PENDAHULUAN
1.4 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang K3 pada bidang
kelistrikan dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sertifikasi : Keselamatan dan
Kesehatan Kerja(K3).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah, pengertian dan tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)
1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja sebenarnya jauh sebelum ulmu pengetahuan
berkembang telah mulai dikanal dan dibutuhkan oleh semua orang, terbukuti
dengan adanya kebiasanaan dan sudah menjadi budaya dibeberapa
masyarakat.Bukti ini dapat ditemui sejak zaman dahulu hingga sekarang masih
ada sebahagian masyarakat yang mempercayainya, sebagai contoh dalam
pelaksanaan suatu kegiatan dalam mengharapkan keselamatan pada
pembangunan atau pembuatan suatu bangunan atau proyek, sebelum kegiatan
tersebut dilakukan terlebih dahulu diadakan seperti upara pemotongan hewan
seperti kerbau, sapi, kambung . Hewan tersebut dipotong dan kepalanya ditanam
pada lokasi proyek tersebut, sedangkan daging dimassak dan dimakan bersama
sekelaigus upara do.a selamatan.
Budaya dipulau Jawa misalnya dapat dijumpai adanya pemotongan nasi
tumpen,. melakukan persembahan dilaut dan lain sebagainya ini tidak lain untuk
maksud mengharapakan keselamatan dalam melakukan kegiatan, pembangunan
rumah tempat tinggal misalnya juga ada suatu upacara seperti sebelum kuda-
kuda rumah dipasang atau sebelum pemasangan atap dilakukang pemotongan
ayam warna hitam, menggantungkan berupa bibit kelapa, pisang, tebu,
memasang bendera, kain warna warni dan mungkin banyak lagi upacara-
upacara yang dilakukan masyarakat untuk keselamatan, baik keselamatan para
pekerja yang melakukan pembangunan tersebut maupun keselamatan pemilik
bangunan tersebut.
Kira-kira 180 tahun yang lalu (1829) permulaan revolusi dalam tahnik
perlindungan yang dimulai dengan membuat produksi mekanis dalam ukuran
besar dengan pabrik-pabrik sebagai unit produksi. Dalam revolusi tehnik
perlindungan tersebut merupakan pangkal terjadinya kecelakaan dengan jumlah
yang besar.
Munculnya revolusi industri di Inggris berjalan sebagai orang yang
memperoleh kemenangan tanpa adanya belas kasihan, sehingga menimbulkan
akibat-akibat yang mengerikan serta menyebar luasnya rasa takut. Hal ini
menghendaki adanya pembaharuan-pembaharuan dan penyempurnaan dalam
tehnologi.
Kemudian gerakan pembaharuan dan penyempurnaan tehnologi itu
dilakukan oleh orang- orang yang merasa bertanggung jawab moral terhadap
perbaikan untuk kepentingan sesamanya dengan memperhatikan usaha
pencegahan kecelakaan.
Tujuan dari perubahan-perubahan dan penyempurnaan ini adalah untuk
meyakinkan pemerintah agar melindungi pekerja-pekerja pabrik (termasuk
pekerja anak-anak) yang sering kali hidup dan bekerja dengan rasa takut
terhadap bahaya. Dengan usaha perlindungan tersebut dinilai akan dapat
menurunkan tingkat kecelakaan.
Pada abad ke 18 ini, sebagai hasil penemuan-penemuan baru yang
menarik perhatian antara lain terciptanya mesin seperti mesin-mesin tenun
pintal, menyebabkan industri tekstil berkembang pesat. Timbullah permintaan
akan mendapatkan tenaga kerja dengan upah yang rendah dan sesuai dengan
keperluan industri. Untuk itu pada umumnya dipekerjakan tenaga kerja anak
dibawah umur dari kalangan keluarga miskin, mereka bekerja secara sembunyi-
sembunyi dan tidak diberikan jaminan perlindungan. Mereka bekerja dengan
tidak disediakan seperti sarana, sanitasi yang tidak memenuhi syarat dan bahkan
mereka bekerja antara 14 atau 15 jam sehari. Lebih-lebih lagi setelah adanya
peningkata akan kebutuhan tenaga kerja dibarengi dengan kecepatan
perkembangan mekanisasi yang mengakibatkan pabrik dan industri lebih
berbahaya lagi.
