Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang, hal ini ditunjukan dengan
banyaknya pembangunan yang sedang dilakukan di Indonesia. Dewasa ini kita melihat
bahwa pertumbuhan industri, perkantoran, teknologi dan perdagangan di Indonesia
semakin meningkat. Salah satu tolok ukur peningkatannya adalah perekonomian
Indonesia yang saat ini semakin meningkat. Peningkatan perekonomian di Indonesia
tidak lepas dari keterlibatan tenaga kerja. Namun dalam pelaksanaannya seringkali terjadi
kecelakaan yang menimpa tenaga kerja. Hal ini tidak lepas dari buruknya penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3).
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Jenis kecelakaan kerja sendiri banyak sekali, antara lain kecelakaan kerja industri,
kecelakaan kerja listrik, kecelakaan kerja lingkungan hidup dan sebagainya. Untuk
mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut kita harus menerapkan K3 yang terkait dengan
kecelakaan tersebut. Salah satunya adalah K3 listrik untuk menghindari kecelakaan kerja
listrik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja?
2. Bagaimana cara mencegah terjadinya kecelakaan kerja?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja listrik?
Dan bagaimana cara mencegahnya?
4. Perundangan apa saja yang terkait dengan K3 umum dan K3 listrik?

1.3 Batasan Masalah


Dalam makalah ini penulis hanya akan membahas sejarah, pengertian dan tujuan
K3, peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan K3 bidang kelistrikan, faktor
penyebab terjadinya kecelakaan kerja, cara mencegah terjadinya kecelakaan kerja, faktor
terjadinya kecelakaan kerja listrik dan cara mencegahnya.

