Anda di halaman 1dari 9

Pemberontakan Menurut Perspektif UU Nomor 1 Tahun 2023

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
Dosen Pengampu : M. Iqbal, S.H., M.H.
Mata Kuliah : Tindak Pidana Tertentu (03)

1. Restu Amanda Putri Daulay - 2103101010019


2. Cut Wahyuni Aceh Putri - 2103101010355
3. Yasmin Khalisha Wahab - 2103101010356
4. Cut Celsa Alsa Nibila - 2103101010108
5. Mena Vianti Zahra - 2103101010358
6. Prisca Mayawi - 2103101010090
7. Mei Yunita - 2103101010360

FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Pemberontakan menurut Perspektif
UU Nomor 1 Tahun 2023 dan KUHP lama". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata
bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah. Kami berharap semoga
makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Banda Aceh, 11 November 2023

Daftar Isi

2
Cover

Kata Pengantar……………………………………………………………….…2
Daftar Isi…………………………………………………………………….…..3

Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….4

1.2 Rumusan Masalah….…………………………………………………….…..4

Bab II Isi……………………………………………………………………….......5

Bab III
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….……….10

3.2 Saran ……………………………………………………………….………..10

Daftar Pustaka………………………………………………………….………...11

Bab 1 Pendahuluan

3
1.1 Latar Belakang

Pemberontakan adalah sebuah usaha kolektif dari sekelompok orang untuk menentang
pemerintahan yang ada atau otoritas yang berkuasa. Biasanya dipicu oleh ketidakpuasan terhadap
kebijakan, perlakuan, atau kondisi yang dirasakan sebagai ketidakadilan oleh kelompok tersebut.
Pemberontakan dapat muncul dalam berbagai bentuk, dari perlawanan bersenjata hingga
demonstrasi damai yang luas. Ini seringkali memicu perubahan sosial, politik, atau bahkan
perubahan revolusioner dalam suatu masyarakat. Pemberontakan di Indonesia mencakup sejarah
yang panjang, mulai dari perlawanan terhadap penjajahan Belanda hingga konflik-konflik lokal
di berbagai daerah. Perlawanan terhadap penjajahan kolonial mencakup peristiwa penting seperti
Perang Diponegoro, Pemberontakan Pertapaan Banten, perlawanan di Aceh, dan tentu saja,
Perang Kemerdekaan yang membawa Indonesia meraih kemerdekaannya dari Belanda pada
tahun 1945. Selain itu, ada pula berbagai pemberontakan lokal setelah kemerdekaan yang terkait
dengan masalah politik, ekonomi, agama, dan identitas regional. Semua ini mencerminkan
kompleksitas sejarah Indonesia dalam perjuangan dan pemberontakan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa dasar hukum pemberontakan menurut UU No. 1 Tahun 2023 ?


2. Apa saja unsur pemberontakan menurut UU No. 1 Tahun 2023 ?
3. Jelaskan dasar hukum pemberontakan menurut perspektif KUHP lama ?
4. Apa saja unsur pemberontakan menurut KUHP lama ?

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Pemberontakan Sebagai Tindak Pidana

