Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 2 MATA KULIAH

DELIK TERTENTU DALAM KUHP

Nama : Muhammad Ramadhani Novansyah

NPM : 1912011206

Dosen : Tri Andrisman, S.H., M.H. & Dr. Ahmad Irzal Ferdiansyah S.H., M.H.

 Resune Bab 2 Kejahatan Teradap Negara

Kejahatan terhadap Kedudukan Negara ini dibagi dalam 4 titel (bab), yaitu:

(1) Titel I Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap keamanan Negara.


(2) Titel II Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap martabat presiden dan
wakil presiden.
(3) Titel III Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara-negara asing
bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara-negara tersebut.
(4) Titel IV Buku II tentang kejahatan-kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan
dan Hak Kenegaraan.

A. Kejahatan terhadap Keamanan Negara

Titel I Buku II KUHP ttg Kejahatan terhadap Kemanan Negara. Sifat/bentuknya


berupa “pengkhiatan terhadap suatu Negara, yaitu:

1) Pengkhianatan intern (hoogverrad) yang ditujukan untuk mengubah struktur


kenegaraan atau struktur pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana
terhadap kepala negara, jadi mengenai keamanan intern (inwendlige
veiligheid) dari negara;
2) Pengkhianatan ekstern (landverraad)yang ditujukan untuk membahayakan
kemanan negara terhadap serangan dari luar negera, jadi mengenai keamanan
ekstra (uitwendige veiligheid) dari negara, misalnya hal memberikan
pertolongan kepada negara asing yang bermusuhan dengan kita.
1. Makar Terhadap Kepala Negara

Pada mulanya pidana makar Pasal 104 adalah pidana penjara selama-lamanya dua puluh
tahun. Namun, berdasarkan Penetapan Presiden No. 5/1959 dinaikkan menjadi hukuman
mati atau penjara seumur hidup atau selama dua puluh tahun, dan minimum satu tahun
penjara jika si pelaku mengetahui atau patut harus mengira bahwa tindak pidana ini akan
menghalang-halangi terlaksananya program pemerintah, yaitu :

1) memperlengkapi sandang pangan rakyat dalam waktu sesingkat-singkatnya,


2) menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara, dan
3) melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan politik (Irian
Barat).

TP Makar dapat dilakukan dengan 3 macam tindak pidana :

Ke-1: Makar yang dilakukan dengan tujuan (oogmerk) untuk membunuh kepala negara.

Ke-2: Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk merampas kemerdekaan kepala negara.

Ke-3: Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala negara tidak mampu
memerintah.

Tindak pidana ke-1 ada hubungannya dengan tindak pidana lain, yaitu pembunuhan
(doodslag) dari Pasal 338 KUHP. Tindak pidana ke-2 ada hubungannya dengan tindak pidana
lain, yaitu menghilangkan kemerdekaan seseorang (vrijheidsrooving) dari Pasal 333 KUHP.
Tindak pidana ke-3 tidak ada hubungan dengan tindak pidana lain.

Makar (aanslag) memiliki arti serangan. Penafsiran Khusus Pasal 87 KUHP, yang
menytakan, “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat utk itu
telah ternyata dr adanya permulaaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam Pasal 53”.

Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum (strafbare
poging) dan membatasi penindakan pidana pada suatu perbuatan pelaksanaan (uitvoerings-
handeling) sehingga tidak dapat dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan perbuatan
persiapan (voorbereidingshandeling). Percobaan tindak pidana Makar, pidananya sama
dengan delik selesai.

Perbedaanya adalah: “apabila dalam melakukan Makar si pelaku menghentikan


pelaksanaan kehendaknya dengan sukarela (vrijwillig terugtreden), maka tetap dapat
dihukum”. sedangkan utk tindak pidana biasa (pembunuhan, pencurian), pelaku
dimaafkan/tidak dapat dihukum).

Mengenai tindak pidana ke-2, dapat dicatat bahwa Pasal 333 mengandung tidak hanya
tindak pidana menahan orang, tetapi juga tindak pidana meneruskan penahanan orang (van de
vrijheid beroofd houden). Perbuatan meneruskan penahanan orang ini tidak disebutkan oleh
Pasal 104 yang menyebabkan bahwa apabila penahanan kepala negara diteruskan oleh orang
lain drpd si pelaku semula, maka orang lain ini hanya dapat dipersalahkan melanggar Pasal
333 KUHP dengan maksimum hukuman hanya delapan tahun penjara.

Mengenai tindak pidana ke-3, dapat dicatat bahwa perbuatan menjadikan kepala negara
tidak dapat menjalankan pemerintahan, dengan tidak adanya suatu penjelasan dalam KUHP,
dapat diartikan secara luas, yaitu berakibat keadaan kepala negara tidak hanya secara fisik,
tetapi juga psikis akan berputus asa, tidak sanggup lagi untuk menjalankan pemerintahan.

2. Makar supaya Seluruh atau Sebagian Wilayah Negara Jatuh ke Tangan Musuh
(Pasal 106 KUHP)

Tindak pidana dalam Pasal 106 ini adalah “Penyerangan terhadap kedaulatan atas
Wilayah Negara”, yang dapat dilakukan dengan 2 cara:

1) Menaklukkan atau menyerahkan sebagian atau seluruhnya wilayah negara kepada


kekuasaan asing. Misalnya:
a. Menyerahkan Kalimantan Ke tangan Malaysia.
b. Menyerahkan Indonesia ke tangan Belanda.

2) Memisahkan sebagian wilayah negara dari negara Indonesia dalam arti, membuat
bagian wilayah tersebut menjadi suatu Negara yang merdeka misalnya: GAM
(Gerakan Aceh Merdeka), Riau Merdeka, Papua Merdeka, dan sebagainya secara
tidak sah.

3. Makar untuk Menggulingkan Pemerintah / omwenteling ( Pasal 107 )

Mengenai pengertian menggulingkan pemerintah dalam Buku I Pasal 88 bis, yang


menyatakan, Dengan penggulingan pemerintahan (omwenteling) dimaksud meniadakan atau
mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang dasar”. Menurut
R. Soesilo menggulingkan pemerintah dapat dilakukan dengan cara, “merusak atau
mengganti dengan cara tidak sah susunan pemerintahan yang berdasarkan pada UUD 1945”.
“Merusak susunan pemerintahan” berarti meniadakan (menghapuskan) susunan pemerintahan
yang lama dan diganti dengan yang baru. Misalnya bentuk pemerintahan republik diganti
dengan dengan bentuk pemerintahan kerajaan secara tidak sah.

Mengganti susunan pemerintahan. berarti tidak secara keseluruhan susunan


pemrintahan itu diganti, tetapi sebagian saja dari susunan pemerintahan diganti secara tidak
sah. Misal menteri-menteri ditiadakan, diganti dengan penasehat presiden, menghapuskan
DPR, BPK, dan sebagainya secara tidak sah. Perbedaan antara merusak susunan
pemerintahan dengan mengganti susunan pemerintahan adalah perbuatan merusak susunan
pemerintahan dianggap selalu dilakukan secara tidak sah. Tetapi mengganti susunan
pemerintahan dapat dilakukan secara sah, yaitu dengan menggunakan prosedur yang diatur
dalam UUD 1945.

Pasal 107 ini berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang
berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, mengalami penambahan 6 (enam)
pasal atau ketentuan baru di antara Pasal 107 dan 108, yaitu: Pasal 107 a sarnpai dengan
Pasal 107 f. Ancaman pidananya antara 12 tahun sampai dengan 20 tahun pidana penjara.
Ketentuan yang ditambahkan dalam Pasal 107 ini pada dasarnya mengenai penyebaran
ajaran Marxisme-Leninisme (Pasal 107 a, Pasal107 c – e); perbuatan yang ingin meniadakan
atau mengganti Pancasila (Pasal 107 b); dan perbuatan sabotase instansi militer atau
menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok (Pasal 107 f).

