Anda di halaman 1dari 23

Judul : Intervensi penyakit kronis pada anak

Dosen :Hertiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep

MAKALAH

PENYAKIT LEUKIMIA PADA ANAK

DISUSUN OLEH

SINDI (K.18.01.025)

PROGRAM (S1.KEPERAWATAN & NERS)


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
TAHUN AJARAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen kami dengan
materi “leukemia pada anak”
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang membantu dalam
mengerjakan tugas makalah ini, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Tugas makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang
LEUKIMIA menjadi keterbatasan kami pula, untuk itu kami meminta saran dan kritik dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan
karunianya kepada kita semua dan memberikan imbalan yang setimpal atas semua jeri payah
dari pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada kami serta senantiasa
menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadikan kita sebagai hambanya yang
selalu bersyukur.

Palopo,03,feb,2021
SINDI

2
DAFTAR ISI

KataPengantar……………………………………… i

DaftarIsi ……………………………………………. ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1     Latar Baelakang ……………………………….1

1.2     Tujuan ………………………………………….1

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ……………………………………… 2

2.2 Etiologi ……………………………………………3

2.3 Klasifikasi ………………………………………… 4

2.4 Patofosiologi ……………………………………… 5

2.5 Manifestasi Klinis …………………………………6

2.6 Pemeriksaan Penunjang ……………………………7

2.7 Penatalaksanaan ……………………………………10

3.2 Diagnosa Keperawatan ……………………………..1

3.3 Rencana Keperawatan ……………………………….12

BAB VI: PENUTUP

3
4.1  Kesimpulan …………………………………………13

Daftar Pustaka …………………………………………iii

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per
100.000 penduduk /tahun ( Wilson, 1991 ) . Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus
per 100.000 anak / tahun . Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000
penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000
penduduk pertahun ( Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) .

Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan
Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia.
Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %)
( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka
penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah. 

1.2  Tujuan

Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :

1. Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai penyakit Leukemia.


2. Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan pada klien Leukimia.
3. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan klien
dengan penyakit Leukemia.
4. Mendeskripsikan rencana keperawatan yang dibuat pada asuhan keperawatan klien
dengan dengan Leukemia.
5. Mendeskripsikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada asuhan keperawatan
klien dengan Leukemia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian

Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Leukemia
adalah  jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan
tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-
sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel baru ini terbentuk meski
tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan
ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal
yang akhirnya mendesak sel-sel lain.

Beberapa pengertian menurut para ahli:

 Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
 Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002
: 248 )
 Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
 Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukemia
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2.2 Etiologi

6
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

a .Genetik

Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita


kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson,
1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil,
seperti pada aneuploidy.

b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .

c.Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden
yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ).

d. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA
dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal
dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).

e. Bahan Kimia

7
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .

f.Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang
lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

2.3  Klasifikasi

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan infasi organ non hematologis, seperti meninges,
traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit. Leukemia sering diklasifikasikan sesuai galur sel
yang terkena, seperti limfositik atau mielositik, dan sesuai maturitas sel ganas tersebut,
seperti akut (sel imatur) atau kronis (sel terdeferensiasi).

A. Leukemia mielogenus akut


Leukemia mielogenus akut (AML) mengenai sel stem hematopoetik yang kelak
berdiferensiasi kesemua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit,
dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia non limfositik yang paling sering terjadi.

B. Manifestasi klinis

Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit; kelelahan
dan kelemahan yang terjadi karena anemia; dan keccendrungan perdarahan terjadi akibat
trombositopenia, kekurangan jumlah trombosit. Proliferasi sel leukemi dalam organ
mengakibatkan berbagai gejala tambahan; nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah

8
kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal (sering terjadi pada
leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.

Kelainan ini terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6 bulan. Hitung
sel darah menunjukan penurunan baik eritrosit maupun trombosit. Meskipun jumlah leukosit
total bisa rendah, normal atau tinggi, namun presentase sel yang normal biasanya sangat
menurun. Specimen sumsum tulang merupakan penegak diagnose, menunjukan kelebihan sel
blast imatur. Adanya batang Auer didalam sitoplasma menunjukan adanya leukemia
mielogenus akut (AML).