1.4 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang K3 pada bidang
kelistrikan dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sertifikasi : Keselamatan dan
Kesehatan Kerja(K3).
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah, pengertian dan tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)
1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja sebenarnya jauh sebelum ulmu pengetahuan
berkembang telah mulai dikanal dan dibutuhkan oleh semua orang, terbukuti
dengan adanya kebiasanaan dan sudah menjadi budaya dibeberapa
masyarakat.Bukti ini dapat ditemui sejak zaman dahulu hingga sekarang masih
ada sebahagian masyarakat yang mempercayainya, sebagai contoh dalam
pelaksanaan suatu kegiatan dalam mengharapkan keselamatan pada
pembangunan atau pembuatan suatu bangunan atau proyek, sebelum kegiatan
tersebut dilakukan terlebih dahulu diadakan seperti upara pemotongan hewan
seperti kerbau, sapi, kambung . Hewan tersebut dipotong dan kepalanya ditanam
pada lokasi proyek tersebut, sedangkan daging dimassak dan dimakan bersama
sekelaigus upara do.a selamatan.
Budaya dipulau Jawa misalnya dapat dijumpai adanya pemotongan nasi
tumpen,. melakukan persembahan dilaut dan lain sebagainya ini tidak lain untuk
maksud mengharapakan keselamatan dalam melakukan kegiatan, pembangunan
rumah tempat tinggal misalnya juga ada suatu upacara seperti sebelum kuda-
kuda rumah dipasang atau sebelum pemasangan atap dilakukang pemotongan
ayam warna hitam, menggantungkan berupa bibit kelapa, pisang, tebu,
memasang bendera, kain warna warni dan mungkin banyak lagi upacara-
upacara yang dilakukan masyarakat untuk keselamatan, baik keselamatan para
pekerja yang melakukan pembangunan tersebut maupun keselamatan pemilik
bangunan tersebut.
Kira-kira 180 tahun yang lalu (1829) permulaan revolusi dalam tahnik
perlindungan yang dimulai dengan membuat produksi mekanis dalam ukuran
besar dengan pabrik-pabrik sebagai unit produksi. Dalam revolusi tehnik
perlindungan tersebut merupakan pangkal terjadinya kecelakaan dengan jumlah
yang besar.
Munculnya revolusi industri di Inggris berjalan sebagai orang yang
memperoleh kemenangan tanpa adanya belas kasihan, sehingga menimbulkan
akibat-akibat yang mengerikan serta menyebar luasnya rasa takut. Hal ini
menghendaki adanya pembaharuan-pembaharuan dan penyempurnaan dalam
tehnologi.
Kemudian gerakan pembaharuan dan penyempurnaan tehnologi itu
dilakukan oleh orang- orang yang merasa bertanggung jawab moral terhadap
perbaikan untuk kepentingan sesamanya dengan memperhatikan usaha
pencegahan kecelakaan.
Tujuan dari perubahan-perubahan dan penyempurnaan ini adalah untuk
meyakinkan pemerintah agar melindungi pekerja-pekerja pabrik (termasuk
pekerja anak-anak) yang sering kali hidup dan bekerja dengan rasa takut
terhadap bahaya. Dengan usaha perlindungan tersebut dinilai akan dapat
menurunkan tingkat kecelakaan.
Pada abad ke 18 ini, sebagai hasil penemuan-penemuan baru yang
menarik perhatian antara lain terciptanya mesin seperti mesin-mesin tenun
pintal, menyebabkan industri tekstil berkembang pesat. Timbullah permintaan
akan mendapatkan tenaga kerja dengan upah yang rendah dan sesuai dengan
keperluan industri. Untuk itu pada umumnya dipekerjakan tenaga kerja anak
dibawah umur dari kalangan keluarga miskin, mereka bekerja secara sembunyi-
sembunyi dan tidak diberikan jaminan perlindungan. Mereka bekerja dengan
tidak disediakan seperti sarana, sanitasi yang tidak memenuhi syarat dan bahkan
mereka bekerja antara 14 atau 15 jam sehari. Lebih-lebih lagi setelah adanya
peningkata akan kebutuhan tenaga kerja dibarengi dengan kecepatan
perkembangan mekanisasi yang mengakibatkan pabrik dan industri lebih
berbahaya lagi.
Perkembanagan usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Indonesia belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat. Memang disadari
bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang baru berkembang belum
mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan kegiatan secara luas
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja seperti di beberapa negara telah
maju. Namun demikian kegiatan tersebut di Indonesia sebenarnya telah dimulai
dari sebelum perang dunia pertama pada saat itu Indonesia masih dibawah
jajahan Belanda, masalah keselamatan kerja telah dilaksanakan oleh
Pemerintahan Hindia Belanda.. Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha
semaksimal mungkin untuk mengembangkan program-program keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Gagasan untuk usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah dimulai
pada kira-kira tahun 1847, sejalan dengan dimulainya pemakaian mesin-mesin
uap untuk keperluan industri di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Usaha tersebut pada dasarnya bukanlah ditujukan untk perlindungan tenaga
kerja, tetapi hanya ditujukan terhadap pengawasan pemakaian pesawat-pesawat
uap yang pada waktu itu baru dikenal. Orang baru menyadari pada waktu itu
akibat-akibat aoa yang mungkin terjadi dengan pemakaian pesawat-pesawat uap
tersebut. Sesuai dengan pesatnya pertumbuhan pabrik-pabrik yang
menggunakan ketel-ketel uap, Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 28
Pebruari 1852 dengan Staatsblad Nomor 20 mengeluarkan peraturan tentang
penjagaan keselamatan kerja pada pemakaian pesawat- pesawat uap.
Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini diserahkan kepadainstansi yang
dibentuk dalam waktu yang bersamaan yaitu instansi ” Diens van het
stoomwezen”
Dengan adanya Dinas Stoomwezen ini, maka untuk pertama sekali di
Indonesia, Pemerintah secara nyata mengadakan usaha perlindungan tenaga
kerja darai bahaya kecelakaan kerja, walaupun baru sebatas pada para operator
atau pelayan pesawat-pesawat uap saja, perlindungan itu belumlah dianggap
penting. Hal ini sangat dimengerti karena pada waktu itu perlindungan tenaga
kerja hanya ditujukan terhadap tenaga kerja terdiri dari orang-orang yang
dijajah dan belum dianggap sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak
pemerintah yang menjajah.
Pada tahun 1888 karena pengawasan atas kereta api swasta sangat
dibuthkan, maka Dinas Stoomwezen itu digabungkan dengan Dinas Kereta Api
Pemerintah yang pada waktu itu dinamakan Staats Spoorwagen. Penggabungan
ini ternyata tidak dapat berjalan baik, karena para insinyur harus bekerja untuk
dua instansi yaitu untuk Dinas Kereta Api dan Dinas Stoomwezen, sehingga
mereka tidak dapat menangani masalah yang timbul pada kedua instansi
tersebut secara bersamaan, sehingga hal ini banyak membuat kesukaran. Oleh
sebab itu pada tahun 1909 didirikan Dinas Stoomwezen sebagai dinas sendiri
mempunyai perwakilan di Belanda.
Untuk membantu kelancaran tugas pengawasan ketel-ketel uap,
dirasakan perlu pada waktu itu adanya suatu unit penyelidikan bahan-bahan dan
didirikan pula satu unit Laboratorium Penyelidikan Bahan yang merupakan
bagian dari Dinas Stoomwezen, untuk keperluan pendidikan kira-kira tahun
1912 Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Tehnik Tinggi di
Bandung dan sekarang menjadi bagian dari Kementrian Perindustrian dengan
nama Balai Penelitian Bahan-bahan.
Pada akhir abad ke 19 pemakaian pesawat-pesawat berjalan sangat pesat
dan disusul pula pemakaian mesin-mesin diesel, listrik di pabrik-pabrik dan
industri, akan menimbulkan pula bahaya baru bagi pada tenaga kerja dan
banyak terjadi kecelakaan kerja pada waktu itu. Pada tahn 1901 Pemerintah
mulai memikirkan perlunya memperluas usaha pencegahan kecelakaan kerja.
Pada tahun 1905 sebagai kelanjutan usaha ini dengan Staatsblad Nomor
521 oleh Pemerintah mengelarkan suatu Peraturan tentang Keselamatan Kerja
dengan nama ” Veiligheids Reglement ” sering disingkat V.R kemudian
diperbaharui pada Tahun 1910 dengan Staatsblad Nomor 406 yaitu Pengawasan
terhadap Pelaksanaan peraturan ini diserahkan tanggung jawabnya kepada
Dinas Stoomwezen.
Sesudah Perang Dunia I proses mekanisasi dan elektrifikasi berjalan
lebih pesat sekali. Mesin-mesin Diesel dan listrik mulai memegang peranan,
jumlah kecelakan yang terjadi semakin meningkat, sehingga pengawasan
terhadap pabrik-pabrik dan bengkel harus lebih ditingkatkan lagi. Pada Tahun
1925 nama Dienst Van Het Stoomwezen diganti dengan nama yaitu “ Dienst
Van Het Veiligheids Toezicht” disingkat V.T ( Pengawasan Keselamatan Kerja)
untuk lebih mempunyai kewibawaan dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan
agar lebih sesuai dengan tugas perlindungan tenaga kerja, maka Dinas V.T
masuk kedalam bagian Kantor Perburuhan dibawah Departemen Van Justitie
(sekarang Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia).
Perkembangan perlindungan atas Keselamatan Kerja terus meningkat
seiring dengan perkembangan penggunaan Ketel-ketel uap dengan type dan
jenis bermacam-macam dan mempunyai tekanan yang semakin tinggi, sehingga
pengawasan harus ditingkatkan lagi. Pada Tahun 1930 Pemerintah
mengeluarkan Stoomordonantie dan Stoomverordening dengan Staatsblad
Nomor 225 dan Staatsblad Nomor 339 sampai sekarang peraturan ini masih
tetap berlaku dan belum ada pengganti ataupun belum dicabut keberlakuannya.
Pada Tahun 1970 Peraturan Keselamatan Kerja yang lama yaitu Veilegheids
Reglement 1910 diganti dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan
Republik Indonesia dengan Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1
Tahun 1970.
Undang-Undang Keselamatan Kerja ini sangat berbeda dengan VR 1910
yang bersifat pengawasan represif polisionil, sedangkan UU Nomor 1 Tahun
1870 bersifat Pengawasan Preventif, edukatif dan represif pro justisia, Undang-
Undang ini berlaku terhadap semua tempat kerja, bukan hanya pabrik dan
perbengkelan saja, yaitu disemua tempat kerja yang mempunyai sumber-sumber
bahaya, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Didalam Undang-Undang Nomor 1 than 1970 telah mengamanatkan bahwa
pengawasan terhadap keselamatan kerja ini telah jelas diserahkan tanggung
jawabnya kepada pemerintah dan secara operasionalnya berada dibawah
tanggung jawab pegawai pengawas keselamatan kerja.
Sejak pemerintahan orde baru hingga saat ini pengawasan keselamatan
kerja ini berada dalam Direktorat Pembinaan Pengawasan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja & Hyperkes dibawah Direktorat Jenderal Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan pada kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Unit kerja pengawasan keselamatan kerja ditingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota pada saat ini berada pada seksi pembinaan Keselamatan
kerja setingkat esselon IV.

