3/Mei/2015
150
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
151
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
dapat dipandang sebagai pelaku perlawanan padahal orang dapat berbeda dalam
bersenjata.4 menafsirkan sesuatu.
Terjemahan kata demi kata adalah lebih
Unsur berikutnya adalah “melawan dengan baik, terbukti dari contoh yang diberikan oleh
senjata” atau “perlawanan bersenjata”.Hal ini Satochid Kartanegara. Menurut beliau, cakupan
pertama-tama berarti bahwa untuk dapat Pasal 108 KUHP tidaklah hanya bagi mereka
disebut sebagai pelaku tindak pidana yang jelas-jelas telah melakukan perlawanan
pemberontakan ini maka yang bersangkutan bersenjata terhadap kekuasaan pusat seperti
harus melakukan perlawanan dengan yang dahulu pernah dilakukan dalam beberapa
mempergunakan senjata. pemberontakan, seperti pemberontakan
Oleh S.R. Sianturi dikatakan bahwa “yang Republik Maluku Selatan, melainkan juga bagi
dimaksudkan dengan senjata tidak terbatas orang-orang yang misalnya datang berduyun-
pada senjata-senjata mutakhir saja, tetapi duyun ke suatu pos polisi, kantor telepon,
dapat dilakukan dengan senjata tajam atau gedung pemancar radio dan lain sebagainya
runcing.” 5 dengan maksud untuk merampas dan
Jadi, istilah “senjata” tidaklah harus menduduki bagunan-bangunan tersebut,
diartikan sebagai senjata api. Semua jenis apabila untuk mencapai maksud mereka,
senjata yang menurut sifatnya dapat digunakan mereka telah dianggap melakukan
untuk melakukan perlawanan terhadap pemberontakan dengan senjata.
kekuasaan yang ada Indonesia, misalnya pisau, Demikian pula pendapat Lamintang dan
tombak, panah, bambu runcing, dan lain Samosir yang mengatakan bahwa kata-kata
sebagainya, adalah “senjata” yang dalam arti “kekuasaan yang ada di Indonesia” haruslah
pasal ini. ditafsirkan sebagai kekuasaan yang ada di
Perbedaan dalam menerjemahkan adalah pusat, maupun yang ada di daerah.6
terhadap unsur yang ketiga, yang teks resminya Berbeda halnya apabila digunakan
berbunyi “in Indonesia gevestigde gezag”. terjemahan “Pemerintah Indonesia”.Kata-kata
Lamintang dan Samosir telah ini memberikan kesan bahwa perlawanan
menerjemahkannya, secara kata bersenjata yang dilakukan harus ditujukan pada
perkatasebagai ”kekuasaan yang telah ada di Pemerintah Indonesia sebagai keseluruhan.
Indonesia”. Terjemahan yang mirip adalah Menurut pendapat ahli-ahli hukum yang
terjemahan dari R. Soesilo, yaitu “kekuasaan disebutkan di atas, perlawanan bersenjata yang
yang telah berdiri di Negara Indonesia”. dilarang dalam Pasal 108 KUHP bukanlah hanya
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum perlawanan bersenjata terhadap Pemerintah
Nasional membuat terjemahan yang berbeda, Indonesia secara keseluruhan semata-mata,
yaitu hanya mengatakannya sebagai melainkan juga mencakup perbuatan
“Pemerintah Indonesia”, sedangkan S.R. melakukan perlawanan bersenjata terhadap
Sianturi menerjemahkannya “pemerintah yang suatu kekuasaan umum, baik di pusat maupun
sah di Indonesia”.Dalam kedua terjemahan di daerah, seperti kepolisian setempat,
terakhir ini telah terkandung penafsiran kejaksaan setempat, dan sebagainya.
terhadap kata-kata “in Indonesia gevestigde Terjemahan S.R. Sianturi, “pemerintah yang
gezag”. sah di Indonesia”, akan menimbulkan
Terjemahan menurut kata demi kata, pertanyaan : apakah pemerintah terhadap
misalnya menerjemahkan “gezag” sebagai siapa orang melakukan perlawanan bersenjata
“kekuasaan”, sebagaimana yang dilakukan oleh itu merupakan pemerintah yang sah atau
Lamintang & Samosir dan R. Soesilo, tidak? Jaksa Penuntut Umum mau tidak mau
sebenarnya lebih selayaknya dilakukan. harus memberikan pembuktian tentang
Menerjemahkan “gezag” sebagai keabsahan pemerintah yang ada.
“pemerintah”, telah mengandung penafsiran, Dikaitkan dengan keadaan pada tahun 1998,
di mana ada sejumlah ahli hukum yang
menolak keabsahan Presiden B.J. Habibie
4
Ibid.
5 6
Ibid. Lamintang. Samosir, Loc.cit.
152
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
153
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
pidana penjara sementara selama-lamanya 20 dibenarkan dari sudut pertimbangan hak asasi
(dua puluh) tahun. manusia?
Tindak pidana pemberontakan (opstand) Pasal 108 Kitab Undang-undang Hukum
mempunyai perbedaan yang khas dengan Pidana adalah hukum normatif; sedangkan hak
tindak-tindak pidana makar (aanslag) yang asasi manusia, pada umumnya, kecuali apabila
diatur dalam Pasal 104, 106 dan 107 KUHP. telah dituangkan dalam bentuk peraturan
Pasal 104 KUHP mengancamkan pidana perundang-undangan, lebih merupakan hukum
terhadap makar yang dilakukan dengan yang dicita-citakan atau bentuk yang ideal dari
maksud akan menghilangkan nyawa atau hukum.
kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden Sebagai hukum normatif, Pasal 108 KUHP,
atau dengan maksud akan menjadikan mereka tetap dapat digunakan oleh pengadilan sebagai
itu tidak cakap memerintah; Pasal 106 KUHP dasar yuridis untuk menyatakan pelaku
mengancamkan pidana terhadap makar dengan pemberontakan bersalah.Pembelaan dari sudut
maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah hak asasi manusia, yaitu keinginan untuk
negara jatuh ketangan musuh atau merdeka dari pemerintah yang ada, pada
memisahkan sebagian wilayah negara dari yang umumnya bukanlah alasan pembenar atau
lain; Pasal 107 mengancamkan pidana terhadap alasan pemaaf yang bersifat yuridis untuk
makar yang dilakukan untuk menggulingkan pemberontakan.Ini karena pemerintah suatu
pemerintah. negara berkewajiban menjaga keutuhan negara
Perbedaan antara tindak pidana dan kewibawaan pemerintah.
pemberontakan dengan tindak-tindak pidana Rumusan hak-hak asasi yang dikenal juga
makar adalah : tidak ada yang menegaskan adanya hak
1. Perbuatan makar mempunyai tujuan memberontak dari pemerintah yang ada.
tertentu yang jelas, yaitu : menghilangkan Pengecualiannya hanyalah apabila
nyawa atau kemerdekaan Presiden atau pemberontakan itu merupakan pemberontakan
Wakil Presiden atau akan menjadikan dari suatu bangsa untuk bebas dari penjajahan
mereka itu tidak cakap memerintah (Pasal bangsa lain. Dalam alinea pertama Pembukaan
104), supaya seluruh atau sebagian wilayah Undang-undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa
negara jatuh ke tangan musuh atau “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
memisahkan sebagian wilayah negara dari oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
yang lain (Pasal 106), atau untuk harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
menggulingkan pemerintah (Pasal 107 peri kemanusiaan dan peri keadilan”.
KUHP). Di lain pihak, untuk pemberontakan Pembenaran lainnya adalah apabila pihak
hanya disyaratkan tujuan bersifat sangat yang memberontak itu menggerakkan suatu
umum, yaitu melawan kekuasaan yang telah revolusi yang pada akhirnya menang dan
ada di Indonesia. Yang penting dalam tindak kemudian kemenangan itu diterima umum. L.J.
pidana pemberontakan adalah cara van Apeldoorn, dalam Bab V :”Hukum dan
melakukannya atau alat yang digunakan, Kekuasaan” dari bukunya tentang pengantar
yaitu perlawanan itu dilakukan dengan ilmu hukum, menulis,
menggunakan senjata. … acapkali terbentuk tata tertib hukum yang
2. Sebagaimana telah disebutkan di atas, untuk baru oleh revolusi, karena di sinipun
tindak pidana makar tidak disyaratkan kekuasaan menciptakan hukum dan
penggunaan senjata. Sudah merupakan menciptakan hukum yang baru. Revolusi
tindak pidana makar apabila orang dapat disertai atau tidak oleh pemakaian
melakukan unjuk rasa (demonstrasi besar- alat-alat kekuasaan materiil, kekerasan.
besaran) dengan maksud untuk misalnya Akan tetapi kekuasaan revolusi hanya
menggulingkan pemerintah yang ada (Pasal menciptakan hukum, jika ia bersandar pada
107 KUHP). pertimbangan susila dari sesuatu bangsa,
Apakah pemberontakan dapat dikatakan dan bila hukum yang ada itu telah
merupakan perwujudan dari hak asasi manusia kehilangan sandaran itu maka hukum itu
(human rights), yaitu kemerdekaan? Dengan kehilangan sifat hukumnya dan diturunkan
kata lain apakah pemberontakan dapat hingga derajat kekuasaan belaka. Karena
154
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
itulah revolusi berarti kemenangan Asasi Manusia? Pasal 108 Kitab Undang-
kekuasaan susila atau kekuasaan fisik; maka undang Hukum Pidana adalah hukum normatif;
barulah kemenangannya mungkin menjadi sedangkan Hak Asasi Manusia, pada umumnya
kekal. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa lebih merupakan hukum yang dicita-citakan
revolusi dapat dibenarkan jika ia sungguh- atau bentuk yang ideal dari
sungguh berhasil, dan bahwa kekuasaan hukum.Pengecualiannya hanyalah apabila telah
yang dapat bertahan itu akhirnya menjadi dituangkan dalam bentuk peraturan
hukum. 8 perundang-undangan.Apabila telah dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan, barulah
Pembenaran yang dikemukakan di atas rumusan Hak Asasi Manusia tersebut menjadi
adalah pembenaran terhadap pemberontakan hukum normatif.
yang merupakan suatu revolusi yang Sebagai hukum normatif, Pasal 108
berlandaskan nilai-nilai kesusilaan tertentu KUHPidana, tetap dapat digunakan oleh
untuk menggulingkan suatu pemerintah yang pengadilan sebagai dasar yuridis untuk
telah kehilangan nilai-nilai susila dari bangsa menyatakan pelaku pemberontakan
tersebut. Pembenaranpun dari aspek yuridis bersalah.Pembelaan dari sudut hak asasi
hanya dapat dicapai jika revolusi itu pada manusia, yaitu keinginan untuk merdeka dari
akhirnya menang dan kemudian diterima pemerintah yang ada, pada umumnya bukanlah
secara umum. Kemungkinan pembenaran alasan pembenar atau alasan pemaaf yang
lainnya adalah sebagaimana dikemukakan oleh bersifat yuridis untuk pemberontakan.Ini
Thomas Aquinas yang mengajarkan bahwa, karena pemerintah suatu negara berkewajiban
“pemberontakan terhadap pemerintah tiranik menjaga keutuhan negara dan kewibawaan
hanya dapat dibenarkan, jika ia memuat pemerintah.
harapan akan berhasil …”.9 Rumusan Hak Asasi Manusia yang dikenal
Dalam pandangan Thomas Aquinas juga tidak ada yang menegaskan adanya hak
pembenaran suatu pemberontakan hanya memberontak dari pemerintah yang ada.
dapat dibenarkan jika dilakukan terhadap Pengecualiannya hanyalah apabila
pemerintah tiranik dan mempunyai harapan pemberontakan itu merupakan pemberontakan
untuk menang. Baik dalam pandangan L.J. van dari suatu bangsa untuk bebas dari penjajahan
Apeldoorn maupun Thomas Aquinas untuk bangsa lain. Dalam alinea pertama Pembukaan
kemenangan mempunyai peran penting. Undang-undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa
Dengan kemenangan barulah terbuka “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
kemungkinan untuk pembenaran yuridis. Dari oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
pendapat-pendapat di atas, tidak ada yang harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
sampai pada membenarkan pemberontakan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.
yang dilakukan oleh suatu kelompok orang Pembenaran lainnya adalah apabila pihak
terhadap pemerintah dari bangsanya sendiri yang melakukan pemberontakan itu
(bukan penjajah) semata-mata dengan hanya menggerakkan suatu revolusi yang pada
dilatar belakangi oleh keinginan untuk merdeka akhirnya berhasil menang dan kemudian
saja. kemenangan itu diterima umum.
L.J. van Apeldoorn, dalam Bab V :”Hukum
B. Tindak Pidana Pemberontakan Di Masa dan Kekuasaan” dari bukunya tentang
Mendatang Pengantar Ilmu Hukum, menulis sebagai
Apakah pemberontakan dapat dikatakan berikut,
merupakan perwujudan dari Hak Asasi Manusia … acapkali terbentuk tata tertib hukum yang
(human rights), yaitu hak atas kemerdekaan? baru oleh revolusi, karena di sinipun
Dengan kata lain, apakah pemberontakan kekuasaan menciptakan hukum dan
dapat dibenarkan dari sudut pertimbangan Hak menciptakan hukum yang baru. Revolusi
dapat disertai atau tidak oleh pemakaian
8
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan : alat-alat kekuasaan materiil, kekerasan.
Oetaid Sadino, Pradnya Paramita, Jakarta, cet.ke-22, 1985,
Akan tetapi kekuasaan revolusi hanya
hal. 76.
9
Ibid. menciptakan hukum, jika ia bersandar pada
155
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
pertimbangan susila dari sesuatu bangsa, kelompok orang terhadap pemerintah dari
dan bila hukum yang ada itu telah bangsanya sendiri (bukan penjajah) semata-
kehilangan sandaran itu maka hukum itu mata dengan hanya dilatar belakangi oleh
kehilangan sifat hukumnya dan diturunkan keinginan untuk merdeka saja.
hingga derajat kekuasaan belaka. Karena Uraian di atas jelas bahwa keberadaan
itulah revolusi berarti kemenangan ancaman pidana terhadap pemberontakan
kekuasaan susila atau kekuasaan fisik; maka masih tetap diperlukan.
barulah kemenangannya mungkin menjadi Dalam naskah Kitab Undang-undang Hukum
kekal. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa Pidana (Baru) Buku Kesatu, Buku Kedua yang
revolusi dapat dibenarkan jika ia sungguh- disusun oleh Panitia Penyusun Rancangan
sungguh berhasil, dan bahwa kekuasaan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum
yang dapat bertahan itu akhirnya menjadi Pidana (1991/1992), dan telah disempurnakan
hukum. 10 oleh Tim Kecil sampai dengan 13 Maret 1993,
tindak pidana pemberontakan diatur sebagai
Pembenaran yang dikemukakan di atas berikut (pasal 107 (01.07) :
adalah pembenaran terhadap pemberontakan (1) Dipidana dengan pidana penjara paling
yang merupakan suatu revolusi yang lama lima belas tahun dan paling rendah
berlandaskan nilai-nilai kesusilaan tertentu tiga belas tahun karena pemberontakan :
untuk menggulingkan suatu pemerintah yang Ke-1 barangsiapa melawan pemerintah
telah kehilangan nilai-nilai susila dari bangsa yang sah. Dengan mengangkat
tersebut. senjata;
Pembenaranpun dari aspek yuridis hanya Ke-2 barangsiapa dengan maksud untuk
dapat dicapai jika revolusi itu pada akhirnya melawanPemerintah yang sah
menang dan kemudian diterima umum. bergerak bersama-atau
Kemungkinan pembenaran lainnya adalah menyatukan diri pada
sebagaimana dikemukakan oleh Thomas gerombolanyang melawan
Aquinas yang mengajarkan bahwa, pemerintah yang sah dengan
“pemberontakan terhadap pemerintah tiranik mengangkat senjata.
hanya dapat dibenarkan, jika ia memuat (2) Para pemimpin dan pengatur
harapan akan berhasil …”.11 Dalam pandangan pemberontakan dipidana penjara seumur
Thomas Aquinas, suatu pemberontakan hanya hidup atau pidana penjara paling lama dua
dapat dibenarkan jika dilakukan terhadap puluh tahun dan paling rendah lima tahun.
12
pemerintah tiranik dan mempunyai harapan
untuk menang. Dengan demikian ada dua
unsur yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Beberapa perbedaan yang terdapat antara
pemberontakan itu dilakukan terhadap rumusan pasal 108 KUHP dengan naskah
pemerintah yang tiranik atau sewenang- rancangan KUHP (Baru) adalah :
wenang; dan (2) pemberontakan itu 1. Kata “bersalah” atau “salah” di awal kalimat
mempunyai harapan untuk menang. Baik Pasal 108 ayat (1) KUHP telah dihilangkan.
dalam pandangan L.J. van Apeldoorn maupun Ini karena dalam sistem KUHP (Baru) unsur-
Thomas Aquinas, segi kemenangan mempunyai unsur subyektif telah ditempatkan dalam
peran penting dalam pembenaran dari suatu Buku I (Ketentuan Umum) sehingga tidak
pemberontakan. Dengan kemenangan barulah lagi perlu diulang dalam rumusan tindak
terbuka kemungkinan untuk pembenaran pidana.
yuridis. 2. Dalam Naskah digunakan kata-kata
Dari pendapat-pendapat di atas, tidak ada “melawan … dengan mengangkat senjata”.
yang sampai pada membenarkan Kata-kata “mengangkat senjata” ini adalah
pemberontakan yang dilakukan oleh suatu suatu kata bersifat kiasan yang dapat
10
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum,terjemahan :
12
Oetaid Sadino, Pradnya Paramita, Jakarta, cet.ke-22, 1985, Departemen Kehakiman RI, Naskah Kitab Undang-
hal. 76. undang Hukum Pidana (Baru), Buku Kesatu, Buku Kedua,
11
Ibid. fotokopi.
156
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
157
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015
158