Anda di halaman 1dari 16

HAK KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN TINDAK PIDANA MAKAR

-Hufron-

ABSTRAK
Pada hakikatnya tindak pidana makar adalah suatu tindakan memenuhi dua unsur yakni niat di satu sisi dan
permulaan pelaksanaan di sisi yang lain. Permulaan pelaksanaan sendiri menunjuk pada tindakan untuk
menjatuhkan pemerintahan yang sah, membunuh Presiden atau Wakil Presiden, dan untuk memisahkan sebagian
atau seluruh dari wilayah Negara NKRI. Adapun kaitan antara hak kebebasan berpendapat dan tindak pidana makar
adalah kebebasan berpendapat, tepatnya kemerdekaan menyampaikan pendapat di depan umum, tidak dapat
dikatakan makar sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 6 Undang Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Depan Umum, yaitu menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; menghormati
aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan dan persatuan bangsa,
dan sebaliknya, kebebasan berpendapat dapat dikatakan sebagai makar apabila membawa benda-benda yang dapat
membahayakan kesalamatan umum yang dimaksudkan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, untuk
membunuh Presiden atau Wakil Presiden, dan untuk memisahkan sebagian atau seluruh dari wilayah Negara
NKRI.
Kata Kunci : tindak pidana makar, kebebasan berpendapat.

Abstract
Basically, the crime of treason is an act that fulfills two elements, namely the intention on one side and the
beginning of the implementation on the other side. The beginning of the implementation itself refers to actions to
bring down a legitimate government, kill the President or Vice President, and to separate part or all of the territory
of the Republic of Indonesia. The link between the right to freedom of opinion and treason crimes is freedom of
opinion, precisely freedom of expression in public, can not be said treason as long as it meets the provisions of
Article 6 of Law No. 9 of 1998 concerning Freedom of Expression in Public, namely respecting the rights and
freedoms of others; respect for generally recognized moral rules; obey the laws and provisions of the applicable
laws and regulations; maintain and respect public security and order; and maintaining the integrity and unity of
the nation, and vice versa, freedom of opinion can be said as treason if carrying objects that can jeopardize public
relations intended to bring down a legitimate government, to kill the President or Vice President, and to separate
part or all of the territory of the State Homeland.
Keywords: treason crime, freedom of opinion.

PENDAHULUAN tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan


Indonesia adalah negara yang berdasarkan Undang-Undang”.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Berkaitan dengan kemerdekaan
Kesatuan Republik Indonesia 1945 (selanjutnya menyampaikan pendapat diatur dalam Pasal 25
disingkat UUD NRI 1945), yang melindungi dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
kehidupan bersama dan untuk melindungi 1999 tentang Hak Asasi Manusia (yang
masyarakat yang adil dan makmur yang harus selanjutnya disebut UU HAM), sebagai berikut :
dijauhkan dari segala macam bahaya baik dari Pasal 25 :
dalam maupun luar negeri”.1 Dalam ketentuan “Setiap orang berhak untuk menyampaikan
Pasal 28 UUD NRI 1945 disebutkan : pendapat di muka umum, termasuk hak untuk
mogok sesuai dengan ketentuan Peraturan
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
Perundang-Undangan”.
mengeluarkan pikiran dengan lisan, maupun Pasal 44 :

1 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut

KUHP, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 33.

1
“Setiap orang baik sendiri maupun bersama- digunakan untuk menjerat warga yang melakukan
sama berhak mengajukan pendapat, kritik kepada pemerintah. Maka Mahkamah
permohonan, pengaduan dan/atau usulan Konstitusi (MK) seharusnya mendefinisikan ulang
kepada pemerintah dalam rangka
makna makar, bukan berarti tidak concern pada
pelaksanaan pemerintahan yang bersih,
efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun kejahatan yang menyerang negara. Tapi
dengan tulisan sesuai dengan ketentuan bagaimana menegakkan negara tanpa melanggar
Peraturan Perundang-Undangan yang hak asasi manusia.4
berlaku”. Oleh karena itu dipandang penting
Kemerdekaan menyampaikan pendapat merumuskan ulang tentang definisi makar dalam
adalah hak setiap warga negara untuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan Karena selama ini tentang definisi tindak pidana
sebagainnya secara bebas dan bertanggung jawab makar dalam KUHP bersifat multitafsir. Mengenai
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- istilah makar dalam KUHP sendiri dimulai
Undangan yang berlaku di hadapan orang penafsiran secara khusus yang dapat ditemui
banyak”.2 Di samping itu, kemerdekaan setiap dalam Pasal 87, yang berbunyi: “Dikatakan ada
warga negara untuk menyampaikan pendapat makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila
merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan pelaksanaan seperti dimaksud Pasal 53”.
bernegara”.3 Pasal 53 KUHP ini mengenai percobaan
Dalam praktik kemerdekaan menyampaikan melakukan kejahatan yang dapat dihukum
pendapat di depan umum dengan mengkritik (strafbare poging) dan membatasi tindak pidana
kebijakan pemerintah tidak jarang berhimpitan pada suatu perbuatan pelaksanaan
dengan tindak pidana makar. Hal ini juga ditopang (uitvoeringshandeling), sehingga tidak dapat
oleh tingkat pengetahuan dan pemahaman dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan
masyarakat khususnya, aparat penegak hukum perbuatan persiapan (voorbereidingshandeling).5
sebagai pihak yang menjalankan peraturan Suatu tindakan dapat diartikan makar jika
perundang-undangan menyebabkan seringnya memenuhi dua unsur yakni niat dan permulaan
terjadi kekeliruan dalam menafsirkan tindak pelaksanaan. Permulaan pelaksanaan sendiri
pidana makar tersebut. merujuk pada tindakan yang jelas menunjukkan
Selama ini aparat penegak hukum masih upaya untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.
menerapkan pasal makar sesuai rezim Putusan Mahkamah Konsitutsi Nomor 7/PUU-
pemerintahan yang berlaku. Dalam pemerintahan XV/2017 menjelaskan:
Orde Lama, pasal makar diterapkan ketika ada “bahwa delik makar cukup disyaratkan
serangan. Kemudian pada pemerintahan Orde adanya niat dan perbuatan permulaan
pelaksanaan, sehingga dengan terpenuhinya
Baru, pasal makar tidak digunakan dan berganti syarat itu terhadap pelaku telah dapat
Penetapan Presiden Nomor 11 Tahun 1963 tentang dilakukan tindakan penegakan hukum oleh
Pemberantasan Kegiatan Subversi yang mengatur penegak hukum. Demikian pula halnya
tentang tindakan merusak, menggulingkan, atau dengan pendapat yang mengatakan bahwa
merongrong kekuasaan negara. Sementara pada perbuatan pelaksanaan yang tidak sampai
pemerintahan saat ini, pasal makar kembali marak selesai bukan atas kehendaknya sendiri (delik
percobaan).”

2 Mochlisin, Kewarganegaraan, Inter Plus, Jakarta, 5 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana


hlm.67 Tertentu di Indonesia Cetakan Kedua, Refika Aditama,
3 Ibid. Bandung, 2008, hlm. 197
4 CNN Indonesia, Jakarta, Selasa (22/5).

2
Namun, dalam hal putusannya Mahkamah PEMBAHASAN
Konstitusi (MK) tidak pernah menjelaskan secara 1. Hakikat Tindak Pidana Makar
rinci tentang permulaan pelaksanaan itu, misalnya Istilah tindak pidana adalah berasal dari
ada upaya beli senjata atau gerakan untuk bunuh istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda
presiden. Kalau sekadar mengobrol dan yaitu “strafbaar feit”. Tim penerjemah Badan
mengkritik pemerintahan, itu belum bisa dimaknai Pembinaan Hukum Nasional dalam
sebagai tindakan makar.6 menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda ke
Pentingnya pembatasan definisi makar dalam bahasa Indonesia, menerjemahkan istilah
KUHP, karena memiliki penafsiran yang luas dan strafbaar feit sebagai tindak pidana.8
beragam (vage normen). Makar memiliki Makar berasal dari bahasa belanda “aanslag”
multipurpose act dan tidak memiliki lex scripta yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti
(kejelasan dalam rumusan delik).7 Penggunaan suatu penyerangan dengan maksud tidak baik
kata makar seharusnya diartikan sebagai (misdadige aanranding).9 Menurut Kamus Besar
“serangan” sesuai dengan istilah aslinya dalam Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Hukum
Bahasa Belanda yaitu “aanslag”, karena dengan Andi Hamzah, makar yaitu: akal busuk; tipu
diartikannya “aanslag” sebagai “makar” bukan muslihat; perbuatan (usaha) dengan maksud
sebagai “serangan”, maka telah timbul hendak menyerang (membunuh) orang. Perbuatan
ketidakpastian hukum sebab penegak hukum (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
dapat sesuka hati menafsirkan kata “makar”. Dalam beberapa kamus bahasa Belanda,
Penerapan pasal tindak pidana makar “aanslag” diartikan sebagai gewelddadige aanval,
terhadap pelaku demonstrasi di Indonesia sangat yang dalam bahasa Inggris, violent attack. Aanslag
berkaitan dengan kebebasan berpendapat (freedom memilik arti yang sama dengan onslaught dalam
of opinion) dan kebebasan berekspresi (freedom of bahasa inggris yang artinya juga violent attack,
expression). Karena , kebebasan berpendapat dan fierce attack atau segala serangan yang bersifat
berekspresi yang sebagaimana diatur dalam Pasal kuat (vigorious).10 Mengenai istilah makar dalam
28 E ayat (3) UUD NRI 1945 : “Setiap orang KUHP sendiri dimulai penafsiran secara khusus
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan yang dapat ditemui dalam Pasal 87, yang
mengeluarkan pendapat”., sehingga menjadi berbunyi:
kewajiban negara, terutama pemerintah untuk “Dikatakan ada makar untuk melakukan
memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu
dan pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan seperti dimaksud Pasal 53”
dimaksud Pasal 28 I ayat (4) UUD NRI 1945.
Bertitik tolak dari uraian di atas, diajukan Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan
rumusan masalah sebagai berikut : (1) Apakah kejahatan yang dapat dihukum (strafbare poging)
hakekat tindak pidana makar ? (2) Bagaimana dan membatasi tindak pidana pada suatu perbuatan
kaitan antara hak kebebasan berpendapat dengan pelaksanaan (uitvoeringshandeling), sehingga
tindak pidana makar di Indonesia ? tidak dapat dihukum suatu perbuatan yang baru
merupakan perbuatan persiapan

6 8 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170523161736- Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 55


9
12-216750/saksi-uji-materi-makar-harus-penuhi-unsur-niat- Made Dewawarna, Tindak Pidana Makar Dalam
dan-tindakan, diakses pada tanggal 13 Desember 2019 Rancangan KUHP, Aliansi Nasional Reformasi KUHP,
7 Ahmad Sofian, Makar Dalam Hukum Positif di Jakarta, 2016, hlm. 4
Indonesia, diakses melalui business- 10 Ibid, hlm. 5

law.binus.ac.id/2017/05/31/makar-dalam-dalam-hukum-
positif-indonesia/ pada tanggal 13 Desember 2019