C .Penatalaksanaan

Kemoterapi merupakan bentuk terpi utama dan pada beberapa kasus dapat menghasilkan
perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang biasanya digunakan
meliputi daunorobicin hydrochloride (cerubidine), cytarabin (cytosar-U), dan mercaptopurine
(purinethol). Asuhan pendukung terdiri atas pemberian produk darah dan penanganan infeksi
dengan segera. Apabila dapat diperoleh jaringan yang cocok dari kerabat dekat, maka dapat
dilakukan transplantasi sumsum tulang untuk memperoleh sumsum tulang normal, setelah
terlebih dahulu dilakukan penghancuran sumsum lekemik dengan kemotrapi.

D.Prognosis

Pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan hanya sampai 1 tahun, dengan
kematian yang biasanya terjadi akibat infeksi atau perdarahan. Schiller (1992) melaporkan
bahwa pasien yang berusia dibawah 40 tahun, angka ketahanan hidup 5 tahunnya sekitar 2-5
bulan. Percobaan dengan kombinasi baru obat kemoterapi masih terus dilakukan diberbagai
pusat onkologi diseluruh dunia.

E.Leukimia Mielogenus Kronis

Leukemia mielogenus kronis (CML) juga dimasukkan dalam keganasan sel stem
myeloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom Philadelphia

9
ditemukan pada 90% sampai 95% pasien dengan CML. CML jarang menyerang individu
berusia di bawah 20 tahun, namun insidensinya menignkat sesuai pertambahan usi

F.  Manifestasi

Gambaran klinis CML mirip dengan gambaran AML, tetapi tanda dan gejalanya lebih
ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda gejala selama bertahun-tahun. Terdapat
penignkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa. Limpa sering membesar. 

G.Penatalaksanaan dan Prognosis

  Tetapi pilihan leukemia mielogenus kronis adalah buslfan (Myleran), hydroxyurea,


dan chlorambucil (Leukeran) sendiri atau dengan kortikosteroid. Ketahanan hidup meningkat
secara bermakna dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang berusia di bawah 50
tahun dengan donor HLA yang sesuai. Interferon alfa merupakan alternative pilihan
penanganan, namun sangat mahal, mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan dan
tidak terbukti memperpanjang ketahanan hidup. Fludarabin (Fludar) efektif bagi pasien yang
penyakitnya tidak berespons terhadap penanganan yang telah dilakukan atau terus memberat
setelah penanganan. Pada kebanyakan pasien, kelak akan mengalami leukemia mielogenus
akut dan biasanya resisten terhadap terapi apapun. Secara keseluruhan, pasien dapat bertahan
selama 3 sampai 4 tahun. Kematian biasanya akibat infeksi atau perdarahan. 

 H .Leukimia Limfositik Akut.


Leukemia limfositik akut (ALL) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak disbanding perempuan,
dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15, ALL jarang terjadi.

1) Manifestas
Limfosit imatur berproliferasi dalan sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal
terlambat, mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan
trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya
dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. Manifestasi infiltrasi
leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk

10
leukemia lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa,
sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, dan nyeri tulang.
2) Penatalaksanaan dan Prognos
Terapi ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan
hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan
kombinasi vincristine, prednisone, daunorubicin, dan asparaginase untuk
terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate,
vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah
kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah
kekambuhan pada sistem saraf pusat.

d.  Leukimia Limfositik Kronis


Leukimia limfosit kronis (CLL) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50-70 tahun. Negara- Negara barat melaporkan penyakit
ini sebagai leukemia yang umum terjadi.
C Manifestasi kiln

Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan baru terdiagosa pada saat pemeriksaan
fisik atu penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi adalah
sehubungan dengan adanya anemia, infeksi, atau pembesaran nodus limfe. Dan organ
abdominal. Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun. Terjadi penurunan
jumlah limfosit. (limfositopenia). Penatalaksanaan medis dan prognosis. Apabila ringan, CLL
tidak memerlukan penanganan. Kemoterapi dengan kortikosteroid dan chlorambucil
(leukeran) sering digunakan apabila gejalanya berat. Banyak pasien yang tidak berespon
terhadap terapi ini dapat mencapai perbaikan dengan pemberian fludarabine monofospat, 2-
chorodeoxyadenosien (2-CBA), atau pentostatin. Efek samping utama obat ini adalah
penekanan sumsum tulang, yang termanifestasi dengan adanya infeksi seperti pneumocystis
carinii, listeria, mikobakteria, virus herpes dan sitomegalovirus. Penanganan intra vena
dengan immunoglobulin cukup efektif mencegah masalah ini pada pasien tertentu. Ketahanan
hidup rata-rata pasien dengan CLL adalah 7 tahun.

