3166 ID Analisa Penanganan Kasus Tindak Pidana Terorisme Menurut Uu No 15 Tahun 2003
3166 ID Analisa Penanganan Kasus Tindak Pidana Terorisme Menurut Uu No 15 Tahun 2003
4/Okt-Des/2012
ANALISA PENANGANAN KASUS TINDAK Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali,
PIDANA TERORISME MENURUT UU NO. 15 sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat
TAHUN 20031 Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun
Oleh: Einstein M. Yehosua2 jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian
pengeboman ini merupakan pengeboman
ABSTRAK pertama yang kemudian disusul oleh
Tujuan dilakukannya penelitian adalah pengeboman dalam skala yang jauh lebih
untuk mengetahui: b agaimanakah kecil yang juga bertempat di Bali pada
kewenangan lembaga-lembaga Negara tahun 2005.
yang khusus menangani kasus Tindak Perhatian terhadap masalah terorisme di
pidana terorisme di Indonesia, dan indonesia ini mendorong Presiden Republik
bagaimanakah Prosedur Penanganan kasus Indonesia telah membuat Peraturan
Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Presiden Nomor 46 tahun 2010 tentang
Berdasarkan penelitian normatif dapat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
disimpulkan bahwa: 1. Negara memberikan (BNPT)4. Yang sepenuhnya dibawah
kewenangan sepenuhnya kepada tanggung jawab presiden dan organisasi ini
Kepolisian Negara Republik Indonesia di buat semata mata untuk membantu dari
dalam hal penyidikan dan dari pihak pada organisasi lain seperti Densus 88 dari
Kejaksaan dalam hal pengambilan kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN),
keputusan oleh Hakim sesuai dengan ataupun dari organisasi intelijen TNI dan
Undang-undang dan kenyataan kejahatan POLRI yang notabene semua mengurus
yang dilakukan . 2. Dalam Prosedur tentang penanggulangan terorisme di
penanganan kasus tindak pidana terorisme Indonesia. Direktur Badan Nasional
ini sesuai dengan UU No.15 Tahun 2003 Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan
wajib dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Idris menekankan, aksi terorisme tidak
Negara yang diberikan wewenang dengan dapat begitu saja dikaitkan dengan motif
penuh rasa tanggung jawab dan serius. Baik agama, yaitu jihad. Selalu ka nada aksi
dari pihak TNI, Kepolisian dan Badan terorisme begini,pelakunya santri, lalu
Intelijen Negara dalam rangka proses dikaitkan dengan jihad. Akhirnya Islam jadi
penyelidikan dan penangkapan yang sama- tertuduh 5.
sama mendukung kelancaran dari pada Dengan demikian bahwa masalah atau
proses penyidikan yang akan digelar nanti. kasus-kasus tindak pidana terorisme di
Kata kunci: terorisme Indonesia harus ditangani sungguh-sungguh
dan memerlukan perhatian yang lebih extra
PENDAHULUAN keras agar tercipta kelancaran dalam
A. Latar Belakang. penanganan kasus terorisme ini dan tidak
Bom Bali 2002 3(disebut juga Bom Bali I) terjadi kesimpang siuran lagi dimata dunia
adalah rangkaian tiga peristiwa terkhususnya di Indonesia tidak terjadi
pengeboman yang terjadi pada malam hari kejanggalan persaepsi oleh para
tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan masyarakat yang awam.
pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari
1 4
Artikel skripsi. Dosen Pembimbing skripsi: Dr. Himpunan peraturan perundang-undangan”
Merry E. Kalalo, SH,MH, Dr. Wempie Jh. Undang-Undang tindak Pidana Pencucian uang dan
Kumendong, SH,MH, Refly Singal, SH,MH Terorisme”. 2010. Hal.256
2 5
NIM: 090711467. Mahasiswa Fakultas Hukum http://nasional.kompas.com/read/2012/09/08/123
Universitas Sam Ratulangi, Manado. 10237/BNPT. Jangan samakan aksi terorisme dengan
3
Ibid. jihad.
124
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
Dengan latar belakang yang telah panic, esp as a means of affecting political
diuraikan sebagaimana mestinya diatas conduct ”.6
maka dalam rangka penulisan skripsi,
penulis bermaksud untuk membahas pokok B. Analisa terhadap Prosedur Penanganan
tersebut dengan judul “Analisa Kasus Tindak Pidana dan Tersangkanya.
Penanganan Kasus Tindak Pidana Guna kepentingan pembelaan, tersangka
Terorisme menurut undang-undang No. 15 ataupun terdakwa yang berkebangsaan
tahun 2003”. asing yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi dan berbicara dengan
B. Perumusan Masalah perwakilan negaranya dalam menghhadapi
1. Bagaimanakah kewenangan lembaga- proses perkaranya (Pasal 57)7.
lembaga Negara yang khusus Tersangka atau terdakwa yang
menangani kasus Tindak pidana dikenakan penahanan berhak
terorisme di Indonesia? diberitahukan tentang penahanan atas
2. Bagaimanakah Prosedur Penanganan dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada
kasus Tindak Pidana Terorisme di semua tingkatan pemeriksaan dalam proses
Indonesia ? peradilan, kepada keluarganya atau kepada
orang lain serumahnya atau orang lain yang
C. Metode Penelitian bantuannya dibutuhkan oleh tersangka
Penelitian ini merupakan penelitian atau terdakwa untuk mendapat bantuan
normatif, untuk menghimpun data yang hukum atau jaminannya bagi
diperlukan telah menggunakan metode penangguhannya (Pasal 59)8.
penelitian kepustakaan ( Library research ), Tersangka atau terdakwa berhak
yaitu mempelajari buku-buku hukum, menghubungi dan menerima kunjungan
himpunan peraturan perundang-undangan, dari pihak yang mempunyai hubungan
artikel-artikel hukum, jurnal hukum dan kekeluargaan atau lainnya dengan
berbagai sumber tertulis lainnya. tersangka atau terdakwa guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan
TINJAUAN PUSTAKA penahanan ataupun untuk usaha
A. Pengertian Terorisme mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60)9.
Istilah kata Terorisme dalam bahasa Tersangka atau terdakwa berhak
inggris disebut Terorism yang berasal dari menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi
kata “Terror” dan pelakunya disebut “ sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP
Terrorist ”. Berdasarkan Oxford Paperback dan selanjutnya (Pasal 68)10 .Dan semua
Dictionary, terror secara bahasa diartikan peraturan dalam pelaksanaan tata cara
sebagai “Extreme fear” (Ketakutan yang tersebut diatas terdapat pada kitab
luar biasa), “Terrifying person of thing ” ( undang-undang hukum acara pidana dan
Seseorang atau sesuatu yang mengerikan) , penjelasannya tertulis lengkap dan cukup
Sedangkan “Terrorism” berarti “use of jelas, dan disitu dijelaskan bagaimana tata
violence and intimidation, especially for cara atau prosedur dalam menangani
political purpose ” yang senada dengan perkara terhadap siapa saja yang menjadi
pengertian di atas, Black’s Law tersangka dan yang pada akhirnya akan
mendefinisikan terorisme sebagai “the us
of threat of violence to intimidate or cause 6
Hukum Pidana Terorisme. Graha Ilmu. Hal. 61.
7
Ibid.
8
Op.Cit.
9
KUHAP. Pustaka Mahardika. Hal.189-191
10
Ibid.
125
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
menjadi seorang terpidana yang harus Antara lain dari pihak kepolisian ada tim
diproses sebagaimana mestinya sesuai khusus penanggulangan Tindak Pidana
hukum yang berlaku di Indonesia. terorisme yakni Tim DENSUS 88 Anti Teror
Disini penulis mengaitkan tentang dari kepolisian, detasemen 81 yang
pengertian tersangka dan terdakwa dengan tergabung dalam Kopassus (Komando
menitik beratkan kepada masalah pasukan khusus), pasukan elit TNI AD, TNI
terorisme. Sesuai dengan UU No. 15 Tahun AL, ada Detasemen Jamangkara (Denjaka),
2003 yang menangani masalah yang tergabung dalam korps mariner, TNI
Pemberantasan tindak Pidana Terorisme itu AU, ada Detasemen Bravo (Denbravo), yang
sendiri mempunyai cara tersendiri dalam tergabung dalam paskhas TNI AU, pasukan
masalah penanganan tersangka ataupun elit TNI AU sedangkan Badan Intelijen
terdakwa kasus tindak pidana terorisme Negara atau disingkat BIN juga memiliki
tersebut. Seperti dalam perlindungan Hak desk gabungan yang merupakan
asasi Manusia tersangka ataupun terdakwa representative dari kesatuan anti-terror.
dalam hukum acara pidana khusus dan Pemerintah pada saat ini menempatkan
yang ada dalam KUHAP. pasukan milik TNI berada dibelakang tim
Konsepsi HAM menurut Jan Materson11, anti-teror milik Polri. Detasemen khusus 88
HAM merupakan hak-hak yang melekat menjadi Leading Sector dalam operasi
pada manusia yang tanpanya manusia penaggulangan tindak pidana terorisme di
mustahil dapat hidup sebagai manusia. Indonesia. Jika dilihat Densus 88 sendiri
Menurut Burhanuddin Lopa, pada kalimat lebih mirip seperti GIGN dan GSG-9 yang
“mustahil dapat hidup dengan manusia” dicontohkan pada penjelasan di atas.
