Anda di halaman 1dari 1

Tari Sirih Kuning

Tari Sirih Kuning merupakan tari asal DKI Jakarta yang dikembangkan dari tari
Cokek, yakni sebuah tari pergaulan yang sudah ada semenjak jaman Belanda dan popular
pada saat itu di kalangan Tionghoa di pinggiran Betawi. Tari Sirih Kuning ditampilkan saat
mempelai pria akan menyerahkan ‘Sirih Dare’ kepada mempelai perempuan. Sirih Dare
adalah empat belas lembar daun sirih dengan posisi tujuh lembar di sisi kanan dan tujuh di
kiri, yang semuanya dilipat terbalik membentuk bungkusan kacang rebus (kerucut terbalik),
lalu tengahnya diberi sekuntum mawar merah serta lembaran uang dengan nilai nominal
tertinggi. Ujung batang daun sirih tidak dibuang. Lipatan daun sirih berisi mawar dan uang
kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus dari karton berbentuk segi tiga yang dilapisi
kertas warna emas (kuning). Sirih Dare ini diberikan sebagai persembahan untuk mengajak
pengantin puteri duduk bersanding, dan melambangkan cinta dan kasih sayang suami yang
tinggi terhadap isterinya.
Tari Sirih Kuning ditampilkan pada saat acara pernikahan adat Betawi, dan kerap
ditampilkan pada saat menyambut tamu kehormatan, dan merayakan khitanan. Tari Sirih
Kuning ditarikan secara berpasangan oleh laki-laki dan perempuan dengan tetap menjaga
jarak dan tidak bersentuhan, tarian ini juga kerap ditarikan oleh sekelompok penari
perempuan dari umur anak-anak hingga dewasa. Tarian ini dimulai dengan gerakan sikap
awal, kemudian dilanjutkan dengan gerakan nandak dua, dan diakhiri dengan gerakan
sembah. Tarian ini khas dengan gerakan pinggang yang menunduk atau mendak dan gerakan
kepala yang melenggok secara ayu dan tariannya yang ditarikan berpasangan.
Kostum untuk tari Sirih Kuning yang dikenakan penari berwarna cerah (merah,
kuning, hijau) dengan penutup dada, serta bawahan berupa kain atau celana panjang serta
selendang yang dikalungkan di leher atau disangkutkan di pinggang. Perlengkapan tari Sirih
Kuning adalah tusuk konde bunga, kerudung, dan terkadang cadar khas Betawi. Hiasan
bunga yang menunjukan status sosial dan perlambangan kedewasaan, kebahagiaan, dan
kemakmuran. Pada bagian badan mengenakan kebaya kurung sutera khas Tionghoa, penutup
dada, ikat pinggang, dan selendang. Sementara pada bagian bawah mengenakan kain batik
tradisional khas Betawi atau celana panjang sutera berwarna senada, ikat pinggang, dan
selendang.
Musik pengiring tari Sirih Kuning adalah Gambang Kromong, dengan lagu pengiring
berbahasa Melayu yang berkisah tentang lelaki muda yang menyatakan perasaan dan ingin
bersanding dengan gadis pujaannya.
Pandangan saya terhadap tari Sirih Kuning sangat sesuai dengan trend WGSN
Euphoric. Dikarenakan tari Sirih Kuning memiliki poin penting yang di utamakan yakni
penggambaran desainnya yang vibrant dan aura euphoria atau perayaan yang jelas dan juga
sangat kuat. Saya menjadikan tari Sirih Kuning sebagai inspirasi karena tari Sirih Kuning
memiliki pembawaan yang menyenangkan, dan merayakan sesuatu yang membahagiakan,
dimana poin tersebut menjadi akar dari inspirasi koleksi yang akan dibuat dan diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai