Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

DI SUSUN OLEH:

ENDAH PUSPITASARI

071201079

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2021
A.   Pengertian Istirahat Dan Tidur
     1. Istirahat
Istirahat merupakan keadaaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya
dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga dalam kondisi yang membutuhkan ketenangan.
Kata stirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah , bersantai untuk menyegarkan
diri atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan
bahkan menjengkelkan.
Terdapat beberapa karakteristik berhubungan dengan istirahat diantaranya sebagai
berikut:
a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi
b. Merasa diterima
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi
d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan
e. Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik tersebut diatas
tersebut dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala
kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupoun penerimaan dari asuhan
keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak
merasakan enam kriteria tersebut diatas, maka kebutuhan istirahatnya belum terpenuhi
sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan
istirahat dan tidur. Misalnya mendengarkan secara hati hati tentang kehkwatiran personal
pasien dan mencoba meringankannya jika memungkinkan.

 2.  Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat dibangunkan oleh stimulus
atau sensoris yang sesuai ( Guyton, 1986), juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak
sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi
lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim,
memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar  (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)

B.    Fisiologi Tidur
Merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang
secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh system pengaktivasi retikularis yang merupaka sitem
yang mangatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan pada tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan aktivitas dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat
memberikan ra ngsanga visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses piker.
Dalam keadaan sadar, neuron dan RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepinefrin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan
serum serotonim dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR),  sedangkan bangun bergantung pada keseimbangan impuls
yang diterima dipusat otak dan system limbik. Dengan demikian system pada batang otak
yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR.

C.  Jenis Jenis Tidur


Dalam prosesnya, tidur dibagi kedalam dua jenis. Pertama, jenis tidur yang disebabkan
oleh menurunnya kegiatan dalam system pengaktivasi retikularis yang disebut dengan tidur
gelombang lambat (slow wave sleep) karena gelombang otak bergerak sangat lambat atau
disebut juga tidur non rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh
penyaluran abnormal dari isyarat isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak
tertekan secara berarti. Disebut dengan tidur paradox atau disebut juga dengan tidur rapid eye
movement (REM).
1.  Tidur Gelombang Lambat
Jenis tidur ini dikenal tidur yang dalam, istirahat penuh atau juga dikenal dengan tidur
nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat sehingga menyebabkan
tidur tanpa bermimpi. Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur gelombang
delta, dengan ciri ciri yaitu betul betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi
nafas menurun pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolism turun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroensefalografi
dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur. Yaitu pertama,
kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah.
Kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alfa. Ketiga, tidur ringan karena
terjadi perlambatan gelombang alfa kejenis teta atau delta yang bervoltase rendah; dan
keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi
dengan kecepatan 1 sampai 2 per detik.
Tahapan tidur jenis gelombang lambat
a)   Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri yaitu rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping
ke samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun segera pada tahap
ini berlangsung selama lima menit.
b)   Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri
yaitu mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun,
temperature tubuh menurun, metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir
10 sampai 15 menit.
c)   Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses
tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi system saraf parasimpatis dan
sulit untuk bangun.
d)   Tahap IV
Tahap IV merupaka tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernapasan
turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung
menurun, serta tonus otot menurun.
2.    Tidur Paradoks
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5 sampai 20
menit , rata rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi pada selama 80 sampai 100 menit.
Akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis
tidur ini tidak ada. Cara tidur paradox adalah sebagai berikut :
a.    Biasanya disertai dengan mimpi aktif
b.    Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat
c.    Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi
spinal atas system pengaktivasi retikularis
d.    Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi titik teratur
e.    Pada saat perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f.     Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau
berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolism meningkat
g.    Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi

D.     FUNGSI DAN TUJUAN TIDUR


Kebutuhan tidur manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Berikut tabel kebutuhan
tidur manusia berdasarkan usia

Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur


0 sampai 1 bulan Masa neonates 14 sampai 18 jam/hari
1 bulan sampai 18 bulan Masa bayi 12 sampai 14 jam/hari
18 bulan sampai 3 tahun Masa anak 11 sampai 12 jam/hari
3 tahun sampai 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 tahun sampai 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 tahun sampai 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 tahun sampai 40 tahun Masa dewasa muda 7 sampai 8 jam/hari
40 tahun sampai 60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

