TESIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
Anestesiologi pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif
DEWAN PENGUJI
Penguji
dr. Adhrie Sugiarto, SpAn-KlC
Penguji
dr. Aldy Heriwardito, SpAn-K
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Juni
2015
11 Universitas Indonesia
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
NPM : 0906646441
Tanda Tangan
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Terapi Intensif pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M-K, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan
kepada penuli selama menempuh pendidikan dokter spesialis.
2. Dr. dr. C. H. Soejono, Sp.PD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM, selaku
Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo atas kesempatan dan
kepercayaan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan
dokter spesialis.
3. Dr. dr. Gatot Purwoto, SpOG-K, selaku Kepala Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo beserta seluruh tim IBP atas kebaikan hati dan
kerjasamanya selama penelitian.
4. dr. Aries Perdana, SpAn-K, selaku Kepala Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI/RSCM atas fasilitas dan bimbingan yang diberikan
kepada penulis.
5. Dr. dr. Ratna F. Soenarto, SpAn-K, selaku Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM sekaligus pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
6. dr. Alfan Mahdi Nugroho, SpAn-K, selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
7. dr. M. Sopiyudin Dahlan, M.Epid dan dr. Ahmad Fuady, M.Sc-HEPL selaku
pembimbing statistik yang memberikan saran dan masukan yang berharga
untuk penelitian ini.
8. Teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif SKUI/RSCM atas
bantuan dan kerjasamanya selama berlangsungnya penelitian ini.
iv Universitas Indonesia
Akhir kata saya berdoa kepada Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga tesis penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
v Universitas Indonesia
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal : Juni
2015
Yang menyatakan,
vi Universitas Indonesia
Kata Kunci: hemoglobin, transfusi, estimated blood loss, allowable blood loss,
hematology analyzer, point-of-care testing
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
risiko komplikasi akibat transfusi lainnya.
1.3 Hipotesis
Tidak ada perbedaan yang bermakna tentang akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point
of Care Testing (POCT).
Universitas Indonesia
dimanfaatkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah rural atau rumah
sakit yang memiliki keterbatasan sarana laboratorium, disamping masukan tentang
akurasi Point-of-Care Testing (POCT) dalam pengukuran hemoglobin
intraoperatif.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan hemoprotein yang
mengandung empat gugus hem dan globin dan mempunyai kemampuan
oksigenasi reversibel. Satu molekul hemoglobin mengandung empat rantai
polipeptida globin, terbentuk dari antara 141 dan 146 asam amino; paling sering
dinyatakan dengan rantai α dan β, dengan rantai γ dan δ terlihat lebih jarang. Tipe
hemoglobin yang berbeda ditentukan oleh kombinasi yang berbeda dari rantai
globinnya, dengan jumlah dari tiap jenis rantainya dinyatakan dengan subskrip.17
Fungsi utama hemoglobin adalah, mengikat oksigen dalam paru-paru
kemudian melepaskannya di dalam kapiler jaringan perifer, di mana tekanan gas
oksigen kapiler lebih rendah daripada di paru-paru. Selain mengangkut oksigen,
hemoglobin juga bertugas mengangkut 10% karbondioksida dari seluruh tubuh
dalam bentuk karbaminohemoglobin yang diikat dalam protein globin.18
Kadar hemoglobin normal memiliki beberapa rentang. Untuk laki-laki dewasa
13,5 g/dL hingga 18,0, untuk perempuan 12 g/dL hingga 16 g/dL. 19 Pada dataran
tinggi, hemoglobin memiliki afinitas pengikatan terhadap oksigen sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan dataran rendah, hal ini membantu untuk mengikat
oksigen lebih efektif dibanding pada dataran rendah.20
Pada setiap pengukuran kadar hemoglobin, ada beberapa hal yang akan
memengaruhi. Di antaranya cold agglutinin, hemolisis, bilirubin, resistensi lisis
eritrosit dengan hemoglobin yang tidak normal, mikrositosis, eritrosit bernukleus,
fragmen megakariosit atau megakarioblas, platelet yang menggumpal, leukosit
lebih dari 100.000 per mikroliter, leukemia, spesimen yang sudah usang atau
lama.21
2.1.1 Fisiologi
Seperti yang telah disebutkan di atas, hemoglobin adalah sebuah protein. Seperti
6 Universitas Indonesia
semua protein lain, blueprint atau cetak biru untuk hemoglobin ada pada DNA.
Deoxyribonucleic acid (DNA atau ADN) adalah material yang membawa gen.
Normalnya seseorang akan memiliki empat gen yang mengkode untuk protein alfa
atau rantai alfa. Dua gen yang lain akan mengkode untuk rantai beta. Rantai alfa
dan rantai beta diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang sama besar, meskipun
terdapat perbedaan jumlah gen pembentuknya. Rantai protein tersebut bergabung
dalam pembentukan eritrosit dan menetap di eritrosit demi kelangsungan hidup
eritrosit tersebut (gambar 2.1).22
2.3. Estimated Blood Loss (EBL) dan Allowable Blood Loss (ABL)
Estimated Blood Loss (EBL) adalah perkiraan volume perdarahan yang terjadi
selama operasi berdasarkan jumlah darah yang diserap oleh kassa dan media serap
lainnya serta yang ditampung dalam tabung suction. Allowable Blood Loss (ABL)
adalah jumlah perdarahan intraoperatif yang masih diperkenankan sebelum
dilakukan transfusi, di mana jumlah tersebut dihitung berdasarkan rumus /formula
tertentu. Rumus ABL berguna sebagai panduan penghitungan EBL yang kerap
dijadikan pertimbangan untuk keputusan transfusi, selain untuk memperkirakan
saat yang tepat untuk pemeriksaan kadar hemoglobin intraoperatif sebagai marker
(penanda) untuk transfusi darah. Jadi baik EBL maupun ABL dapat menggunakan
berbagai macam rumus/formula di bawah ini, tergantung berapa hemoglobin atau
hematokrit end/final/target. Banyak rumus/formula yang dapat digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan intraoperatif, antara lain : 26
Universitas Indonesia
2.3.1 Metode Berdasarkan Hematokrit
2.3.1.1 Rumus Mercuriali 27
Formula ini didasarkan pada hematokrit praoperasi (Ht preop) dan hematokrit hari
kelima pascaoperasi (Ht hari ke-5 postop). Hematokrit harus ditulis sebagai
pecahan desimal. Formula ini membutuhkan volume darah pasien (BV) dihitung
28
melalui rumus Nadler (dalam mililiter darah) dan juga membutuhkan volume
sel darah merah (RBC) yang ditransfusikan. Oleh karena itu, estimasi ini
menggunakan rumus Mercuriali dinyatakan dalam mililiter RBC:
Volume RBC yang ditransfusikan didasarkan pada jumlah RBC dalam satu unit
kantong darah. Jumlah ini berbeda antara satu lembaga dengan yang lainnya.
Universitas Indonesia
Ward dkk mendasarkan rumus mereka pada kerja Furman dkk 31 dalam bedah
anak. Tujuan dari Ward dkk untuk menciptakan formula yang cocok dengan
situasi klinis: kehilangan darah yang perlahan dan penggantian volume dengan
koloid / kristaloid, sehingga mempertahankan volume intravaskular mendekati
normal. Ward dkk menguji rumus berikut pada anjing dan manusia:
di mana Ht f adalah nilai hematokrit akhir yang diambil sebelum transfusi atau
pada akhir operasi dan Ht i adalah hematokrit awal sebelum operasi. EBL yang
menggunakan rumus Ward dinyatakan dalam mililiter darah.
Universitas Indonesia
2.3.2 Metode Berdasarkan Hemoglobin
2.3.2.1 Rumus Meunier
Meunier37 dkk menguji metode dilusi hemoglobin dengan donor darah untuk
mengetahui apakah metode ini cukup akurat atau tidak untuk estimasi kehilangan
darah:
Universitas Indonesia
semakin meningkat pula kemungkinan kesalahan pra-analisis.41
Beberapa kesalahan pra-analisis dan pasca-analisis yang terkait dengan
pemeriksaan laboratorium tradisional dapat dilihat dalam tabel 2.5 berikut.