hendaklah diartikan “ mustahil dapat hidup Penempatan Densus 88 sebagai garda
sebagai manusia yang bertanggung jawab”. depan penanggulangan tindak pidana
Konsepsi HAM sendiri memiliki dua terorisme ini kadang menimbulkan
dimensi ( Dimensi Ganda ), yaitu: Dimensi kecemburuan di antara kesatuan-kesatuan
Universalitas dan dimensi Kontekstualitas. anti-teror lainnya. Kondisi ini bahkan
Dua dimensi inilah yang memberikan seringkali mengarah ke konflik terbuka
pengaruh terhadap pelaksanaan ide-ide antara kesatuan anti-teror di lapangan,
HAM di dalam komunitas kehidupan khususnya terkait dengan penaganan
masyarakat, bangsa dan Negara, tidak Seperatism di Aceh dan Papua, serta konflik
terkecuali Indonesia.12 komunal seperti di Poso dan Maluku,
dimana densus 88 Anti terror Polri, karena
PEMBAHASAN berada dibawah Ditserse Polda, maka
A. Kewenangan Lembag-lembag Negara dilibatkan juga pada operasional kasus-
yang khusus menangani Tindak Pidana kasus tersebut pada penjelasan. Padahal,
Terorisme. bila mengacu kepada UU No 2 Tahun 2002
Dalam permasalahan penyelidikan dan tentang Polri atau dalam Susunan dan
penyidikan mengenai kasus Tindak Pidana kedudukan Kepolisian Negara Republik
terorisme ini di Indonesia mempunyai Indonesia yang tercantum pada BAB II Pasal
badan-badan atau lembaga-lembaga tinggi 6, Pasal 7, Pasal 8 Pasal 9 dan Pasal 10 UU
Negara yang dikhususkan untuk No.2 Tahun 2002 tersebut13. dan UU No.34
menjalankan prosedur dari pada kasus ini Tahun 2004 tentang TNI separatism
dan juga memiliki wewenang tersendiri. menjadi titik temu tugas antara TNI dan
11
Ari.Wibowo. Hukum Pidana Terorisme. Graha
13
Ilmu. Hal. 41-42. Undang-Undang dan Peraturan tentang Kepolisian
12
Ibid. Negara Republik Indonesia. Visimedia. Hal.13-16.
126
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
POLRI. Dimana TNI menjadi unsur utama, penyidikan masih banyak kasus-kasus yang
dan Polri menjadi unsur pendukung. Selama belum tahu jelas duduk persoalannya
ini penugasan dari terhadap aksi terror ataupun belum ada bukti permulaan yang
terkait separatism adalah oleh Brimob Polri, cukup. Akibat dari itu maka pemerintah
dengan Unit wanteror dan Gegana14. Indonesia masih sulit untuk memutuskan
Adapun secara struktural, Densus 88 tentang ancama hukuman yang tepat dan
anti-teror tingkat pusat berada dibawah akan menjerat para pelaku pemboman ini
Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM) dan masih diberikan status tersangka.
Mabes Polri Dipimpin oleh Komandan Densus 88 yang notabene dibawah
Detasemen berpangkat Brigjen Polisi dan naungan Kepolisian Negara Republik
dibantu oleh wakil detasemen (Waden). Indonesia justru mempunyai peran penting
Sedangkan pada tingkat Polda, Densus 88 dalam penyidikan disamping mendapat
berada dibawah Direktorat Serse (Dit Serse) bantuan dari pihak yang lain. Lain halnya
dipimpin oleh komandan berpangkat dengan lembaga yang lain yang merupakan
Perwira menengah Polisi (Pamen Pol). gabungan dari berbagai instansi atau alat
Dalam pembentukan detasemen Anti Teror Negara yang berwenang untuk
ini menpunyai landasan hukum. Detasemen menyelesaikan masalah terorisme ini. Ada
ini digagas pada tahun 2003 oleh Jendral tiga alasan mengapa Polri yang diberikan
Polisi Da’I Bachtiar dengan skep Nomor kewenangan utama dalam pemberantasan
30/IV/2003 tanggal 30 Juni 2003. Alasan tindak pidana terorisme, yakni:
utama pembentukan Denssus 88 Anti-teror Pertama, pemberian kewenangan utama
ini adalah untuk menaggulangi pemberantasan tindak pidana terorisme
meningkatnya kejahatan terorisme di merupakan strategi pemerintah untuk
Indonesia, khususnya aksi terror dengan dapat berpartisipasi dalam perang global
modus peledakan bom. melawan terorisme, yang salah satunya
Dalam menjalankan operasinya, adalah mendorong penguatan kesatuan
komandan densus 88 memiliki empat pilar khusus anti terorisme yang handal dan
pendukung setingkat Sub-Detasemen, yakni profesional, dengan dukungan peralatan
subden bantuan yang bekerja dibawah yang canggih dan SDM yang berkualitas.