E.    FAKTOR MEMPENGARUHI KEBUTUHAN TIDUR


Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
1.  Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang
memperbesar kebutuhan tidur misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa)
akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan
sakit menjadikan pasien kurang sakit bahkan tidak bias tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan
Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
Hal ini sesuai pendapat Kozier (1991), yang menyebutkan bahwa orang sakit
membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang yang sehat. Rasa nyeri dapat mempengaruhi
keinginan seseorang untuk tidur. Kondisi respirasi juga mempengaruhi tidur seseorang.
Napas yang pendek membuat seseorang sulit tidur. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat
Craven & Hirnle (2000), yang mengatakan bahwa nyeri dan ketidaknyamanan yang terjadi
pada malam hari akan mengganggu tidur pasien. Perubahan hormonal juga mempengaruhi
pola tidur, seperti yang dialami pasien hyperthyroid.
            Hasil ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Puji Raharjo (2008), tentang
factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia pada lanjut usia di Kabupaten Demak,
yang menunjukkan bahwa sakit fisik lebih mempengaruhi terjadinya insomnia (Apriyani,
2012, p. 14).
2.    Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk
menjaga keseimbangan energy yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang
yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebuat akan lebuh
cepat untuk dapat tidur karema tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek (Hidayat, A.
Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
3.    Stress psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat
ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit
untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
4.    Obat
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi
proses tidur adalah jebis golongan obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia,
antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang
menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta blokcer dapat berefek pada ti,bulnya
insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat,
A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
5.    Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisis yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang
tinggi dapat mempercepat terjadiny proses tidur karena adanya triprofan yang merupakan
asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang
dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang juga sulit untuk tidur (Hidayat, A.
Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
6.    Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya
proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
7.    Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseoramg untuk tidur yang dapat
mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat
menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015,
Bab 18).
8. Gaya Hidup
           Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Contohnya individu yang sering
berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bias tidur pada tepat waktu (Dr.Saputra,
Lyndon, 2013, Bab 10)

