DISUSUN OLEH :
2018
KATA PENGANTAR
1
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami ucapkan atas berkah dan rahmat dari Allah
SWT yang telah memberikan berkat kesehatan dan nikmat berfikir bagi kami untuk dapat
menyelesaikan makalah kami ini yang berjudul “KESELAMATAN dan KESEHATAN
KERJA (K3)”
Makalah ini disusun untuk memberikan atau menambah pengetahuan dan pemahaman
bagi pembacanya khususnya tentang pengertian pengeluaran pemerintah pusat, jenis-jenis
pengeluaran pemerintah pusat serta fungsi pengeluaran pemerintah pusat. Kami menyadari
bahwa makalah kami ini masih memiliki banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata
sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
untuk memperbaiki dan menambah penulisan dan kelengkapan isi makalah ini.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam penulisan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
bagi kelompok kami sendiri khususnya, teman-teman sependidikan dan bagi siapapun yang
membacanya.
Penulis
2
BAB I
Pendahuluan
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 atau Kesehatan dan
Keselamatan Kerja akan tidak diragukan lagi banyak terjadi kecelakaan dalam kerja yang
bersifat ringan sampai yang berat.
Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 atau Kesehatan dan
Keselamatan Kerja karena setiap perusahaan atau industri merasa mereka harus mengeluarkan
biaya tambahan padahal tidak demikian K3 merupakan langkah penghematan dan
meningkatkan produktifitas. Karena dengan K3 perusahaan tidak di bebani dengan biaya
kesehatan atau kecelakaan tenaga kerja atau karyawan karena kesehatan dan keselamatan
dalam kerja sudah terjamin.
Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Untuk itu kami memilih judul Penerapan Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja karena dalam kenyataan banyak perusahaan atau industri yang mengabaikan tentang
pentingnya K3.
3
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
2) Apa tujuan dari pembuatan Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
3) Apa yang mendasari Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
4) Bagaimana peran pemerintah dalam menangani masalah K3 di Indonesia?
5) Apa saja Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
6) Bagaimana Struktur Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
7) Bagaimana Management Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2) Untuk mengetahui tujuan dari pembuatan Undang-undang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
3) Untuk mengetahui yang mendasari Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
4) Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menangani masalah K3 di Indonesia.
5) Untuk mengetahui Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
6) Untuk mengetahui Struktur Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
7) Untuk mengetahui Management Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dimulai dari perkembangan desain peralatan yang aman dan nyaman digunakan untuk
si pengguna pada zaman manusia batu dan goa ketika membuat peralatan berburu
seperti kapak dan sebagainya. Pada fase ini berkembang safety engineering.
Perkembangan selanjutnya diikuti dengan perkembangan kesehatan kerja dan sanitasi
lingkungan.
Selanjutnya terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor manusia
sampai kepada elaborasi faktor manusia dalam sistem manajemen terpadu. Pada era
ini mulai berkembang pola koordinasi antar unit terkait safety, health dan
environment, sehingga munculah konsep “integratedHSE management system”.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa K3 ternyata mempunyai ruang lingkup
yang lebih luas lagi tidak hanya terbatas di dalam dunia industri.
Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan
perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat memahami
arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki
6
urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan yang
meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegah
potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting
perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di
lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua puluh
tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang belum
memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak
mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka melihat fasilitas K3
sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses bekerja. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan filosofis pengaturan K3 yang telah
ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu:
7
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi dibuatnya aturan penyelenggaraan
K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang,
produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja dapat dieliminasi
atau setidaknya direduksi.
Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu: (1)
seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan konsep
budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa
dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja; dan (3) kualitas
program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.
Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3
adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program
serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang
terkena musibah kecelakaan kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka
hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
8
g. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja.
h. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja.
i. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada pihak yang
berwenang.
j. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam penanganan
kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja.
Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa
kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja
dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan
pedoman bagi pekerja dan pengusaha.
Penerapan K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan
K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang
menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia, sumber-sumber hukum yang
menjadi dasar penerapan K3 adalah sebagai berikut.
Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan
undang-undang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan,
termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. Yang berhak memperoleh
pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak. Ruang lingkup
jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi:
9
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus; dan
g. pelayanan gawat darurat.
1. Kemelut dalam perindustrian Indonesia mulai terasa setelah PD II meletus, yang membawa
akibat terputusnya hubungan Indonesia dengan Eropa, sehingga mesin-mesin yang
diperlukan di Indonesia tidak didatangkan lagi. Karena keadaan yang memaksa, mesin-
mesin atau bagian-bagian dari mesin-mesin yang tidak memenuhi syarat-syarat penjagaan
keamanan tidak boleh digunakan lagi.
2. Selama Pemerintahan Jepang, tidak sedikit mesin-mesin yang diangkut keluar Indonesia
atau dipindahkan ke pabrik yang lain untuk dipasang lagi dengan tidak mengindahkan
peraturan-peraturan penjagaan keselamatan karyawan.