2. Hiperkes
Berangkat dari buku yang berjudul ” De Morbis Articum Diatriba ”
yang ditulis oleh Barnardin Ramazzini (1633-1714) yaitu dapat jugalah disebut
sebagai Bapak Kesehatan Kerja dan Higene Persahaan. Didalam bukunya itu
diuraikan tentang berbagai-bagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja, dialah yang telah membuat semakin jelasnya persoalan,
bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yaitu penyakit akibat kerja, dia
jugalah yang menambahkan cara diagnosa Hippocrates dengan satu hal,
meminta sisakit untuk menceritakan apa pekerjaannya.
Di Indonesia sebenarnya sangat sulit menentukan sejak kapan
dimulainya Hiperkes ini, berkembangnya dan adanya Hiperkes ini bermula
dengan adanya pekerjaan dalam hubungan keja dan hubungan pengupahan atau
penggajian.
Kapan dimulainya ada pekerjaan atas dasar pengupahan atau penggajian
itu tidaklah dapat diketahui mulainya. Namun dapatlah dianggap mulai adanya
tentara pada zaman dahulu, permulaan adanya pekerjaan dengan sistim adanya
upah atau gaji yang diterima oleh tentara itu dan peperangan dapat pulalah
dianggap pekerjaan yang menimbulkan korban-korban atau kecelakaan-
kecelakaan akibat perang tersebut, Oleh sebab itu Hiperkes mulai berlembaga
pada waktu itu. Selain dari itu pekerjaan atas dasar paksaan atau kerja paksa dan
hukuman juga menjadi sebab berkembangnya Hiperkes.
Pekerja-pekerja yang melakukan pekerjaan didalam tambang pada
waktu itu adalah para tawanan perang dan pesakitan, yang akhirnya mereka
meninggal oleh karena melakukan pekerjaan itu sendiri.
Bapak ilmu kedokteran terkenal yaitu Hippocrates rupanya pada saat itu
belum menaruh perhatian, ini dapat dibuktikan dari buku-bukunya, sebab
mendasarkan teorinya kepada keseimbangan makanan dan latihan (exercise),
tetapi latihan yang dimaksudkannya sama sekali tidak ditujukan kepada pekerja,
begitu pula Hippocrates tidak memperhatikan pula penyakit kaum pekerja.
Kira-kira abad ke 16 baru adanya gambaran tentang penyakit-penyakit
akibat kerja tambang dan pekerja-pekerja lainnya menurut Agricola dan
Paracelcus.
Agricola dengan bukunya ” De Re Metalica ” (1556) sedangkan
Paracelcus menulis dalam bukunya ” Von der Bergscht und Anderen
Bergkrankheiten ” (1569), keduanya menulis dan menggambarkan pekerjaan-
pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan penyakit-penyakit
yang diderita oleh para pekerja, bukan itu saja akan tetapi mereka telah
mempelopori dengan gagasan bagaimana pencegahan terhadap timbulnya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan menganjurkan untuk membuat
ventilasi, pemakaian tutup muka dengan daun-daunan pada saat pekerja
melakukan pengecatan sebagai alat pelindung diri (APD), Paracelcus
menguraikan dengan panjang lebar tentang bahan-bahan kimia, sehingga dia
dapat dianggap telah memulai toksikologi moderen. namun orang yang disebut
sebagai Bapak Hiperkes sebenarnya adalah Bernardine Ramazzini (1633-1714)
dengan anjuranya pula yang sangat penting, mustahil belaka mendiagnosa
penyakit akibat kerja tanpa mengetahui jenis pekerjaan sisakit.
Perkembangan Hiperkes di Indonesia sejak zaman penjajahan hanya
ditujukan untuk memberikan kesehatan sekedarnya saja kepada para pekerja-
pekerja agar mereka cukup sehat sehingga mampu untuk memproduksi bahan-
bahan yang diperlukan oleh negara penjajah seperti Belanda, cara
pengorganisasinya pun sangat sederhana tanpa adanya aturan-aturan yang jelas.
Baru pabad 20 mulai dibuat aturan mengenai kebersihan, keselamatan,
kesehatan yang sangat sederhana sekali sesuai dengan keperluan pada saat itu.
Pada zaman penjajahan Jepang sama sekali Hiperkes tidak ada perkembangan
dan begitu juga tidak ada dorongan kearah itu.
Perkembangan Hiperkes sesungguhnya baru dimulai setelah Indonesia
merdeka dengan adanya Undang-Undang Kecelakaan Kerja Nomor 2 Tahun
1947 dan Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948 yang dirobah menjadi
undang-undang Kerja Nomor 1 Tahun 1951 telah memuat pokok-pokok yang
berkaitan dengan kesehatan dan hygiene persahaan yang dilaksanakan oleh
Departemn Perburuhan waktu itu.
Dengan didirikannya Lembaga Kesehatan Buruh pada tahun 1957 yang
hanya berfungsi sebagai penasehat dan alat untuk meningkatkan mutu ilmiah
kesehatan. Pada tahun 1965 lembaga ini dirubah menjadi Lembaga
Keselamatan dan Kesehatan Buruh dengan fungsinya adalah :
1) pusat pendidikan yang ditujukan kepada calon-calon dokter atau dokter yang
akan bekerja diperusahaan, pengawas-pengawas perburuhan
2) untuk memberikan jasa dan nasehat kepada buruh/pekerja
3) pusat riset dan penelitian untuk meningkatkan mutu keilmuan kesehatan dan
keselamatan kerja
4) pusat publikasi, baik majalah maupun buku- buku pedoman tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dan
5) penghubung dan kerjasama internasional dalam keselamatan dan kesehatan
kerja.

Tahun 1966 pada saat Kabinet Ampera dibentuklah secara resmi Lembaga
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dibawah Departemen Tenaga Kerja
dan terakhir dirobah menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
hingga saat ini untuk tingkat pusat, sedangkan untuk tingkat daerah Provisi ada
Balai Hiperkes.
2.1.2 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian


usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan


yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja .

Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah


merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap
cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi
umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja


menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja
yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat
diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa
keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat
didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat
mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah
keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau
mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti
apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan


kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.2 Kecelakaan Kerja


2.2.1 Pengertian Kecelakaan Kerja
Dalam kerja bengkel, kita pastinya akan menjumpai alat-alat berat yang sistem
kerjanya juga mengikuti postur atau fungsi alat tersebut. Seringkali alat yang kita
gunakan dalam kerja praktek tersebut tidak berfungsi secara maksimal, atau adanya
human error yang menyebabkan terhambatnya kerja bengkel. Hal ini sering kali
di sebut sebagai kecelakaan kerja.
Kecelakaan ialah suatu kejadian yang tak terduga dan yang tidak diharapkan
,karena dalam peristiwa tesebut tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih- lebih dalam
bentuk perencanaan.
Dalam Permenaker no. Per 03/Men/1994 mengenai Program JAMSOSTEK,
pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja daan pulang kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui. ( Bab I pasal 1
butir 7 ).
Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997), adalah suatu kejadian yang tak
terduga dan yang tidak dikehendaki yang mengacaukan suatu proses aktivitas yang
telah diatur.
Kecelakaan terjadi tanpa disangka – sangka dalam sekejap mata , dan setiap
kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai
yakni: lingkungan,bahaya, peralatan, dan manusia.
Program kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan
fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi
periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau
gangguan fisik (Mangkunegara, 2000:161).