F.  Masalah Kebutuhan Tidur


1.  Insomnia
          insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat
baik kualitas maupun kuantitas, dengan kleadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur.
Insomnia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia yang merupakan ketidakmampuan
untuk jatuh tidur atau mengawali tidur , intermitten insomnia  merupakan ketidakmampuan
tetap tidur karena selalu terbangun pmalam hari, dan terminal insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari. Proses gangguan
tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khwatir, tekanan jiwa, atau
stress (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus  yang berarti tidur, jadi
insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. The Diagnostic and Statistical of Mental
Disorder (DSM-IV) mendefinisikan gangguan insomnia primer adalah keluhan
tentang kesulitan mengawali tidur dan /atau menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang
tidak  restoratif minimal satu bulan terakhir(Espie, 2002).
Menurut Hoeve (1992), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau
terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk
jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi bukan
karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk tidur, tetapi
akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi, kelelahan, dan badan dengan gejala
kecemasan yang memuncak. Insomnia adalah ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur.
Kesulitan tidur ini bias menyangkut kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur.
Penderita insomnia sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi
yang menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat tidur
pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyakbanyaknya. Pada keadaan normal, dari
pemeriksaan kegiatan otak melalui elektro-ensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi
fase-fase yang silih berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-
kira setiap dua jam sekali.
    Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh dalam keadaan
tenang. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan reaksi-reaksi jasmaniah
lainnya, seperti gerakan gerakan bola mata yang merupakan fase mimpi. Orang normal, yang
tidurnya diganggu pada fase asinkronik akan merasa jengkel, tidak puas, dan menjadi murung
(schenck, 2003). Penderita insomnia mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas
dari fase-fase tidur, terutama pada fase asinkronik.
   Dari penelitian ternyata bahwa saat yang dianggap penderita sebagai terjaga di
malam hari sebenarnya merupakan fasefase mimpi. Sebaliknya, beberapa masa tidur yang
singkat sebenarnya merupakan tidur yang sesungguhnya Insomnia dikelompokkan dalam tiga
tipe. Tipe pertama adalah penderita yang tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam
pertama. Namun, karena kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami penderita
usia muda yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur dengan mudah dan
nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun. Kejadian ini bias berlangsung
berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun pada
pagi buta dia terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Ini biasa dialami orang yang sedang
mengalami depresi. Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita
dengan gejalagejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus
(lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah
malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang
diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah
tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance
insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening
insomnia). Cukup banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini
(Liu, 1999).
Masalah tidur ini bisa disebabkan berbagai faktor, di antaranya karena hormonal,
obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya tekanan batin, suasana
kamar tidur yang tidak nyaman, ribut atau perubahan waktu karena harus kerja malam. Selain
itu kopi dan teh yang mengandung zat perangsang susunan syaraf pusat, tembakau yang
mengandung nikotin, obat pengurus badan yang mengandung amfetamin, adalah contoh
bahan yang dapat menimbulkan kesulitan tidur. Banyak ahli menyatakan, gangguan tidur
tidak langsung berhubungan dengan menurunnya hormon. Namun, kondisi psikologis dan
meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi yang sering tak terkontrol akibat menurunnya
hormon estrogen, bias menjadi salah satu sebab meningkatnya risiko gangguan tidur. Morin
(Espie, 2002) menyebutkan penyebab insomnia yang utama adalah adanya permasalahan
emosional, kognitif, dan fisiologis. Ketiganya berperanan terhadap terjadinya disfungsi
kognitif, kebiasaan yang tidak sehat, dan akibat-akibat insomnia (Purwanto, 2008, p 143-
146). Dari teori tersebut didukung oleh jurnal terapi relaksasi untuk mengurangi gangguan
insomnia.
  Dikatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi insomnia ini adalah dengan
metode relaksasi (woolfolk, 1983). Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku
yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago, yang
mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini
disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan. Jacobson
berpendapat bahwa Semua bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada
kontraksi otot (Utami, 1993). Jika seseorang dapat
diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.
  Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan
mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini
diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan
seseorang untuk memasuki fase tidur awal. Sebagai dasar teori relaksasi adalah sebagai
berikut. Pada sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom.
Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki,
misalnya gerakan tangan, kaki, leher, jari-jari dan sebagainya.
    Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang otomatis,
misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah seksual dan sebagainya. Sistem saraf
otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling
berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-
organ tubuh, memacu meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur
kulit dan daya hantar kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem
saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf
simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf
simpatis.       Selama sistem-sistem tersebut befungsi normal dalam keseimbangan,
bertambahnya akfivitas Sistem yang satu akan menghambat atau manaikan efek sistem yang
lain.
  Pada waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah
sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah system saraf
parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan
cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan (Prawitasari, 1988).
Apabila Individu melakukan relaksasi ketika ia mengalami ketegangan atau kecemasan, maka
reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang, sehingga la akan merasa
rileks. Apabila kondisi fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang (Lichstein,
1993).
  Teknik relaksasi sudah dikenal lama dan banyak digunakan dalam berbagai terapi
baik terapi permasalahan fisik maupun psikologis. Ada beberapa jenis relaksasi yang sudah
dikenal antara lain relaksasi progresif, relaksasi diferensial dan relaksasi via letting go. Pada
penelitian ini akan dikembangkan relaksasi religius dimana relaksasi ini merupakan
pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh Herbert Benson. relaksasi
religius ini merupakan gabungan antara model relaksasi dengan keyakinan yang dianut.
   Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang dianut menurut Benson (2000)
akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan kata lain kombinasi respon relaksasi
dengan melibatkan keyakinan akan melipat gandakan manfaat yang didapat dari respon
relaksasi. Sehingga diharapkan dengan semakin cepat mencapai kondisi relaks maka
seseorang akan lebih cepat untuk memasuki kondisi tidur yang berarti akan dapat mengatasi
gangguan insomnia yang dialami (Purwanto, 2008, p 143-146)
Kelompok lanjut usia (empat puluh tahun) dijumpai 7% kasus yang mengeluh mengenai
masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama dijumpai 22%
kelompok usia 75 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak seorang psikolog
dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan.
Metode relaksasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya Miltenberger (2004)
mengemukakan ada lima macam relaksasi yaitu : (1) relaksasi otot (progeressive muscle
relaxation), (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training/ guide imagery (imajinasi
terbimbing), (4) biofeedback,  (5) hypnosis (Davis dalam Ari, 2010).
Guide imagery (imajinasi terbimbing) Imagery atau pikiran atau mental
respresentative dengan menggunakan sensori persepsi. Guide imagery adalah teknik
terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan (Susana &
Sri, 2014). Imagery merupakan sebuah bentuk simulasi yang aktual, dalam imagery berbagai
pengalaman itu nyata melalui pancaindra (melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi
secara keseluruhan pengalaman itu terjadi di dalam otak (Komarudin, 2013).
Terapi imagery dapat membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan,
antara lain : menurunkan depresi dan kecemasan, menghilangkan fobia, mengurangi
trauma, mengurangi rokok atau makan, penyembuhan penyakit fisik dan gejalanya (sakit
kepala, tekanan darah, insomnia, nyeri kronis, dsb) (Susana& Sri, 2014).(Listyarini, Faidah,
2016, p. 17)
2.  Hypersomnia
hypersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan. Pada umumnya
lebih dari 9 jam pada malam hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis,
depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati dan gangguan
metabolisme (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
3.  parasomnia
parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur,
seperti somnambulism (sleepwalking/berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada
anak-anak yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM. Somnambulism ini dapat
menyebabkan cedera.
4.  Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur atau biasa juga
disebut dengan istilah mengompol. Enuresis dibagi menjadi 2 jenis yaitu enuresis nokturnal,
merupakan mengompol diwaktu tidur, dan enuresis diural adalah mengompol pada saat
bangun tidur. Enuresis nokturnal umumnya merupakan gangguan pada tidur NREM.
5. Apnea Tidur dan Mendengkur
mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur, tetapi mendengkur yang
disertai dengan keadaaan apnea dapat menjadi masalah. Mendengkur sendiri disebabkan oleh
adanya rintangan dalam pengaliran udara dihidung dan mulut pada waktu tidur, biasanya
disebabkan oleh adanya adenoid, amandel, atau mengendurnya otot dibelakang mulut.
Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya pernapasan sehingga dapat mengakibatkan
henti napas. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
6.  Narkolepsi
narkolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau disaat sedang membicarakan sesuatu.
Hal ini merupakan gangguan neurologis.
7.   Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan diluar kebiasaan. Dari
hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi
sebelum tidur REM (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