Adanya perubahan yang dilakukan terhadap Pasal 107 ini menandakan bahwa jika
Pemerintah “mau” merubah KUHP tentunya dapat dilakukan, seperti halnya mengadakan
perubahan dan penambahan KUHP berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 ini. Sayangnya
perubahan yang dilakukan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 tidak membawa perubahan
yang positif bagi KUHP , malahan membebani, karena memasukkan ketentuan yang tidak
penting, “pelarangan penyebaran ajaran Marxisme-Leninisme dan larangan meniadakan atau
menggantikan Pancasila.” Ketentuan seperti itu sudah tidak ada arti lagi pada zaman
globalisasi ini, karena masyarakat mudah mendapat akses informasi, sehingga tidak mudah
“dikibuli” dengan faham-faham Marxisme-Leninisme. Terlebih lagi Negara yang menjadi
sponsor utama faham marxisme-leninisme “sudah tutup buku” alias tidak beroperasi lagi. Uni
Soviet sudah bubar terpecah dalam beberapa negara kecil yang tidak lagi menganut faham
tersebut.

4. Pemberontakan / opstand (Pasal 108)

Pemberontakan terjadi apabila perlawanan atau serangan bersenjata itu dilakukan oleh
orang banyak dalam “hubungan organisasi”. Bila dilakukan oleh satu atau dua orang saja
dan tidak dalam hubungan organisasi tidak termasuk pemberontakan. Tetapi melanggar
Pasal 212 yakni Melawan Pejabat yang sedang melaksanakan tugas. “Perlawanan itu
harus ditujukan kepada kekuasaan pemerintah yang sah”, misalnya: pejabat militer,
pejabat pemda, pejabat polisi.

5. Permufakatan Jahat dan Penyertaan Istimewa / Samenspanning (Pasal 110)

Dalam Pasal 110 ini, permufakatan untuk melakukan makar, dapat dihukum sama
dengan kejahatannya sendiri. Sifat istimewanya yakni, bahwa dapat dihukum seperti
kejahatannya sendiri, apabila dua orang atau lebih baru bersepakat untuk melakukan
kejahatan makar. Jadi dalam hal ini belum ada perbuatan “percobaan”, bahkan belum ada
“perbuatan persiapan”.
Pasal 110 ayat (2) menyebutkan 5 (lima) macam perbuatan yang merupakan
penyertaan istimewa (Bijzondere Deelneming) pada tindak pidana dari pasal-pasal 104, 106,
107 dan 108, yaitu juga dihukum dengan hukuman yang sama barang siapa dengan maksud
untuk mempersiapkan atau memudahkan salah satu dari kejahatan-kejahatan tersebut dalam
pasal-pasal di atas. Perbuatan-perbuatan yang bersifat penyertaan istimewa pada tindak
pidana ini biasanya tidak dikenai hukuman. Dikenai hukuman yang sama beratnya dengan
kejahatan sendiri adalah seperti halnya dengan permufakatan untuk membasmi sejak dini niat
seseorang untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang berat itu. Oleh karenanya kemudian
dikhawatirkan bahwa dengan adanya 5 (lima) macam tindak pidana istimewa ini, para warga
negara akan terlalu merasa tertekan dalam kemerdekaan berpikir dan berbuat secara politis,
maka ditambahkan ayat (4) dari Pasal 110 yang mengatakan bahwa tidak boleh dihukum
barang siapa maksudnya ternyata hanya akan mempersiapkan atau memudahkan perubahan
ketatanegaraan pada umumnya. Dengan demikian, kehidupan politik pada umumnya dan
kegiatan partai-partai politik pada khususnya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Tegasnya, perbuatan-perbuatan tersebut baru merupakan tindak pidana apabila in concreto
sekurang-kurangnya ada niat untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang ditegaskan
dirumuskan dalam pasal-pasal 104, 106, 107 dan 108.

Tujuan diadakannya Pasal tersebut adalah untuk memberantas gerakan-gerakan yang


bermaksud menggulingkan pemerintah, walaupun masih dalam tahap perencanaan, agar
dapat ditumpas pada waktu menjadi benih (belum berkembang menjadi gerakan yang besar).

6. Mengadakan Hubungan dengan Negara Asing yang Mungkin akan Bermusuhan


dengan Negara Indonesia (Pasal 111 KUHP)

Pasal 111 KUHP ini mulai menjurus kepada usaha menyelamatkan keamanan
ekstern dari Negara, juga dapat dikatakan mulai menjurus ke arah memberantas
perbuatan mata-mata yang bekerja untuk kepentingan negara asing dengan merugikan
kepentingan negara kita. Tindak pidana dari Pasal 111 berupa mengadakan hubungan
(investandhouding treden) dengan negara asing, dengan niat :
a. Akan menggerakkan (membujuk) supaya negara asing itu melakukan
perbuatan permusuhan akan berperang dengan Negara Indonesia, atau
b. Akan memperkuat niat negara asing untuk berbuat demikian, atau
c. Akan menjanjikan bantuan dalam hal ini kepada negara asing itu, atau
d. Akan membantu dalam hal mempersiapkan hal-hal tersebut di atas.

Hukuman maksimum adalah lima belas tahun penjara. Hukuman itu dapat
dipertinggi menjadi hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama
dua puluh tahun apabila kemudian benar terjadi perbuatan-perbuatan permusuhan,
atau benar pecah suatu peperangan antara negara asing itu dengan Indonesia.

Mengadakan hubungan dengan negara asing biasanya berarti, mengadakan


perundingan yang didalamnya, baik dari pihak pelaku maupun dari pihak negara
asing, ada usul-usul tertentu. Untuk ini, dari negara asing tidak perlu bertindak
seorang wakil resmi negara itu, tetapi cukuplah apabila diadakan perundingan dengan
seorang pegawai agak penting dari negara asing itu, yang dapat dikatakan mampu
untuk menyampaikan hal-hal pembicaraan kepada pemerintahnya. Dalam unsur
tujuan seperti tersebut pada sub a di atas, dibedakan antara perbuatan-perbuatan
permusuhan di satu pihak dan berperang di pihak lain. Perbedaan ini hanya demikian,
bahwa perang didahului dengan pernyataan perang (oorlogs verklaring), jadi
sebetulnya pada pokok dan wujudnya tidak ada perbedaan, artinya kedua-duanya
diliputi oleh istilah perbuatan-perbuatan permusuhan. Tujuan sub b menandakan
adanya inisiatif dari pihak negara asing. Tujuan sub c dan d juga dapat berlaku
dalam hal sudah pecah perang antara negara asing dengan negara Indonesia.

 Uraikan Unsur-unsur Tindak Pidana Pasal 104, 106, 107, 108, dan
110.

1. Rumusan pasal 104 KUHP tentang makar terhadap kepala negara : “Makar
dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan
kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua
puluh tahun.”

1) Makar
Dijelaskan sebagai berikut :
Makar (aanslag) memiliki arti serangan. Berdasarkan Pasal 87 KUHP,
menytakan, “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila
niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaaan pelaksanaan, seperti
dimaksud dalam Pasal 53”. Dalam pasal tersebut tidak menjelaskan lebih
lanjut tentang pengertian dari istilah “makar”. Sedangkan, menurut KBBI
makar adalah suatu perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Pasal 87 KUHP sebelumnya telah menyebutkan bahwa, makar telah terhitung
sebagai tindak pidana semenjak telah dimulainya niat yang dibuktikan dengan
suatu perbuatan awal atau permulaan. Artinya dalam hal ini, niat yang telah
diawali dengan suatu perbuatan awal untuk melakukan suatu usaha
menjatuhkan pemerintah telah dianggap sebagai tindak pidana. Oleh sebab itu,
percobaan tindak pidana Makar, pidananya sama dengan delik selesai.
Terdapat 3 macam tindak pidana makar dalam pasal ini yang akan dijelaskan
pada unsur-unsur selanjutnya.