50, 51
Universitas Indonesia
2.5 Prinsip Kimia Instrumentasi
Berbagai instrumen analyzer kimia klinik memanfaatkan teknologi yang berbeda
untuk mengukur sampel pasien. Beberapa teknologi yang digunakan adalah:
Photometry
Spectrophotometry
Reflectance photometry
Nephelometry dan turbidimetry
Ion-selective electrodes
Electrochemical (amperometry)
2.5.2 Photometry
Beberapa analyzer klinis biasanya beroperasi pada hanya satu atau beberapa
panjang gelombang yang telah ditetapkan. Kebanyakan instrumen laboratorium
klinis yang digunakan di laboratorium kecil adalah discrete analyzers, yang
berarti bahwa pemeriksaan dilakukan dengan memajankan satu sampel pasien
untuk satu test cartridge, kaset atau strip reagen. Setelah sampel pasien diperiksa,
instrumen harus mendeteksi substansi dan mengukur intensitas reaksi. Hal ini
dicapai dengan cara yang berbeda, bergantung pada desain instrumen.
HemoCue analyzer glukosa dan hemoglobin adalah instrumen point-of-care
testing (POCT) yang berukuran kecil, yang menggunakan prinsip-prinsip
Universitas Indonesia
fotometri. Disposable cuvettes khusus berisi reagen kering diperlukan untuk
analisis spesifik. Sampel darah dikumpulkan langsung ke dalam cuvette, lalu
reagen dalam cuvette melisiskan sel darah, menghasilkan larutan berwarna yang
jernih. Cuvette dimasukkan ke dalam ruang analyzer. Setelah sampel bereaksi
dengan reagen dalam cuvette tersebut, fotometer mengukur intensitas cahaya yang
melewati larutan dan mengkonversinya menjadi unit konvensional atau SI.
Kalibrasi analyzer dapat dilakukan secara elektronik atau dengan menggunakan
cuvette kontrol yang merupakan filter gangguan optik.61
2.5.4 Electrochemistry
Beberapa analyzer genggam seperti glukosa meter didasarkan pada teknologi
elektrokimia. Istilah lain yang digunakan untuk teknologi ini termasuk
amperometry dan coulometry. Analyzer yang menggunakan teknologi ini
termasuk ACCU-CHEK meter (Roche Diagnostics), FreeStyle glucose meter,
i-STAT (Abbott Laboratories), dan Paradigm Link glucose monitor
(Medtronic MiniMed).
Analyzer yang menggunakan teknologi elektrokimia menggabungkan
elektroda-elektroda yang mengukur elektron (arus) yang dihasilkan ketika sampel
Universitas Indonesia
dan reagen bereaksi. Sampel pasien diaplikasikan pada strip biosensor kecil yang
sekali pakai dan terlihat mirip dengan jenis strip reagen lainnya. Biosensor ini,
selain mengandung reagen untuk reaksi kimia, juga mengandung elektroda yang
disebut sensor elektrokimia. Ketika sampel berinteraksi dengan reagen di strip
biosensor, elektron yang dihasilkan akan dideteksi oleh pengukur dan diubah
menjadi unit glukosa.61
Universitas Indonesia
2.6.3 Prinsip Light Scattering
Ini adalah metode di mana sel dalam suatu aliran melewati celah di mana berkas
cahaya difokuskan ke situ (sensing area). Apabila cahaya tersebut mengenai sel,
akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor
yang diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar
sesudah melewati sel itu. Alat yang memakai prinsip ini lazim disebut flow
cytometer. 62
Universitas Indonesia
2.7 POCT dalam Pengukuran Hemoglobin
Instrumen POCT yang digunakan untuk mengukur hemogobin menggunakan dua
prinsip teknologi, yakni : photometry dan electrochemistry. Prinsip photometry
diterapkan pada HemoCue Hb +201, Mission Plus Hb (produk ACON) dan
STAT-Site M Hgb (produk STANBIO), sedangkan prinsip electrochemistry
diterapkan pada HemoSmart Gold (produk ApexBio) dan Cera-Chek Hb Plus
(produk Ceragem).