3. Setelah Indonesia merdeka, semua fenomena diatas tidak dapat diatasi sekaligus.
Akibatnya jumlah kecelakaan kerja yang menimpa karyawan dalam perusahaan semakin
bertambah.
Penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor manusia, yaitu kurangnya
kesadaran pengusaha
dan tenaga kerja sendiri terutama dalam melaksanakan berbagai peraturan perundang-
undangan. Namun setelah berlakunya UU Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja
dan ditegaskan kembali dalam Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan
kesadaran para pengusaha dan tenaga kerja itu sendiri meningkat. Sebab menurut Pasal 86 ayat
10
UU NO.13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan bahwa buruh atau pekerja berhak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Sedangkan menurut Justine T. Sirait (2007: 262) pelaksanaan program keselamatan dapat
dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:
Adapun penjelasan dari bentuk pelaksanaan program keselamatan yang dikemukakan oleh
Justine T. Sirait adalah sebagai berikut:
Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program keselamatan kerja bisa
berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen puncak bisa dilihat dari kehadiran karyawan
pada pertemuan yang membahas masalah keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara
periodik, laporan keselamatan kerja yang teratur, dan pencantuman masalah keselamatan kerja
pada berbagai rapat yang dilakukan oleh para pempinan perusahaan.
Untuk menjalankan suatu program, seseorang haruslah diberi tugas dan tanggung jawab
untuk menyusun dan memelihara program tersebut. Biasanya ditentukan oleh besar atau
tidaknya perusahaan itu sendiri, jika perusahaan terlalu kecil dilakukan penambahan tugas
11
terhadap seseorang untuk melaksanakan usaha-usaha keselamatan kerja. Jika perusahaan
berskala besar, biasanya diangkat seorang staf direktur program keselamatan kerja.
Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah di titik beratkan untuk mendidik
karyawan agar bertindak, berpikir, dan bekerja secara aman. Beberapa cara pendidikan yang
dapat dilakukan, antara lain melalui:
4. Menganalisa Kecelakaan
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal penciptaan kesehatan kerja:
12
Adapun di bawah ini beberapa contoh penyakit kerja yang terjadi dalam sektor industri yang
dikemukakan oleh Basir Barthos (2001: 145) adalah sebagai berikut:
Menurut Justine T. Sirait (2007: 266) bahwa pelaksanaan program kesehatan dapat berupa
dan sebaiknya terdiri dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen berikut:
Menurut Basir Barthos (2001: 150) upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam hal
mengurangi penyakit akibat kerja antara lain sebagai berikut:
Adapun penjelasan dari upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam hal mengurangi
penyakit akibat kerja yang dikemukakan oleh Basir Barthos (2001: 150) adalah sebagai
berikut:
13
1. Pengaturan Jam Kerja
Jam kerja normal 40 jam kerja seminggu untuk era industri tidak lagi memberikan
jaminan produktivitas tinggi. Kaitan positif antara jam kerja dengan produktivitas belum benar-
benar akurat. Yang sudah jelas adalah keadaan pekerja dapat dipengaruhi oleh kurangnya
istirahat yang memadai sehingga menimbulkan pengaruh kejiwaan terhadap para pekerja.
Sebagai contoh mengatasi penggunaan shift kerja harus ada pembatasan yang tegas.
Daya tahan tubuh pekerja baik secara fisik maupun mental mempengaruhi keselamatan
dan kesehatan kerja karyawan. Pekerja yang daya tahan tubuhnya buruk akan mempengaruhi
motivasi dalam bekerja, kreativitas bekerja.
a. Penggunaan bahasa asing pada manual dan label yang dapat disalah tafsirkan dalam
melaksanakan tugas.
b. Perbedaan model-model instrumentasi dan alat-alat pengamanan yang tidak sesuai
dengan kondisi orang asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Contohnya
penggunaan model kursi empuk dengan karet busa dalam ruangan ber AC bagi orang
barat sangat serasi dan nyaman, tetapi bagi orang Indonesia malahan dapat membuat
mengantuk sehingga menurunkan produktivitas kerja. Sebaiknya bagi orang Indonesia
menggunakan kursi rotan tanpa bahan-bahan busa.
Sebagai contoh:
14
1) Terdapatnya alat-alat terutama pada industri pengolahan yang terbuka yang
mengundang bahaya
2) Curahan bahan yang dpaat menyebarkan partikel-partikel bahan-bahan yang dapat
menyebabkan sakit.
3) Perencanaan lingkungan oleh limbah industri pengolahan yang dapat mengganggu
keamanan si pekerja.
4) Sistem manajemen yang terbuka yang dapat memepengaruhi sikap kerja yang baik.
Lalu dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, melindungi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti dari sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang
dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program Jamsostek
sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP No. 14
Tahun 1993 bagi setiap perusahaan.