2.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak
dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja.
Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Adapun sebab kecelakaan tidak
langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik
dan mekanik) dan faktor manusia (lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan
pelatihan, kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran
organisasi, yang kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan di tempat kerja.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk
merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan
beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis.
Terjadinya kecelakaan kerja di bengkel listrik yang diakibatkan oleh faktor
manusia, diakibatkan antara lain dari faktor heriditas (keturunan), misalnya keras
kepala, pengetahuan lingkungan jelek. Di samping itu, kecelakaan dapat
diakibatkan oleh kesalahan manusia itu sendiri. Misalnya kurangnya pendidikan,
angkuh, cacat fisik atau mental. Karena sifat di atas ,timbul kecendrungan
kesalahan dalam kerja yang akhirnya mengakibatkan kecelakaan.
Perbuatan salah karena kondisi bahaya (tak aman), bisa diakibatkan oleh
beberapa hal, misalnya secara fisik mekanik meninggalkan alat pengaman,
pencahayaan tidak memadai, mesin sudah tua, dan mesin tak ada pelindungnya.
Ditinjau dari faktor fisik manusia, misalnya dari ketidak seimbangan fisik
/kemampuan fisik tenaga kerja,, misalnya : tidak sesuai berat badan , kekuatan dan
jangkauan, Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah, kepekaan tubuh, kepekaan
panca indra terhadap bunyi, cacat fisik, cacat sementara.
Di samping itu kecelakaan bisa terjadi diakibatkan oleh ketidak seimbangan
kemampuan psikologis pekerja. Misalnya adanya rasa takut / phobia, karena
gangguan emosional, sakit jiwa, tingkat kecakapan, tidak mampu memahami,
gerakannya lamban, keterampilan kurang. Kecelakaan juga bisa terjadi diakibatkan
oleh kurangnya pengetahuan tentang tidakan K3, misalnya : kurang pengalaaman,
kurang orientasi, kurang latihan memahami tombol – tombol (petunjuk lain),
kurang latihan memahami data, salah pengertian terhadap suatu perintah.
Kecelakaan yang diakibatkan oleh kurangnya skill atau keterampilan kerja,
misalnya : kurang mengadakan latihan praktik, penampilan kurang, kurang kreatif,
salah pengertian. Kemudia hal lian yang sering terjadi akibat ada gangguan mental,
misalnya emosi berlebihan, beban mental berlebihan, pendiam dan tertutup,
problem dengan suatu yang tidak dipahami, frustasi dan sakit mental. Akibat stres
fisik, antara lain : badan sakit (tidak sehat badan), beban tugas berlebihan, kurang
istirahat, kelelahan sensori, kekurangan oksigen, gerakan terganggu, gula darah
menurun.

2.2.3 Akibat / dampak kecelakaan kerja


Dalam kecelakaan kerja, dampak terbesar dialami oleh korban atau pelaku
praktek kerja. Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai
mengakibatkan ia sampai cacat tetap atau bahkan meninggal dunia. Akibat atau
dampak lain dari terjadinya kecelakaan adalah dapat merugikan secara finansial,
baik langsung maupun tak langsung.

Misalnya saja merugikan terhadap investasi atau modal kerja, peralatan, bahan
baku, dan lingkungan kerja setempat.

2.2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja


Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya
“Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan
dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja,serta tata cara dalam melakukan
pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan
kesempurnaan,baik jasmaniah maupun rohaniah manusia,yang tertuju pada
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia
dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu,dengan melakukan
tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita
sedang bekerja.
Kita harus melaksanakan keselamatan kerja ,karena dimana saja,kapan saja,
dan siapa saja manusia normal,tidak menginginkan terjadinya kecelakaan terhadap
dirinya yang dapat berakibat fatal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, pada dasarnya usaha untuk memberikan
perlindungan keselamatan kerja pada pekerja atau karyawan dapat dilakukan
dengan dua cara: (Soeprihanto,1996:48) yaitu: Pertama, melalui usaha preventif
atau mencegah. Preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat
sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga dapat mengurangi
atau tidak menimbulkan bahaya bagi para karyawan. Adapun langkah-langkah
pencegahan itu dapat dibedakan, yaitu :
• Subsitusi (mengganti alat/sarana yang kurang/tidak berbahaya)
• Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya)
• Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya.
• Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection, safety hat and

• cap, gas respirator, dust respirator, dan lain-lain).


• Petunjuk dan peringatan ditempat kerja.
• Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja.
Kedua, usaha represif atau kuratif. Artinya, kegiatan untuk mengatasi kejadian
atau kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat
ditempat kerja. Pada saat terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya sangat dirasakan
arti pentingnya persiapan baik fisik maupun mental para karyawan sebagai suatu
kesatuan atau team kerja sama dalam rangka mengatasi dan menghadapinya.
Selain itu terutama persiapan alat atau sarana lainnya yang secara langsung
didukung oleh pimpinan bengkel.