Universitas Indonesia
2.9 Kerangka Teori dan Konsep
2.9.1. Kerangka Teori
Pembedahan Media penyerap:
Antikoagulan Kassa Bedah
Kain lapang operasi
Antiplatelet
Tabung Suction
Fibrinolitik
Cairan : Kristaloid, koloid, asites, amnion dll
Bank Darah
Pengadaan Stok
Darah Ragam rumus ABL
Praoperasi Estimated Blood Loss (EBL)Textbook Morgan
Textbook Miller
Gangguan Koagulasi Textbook Smith
Umur
Jenis Kelamin
Perdarahan Intraoperatif
Hematokrit
Hemoglobin
Keputusan Transfusi
Pembedahan
Media penyerap:
Kassa Bedah
Kain lapang operasi
Perdarahan IntraoperatifEstimated Blood Loss (EBL) Tabung Suction
Berat Badan
Nilai
Spesimen Darah Hemoglobin
Perbandingan Akurasi :
EBL = ABL
Hematology Analyzer
Point-of-Care Testing (POCT)
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Zα2 p (1-p)
n= 2
d
31 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Mengambil darah vena pasien sebanyak 3 mL. Darah tersebut dipindahkan ke
dalam vacutainer EDTA (dengan tutup ungu) dengan cara dialirkan secara
perlahan melalui dinding tabung untuk menghindari lisis. Vacutainer EDTA
yang sudah terisi sampel darah, dikirim ke laboratorium 24 jam RSCM untuk
diukur kadar Hb dengan Hematology Analyzer (Sysmex XE-2100®).
c. Peneliti menghitung Allowable Blood Loss (ABL) berdasarkan acuan nilai
hemoglobin hasil pengukuran Hematology Analyzer dengan target hemoglobin
terendah 7 g/dL dan acuan Estimated Blood Volume (EBV) yang sesuai
dengan pasien tersebut.
d. Jumlah perdarahan yang terjadi selama operasi berlangsung diukur Peneliti
berdasarkan perhitungan kehilangan darah dari hasil penimbangan kassa dan
ukur cairan darah yang ditampung dan disebut sebagai Estimated Blood Loss
(EBL).
e. Pada saat EBL mencapai hitungan ABL dengan target Hb 7 g/dL sebelum
produk darah ditransfusikan, peneliti mengambil spesimen kedua untuk
pengukuran hemoglobin dengan Hematology Analyzer dan POCT. Mengambil
darah vena pasien sebanyak 3 mL dengan disposable spuit. Sampel darah
diteteskan 1-2 tetes di atas parafilm. Sisanya dipindahkan ke dalam vacutainer
EDTA (dengan tutup ungu). Darah di atas parafilm diaplikasikan ke instrumen
POCT bermerek HemoCue® Hb 201+. Sampel darah dalam vacutainer EDTA
dikirim ke laboratorium 24 jam RSCM seperti halnya sampel pertama.
f. Hemoglobin target 7 g/dL dari penghitungan EBL sama dengan ABL,
dibandingkan dengan nilai hemoglobin hasil pengukuran Hematology
Analyzer dan POCT.
Universitas Indonesia
6. Disposable spuit
7. Alcohol swab
8. Tabung vacutainer EDTA dengan tutup berwarna ungu
9. Kertas parafilm
10. Hematology Analyzer (Sysmex XE-2100®)
11. POCT (HemoCue® Hb 201+)
12. Kassa steril
13. Sharps container
Universitas Indonesia
3.9 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Istilah
No. Istilah Definisi
1 Pengukuran Mengukur kadar hemoglobin pada sampel darah pasien.
hemoglobin Dalam penelitian ini menggunakan perangkat POCT (point-
of-care testing) maupun perangkat Hematology Analyzer di
laboratorium. Dalam penelitian ini menggunakan peralatan
POCT bermerek HemoCue® Hb 201+ serta perangkat
Hematology Analyzer bermerek Sysmex XE-2100®.
2 Intraoperatif Periode yang dimulai ketika pasien dipindahkan ke tempat
tidur ruang operasi dan berakhir dengan transfer pasien ke
unit perawatan pascaanestesia (PACU). Selama periode ini
pasien dimonitor, dibius, disiapkan, diselimuti (drapping)
dan dilakukan operasi. Kegiatan Perawatan pasien selama
periode ini fokus pada keselamatan, pencegahan infeksi, dan
respon fisiologis terhadap anestesi.
3 Point-of-care Pemeriksaan medis yang mudah dan cepat yang dilakukan di
testing (POCT) atau dekat tempat pasien dirawat, dengan menggunakan
perangkat yang mudah diangkut (transportable)¸ mudah
dipindah (portable), dan mudah digenggam. Dalam
penelitian ini menggunakan peralatan POCT bermerek
HemoCue® Hb 201+
4 Hematolog Alat untuk memeriksa darah lengkap dengan cara
y analyzer menghitung dan mengukur sel-sel darah secara otomatis
berdasarkan variasi impedansi aliran listrik atau berkas
cahaya terhadap sel-sel yang diperiksa. Dalam penelitian ini
menggunakan perangkat Hematology Analyzer bermerek
Sysmex XE-2100®.
5 Usia Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan seorang
manusia sejak dia lahir hingga sekarang. Usia dalam
penelitian ini dibatasi dalam rentang 18 tahun hingga 64
tahun.
6 Jenis kelamin Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu komunitas
manusia yang terbagi atas laki-laki dan perempuan.
7 Berat badan Ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk menilai
Universitas Indonesia
keadaan suatu gizi seseorang, berdasarkan penimbangan
dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan
apapun, dimana satuannya kilogram.
8 Penilaian ASA Klasifikasi status fisik yang telah dikenal dan digunakan
(American Society secara luas di dunia, untuk membantu menentukan apakah
of pasien dalam kondisi optimal sebelum menjalani suatu
Anesthesiologist): operasi. ASA dalam penelitian ini dalam angka 1 hingga 3.
9 Allowable Blood Jumlah perdarahan intraoperatif yang masih
Loss (ABL) diperkenankan sebelum dilakukan transfusi, berdasarkan
rumus dari Miller‟s Anesthesia :
ABL = EBV x (Ht awal – Ht target)/Ht awal
ABL : Allowable Blood Loss
EBV : Estimated Blood
Volume Ht awal : hematokrit
awal
Ht target : hematokrit target
Nilai Hematokrit dianggap 3 (tiga) kali nilai
hemoglobin. EBV dewasa laki-laki 70 mL/kgBB,
dewasa perempuan 65 mL/kgBB
Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel
Cara
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Pengukuran
1 Hemoglobin Molekul protein pada sel Mengukur Perangkat Numerik
darah merah yang dari sampel POCT dan
berfungsi sebagai media darah pasien Hematolog
transpor oksigen dari intraoperatif y Analyzer.
paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan
membawa
karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-
paru.
2 Estimated Perkiraan volume Estimasi Tabung Numerik
Blood perdarahan yang terjadi visual dan suction,
selama operasi timbangan timbangan
Loss (EBL) berdasarkan jumlah
darah yang diserap oleh
kassa dan media serap
lainnya, serta yang
ditampung dalam tabung
suction.
Universitas Indonesia
3.10 Kerangka Operasional
Konfirmasi Stok
Darah Praoperasi
Perbandingan Akurasi Hb :
EBL = ABL
Hematology Analyzer
Point-of-Care Testing
Universitas Indonesia
3.11 Analisis Data
Data berupa kategorik dan numerik. Data disajikan secara deskriptif dan analitik
untuk membandingkan akurasi penghitungan hemoglobin intraoperatif antara
Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point of Care Testing
dengan uji T berpasangan dan test spesifisitas dan sensitivitas dengan uji
diagnostik.
Analisis yang dilakukan adalah mengukur : sensitifitas, spesifisitas, positive
predictive value, negative predictive value, accuracy dan T-test.
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
41 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.46724
Difference
-2.8
5.6 8
Average
Universitas Indonesia
Uji Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer, disajikan pada
Gambar 4.3. Limits of agreement -0.418 hingga 0.372.
.4
Difference
-.7
4.2 8.85
Average
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASA
N
45 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ABL dari Miller’s Anesthesia dengan pertimbangan bahwa rumus ABL tersebut
menghasilkan perhitungan jumlah perdarahan yang relatif lebih kecil daripada
perhitungan rumus ABL dari Smith & Aitkenhead’s Textbook of Anaesthesia
maupun dari buku Morgan & Mikail’s Anesthesiology, sehingga mengurangi
risiko keterlambatan pemberian transfusi darah bila perkiraan jumlah perdarahan
yang sudah melewati ABL. 32,35 Meskipun demikian hasil penelitian ini tidak dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa rumus ABL dari Miller’s Anesthesia yang
menjadi dasar perhitungan EBL, lebih akurat daripada rumus-rumus ABL lainnya.
Universitas Indonesia
melisiskan sel darah merah dan bereaksi dengan hemoglobin, membentuk
oxyhemoglobin yang dimodifikasi, dimana konsentrasinya diukur dengan
melewatkan cahaya monokromatis. Cahaya yang diserap berbanding lurus dengan
konsentrasi hemoglobin.63
Berdasarkan uji Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer,
diperoleh hasil bahwa rerata selisih Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer
adalah -0,023 (IK95% -0,084 sampai dengan 0,037) g/dL. Limits of agreement
adalah rentang selisih Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer pada 95%
subjek, yang nilainya dalam rentang yang kecil yaitu antara -0,418 hingga 0,372
g/dl. Uji Pitman sebesar 0,545 (p>0,05) memberikan informasi bahwa tidak ada
variasi selisih pada berbagai hasil pengukuran. Dengan demikian, melalui uji ini
diperoleh kesimpulan bahwa pengukuran kadar Hb intraoperatif dengan
menggunakan POCT mempunyai keakuratan yang baik bila dibandingkan dengan
baku emas pengukuran kadar Hb yaitu Hematology Analyzer. Dengan hasil
pengukuran yang lebih cepat, POCT dapat menggantikan fungsi Hematology
Analyzer untuk pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dan untuk
pengambilan keputusan transfusi intraoperatif.
Perbedaan prinsip kerja antara photometry dan spectrophotometry adalah
penggunaan filter pada photometry dan penggunaan prisma atau kisi-kisi difraksi
pada spectrophotometry untuk memisahkan cahaya dengan gelombang panjang
tertentu yang akan dilewatkan melalui larutan berwarna hasil percampuran sampel
dan reagen. Persamaan antara keduanya adalah pengukuran larutan berwarna
dengan menggunakan sel-sel fotoelektrik untuk menghitung absorbance (A) atau
percent transmittance (% T) dari cahaya yang melalui larutan berwarna tersebut.
POCT yang digunakan pada penelitian ini mempunyai prinsip photometry serta
menggunakan microcuvette yang berisi sejumlah reagen tertentu dan mampu
menampung volume sampel darah yang terukur (sekitar 10 uL). Hal inilah yang
menjelaskan mengapa POCT mempunyai keakuratan yang baik.61
Universitas Indonesia
tertampung di tabung suction, yang terserap pada kassa, kain penutup lapang
operasi, baju tim operator, yang tercecer di lantai operasi, yang bercampur dengan
cairan infus, cairan asites, cairan kista, cairan amnion dan sebagainya.
Idealnya keputusan transfusi intraoperatif bergantung pada hasil pemeriksaan
hemoglobin yang real-time, tetapi penelitian ini juga menghadapi kendala sistem
administrasi menyebabkan hasil pengukuran hemoglobin dengan Hematology
Analyzer di laboratorium tidak dapat diperoleh dengan cepat oleh peneliti yang
berada di ruangan operasi Instalasi Bedah Pusat (IBP) RSUPN Cipto
Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Terdapat perbedaan bermakna dalam akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL) dengan Hematology
Analyzer.
2. Pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dengan perangkat Point Of Care
Testing (POCT), mempunyai keakuratan yang lebih baik daripada EBL bila
dibandingkan dengan baku emas pengukuran kadar Hb yaitu Hematology
Analyzer.
3. Estimated Blood Loss (EBL) berdasarkan rumus Allowable Blood Loss (ABL)
dengan hemoglobin target 7 g/dL tidak bisa digunakan untuk pengambilan
keputusan transfusi intraoperatif karena tidak mempunyai keakuratan yang
baik.
4. Kadar Hb dengan Hematology Analyzer pada saat ABL (target Hb 7 g/dL)
tercapai, didapatkan nilai rerata Hb 7,1 g/dL dengan standar deviasi 1,18 g/dL.
5. Kadar Hb dengan POCT pada saat ABL (target Hb 7 g/dL) tercapai,
didapatkan nilai rerata Hb 7,12 g/dL dengan standar deviasi 1,16 g/dL.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan sistem untuk pemeriksaan laboratorium segera bagi
penderita yang menjalani operasi atau yang dalam kondisi kritis di Instalasi
Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai pengukuran yang menggunakan
metode POCT terhadap penderita yang berada dalam kondisi kritis, sebagai
alternatif jika terkendala keterbatasan sarana dan waktu.
3. Untuk pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah rural atau rumah sakit yang
memiliki keterbatasan sarana laboratorium, POCT dapat dimanfaatkan dan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan transfusi intraoperatif .
51 Universitas Indonesia
2006;113:919-24.
12. Dildy GA 3rd, Paine AR, George NC, Velasco C. Estimating blood loss: can
teaching significantly improve visual estimation? Obstet Gynecol
2004;104:601-6.
13. Toledo P, Eosakul ST, Goetz K, Wong CA, Grobman WA. Decay in blood
loss estimation skills after web-based didactic training. Simul Healthc
2012;7:18-21.
14. Adkins AR, Lee D, Woody DJ, White WA. Accuracy of blood loss
estimations among anesthesia providers. AANA J 2014 Aug;82(4):300-6.
15. Johar RS, Smith RP. Assessing gravimetric estimation of intraoperative blood
loss. J Gynecol Surg 1993;9:151-4.
16. Louie RF, Tang Z, Shelby DG, Kost GJ. Point-of-care testing: Millennium
technology for critical care. Lab Med 2000; 31(7):402-8.
17. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. (Hartanto, dkk, Penerjemah).
Jakarta: EGC; 2000. p.987.
18. Hsia CC. Respiratory function of hemoglobin. N Engl J Med 1998; 338 (4):
240.
19. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(B. U. Pendit, dkk, Penerjemah). Jakarta : EGC ; 2006
20. Storz JF, Runck AM, Moriyama H, Weber RE, Fago A. Genetic differences in
hemoglobin function between highland and lowland deer mice. J Exp Biol
2010;213:2573.
21. Bernadette F, Rodak GA, Fritsma KD. Hematology: Clinical Principles and
Applications. Cina: Elsevier;2007. p. 559.
22. Okam M. Sickle Cell and Thalassemic Disorders. Joint Center for Sickle Cell
and Thalassemic Disorders. 2002. Tersedia dari: http://sickle.bwh.harvard.edu.
Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
23. Cooper GM. The Cell A Molecular Approach. Sunderland: Boston
University;2000. p. 763
24. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Irawati, Penerjemah).
Jakarta: EGC;2008. p. 445.
25. Giardina B, Messana I, Scatena R, Castagnola M. The Multiple Function of
Hemoglobin. Crit Rev Biochem Mol Biol 1995; 30 (3): 165-96.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
62. Principles of Automated Hematology. Dalam: Estridge B.H., Reynolds A.P,
editors. Basic Clinical Laboratory Techniques. 6th ed. New York: Delmar;
2012. p. 316-8.
63. Firdaus. Sysmex XE-2100. Tersedia dari: http://belajar-analis-
kesehatan.blogspot.com. Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
64. Friedman BA. An analysis of surgical blood use in United States hospitals
with application to the maximum surgical blood order schedule. Transfusion
1979;19(3):268-78.
65. Giraud B, Frasca D, Debaene B, Mimoz O. Comparison of haemoglobin
measurement methods in the operating theatre. Br J Anaesth 2013;111(6):946-
54.
66. Blood Bank and Transfusion Service Mount Auburn Hospital. Maximum
Surgical Blood Order Schedule (MSBOS) Listing by Surgical Category.
Massachusetts:Mount Auburn Hospital;2009. Tersedia dari:
http://portal.mah.harvard.edu. Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
67. Pham HP, Shaz BH. Update on massive transfusion. Br J Anaesth
2013;111(1):i72.
Universitas Indonesia
Lampiran 1: Lembar Keterangan Lolos Kaji Etik
Universitas Indonesia
Universitas
Universitas Indonesia
Nama subyek
Nama saksi/wali
Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
Nama peneliti
Universitas Indonesia
NRM:
Nama:
Jenis Kelamin:
Tanggal lahir:
(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
(FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)
Peneliti Utama : dr.Ahmad Faishal Fahmy
Pemberi informasi : dr.Ahmad Faishal Fahmy
Penerima informasi
Nama Subyek :
Tanggal Lahir (Umur) :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp (HP) :
JENIS ISI INFORMASI TANDAI
INFORMASI
1. Judul Penelitian Perbandingan Estimated Blood
Loss, Hematology Analyzer dan
Point-of-Care Testing dalam
keakuratan pengukuran
hemoglobin intraoperatif
2. Tujuan Penelitian Membandingkan akurasi
penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated
Blood Loss (EBL), Hematology
Analyzer dan Point of Care
Testing (POCT) pada pasien yang
menjalani operasi elektif di
Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Nama subyek
Nama saksi/wali
Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
Universitas Indonesia
Nama peneliti
Universitas Indonesia
FORMULIR PENELITIAN
Registrasi Sampel :