1. Riwayat tidur

1)    kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu tidur di siang dan malam hari
2)    Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya
3)    Kebiasaan/pun saat tidur
4)    Lingkungan tidur
5)    Dengan siapa paien tidur
6)    Obat yang di konsumsi sebelum tidur
7)    Asupan dan stimulan
8)    Perasaan pasien mengenai tidurnya
9)    Apakah ada kesulitan tidur
10) Apakah ada perubahan tidur

1. Gejala Klinis

1)    Perasaan Lelah


2)    Gelisah
3)    Emosi
4)    Apetis
5)    Adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak
6)    konjungtin merah dan mata perih
7)    Perhatian tidak fokus
8)    Sakit kepala

1. Penyimpangan Tidur

1)    Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau
kesulitan untuk tetap tidur, bahkan seseorang yang terbangun dari tidur tapi merasa belum
cukup tidur dapat di sebut mengalami insomnia (japardi 2002). Jadi insomnia merupakan
ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas.
Insomnia bukan berarti seseorang tidak dapat tidur/kurang tidur karena orang yang menderita
insomnia sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka pikirkan, tetapi kualitasnya
berkurang.
2)    Somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis dan
semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, duduk di tempat tidur, menabrak
kursi,berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan
kembali tidur (Japardi 2002). Lebih banyak terjadi pada anak-anak, penderita mempunyai
resiko terjadinya cidera.
3)    Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak, remaja
dan paling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti belum jelas, namun ada bebrapa
faktor yang menyebabkan Enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training
yang kaku.
4)    Narkolepsi
Merupakan suatu kondisi yang di cirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur,
dapat di katakan pula bahwa Narkolepsi serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia
dapat tertidur pada setiap saat di mana serangn mengantuk tersebut datang.
Penyebabnya secara pasti belum jelas, tetapi di duga terjadi akibat kerusakan genetikasistem
saraf pusat di mana periode REM tidak dapat di kendalikan. Serangan narkolepsi dapat
menimbulkan bahaya bila terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yanng bekerja
pada alat-alat yang berputar-putar atau berada di tepi jurang.
5)     Night Terrors
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih, setelah tidur
beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
6)    Mendengkur
Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel
yang membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur.
Pangkal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot dibagian belakang mulut
mengendur lalu bergetar bila di lewati udara pernafasan.

2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pola tidur (D.0055)
2) Keletihan (D.0057)
3) Kesiapan penngkatan tidur (D.0058)
3. Rencana keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Dukungan tidur (I.
tidur (D.0055) tindakan 05174)
Definisi: keperawatan selama a. Identifikasi
Gangguan kualitas 3 x24 jam di pola aktivitas
dan kuantitas harapkan pasien dan tidur
waktu tidur akibat dapat memenuhi b. Identifikasi
faktor eksternal kriteria hasil : faktor
1. Pola tidur pengganggu
(L.05045) c. Identifikasi
a. Keluhan sulit makanan yang
tidur dari 2 mengganggu
cukup tidur
menurun d. Identifikasi
menjadi 5 obat tidur yang
meningkat di konsumsi
b. Keluhan e. Modifikasi
sering terjaga lingkungan
dari 2 cukup mis. Suhu,
menurun kebisingan dll
menjadi 5 f. Sesuaikan
meningkat jadwal
c. Keluhan tidak pemberian
puas tidur dari obat/ tindakan
2 cukup untuk
menurun menunjang
menjadi 5 siklus tidur
meningkat g. Jelaskan
d. Keluhan pola penting nya
tidur berubah tidur cukup
dari 2 cukup selama sakit
menurun
menjadi 5
meningkat
e. Keluhan
istirahat tidak
cukup dari 2
cukup
menurun
menjadi 5
meningkat

2. Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan 1. Manajement


Definisi: tindakan selama 3 energi (I. 05178)
Penurunan x24 jam diharapkan a. Identifikasi
kapasitas kerja pasien dapat gangguan
fisik dan mental memenuhi kriteria gangguan
ynag tidak pulih hasil : fungsi tubuh
dengan istirahat 1. Tingkat keletihan yang
(L.05046) mengakibatkan
a. Verbalisasi kelelahan
pemulihan b. Monitor
energi 2 kelelahan fisik
cukup dan emosional
menurun c. Monitor pola
menjadi 5 dan jam tidur
meningkat d. Sediakan
b. Kemampuan lingkungan
melakukan nyaman dan
aktivitas rutin rendah
dari 2 cukup stimulus
menurun e. Ajarkan
menjadi 5 strategi koping
menigkat untuk
c. Motivasi dari mengurangi
2 cukup kelelahan
menurun
menadi 5
meningkat
d. Sakit kepala
dari 2 cukup
meningkat
menjadi 5
menurun
e. Gelisah dari 2
cukup
meningkat
menjadi 5
menurun
f. Pola nafas
dari 3 sedang
menjadi 5
membaik
g. Pola istirahat
2 cukup
memburuk
menjadi 5
membaik
3. Kesiapan Seelah dilakukan 1. dukungan tidur (I.
peningkatan tidur tindakan 05174)
(D.0058) keperawatan selama a. identifikasi pola
Definisi: 3 x24 jam di istirahat dan
Pola penurunan harapkan pasien tidur
kesadaran alamiah dapat memenuhi b. modifikasi
dan periodik yang kriteria hasil: lingkungan
memungkinkan 1. status nyaman untuk
istirahat adekuat, kenyamanan pasien
mempertahankan (l.08064) c. fasilitasi
gaya hidup yang a. keluhan tidak menghiangkan
diinginkan dan nyaman dari stres sebelum
dapat ditingkatkan 2 cukup tidur
meniingkat d. lakukan
menjadi 5 prosedur untuk
menurun meningkatkan
b. kebisingan kenyamananmis.
dari 2 cukup Pijat, pengaturan
meningkat posisi, terapi
menjadi 5 akupresure
menurun e. anjurkan
c. keluhan sulit menepati
tidur dari 2 kebiasaan waktu
cukup tidur
meningkat f. anjurkan tidak
menjadi 5 mengonsumsi
menurun makanan yang
d. pola tidur dari mengganggu
2 cukup tidur
memburuk g. ajarkan relaksasi
majadi 5 otot autogenik
membaik atau terapi non
farmakologi
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, heni.(2012). faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan


tidur pasien post operasi di rsd hm ryacudu kotabumi(Volume III,April)
Dr. Saputra, Lyndon. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Samarinda: Binarupa
Aksara Publisher
Faridah, Virgianti Nur. (2014). Penanganan Gangguan Kebutuhan Tidur Pada Pasien Post
Operasi Laparotomi Dengan Pemberian Aromaterapi Lavender ( Vol.02, No.XVIII, Juni) 
Hidayat, A. Aziz Alimul & uliyah, Musrifatul. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia  (ed.2). Jakarta: Salemba Medika.
Kurniawati.gambaran gangguan tidur pada pasien sistemik lupus eritema tosus  disalah satu RS
kota Bandung
Listyarini, Anita Dyah , Faidah, Noor. (2016). pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan guide
imagery lansia di posbindu “mutiara” 5 desa undaan lor kecamatan undaan kabupaten
kudus( Vol. III Nomor 1, Maret)
Purwanto, Setiyo.(2008). mengatasi insomnia dengan terapi relaksasi.(Vol. I, No. 2, Desember)
Rosdahl, Caroline Bunker & Kowalski, Mary T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (vol. 1).
Jakarta: EGC.
SDKI,SKLI,SIKI. 2020. PPNI

Anda mungkin juga menyukai