Perkembanagan usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Indonesia belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat. Memang disadari
bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang baru berkembang belum
mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan kegiatan secara luas
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja seperti di beberapa negara telah
maju. Namun demikian kegiatan tersebut di Indonesia sebenarnya telah dimulai
dari sebelum perang dunia pertama pada saat itu Indonesia masih dibawah
jajahan Belanda, masalah keselamatan kerja telah dilaksanakan oleh
Pemerintahan Hindia Belanda.. Pemerintah Indonesia saat ini sedang berusaha
semaksimal mungkin untuk mengembangkan program-program keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Gagasan untuk usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah dimulai
pada kira-kira tahun 1847, sejalan dengan dimulainya pemakaian mesin-mesin
uap untuk keperluan industri di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Usaha tersebut pada dasarnya bukanlah ditujukan untk perlindungan tenaga
kerja, tetapi hanya ditujukan terhadap pengawasan pemakaian pesawat-pesawat
uap yang pada waktu itu baru dikenal. Orang baru menyadari pada waktu itu
akibat-akibat aoa yang mungkin terjadi dengan pemakaian pesawat-pesawat uap
tersebut. Sesuai dengan pesatnya pertumbuhan pabrik-pabrik yang
menggunakan ketel-ketel uap, Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 28
Pebruari 1852 dengan Staatsblad Nomor 20 mengeluarkan peraturan tentang
penjagaan keselamatan kerja pada pemakaian pesawat- pesawat uap.
Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini diserahkan kepadainstansi yang
dibentuk dalam waktu yang bersamaan yaitu instansi ” Diens van het
stoomwezen”
Dengan adanya Dinas Stoomwezen ini, maka untuk pertama sekali di
Indonesia, Pemerintah secara nyata mengadakan usaha perlindungan tenaga
kerja darai bahaya kecelakaan kerja, walaupun baru sebatas pada para operator
atau pelayan pesawat-pesawat uap saja, perlindungan itu belumlah dianggap
penting. Hal ini sangat dimengerti karena pada waktu itu perlindungan tenaga
kerja hanya ditujukan terhadap tenaga kerja terdiri dari orang-orang yang
dijajah dan belum dianggap sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak
pemerintah yang menjajah.
Pada tahun 1888 karena pengawasan atas kereta api swasta sangat
dibuthkan, maka Dinas Stoomwezen itu digabungkan dengan Dinas Kereta Api
Pemerintah yang pada waktu itu dinamakan Staats Spoorwagen. Penggabungan
ini ternyata tidak dapat berjalan baik, karena para insinyur harus bekerja untuk
dua instansi yaitu untuk Dinas Kereta Api dan Dinas Stoomwezen, sehingga
mereka tidak dapat menangani masalah yang timbul pada kedua instansi
tersebut secara bersamaan, sehingga hal ini banyak membuat kesukaran. Oleh
sebab itu pada tahun 1909 didirikan Dinas Stoomwezen sebagai dinas sendiri
mempunyai perwakilan di Belanda.
Untuk membantu kelancaran tugas pengawasan ketel-ketel uap,
dirasakan perlu pada waktu itu adanya suatu unit penyelidikan bahan-bahan dan
didirikan pula satu unit Laboratorium Penyelidikan Bahan yang merupakan
bagian dari Dinas Stoomwezen, untuk keperluan pendidikan kira-kira tahun
1912 Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Tehnik Tinggi di
Bandung dan sekarang menjadi bagian dari Kementrian Perindustrian dengan
nama Balai Penelitian Bahan-bahan.
Pada akhir abad ke 19 pemakaian pesawat-pesawat berjalan sangat pesat
dan disusul pula pemakaian mesin-mesin diesel, listrik di pabrik-pabrik dan
industri, akan menimbulkan pula bahaya baru bagi pada tenaga kerja dan
banyak terjadi kecelakaan kerja pada waktu itu. Pada tahn 1901 Pemerintah
mulai memikirkan perlunya memperluas usaha pencegahan kecelakaan kerja.
Pada tahun 1905 sebagai kelanjutan usaha ini dengan Staatsblad Nomor
521 oleh Pemerintah mengelarkan suatu Peraturan tentang Keselamatan Kerja
dengan nama ” Veiligheids Reglement ” sering disingkat V.R kemudian
diperbaharui pada Tahun 1910 dengan Staatsblad Nomor 406 yaitu Pengawasan
terhadap Pelaksanaan peraturan ini diserahkan tanggung jawabnya kepada
Dinas Stoomwezen.
