpenes, Fatty Acids and Vitamin E from Piper
gaudichaudianum Kunth." Journal of Chromatography A 1105 : 115–118.

Pourhossein, A., M. Madani, and M. Shahlaei. 2009."Valuation of an Ultrasound– assisted


Digestion Method for Determination of Arsenic and Lead in Edible Citric Acid
Samples by ETAAS." Canadian Journal of Analytical Sciences and Spectroscopy 54
(1) (2009): 39–44.

Prasetyaningrum A,Santosa, G.W., Dharmawan, Y.,dan Djaeni, M.,(2015),Kombinasi


Proses Cold Gelation dan Foam Mat Drying pada Karakteristik Produk
Karagenan, Prosiding Seminar Nasional, Yogyakarta
Rachmaniar, 1999.Karagenen tipe lambda dalam kappa karaginofit eucheuma alvareezii
yang dibudidayakan di Indonesia.Prosiding Pra Kipnas VII Forkom I IFI.
Puspitek, Serpong, Jakarta
Samsuari. 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Euchheuma cottonii
di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto propinsi Sulawesi Selatan. Institut
Pertanian Bogor.
Sari Denni Kartika, Wardhani Dyah Hesti, Prasetyaningrum Aji, 2012, Pengujian
Kandungan Total Fenol Kapphycus Alvarezzi Dengan Metode Ekstraksi Ultrasonik
dengan Variasi Suhu dan Waktu, (online),
(http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/PROSIDING-
_SNST_FT/article/view/19 diakses tanggal 29 April 2017

Sarjono,P dan Widia,W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan R.L. Menjadi Karaginan
Secara Hidrasi. Denpasar: Universitas Udayana

Suryaningrum TD. 1988. Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan
Eucheuma spinosum. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Tojo, E., Prado, J., 2003. Chemical composition of carrageenan blends determined by IR
spectroscopy combined with a PLS multivariate calibration method.
Carbohydrate Research.

Towle, A.G., 1973. Carrageenan. In : R.L Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides
and Their Derivates. London: Academic Press.

Winarno, FG., 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut.Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

17
Wenno, M.R.,2009. Karakteristik Fisiko Kimia Karaginan dari Eucheuma Cottonii pada
Berbagai Bagian Thallus, Berat Bibit dan Umur Panen. Tesis. Institut Pertanian
Bogor
Van de Velde,F,.Knudsen, S.H., Usov, A.I., Rumella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002,
1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication
in Research and Industry, Trend in Food Science and Technology, 13,73-92

Zhang X., Hayward DO. 2006. Applications of Microwave Dielectric Heating in Environmental
Related Heterogeneous Gas-Phase Catalytic Systems. Inorganica Chimica Acta
359:3421-1433.
Zulfriady D, Sudjatmiko W. 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida
Terhadap mutu Karaginan Rumput Laut E. spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Bidang Pasca Panen, Sosial, Ekonomi dan Penangkapan.
hlm 137-146.

18

Anda mungkin juga menyukai