1. Nomor penelitian : …………………………………………………….
2. Tanggal penelitian : …………………………………………………….
Identitas Pasien :
1. Nama pasien : …………………………………………………….
2. Nomor rekam medis : …………………………………………………….
3. Usia/tanggal lahir : …………………………………………………….
4. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan (*)
5. Tinggi / Berat badan : …………………………………………………….
6. Indeks Massa Tubuh (BMI) : ………………………………………………
Universitas Indonesia
Waktu pengambilan
Hasil pemeriksaan
HemoCue® Hb 201+
Tidak diperiksa
Hemoglobin
Keterangan :
Allowable Blood Loss (ABL)
Jumlah perdarahan intraoperatif yang masih ditolerasi sebelum dilakukan
transfusi. Hb target 7 g/dL atau Ht target 21 %.
Ht awal – Ht target
ABL = EBV x
Ht awal
Universitas Indonesia
CARDIAC GENERAL
Aneurysm, ascending aortic Abdominal perineal resection
Aneurysm, thoracic Adrenalectomy
Aneurysm, trans thoracic aortic Anterior rectum resection
Aortic coarctation correction Biliary bypass
Aortic valve replacement / repair
Choledochojejunostomy
(AVR)
Ascending aortic aneurysm Colectomy, left
Atrial septal defect,
Colon resection, total large colon
uncomplicated
AVR (Aortic valve replacement) Drainage, empyema
AVR / CABG Empyema, drainage of
AVR / MVR Evacuation clots, abdomen
Exploratory laparotomy ( depends
AVR, re-do sternotomy on reason)
CABG (Coronary Artery Bypass
Gastrectomy
Graft)
CABG / re-do sternotomy Hepatectomy
Hernia, (hiatal, diaphragmatic,
Coronary angioplasty
transthoracic)
Coronary Artery Bypass Graft Ileal loop procedure, take - down /
(CABG) revision
Coronary vein graft
Laparoscopic adrenalectomy
(single/double/triple)
Coronary vein graft, re-operation Laparoscopic bowel surgery
Double valve replacement (AVR
Laparoscopic nissen
/ MVR)
Mitral valve replacement / repair
Laparoscopic splenectomy
(MVR)
MVR (Mitral valve replacement) Large colon, total resection
MVR / CABG Left colectomy
MVR / re-do sternotomy Liver resection
Re-do AVR Low anterior resection
Re-do CABG Miles resection
Re-do MVR Nissen fundoplication
Replacement, aortic valve Pancreatectomy (Whipple)
Replacement, mitral valve Perineal resection, abdominal
Rectum resection, anterior
Splenectomy, abdominal or
OB/GYN transthoracic
Hysterectomy, radical (Wertheim) Vagotomy
Pelvic exenteration Whipple (radical pancreatectomy)
Vulvectomy, radical
Vulvectomy, simple
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
UROLOGY
Adrenalectomy
Cystectomy with ileal loop
procedure
Cystectomy, partial
Ileal loop procedure, take - down /
revision
Laproscopic Nephrectomy, partial
Laproscopic Nephrectomy,
radical
Nephrectomy, partial
Nephrectomy, radical
Nephrectomy, transthoracic
Nephrolithotomy / Pyelolithotomy
Nephroureterectomy
Percutaneous nephrolithotomy
Prostatectomy, radical perineal
Prostatectomy, radical retropubic
Prostatectomy, radical retropubic
with nodes
Prostatectomy, suprapubic
Renal artery repair
Renal exploration
Retroperitoneal lymph node
dissection
Vaginal Vault Prolapse Repair
Telah diolah kembali dari : Blood Bank and Transfusion Service Mount Auburn Hospital.
Maximum Surgical Blood Order Schedule (MSBOS) Listing by Surgical Category.
Massachusetts:Mount Auburn Hospital;2009. Tersedia dari: http://portal.mah.harvard.edu. Disitasi
tanggal: 1 Oktober 2014.66
Universitas Indonesia