Sesudah Perang Dunia I proses mekanisasi dan elektrifikasi berjalan
lebih pesat sekali. Mesin-mesin Diesel dan listrik mulai memegang peranan,
jumlah kecelakan yang terjadi semakin meningkat, sehingga pengawasan
terhadap pabrik-pabrik dan bengkel harus lebih ditingkatkan lagi. Pada Tahun
1925 nama Dienst Van Het Stoomwezen diganti dengan nama yaitu “ Dienst
Van Het Veiligheids Toezicht” disingkat V.T ( Pengawasan Keselamatan Kerja)
untuk lebih mempunyai kewibawaan dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan
agar lebih sesuai dengan tugas perlindungan tenaga kerja, maka Dinas V.T
masuk kedalam bagian Kantor Perburuhan dibawah Departemen Van Justitie
(sekarang Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia).
Perkembangan perlindungan atas Keselamatan Kerja terus meningkat
seiring dengan perkembangan penggunaan Ketel-ketel uap dengan type dan
jenis bermacam-macam dan mempunyai tekanan yang semakin tinggi, sehingga
pengawasan harus ditingkatkan lagi. Pada Tahun 1930 Pemerintah
mengeluarkan Stoomordonantie dan Stoomverordening dengan Staatsblad
Nomor 225 dan Staatsblad Nomor 339 sampai sekarang peraturan ini masih
tetap berlaku dan belum ada pengganti ataupun belum dicabut keberlakuannya.
Pada Tahun 1970 Peraturan Keselamatan Kerja yang lama yaitu Veilegheids
Reglement 1910 diganti dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan
Republik Indonesia dengan Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1
Tahun 1970.
Undang-Undang Keselamatan Kerja ini sangat berbeda dengan VR 1910
yang bersifat pengawasan represif polisionil, sedangkan UU Nomor 1 Tahun
1870 bersifat Pengawasan Preventif, edukatif dan represif pro justisia, Undang-
Undang ini berlaku terhadap semua tempat kerja, bukan hanya pabrik dan
perbengkelan saja, yaitu disemua tempat kerja yang mempunyai sumber-sumber
bahaya, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Didalam Undang-Undang Nomor 1 than 1970 telah mengamanatkan bahwa
pengawasan terhadap keselamatan kerja ini telah jelas diserahkan tanggung
jawabnya kepada pemerintah dan secara operasionalnya berada dibawah
tanggung jawab pegawai pengawas keselamatan kerja.
Sejak pemerintahan orde baru hingga saat ini pengawasan keselamatan
kerja ini berada dalam Direktorat Pembinaan Pengawasan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja & Hyperkes dibawah Direktorat Jenderal Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan pada kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Unit kerja pengawasan keselamatan kerja ditingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota pada saat ini berada pada seksi pembinaan Keselamatan
kerja setingkat esselon IV.
2. Hiperkes
Berangkat dari buku yang berjudul ” De Morbis Articum Diatriba ”
yang ditulis oleh Barnardin Ramazzini (1633-1714) yaitu dapat jugalah disebut
sebagai Bapak Kesehatan Kerja dan Higene Persahaan. Didalam bukunya itu
diuraikan tentang berbagai-bagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja, dialah yang telah membuat semakin jelasnya persoalan,
bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yaitu penyakit akibat kerja, dia
jugalah yang menambahkan cara diagnosa Hippocrates dengan satu hal,
meminta sisakit untuk menceritakan apa pekerjaannya.
Di Indonesia sebenarnya sangat sulit menentukan sejak kapan
dimulainya Hiperkes ini, berkembangnya dan adanya Hiperkes ini bermula
dengan adanya pekerjaan dalam hubungan keja dan hubungan pengupahan atau
penggajian.
Kapan dimulainya ada pekerjaan atas dasar pengupahan atau penggajian
itu tidaklah dapat diketahui mulainya. Namun dapatlah dianggap mulai adanya
tentara pada zaman dahulu, permulaan adanya pekerjaan dengan sistim adanya
upah atau gaji yang diterima oleh tentara itu dan peperangan dapat pulalah
dianggap pekerjaan yang menimbulkan korban-korban atau kecelakaan-
kecelakaan akibat perang tersebut, Oleh sebab itu Hiperkes mulai berlembaga
pada waktu itu. Selain dari itu pekerjaan atas dasar paksaan atau kerja paksa dan
hukuman juga menjadi sebab berkembangnya Hiperkes.