naungan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kedua, kejahatan terorisme merupakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tindak pidana yang bersifat khas, lintas
Pasal 13 UU Kepolisian dan ketertiban negara (borderless) dan melibatkan banyak
masyarakat, penegak hukum, memberikan faktor yang berkembang di masyarakat.
perlindungan, pengayoman dan pelayana Terkait dengan itu terorisme dalam konteks
kepada masyarakat terkhususnya mengenai Indonesia dianggap sebagai domain
aksi teror tersebut15. Akan tetapi sering kriminal, karena cita-cita separatisme
terjadi kejanggalan atau ketidak sebagaimana konteks terorisme dulu tidak
sempurnaan dalam masalah penyelidikan lagi menjadi yang utama, tapi
daripada setiap kasus-kasus terorisme ini. mengedepankan aksi terror yang
Kendala-kendala yang terjadi kebanyakan mengganggu keamanan dan ketertiban,
terdapat pada tingkat kesulitan medan atau serta mengancam keselamatan jiwa dari
tempat penyelidikan dan dalam masalah masyarakat. Karenanya terorisme
dimasukkan ke dalam kewenangan
14
Galih Priatmodjo.Densus 88, The Under cover kepolisian16. Ketiga, menghindari sikap
squad. Hal. 82-83. resistensi masyarakat dan internasional
15
Undang-Undang dan Peraturan tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Visimedia. Hal.13-16.
16
Ibid. Visi Media.
127
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
128
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
Jala Mangkara Korps Marinir TNI-AL adalah bagian dari masyarakat dan bangsa
memukul dan melumpuhkan setiap memiliki tanggung jawab yang sama dalam
ancaman terorisme dalam aspek kelautan memerangi terorisme. Mengoptimalkan
di wilayah perairan Negara Kesatuan kembali peran Babinsa tidak perlu dicurigai
Republik Indonesia, tidak hanya wilayah secara berlebihan, dan yang jelas perannya
laut saja kemampuan pasukan Denjaka nanti untuk membantu aparat kepolisian.20
dalam wilayah daratanpun tindakan Masalah terorisme juga tidak lepas dari
terorisme mampu dilumpuhkannya19. pandangan Badan Intelijen Negara,
Detasemen Bravo 90 Korps Paskhas TNI- lembaga ini sengaja dibuat sebagai
AU menpunyai tugas pokok sebagai satuan pendukung kelancaran dari pada penganan
khusus anti teror dalam lingkungan TNI-AU tindak pidana terorisme ini yang bersifat
menangani masalah terorisme dalam aspek pre-emptif dan memiliki koridor hokum
kedirgantaraan yaitu melumpuhkan dan tersendiri. Intelijen sendiri terdiri dari
menumpas para pembajak pesawat kumpulan anggota TNI dan POLRI dan
terbang, sabotase dalam bandara lainnya yang sama-sama menjadi aktor
penerbangan dan perbutan kembali dalam pemberantasan terorisme ini dan
pangkalan udara yang dikuasai oleh musuh dibiayai oleh Negara dan bahkan oleh para
dan menyiapkan ladasan pendaratan pihak swasta yang notabene mendukung
pesawat rekan sekesatuan dalam kelancaran dari pada sistem penegakkan
lingkungan Tentara Nasional Indonesia. hokum di Indonesia khususnya masalah
Selaian itu Pasukan ini dapat diandalakan penanggulangan Terorisme ini.
kemampuannya dalam misis-misi rahasia UU Intelijen yang telah selesai dibahas
bersifat intelijen bahkan melakuan oleh Panitia Kerja Komisi I DPR belum
penyergapan terhadap ancaman teror di mengakomodasi norma-norma HAM. UU
dalam wilayah daratan dalam lingkup Intelijen tersebut masih belum sesuai
perkotaan termasuk wilayah hutan dengan norma umum HAM, baik nasional
belantara dan perairan. Kemampuan maupun internasional. Tercatat dari
penguasaan medan ini didapat dari Komnas HAM terdapat beberapa hal yang
pelatihan kerjasama unit anti teror antar krusial dari draft terakhir RUU Intelijen yang
Kesatuan di lingkungan TNI seperti Satuan perlu diperbaiki, antara lain21:
81 Gultor Kopassus TNI-AD dan Detasemen Pertama, Pasal 1 ayat 8 dan Pasal 3
Jala Mangkara Korps Marinir dari TNI-AL. tentang keamanan nasional (Kamnas),
Kewenagan dari pada pasukan khusus pada karena tidak ada pengertian yang jelas
penjelasan tadi hanya sebatas pada mengenai Kamnas. Karena pengertian
masalah pertahanan Negara dan untuk Kamnas tidak boleh direduksi menjadi
masalah terorime ini TNI hanya dapat keamanan pemerintah. Dalam prinsip
melakukan penangkapan saja. Atau hanya Johanesburg Ke-1, menyatakan,
sampai pada proses penangkapan dan bisa pembatasan HAM yang dijustifikasi dengan
juga dalam proses penahanan sementara alasan keamanan nasional tidak sah bila
sampai nantinya para tersangka akan tujuannya untuk melindungi yang tidak ada
diberikan oleh pihak Kepolisian dalam hubungannya dengan keamanan nasional,
proses penyidikan lebih lanjut. termasuk melindungi pemerintah dari
Keikutsertaan TNI dalam
pemberantasan terorisme merupakan 20
www. TNI.MIL.com. Keterlibatan TNI Dalam
upaya preventif. TNI yang merupakan Memerangi Terorisme.