3
(voorbereidingshandeling).11 Nyatalah bahwa sempit dari pengertian syarat dapat dipidananya
sebenarnya makar itu sendiri adalah suatu melakukan percobaan kejahatan yang dirumuskan
pengertian khusus yang berhubungan erat dengan pada Pasal 53 (1). Berbeda dengan percobaan
syarat-syarat (dua syarat) dari 3 syarat yang ada melakukan kejahatan yang menurut Pasal 53 (1)
dalam hal untuk dapat dipidananya suatu mensyaratkan tidak selesainya karena bukan dari
percobaan melakukan kejahatan sebagaimana sebab kehendaknya sendiri, tapi pada makar telah
dimuat dalam Pasal 53 KUHP. terwujud secara sempurna walaupun pelaksanaan
KUHP hanya merumuskan batasan mengenai tidak selesai karena atas kehendaknya sendiri
kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan secara sukarela.
kejahatan yang dapat di pidana, yaitu Pasal 53 ayat Dengan penjelasan tersebut diatas, dapat
(1) berbunyi: diketahui bahwa makar itu adalah suatu wujud
“Percobaan untuk melakukan kejahatan tingkah laku tertentu yang telah memenuhi unsur
terancam hukuman, bila maksud si pembuat pertama dan kedua dari asal 53 ayat (1), yang
sudah nyata dengan dimulainya perbuatan itu artinya untuk mempidana sesuatu pelaku/ pembuat
dan perbuatan itu tidak jadi sampai selesai
(dader) yang telah melakukan suatu perbuatan
hanyalah lantaran hal yang tidak bergantung
dari kemauannya sendiri” yang masuk kualifikasi kejahatan makar, sudahlah
cukup terpenuhi syarat adanya niat yang ternyata
Menurut Pasal 53 ayat (1) ada 3 syarat yang dari adanya permulaan pelaksanaan beserta
harus ada agar seseorang dapat di pidana maksud tertentu yang terlarang oleh Undang-
melakukan percobaan kejahatan, yaitu: undang, tanpa harus dipenuhinya syarat tidak
a. adanya niat; selesainya pelaksanaan perbuatan bukan semata-
b. adanya permulaan pelaksanaan; mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.14
c. pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata- Menurut Mardjono Reksodiputro, makar
mata disebabkan karena kehendaknya.12 sebagai kata tersendiri, bukan merupakan konsep
hukum. Kata makar baru memiliki arti apabila
Percobaan yang dapat dipidana menurut dikaitkan dengan suatu perbuatan yang dimaksud
sistem hukum KUHP bukanlah percobaan oleh pelakunya. Jadi yang merupakan konsep
terhadap semua jenis tindak pidana. Yang dapat hukum adalah “makar” dalam kalimat-kalimat
dipidana hanyalah percobaan terhadap tindak seperti “makar dengan maksud untuk membunuh
pidana yang berupa kejahatan saja, sedangkan presiden atau wakil presiden”; “makar dengan
percobaan pelanggaran tidak dapat dipidana.13 maksud memisahkan sebagian dari wilayah
Ketentuan Pasal 87 KUHP hanya Negara”; “makar dengan maksud menggulingkan
memberikan suatu penafsiran tentang istilah pemerintahan”. Hal tersebut diperjelas pula
“makar” dan tidak memberikan definisinya. dengan adanya ketentuan Pasal 87 KUHP yang
Berdasarkan rumusan pasal 87 tersebut, adalah dalam pasal tersebut mengatakan bahwa perbuatan
tidak dapat terjadi percobaan pada makar, karena makar yang diatur dalam Pasal 104, Pasal 106,
makar itu sendiri pada dasarnya adalah bagian dari Pasal 107, dan Pasal 140 KUHP, baru ada atau
percobaan (syarat- syarat untuk dipidananya baru dapat dikatakan sebagai makar apabila ada
percobaan), walaupun pengertiannnya lebih “permulaan pelaksanaan”. Sehingga dari pasal

11 13
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II,
Tertentu di Indonesia Cetakan Kedua, Refika Aditama, Universitas Diponegoro, Semarang, 1993, hlm. 1
Bandung, 2008, hlm. 197 14 Adami Chazawi, Op.Cit., hlm. 10
12 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan

Keselamatan Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,


hlm. 8

4
tersebut menentukan bahwa tindak pidana makar nyawa Presiden atau Wakil Presiden, tindak
baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya pidana makar dengan maksud untuk menjadikan
perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari orang yang seluruh atau sebagian wilayah negara ke bawah
berbuat makar. Tindak pidana makar itu sendiri kekuasaan asing atau untuk memisahkan sebagian
merupakan tindak pidana yang dirumuskan secara wilayah negara, dan tindak pidana makar dengan
khusus, “makar” yang berhasil maupun “makar” maksud menggulingkan pemerintah.18
yang tidak berhasil diatur oleh pasal yang sama Dalam hal ini, kejahatan yang masuk kategori
karena tindak pidana tersebut tergolong menjadi makar yang mengancam kepentingan hukum atas
tindak pidana yang sangat berbahaya karena dapat keamanan dan keselamatan Negara Republik
mengancam keamanan negara.15 Indonesia sebagaimana dimuat dalam Bab I Buku
Makar secara umum dipahami sebagai II KUHP terdiri dari 3 bentuk, yaitu:
perbuatan jahat atau persekongkolan jahat yang 1. Pasal 104 KUHP yaitu makar yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia menyerang terhadap kepentingan hukum bagi
untuk membahayakan atau mencelakakan orang keamanan Kepala Negara atau Wakilnya.
lain. Dengan demikian perbuatan makar yaitu 2. Pasal 106 KUHP yaitu makar yang
perbuatan jahat atau persengkokolan jahat dengan menyerang terhadap kepentingan hukum bagi
maksud hendak membunuh, perlawanan terhadap keutuhan wilayah Negara.
presiden dan wakil presiden, menjatuhkan 3. Pasal 107 KUHP yaitu makar yang
pemerintah yang sah dengan maksud menyerang menyerang terhadap kepentingan hukum bagi
atau menjatuhkan dan melakukan perlawanan.16 tegaknya pemerintahan Negara.19
Apabila merujuk pada pasal-pasal makar
dalam KUHP, maka pasal-pasal tersebut dapat 2. Makar yang Menyerang Kemerdekaan
digolongkan sebagai delik formil. Artinya, tidak Presiden atau Wakilnya
perlu sampai tergulingnya pemerintahan untuk Dalam Pasal 104 KUHP dirumuskan:
dapat dipidana, tapi berencana saja sudah terkena “Makar dengan maksud untuk membunuh,
tindak pidana makar. Ketentuan pasal-pasal makar atau merampas kemerdekaan atau
ini memang sangat luas penafsirannya. Orang meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil
Presiden, diancam dengan pidana mati atau
yang berunjuk rasa atau mengadakan rapat-rapat
pidana penjara seumur hidup atau pidana
tetapi berniat, bermufakat, atau berupaya penjara sementara paling lama dua puluh
menggulingkan pemerintahan yang sah, dapat tahun”.
terkena delik formil ini karena makar menurut
Pasal 104 sebagai pasal pertama yang
KUHP tidak harus menunggu selesainya
memuat tindak pidana berupa makar yang
perbuatan, melainkan saat perbuatan pelaksanaan
dilakukan dengan tujuan akan menghilangkan
permulaan, sudah dianggap sebagai perbuatan
nyawa atau kemerdekaan Presiden atau Wakil
yang selesai.17
Presiden Republik Indonesia, atau dengan tujuan
Tindak pidana makar terdiri dari beberapa
akan menjadikan mereka tidak dapat menjalankan
macam bentuk tindak pidana seperti tindak pidana
pemerintahan sebagaimana mestinya.20 Di dalam
makar dengan maksud untuk menghilangkan
Pasal 104 KUHP menjelaskan bahwa objeknya