Pekerja-pekerja yang melakukan pekerjaan didalam tambang pada
waktu itu adalah para tawanan perang dan pesakitan, yang akhirnya mereka
meninggal oleh karena melakukan pekerjaan itu sendiri.
Bapak ilmu kedokteran terkenal yaitu Hippocrates rupanya pada saat itu
belum menaruh perhatian, ini dapat dibuktikan dari buku-bukunya, sebab
mendasarkan teorinya kepada keseimbangan makanan dan latihan (exercise),
tetapi latihan yang dimaksudkannya sama sekali tidak ditujukan kepada pekerja,
begitu pula Hippocrates tidak memperhatikan pula penyakit kaum pekerja.
Kira-kira abad ke 16 baru adanya gambaran tentang penyakit-penyakit
akibat kerja tambang dan pekerja-pekerja lainnya menurut Agricola dan
Paracelcus.
Agricola dengan bukunya ” De Re Metalica ” (1556) sedangkan
Paracelcus menulis dalam bukunya ” Von der Bergscht und Anderen
Bergkrankheiten ” (1569), keduanya menulis dan menggambarkan pekerjaan-
pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan penyakit-penyakit
yang diderita oleh para pekerja, bukan itu saja akan tetapi mereka telah
mempelopori dengan gagasan bagaimana pencegahan terhadap timbulnya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan menganjurkan untuk membuat
ventilasi, pemakaian tutup muka dengan daun-daunan pada saat pekerja
melakukan pengecatan sebagai alat pelindung diri (APD), Paracelcus
menguraikan dengan panjang lebar tentang bahan-bahan kimia, sehingga dia
dapat dianggap telah memulai toksikologi moderen. namun orang yang disebut
sebagai Bapak Hiperkes sebenarnya adalah Bernardine Ramazzini (1633-1714)
dengan anjuranya pula yang sangat penting, mustahil belaka mendiagnosa
penyakit akibat kerja tanpa mengetahui jenis pekerjaan sisakit.
Perkembangan Hiperkes di Indonesia sejak zaman penjajahan hanya
ditujukan untuk memberikan kesehatan sekedarnya saja kepada para pekerja-
pekerja agar mereka cukup sehat sehingga mampu untuk memproduksi bahan-
bahan yang diperlukan oleh negara penjajah seperti Belanda, cara
pengorganisasinya pun sangat sederhana tanpa adanya aturan-aturan yang jelas.
Baru pabad 20 mulai dibuat aturan mengenai kebersihan, keselamatan,
kesehatan yang sangat sederhana sekali sesuai dengan keperluan pada saat itu.
Pada zaman penjajahan Jepang sama sekali Hiperkes tidak ada perkembangan
dan begitu juga tidak ada dorongan kearah itu.
Perkembangan Hiperkes sesungguhnya baru dimulai setelah Indonesia
merdeka dengan adanya Undang-Undang Kecelakaan Kerja Nomor 2 Tahun
1947 dan Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948 yang dirobah menjadi
undang-undang Kerja Nomor 1 Tahun 1951 telah memuat pokok-pokok yang
berkaitan dengan kesehatan dan hygiene persahaan yang dilaksanakan oleh
Departemn Perburuhan waktu itu.
Dengan didirikannya Lembaga Kesehatan Buruh pada tahun 1957 yang
hanya berfungsi sebagai penasehat dan alat untuk meningkatkan mutu ilmiah
kesehatan. Pada tahun 1965 lembaga ini dirubah menjadi Lembaga
Keselamatan dan Kesehatan Buruh dengan fungsinya adalah :
1) pusat pendidikan yang ditujukan kepada calon-calon dokter atau dokter yang
akan bekerja diperusahaan, pengawas-pengawas perburuhan
2) untuk memberikan jasa dan nasehat kepada buruh/pekerja
3) pusat riset dan penelitian untuk meningkatkan mutu keilmuan kesehatan dan
keselamatan kerja
4) pusat publikasi, baik majalah maupun buku- buku pedoman tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dan
5) penghubung dan kerjasama internasional dalam keselamatan dan kesehatan
kerja.
Tahun 1966 pada saat Kabinet Ampera dibentuklah secara resmi Lembaga
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dibawah Departemen Tenaga Kerja
dan terakhir dirobah menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
hingga saat ini untuk tingkat pusat, sedangkan untuk tingkat daerah Provisi ada
Balai Hiperkes.