2) Dengan maksud untuk membunuh atau merampas kemerdekaan, atau


meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah
Dijelaskan sebagai berikut :
 Makar yang pertama yaitu membunuh. Tindak pidana ini memiliki
hubungan dengan tindak pidana pembumuhan dalam Pasal 338 KUHP
tentang Pembunuhan. Tindak pidana makar yang pertama yaitu
memiliki maksud untuk menjatuhkan pemerintah dengan merampas
nyawa Presiden atau Wakil Presiden.
 Makar yang kedua yaitu merampas kemerdekaan. Menurut Tri
Andrisman merampas kemerdekaan dalam istilah Belanda yaitu
vrijheidsrooving memiliki arti merampas kebebasan. Tindak pidana ini
berkaitan dengan Pasal 333 yang mengandung tidak hanya tindak
pidana menahan orang, tetapi juga tindak pidana meneruskan
penahanan orang van de vrijheid beroofd houden.1 Namun, perbuatan
meneruskan penahanan orang ini tidak disebutkan oleh Pasal 104 yang
berakibat, apabila penahanan kepala negara diteruskan oleh orang lain
daripada si pelaku semula, maka orang lain ini hanya dapat
dipersalahkan melanggar Pasal 333 KUHP.
 Makar yang ketiga meniadakan kemampuan. Perbuatan meniadakan
kemampuan ini tidak memiliki penjelasan lebih lanjut dalam KUHP,
sehingga jangkauan perbuatan ini juga sangat luas. menurut Moch.
Anwar dan beberapa penulis berikan contoh-contoh mengenai sarana
yang diperlukan seperti kekerasan dan pemberian bahan-bahan
berbahaya serta hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakmampuan
dalam tubuh dan fikiran maupun dalam kesusilaan.2 Sehingga
perbuatan (usaha) untuk meniadakan kemampuan untuk menjalakan
pemerintahan tidak hanya secara fisik, namun juga psikis seperti rasa
putus asa.

3) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Apabila niat untuk melakukan dari ketiga Jenis Tindak Pidana Makar dan
telah terbukti dengan perbuatan permulaan tersebut maka akan diancam
dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun.

2. Rumusan Pasal 106 KUHP tentang makar supaya seluruh atau sebagian wilayah
negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara :
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan
musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”

1) Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara


jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara.

1
Perkuliahan Tri Andrisman Delik Tertentu dalam KUHP 13 Oktober 2020
2
Putusan MK Nomor 7/PUU-XV/2017
Dijelaskan sebagai berikut :
Tindak Pidana Makar dengan maksud penyerangan terhadap kedaulatan atas
wilayah negara, yang dapat dilakukan dengan dua cara yakni menyerahkan
seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke pihak musuh atau dengan
memisahkan wilayah negara dari NKRI.

2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara


sementara paling lama dua puluh tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Apabila niat untuk melakukan perbuatan makar dengan maksud menyerahkan
seluruh atau sebagian wilayah negara ke tangan musuh atau memisahkan
sebagian darinya dapat dibuktikan permulaan pelaksanaannya, maka akan
dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua
puluh tahun.

3. Rumusan Pasal 107 ayat (1) dan (2) KUHP tentang makar untuk menggulingkan
pemerintah (omwenteling) :
Ayat (1) : “Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.“

1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah.


Dijelaskan sebagai berikut :
Menurut R. Soesilo menggulingkan pemerintah dapat dilakukan dengan
cara, “merusak atau mengganti dengan cara tidak sah susunan
pemerintahan yang berdasarkan pada UUD 1945”. Artinya tindak pidana
makar dengan maksud mengguling pemerintah dengan cara merubah
susunan pemerintahan lama menjadi suatu susunan yang baru.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Bila niat perbuatan makar dengan mengubah susunan pemerintahan dapat
dibuktikan permulaan perbuatan pelaksanaanya, maka dapat dipidana
penjara maksimal 15 tahun.

Ayat (2) : “Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
paling lama dua puluh tahun.”

3) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1.


Dijelaskan sebagai berikut :
Seseorang yang menjadi pemimpin atau pelopor tindak pidana makar
dengan maksud untuk mengganti atau merubah susunan pekerintahan.
4) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Apabila tindak pidana makar dengan maksud menggulingkan pemerintah
dengan niat yang dibuktikan dengan permulaan perbuatannya maka dapat
dipidana seumur hidup atau pidana penjara sementara maksimal 20 tahun.

4. Rumusan Pasal 108 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pemberontakan (opstand) :
Ayat (1) “Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun :
1. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu
bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan
Pemerintahan dengan senjata.”

1) Barang siapa
Dijelaskan sebagai berikut :
Istilah “barang siapa” berarti menunjukkan bahwa yang melakukan
pemeberontokan haruslah manusia.

2) Bersalah karena pemberontakan


Dijelaskan sebagai berikut :
Menurut KBBI kata “pemberontakan” memiliki makna diantaranya yaitu
suatu proses (cara) penentangan terhadap kekuasaan yang sah. Artinya
Manusia yang melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan adalah
berbanding sama dengan suatu makar dengan menentang pemerintahan
yang sedang berjalan.

3) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun


Dijelaskan sebagai berikut :
Seseorang yang bermaksud dengan niat yangvtelah dibuktikan dengan
permulaan pelaksanaan untuk melakukan pemberontakan terhadap
pemerintah dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun.

4) Orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata


Dijelaskan sebagai berikut :
Berdasarkan unsur ini pemberontakan harus diwujudkan dengan
penggunaan senjata untuk melawan pemerintah.

5) Orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia


menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan
yang melawan Pemerintahan dengan senjata
Dijelaskan sebagai berikut :
Pemberontakan menggunakan senjata haruslah dilakukan secara
berkelompok atupun bergabung demgan kelompok pemberontakan
tersebut. Apabila dilakukan oleh satu atau dua orang saja dan tidak dalam
hubungan organisasi berarti tidak termasuk pemberontakan, namun dapat
diancam dengan Pasal 212 KUHP yakni Melawan Pejabat yang sedang
melaksanakan tugas.

Ayat (2) “Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

6) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan pemberontakan


diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
paling lama dua puluh tahun.
Dijelaskan sebagai berikut :
Berbeda dari anggota atau orang yang berpartisipasi dalam pemberontakan.
Pidana yang diberikan bagi para pemimpin atau yang mempelopori gerakan
pemberontakan dengan menggunakan senjata, dengan niat yang telah
dibuktikan dengan permulaan pelaksanaan, dapat dipidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara sementara maksimal 20 tahun.

5. Rumusan Pasal 110 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) KUHP tentang permufakatan
jahat dan penyertaan istimewa (samenspanning) :
Ayat (1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106,
107 dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

1) Pasal 110 ayat (1)


Dijelaskan sebagai berikut :
Berdasarkan rumusan tersebut permufakatan/kesepakatan untuk melakukan
makar, dapat dipidana sesuai kejahatan itu sendiri. Artinya, seseorang sudah
dapat dihukum seperti kejahatan itu sendiri ketika dua orang atau lebih baru
hanya bersepakat untuk melakukan kejahatan makar. Jadi dalam hal ini belum
ada percobaan ataupun perbuatan permulaan.

Ayat (2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan
maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar
kejahatan:
1. berusaha menggerakan orang lain untuk melakukan, menyuruh
melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan
pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan;
2. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri atau orang lain;
3. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna
untuk melakukan kejahatan;
4. mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan
kejahatan yang bertujuan untuk diberitahukan kepada orang
lain;
5. berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan
yang diadakan oleh pemerintah untuk mencegah atau menindas
pelaksanaan kejahatan.

2) Pasal 110 ayat (2)


Dijelaskan sebagai berikut :
Berdasarkan rumusan ini bagi orang-orang yang melakukan mempersiapkan
atau memperlancar dengan maksud untuk melakukan makar, maka dapat
dipidana sama seperti kejahatan-kejahatan itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang
dianggap memenuhi unsur persiapan atau memperlancar perbuatan tindak
pidana makar telah dijabarkan dalam butir 1, 2, 3,4, dan 5 Pasal 110 ayat (2)
itu sendiri.

Ayat (3) “Barang-barang sebagaimana yang dimaksud dalam butir 3 ayat


sebelumnya, dapat dirampas.”

3) Pasal 110 ayat (3)


Dijelaskan sebagai berikut :
Berdasrakan rumusan tersebut merujuk pada butir keriga, persediaan barang
atau peralatan yang yang dimaksudkan untuk melakukan makar dapat disita
atau dirampas oleh pihak yamg berwenang.

Ayat (4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya
mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian
umum.

4) Pasal 110 ayat (4)


Dijelaskan sebagai berikut :
Bagi seseorang yang baru bermaksud untuk mempersiapkan atau meperlancar
makar juga dapat dipidana

Ayat (5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2
pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

5) Pasal 110 ayat (5)


Dijelaskan sebagai berikut :
Jika kegiatan pemufkatan dan persiapan dengan maksud untuk melakukan
tindak pidana makar telah terjadi dan dilakukan, maka dapat dilapatkan dua
kali pidananya sesuai dengan sanksi perbuatannya di ayat (1) dan (2) Pasal
110 KUHP ini.

Anda mungkin juga menyukai