15 Adami Chazawi, Op.Cit., hlm. 10 18 Abdurisfa Adzan Trahjurendra, Jurnal Politik Hukum
16
Made Dewawarna, Op.Cit., hlm. 5 Pengaturan Tindak Pidana Makar di Indonesia, FH
17 Lidya Suryani Widayati, Tindak Pidana Makar, Universitas Brawijaya, 2016, hlm. 3
Majalah Info Singkat Hukum Vol. VIII No. 23, Jakarta, 2013, 19 Adam Chazawi, Op.Cit., hlm. 11

hlm. 2-3 20 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hlm.


196

5
adalah kepala negara yaitu Presiden atau Wakil penjara seumur hidup atau pidana penjara
Presiden. sementara paling lama dua puluh tahun”.
Rumusan dari Pasal 107 KUHP adalah bahwa
3. Makar Yang Menyerang Keamanan Dan
makar dengan maksud menggulingkan
Keutuhan Wilayah Negara
pemerintahan (meniadakan atau mengganti bentuk
Terjaminnya keamanan dan keutuhan
pemerintahan) tidaklah harus dilakukan dengan
wilayah negara merupakan bentuk integritas suatu
kekerasan (bersenjata), namun cukup dengan
negara, maka keamanan dan keutuhan wilayah
segala perbuatan yang tidak sesuai dengan
negara wajib dipertahankan. Kejahatan yang
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
mengancam atau menyerang keamanan dan
Sedangkat pada ayat (2), menentukan pidana yang
keutuhan wilayah negara merupakan bentuk dari
lebih berat bagi pimpinan atau orang yang
kejahatan makar, kejahatan makar yang dimaksud
mengatur makar tersebut.
adalah kejahatan makar yang dirumuskan pada
Dalam KUHP tindak pidana makar tidak
Pasal 106 KUHP, yang menyatakan:
hanya berupa menjatuhkan pemerintahan yang
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau
sebagian dari wilayah negara, diancam sah, melainkan juga tindak pidana makar dengan
dengan pidana penjara seumur hidup atau maksud untuk menghilangkan nyawa Presiden
pidana penjara sementara paling lama dua atau Wakil Presiden,dan tindak pidana makar
puluh tahun”. dengan maksud untuk menjadikan seluruh atau
Dalam kejahatan makar yang dirumuskan sebagian wilayah negara ke bawah kekuasaan
pada Pasal 106 KUHP ini yang menjadi obyek asing atau untuk memisahkan sebagian wilayah
kejahatan adalah keutuhan wilayah Negara negara.
Republik Indonesia, yang dapat dilaksanakan dua Penulis sependapat dengan Mardjono
cara: Reksodiputro bahwa kata “makar” baru memiliki
a. Melakukan perbuatan dengan arti apabila dikaitkan dengan suatu perbuatan yang
meletakkan/menyerahkan seluruh atau dimaksud oleh pelakunya, seperti “makar dengan
sebagai wilayah Republik Indonesia ke dalam maksud untuk membunuh presiden atau wakil
kekuasaan musuh atau negara asing. presiden”; “makar dengan maksud memisahkan
b. Melakukan perbuatan dengan memisahkan sebagian dari wilayah Negara”; “makar dengan
sebagian wilayah dari wilayah Negara maksud menggulingkan pemerintahan”.
Republik Kesatuan Republik Indonesia.21 Hal tersebut diperjelas pula dengan adanya
4. Makar yang Menyerang Kepentingan ketentuan Pasal 87 KUHP yang dalam pasal
Hukum Tegaknya Pemerintahan Negara tersebut mengatakan bahwa perbuatan makar yang
Pasal 107 KUHP yang menjelaskan bahwa diatur dalam Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, dan
tindak pidana makar dengan maksud untuk Pasal 140 KUHP, baru ada atau baru dapat
merobohkan/menggulingkan pemerintahan yang dikatakan sebagai makar apabila ada “permulaan
dirumuskan dalam Pasal 107 KUHP yang pelaksanaan”.
menyatakan: Hal ini diperkuat dengan Putusan Mahkamah
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan Konstitusi Nomor 7/PUU-XV/2017 menjelaskan:
pemerintah, diancam dengan pidana penjara bahwa delik makar cukup
paling lama lima belas tahun. disyaratkan adanya niat dan
perbuatan permulaan pelaksanaan,
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut
sehingga dengan terpenuhinya syarat
dalam ayat (1), diancam dengan pidana itu terhadap pelaku telah dapat

