Spiritualitas adalah salah satu aspek kehidupan pasien yang sangat
penting untuk dipenuhi dalam perawatan kesehatan. Pentingnya spiritualitas dalam pelayanan kesehatan dapat dilihat dari definisi kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan empat unsur kesehatan yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual. WHO juga mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik (organobiologik), mental (psikologik), sosial, dan spiritual, yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Dengan demikian dimensi spiritual merupakan salah satu unsur atau aspek yang membentuk manusia secara utuh.
Spiritualitas merupakan kepercayaan dasar akan adanya suatu
kekuatan besar yang mengatur alam semesta. Spiritualitas merupakan kekuatan yang menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan dan keterikatan di antara individu. Spiritualitas memiliki 4 karakteristik yang harus terpenuhi yaitu hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf.
Spiritulitas dapat meningkatkan kesehatan mental terhadap suatu
diagnosis penyakit kronis. Kekuatan spiritual seseorang yang rendah dapat menimbulkan permasalahan psiko- sosial di bidang kesehatan. Penelitian Sujana, dkk tahun 2017 menyatakan dimensi kebutuhan terhadap keyakinan merupakan dimensi kebutuhan spiritual keluarga yang paling utama, terutama pada keluarga dengan anak penyakit kronis. Penyakit kronis didefinisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif maupun emosi, berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis secara terus-menerus untuk merawat episode akut atau masalah Kesehatan yang timbul berulang (Wilkes et al, 2008). Berbagai macam penyakit yang diderita anak yang menderita penyakit kronis diantaranya : asma, diabetes melitus, kelainan jantung bawaan, epilepsy, kanker, HIV/AIDS, anemia, obesitas, penyakit bawaan dari lahir, penyakit mental dan penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan seperti autis, hiperaktif, dan kecacatan (Boyse, 2008).
Lebih dari 10 % populasi anak-anak di dunia menderita penyakit
kronis dan 1-2% diantaranya dalam kondisi yang sangat serius (Eiser, 2008). Berdasarkan paradigma keperawatan anak, anak merupakan individu yang masih bergantung pada lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan individual mereka. Lingkungan yang mendukung tersebut salah satunya adalah keluarga (Supartini, 2004).
Keluarga pasien yang anggota keluarganya menderita penyakit kronis,
mengalami kecemasan yang tinggi. Jika keluarga cemas maka keluarga sebagai sumber daya untuk perawatan pasien tidak berfungsi dengan baik. Selain itu kecemasan keluarga dapat dikomunikasikan atau ditransfer kepada pasien sehingga berakibat memperparah penyakit dan menghambat proses penyembuhan. Menurut penelitian (Stuart & Sunden,2008), Model perawatan dipusatkan pada keluarga (family centered model) adalah konsep yang memperlakukan pasien dan keluarga sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Suatu pendekatan holistik dalam perawatan kritis mensyaratkan agar keluarga dimasukkan dalam rencana keperawatan. Dalam hal ini perawat harus memperhatikan kebutuhan keluarga, yang menurut (Hawari, 2011), terdiri dari jaminan mendapatkan pelayananan yang baik, kedekatan keluarga dengan pasien, memperoleh informasi, kenyamanan saat menunggu, dan dukungan dari lingkungan. Keluarga dalam hal ini adalah orang tua yang memiliki peran yang penting dalam kesehatan dan kesejahteraan anak. Keluarga merupakan sumber dukungan utama dan kekuatan bagi seorang anak (Keyle & Carman, 2014).
Banyak penelitian yang telah mendokumentasikan hubungan yang
signifikan antara spiritualitas dengan kesehatan jiwa, fisik, dan kesehatan fungsional. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Gallagher et al (2015) dengan metode kuantitatif dan kualitatif terhadap 32 orang tua dengan anak yang mengalami gangguan perkembangan, penelitian ini menunjukan terdapat hubungan positif antara spiritual dengan tingkat depresi orang tua artinya semakin tinggi tingkat spiritual orang tua semakin rendah tingkat depresinya.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien dan keluarga memenuhi kebutuhan dasar yang holistik meliputi aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Hal ini berarti dalam memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga, individu dan masyarakat. Perawat tidak hanya mampu berperan memenuhi aspek biologis atau penyakit saja, tetapi juga mampu memenuhi aspek psikologi, sosial dan spiritual (Gaffar, 1999).
Menurut Hamid (2000) seorang perawat harus membantu memenuhi
kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan yang menyeluruh, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan pasien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama. Namun fenomenanya dengan berbagai alasan perawat justru menghindar untuk memenuhi kebutuhan spiritual karena kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang dimensi kebutuhan spiritual, atau pemenuhan kebutuhan spiritual bukan menjadi tugasnya melainkan tugas dari pemuka agama. Selain itu, klien sering melaporkan kebutuhan spiritual dan eksistensialnya tidak terpenuhi, padahal dukungan spiritual tersebut juga berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik (Büssing & Koenig, 2010).
Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian mengenai gambaran
penanganan kecemasan keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis melalui terapi spiritualitas sangat penting untuk dilakukan sebagai langkah meningkatkan peran perawat dalam memberikan dukungan kepada keluarga dan pasien.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penanganan kecemasan keluarga dengan anak
yang menderita penyakit kronis melalui terapi spiritualitas
b. Tujuan Khusus
Mendeskripsikan gambaran karakteristik demografi keluarga dengan
anak yang menderita penyakit kronis
C. Manfaat Penelitian a. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui pentingnya dukungan spiritualitas melalui
pemberian terapi spiritual yang diberikan pada keluarga. Sehingga,
mahasiswa ketika praktik klinik diharapkan tidak hanya berfokus pada
kebutuhan biologis terhadap perawatan pasien tetapi tetap membantu
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan referensi bagi sivitas akademika sehingga dapat
digunakan sebagai masukan dalam kurikulum pendidikan mengenai
dukungan spiritual yang dapat diberikan keluarga. Diharapkan
penelitian ini dapat menjadi acuan bagi dosen untuk melakukan
pengabdian masyarakat dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga pasien, mahasiswa keperawatan, dan perawat klinik mengenai
pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual keluarga dengan anak yang
menderita penyakit kronis
c. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat tentang pentingnya pemberian
terapi spiritual yang diberikan pada keluarga dengan anak yang
menderita penyakit kronis. Perawat diharapkan dapat mengoptimalkan
perannya dalam memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh.
d. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan khususnya
di bidang perawatan rumah sakit dalam mengevalusi perawat terhadap
pemberian terapi spiritual kepada keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis dan sebagai dasar untuk merencanakan peningkatan
asuhan keperawatan spiritual secara optimal.
e. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
mengenai penanganan kecemasan keluarga dengan anak yang menderita
penyakit kronis terhadap asuhan keperawatan spiritual, intervensi
perawat terkait pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kanker dan
faktor- faktor yang menghambat pemenuhan kebutuhan spiritualitas