Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PENGANTAR RISET KEPERAWATAN

JURNAL KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH:

Nama : NABILA ASSYAFANA

NIM : P071201180 70

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM

TINGKAT III B / SEMESTER V

2020
1. Masalah penelitian : Seberapa dalam pengetahuan keluarga berpengaruh
terhadap tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi klien gangguan
jiwa
2. Rumusan masalah : bagaimana hubungan pengetahuan keluarga terhadap
tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa
3. Tujuan penelitian : Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga
klien gangguan jiwa terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
4. Variebel :
a. Responden berdasarkan keluarga mengenal gangguan jiwa
b. Responden berdasarkan pengetahuan keluarga tentang gangguan
jiwa
c. Responden berdasarkan pengetahuan terhadap tingkat kecemasan
dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa
5. Populasi : keluarga inti yang salah satu anggota keluarganya mengalami
gangguan jiwa dan rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu
Medan.
6. Sampel : keluarga inti yang salah satu anggota keluarga mengalami
gangguan jiwa
7. Besar sampel : 32 orang
8. Teknik sampling : purposive sampling
LAMPIRAN

ABSTRAK

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya


kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan.
Keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perlu
mempunyai pengetahuan tentang

gangguan jiwa. Oleh karena keluarga sering merasakan kecemasan dalam


menghadapi anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga
dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dengan menggunakan desain deskriptif korelasional. Instrumen
dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 2 bagian yaitu kuesioner untuk
mengukur pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan kuesioner untuk
mengukur tingkat kecemasan keluarga. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32
keluarga dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis
statistik korelasi Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi (ρ)= - 0.460 dan nilai
signifikan (p) = 0.008 untuk hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga
dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p =
0.008 karena terletak di bawah dari 0.01. Dapat disimpulkan bahwa perlu adanya
peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam pemberian pendidikan
kesehatan khususnya dalam keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas.
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya


kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang
diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial
(Stuart & Sundeen, 1998).

Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang
ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, di mana terjadi global burden of disease
akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%. Angka ini lebih tinggi dari TBC
(7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Siswono,
2001).

Dengan melihat kondisi masalah kesehatan jiwa lebih besar angkanya


dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya, maka dalam laporan “Kesehatan
mental: pemahaman baru, harapan baru” oleh Brundtland (2001) melaporkan
bahwa pendekatan kesehatan masyarakat terutama keluarga dalam penanganan
kesehatan mental memiliki peranan yang penting, pemahaman keluarga menjadi
hal utama dalam mendukung kesembuhan penderita gangguan jiwa (Walujani,
2001).

Menurut Yip (2005) dalam penelitian yang dilakukannya di Cina terhadap


keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa,
diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarg dalam pengobatan psikiatris dan
rehabilitasi klien mampu mengembalikan kondisi klien ke keadaan normal (Yip,
K.S, 2005).

Berdasarkan survei pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang


mengalami gangguan jiwa diperoleh bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan
keluarga tidak aktif dalam memberikan perhatian dan pengobatan pada penderita
gangguan jiwa (Biegel et al., 1995 dikutip dari Stuart & Laraia, 2001). Ada
beberapa masalah yang teridentifikasi yang dialami oleh keluarga yaitu
meningkatnya stres dan kecemasan keluarga, sesama keluarga saling
menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam
menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa dan pengaturan sejumlah waktu dan energy keluarga dalam
menjaga serta merawat penderita gangguan jiwa dan keuangan yang akan
dihabiskan pada penderita gangguan jiwa.

Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha


dalam memberikan iklim yang kondusif  bagi anggota keluarganya. Keluarga
selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota
keluarganya, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang
mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan
mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Dengan melihat kondisi ini peneliti ingin melakukan pengkajian yang
lebih lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan keluarga berpengaruh terhadap
tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi klien gangguan jiwa. Peneliti
sebelumnya telah melakukan survei awal ke RS Jiwa Propsu Medan dan di sana
peneliti mendapatkan informasi bahwa belum ada peneliti lain yang meneliti
tentang penelitian ini sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
hubungan pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa di RS Jiwa Propsu Medan.
Pertanyaan Penelitian
1.      Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa?
2.      Bagaimana tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa?
3.      Bagaimana hubungan pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Tujuan Penelitian
1.      Mengidentifikasi pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa.
2.      Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3.      Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga klien gangguan jiwa terhadap
tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
Manfaat Penelitian
1.      Praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar
dalam melakukan intervensi pada keluarga klien gangguan jiwa yang berkaitan
dengan peningkatan kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap
perawat untuk melakukan kunjungan rumah.
2.      Penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi
peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk
penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa
beserta keluarganya.
3.      Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan jiwa dan keperawatan
komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga
gangguan jiwa.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional
yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan dan tingkat kecemasan keluarga tentang
gangguan jiwa serta mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga inti yang salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa dan rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit
Jiwa Propsu Medan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan derajat ketepatan () yang
besarnya 0.05
dan analisis kekuatan sebesar 80% serta effect size sebesar 50%, sehingga
didapatkan sampel sebanyak 32 orang (Polit & Hungler, 1995).
            Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive
sampling. Teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah peneliti),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang ada
(Nursalam, 2003). Kriteria yang ditentukan untuk subyek penelitian adalah
keluarga inti yang salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan
bersedia menjadi responden.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan sebagai tempat
penelitian karena merupakan rumah sakit jiwa pusat di Medan dan memiliki
jumlah penderita gangguan jiwa dengan anggota keluarganya relatif banyak
sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan.
Pertimbangan Etik Penelitian
Peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon responden
penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.
Kemudian peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan penelitian kepada
responden. Jika responden
bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan.
Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati haknya. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada
responden agar responden mengerti untuk mengisinya. Untuk menjaga kerahasian
responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya
diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan oleh responden
dijamin oleh peneliti (Brink & Wood, 1994).
Instrumen Penelitian
Kuesioner penelitian
Bagian instrumen pertama berisi pernyataan untuk mengidentifikasi
pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dimodifikasi berdasarkan tinjauan
pustaka mengenai gangguan jiwa. Pengetahuan yang peneliti ukur hanya sampai
tingkat
pengetahuan yang paling rendah yaitu tahap ‘tahu’ (know). Bagian ini terdiri dari
20 pernyataan dengan jawaban “ya/tidak”, terbagi atas 10 pernyataan favourable
(positif) pada pernyataan No. 1, 2, 4, 6, 7, 8, 10, 15, 18, dan No. 20 dengan
jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0, kemudian 10
pernyataan
unfavourable (negatif) pada pernyataan No. 3, 5, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, dan No.
19
dengan jawaban “ya” diberi skor 0 jawaban “tidak” diberi skor 1.
Bagian instrumen kedua berisi pernyataan untuk mengidentifikasi tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Bagian ini terdiri dari 12 pernyataan yang dimodifikasi dari model
instrumen Spielberger et al. (1970) State Trait Anxiety Inventory (STAI) dengan
pilihan jawaban “tidak pernah”, “kadangkadang”, “sering”, dan
“selalu/terusmenerus”. Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan skor terendah
adalah 1. Skor pada skala ini adalah “terus-menerus” (TM) diberi skor 4, “sering”
(S) diberi skor 3, “kadang-kadang” (KK) diberi skor 2, dan “tidak pernah” (TP)
diberi skor 1.
Reliabilitas dan validitas instrumen
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data
kepada 10 orang responden yang memenuhi kriteria sampel kemudian peneliti
menilai responsnya. Dari hasil uji Cronbach Alpha pada akhir penelitian diperoleh
untuk instrumen pengetahuan dan tingkat kecemasan didapatkan untuk instumen
pengetahuan nilai α = 0,719 dan untuk instrumen tingkat kecemasan nilai α =
0,881, ini menunjukkan bahwa kedua instrumen reliabel. Uji validitas instrumen
dilakukan oleh ahli dalam Keperawatan Jiwa dari departemen Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian
pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh
dikirimkan ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan). Setelah
mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti
menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila peneliti menemukan calon responden yang memenuhi kriteria cukup
banyak maka calon responden tersebut dipilih sesuai dengan keinginan peneliti.
Selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan,
manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia
diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Kemudian responden diminta
untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti.
Analisis Data
Pengetahuan keluarga gangguan jiwa dibagi dalam 3 kategori, yaitu “baik”
= 14-20, “sedang” = 7-13, dan “buruk” = 0-6. Tingkat kecemasan keluarga
gangguan jiwa dibagi dalam 4 kategori, yaitu “cemas ringan” = 1-12, “cemas
sedang” = 13-25, “cemas berat” = 26 - 38, dan “panik” = 39-48.
Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
presentase serta data usia dan penghasilan dalam bentuk mean. Hasil analisis data
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran
pengetahuan dan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan formula
korelasi Spearman. Nilai menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai
berada pada level 0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya
derajat hubungan yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun minus)
menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang atau substansial, level 0.20-
<0.40 menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level<0.20 berarti
dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1 arah,
jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai (0.05) Jika nilai berada pada
level 0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan
yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya
derajat hubungan yang sedang atau substansial, level 0.20-<0.40 menunjukkan
adanya derajat hubungan yang lemah dan level<0.20 berarti dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1 arah,
jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai (0.05) berarti terdapat hubungan
yang signifikan dan bila nilai p lebih dari nilai (0.05) berarti terdapat hubungan
yang tidak signifikan (Devore, 1986; Sulaiman, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Karakteristik responden
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia responden adalah 38 tahun. Mayoritas
responden adalah laki-laki (53,1%), menikah (68,7%), beragama Islam (53,1%),
suku Jawa (53,1%), dengan latar belakang pendidikan SMU (34,4%). Responden
yang bekerja paling banyak sebagai wiraswasta sebanyak 18 orang (56,3%),
tingkat penghasilan < Rp 774.000 (43,7%) dan responden umumnya memiliki
hubungan sebagai anak sebanyak 12 orang (37.5%).
Tabel 1 Gambaran data demografi keluarga
No Data demogarafi Jumlah presentase
1 Usia
25 – 35 tahun 13 40,6 %
36 – 46 tahun 12 37,5 %
47 – 56 tahun 7 21,9 %
Mean : 38.25
SD : 9.45
2 Jenis Kelamin
Laki – laki 17 53,1%
Perempuan 15 46,9%
3 Status perkawinan
Belum menikah 3 9,4%
Sudah menikah 22 68,7%
Janda 3 9,4%
Duda 4 12,5%
4 Agama
Islam 17 53,1%
Protestan 15 46,9%
5 Suku bangsa 17
Jawa 53,1%
15
Batak 46,9%
6 Pendidikan terakhir
SD 2 6,2%
SMP 5 15,6%
SMU 14 43,8%
Sarjana 11 34,4%
7 Pekerjaan
PNS 8 5,0%
Pegawai swasta 5 15,6%
Wiraswasta 18 56,3%
Lain-lain (privat) 1 3,1%
8 Penghasilan
< Rp. 774.000 14 43,7%
Rp.774.000–Rp.1.548.000 18 56,3%
Mean : 1.56
SD : 1.50
9 Ikatan hubungan
Anak 12 12 37,6 %
Orangtua 6 6 18,7 %
Saudara 8 8 25,0 %
Suami / isteri 6 6 18,7 %
Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
                Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 19 orang responden
(59,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa dan 13 orang
responden (40,6%) yang memiliki pengetahuan sedang mengenai gangguan jiwa.
Tabel 2. Gambaran pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan
Baik Sedang Buruk
Pengetahuan 19 13 0
(59,4%) (40,6%) (0%)
Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 15 responden (46.9%) yang
mengalami tingkat kecemasan ringan dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, 15 responden (46,9%) mengalami tingkat kecemasan
sedang dan 2 responden (6,2%) mengalami tingkat kecemasan berat.
Tabel 3. Gambaran tingkat kecemasan keluarga.
Tingkat kecemasan Ringan Sedang Berat Panic
15 15 2 0
(46,9%) (46,9) (6,2) (0%)