21 Abdurisfa Adzan Trahjurendra, Op.Cit., hlm. 5

6
dilakukan tindakan penegakan kebencian. Dapat diidentikan dengan istilah
hukum oleh penegak hukum. kebebasan berekspresi yang terkadang digunakan
Demikian pula halnya dengan untuk menunjukkan bukan hanya kepada
pendapat yang mengatakan bahwa
kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada
perbuatan pelaksanaan yang tidak
sampai selesai bukan atas tindakan pencarian, penerimaan dan bagian dari
kehendaknya sendiri (delik informasi atau ide apapun yang sedang
percobaan). dipergunakan.22
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, UUD NRI 1945 memberikan jaminan
bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana konstitusional terhadap kemerdekaan
makar pada hakikatnya adalah suatu tindakan mengemukakan pendapat. Dalam Pasal 28 UUD
memenuhi dua unsur yakni niat di satu sisi dan NRI 1945, dinyatakan secara tegas bahwa
permulaan pelaksanaan di sisi yang lain. “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
Permulaan pelaksanaan sendiri menunjuk pada mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan,
tindakan untuk menjatuhkan pemerintahan yang dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
sah, untuk membunuh Presiden atau Wakil undang.” Kemudian dalam Pasal 28E Ayat (3)
Presiden, dan untuk memisahkan sebagian atau menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan
seluruh dari wilayah Negara NKRI. berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.” Kedua pasal tersebut membuktikan
bahwa UUD 1945 memberikan jaminan bahwa
1.1. Kaitan Antara Hak Kebebasan
mengemukakan pendapat adalah hak asasi yang
Berpendapat Dengan Tindak Pidana
dijamin oleh undang-undang.
Makar
1.1.1. Konsep Hak Kebebasan Berpendapat Terkait kebebasan, John Stuart Mill
Indonesia merupakan negara hukum, yang mengatakan bahwa semakin luas kebebasan
salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya berekspresi dibuka dalam sebuah masyarakat atau
kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, peradaban, maka masyarakat atau peradaban
dan jaminan adanya perlindungan hak asasi tersebut semakin maju dan berkembang.23
manusia. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pada Kebebasan secara umum dimasukan kedalam
pasal 1 ayat (3) yang berbunyi : “Negara Indonesia konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi
adalah negara hukum”. Negara hukum disini, dimana individu memiliki kemampuan untuk
segala tindakan penguasa dan rakyat harus bertindak sesuai dengan keinginannya.24
berdasarkan dengan hukum. Kegiatan atau aksi Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi
dari demonstrasi ini merupakan salah satu hak manusia (HAM) yang fundamental. Selain
rakyat yang telah dilindungi oleh negara. memperoleh pengakuan secara internasional
Kebebasan berpendapat (freedom of speech) melalui Deklarasi Universal HAM (DUHAM)
adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak tahun 1948, juga secara nasional Indonesia sangat
untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tegas mencantumkan penghargaan kebebasan
tindakan sensor atau pembatasan, akan tetapi berbicara dalam Undang-Undang Dasar Tahun
dalam hal ini tidak termasuk dalam menyebarkan 1945 (UUD 1945).

22 23
Peiroll Gerard Notanubun, Tinjauan Yuridis Hamid Basyaib, Membela Kebebasan, Freedom
Terhadap Kebebasan Berbicara Dalam Ketentuan Pasal 27 Institute, Jakarta, 2006, hlm. 147
ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Dalam 24 Rizki Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi

Hubungan Dengan Pasal 28 UUD 1945, Jurnal Ilmu Hukum, Manusia, dan Demokrasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013,
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya, 2014, hlm. 55
hlm. 112

7
Perkembangan pengakuan dan jaminan HAM Lorenz Bagus dalam kamus filsafat
memunculkan konsep tentang hak-hak yang tidak mendefinisikan kebebasan sebagai kualitas tidak
dapat dicabut/dikurangi pemenuhannya dalam adanya rintangan nasib, keharusan atau keadaan di
keadaan apapun (non derogable rights) dan hak- dalam keputusan atau tindakan seseorang.27
hak yang dapat dibatasi atau dikurangi Menurut John W, Johnson, memberikan
pemenuhannya (derogable rights). Hak-hak dalam pengertian kebebasan berpendapat dan kebebasan
jenis ‘non derogable’, merupakan hak-hak yang pers adalah bagian dari kebebasan individu yang
bersifat absolut yang tidak noleh dikurangi atau tidak bisa dibatasi oleh pemerintah negara-negara
dibatasi pemenuhannya, walaupun dalam keadaan bagian maupun nasional.28
darurat sekalipun.25 Menurut Dr. Bonaventure Rutinwa:
Dalam buku Etika, menurut Bertens, istilah
“Freedom of expression consist of two
kebebasan merupakan hal yang dapat dirasakan elements: the first is the freedom to seek,
tetapi sulit dijawab bila ditanyakan apa yang receive and import information and ideas of
dimaksud atau apa definisi dari kebebasan all kinds, regardiess of frontiers and the
tersebut. Secara umum istilah kebebasan biasanya second is the right to choose the means to do
dikaitkan dengan tiadanya penghalang, pembatas, so. Thus, the freedom of expression protects
ikatan, paksaan, hambatan, kewajiban dari hal not only the subtance of ideas and
information, but also their from, their
tertentu atau untuk melakukan sesuatu. Dalam carriers and the means of transmission and
hidup manusia, kebebasan merupakan suatu reception”.29
realitas yang kompleks. Bahkan, menurut Dister,
Articles 10 (1) ketentuan Freedom of expression
istilah kebebasan dimaknai secara berbeda-beda
dalam ”The European Convention on Human
dan bahkan ketika kita menunjuk pada suatu
Right” menyatakan :
peristiwa yang sama. Selanjutnya, Dister
mengatakan bahwa bila kata “bebas” hanya ”....applies not only to the content of
mempunyai satu arti saja, maka tentu saja apa yang information but also to the means of
dimaksud Acton dan Roesseau merupakan hal transmission or reception since any
restriction imposed on the means of
yang bertentangan. Acton mengatakan bahwa
transmission or reception since any
manusia sekarang menjadi lebih bebas sedangkan restriction imposed on the means necessarily
Roesseau mengatakan manusia sekarang menjadi interfes with the right to receive and import
lebih tidak bebas. Interpretasi akan makna “bebas” information”.30
ini menjadi sedikit jelas ketika istilah ini harus Pandangan Hebermas dalam bukunya Publik
dihubungkan dengan kata lain yaitu “dari atau Space, sebuah kebebasan berpendapat adalah
untuk”. Oleh karena itu istilah kebebasan biasanya bentuk kebebasan ekspresif yang menjadi sarana
dikaitkan dengan tiadanya penghalang, pembatas, bagi ruang ‘public politis’ dalam kondisi-kondisi
ikatan, paksaan, hambatan, kewajiban dari hal komunikasi yang memungkinkan warga negara
tertentu atau untuk melakukan sesuatu.26 membentuk opini dan kehendak bersama secara
diskursi Ruang Publik.31