2.1.2 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Misalnya saja merugikan terhadap investasi atau modal kerja, peralatan, bahan
baku, dan lingkungan kerja setempat.
Tempat yang beraliran listrik harus kering dan tidak menghantarkan listrik,
tangan yang basah dan berkeringat dapat dengan mudah terkena aliran listrik bila
menggunakan jenis peralatan yang bocor.
• Berilah tanda bahaya pada aliran listrik yang berbahaya, misal di beri pagar atau
tanda peringatan
• Gunakan bahan- bahan yang tidak menghantarkan aliran listrik seperti sarung
karet, sepatu karet, landasan atau peralatan
• Keringkan tangan sebelum menggunakan peralatan yang beraliran listrik
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis
barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
1. Semua alat hubung dan perlangkapan pembagi pesawat listrik, motor listrik,
hantaran dari alat-alat harus memenuhi peraturan dan pemeriksaan yang berlaku
untuk itu.
2. Hal tersebut di atas tidak berlaku untuk tegangan yang lebih dari pada yang
ditetapkan.
3. Tegangan untuk instalasi penerangan arus bolak-balik tidak boleh lebih tinggi
dari 300 volt terhadap tanah.
4. Instalasi harus terdiri dari paling sedikit dua golongan. Terkecuali jika instalasi
tersebut tidak lebih dari 6 titik hubung. Tiap golongan tidak lebih dari 12 titik
hubung, untuk pemasangan yang baru tidak lebih dari 10 titik. Ketentuan di atas
tidak berlaku untuk penerangan reklame, pesta dan yang bersifat istimewa
seperti pada toko.
5. Setiap golongan penerangan, pembagian arusnya harus sama rata pada bagian
fasenya.
Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-
gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana instalasinya akan
dipasang jika spesifikasinya dan syarat-syarat pekerjaan yang diterima dari pihak
bangunan / pemesan. Harus diperhatikan spesifikasi dan syarat pekerjaan ini
menguraikan syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai
pelaksanaannya material yang digunakan, waktu penyerahannya dan sebagainya.
- Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana
peralatan, misalnya titik lampu, sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung
bagi.
- Data teknis penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang
perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak
- System pentanahannya.
diagram garis tunggal
1. Setiap pemasangan listrik harus mendapat ijin dari instansi yang berwenang,
umumnya dari cabang PLN setempat.
2. Penaggung jawab pekerjaan instalasi harus seorang yang ahli berilmu
pengetahuan dalam pekerjaan instalasi listrik danmemiliki ijin dari instansi yang
berwenang.
3. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus diawasi oleh seorang pengawas
yang ahli dan berpengetahuan tentang listrik, menguasai pengaturan
perlistrikan, berpengalaman dlaam pemasangan instalasi listrik dan bertanggung
jawab atas keselamatan para pekerjanya.
4. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-orang
yang berpengalaman tentang listrik.
5. Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan harus dilaporkan secara
tertulis kepada bagan pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan
diuji.
6. Setelah dinyatakan baik secara tertulis oleh bagan pemeriksa dan sebelum
diserahkan kepada pemilik, instalasinya harus dicoba dengan tegangan dan arus
kerja penuh selama waktu yang cukup lama, semua peralatan yang dipasang
harus dicoba.
7. Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah
dibuatnya.
1. Tanda-tanda.
2. Peralatan listrik yang dipasang.
3. Cara pemasangannya.
4. Polaritasnya.
5. Pentanahannya.
6. Tahanan isolasi.
7. Continuenitas rangkaian.
Alat-alat dan bahan yang umum dalam pembuatan instalasi listrik rumah tinggal.
- Penghantar / kabel.
- Pipa PVC untuk pengkabelan yang di tanam di dalam tembok dengan ukuran
standart.
-Saklar (sakelar tunggal, sakelar ganda, sakelar seri, sakelar tukar/sakelar hotel
dsb) apa yang diperlukan.
- Stop kontak.
- Lampu (tergantung lampu apa yang perlu digunakan).
- Sekring / MCB.
- Palu.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja daan pulang
kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui.
3.2 Saran
Penerapan K3 akan berjalan dengan baik apabila pemilik usaha dan pekerja
menerapkan dasar-dasar K3 dan prinsip-prinsip K3, namun dalam kenyataannya
seringkali kita temui pemilik usaha dan pekerja yang tidak menerapkan dasar-dasar K3
dan prinsip-prisip K3. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah untuk menindak
tegas perihal tersebut.