4
Tindak pidana menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
didefinisikan dengan perbuatan termasuk kejahatan (kriminil). Selanjutnya, dalam Buku I
Penyuluhan Hukum Program Jaksa Masuk Desa 1987/1988, tindak pidana diartikan sebagai
suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang- Undang atau peraturan-peraturan
yang apabila dilakukan atau dilalaikan, maka orang yang melakukan atau melalaikan itu,
diancam pidana tertentu. Jelasnya tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar hukum atau
perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman. Harus bertanggung jawab secara perdata
dan pidana atas setiap tindak pidana yang dilakukan sebelum dan setelah terjadi pertempuran
sebagaimana tindak pidana pada umumnya. Jika ia membunuh dan memenuhi syarat-syarat
qisas, ia harus di qisas. Jika ia mengambil harta dengan cara sembunyi- sembunyi dan memenuhi
syarat-syarat pencurian, ia harus dihukum sebagai pencuri. Jika ia menggasab harta atau
merusaknya, ia harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum atas orang yang tidak
menunaikan kewajiban. Apapun kondisinya, ia juga wajib membayar ganti rugi seperti biasanya
jika ia melakukan hal-hal yang mewajibkan ganti rugi, seperti pencurian, gasab dan perusakan
Dari dua kata kunci di atas, pemberontakan dan tindak pidana maka pada dasarnya
pemberontakan tersebut pemberontakan adalah suatu tindakan pelanggaran hukum, dan suatu
tindak pidana atau kriminalitas, karena mereka menentang dan melakukan perlawanan terhadap
imam (pemerintah) yang adil lagi yang sah berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
Dalam beberapa literatur pemberontakan, permusuhan serta pembunuhan adalah suatu hal
yang tidak disukai dan dilarang dalam hukum Negara Indonesia dan juga dalam hukum Islam
karena dapat menimbulkan kerugian semata, baik kerugian bersifat harta maupun jiwa dan tidak
disenangi oleh setiap manusia, karena banyaknya akibat yang akan timbul dari pemberontakan
tersebut, tetapi berhubung ada diantara orang-orang yang merasa tidak puas dan belum terpenuhi
maksud yang diharapkannya tanpa memperhatikan orang lain secara menyeluruh, maka tindak
pidana pemberontakan itu tetap terjadi. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), istilah pemberontakan lebih dikenal dengan istilah makar, dan termasuk tindak pidana
yang hukumannya juga sangat berat. Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mupun hukum
pidana Islam masing-masing mempunyai aturan yang berbeda tentang sanksi terhadap pelaku
tindak pidana pemberontakan. Pemberontakan adalah suatu problema yang masih dijumpai di
beberapa daerah atau negara, baik di negara muslim maupun negara non muslim yang cara
penyelesaiannya berbeda–beda sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku di
masing- masing negara yang bersangkutan. Dalam agama Islam pun memiliki hukum dan sanksi
tersendiri terhadap pelaku tindak pidana pemberontakan. Setiap pelanggaran pasti ada sebuah
tindakan hukum sebagai sanksinya, karena sebuah peraturan tanpa disertai oleh sanksi, niscaya
hasilnya akan nihil.

Secara umum, pemberontakan dapat terjadi dikategorikan ke dalam 4 bentuk, yaitu :


1. Rencana atau niat untuk tidak ikut dan melawan pemerintah yang sah di dalam satu-satu
Negara.

5
2. Niat hendak menaklukkan daerah negara seluruhnya atau dengan maksud hendak memisahkan
sebagian dari daerah negara tersebut.
3. Niat hendak membunuh presiden atau wakil presiden atau dengan maksud untuk merampas
kemerdekaannya dengan alasan bahwa tidak cakap dalam memerintah.
4. Menggulingkan/menyerang pemerintah yang dimaksudkan untuk merusak atau mengganti
pemerintahan dengan cara yang tidak sah terhadap susunan pemerintahan yang berdasarkan
Undang- Undang Dasar.

Berikut ini adalah dasar hukum pemberontakan menurut UU Nomor 1 Tahun 2023 dan
KUHP lama:
1. Dasar hukum pemberontakan menurut UU Nomor 1 Tahun 2023
Pasal 194
(l) Dipidana karena pemberontakan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun,
Setiap Orang yang:
a. melawan pemerintah dengan kekuatan senjata; atau
b. dengan maksud untuk melawan pemerintah bergerak bersama-sama atau menyatukan diri
dengan gerombolan yang melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata.
(2) Pemimpin atau pengatur pemberontakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
2. Unsur- unsur pemberontakan menurut UU Nomor 1 Tahun 2023
1. Setiap orang
2. Melawan pemerintah dengan kekuatan senjata
3. Dengan maksud bergerak bersama-sama atau menyatukan diri
3. Dasar hukum pemberontakan menurut KUHP lama
Pasal 108
1. Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun:
(1) orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata;
(2). orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama
atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata.
2. Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
4. Unsur-unsur pemberontakan menurut KUHP lama
(1). Barang siapa
(2). Melawan pemerintah Indonesia dengan senjata
(3). Dengan maksud menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri

B. Solusi Penyelesaian Pemberontakan


Sistem penyelesaian tindak pidana pemberontakan menurut hukum positif di Negara Indonesia
menganut sistem :