25 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 28 John W. Johnson, Peran Media Bebas, Demokrasi,

Kebebasan Berekspresi di Internet, Elsam, Jakarta, 2013, hlm. Office of International Information Programs U.S.
1 Departement of States, 2001, hlm. 53
26 29
Sartika, Etika Kebebasan Beragama, Jurnal Filsafat Jimly Ashiddiqie, Kemerdekaan Berserikat,
Vol. 18 Nomor 3, 2008, hlm. 242-243 Pembubaran Parta Politik dan Mahkamah Konstitusi,
27 Lorenz Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, Konstitusi Pers, Jakarta, 2006, hlm. 17
2002, hlm. 46 30 Ibid, hlm. 18
31 Habernas Jurgen, Ruang Publik dalam Terjemahan

Yudh Santoso, Kreasi Kencana, Yogyakarta, 2007, hlm. 286

8
Kebebasan berpendapat merupakan salah Berangkat dari pasal 19 Kovenan SIPOL,
satu elemen penting dalam demokrasi. Bahkan, maka UU No.9 tahun 1998 dibentuk selain
dalam sidang pertama PBB pada tahun 1946, bersumber pada pasal 28 UUD 1945 yang
sebelum disahkannya Universal Declaration on menjamin hak warga negara. Pembatasan dalam
Human Rights atau Traktat-traktat diadopsi, pelaksanaannya yang dimungkinkan pasal 19
Majelis Umum PBB melalui Resolusi Nomor 59 kovenan adalah; (1) Menghormati hak-hak dan
(I) terlebih dahulu telah menyatakan bahwa “hak nama baik orang lain; (2) Menjaga keamanan
atas informasi merupakan hak asasi manusia nasional atau kesehatan atau ketertiban umum atau
fundamental dan ...standar dari semua kebebasan kesusilaan umum.
yang dinyatakan ‘suci’ oleh PBB”.32 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 Pasal Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
19 yaitu : “Setiap orang berhak atas kemerdekaan disebutkan:
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
pendapat”. Secara internasional hal ini diatur di yang melekat pada hakekat dan keberadaan
dalam Universal Declaration of Human Rights manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
pada pasal 19 yang berbunyi “Everyone has the Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
right to freedom of opinion and expression, this wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
right includes freedom to hold opinions without dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
interference and to seek, receive and impart dan setiap orang demi kehormatan serta
information and ideas through any media and perlindungan harkat dan martabat manusia.
regardless of frontiers”.
Ratifikasi Indonesia terhadap konvensi Dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 9 tahun 1998
internasional tentang hak sipil dan politik serta hak disebutkan :
ekonomi, sosial, dan budaya mengharuskan
Indonesia untuk menerapkan aturan tentang hak- “Setiap warga negara secara perseorangan
hak tersebut dalam pemerintahannya. Kebebasan atau kelompok bebas menyampaikan
berpendapat merupakan salah satu bagian dari hak pendapat sebagai perwujudan hak dan
sipil dan poltik yang harus mendapatkan ruang tanggung jawab berdemokrasi dalam
pengaturan di masyarakat. kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
Peristilahan yang digunakan dalam UU bernegara”
Nomor 9 tahun 1998 adalah kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum. Tujuan dari kemerdekaan mengemukakan
Sesungguhnya yang dimaksud di dalam undang- pendapat di muka umum adalah mewujudkan
undang ini adalah berasal dari hak kebebasan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah
mengeluarkan pendapat yang diatur di dalam satu pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila
DUHAM ataupun Kovenan Sipil dan Politik dan UUD 1945, mewujudkan perlindungan hukum
(SIPOL) khususnya pasal 19 (Kovenan disetujui yang konsisten dan berkesinambungan dalam
dan terbuka untuk ditandatangani, pengesahan dan menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat,
penyertaan dengan Resolusi majelis umum 2200 A mewujudkan iklim yang kondusif, bagi
(XXI) 16 Desember 1996).33 berkembangnya partisipasi dan kreatifitas setiap

32 Tony Yuri Rahmanto, Kebebasan Berekspresi Dalam 33 Lies Soegondo, Hak Atas Kebebasan Mengeluarkan

Perspektif Hak Asasi Manusia: Perlindungan, Permasalahan, Pendapat, Jurnal Komnas HAM Vol. 89, 2007, hlm. 4
dan Implementasinya di Provinsi Jawa Barat, Jurnal Hak
Asasi Manusia Vol. 7 Nomor 1, 2016, hlm. 48

