Anda di halaman 1dari 18

Lex Crimen Vol.I/No.

4/Okt-Des/2012

ANALISA PENANGANAN KASUS TINDAK Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali,
PIDANA TERORISME MENURUT UU NO. 15 sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat
TAHUN 20031 Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun
Oleh: Einstein M. Yehosua2 jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian
pengeboman ini merupakan pengeboman
ABSTRAK pertama yang kemudian disusul oleh
Tujuan dilakukannya penelitian adalah pengeboman dalam skala yang jauh lebih
untuk mengetahui: b agaimanakah kecil yang juga bertempat di Bali pada
kewenangan lembaga-lembaga Negara tahun 2005.
yang khusus menangani kasus Tindak Perhatian terhadap masalah terorisme di
pidana terorisme di Indonesia, dan indonesia ini mendorong Presiden Republik
bagaimanakah Prosedur Penanganan kasus Indonesia telah membuat Peraturan
Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Presiden Nomor 46 tahun 2010 tentang
Berdasarkan penelitian normatif dapat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
disimpulkan bahwa: 1. Negara memberikan (BNPT)4. Yang sepenuhnya dibawah
kewenangan sepenuhnya kepada tanggung jawab presiden dan organisasi ini
Kepolisian Negara Republik Indonesia di buat semata mata untuk membantu dari
dalam hal penyidikan dan dari pihak pada organisasi lain seperti Densus 88 dari
Kejaksaan dalam hal pengambilan kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN),
keputusan oleh Hakim sesuai dengan ataupun dari organisasi intelijen TNI dan
Undang-undang dan kenyataan kejahatan POLRI yang notabene semua mengurus
yang dilakukan . 2. Dalam Prosedur tentang penanggulangan terorisme di
penanganan kasus tindak pidana terorisme Indonesia. Direktur Badan Nasional
ini sesuai dengan UU No.15 Tahun 2003 Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan
wajib dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Idris menekankan, aksi terorisme tidak
Negara yang diberikan wewenang dengan dapat begitu saja dikaitkan dengan motif
penuh rasa tanggung jawab dan serius. Baik agama, yaitu jihad. Selalu ka nada aksi
dari pihak TNI, Kepolisian dan Badan terorisme begini,pelakunya santri, lalu
Intelijen Negara dalam rangka proses dikaitkan dengan jihad. Akhirnya Islam jadi
penyelidikan dan penangkapan yang sama- tertuduh 5.
sama mendukung kelancaran dari pada Dengan demikian bahwa masalah atau
proses penyidikan yang akan digelar nanti. kasus-kasus tindak pidana terorisme di
Kata kunci: terorisme Indonesia harus ditangani sungguh-sungguh
dan memerlukan perhatian yang lebih extra
PENDAHULUAN keras agar tercipta kelancaran dalam
A. Latar Belakang. penanganan kasus terorisme ini dan tidak
Bom Bali 2002 3(disebut juga Bom Bali I) terjadi kesimpang siuran lagi dimata dunia
adalah rangkaian tiga peristiwa terkhususnya di Indonesia tidak terjadi
pengeboman yang terjadi pada malam hari kejanggalan persaepsi oleh para
tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan masyarakat yang awam.
pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari

1 4
Artikel skripsi. Dosen Pembimbing skripsi: Dr. Himpunan peraturan perundang-undangan”
Merry E. Kalalo, SH,MH, Dr. Wempie Jh. Undang-Undang tindak Pidana Pencucian uang dan
Kumendong, SH,MH, Refly Singal, SH,MH Terorisme”. 2010. Hal.256
2 5
NIM: 090711467. Mahasiswa Fakultas Hukum http://nasional.kompas.com/read/2012/09/08/123
Universitas Sam Ratulangi, Manado. 10237/BNPT. Jangan samakan aksi terorisme dengan
3
Ibid. jihad.

124
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Dengan latar belakang yang telah panic, esp as a means of affecting political
diuraikan sebagaimana mestinya diatas conduct ”.6
maka dalam rangka penulisan skripsi,
penulis bermaksud untuk membahas pokok B. Analisa terhadap Prosedur Penanganan
tersebut dengan judul “Analisa Kasus Tindak Pidana dan Tersangkanya.
Penanganan Kasus Tindak Pidana Guna kepentingan pembelaan, tersangka
Terorisme menurut undang-undang No. 15 ataupun terdakwa yang berkebangsaan
tahun 2003”. asing yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi dan berbicara dengan
B. Perumusan Masalah perwakilan negaranya dalam menghhadapi
1. Bagaimanakah kewenangan lembaga- proses perkaranya (Pasal 57)7.
lembaga Negara yang khusus Tersangka atau terdakwa yang
menangani kasus Tindak pidana dikenakan penahanan berhak
terorisme di Indonesia? diberitahukan tentang penahanan atas
2. Bagaimanakah Prosedur Penanganan dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada
kasus Tindak Pidana Terorisme di semua tingkatan pemeriksaan dalam proses
Indonesia ? peradilan, kepada keluarganya atau kepada
orang lain serumahnya atau orang lain yang
C. Metode Penelitian bantuannya dibutuhkan oleh tersangka
Penelitian ini merupakan penelitian atau terdakwa untuk mendapat bantuan
normatif, untuk menghimpun data yang hukum atau jaminannya bagi
diperlukan telah menggunakan metode penangguhannya (Pasal 59)8.
penelitian kepustakaan ( Library research ), Tersangka atau terdakwa berhak
yaitu mempelajari buku-buku hukum, menghubungi dan menerima kunjungan
himpunan peraturan perundang-undangan, dari pihak yang mempunyai hubungan
artikel-artikel hukum, jurnal hukum dan kekeluargaan atau lainnya dengan
berbagai sumber tertulis lainnya. tersangka atau terdakwa guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan
TINJAUAN PUSTAKA penahanan ataupun untuk usaha
A. Pengertian Terorisme mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60)9.
Istilah kata Terorisme dalam bahasa Tersangka atau terdakwa berhak
inggris disebut Terorism yang berasal dari menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi
kata “Terror” dan pelakunya disebut “ sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP
Terrorist ”. Berdasarkan Oxford Paperback dan selanjutnya (Pasal 68)10 .Dan semua
Dictionary, terror secara bahasa diartikan peraturan dalam pelaksanaan tata cara
sebagai “Extreme fear” (Ketakutan yang tersebut diatas terdapat pada kitab
luar biasa), “Terrifying person of thing ” ( undang-undang hukum acara pidana dan
Seseorang atau sesuatu yang mengerikan) , penjelasannya tertulis lengkap dan cukup
Sedangkan “Terrorism” berarti “use of jelas, dan disitu dijelaskan bagaimana tata
violence and intimidation, especially for cara atau prosedur dalam menangani
political purpose ” yang senada dengan perkara terhadap siapa saja yang menjadi
pengertian di atas, Black’s Law tersangka dan yang pada akhirnya akan
mendefinisikan terorisme sebagai “the us
of threat of violence to intimidate or cause 6
Hukum Pidana Terorisme. Graha Ilmu. Hal. 61.
7
Ibid.
8
Op.Cit.
9
KUHAP. Pustaka Mahardika. Hal.189-191
10
Ibid.

125
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

menjadi seorang terpidana yang harus Antara lain dari pihak kepolisian ada tim
diproses sebagaimana mestinya sesuai khusus penanggulangan Tindak Pidana
hukum yang berlaku di Indonesia. terorisme yakni Tim DENSUS 88 Anti Teror
Disini penulis mengaitkan tentang dari kepolisian, detasemen 81 yang
pengertian tersangka dan terdakwa dengan tergabung dalam Kopassus (Komando
menitik beratkan kepada masalah pasukan khusus), pasukan elit TNI AD, TNI
terorisme. Sesuai dengan UU No. 15 Tahun AL, ada Detasemen Jamangkara (Denjaka),
2003 yang menangani masalah yang tergabung dalam korps mariner, TNI
Pemberantasan tindak Pidana Terorisme itu AU, ada Detasemen Bravo (Denbravo), yang
sendiri mempunyai cara tersendiri dalam tergabung dalam paskhas TNI AU, pasukan
masalah penanganan tersangka ataupun elit TNI AU sedangkan Badan Intelijen
terdakwa kasus tindak pidana terorisme Negara atau disingkat BIN juga memiliki
tersebut. Seperti dalam perlindungan Hak desk gabungan yang merupakan
asasi Manusia tersangka ataupun terdakwa representative dari kesatuan anti-terror.
dalam hukum acara pidana khusus dan Pemerintah pada saat ini menempatkan
yang ada dalam KUHAP. pasukan milik TNI berada dibelakang tim
Konsepsi HAM menurut Jan Materson11, anti-teror milik Polri. Detasemen khusus 88
HAM merupakan hak-hak yang melekat menjadi Leading Sector dalam operasi
pada manusia yang tanpanya manusia penaggulangan tindak pidana terorisme di
mustahil dapat hidup sebagai manusia. Indonesia. Jika dilihat Densus 88 sendiri
Menurut Burhanuddin Lopa, pada kalimat lebih mirip seperti GIGN dan GSG-9 yang
“mustahil dapat hidup dengan manusia” dicontohkan pada penjelasan di atas.
hendaklah diartikan “ mustahil dapat hidup Penempatan Densus 88 sebagai garda
sebagai manusia yang bertanggung jawab”. depan penanggulangan tindak pidana
Konsepsi HAM sendiri memiliki dua terorisme ini kadang menimbulkan
dimensi ( Dimensi Ganda ), yaitu: Dimensi kecemburuan di antara kesatuan-kesatuan
Universalitas dan dimensi Kontekstualitas. anti-teror lainnya. Kondisi ini bahkan
Dua dimensi inilah yang memberikan seringkali mengarah ke konflik terbuka
pengaruh terhadap pelaksanaan ide-ide antara kesatuan anti-teror di lapangan,
HAM di dalam komunitas kehidupan khususnya terkait dengan penaganan
masyarakat, bangsa dan Negara, tidak Seperatism di Aceh dan Papua, serta konflik
terkecuali Indonesia.12 komunal seperti di Poso dan Maluku,
dimana densus 88 Anti terror Polri, karena
PEMBAHASAN berada dibawah Ditserse Polda, maka
A. Kewenangan Lembag-lembag Negara dilibatkan juga pada operasional kasus-
yang khusus menangani Tindak Pidana kasus tersebut pada penjelasan. Padahal,
Terorisme. bila mengacu kepada UU No 2 Tahun 2002
Dalam permasalahan penyelidikan dan tentang Polri atau dalam Susunan dan
penyidikan mengenai kasus Tindak Pidana kedudukan Kepolisian Negara Republik
terorisme ini di Indonesia mempunyai Indonesia yang tercantum pada BAB II Pasal
badan-badan atau lembaga-lembaga tinggi 6, Pasal 7, Pasal 8 Pasal 9 dan Pasal 10 UU
Negara yang dikhususkan untuk No.2 Tahun 2002 tersebut13. dan UU No.34
menjalankan prosedur dari pada kasus ini Tahun 2004 tentang TNI separatism
dan juga memiliki wewenang tersendiri. menjadi titik temu tugas antara TNI dan
11
Ari.Wibowo. Hukum Pidana Terorisme. Graha
13
Ilmu. Hal. 41-42. Undang-Undang dan Peraturan tentang Kepolisian
12
Ibid. Negara Republik Indonesia. Visimedia. Hal.13-16.

126
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

POLRI. Dimana TNI menjadi unsur utama, penyidikan masih banyak kasus-kasus yang
dan Polri menjadi unsur pendukung. Selama belum tahu jelas duduk persoalannya
ini penugasan dari terhadap aksi terror ataupun belum ada bukti permulaan yang
terkait separatism adalah oleh Brimob Polri, cukup. Akibat dari itu maka pemerintah
dengan Unit wanteror dan Gegana14. Indonesia masih sulit untuk memutuskan
Adapun secara struktural, Densus 88 tentang ancama hukuman yang tepat dan
anti-teror tingkat pusat berada dibawah akan menjerat para pelaku pemboman ini
Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM) dan masih diberikan status tersangka.
Mabes Polri Dipimpin oleh Komandan Densus 88 yang notabene dibawah
Detasemen berpangkat Brigjen Polisi dan naungan Kepolisian Negara Republik
dibantu oleh wakil detasemen (Waden). Indonesia justru mempunyai peran penting
Sedangkan pada tingkat Polda, Densus 88 dalam penyidikan disamping mendapat
berada dibawah Direktorat Serse (Dit Serse) bantuan dari pihak yang lain. Lain halnya
dipimpin oleh komandan berpangkat dengan lembaga yang lain yang merupakan
Perwira menengah Polisi (Pamen Pol). gabungan dari berbagai instansi atau alat
Dalam pembentukan detasemen Anti Teror Negara yang berwenang untuk
ini menpunyai landasan hukum. Detasemen menyelesaikan masalah terorisme ini. Ada
ini digagas pada tahun 2003 oleh Jendral tiga alasan mengapa Polri yang diberikan
Polisi Da’I Bachtiar dengan skep Nomor kewenangan utama dalam pemberantasan
30/IV/2003 tanggal 30 Juni 2003. Alasan tindak pidana terorisme, yakni:
utama pembentukan Denssus 88 Anti-teror Pertama, pemberian kewenangan utama
ini adalah untuk menaggulangi pemberantasan tindak pidana terorisme
meningkatnya kejahatan terorisme di merupakan strategi pemerintah untuk
Indonesia, khususnya aksi terror dengan dapat berpartisipasi dalam perang global
modus peledakan bom. melawan terorisme, yang salah satunya
Dalam menjalankan operasinya, adalah mendorong penguatan kesatuan
komandan densus 88 memiliki empat pilar khusus anti terorisme yang handal dan
pendukung setingkat Sub-Detasemen, yakni profesional, dengan dukungan peralatan
subden bantuan yang bekerja dibawah yang canggih dan SDM yang berkualitas.
naungan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kedua, kejahatan terorisme merupakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tindak pidana yang bersifat khas, lintas
Pasal 13 UU Kepolisian dan ketertiban negara (borderless) dan melibatkan banyak
masyarakat, penegak hukum, memberikan faktor yang berkembang di masyarakat.
perlindungan, pengayoman dan pelayana Terkait dengan itu terorisme dalam konteks
kepada masyarakat terkhususnya mengenai Indonesia dianggap sebagai domain
aksi teror tersebut15. Akan tetapi sering kriminal, karena cita-cita separatisme
terjadi kejanggalan atau ketidak sebagaimana konteks terorisme dulu tidak
sempurnaan dalam masalah penyelidikan lagi menjadi yang utama, tapi
daripada setiap kasus-kasus terorisme ini. mengedepankan aksi terror yang
Kendala-kendala yang terjadi kebanyakan mengganggu keamanan dan ketertiban,
terdapat pada tingkat kesulitan medan atau serta mengancam keselamatan jiwa dari
tempat penyelidikan dan dalam masalah masyarakat. Karenanya terorisme
dimasukkan ke dalam kewenangan
14
Galih Priatmodjo.Densus 88, The Under cover kepolisian16. Ketiga, menghindari sikap
squad. Hal. 82-83. resistensi masyarakat dan internasional
15
Undang-Undang dan Peraturan tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Visimedia. Hal.13-16.
16
Ibid. Visi Media.

127
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

perihal pemberantasan terorisme jika notabene tugasnya sama dengan


dilakukan oleh TNI dan intelijen. Detasemen 88 Polri. Tugas Pasukan
sebagaimana diketahui sejak Soeharto dan Penanggulangan Teror dari Batalyon
rejimnya tumbang, TNI dan kemudian Infanteri Raider adalah sebagai unsur
lembaga intelijen dituding sebagai institusi penindak dan pemukul bereaksi cepat
yang mem-back up kekuasaan Soeharto. ditingkat Komando Daerah Militer (Kodam)
Sehingga pilihan mengembangkan kesatuan di seluruh wilayah Indonesia. Pasukan ini
anti terror yang professional akhirnya adalah dikhususkan untuk menanggulangi
berada di kepolisian, dengan masalah keamanan khususnya masalah
menitikberatkan pada penegakan hukum, teror di tingkat propinsi di bawah komando
pemeliharaan keamanan dan ketertiban Panglima Kodam (Pangdam). Dengan
masyarakat dalam rangka terpeliharanya kemampuan tiga kali lipat yang lebih dari
Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri), Batalyon Infanteri biasa lainnya,
sebagaimana yang ditegaskan dalam UU diharapakan segala macam bentuk
No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, khususnya ancaman yang ada disekitar wilayah Kodam
Pasal 2,4, dan 517. Dengan alasan tersebut , dapat dituntaskan dengan cepat senyap
keberadaan Densus 88 AT Polri harus dan tepat pada sasaran, khususnya
menjadi kesatuan professional yang masalah-masalah yang terkait dengan
mampu menjalankan perannya dengan baik keamanan bersifat terorisme. Dalam
sesuai dengan tugas dan fungsinya keadaan tertentu Pasukan ini siap
sebagaimana ditegaskan pada awal diterjunkan untuk membantu Polri dalam
pembentukan. Bila merujuk pada Skep mengatasi gangguan keamanan dan
Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 30 Juni ketertiban masyarakat di tingkat provinsi
2003 maka tugas dan fungsi dari Densus 88 berdasarkan perintah Panglima Kodam
AT Polri secara spesifik untuk yang diteruskan pada Komandan Batalyon
menanggulangi meningkatnya kejahatan Raider setempat18.
terorisme di Indonesia, khususnya aksi Tugas pokok dari Detasemen Jala
terror dengan modus peledakan bom. Mangkara Korps Marinir Tentara Nasional
Dengan penegasan ini berarti Densus 88 AT Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) adalah
Polri adalah unit pelaksana tugas melaksanakan pembinaan kemampuan dan
penanggulangan terror dalam negeri, pengerahan kekuatan sebagai satuan
sebagaimana tertuang dalam UU Anti pasukan anti teror dalam rangka
Terorisme. melaksanakan tugas operasi
Selanjutnya untuk Detasemen 81 penanggulangan masalah terorisme,
memiliki tugas dan fungsi yang hampir sabotase dalam aspek kelautan di wilayah
sama dengan Detasemen 88 Polri, milik TNI Negara kesatuan republik Indonesia. Selain
seperti detasemen 81 kopassus, detasemen sebagai pasukan anti teror dalam
81 AD,AL, dan AU ini mempunyai tugas kewilayahan kelautan, pasukan ini juga
untuk pertahanan Negara dimana mereka dapat diandalkan kemampuannya di
menjaga kondisi Negara sehingga menjadi wilayah daratan, dalam berbagai macam
kondusif setiap saat. Seprti menjaga aksi bentuk terorisme dengan sasaran obyek
teririsme lewat udara,laut dan darat. gedung perkantoran, mall, kereta api,
Dengan mengacu pada ancaman alat-alat bandara penerbangan, terminal bus. Tugas
tempur milik Negara, sabotase pangkalan yang dibebankan pada pasukan Detasemen
udara,laut dan batas Negara. Yang
18
www. TNI.MIL.com. Keterlibatan TNI Dalam
17
Ibid. Memerangi Terorisme.

128
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Jala Mangkara Korps Marinir TNI-AL adalah bagian dari masyarakat dan bangsa
memukul dan melumpuhkan setiap memiliki tanggung jawab yang sama dalam
ancaman terorisme dalam aspek kelautan memerangi terorisme. Mengoptimalkan
di wilayah perairan Negara Kesatuan kembali peran Babinsa tidak perlu dicurigai
Republik Indonesia, tidak hanya wilayah secara berlebihan, dan yang jelas perannya
laut saja kemampuan pasukan Denjaka nanti untuk membantu aparat kepolisian.20
dalam wilayah daratanpun tindakan Masalah terorisme juga tidak lepas dari
terorisme mampu dilumpuhkannya19. pandangan Badan Intelijen Negara,
Detasemen Bravo 90 Korps Paskhas TNI- lembaga ini sengaja dibuat sebagai
AU menpunyai tugas pokok sebagai satuan pendukung kelancaran dari pada penganan
khusus anti teror dalam lingkungan TNI-AU tindak pidana terorisme ini yang bersifat
menangani masalah terorisme dalam aspek pre-emptif dan memiliki koridor hokum
kedirgantaraan yaitu melumpuhkan dan tersendiri. Intelijen sendiri terdiri dari
menumpas para pembajak pesawat kumpulan anggota TNI dan POLRI dan
terbang, sabotase dalam bandara lainnya yang sama-sama menjadi aktor
penerbangan dan perbutan kembali dalam pemberantasan terorisme ini dan
pangkalan udara yang dikuasai oleh musuh dibiayai oleh Negara dan bahkan oleh para
dan menyiapkan ladasan pendaratan pihak swasta yang notabene mendukung
pesawat rekan sekesatuan dalam kelancaran dari pada sistem penegakkan
lingkungan Tentara Nasional Indonesia. hokum di Indonesia khususnya masalah
Selaian itu Pasukan ini dapat diandalakan penanggulangan Terorisme ini.
kemampuannya dalam misis-misi rahasia UU Intelijen yang telah selesai dibahas
bersifat intelijen bahkan melakuan oleh Panitia Kerja Komisi I DPR belum
penyergapan terhadap ancaman teror di mengakomodasi norma-norma HAM. UU
dalam wilayah daratan dalam lingkup Intelijen tersebut masih belum sesuai
perkotaan termasuk wilayah hutan dengan norma umum HAM, baik nasional
belantara dan perairan. Kemampuan maupun internasional. Tercatat dari
penguasaan medan ini didapat dari Komnas HAM terdapat beberapa hal yang
pelatihan kerjasama unit anti teror antar krusial dari draft terakhir RUU Intelijen yang
Kesatuan di lingkungan TNI seperti Satuan perlu diperbaiki, antara lain21:
81 Gultor Kopassus TNI-AD dan Detasemen Pertama, Pasal 1 ayat 8 dan Pasal 3
Jala Mangkara Korps Marinir dari TNI-AL. tentang keamanan nasional (Kamnas),
Kewenagan dari pada pasukan khusus pada karena tidak ada pengertian yang jelas
penjelasan tadi hanya sebatas pada mengenai Kamnas. Karena pengertian
masalah pertahanan Negara dan untuk Kamnas tidak boleh direduksi menjadi
masalah terorime ini TNI hanya dapat keamanan pemerintah. Dalam prinsip
melakukan penangkapan saja. Atau hanya Johanesburg Ke-1, menyatakan,
sampai pada proses penangkapan dan bisa pembatasan HAM yang dijustifikasi dengan
juga dalam proses penahanan sementara alasan keamanan nasional tidak sah bila
sampai nantinya para tersangka akan tujuannya untuk melindungi yang tidak ada
diberikan oleh pihak Kepolisian dalam hubungannya dengan keamanan nasional,
proses penyidikan lebih lanjut. termasuk melindungi pemerintah dari
Keikutsertaan TNI dalam
pemberantasan terorisme merupakan 20
www. TNI.MIL.com. Keterlibatan TNI Dalam
upaya preventif. TNI yang merupakan Memerangi Terorisme.
21
www. Geogle.Com. Posted by Farah Fitriani. Di
unduh pada 9 Februari 2012.
19
Ibid.

129
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

kesalahannya. Kedua, Pasal 32 tentang UU Anti Teroris adalah wewenang penegak


penyadapan. Kewenangan penyadapan hukum, yakni POLRI yang didalamnya
seharusnya diberlakukan dalam situasi terdapat satuan tugas yaitu DENSUS 88 Anti
khusus dengan payung hukum yang jelas, Teroris. upaya pemerintah untuk
seperti dalam situasi darurat sipil atau melakukan penguatan kewenangan
darurat militer atau darurat perang yang intelijen melalui pembahasan UU Intelijen
penetapannya melalui payung hukum. Negara dalam rangka pemberantasan
Restriksi ini perlu dijabarkan lebih detil dan teroris justru mempersempit makna dan
tidak bisa diterima dalam kondisi negara tujuan dari perlunya pengaturan intelijen
tertib sipil. Dan satu hal lagi, hasil dalam peraturan perundang-undangan.
penyadapanpun tidak bisa digunakan Seharusnya UU ini tidak memberikan
sebagai barang bukti. Ketiga, mengenai kesempatan atau ruang bagi aparat
pengawasan eksternal terhadap intelijen. intelijen untuk menggunakan kewenangan
RUU Intelijen belum mengakomodasi yang dimiliki aparat penegak hukum.
tentang diperlukannya pengawasan Keinginan intelijen untuk memiliki
terhadap operasi intelijen yang tidak hanya kewenangan khusus dengan melakukan
dilakukan oleh DPR, namun perlu dibentuk pelanggaran hukum dan HAM, katanya,
suatu Komisi Pengawas Intelijen. Sesuai merupakan suatu bukti bahwa intelijen
dengan kewajiban anggota intelijen sama masih menggunakan paradigma intelijen
seperti halnya dengan hak anggota intelijen otoriter. Karena itu, pemerintah dan DPR
Negara, dirumuskan dalam bagian dua RUU seharusnya tetap mengacu pada aturan
tentang intelijen Negara, perbedaanya hukum dan HAM dalam membahas
hanya terletak pada penempatan pasalnya kewenangan intelejen pada RUU Intelejen
saja. Jika hak anggota intelijen Negara Negara. Pemerintah dan DPR juga harus
diatur didalam pasal 16, maka kewajiban tetap berpegang pada semangat reformasi
intelijen Negara diatur pada pasal 17.22 intelejen. Desakan untuk memberikan
Terkait masa retensi dalam Pasal 25 itu, kewenangan lebih kepada intelejen untuk
masa retensi yang tidak membagi dan menangkap, menahan, melakukan
mengkualifikasi jenis rahasia intelijen dapat interogasi dan menyadap, haruslah ditolak,
berpotensi melanggar norma HAM dan karena hal tersebut sudah masuk dalam
menghambat kinerja Komnas HAM sebagai ranah penegakan hukum. “Aparat intelejen
institusi negara. Masa retensi yang terlalu adalah aparat extra judicial, sehingga tidak
panjang, yakni 25 tahun akan menghalangi diperkenankan untuk masuk ke dalam
upaya penyelidikan yang dilakukan Komnas ranah hukum,” Selain itu, terdapatnya Pasal
HAM terkait adanya dugaan pelanggaran dalam RUU Intelijen yang mengatur bahwa
HAM. Keempat, pengubahan kewenangan intelijen memiliki kewenangan dan tugas
penangkapan menjadi penggalian informasi untuk melakukan pengamanan dan
dalam pasal 31 akan menimbulkan masalah penyelidikan, tanpa ada penjelasan yang
baru karena masih belum jelas, apakah lebih lanjut dan rinci tentang peristilahan
intelijen melakukan penangkapan, itu, sehingga jelas ketentuan ini bersifat
pemeriksaan intensif atau interogasi. Ini karet dan multitafsir. Intelijen Negara,
akan membelengu kebebasan sipil. secara ideal-teoretis, sesungguhnya tidak
Ditambah lagi seperti yang kita tahu bahwa memiliki kewenangan untuk melakukan
wewenang penangkapan yang diatur dalam penegakkan hokum. Institusi Negara ini
hanya memberikan warning atau
22
peringatan kepada user Negara terhadap
Ismantoro Dwi Yuwono, SH. Kupas tuntas Intelijen
Negara dari A sampai Z. SH. hal.83

130
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

adanya ancaman, baik yang berasal dari keras telah melakukan Tindak Pidana
dalam negeri maupun dari luar negeri.23 berdasarkan Bukti permulaan yang cukup.
Mereka menilai penolakan mekanisme Mengenai batasan dari pengertian Bukti
penyadapan melalui ijin pengadilan oleh Permulaan itu sendiri, hingga kini belum
intelijen sebagaimana dimaksud dalam ada ketentuan yang secara jelas
penjelasan Pasal 31 RUU Intelijen, telah mendefinisikannya dalam Kitab Undang-
mengancam hak privasi warganegara dan Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
rentan untuk disalahgunakan oleh menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana.
kekuasaan (abuse of power). Maka dapat Masih terdapat perbedaan pendapat di
disimpulkan bahwa RUU Intelijen Negara antara para penegak hukum. Sedangkan
yang telah disetujui oleh DPR ini, terutama mengenai Bukti Permulaan dalam
dalam hal kewenangan untuk melakukan pengaturannya pada Undang-Undang
pemberantasan terorisme, belum cukup fit Nomor 15 Tahun 2003 tentang
and proper untuk disahkan menjadi UU24. Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
Informasi intelijen tak bisa dijadikan alat pasal 26 berbunyi:
bukti untuk melakukan penangkapan 1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan
terhadap pelaku teror. Sebagaimana yang cukup, penyidik dapat
pengertian tersebut di atas, maka menggunakan setiap Laporan Intelijen.
pengaturan pasal 25 Undang-Undang 2. Penetapan bahwa sudah dapat atau
Nomor 15 tahun 2003 tentang diperoleh Bukti Permulaan yang cukup
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus harus dilakukan proses pemeriksaan
Tindak Pidana Terorisme, hukum acara oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan
yang berlaku adalah sebagaimana Negeri.
ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 3. Proses pemeriksaan sebagaimana
1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
Undang-Undang Hukum Acara secara tertutup dalam waktu paling
Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan lama 3 (tiga) hari.
Undang-Undang khusus ini tidak boleh 4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana
bertentangan dengan asas umum Hukum dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
Pidana dan Hukum Acara Pidana yang telah adanya Bukti Permulaan yang cukup,
ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat maka Ketua Pengadilan Negeri segera
isi ketentuan beberapa pasal dalam memerintahkan dilaksanakan
Undang-Undang tersebut yang merupakan Penyidikan25.
penyimpangan asas umum Hukum Pidana Intelijen negara perlu diberi wewenang
dan Hukum Acara Pidana. Penyimpangan penangkapan yakni dalam rangka
tersebut mengurangi Hak Asasi Manusia ”mencegah” atau ”menanggulangi”
apabila dibandingkan asas-asas yang kejahatan terorisme. Padahal Negara
terdapat dalam Kitab Undang-Undang memiliki kualitas aparat kepolisian. Struktur
Hukum Pidana (KUHP). Pasal 17 Kitab komando dan infrastruktur kepolisian
Undang-Undang Hukum Acara (Polri) sudah terbentuk, dari tingkat pusat
Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa (Markas Besar) Kepolisian RI; ditingkat I
perintah Penangkapan hanya dapat (Mapolda); ditingkat II (Mapoltabes;
dilakukan terhadap seseorang yang diduga Polresta dan Mapolres), selanjutnya di
tingkat yang lebih rendah lagi (Mapolsekta
23
Ibid. Ismantoro Dwi Yuwono hal. 113-114.
24 25
Ibid. Ibid. Ismantoro Dwi Yuwono.

131
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

dan Polsek). Selain itu, kepolisian RI paling namun hanya penyidik dan aparat
tidak telah memiliki 2 badan yang berkaitan kepolisian yang diberi perintah penyidik
dengan pencegahan dan penanggulangan dapat melakukan penangkapan.Urusan
”terorisme”, yakni Direktorat VI/Anti Teror, penangkapan dalam tubuh kepolisian,
yang dipimpin seorang Brigadir Jenderal dilakukan oleh aparat yang memang
(Pol) dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror, memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang juga dikepalai Brigadir Jenderal (Pol). yang berhubungan dengan penyidikan serta
Setidaknya ada 3 permasalahan pokok yang mempunyai kecakapan dan kemampuan
dikandung dalam kewenangan untuk melakukan tugas penyidikan, dalam
penangkapan oleh ”intelijen negara”, yakni hal ini aparat kepolisian yang dididik
wewenang penangkapan merupakan sebagai “reserse”. Hal ini diatur agar tidak
bagian dari proses penegakan hukum, di terjadi penangkapan sewenang-wenang,
luar itu penangkapan yang dilakukan dapat kecuali penangkapan saat pelaku kejahatan
disebut sebagai penangkapan dan tertangkap tangan. Secara singkat, hukum
penahanan sewenang-wenang (arbitrary internasional hak asasi manusia,
arrest and detention). Permasalahan pokok memberikan jaminan hak asasi manusia:
pertama, karena aparat badan intelijen “tidak seorang pun dapat ditangkap dan
bukanlah aparat penegak hukum, maka ditahan secara sewenang-wenang”.
kewenangan ini bertentangan prinsip due Karenanya, disiplin hukum hak asasi
process of law. Karenanya, tidak manusia baik hukum internasional dan
mengherankan praktik badan intelijen yang regional, banyak menetapkan instrumen
menangkap orang secara sewenang- hak asasi manusia berkaitan dengan
wenang dan tanpa adanya penangkapan seseorang. Hanya petugas
pertanggungjawaban selalu terjadi, sejak penegak hukum yang berkompeten dan
zaman Orde Baru. Kedua, masalah dualisme yang diberikan otoritas – memiliki code of
kewenangan antara kepolisian dengan conduct – yang dapat melakukan
badan intelijen. Masalah ini, pernah penangkapan, serta kewenangan yang
disampaikan oleh Wakil Presiden Hamzah diberikan mesti dapat
Haz pada masa pemerintahan Megawati. dipertanggungjawabkan melalui prosedur
Hamzah ketika itu sempat menyatakan hukum. Di Indonesia, pengadilan negeri,
kewenangan melakukan penangkapan, jika adalah institusi yang diberikan kewenangan
diberikan kepada badan intelijen, akan untuk memeriksa dan memutus sah atau
melahirkan kontroversi yang dapat tidaknya penangkapan yang dilakukan
meresahkan masyarakat serta penyelidik dan penyelidik serta memutus
menimbulkan ketidakpastian hokum. ganti kerugian terhadap korban
Masalah pokok ketiga, masalah penangkapan yang sewenang-wenang yang
akuntabilitas. Badan intelijen, bukanlah telah dilakukan aparat penegak hukum.
aparat yang berstatus penegak hukum. Di Dalam menjalankan tugasnya intelijen bisa
Indonesia, berdasarkan UU, penegak melakukan penangkapan dengan
hukum adalah status yang diberikan kepada melakukan koordinasi dengan kepolisian.
perangkat dalam proses peradilan dan atau Sebab, penangkapan itu merupakan bagian
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan dari upaya penegakan hukum yang
kehakiman: hakim, jaksa, polisi dan merupakan kewenangan polisi. Intelijen
advokat. Dalam KUHAP26, walaupun tidak untuk menangkap, memeriksa sendiri.
penyelidik adalah semua aparat kepolisian, Batasan intelijen terukur, menjunjung tinggi
HAM, jadi tidak sewenang-wenang
26 menangkap dan menahan orang. Karena
Ibid. Pustaka Mahardika.

132
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

menangkap dan menahan orang itu pidana tertentu berdasarkan undang-


merupakan kewenangan polisi. Pemberian undang, dan melengkapi berkas perkara
kewenangan menangkap kepada lembaga tertentu dan untuk itu dapat melakukan
intelijen tersebut sama saja melegalisasi pemeriksaan tambahan sebelum
kewenangan penculikan di dalam undang- dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
undang intelijen, mengingat kerja intelijen pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
yang rahasia dan tertutup. Kami penyidik. Berdasarkan ketentuan dalam
menegaskan bahwa kewenangan Pasal 30 ayat (1) dapat kita lihat bahwa
penangkapan sebagai bentuk upaya paksa tugas dan wewenang Kejaksaan memang
dalam proses penegakan hukum hanya bisa sangat menentukan dalam membuktikan
dan boleh dilakukan oleh aparat penegak apakah seseorang atau korporasi terbukti
hukum, diantaranya Polisi, Jaksa dan melakukan suatu tindak pidana atau tidak.
lembaga penegak hukum lainnya, seperti Selain tugas dan wewenang yang diatur
Terorisme, sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 30 ayat (1), maka
KUHAP dan peraturan lainnya. Dalam dimungkinkan pula Kejaksaan diberikan
konteks itu, badan intelijen negara maupun tugas dan wewenang tertentu berdasarkan
intelijen militer bukanlah bagian dari aparat Undang-Undang yang lain selain Undang
penegak hukum, sehingga adalah salah dan Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
keliru apabila mereka diberikan Republik Indonesia misalnya dalam
kewenangan menangkap. Body of Principle Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003
for the Protection under Any Form of Tentang Tindak Pidana Terorisme. Hal ini
Detention or Imprisonment. Mengenai diatur dalam Pasal 32 Undang Nomor 16
wewenang kejaksaan yang diatur dalam Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Indonesia yang tertulis :
Kejaksaan Republik Indonesia, terdapat “Di samping tugas dan wewenang tersebut
beberapa bidang di antaranya bidang dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat
pidana, perdata dan tata usaha negara diserahi tugas dan wewenang lain
serta bidang ketertiban dan kesejahteraan berdasarkan undang-undang”28.
umum namun penulis hanya membatasi Dalam hal penuntutan pihak
pada persoalan kewenangan di bidang Kejaksaan sebagai Penuntut Umum setelah
pidana. Tugas dan Wewenang Kejaksaan menerima berkas atau hasil penyidikan dari
dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 penyidik segera setelah menunjuk salah
ayat (1) Undang Nomor 16 Tahun 2004 seorang jaksa untuk mempelajari dan
Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menelitinya yang kemudian hasil
tertulis27 : penelitiannya diajukan kepada Kepala
Melakukan penuntutan, keJaksaan Negeri (KAJARI). Menurut Leden
Melaksanakan penetapan hakim dan Marpaung (1992:19-20) bahwa ada
putusan pengadilan yang telah beberapa hal yang perlu diperhatikan
memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam proses penuntutan yaitu29 :
Melaksanakan pengawasan putusan pidana 1. Mengembalikan berkas perkara kepada
bersyarat, putusan pidana, pengawasan, penyidik karena ternyata belum lengkap
dan keputusan lepas bersyarat, dan disertai petunjuk-petunjuk yang akan
melakukan penyidikan terhadap tindak dilakukan penyidik (prapenuntutan)

27
Ray Pratama Siadari, SH. Tugas dan Wewenang
Kejaksaan. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pratama.
28
2012.Hlm.1. Ibid. Ray Pratama Siadari, SH
29
Ibid.Ray Pratama Siadari, SH. Hal.1.

133
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

2. Melakukan penggabungan atau Badan Nasional Penanggulangan


30
pemisahan berkas. Terorisme (BNPT) sendiri menguraikan
3. Hasil penyidikan telah lengkap tetapi tentang tatacara perlindungan terhadap
tidak terdapat bukti cukup atau saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim
peristiwa tersebut bukan merupakan dalam perkara Tindak Pidana Terorisme.
tindak pidana dan selanjutnya Dijelaskan pada pasal 1, pasal 12 sampai
disarankan agar penuntutan dihentikan. pasal 19 dan dalam hal saksi yang
Jika saran disetujui maka diterbitkan didatangkan dari luar Wilayah Republik
surat ketetapan. Atas surat ketetapan Indonesia diterangkan pada pasal 10, pasal
dapat diajukan praperadilan. 11, dan pasal 12 UU No.24 tahun 200331.
4. Hasil penyidikan telah lengkap dan Dari urauan di atas menyangkut masalah
dapat diajukan ke pengadilan Negeri. proses penyelidikan, penyidikan,
Dalam hal ini KAJARI menerbitkan surat penahanan, penangakapan, pembuatan
penunjukan Penuntutan Umum. berita acara terpola menjadi unsur
Penuntut umum membuat surat suplement di antara ketentuan-ketentuan
dakwaan dan setelah surat dakwaan Hukum Acara Pidana tersebut. Dalam hal ini
rampung kemudian dibuatkan surat mengenai prosedur penanganan kasus
pelimpahan perkara yang ditujukan tindak pidana terorisme ini,segala proses
kepada Pengadilan Negeri. yang akan dilewati oleh lembaga-lembaga
Selain tugas dan wewenang Kejaksaan yang terkait seperti Densus 88 polri,
yang diatur dalam Undang Nomor 16 Tahun Detasemen 81 TNI dan Badan Intelijen
2004 Tentang Kejaksaan Republik Negara, serta lembaga atau badan-badan
Indonesia, juga di dalam KUHAP diatur lain yang menaggulangi permasalahan
tugas dan kewenangan tersebut. Setelah di terorisme ini harus dilaporkan atau
adakan evaluasi oleh Lembaga tinggi meminta pertimbangan kepada Badan
Negara atau oleh lembaga ekssekutif dalam Nasional Penanggulanagan Terorisme yang
hal ini Presiden Republik Indonesia notabene di buat sebagai wadah
mengeluarkan Peraturan baru mengenai penampung serta suatu lembaga yang
masalah penerepan prosedur penaganan sengaja di buat dalam rangka pertimbangan
tindak pidana terorisme ini. Peraturan dalam pengambilan keputusan mengenai
tersebut yakni Peraturan Presiden Republik ancaman hukuman mengenai pelaku
Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 tentang terorisme tersebut,dan seluhuh proses
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme penyidikan di ambil alih oleh Kepolisian
yang ditetapkan pada tanggal 16 Juli 2010 Negara Republik Indonesia yakni Badan
oleh Presiden Republik Indonesia bapak DR. Reserse Kriminal (BARESKRIM) dan segala
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO. Badan keputusan berada di tangan hakim sesuai
ini dibuat sebagai forum koordinasi antara dengan pertimbangan dari Badan Nasional
lembaga-lembaga lain mengenai Penanggulangan Terorisme yang tercantum
pemberantasan terorisme di Indonesia pada UU N0. 8 tahun 1981 mengenai
yang dilaksanakan secara berkala dan hasil Hukum Acara Pidana yang juga menjadi
dari pada keputusan mengenai ancaman dasar penerapan hukum di Indonesia32.
hukuman terhadap masalah Tindak Pidana
Terorisme harus melewati pertimbangan
dari Badan ini. 30
Himpunan peraturan perundang-undangan”
Undang-Undang tindak Pidana Pencucian uang dan
Terorisme”. 2010. Hal.256.
31
Ibid. Hal. 256.
32
Ibid. Hal. 256.

134
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Kedudukan UU No.15 tahun 2003 tentang


B. Prosedur Penanganan Kasus Tindak pemberantasan tindak pidana terorisme
Pidana Terorisme di Indonesia . yang telah mencapai prosesi legalitas,
Kasus terorisme tergolong dalam kemudian mendudukan asas-asas Hukum
kategori tindak pidana khusus, acara pidana semakin prospektif. Rumusan
sebagaimana sifat dari hukum itu sendiri UU.No.15 tahun 2003 dalam proteksi
bahwa menciptakan suatu sistem yang hukum acara pidana dapat disebut sebagai
struktural harus diutamakan berfungsinya hukum acara pidana terorisme yang
unsur legalitas yang menjadi dasar khususnya mengatur pemberantasan tindak
peletakan sanksi, menghilangkan resiko pidana terorisme dengan segala fenomena
korban dan lain-lain dari pembatasan yuridis dan keutamaan legalitas dalam
formal dalam proses hukum pidana dan menangani kejahatan-kejahatan tentang
hukum acara pidana pada dasarnya terorisme. Ketentuan peradilan terorisme
mengikuti ketentuan yang menjadi esensi dengan adanya UU No.15 tahun 2003
utama dari ketentuan hukum pidana dan tentang pemberantasan tindak pidana
hukum acara pidana sebagai penjelasan terorisme adalah menjadi Hukum acara
yang konkrit dari pasal demi pasal yang pidana terorisme yang diposisikan sebagai
terdapat dalam kitab undang hukum pidana ketentuan asas lex spesialis derogat,lex
itu sendiri. Ketentuan-ketentuan tersebut spesialis general. Kedudukan UU No.15
dikarenakan sifatnya yang proporsional tahun 2003 tentang pemberantasan
yang terdapat dalam hukum pidana dan terorisme tidak disebutkan sebagai hukum
juga terdapat dalam hukum acara pidana. acara pidana terorisme, bentuk penafsiran
Itu juga disebabkan karena hukum dan pemaknaan menjadi undang-undang
mengenai penanganan terorisme itu sendiri organik dari eksistensi adanya UU No.8
sebagai subsistem hukum dan tujuan tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
hukum pidana pada umumnya yang baru hukum acara pidana. Dengan demikian,
disosialisasikan. Dimulainya perumusan UU penerjemahan UU No.15 tahun 2003
No.15 tahun 2003 tentang pemberantasan menjadi bagian pokok Hukum Acara Pidana
tindak pidana terorisme di indonesia terjadi mengenai Terorisme yang positif. Funsi-
babak pencerahan bagi sistem hukum di fungsi badan-badan peradilan umum yang
Indonesia yang mengkhususkan ketentuan beracara tidak dapat ditafsirkan berbeda,
dasar sebagai ketentuan Hukum Acara tetapi menjadi propesi kelengkapan
Pidana Terorisme yang persuasif dan didalam menentukan Hukum Acara Pidana
kondusif. Pengkajian dalam hal asas-asas yang lebih sempurna terhadap penerapan
hukum pidana dan hukum acara pidana sistem Hukum Acara Pidana di Indonesia.
semakin rasional dari sistem politik hukum Dalam penerapan sistem hukum di
di Indonesia. Kepentingan hukum acara Indonesia khususnya masalah terorisme ini
pidana menjadi sentral dalam hal badan legislatif kita termasuk juga presiden
merumuskan tujuan hukum, demokratisasi Republik Indonesia yakni ibu Megawaati
hak asasi manusia (HAM) sebagai citra Soekarno Putri merevisi UU No.15 tahun
supremasi hukum dalam masyarakat. 2003 dengan penetapan peraturan
Ketentuan yang mengikat dari asas hukum pemerintah pengganti undang-undang
acara pidana tetap menjadi proporsional nomor 1 tahun 2002 menjadi Undang-
dalam undang-undang no.15 tahun 2003 Undang pada tanggal 4 april 2003 yang
tentang pemberantasan tindak pidana didampingi oleh sekertaris negara Republik
terorisme dengan ketentuan asas lex Indonesia bapak Bambang Kesowo dalam
spesialis de rogat,lex spesialis general.

135
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

lembaran negara Republik Indonesia tahun mengacu pada konvensi internasional


2003 nomor 45. dan peraturan prundang undangan
Adapun yang menjadi bahan nasional yang berkaitan dengan
pertimbangan, sumber hukum yang terorisme, presiden Republik Indonesia
menjadi landasan hukum penetapan telah menetapkan peraturan
undang-undang ini,serta keputusan yang pemerintah Pengganti Undang-Undang
diambil yakni sbb33 : Nomor 1 tahun 2002 tentang
Dalam proses menimbang: Pemberantasan Tindak Pidana
1. Bahwa dalam mewujudkan tujuan Terorisme.
nasional sebagaimana dimaksud dalam 5. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar angka 1 sampai 4, perlu menetapkan
1945 yakni mlindungi segenap bangsa Peraturan Pemerintah Pengganti
Indonesia dan seluruh tumpah darah Undang-undang Nomor 1 tahun 2002
Indonesia, memajukan kesejahteraan tentang Pemberantasan Tindak Pidana
umum, mencerdaskan kehidupan Terorisme menjadi Undang-undang.34
bangsa dan ikut serta dalam Mengigat:
memelihara ktertiban dunia yang Pasal 5 ayat 1, pasal 20, pasal 22
berdasarkan kemerdekaan dan undang-Undang dasar Negara Republik
perdamaian abadi dan akeadilan sosial, Indonesia tahun 1945.
maka mutlak diperlukan penegakkan Maka dalam proses menimbang dan
hukum dan ketertiban secara konsisten mengingat maka memperoleh hasil
dan berkesinambungan. keputusan yakni Undang-Undang tentang
2. Bahwa dalam rangkaian peristiwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
pemboman yang terjadi di wilayah Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang
Negara Republik Indonesia telah pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa menjadi undang-undang dan terdiri dari
memandang korban, menimbulkan dua pasal yakni pada pasal 1 menjelaskan
ketakutan pada masyarakat secara luas, tentang peraturan pemerintah pengganti
dan kerugian harta benda, sehingga Undang-undang Nomor 1 tahun 2002
menimbulkan dampak yang luas tentang pemberantasan tindak Pidana
terhadap kehidupan sosial, ekonomi , Terorisme ( Lembaran negara republik
politik dan hubungan internasional. Indonesia tahun 2002 Nomor 106,
3. Bahwa terorisme merupakan kejahatan Tambahan lembaran negara Republik
lintas negara, terorganisasi, dan Indonesia Nomor 4232) ditetapkan menjadi
mempunyai jaringan luas sehingga Undang-undang sedangkan pada pasal 2
mengancam perdamaian dan keamana menjelaskan bahwa undang-undang ini
nasional maupun internasional. mulai berlaku pada tanggal diundangkan
4. Bahwa untuk memulihkan kehidupan dan agar setiap orang mengetahuinya,
masyarakat yang tertib, dan aman serta memerintahkan pengundangan
untuk memberikan landasan hukum Undang_undang ini dengan
yang kuat dan kepastian hukum dalam penempatannya dalam Lembaran Negara
mengatasi permasalahan yang Republik Indonesia35.
mendesak dalam pemberantasan tindak
pidana terorisme, maka dengan

33 34
Undang-undang Tindak pidana pencucian uang Ibid. Fokus Media. 208-211
35
dan Terorisme.Fokus media.hal.208-211. Ibid.

136
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Disini juga dijelaskan dalam penjelasan mengacu pada konvensi internasional dan
umum dan pasal demi pasal yang cukup praturan perundang-undangan yang
jelas. berlaku yang berkaitan dengan terorisme,
serta untuk memberi landasan hokum yang
1. UMUM. kuat dan kepastian hukum dalam
Rangkaian peristiwa pemboman mengatasi masalah yang mendesak dalam
yang terjadi diwilayah Negara Republik pemberantasan tindak pidana terorisme,
Indonesia telah menimbulkan rasa takut Presiden Republik Indonesia telah
masyarakat secara luas, mengakibatkan menetapkan Peraturan Pemerintah
hilangnya nyawa serta kerugian harta Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
benda, sehingga menimbulkan pengaruh 2002 tentang pemberantasan Tindak
yang tidak menguntungkan kepada Pidana Terorisme36.
kehidupan social, ekonomi, politik, dan Berdasarkan pertimbangan tersebut
hubungan dengan Indonesia dengan dunia maka perlu menetapkan Peraturan
internasional. Peledakan bom tersebut Pemerintah Pengganti Undang-Undang
merupakan salah satu modus pelaku nomor 1Tahun 2002 tentang
terorisme yang telah menjadi fenomena Pemberantasan tindak Pidana Terorisme,
umum di beberapa Negara. Terorisme menjadi Undang-Undang37.
merupakan kejahatan lintas Negara, 2. PASAL DEMI PASAL
terorganisasi, dan bahkan merupakan Pasal 1
tindak pidana internasional yang Cukup jelas.
mempunyai jaringan luas,yang mengancam Pasal 2
perdamaian dan keamana nasional maupun Cukup jelas.
internasional. Pemerintah Indonesia sejalan Tambahan Lembaran Negara Republik
dengan amanat sebagaimana ditentukan Indonesia Nomor 428438.
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Undang-undang tersebut disahkan
republik Indonesia tahun 1945 yakni karena menyadari sedemikian besarnya
melindungi segenap bangsa Indonesia dan kerugian yang ditimbulkan oleh suatu
seluruh tumpah darah Indonesia, tindak terorisme, serta dampak yang
memajukan kesejahteraan umum, dirasakan secara langsung oleh Indonesia
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan
serta dalam memelihara ketertiban dunia kewajiban pemerintah untuk secepatnya
yang berdasarkan kemerdekaan dan mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme
perdamaian abadi dan keadilan sosial , itu dengan memidana pelaku dan aktor
berkewajiban untuk melindungi warganya intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal
dari setiap ancaman baik bersifat ini menjadi prioritas utama dalam
nasional,transnasional dan maupun bersifat penegakan hukum. Untuk melakukan
internasional. Pemerintah juga pengusutan, diperlukan perangkat hukum
berkewajiban untuk mempertahankan yang mengatur tentang Tindak Pidana
kedaulatan serta memelihara keutuhan dan Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih
intregitas nasional dari setiap bentuk didasarkan pada peraturan yang ada saat
ancaman baik yang dating dari luar maupun ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
dari dalam. Untuk itu,maka mutlak Pidana (KUHP) belum mengatur secara
diperlukan penegakkan hukum dan khusus serta tidak cukup memadai untuk
ketertiban secara konsisten dan
36
berkesinambungan. Untuk menciptakan Ibid. Fokus Media. Hal.210-211.
37
suasana tertib dan aman, maka dalam Ibid.
38
Ibid.

137
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

memberantas Tindak Pidana Terorisme, yang setingkat dengan dirinya, yaitu


Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk Undang-Undang.
membentuk Undang-Undang 2). bahwa pengecualian termaksud
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dinyatakan dalam Undang-Undang
yaitu dengan menyusun Peraturan khusus tersebut, sehingga
Pemerintah Pengganti Undang-Undang pengecualiannya hanya berlaku
(Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada sebatas pengecualian yang
tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi dinyatakan dan bagian yang tidak
Undang-Undang dengan nomor 15 tahun dikecualikan tetap berlaku
2003 tentang Pemberantasan Tindak sepanjang tidak bertentangan
Pidana Terorisme. Keberadaan Undang- dengan pelaksanaan Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Undang khusus tersebut.
Terorisme di samping KUHP dan Undang- Sedangkan kriminalisasi Tindak
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Pidana Terorisme sebagai bagian dari
Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan perkembangan hukum pidana dapat
Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dilakukan melalui banyak cara, seperti:
dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan 1). Melalui sistem evolusi berupa
Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat amandemen terhadap pasal-pasal KUHP.
tercipta karena undang-Undang yang ada 2). Melalui sistem global melalui
dianggap tidak memadai lagi terhadap pengaturan yang lengkap di luar
perubahan norma dan perkembangan KUHP termasuk kekhususan hukum
teknologi dalam suatu masyarakat, acaranya.
sedangkan untuk perubahan undang- Sistem kompromi dalam bentuk
undang yang telah ada dianggap memakan memasukkan bab baru dalam KUHP
banyak waktu. Suatu keadaan yang tentang kejahatan terorisme.
mendesak sehingga dianggap perlu Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan
diciptakan suatu peraturan khusus untuk adanya hal yang khusus dalam kejahatan
segera menanganinya. Adanya suatu terhadap keamanan negara berarti penegak
perbuatan yang khusus dimana apabila hukum mempunyai wewenang yang lebih
dipergunakan proses yang diatur dalam atau tanpa batas semata-mata untuk
peraturan perundang-undangan yang telah memudahkan pembuktian bahwa
ada akan mengalami kesulitan dalam seseorang telah melakukan suatu kejahatan
pembuktian. Sebagai Undang-Undang terhadap keamanan negara, akan tetapi
khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 penyimpangan tersebut adalah sehubungan
tahun 2003 mengatur secara materiil dan dengan kepentingan yang lebih besar lagi
formil sekaligus, sehingga terdapat yaitu keamanan negara yang harus
pengecualian dari asas yang secara umum dilindungi. Demikian pula susunan bab-bab
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum yang ada dalam peraturan khusus tersebut
Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang harus merupakan suatu tatanan yang utuh.
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ''(lex specialis Selain ketentuan tersebut, pasal 103 Kitab
derogat lex generalis)''. Keberlakuan lex Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
specialis derogat lex generalis, harus menyebutkan bahwa semua aturan
memenuhi kriteria: termasuk asas yang terdapat dalam buku I
1). bahwa pengecualian terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang yang bersifat (KUHP) berlaku pula bagi peraturan pidana
umum, dilakukan oleh peraturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) selama peraturan di luar Kitab

138
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hak Asasi Manusia. Atau mungkin
tersebut tidak mengatur lain39. karena sifatnya sebagai Undang-Undang
Hukum Pidana khusus, bukan hanya yang khusus, maka bukan penyimpangan
mengatur hukum pidana materielnya saja, asas yang terjadi di sini, melainkan
akan tetapi juga hukum acaranya, oleh pengkhususan asas yang sebenarnya
karena itu harus diperhatikan bahwa menggunakan dasar asas umum, namun
aturan-aturan tersebut seyogyanya tetap dikhususkan sesuai dengan ketentuan-
memperhatikan asas-asas umum yang ketentuan yang khusus sifatnya yang diatur
terdapat baik dalam ketentuan umum yang oleh Undang-Undang Khusus tersebut.
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor
Hukum Pidana (KUHP) bagi hukum pidana 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
materielnya sedangkan untuk hukum penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana
pidana formilnya harus tunduk terhadap sebelum masuk dalam tahap beracara di
ketentuan yang terdapat dalam Undang- pengadilan, dimulai dari Penyelidikan dan
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Penyidikan, diikuti dengan penyerahan
Hukum Acara Pidana (Kitab Undang- berkas penuntutan kepada Jaksa Penuntut
Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP)40. Umum. Pasal 17 Kitab Undang-Undang
Sebagaimana pengertian tersebut, maka Hukum Acara Pidana/KUHAP, menyebutkan
penulis menerangkan tentang pengaturan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat
pasal 25 Undang-Undang Nomor 15 tahun dilakukan terhadap seseorang yang diduga
2003 tentang Pemberantasan Tindak keras telah melakukan Tindak Pidana
Pidana Terorisme, bahwa untuk berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup.
menyelesaikan kasus-kasus Tindak Pidana Mengenai batasan dari pengertian Bukti
Terorisme, hukum acara yang berlaku Permulaan itu sendiri, hingga kini belum
adalah sebagaimana ketentuan Undang- ada ketentuan yang secara jelas
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang mendefinisikannya dalam Kitab Undang-
Hukum Acara Pidana (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP). menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana.
Artinya pelaksanaan Undang-Undang Masih terdapat perbedaan pendapat di
khusus ini tidak boleh bertentangan dengan antara para penegak hukum. Sedangkan
asas umum Hukum Pidana dan Hukum mengenai Bukti Permulaan dalam
Acara Pidana yang telah ada. Namun, pada pengaturannya pada Undang-Undang
kenyataannya, terdapat isi ketentuan Nomor 15 Tahun 2003 tentang
beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
tersebut yang merupakan penyimpangan pasal 26 berbunyi41:
asas umum Hukum Pidana dan Hukum 1). Untuk memperoleh Bukti Permulaan
Acara Pidana. Penyimpangan tersebut yang cukup, penyidik dapat
mengurangi Hak Asasi Manusia, apabila menggunakan setiap Laporan
dibandingkan asas-asas yang terdapat Intelijen.
dalam Kitab Undang-Undang Hukum 2). Penetapan bahwa sudah dapat atau
Pidana (KUHP). Apabila memang diperlukan diperoleh Bukti Permulaan yang
suatu penyimpangan, harus dicari apa dasar cukup sebagaimana dimaksud
penyimpangan tersebut, karena setiap dalam ayat (1) harus dilakukan
perubahan akan selalu berkaitan erat proses pemeriksaan oleh Ketua dan
Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
39
Wikipedia Indonesia Bebas.
40 41
Ibid. Wikipedia Indonesia Bebas.

139
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

3). Proses pemeriksaan sebagaimana Terutama karena ketentuan pasal 26


dimaksud dalam ayat (2) ayat (1) tersebut memberikan wewenang
dilaksanakan secara tertutup dalam yang begitu luas kepada penyidik untuk
waktu paling lama 3 (tiga) hari. melakukan perampasan kemerdekaan yaitu
4). Jika dalam pemeriksaan penangkapan, terhadap orang yang
sebagaimana dimaksud dalam ayat dicurigai telah melakukan Tindak Pidana
(2) ditetapkan adanya Bukti Terorisme, maka kejelasan mengenai hal
Permulaan yang cukup, maka Ketua tersebut sangatlah diperlukan agar tidak
Pengadilan Negeri segera terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi
memerintahkan dilaksanakan Manusia dengan dilakukannya
Penyidikan. penangkapan secara sewenang-wenang
Permasalahannya adalah masih oleh aparat, dalam hal ini penyidik42.
terdapat kesimpang siuran tentang Telah banyak negara-negara didunia
pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, yang mengorbankan Hak Asasi Manusia
sehingga sulit menentukan apakah yang demi pemberlakuan Undang-Undang Anti
dapat dikategorikan sebagai Bukti terorisme, termasuk hak-hak yang
Permulaan, termasuk pula Laporan digolongkan kedalam non-derogable rights,
Intelijen, apakah dapat dijadikan Bukti yakni hak-hak yang tidak boleh dikurangi
Permulaan. Selanjutnya, menurut pasal 26 pemenuhannya dalam keadaan apapun.
ayat 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 15 Undang-Undang Antiterorisme kini
tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak diberlakukan di banyak negara untuk
Pidana Terorisme, penetapan suatu mensahkan kesewenang-wenangan
Laporan Intelijen sebagai Bukti Permulaan (arbitrary detention) pengingkaran
dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua terhadap prinsip free and fair trial. Laporan
Pengadilan Negeri melalui suatu terbaru dari Amnesty Internasional
proses/mekanisme pemeriksaan (Hearing) menyatakan bahwa penggunaan siksaan
secara tertutup. Hal itu mengakibatkan dalam proses interogasi terhadap orang
pihak intelijen mempunyai dasar hukum yang disangka teroris cenderung
yang kuat untuk melakukan penangkapan meningkat. Hal seperti inilah yang harus
terhadap seseorang yang dianggap dihindari, karena Tindak Pidana Terorisme
melakukan suatu Tindak Pidana Terorisme, harus diberantas karena alasan Hak Asasi
tanpa adanya pengawasan masyarakat atau Manusia, sehingga pemberantasannya pun
pihak lain mana pun. Padahal kontrol sosial harus dilaksanakan dengan mengindahkan
sangat dibutuhkan terutama dalam hal-hal Hak Asasi Manusia. Demikian menurut
yang sangat sensitif seperti perlindungan Munir, bahwa memang secara nasional
terhadap hak-hak setiap orang sebagai harus ada Undang-Undang yang mengatur
manusia yang sifatnya asasi, tidak dapat soal Terorisme, tapi dengan definisi yang
diganggu gugat. Oleh karena itu, untuk jelas, tidak boleh justru melawan Hak Asasi
mencegah kesewenang-wenangan dan Manusia. Melawan Terorisme harus
ketidakpastian hukum, diperlukan adanya ditujukan bagi perlindungan Hak Asasi
ketentuan yang pasti mengenai pengertian Manusia, bukan sebaliknya membatasi dan
Bukti Permulaan dan batasan mengenai melawan Hak Asasi Manusia. Dan yang
Laporan Intelijen, apa saja yang dapat penting juga bagaimana ia tidak memberi
dimasukkan ke dalam kategori Laporan ruang bagi legitimasi penyalahgunaan
Intelijen, serta bagaimana sebenarnya kekuasaan.
hakekat Laporan Intelijen, sehingga dapat
digunakan sebagai Bukti Permulaan. 42
Ibid.

140
Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

http://nasional.kompas.com/read/2012/09
PENUTUP /08/12310237/BNPT. Jangan samakan
A. Kesimpulan. aksi terorisme dengan jihad.
1. Negara memberikan kewenangan Siadari, Ray Pratama , SH, 2012. Tugas dan
sepenuhnya kepada Kepolisian Negara Wewenang Kejaksaan. Sekolah Tinggi
Republik Indonesia dalam hal penyidikan Ilmu Hukum Pratama, Jakarta.
dan dari pihak Kejaksaan dalam hal Mustofa, Chabib. Metode penelitian
pengambilan keputusan oleh Hakim Kuantitatif , 2012
sesuai dengan Undang-undang dan Wasono, Sutahjo Padmo , SH,
kenyataan kejahatan yang dilakukan . 2008.Penanganan Tindak Pidana
2. Dalam Prosedur penanganan kasus Terorisme Di Indonesia Berdasarkan
tindak pidana terorisme ini sesuai Undang-Undang Tentang
dengan UU No.15 Tahun 2003 wajib Pemberantasan Tindak Pidana
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terorisme. Program Pasca sarjana
Negara yang diberikan wewenang Universsitas Diponegoro, Jawa barat.
dengan penuh rasa tanggung jawab dan Firmansyah, Hery, Upaya Penanggulangan
serius. Baik dari pihak TNI, Kepolisian Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia.
dan Badan Intelijen Negara dalam Mimbar hukum volume 23, 2011.
rangka proses penyelidikan dan Ali, Muhammad, di kutip oleh necila.
penangkapan yang sama-sama Pengertian Prosedur ,Jakarta, 2000.
mendukung kelancaran dari pada proses Priatmodjo, Galih, 2010.Densus 88, The
penyidikan yang akan digelar nanti. Under cover squad. Cetakan Pertama
jagakarsa, Jakarta.
B. SARAN. Wibowo ,Ari,2012. Hukum Pidana
1. Undang-undang No.15 Tahun 2003 Terorisme. Cetakan Pertama. Graha
tentang Pemberantasan Terorisme Ilmu. Yogyakarta.
perlu diperhatikan kembali mengenai Yuwono, Ismantoro Dwi SH, Kupas Tuntas
sistem pengakkan hukum bilamana Intelijen Negara dari A sampai Z.
masih ada kejanggalan atau kelemahan cetakan pertama. Jakarta Selatan.
dalam penyelesaian suatu tindak pidana
terorisme ini. Sumber-Sumber Lainnya:
2. Perlu diadakannya rapat-rapat khusus
antara lembaga-lembaga Negara - Undang-Undang No. 8 Tahun
tersebut agar dalam penerapan hukum 1981(KUHAP) Pustaka Mahardika Pasal
mengenai terorisme ini dapat berjalan 50 tentang Tersangka dan Terdakwa.
dengan lancar dan tidak akan ada lagi - Kamus umum politik dan hukum unsrat
kesimpang siuran dalam menyelesaikan manado.media prima aksara, cetakan
masalah terorisme ini. pertama, 2011.
- Undang-Undang No, 2 Tahun 2002
DAFTAR PUSTAKA. tentang Kepolisian Negara Republik
http://id.wikipedia.org/wiki/terorisme. Indonesia, Bab II Pasal 6 sampai 10
diunduh pada tanggal 8 okt 2012. Tentang Susunan dan kedudukan
Fokus Media,Humpunan peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
perundang-undangan” Undang-
Undang tindak Pidana Pencucian uang
dan Terorisme”, Bandung, 2010.

141

Anda mungkin juga menyukai