2)        Komplikasi

11
 Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyebab
utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia, dan masalah gastrointestinal merupakan
komplikasi lain.

Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia) angka


trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia (bintik perdarahan-
perdarahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit). Pasien juga dapat
mengalami perdarahan berat jika jumlah trombositnya turun sampai di bawah 20.000 per
mm3 darah. Dengan alas an yang tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan
kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam
infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai derajat netropenia, sehingga jika
granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi
imun mempertinggi resiko infeksi.

Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi atau


meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu
ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah
kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.

Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke organ abnominal
selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare, dan
lesi mukosa mulut.

2.4 Patofisiologi

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari
perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol mekanisme kontrol
seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode
genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan
diferensiasi.

12
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal.
Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta bertahan hidup
lebih lama dibandingkan sel normal.

2.5  Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:

1. Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.


2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
3. Demam, keringat malam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar  tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak
keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran
limpa)

2.6  Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik


2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
2.7  Penatalaksanaan

13
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebi

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh
darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan menyuntikkan obat ke
dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi
rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan
sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang,
dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat
langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang
diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan
sumsum tulang belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

a. Fase Induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5

b.Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine
dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem
saraf pusat.

14
c.Konsolidasi pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai
respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
 

2.Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan
di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi
biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi
biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemi

3.Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang
besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang.)
 

4.Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)


Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi,
atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell)
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah
dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini.

15
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit
selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah
yang memadai.

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.

c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit.

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

e. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,


radioterapi, imobilitas.

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan

3.3   Rencana Keperawatan

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.

Intervensi :

 Pantau suhu dengan teliti


Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi

16
 Tempatkan Px dalam ruangan khusu
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi

 Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik.
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.

 Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive


Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
 Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi.
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi.

 Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik


Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
 Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.

 Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.


Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh.

 Berikan antibiotik sesuai ketentuan


Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia


Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas

Intervensi :

 Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam


aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.

17
 Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan.
 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi.
 Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

1. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan  penurunan jumlah


trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan

Intervensi :

 Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah


ekimosis.
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia.
 Cegah ulserasi oral dan rectal.
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.

 Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.


Rasional : untuk mencegah perdarahan

 Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut


Rasional : untuk mencegah perdarahan

 Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat,
dan pucat).
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.

 Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.


Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.

18
 Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
 

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan : – Tidak terjadi kekurangan volume cairan

– Pasien tidak mengalami mual dan muntah

Intervensi :

 Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi


Rasional : untuk mencegah mual dan muntah

 Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi


Rasional : untuk mencegah episode berulang

 Kaji respon Px terhadap anti emetic.


Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil.

 Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat


Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah

 Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering


Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik

 Berikan cairan intravena sesuai ketentuan


Rasional : untuk mempertahankan hidrasi

1. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia


Tujuan :  pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapatditerima anak

19
Intervensi :

 Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5


Rasional :  informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atakeefektifan
intervensi

 Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat
akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman

 Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi


Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
 Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan

 Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur


Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

20
BAB IV

PENUTUP

 4.1 Kesimpulan

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum
tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Penulis berpendapat bahwa leukemia adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan
terjadinya kanker pada alat pembentuk darah..Leukemia akut dan kronis merupakan suatu
bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel
darah yang tidak terkontrol mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan
baik akibat adanya perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas
pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi.Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang
yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak
lengkap dan lambat serta bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel normal.Penyebab
leukemia ada beberapa faktor, diantaranya: genetik, saudara kandung, faktor lingkungan,
virus, bahan kimia, dan obat-obatan.Klasifikasi leukimia terdiri dari Leukimia Mielogenus
Akut, Leukimia Mielogenus Kronis, Leukemia Limfositik Akut, Leukemia Limfositik
Kronik.

 Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai
berikut:

1. Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.


2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
3. Demam, keringat malam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar  tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak
keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)

21
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran
limpa).
Pentalaksanan pada penyakin leukemia meliputi: kemoterapi, terapi biologi, terapi radiasi,
dan transplantasi sel induk.

Untuk menghindari leukimia harus dicegah sedini mungkin, dan ketika sudah ada gejala-
gejala segera periksakan ke dokter.

22
DAFTAR PUSTAKA

 Brtunner, Sudadarth. 2002.  Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
 Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
 Smeltzer, Susanne, RN, dkk. 2000, Medical Surgical Nursing, Amerika : Lippincott.
 Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida,
1987; Lister, 1990; Rubin,1992.

23

Anda mungkin juga menyukai