9
warga negara sebagai perwujudan hak dan Kebebasan berpendapat dan berekspresi
tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi, sejatinya diakui di dunia Internasional sebagai
mendapatkan tanggung jawab sosial dalam salah satu hak asasi manusia. Hal ini terbukti
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan dengan tercantumnya kebebasan mempunyai dan
bernegara tanpa mengabaikan kepentingan mengeluarkan pendapat dalam Pasal 19 Deklarasi
perseorangan atau kelompok. Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang
Bahwa dari uraian diatas, yang dimaksud berbunyi:
dengan hak kebebasan berpendapat adalah hak “Everyone has the right to freedom of opinion
asasi manusia yang fundamental yang mengacu and expression; this right includes freedom to
pada sebuah hak untuk berpendapat secara bebas hold opinions without interference and to
tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan seek, receive and impart information and
akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal ideas through any media and regardless of
untuk menyebarkan kebencian. Kebebasan frontiers”.
berpendapat bertujuan untuk mewujudkan Yang bermakna setiap orang berhak atas
kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
satu pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan
dan UUD 1945, mewujudkan perlindungan hukum menganut pendapat tanpa mendapat gangguan,
yang konsisten dan berkesinambungan dalam dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat, keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara
mewujudkan iklim yang kondusif, bagi apa pun dan dengan tidak memandang batas-
berkembangnya partisipasi dan kreatifitas setiap batas.35
warga negara sebagai perwujudan hak dan Secara formal, pengakuan Indonesia akan
tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi. kebebasan berpendapat dan berekspresi tercantum
dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945. Berikut isi
1.1.2. Hak Kebebasan Berpendapat Yang pasal 28E ayat (3): “Setiap orang berhak atas
Dilakukan Sesuai Dengan Peraturan kebebasan beserikat, berkumpul, dan
Perundang-Undangan mengeluarkan pendapat”.
Sebagai negara hukum, Indonesia Selain itu, dalam pasal 1 ayat (1) dan pasal 2
mengutamakan adanya perlindungan hak asasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
manusia sebagai sarana awal berkembangnya kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
paham demokrasi. Pendeklarasian Indonesia umum dinyatakan bahwa Kemerdekaan
sebagai negara hukum secara tegas terdapat dalam menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
UUD 1945. Sebagai sebuah negara hukum negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
terdapat 3 persyaratan mutlak yang harus dipenuhi tulisan, dan sebagainya secara bebas dan
diantaranya: 1) Pemerintahan yang berdasarkan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
aturan hukum; 2) Adanya pemisahan di masing- peraturan perundang-undangan yang berlaku.
masing bidang kekuasaan negara; serta 3) Selanjutnya, Setiap warga negara, secara
Menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia bagi perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan
segenap warga negara.34 pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung

34 Antari, Putu Eva Ditayani, Tinjauan Yuridis 35 Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, Fakultas

Pembatasan Kebebasan Berpendapat Pada Media Sosial di Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 132
Indonesia, Jurnal Hukum Undiknas Vol. 04 Nomor 01, 2017,
hlm. 16

10
jawab berdemokrasi dalam kehidupan b. menghormati aturan-aturan moral yang
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. diakui umum;
Meskipun ada jaminan untuk bebas c. menaati hukum dan ketentuan peraturan
berpendapat dan berekspresi, pelaksanaan hak perundang-undangan yang berlaku;
tersebut tidaklah tak terbatas. Hak tersebut d. menjaga dan menghormati keamanan dan
dibatasi oleh pasal 29 ayat 2 pada deklarasi yang ketertiban umum; dan
sama, berbunyi, “Dalam menjalankan hak-hak dan e. menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.
kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus
tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang Ketentuan Pasal 6 di atas adalah
ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud memberi batasan atas kebebasan berpendapat
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan dimana warga negara yang menyampaikan
penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan- pendapat di muka umum mempunyai kewajiban
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi dan tanggung jawab untuk :
persyaratan aspek moralitas, ketertiban dan a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang lain;
demokratis”. Pembatasan tersebut dapat b. menghormati aturan-aturan moral yang
dimungkinkan karena kebebasan berpendapat diakui umum;
tergolong sebagai derogable rights.36 c. menaati hukum dan ketentuan peraturan
Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka perundang-undangan yang berlaku;
umum haruslah memenuhi apa yang diperintahkan d. menjaga dan menghormati keamanan dan
oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 ketertiban umum; dan
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di e. menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.
Muka Umum. Pasal 5 dan 6 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 9
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Tahun 1998 disebutkan bahwa Dalam pelaksanaan
menyatakan hak dan kewajiban warga negara penyampaian pendapat di rnuka umurn oleh warga
dalam menyampaikan pendapat dengan ketentuan Negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan
sebagai berikut: bertanggung jawab untuk :
a. melindungi hak asasi manusia;
Pasal 5 b. rnenghargai asas legalitas;
Warga negara yang menyampaikan pendapat c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah;
di muka umum berhak untuk: (a) dan
mengeluarkan pikiran secara bebas; (b) d. rnenyelenggarakan pengamanan.
memperoleh perlindungan hukum;
Selanjutnya Pasal 8 Undang-Undang Nomor
Pasal 6 9 Tahun 1998 menyebutkan bahwa “ Masyarakat
Warga negara yang menyampaikan pendapat berhak berperan serta secara bertanggung jawab
di muka umum berkewajiban dan untuk berupaya agar penyarnpaian pendapat di
bertanggung jawab untuk: muka umum dapat berlangsung secara aman,
a. menghormati hak-hak dan kebebasan tertib, dan damai”.
orang lain; Adapun bentuk-bentuk dan tata cara
penyampaian pendapat di muka umum, diatur

36 Siti Faridah, Relevansi “Makar” Dalam Nomor 2, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang,
#2019GantiPresiden, Seminar Hukum Nasional Vol. 4 2018, hlm. 242