Analisis hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam


menghadapi anggota keluarga yang mengalami ganggun jiwa
Analisis statistik didapatkan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.460. Ini
berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara
pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarga yang menghadapi gangguan jiwa. Dalam arti semakin tinggi
pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa maka semakin ringan tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Dari analisis statistik juga diperoleh nilai signifikan (p) 0.008.
Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0.01 dengan uji 2 tailed,
ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga
dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
Tabel 4. Hasil analisis korelasi pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan
Variabe 1 Variabel 2 P p
Pengetahuan Tingkat -0.460 0.008
keluarga tentang kecemasan dalam
gangguan jiwa mennghadapi
anggota keluarga
yang menghadapi
gangguan jiwa
Pembahasan
Pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden didapatkan bahwa
19 responden (59,4%) memiliki pengetahuan yang baik dan 13 responden
(40,16%) memiliki pengetahuan sedang mengenai gangguan jiwa ini
menunjukkan bahwa seluruh keluarga yang anggota keluarganya rawat jalan di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan sudah memiliki
pengetahuan yang hampir baik dan tidak ada yang memiliki pengetahuan buruk
mengenai gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang
diberikan oleh petugas kesehatan maupun diperoleh dari media informasi lainnya
telah cukup efektif.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal
usahandalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya.
Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental
anggota keluarganya, juga dapat menjadi sumber masalah bagi anggota keluarga
yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan
mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Pearson (1993) di Cina, didapatkan hasil bahwa
dari 150 koresponden anggota keluarga yang salah satu anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, keluarga yang memiliki pengetahuan yang baik
sebanyak 78.3% dan selebihnya 21.7% koresponden tidak peduli akan kondisi
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Setelah dibandingkan antara kondisi
anggota keluarga yang berpengetahuan baik dan yang tidak memiliki pengetahuan
baik/tidak peduli diketahui bagaimana perawatan terhadap anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa, di mana kondisi keluarga yang berpengetahuan
baik lebih terjaga dibandingkan pada keluarga yang tidak memiliki pengetahuan
yang baik. Sehingga sangat diperlukan bagi keluarga untuk memiliki pengetahuan
yang baik dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 15 responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan yang ringan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kemudian 15
responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 2 responden (6,2%)
memiliki tingkat kecemasan yang berat.
Kecemasan dapat dirasakan oleh individu ataupun sekelompok orang
termasuk keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka sangat terbebani
dengan kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak
mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah
gangguan jiwa salah satu anggota keluarganya. Kecemasan akan semakin
meningkat tanpa pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi
keluarga. Terkadang masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat
konflik di dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita
gangguan jiwa (Brown & Bradley, 2002).
Dalam jurnal National Institue of Mental Health, Samuel Keith (1970)
mengadakan penelitian mengenai pengalaman yang dirasakan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga lebih
banyak merasakan kecemasan (58.6%) dibandingkan keadaan keluarga yang
marah (12.7%) bahkan ada yang menolak (28.7%) keadaan anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa. Kecemasan dan berbagai pengalaman lainnya
yang dirasakan oleh keluarga merupakan hal yang wajar dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan analisis diperoleh nilai
koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai signifikan p = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, dalam
arti bahwa semakin tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan.
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
dengan p = 0.008 di bawah dari 0.01 (Devore, 1986).
Berdasarkan penelitian dari badan National Mental Health
Association/NMHA (2001), diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun
kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa
seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh kembali.
Namun faktanya, NMHA mengemukakan bahwa orang yang mengalami
gangguan jiwa dapat sembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya
(Foster, 2001). Tanpa adanya pemahaman yang jernih mengenai masalah
gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan dapat menimbulkan kecemasan dan
hal ini didukung oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh Brown & Bradley
(2002) pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa dan didapatkan bahwa kecemasan keluarga akan semakin meningkat tanpa
pengetahuan yang baik mengenai masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 32 keluarga inti yang menjadi
responden, yang salah satu anggota keluarganya berobat jalan di Poliklinik
Rumah SakitnJiwa Propinsi Sumatera Utara Medan menggambarkan bahwa
59.4% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa,
40.6% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai gangguan jiwa,
46.9% responden yang memiliki tingkat kecemasan ringan, 46.9% responden
memiliki tingkat kecemasan yang sedang. Sementara itu 46,2% responden
memiliki tingkat kecemasan yang berat dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan
formula korelasi Spearman diperoleh koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai
signifikan p = 0.008 untuk hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tanda negative
menunjukkan ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin tinggi pengetahuan
maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan pengetahuan keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki hubungan yang
sedang dan
signifikan.
Saran
1.      Praktik keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang salah
satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, hendaknya perawat
memperhatikan masalah pengetahuan keluarga dalam merawat anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dengan memberikan pendidikan
kesehatan yang dapat dimengerti oleh keluarga, Perawat juga diharapkan perlu
mengkaji secara komprehensif faktor–faktor dominan yang mendukung timbulnya
kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
2.      Pendidikan keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data bahwa adanya hubungan antara pengetahuan
dan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, sehingga perlu diharapkan adanya peningkatan dan
pengembangan asuhan keperawatan dalam pemberian pendidikan kesehatan
khususnya dalam Keperawatan Jiwa dan Keperawatan Komunitas.
3.      Penelitian keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data adanya hubungan yang sedang antara
pengetahuan dengan tingkat kecemasandalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, dan diperoleh nilai reliabilitas untuk instrumen
pengetahuan masih rendah sehingga diharapkan untuk penelitian selanjutnya
diperoleh nilai reliabilitas instrumen yang tinggi

Anda mungkin juga menyukai