2.2.5 Macam dan Jenis Kecelakaan Kerja


Hal yang harus diwaspadai adanya kecelakaan di bengkel listrik antara lain
akibat adanya kebakaran . Jika terjadi kebakaran, api berkobar, segera periksa
kejadian yang memberi kesempatan yang terbaik dari jalan keluarnya yang cepat,
mengurangi bahaya hidup,dan menjaga kerusakan seminimum mungkin. Jika
terjadi kebakaran,ingatlah beberapa langkah penyelamatan : (1) umumkan tanda
bahaya kebakaran segera, (2) beritahukan pasukan pemadam kebakaran, (3)
padamkan api dengan peralatan yang tersedia, (4) ungsikan peralatan jika perlu, (5)
beritahukan setiap orang untuk mendapatkan penjelasan cara mengatasinya bisa
dengan menggunakan air, api, pemadam kebakaran berisi CO2.
Kecelakaan lain yang mungkin terjadi di bengkel listrik oleh adanya gangguan
arus listrik. Arus listrik selalu dapat dialirkan kesegala arah melalui benda – benda
yang konduktif, misalnya logam dan zat cair.Aliran tersebut tidak dapat kita lihat
seperti halnya air yang mengalir sehingga hal ini sangat berbahaya dan bisa
mematikan.
Setiap peralatan yang menggunakan aliran listrik sangat perlu dilengkapi
dengan perlengkapan yang berguna jika terjadi kebocoran arus listrik tidak mengalir
ke orang melainkan langsung ke bumi.

Tempat yang beraliran listrik harus kering dan tidak menghantarkan listrik,
tangan yang basah dan berkeringat dapat dengan mudah terkena aliran listrik bila
menggunakan jenis peralatan yang bocor.
• Berilah tanda bahaya pada aliran listrik yang berbahaya, misal di beri pagar atau
tanda peringatan
• Gunakan bahan- bahan yang tidak menghantarkan aliran listrik seperti sarung
karet, sepatu karet, landasan atau peralatan
• Keringkan tangan sebelum menggunakan peralatan yang beraliran listrik

2.2.6 Tindakan Penyelamatan


Matikan tombol utama atau pisahkan si penderita dengan bantuan sebatang kayu
panjang yang kering, jika si penderita pingsan lakukan tindakan penyelamatan
berikutnya. Seandainya pernafasan berhenti,maka bersihkan sesuatu yang
merintangi mulut.

2.2.7 Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)


Letak ruang Pertolongan Pertama (P3K) harus pada tempat yang strategis, di
dekat bengkel atau laboratorium.Ruang ini harus diberi tanda yang jelas dan setiap
pengawas, instruktur, dan pekerja harus mengetahui jalan tercepat menuju ketempat
tersebut. Kotak P3K harus berisi segala peralatan yang penting seperti : kain
pembalut dan obat – obatan, supaya tindakan pertolongan pertama berjalan efektif.
Persediaan obat harus selalu diperbaharui secara teratur dan di cek tanggal
berlakunya obat apakah masih aktif dan efektif. Obat yang kadaluwarsa segera
diganti yang baru. Kain penbalut harus mudah dibuka dan siap pakai. Plester dalam
berbagai bentk dan ukuran dapat dipakai dengan cepat untuk mengatasi luka ringan.
Ada tiga hal yang terpenting bila hendak menolong seorang yang mengalami
kecelakaan berat, yakni berikut ini:
(1) Jalan pernapasan, periksalah apakah jalan pernapasan tersumbat lidah atau
benda- benda asing lainnya.
(2) Pernapasan,periksalah apakah orang itu bernafas, bila tidak usahakanlah
diberikan pertolongan napas buatan.
(3) Peredaran darah, periksalah apakah terdapat denyut jantung pada penderita, bila
tidak, berilah pertolongan peredaran darah buatan, selama melakukan hal ini
periksalah apakah ada pendarahan.
• Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat
dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan
perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
• Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui
apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara
fisik maupun mental.
• Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah
faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
• Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para
buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan
pekerjaannya.
• Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat
kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
• Penggunaan pakaian pelindung
• Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses
pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat
bising.
• Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap
dan dialirkan keluar.
• Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya
atau tidak berbahaya sama sekali.
• Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja
sesuai dengan kebutuhan.

2.2.8 Beberapa Kasus Kecelakaan dan Penanggulangannya


Berikut diberikan beberapa kasus kecelakaan yang sering terjadi, dan diberikan
pertolongan pertama. Misalnya Pertolongan karena terkena benda tajam sehingga
mengakibatkan luka. Luka adalah terputusnya hubungan jaringan oleh sesuatu
sebab. Penyebab luka biasanya adanya persentuhan dengan benda tumpul (lecet,
memar, robek). Persentuhan denganbenda tajam (tusuk iris, bacok), atau luka baker
yang disebabkan oleh api, uap panas, cairan panas, zat kimia, sinar, arus listrik.
Adapun cara menolong akibat luka, bahwa agar supaya luka dapat sembuh
dengan sempurna maka harus dijaga jangan sampai luka itu menjadi kotor dan
anggota badan yang terluka jangan digerakkan. Pertolongan pada luka bakar,
dilakukan : Jika kulit hanya merah dan belum melepuh maka bagian badan yang
kena itu dituangi air yang dingin. Kulit yang keriput tidak boleh digunting. Kalau
ada luka ,maka ini harus dibalut longgar- longgar saja. Selimuti dia dengan selimut
tebal dan beri minum sebanyak – banyaknya.
Kecelakaan lain yang sangat mungkin terjadi misalnya karena keracunan akibat
gas beracun yang bocor di suatu tempat (bengkel). Misalnya keracunan asap batu
bara (CO- karbonmonoksida) dan keracunan gas asap batu bara Gas. Hal ini
berakibat dapat menghalangi daya arah untuk menyerap oksigen. Gejala- gejala
yang dapat dilihat akibat keracunan gas, antara lain sakit kepala, kelemahan otot,
kejang muka merah dan akhirnya jatuh pingsan.
Adapun cara memberikan pertolongannya sebagai berikut: angkut si Penderita
dari lingkungan yang beracun itudan rebahkan ia didekat jendela yang terbuka
supaya mendapat udara yang segar, jika ia pingsan dan kelihatan tidak bernafas
lagiharus dilakukan pernafasan buatan Keracunan obat bius dan obat tidur. Panggil
dokter secepatnya, harus di ikhtiarkan supaya si sakit memuntahkan racun itu
dengan memasukkan jari kedalam kerongkongannya (tenggorokan) si sakit diberi
obat norit dan minum susu sebanyak
banyaknya. Berikan juga minum kopi panas atau brendi. Jika si sakit telah
pingsan jangan dicoba memakssa ia muntah tunggu saja sampai dokter datang.

2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik

2.3.1 Dasar-Dasar Instalasi Listrik

Standarisasi dan Persyaratan

Tujuan standarisasi ialah mencapai keseragaman antara lain mengenai

1. Ukuran , bentuk dan mutu barang.


2. Cara menggambar dan cara kerja

Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis
barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.

- Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaan otak. Dengan


tercapainya standarisasi, mesin-mesin dn alat-alat dapat dipergunakan secara
lebih baik dan lebih efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan
meningkatkan mutu.

- Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi


kemungkinan terjadinya kesalahan.

Peraturan umum untuk instalasi cahaya dan tenaga.

1. Semua alat hubung dan perlangkapan pembagi pesawat listrik, motor listrik,
hantaran dari alat-alat harus memenuhi peraturan dan pemeriksaan yang berlaku
untuk itu.
2. Hal tersebut di atas tidak berlaku untuk tegangan yang lebih dari pada yang
ditetapkan.
3. Tegangan untuk instalasi penerangan arus bolak-balik tidak boleh lebih tinggi
dari 300 volt terhadap tanah.

4. Instalasi harus terdiri dari paling sedikit dua golongan. Terkecuali jika instalasi
tersebut tidak lebih dari 6 titik hubung. Tiap golongan tidak lebih dari 12 titik
hubung, untuk pemasangan yang baru tidak lebih dari 10 titik. Ketentuan di atas
tidak berlaku untuk penerangan reklame, pesta dan yang bersifat istimewa
seperti pada toko.
5. Setiap golongan penerangan, pembagian arusnya harus sama rata pada bagian
fasenya.

Instalasi Rumah Tinggal

Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-
gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana instalasinya akan
dipasang jika spesifikasinya dan syarat-syarat pekerjaan yang diterima dari pihak
bangunan / pemesan. Harus diperhatikan spesifikasi dan syarat pekerjaan ini
menguraikan syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai
pelaksanaannya material yang digunakan, waktu penyerahannya dan sebagainya.

Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti. Gambar denah


bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding-dindingnya digambar dengan garis
tunggal agar tipis, saluran-saluran listriknya karena lebih penting maka digambar
lebih tebal. Supaya gambarnya rapi harus dipilih tebal garis yang tepat.

Menurut ayat 401B3, gambar-gambar yang diperlukan yaitu :

Gambar situasi, untuk menyatakan letak bangunan dimana sintalasinya akan


dipasang, serta rencana penyambungan dengan jaringan PLN.

A) Gambar Instalasinya meliputi :

- Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana
peralatan, misalnya titik lampu, sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung
bagi.

- Rencana penyambungan peralatan listrik dengan alat pelayanannya misalnya


antara lampu dengan sakelarnya, motor dan pengasutnya dan sebagainya.

- Hubungan antara peralatan listrik dan sarana pelayanannya dengan


perlengkapan hubung bagi yang bersangkutan.

- Data teknis penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang
perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak

B) Diagram instalasi garis tunggal meliputi :

-Diagram perlengkapan hubung bagi dengan keterangan mengenai ukuran/daya


nominal setiap komponen.

- Keterangan mengenai beban yang terpasang dan pembaginya.