6
a. Rechtsstaat (Negara berdasarkan hukum), bukan berdasarkan kekuasaan.
b. Demokrasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Menjunjung tinggi hak asasi manusia.
d. Menjamin semua warga Negara dalam hal persamaan kedudukan di dalam hukum dan
pemerintahan.
Maka berdasarkan sistem ini akan diperlakukan hukum terhadap kelompok pemberontak yang
melakukan kekacauan di Negara Republik Indonesia, baik hukuman seumur hidup atau hukuman
penjara sementara, atau diberikan amnesti, bahkan bisa juga diberikan hukuman mati.
Dalam hukum Islam, pertumpahan darah dipandang sebagai suatu perbuatan yang tidak baik dan
dilarang oleh Allah SWT. Untuk itu perlu ditetapkan sebagai pedoman pelaksanaan ancaman
hukuman terhadap pemberontak dengan melalui tahapan-tahapan penyelesaiannya. Adapun
tahapan-tahapan penyelesaian terhadap tindak pidana pemberontakan dalam hukum Islam adalah
sebagai berikut :
a. Mengajak mereka untuk kembali kepangkuan pemerintah yang sah sebagaimana praktek Ali
bin Abi Thalib kepada golongan khawarij.
b.Setiap perjalanan mereka tidak boleh dihambat atau dihalangi.
c. Jangan menzalimi atau menganiaya mereka, jika didengarkan kemungkinan adanya
pemberontakan, maka dilakukan investigasi dan penyelidikan.
d. Imam (pemerintah) sudah pernah mengirimkan delegasi untuk mengajak berdamai dengan
mereka.
Peperangan adalah salah satu hal yang dapat merugikan dan memusnahkan manusia,
maka Islam tidak membenarkan perbuatan- perbuatan yang dapat menimbulkan korban jiwa,
kecuali apabila tiada alternatif (pilihan) lain yang harus ditempuh selain dengan cara peperangan.
Maka tindakan peperangan yang diambil pemerintah, diposisikan sebagai suatu hal yang
dharurah, hal ini sesuai dengan qaidah Ushul Fiqh, yang Artinya : “Suatu kepentingan dapat
diposisikan pada tempat dharurah, baik kepentingan tersebut bersifat umum maupun
Khusus”.

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan
Dari berbagai uraian yang telah penulis cantumkan sebelumnya,s isa kita lihat dari
berbagai macam bentuk tindak pidana pemberontakan yang terjadi, semuanya tidak terlepas dari
beberapa faktor, diantaranya faktor ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Imam (pemerintah)

7
yang dianggap tidak mempunyai kecakapan dalam menjalankan pemerintahan, faktor merasa
daerahnya dirugikan oleh kebijaksanaan Imam (pemerintah), dan faktor merasa Undang- Undang
atau peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh Imam (pemerintah) tidak layak dan tidak sesuai
dengan keinginan suatu kelompok masyarakat tertentu. Kemudian penyelesaian tindakan hukum
yang telah tertulis dan telah dibakukan, dalam hukum positif dan hukum Islam semuanya sudah
sangat konkrit. Hanya saja dalam penerapan dan pengimplementasiannya di lapangan yang
penulis anggap masih sangat minim dan belum berapa optimal, khususnya terhadap gerakan
pemberontakan yang terjadi dewasa ini. Khususnya penyelesaian hukum yang berlandaskan
hukum masih belum dapat dijalankan sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh landasan atau dasar
Negara Indonesia yang berasaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, bukan
berasaskan hukum Islam atau Negara Islam.
Berdasarkan uraian tersebut pula, dapat penulis simpulkan perbedaan tindak pidana
pemberontakan antara kajian hukum positif dengan hukum Islam. Tindakan hukum terhadap
pemberontakan menurut hukum positif masih terlihat longgar dan masih dapat membuka peluang
bagi para pelaku pemberontakan untuk mengulangi lagi pemberontakan tersebut walau telah
menjalani hukuman. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini timbul akibat dari hukum positif
yang lebih mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) yang didengung-dengungkan oleh dunia
Internasional, yang mengecam tindakan hukuman yang brutal terhadap manusia, apalagi sampai
menghilangkan nyawa manusia. Sedangkan hukum Islam lebih jeli melihat keselamatan dan
kenyamanan hidup seluruh manusia sesudah hukuman tersebut.

3.2 Saran

Pemberontakan selalu menjadi isu yang kompleks dan sulit. Untuk mengatasi
pemberontakan, perlu pendekatan komprehensif yang melibatkan dialog, penyelesaian masalah
yang mendasar, serta upaya untuk memahami penyebab serta kebutuhan yang mendasarinya.
Selain itu, penting untuk memperkuat tata kelola negara, memperbaiki ketimpangan sosial, dan
memberikan ruang bagi partisipasi politik yang inklusif bagi semua warga negara dengan
memperhatikan Hukum yang ada.

Daftar Pustaka

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bandung :PT. Karya Nusantara,
1986

8
Apeldoorn, L.J. van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, cet.ke-22, 1985.

Departemen Kehakiman, Naskah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Baru),


Buku Ke Satu, Buku Kedua, fotokopi.

Lamintang, P.A.F., Samosir, C.D., Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, cet.ke-2,
1985.

Anda mungkin juga menyukai