Undang-Undang K3
15
Keputusan Menteri terkait K3
Dasar hukum Kesehatan dan Keselamat Kerja adalah dimana suatu perbuatan atau
tingkah untuk melakukan pekerjaan seesuai dengan dasar hukum yang ada sesuai dengan
aturan:
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan,
cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan
wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1951
yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang
memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
17
Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus, sanksi
terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan
18
moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama”.
Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara
lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada dalam wilayah hukum
kekuasaan RI. (Pasal 2).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1). (Suma’mur. 1981: 29-34).
19
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur
pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah tujuan dan
efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaannya
masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin
menimpa mereka. Selain itu akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua pihak.
Kerugian tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya jam kerja
selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin dan alat kerja
serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan kerja.
20
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut:
a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif
mungkin.
c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka di setiap
tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama
dengan seluruh tenaga kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang
bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk dilaksanakan
semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan keberatan bila melakukan
pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja
juga memiliki kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi
21
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada di tempat
kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud.
Untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas P3K di tempat kerja oleh perusahaan, petugas P3K
tersebut perlu mendapatkan pelatihan dengan kurikulum yang sesuai dengan Permenakertrans
No. 15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja.
Sasaran dan Manfaat Training Petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Bersertifikasi BNSP :
Peserta diharapkan akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
peraturan dan konsep P3K.
22
Peserta memiliki keterampilan dan mampu melakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan jika terjadi kecelakaan di tempat kerja.
Peserta mampu memberikan pertolongan jika terjadi penyakit mendadak ditempat kerja.
Peserta mampu mengembangkan sistem P3K ditempat kerja.
Menurut Husen (2009: 193) “program K3 sangat perlu karena setiap institusi,
perusahaan ataupun perorangan, serta lainnya memang diwajibkan oleh Undang-undang untuk
melaksanakannya”. Guna terlaksanakannya Undang-undang, pemerintah melakukan
pengawasan dengan membentuk panitia pengawasan yang bermutu dan memiliki banyak
pengalaman di bidangnya. Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, dapat diketahui struktur pengawasan hukum K3 adalah sebagai berikut
23
Bagan 1: Struktur Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Penjelasan:
a. Direktur pengawasan adalah Menteri Tenaga Kerja yang melakukan pengawasan
pelaksanakan umum terhadap Undang-undang K3.
b. Pegawai pengawas ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
Undang-undang K3 dan membantu pelaksanaannya.
c. Ahli K3 merupakan instansi-instansi pemerintah dan instansi-instansi swasta yang
dapat mengoperasikan K3 dengan tepat, sama seperti pegawai pengawas Ahli K3
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang K3
dan membantu pelaksanaannya.
d. Panitia Banding adalah panitia teknis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli
dalam bidang yang diperlukan.
e. Panitia Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) bertugas
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang K3, dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sejarah kelahiran K3 sudah ada pada zaman batu. Pada saat itu masyarakat sudah
menerapkan K3 dalam kehidupannya. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya
zaman, serta akibat dari banyaknya kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, membuat
masyarakat sadar akan pentingnya pengelolaan K3.
2. Dalam rangka mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman membuat masyarakat mulai memikirkan bahwa perlindungan
ketenagakerjaan sangat diperlukan, sehingga pemerintah membuat payung hukum
ketenagakerjaan tentang K3. Adapun produk hukumnya adalah Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri tentang K3.
3. Pelaksanaan hukum K3 diawasi oleh direktur yaitu Menteri Tenaga Kerja dan direktur
menunjuk atau membentuk Panitia Pengawas, Tenaga Ahli K3, Panitia Banding, P2K3.
Pengawasan dilakukan oleh staf-staf/tenaga-tenaga yang bermutu dan memiliki banyak
pengalaman di bidangnya.
4. Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman dan produktif. Hukum manajemen K3 berlandaskan pada Peraturan Menteri
Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1966 tentang sistem sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.
3.2 Saran
1. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dalam memahami
keseimbangan air dan elektrolit pada olahraga penghasil keringat.
2. Perlu diadakan penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai kajian ini
25
Daftar Pustaka
______. Evaluasi dan Penunjukan Calon Ahli K3 Materi 9. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Direktorat Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.
Barrie, Donald S. Dan Boyd C., Jr., Paulson. 1995. Manajemen Konstruksi Profesional(Sudinarto, Ed.).
Jakarta: Erlangga.
Labib, Syahrul. 2012. Evaluasi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bagi Pekerja pada
Proyek Bangunan Tinggi di Wilayah Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas
Teknik UM.
Mangkunegara, A.A. Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
PPKI UM. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Edisi Ke Lima). Malang: Universitas Negeri Malang.
http://sentraltraining.com/training-petugas-pertolongan-pertama-pada-kecelakaan-p3k-
bersertifikasi-bnsp/
https://primamoklet.wordpress.com/2010/07/16/makalah-tentang-fungsi-uu-k3/
http://adicandahar.blogspot.co.id/2010/11/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3.html
http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/11/kumpulan-perundang-
undangan-k3.html
26