21
www. Geogle.Com. Posted by Farah Fitriani. Di
unduh pada 9 Februari 2012.
19
Ibid.
129
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
130
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
adanya ancaman, baik yang berasal dari keras telah melakukan Tindak Pidana
dalam negeri maupun dari luar negeri.23 berdasarkan Bukti permulaan yang cukup.
Mereka menilai penolakan mekanisme Mengenai batasan dari pengertian Bukti
penyadapan melalui ijin pengadilan oleh Permulaan itu sendiri, hingga kini belum
intelijen sebagaimana dimaksud dalam ada ketentuan yang secara jelas
penjelasan Pasal 31 RUU Intelijen, telah mendefinisikannya dalam Kitab Undang-
mengancam hak privasi warganegara dan Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
rentan untuk disalahgunakan oleh menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana.
kekuasaan (abuse of power). Maka dapat Masih terdapat perbedaan pendapat di
disimpulkan bahwa RUU Intelijen Negara antara para penegak hukum. Sedangkan
yang telah disetujui oleh DPR ini, terutama mengenai Bukti Permulaan dalam
dalam hal kewenangan untuk melakukan pengaturannya pada Undang-Undang
pemberantasan terorisme, belum cukup fit Nomor 15 Tahun 2003 tentang
and proper untuk disahkan menjadi UU24. Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
Informasi intelijen tak bisa dijadikan alat pasal 26 berbunyi:
bukti untuk melakukan penangkapan 1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan
terhadap pelaku teror. Sebagaimana yang cukup, penyidik dapat
pengertian tersebut di atas, maka menggunakan setiap Laporan Intelijen.
pengaturan pasal 25 Undang-Undang 2. Penetapan bahwa sudah dapat atau
Nomor 15 tahun 2003 tentang diperoleh Bukti Permulaan yang cukup
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus harus dilakukan proses pemeriksaan
Tindak Pidana Terorisme, hukum acara oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan
yang berlaku adalah sebagaimana Negeri.
ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 3. Proses pemeriksaan sebagaimana
1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
Undang-Undang Hukum Acara secara tertutup dalam waktu paling
Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan lama 3 (tiga) hari.
Undang-Undang khusus ini tidak boleh 4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana
bertentangan dengan asas umum Hukum dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
Pidana dan Hukum Acara Pidana yang telah adanya Bukti Permulaan yang cukup,
ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat maka Ketua Pengadilan Negeri segera
isi ketentuan beberapa pasal dalam memerintahkan dilaksanakan
Undang-Undang tersebut yang merupakan Penyidikan25.
penyimpangan asas umum Hukum Pidana Intelijen negara perlu diberi wewenang
dan Hukum Acara Pidana. Penyimpangan penangkapan yakni dalam rangka
tersebut mengurangi Hak Asasi Manusia ”mencegah” atau ”menanggulangi”
apabila dibandingkan asas-asas yang kejahatan terorisme. Padahal Negara
terdapat dalam Kitab Undang-Undang memiliki kualitas aparat kepolisian. Struktur
Hukum Pidana (KUHP). Pasal 17 Kitab komando dan infrastruktur kepolisian
Undang-Undang Hukum Acara (Polri) sudah terbentuk, dari tingkat pusat
Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa (Markas Besar) Kepolisian RI; ditingkat I
perintah Penangkapan hanya dapat (Mapolda); ditingkat II (Mapoltabes;
dilakukan terhadap seseorang yang diduga Polresta dan Mapolres), selanjutnya di
tingkat yang lebih rendah lagi (Mapolsekta
23
Ibid. Ismantoro Dwi Yuwono hal. 113-114.
24 25
Ibid. Ibid. Ismantoro Dwi Yuwono.