- Ukuran dan jenis hantaran yang akan digunakan.

- System pentanahannya.
diagram garis tunggal

C) Gambar perincian atau keterangan yang diperlukan misalnya :

- Perkiraan ukuran fisik perlengkapan hubung bagi.

- Cara pemasangan alat-alat listriknya

- Cara pemasangan kabelnya.

- Cara kerja instalasi kontrolnya kalau ada.


Pengawasan dan tanggung jawab.

Pengawasan pemasangan instalasi listrik dan tanggung jawab pelaksana dan


pelaksanaan pekerjaan diatur dalam pasal 910 antara lain ditentukan sebagai
berikut.

1. Setiap pemasangan listrik harus mendapat ijin dari instansi yang berwenang,
umumnya dari cabang PLN setempat.
2. Penaggung jawab pekerjaan instalasi harus seorang yang ahli berilmu
pengetahuan dalam pekerjaan instalasi listrik danmemiliki ijin dari instansi yang
berwenang.
3. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus diawasi oleh seorang pengawas
yang ahli dan berpengetahuan tentang listrik, menguasai pengaturan
perlistrikan, berpengalaman dlaam pemasangan instalasi listrik dan bertanggung
jawab atas keselamatan para pekerjanya.
4. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-orang
yang berpengalaman tentang listrik.
5. Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan harus dilaporkan secara
tertulis kepada bagan pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan
diuji.
6. Setelah dinyatakan baik secara tertulis oleh bagan pemeriksa dan sebelum
diserahkan kepada pemilik, instalasinya harus dicoba dengan tegangan dan arus
kerja penuh selama waktu yang cukup lama, semua peralatan yang dipasang
harus dicoba.
7. Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah
dibuatnya.

8. Pelaksana pekerjaan instalasi listrik bertanggung jawab atas pekerjaannya


selama batas waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan karena kesalahan
pemasangan ia bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.

Pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik meliputi :

1. Tanda-tanda.
2. Peralatan listrik yang dipasang.
3. Cara pemasangannya.
4. Polaritasnya.
5. Pentanahannya.

6. Tahanan isolasi.
7. Continuenitas rangkaian.

Alat-alat dan bahan yang umum dalam pembuatan instalasi listrik rumah tinggal.

- Penghantar / kabel.
- Pipa PVC untuk pengkabelan yang di tanam di dalam tembok dengan ukuran
standart.

- Kotak cabang(T-Dos / Cross-Dos).

- L-bo untuk tikungan pada pipa.

- Rol isolator bila digunakan.


- Klem pipa.

- Sekrup ukuran yang sama dengan klem pipa.

-Saklar (sakelar tunggal, sakelar ganda, sakelar seri, sakelar tukar/sakelar hotel
dsb) apa yang diperlukan.

- Stop kontak.
- Lampu (tergantung lampu apa yang perlu digunakan).

- Kotak Hubung Bagi (digunakan jika instalasi lebih dari 12 titik).

- Sekring / MCB.

- Obeng + dan obeng -.


- Tang kombinasi, tang potong, tang cucut dsb.

- Palu.

- Yang terpenting dalam pekerjaan instalatir adalah TESTPEN

2.3.2 Tujuan Instalasi Listrik


Tujuan khusus K3 bidang listrik antara lain adalah:
a. Menjamin kehandalan instalasi listrik sesuai penggunaannya
Dalam peraturan instalasi listrik dikenal 3 prisip dasar instalasi listrik
yaitu handal, aman, dan ekonomis. Handal artinya sistem instalasi dirancang
dengan baik, sehingga jarang terdapat gangguan; atau saat ada gangguan dari
luar, sistem dapat mengatasinya dengan baik. Aman artinya tidak
membahayakan bagi manusia, instalasi itu sendiri, dan lingkungan sekitar.
Dengan menerapkan keamanan dan keselamatan kerja tanpa mengabaikan nilai
ekonomis suatu instalasi listrik, maka ketiga prinsip tadi akan terpenuhi.
b. Mencegah timbulnya bahaya akibat listrik:
· Bahaya sentuhan langsung yaitu bahaya sentuhan pada bagian konduktif
yang secara normal bertegangan.
· Bahaya sentuhan tidak langsung yaitu bahaya akibat sentuhan pada
bagian konduktif yang secara normal tidak bertegangan, menjadi
bertegangan karena kegagalan isolasi.
· Bahaya kebakaran biasanya terjadi akibat adanya percikan api dari
hubung singkat. Namun dalam beberapa kasus, kebakaran juga timbul
akibat efek thermal dari sebuah penghantar dengan tingkat resistansi
tinggi yang dialiri arus dalam waktu yang cukup lama.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
 kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja daan pulang
kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui.

3.2 Saran

Penerapan K3 akan berjalan dengan baik apabila pemilik usaha dan pekerja
menerapkan dasar-dasar K3 dan prinsip-prinsip K3, namun dalam kenyataannya
seringkali kita temui pemilik usaha dan pekerja yang tidak menerapkan dasar-dasar K3
dan prinsip-prisip K3. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah untuk menindak
tegas perihal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai