NPM : 1912011206
Dosen : Tri Andrisman, S.H., M.H. & Dr. Ahmad Irzal Ferdiansyah S.H., M.H.
Kejahatan terhadap Kedudukan Negara ini dibagi dalam 4 titel (bab), yaitu:
Pada mulanya pidana makar Pasal 104 adalah pidana penjara selama-lamanya dua puluh
tahun. Namun, berdasarkan Penetapan Presiden No. 5/1959 dinaikkan menjadi hukuman
mati atau penjara seumur hidup atau selama dua puluh tahun, dan minimum satu tahun
penjara jika si pelaku mengetahui atau patut harus mengira bahwa tindak pidana ini akan
menghalang-halangi terlaksananya program pemerintah, yaitu :
Ke-1: Makar yang dilakukan dengan tujuan (oogmerk) untuk membunuh kepala negara.
Ke-2: Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk merampas kemerdekaan kepala negara.
Ke-3: Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala negara tidak mampu
memerintah.
Tindak pidana ke-1 ada hubungannya dengan tindak pidana lain, yaitu pembunuhan
(doodslag) dari Pasal 338 KUHP. Tindak pidana ke-2 ada hubungannya dengan tindak pidana
lain, yaitu menghilangkan kemerdekaan seseorang (vrijheidsrooving) dari Pasal 333 KUHP.
Tindak pidana ke-3 tidak ada hubungan dengan tindak pidana lain.
Makar (aanslag) memiliki arti serangan. Penafsiran Khusus Pasal 87 KUHP, yang
menytakan, “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat utk itu
telah ternyata dr adanya permulaaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam Pasal 53”.
Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum (strafbare
poging) dan membatasi penindakan pidana pada suatu perbuatan pelaksanaan (uitvoerings-
handeling) sehingga tidak dapat dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan perbuatan
persiapan (voorbereidingshandeling). Percobaan tindak pidana Makar, pidananya sama
dengan delik selesai.
Mengenai tindak pidana ke-2, dapat dicatat bahwa Pasal 333 mengandung tidak hanya
tindak pidana menahan orang, tetapi juga tindak pidana meneruskan penahanan orang (van de
vrijheid beroofd houden). Perbuatan meneruskan penahanan orang ini tidak disebutkan oleh
Pasal 104 yang menyebabkan bahwa apabila penahanan kepala negara diteruskan oleh orang
lain drpd si pelaku semula, maka orang lain ini hanya dapat dipersalahkan melanggar Pasal
333 KUHP dengan maksimum hukuman hanya delapan tahun penjara.
Mengenai tindak pidana ke-3, dapat dicatat bahwa perbuatan menjadikan kepala negara
tidak dapat menjalankan pemerintahan, dengan tidak adanya suatu penjelasan dalam KUHP,
dapat diartikan secara luas, yaitu berakibat keadaan kepala negara tidak hanya secara fisik,
tetapi juga psikis akan berputus asa, tidak sanggup lagi untuk menjalankan pemerintahan.
2. Makar supaya Seluruh atau Sebagian Wilayah Negara Jatuh ke Tangan Musuh
(Pasal 106 KUHP)
Tindak pidana dalam Pasal 106 ini adalah “Penyerangan terhadap kedaulatan atas
Wilayah Negara”, yang dapat dilakukan dengan 2 cara:
2) Memisahkan sebagian wilayah negara dari negara Indonesia dalam arti, membuat
bagian wilayah tersebut menjadi suatu Negara yang merdeka misalnya: GAM
(Gerakan Aceh Merdeka), Riau Merdeka, Papua Merdeka, dan sebagainya secara
tidak sah.
Pasal 107 ini berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang
berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, mengalami penambahan 6 (enam)
pasal atau ketentuan baru di antara Pasal 107 dan 108, yaitu: Pasal 107 a sarnpai dengan
Pasal 107 f. Ancaman pidananya antara 12 tahun sampai dengan 20 tahun pidana penjara.
Ketentuan yang ditambahkan dalam Pasal 107 ini pada dasarnya mengenai penyebaran
ajaran Marxisme-Leninisme (Pasal 107 a, Pasal107 c – e); perbuatan yang ingin meniadakan
atau mengganti Pancasila (Pasal 107 b); dan perbuatan sabotase instansi militer atau
menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok (Pasal 107 f).
Adanya perubahan yang dilakukan terhadap Pasal 107 ini menandakan bahwa jika
Pemerintah “mau” merubah KUHP tentunya dapat dilakukan, seperti halnya mengadakan
perubahan dan penambahan KUHP berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 ini. Sayangnya
perubahan yang dilakukan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 tidak membawa perubahan
yang positif bagi KUHP , malahan membebani, karena memasukkan ketentuan yang tidak
penting, “pelarangan penyebaran ajaran Marxisme-Leninisme dan larangan meniadakan atau
menggantikan Pancasila.” Ketentuan seperti itu sudah tidak ada arti lagi pada zaman
globalisasi ini, karena masyarakat mudah mendapat akses informasi, sehingga tidak mudah
“dikibuli” dengan faham-faham Marxisme-Leninisme. Terlebih lagi Negara yang menjadi
sponsor utama faham marxisme-leninisme “sudah tutup buku” alias tidak beroperasi lagi. Uni
Soviet sudah bubar terpecah dalam beberapa negara kecil yang tidak lagi menganut faham
tersebut.
Pemberontakan terjadi apabila perlawanan atau serangan bersenjata itu dilakukan oleh
orang banyak dalam “hubungan organisasi”. Bila dilakukan oleh satu atau dua orang saja
dan tidak dalam hubungan organisasi tidak termasuk pemberontakan. Tetapi melanggar
Pasal 212 yakni Melawan Pejabat yang sedang melaksanakan tugas. “Perlawanan itu
harus ditujukan kepada kekuasaan pemerintah yang sah”, misalnya: pejabat militer,
pejabat pemda, pejabat polisi.
Dalam Pasal 110 ini, permufakatan untuk melakukan makar, dapat dihukum sama
dengan kejahatannya sendiri. Sifat istimewanya yakni, bahwa dapat dihukum seperti
kejahatannya sendiri, apabila dua orang atau lebih baru bersepakat untuk melakukan
kejahatan makar. Jadi dalam hal ini belum ada perbuatan “percobaan”, bahkan belum ada
“perbuatan persiapan”.
Pasal 110 ayat (2) menyebutkan 5 (lima) macam perbuatan yang merupakan
penyertaan istimewa (Bijzondere Deelneming) pada tindak pidana dari pasal-pasal 104, 106,
107 dan 108, yaitu juga dihukum dengan hukuman yang sama barang siapa dengan maksud
untuk mempersiapkan atau memudahkan salah satu dari kejahatan-kejahatan tersebut dalam
pasal-pasal di atas. Perbuatan-perbuatan yang bersifat penyertaan istimewa pada tindak
pidana ini biasanya tidak dikenai hukuman. Dikenai hukuman yang sama beratnya dengan
kejahatan sendiri adalah seperti halnya dengan permufakatan untuk membasmi sejak dini niat
seseorang untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang berat itu. Oleh karenanya kemudian
dikhawatirkan bahwa dengan adanya 5 (lima) macam tindak pidana istimewa ini, para warga
negara akan terlalu merasa tertekan dalam kemerdekaan berpikir dan berbuat secara politis,
maka ditambahkan ayat (4) dari Pasal 110 yang mengatakan bahwa tidak boleh dihukum
barang siapa maksudnya ternyata hanya akan mempersiapkan atau memudahkan perubahan
ketatanegaraan pada umumnya. Dengan demikian, kehidupan politik pada umumnya dan
kegiatan partai-partai politik pada khususnya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Tegasnya, perbuatan-perbuatan tersebut baru merupakan tindak pidana apabila in concreto
sekurang-kurangnya ada niat untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang ditegaskan
dirumuskan dalam pasal-pasal 104, 106, 107 dan 108.
Pasal 111 KUHP ini mulai menjurus kepada usaha menyelamatkan keamanan
ekstern dari Negara, juga dapat dikatakan mulai menjurus ke arah memberantas
perbuatan mata-mata yang bekerja untuk kepentingan negara asing dengan merugikan
kepentingan negara kita. Tindak pidana dari Pasal 111 berupa mengadakan hubungan
(investandhouding treden) dengan negara asing, dengan niat :
a. Akan menggerakkan (membujuk) supaya negara asing itu melakukan
perbuatan permusuhan akan berperang dengan Negara Indonesia, atau
b. Akan memperkuat niat negara asing untuk berbuat demikian, atau
c. Akan menjanjikan bantuan dalam hal ini kepada negara asing itu, atau
d. Akan membantu dalam hal mempersiapkan hal-hal tersebut di atas.
Hukuman maksimum adalah lima belas tahun penjara. Hukuman itu dapat
dipertinggi menjadi hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama
dua puluh tahun apabila kemudian benar terjadi perbuatan-perbuatan permusuhan,
atau benar pecah suatu peperangan antara negara asing itu dengan Indonesia.
Uraikan Unsur-unsur Tindak Pidana Pasal 104, 106, 107, 108, dan
110.
1. Rumusan pasal 104 KUHP tentang makar terhadap kepala negara : “Makar
dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan
kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua
puluh tahun.”
1) Makar
Dijelaskan sebagai berikut :
Makar (aanslag) memiliki arti serangan. Berdasarkan Pasal 87 KUHP,
menytakan, “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila
niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaaan pelaksanaan, seperti
dimaksud dalam Pasal 53”. Dalam pasal tersebut tidak menjelaskan lebih
lanjut tentang pengertian dari istilah “makar”. Sedangkan, menurut KBBI
makar adalah suatu perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Pasal 87 KUHP sebelumnya telah menyebutkan bahwa, makar telah terhitung
sebagai tindak pidana semenjak telah dimulainya niat yang dibuktikan dengan
suatu perbuatan awal atau permulaan. Artinya dalam hal ini, niat yang telah
diawali dengan suatu perbuatan awal untuk melakukan suatu usaha
menjatuhkan pemerintah telah dianggap sebagai tindak pidana. Oleh sebab itu,
percobaan tindak pidana Makar, pidananya sama dengan delik selesai.
Terdapat 3 macam tindak pidana makar dalam pasal ini yang akan dijelaskan
pada unsur-unsur selanjutnya.
3) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Apabila niat untuk melakukan dari ketiga Jenis Tindak Pidana Makar dan
telah terbukti dengan perbuatan permulaan tersebut maka akan diancam
dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun.
2. Rumusan Pasal 106 KUHP tentang makar supaya seluruh atau sebagian wilayah
negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara :
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan
musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
1
Perkuliahan Tri Andrisman Delik Tertentu dalam KUHP 13 Oktober 2020
2
Putusan MK Nomor 7/PUU-XV/2017
Dijelaskan sebagai berikut :
Tindak Pidana Makar dengan maksud penyerangan terhadap kedaulatan atas
wilayah negara, yang dapat dilakukan dengan dua cara yakni menyerahkan
seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke pihak musuh atau dengan
memisahkan wilayah negara dari NKRI.
3. Rumusan Pasal 107 ayat (1) dan (2) KUHP tentang makar untuk menggulingkan
pemerintah (omwenteling) :
Ayat (1) : “Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.“
Ayat (2) : “Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
paling lama dua puluh tahun.”
4. Rumusan Pasal 108 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemberontakan (opstand) :
Ayat (1) “Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun :
1. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu
bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan
Pemerintahan dengan senjata.”
1) Barang siapa
Dijelaskan sebagai berikut :
Istilah “barang siapa” berarti menunjukkan bahwa yang melakukan
pemeberontokan haruslah manusia.
Ayat (2) “Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
5. Rumusan Pasal 110 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) KUHP tentang permufakatan
jahat dan penyertaan istimewa (samenspanning) :
Ayat (1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106,
107 dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.
Ayat (2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan
maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar
kejahatan:
1. berusaha menggerakan orang lain untuk melakukan, menyuruh
melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan
pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan;
2. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri atau orang lain;
3. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna
untuk melakukan kejahatan;
4. mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan
kejahatan yang bertujuan untuk diberitahukan kepada orang
lain;
5. berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan
yang diadakan oleh pemerintah untuk mencegah atau menindas
pelaksanaan kejahatan.
Ayat (4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya
mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian
umum.
Ayat (5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2
pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.