131
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
dan Polsek). Selain itu, kepolisian RI paling namun hanya penyidik dan aparat
tidak telah memiliki 2 badan yang berkaitan kepolisian yang diberi perintah penyidik
dengan pencegahan dan penanggulangan dapat melakukan penangkapan.Urusan
”terorisme”, yakni Direktorat VI/Anti Teror, penangkapan dalam tubuh kepolisian,
yang dipimpin seorang Brigadir Jenderal dilakukan oleh aparat yang memang
(Pol) dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror, memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang juga dikepalai Brigadir Jenderal (Pol). yang berhubungan dengan penyidikan serta
Setidaknya ada 3 permasalahan pokok yang mempunyai kecakapan dan kemampuan
dikandung dalam kewenangan untuk melakukan tugas penyidikan, dalam
penangkapan oleh ”intelijen negara”, yakni hal ini aparat kepolisian yang dididik
wewenang penangkapan merupakan sebagai “reserse”. Hal ini diatur agar tidak
bagian dari proses penegakan hukum, di terjadi penangkapan sewenang-wenang,
luar itu penangkapan yang dilakukan dapat kecuali penangkapan saat pelaku kejahatan
disebut sebagai penangkapan dan tertangkap tangan. Secara singkat, hukum
penahanan sewenang-wenang (arbitrary internasional hak asasi manusia,
arrest and detention). Permasalahan pokok memberikan jaminan hak asasi manusia:
pertama, karena aparat badan intelijen “tidak seorang pun dapat ditangkap dan
bukanlah aparat penegak hukum, maka ditahan secara sewenang-wenang”.
kewenangan ini bertentangan prinsip due Karenanya, disiplin hukum hak asasi
process of law. Karenanya, tidak manusia baik hukum internasional dan
mengherankan praktik badan intelijen yang regional, banyak menetapkan instrumen
menangkap orang secara sewenang- hak asasi manusia berkaitan dengan
wenang dan tanpa adanya penangkapan seseorang. Hanya petugas
pertanggungjawaban selalu terjadi, sejak penegak hukum yang berkompeten dan
zaman Orde Baru. Kedua, masalah dualisme yang diberikan otoritas – memiliki code of
kewenangan antara kepolisian dengan conduct – yang dapat melakukan
badan intelijen. Masalah ini, pernah penangkapan, serta kewenangan yang
disampaikan oleh Wakil Presiden Hamzah diberikan mesti dapat
Haz pada masa pemerintahan Megawati. dipertanggungjawabkan melalui prosedur
Hamzah ketika itu sempat menyatakan hukum. Di Indonesia, pengadilan negeri,
kewenangan melakukan penangkapan, jika adalah institusi yang diberikan kewenangan
diberikan kepada badan intelijen, akan untuk memeriksa dan memutus sah atau
melahirkan kontroversi yang dapat tidaknya penangkapan yang dilakukan
meresahkan masyarakat serta penyelidik dan penyelidik serta memutus
menimbulkan ketidakpastian hokum. ganti kerugian terhadap korban
Masalah pokok ketiga, masalah penangkapan yang sewenang-wenang yang
akuntabilitas. Badan intelijen, bukanlah telah dilakukan aparat penegak hukum.
aparat yang berstatus penegak hukum. Di Dalam menjalankan tugasnya intelijen bisa
Indonesia, berdasarkan UU, penegak melakukan penangkapan dengan
hukum adalah status yang diberikan kepada melakukan koordinasi dengan kepolisian.
perangkat dalam proses peradilan dan atau Sebab, penangkapan itu merupakan bagian
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan dari upaya penegakan hukum yang
kehakiman: hakim, jaksa, polisi dan merupakan kewenangan polisi. Intelijen
advokat. Dalam KUHAP26, walaupun tidak untuk menangkap, memeriksa sendiri.
penyelidik adalah semua aparat kepolisian, Batasan intelijen terukur, menjunjung tinggi
HAM, jadi tidak sewenang-wenang
26 menangkap dan menahan orang. Karena
Ibid. Pustaka Mahardika.
132
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
27
Ray Pratama Siadari, SH. Tugas dan Wewenang
Kejaksaan. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pratama.
28
2012.Hlm.1. Ibid. Ray Pratama Siadari, SH
29
Ibid.Ray Pratama Siadari, SH. Hal.1.
133
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
134
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
135
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
33 34
Undang-undang Tindak pidana pencucian uang Ibid. Fokus Media. 208-211
35
dan Terorisme.Fokus media.hal.208-211. Ibid.
136
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
Disini juga dijelaskan dalam penjelasan mengacu pada konvensi internasional dan
umum dan pasal demi pasal yang cukup praturan perundang-undangan yang
jelas. berlaku yang berkaitan dengan terorisme,
serta untuk memberi landasan hokum yang
1. UMUM. kuat dan kepastian hukum dalam
Rangkaian peristiwa pemboman mengatasi masalah yang mendesak dalam
yang terjadi diwilayah Negara Republik pemberantasan tindak pidana terorisme,
Indonesia telah menimbulkan rasa takut Presiden Republik Indonesia telah
masyarakat secara luas, mengakibatkan menetapkan Peraturan Pemerintah
hilangnya nyawa serta kerugian harta Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
benda, sehingga menimbulkan pengaruh 2002 tentang pemberantasan Tindak
yang tidak menguntungkan kepada Pidana Terorisme36.
kehidupan social, ekonomi, politik, dan Berdasarkan pertimbangan tersebut
hubungan dengan Indonesia dengan dunia maka perlu menetapkan Peraturan
internasional. Peledakan bom tersebut Pemerintah Pengganti Undang-Undang
merupakan salah satu modus pelaku nomor 1Tahun 2002 tentang
terorisme yang telah menjadi fenomena Pemberantasan tindak Pidana Terorisme,
umum di beberapa Negara. Terorisme menjadi Undang-Undang37.
merupakan kejahatan lintas Negara, 2. PASAL DEMI PASAL
terorganisasi, dan bahkan merupakan Pasal 1
tindak pidana internasional yang Cukup jelas.
mempunyai jaringan luas,yang mengancam Pasal 2
perdamaian dan keamana nasional maupun Cukup jelas.
internasional. Pemerintah Indonesia sejalan Tambahan Lembaran Negara Republik
dengan amanat sebagaimana ditentukan Indonesia Nomor 428438.
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Undang-undang tersebut disahkan
republik Indonesia tahun 1945 yakni karena menyadari sedemikian besarnya
melindungi segenap bangsa Indonesia dan kerugian yang ditimbulkan oleh suatu
seluruh tumpah darah Indonesia, tindak terorisme, serta dampak yang
memajukan kesejahteraan umum, dirasakan secara langsung oleh Indonesia
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan
serta dalam memelihara ketertiban dunia kewajiban pemerintah untuk secepatnya
yang berdasarkan kemerdekaan dan mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme
perdamaian abadi dan keadilan sosial , itu dengan memidana pelaku dan aktor
berkewajiban untuk melindungi warganya intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal
dari setiap ancaman baik bersifat ini menjadi prioritas utama dalam
nasional,transnasional dan maupun bersifat penegakan hukum. Untuk melakukan
internasional. Pemerintah juga pengusutan, diperlukan perangkat hukum
berkewajiban untuk mempertahankan yang mengatur tentang Tindak Pidana
kedaulatan serta memelihara keutuhan dan Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih
intregitas nasional dari setiap bentuk didasarkan pada peraturan yang ada saat
ancaman baik yang dating dari luar maupun ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
dari dalam. Untuk itu,maka mutlak Pidana (KUHP) belum mengatur secara
diperlukan penegakkan hukum dan khusus serta tidak cukup memadai untuk
ketertiban secara konsisten dan
36
berkesinambungan. Untuk menciptakan Ibid. Fokus Media. Hal.210-211.
37
suasana tertib dan aman, maka dalam Ibid.
38
Ibid.
137
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
138
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hak Asasi Manusia. Atau mungkin
tersebut tidak mengatur lain39. karena sifatnya sebagai Undang-Undang
Hukum Pidana khusus, bukan hanya yang khusus, maka bukan penyimpangan
mengatur hukum pidana materielnya saja, asas yang terjadi di sini, melainkan
akan tetapi juga hukum acaranya, oleh pengkhususan asas yang sebenarnya
karena itu harus diperhatikan bahwa menggunakan dasar asas umum, namun
aturan-aturan tersebut seyogyanya tetap dikhususkan sesuai dengan ketentuan-
memperhatikan asas-asas umum yang ketentuan yang khusus sifatnya yang diatur
terdapat baik dalam ketentuan umum yang oleh Undang-Undang Khusus tersebut.
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor
Hukum Pidana (KUHP) bagi hukum pidana 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
materielnya sedangkan untuk hukum penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana
pidana formilnya harus tunduk terhadap sebelum masuk dalam tahap beracara di
ketentuan yang terdapat dalam Undang- pengadilan, dimulai dari Penyelidikan dan
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Penyidikan, diikuti dengan penyerahan
Hukum Acara Pidana (Kitab Undang- berkas penuntutan kepada Jaksa Penuntut
Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP)40. Umum. Pasal 17 Kitab Undang-Undang
Sebagaimana pengertian tersebut, maka Hukum Acara Pidana/KUHAP, menyebutkan
penulis menerangkan tentang pengaturan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat
pasal 25 Undang-Undang Nomor 15 tahun dilakukan terhadap seseorang yang diduga
2003 tentang Pemberantasan Tindak keras telah melakukan Tindak Pidana
Pidana Terorisme, bahwa untuk berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup.
menyelesaikan kasus-kasus Tindak Pidana Mengenai batasan dari pengertian Bukti
Terorisme, hukum acara yang berlaku Permulaan itu sendiri, hingga kini belum
adalah sebagaimana ketentuan Undang- ada ketentuan yang secara jelas
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang mendefinisikannya dalam Kitab Undang-
Hukum Acara Pidana (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP). menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana.
Artinya pelaksanaan Undang-Undang Masih terdapat perbedaan pendapat di
khusus ini tidak boleh bertentangan dengan antara para penegak hukum. Sedangkan
asas umum Hukum Pidana dan Hukum mengenai Bukti Permulaan dalam
Acara Pidana yang telah ada. Namun, pada pengaturannya pada Undang-Undang
kenyataannya, terdapat isi ketentuan Nomor 15 Tahun 2003 tentang
beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
tersebut yang merupakan penyimpangan pasal 26 berbunyi41:
asas umum Hukum Pidana dan Hukum 1). Untuk memperoleh Bukti Permulaan
Acara Pidana. Penyimpangan tersebut yang cukup, penyidik dapat
mengurangi Hak Asasi Manusia, apabila menggunakan setiap Laporan
dibandingkan asas-asas yang terdapat Intelijen.
dalam Kitab Undang-Undang Hukum 2). Penetapan bahwa sudah dapat atau
Pidana (KUHP). Apabila memang diperlukan diperoleh Bukti Permulaan yang
suatu penyimpangan, harus dicari apa dasar cukup sebagaimana dimaksud
penyimpangan tersebut, karena setiap dalam ayat (1) harus dilakukan
perubahan akan selalu berkaitan erat proses pemeriksaan oleh Ketua dan
Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
39
Wikipedia Indonesia Bebas.
40 41
Ibid. Wikipedia Indonesia Bebas.
139
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
140
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012
http://nasional.kompas.com/read/2012/09
PENUTUP /08/12310237/BNPT. Jangan samakan
A. Kesimpulan. aksi terorisme dengan jihad.
1. Negara memberikan kewenangan Siadari, Ray Pratama , SH, 2012. Tugas dan
sepenuhnya kepada Kepolisian Negara Wewenang Kejaksaan. Sekolah Tinggi
Republik Indonesia dalam hal penyidikan Ilmu Hukum Pratama, Jakarta.
dan dari pihak Kejaksaan dalam hal Mustofa, Chabib. Metode penelitian
pengambilan keputusan oleh Hakim Kuantitatif , 2012
sesuai dengan Undang-undang dan Wasono, Sutahjo Padmo , SH,
kenyataan kejahatan yang dilakukan . 2008.Penanganan Tindak Pidana
2. Dalam Prosedur penanganan kasus Terorisme Di Indonesia Berdasarkan
tindak pidana terorisme ini sesuai Undang-Undang Tentang
dengan UU No.15 Tahun 2003 wajib Pemberantasan Tindak Pidana
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terorisme. Program Pasca sarjana
Negara yang diberikan wewenang Universsitas Diponegoro, Jawa barat.
dengan penuh rasa tanggung jawab dan Firmansyah, Hery, Upaya Penanggulangan
serius. Baik dari pihak TNI, Kepolisian Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia.
dan Badan Intelijen Negara dalam Mimbar hukum volume 23, 2011.
rangka proses penyelidikan dan Ali, Muhammad, di kutip oleh necila.
penangkapan yang sama-sama Pengertian Prosedur ,Jakarta, 2000.
mendukung kelancaran dari pada proses Priatmodjo, Galih, 2010.Densus 88, The
penyidikan yang akan digelar nanti. Under cover squad. Cetakan Pertama
jagakarsa, Jakarta.
B. SARAN. Wibowo ,Ari,2012. Hukum Pidana
1. Undang-undang No.15 Tahun 2003 Terorisme. Cetakan Pertama. Graha
tentang Pemberantasan Terorisme Ilmu. Yogyakarta.
perlu diperhatikan kembali mengenai Yuwono, Ismantoro Dwi SH, Kupas Tuntas
sistem pengakkan hukum bilamana Intelijen Negara dari A sampai Z.
masih ada kejanggalan atau kelemahan cetakan pertama. Jakarta Selatan.
dalam penyelesaian suatu tindak pidana
terorisme ini. Sumber-Sumber Lainnya:
2. Perlu diadakannya rapat-rapat khusus
antara lembaga-lembaga Negara - Undang-Undang No. 8 Tahun
tersebut agar dalam penerapan hukum 1981(KUHAP) Pustaka Mahardika Pasal
mengenai terorisme ini dapat berjalan 50 tentang Tersangka dan Terdakwa.
dengan lancar dan tidak akan ada lagi - Kamus umum politik dan hukum unsrat
kesimpang siuran dalam menyelesaikan manado.media prima aksara, cetakan
masalah terorisme ini. pertama, 2011.
- Undang-Undang No, 2 Tahun 2002
DAFTAR PUSTAKA. tentang Kepolisian Negara Republik
http://id.wikipedia.org/wiki/terorisme. Indonesia, Bab II Pasal 6 sampai 10
diunduh pada tanggal 8 okt 2012. Tentang Susunan dan kedudukan
Fokus Media,Humpunan peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
perundang-undangan” Undang-
Undang tindak Pidana Pencucian uang
dan Terorisme”, Bandung, 2010.
141