11
dalam ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang melanggar HAM orang lain. Pembubaran terhadap
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum juga dapat
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang dilakukan apabila terdapat ancaman umum
menyatakan: terhadap masyarakat dengan membawa alat-alat
“Penyampaian pendapat di muka umum berbahaya yang dapat membahayakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keselamatan umum sebagaimana dimaksud pada
dilaksanakan di tempat-tempat terbuka, Pasal 9 ayat (3) tersebut di atas.
kecuali:
a. di lingkungan istana kepresidenan, tempat 1.1.3. Hak Kebebasan Berpendapat Yang
ibadah, instansi militer, rumah sakit, Tidak Memenuhi Ketentuan Peraturan
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta Perundang-Undangan dapat Merupakan
api, terminal angkutan darat, dan obyek- Tindak Pidana Makar
obyek vital nasional; Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka
b. pada hari besar nasional. umum haruslah memenuhi apa yang diperintahkan
oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Tahun 1998 menyebutkan bahwa : “Pelaku atau Muka Umum. Pasal 5 dan 6 Undang-Undang
peserta penyampaian pendapat di muka umum Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
membawa benda-benda yang dapat menyatakan hak dan kewajiban warga negara
membahayakan keselamatan umum”. dalam menyampaikan pendapat dengan ketentuan
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 9 Tahun sebagai berikut:
1998 juga menyebutkan bahwa penyampaian
pendapat di muka umum wajib diberitahukan Pasal 5
secara tertulis kepada pihak kepolisian, Warga negara yang menyampaikan pendapat
disampaikan oleh pimpinan atau penanggung di muka umum berhak untuk:
jawab kelompok, dan selambat-lambatnya a. mengeluarkan pikiran secara bebas;
diajukan 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai. b. memperoleh perlindungan hukum;
Sehingga, jika terpenuhinya ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Pasal 5, 6, 9 ayat (2), dan 10 Pasal 6
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, Warga negara yang menyampaikan pendapat
penyampaian pendapat dianggap telah memenuhi di muka umum berkewajiban dan
apa yang menjadi syarat dalam menyampaikan bertanggung jawab untuk:
pendapat. Selain itu pelaksanaan penyampaian a. menghormati hak-hak dan kebebasan
tersebut, membuat penyampaian pendapat tersebut orang lain;
tidak dapat dibubarkan oleh aparat kepolisian b. menghormati aturan-aturan moral yang
kepolisian.37 diakui umum;
Pada intinya kebebasan dalam c. menaati hukum dan ketentuan peraturan
menyampaikan pendapat dan berekspresi ini perundang-undangan yang berlaku;
sendiri dibatasi oleh hak-hak orang lain, karena d. menjaga dan menghormati keamanan dan
dalam penegakan HAM tidak boleh juga dengan ketertiban umum; dan

37 Raden Fatah, Implementasi Hak Kebebasan


Berpendapat Pasca Orde Baru, Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, 2010, hlm. 81

12
e. menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. ketentuan-ketentuan yang diperintahkan di dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Uraian Pasal 6 di atas adalah batasan dari Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
kebebasan berpendapat dimana warga negara yang Umum.
menyampaikan pendapat di muka umum Di lain sisi, makar berasal dari kata “aanslag”
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti
terhadap ketentuan-ketentuan dimaksud. penyerangan dengan maksud tidak baik
Bentuk-bentuk dan tata cara (misdadige aanrading). Sedangkan makar secara
penyampaian pendapat di muka umum, diatur harfiah bermakna penyerangan atau serangan.38
dalam ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Makar juga diartikan sebagai akal busuk; tipu
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan muslihat; perbuatan (usaha) dengan maksud
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang hendak menyerang (membunuh) orang ataupun
menyatakan: perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang
“Penyampaian pendapat di muka umum sah dengan cara yang tidak sah atau in-
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konstitusional. Pengertian dari istilah makar dalam
dilaksanakan di tempat-tempat terbuka, KUHP terdapat dalam pasal 87 yang dalam naskah
kecuali: aslinya berbunyi:
a. di lingkungan istana kepresidenan, tempat “aanslag tot een feit bestaat, zoodra het
ibadah, instansi militer, rumah sakit, voornemen des daders zich door een begin
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta van uitvoering, in-den zin van art. 53, heeft
api, terminal angkutan darat, dan obyek- geopenbaard”.39
obyek vital nasional;
b. pada hari besar nasional. Kejahatan terhadap keamanan nasional dapat
dikatakan sebagai suatu hal yang relatif, dapat
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 9 Tahun dikatakan demikian karena delik ini menimbulkan
1998 juga menyebutkan bahwa penyampaian penafsiran yang luas dan berbeda-beda, dimana
pendapat di muka umum wajib diberitahukan kejahatan ini tergantung pada persepsi pimpinan
secara tertulis kepada pihak kepolisian, suatu pemerintah dimana didasarkan pada
disampaikan oleh pimpinan atau penanggung pertimbangan obyektif dari pandangan dan
jawab kelompok, dan selambat-lambatnya kemampuan musuh. Juga subyektif tergantung
diajukan 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai. pada pribadi dari pimpinan dan moral dari
Selain itu, Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang masyarakat. Kemudian terkait dengan hal tersebut
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan di atas, Mardjono Reksodiputro di dalam bukunya
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, menyebutkan bahwa, Inti dari perbuatan yang di
menyatakan: “Pelaku atau peserta penyampaian larang dalam Bab I Buku II KUHP tersebut adalah,
pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud “Makar” (treason; verraad), perbuatan mana yang
pada ayat (1) dilarang membawa benda-benda dimaksud dikategorikan sebagai “usaha
yang dapat membahayakan kesalamatan umum”. pengkhianatan terhadap negara dan bangsa”.40
Sehingga, penyampaian pendapat di Ditempatkannya kejahatan terhadap keamanan
muka umum harus dilaksanakan berdasarkan negara pada Bab I hal ini menunjukkan bahwa

38 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan 40 Mardjono Reksodiputro, Pembaharuan Hukum

Keselamatan Negara, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002, Pidana (Kumpulan Karangan) Buku Keempat, Pusat
hlm. 7 Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta,
39 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Universitas Indonesia, 2007, hlm. 115
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 7

13
kejahatan tersebut dinilai sebagai kejahatan yang dapat dikatakan makar sepanjang memenuhi
paling serius. ketentuan Pasal 6 Undang Undang No. 9 Tahun
Suatu tindakan dapat diartikan makar jika 1998 yaitu menghormati hak-hak dan kebebasan
memenuhi dua unsur yakni niat dan permulaan orang lain; menghormati aturan-aturan moral yang
pelaksanaan. Permulaan pelaksanaan sendiri diakui umum; menaati hukum dan ketentuan
merujuk pada tindakan yang jelas menunjukkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
upaya untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. menjaga dan menghormati keamanan dan
Putusan Mahkamah Konsitutsi Nomor 7/PUU- ketertiban umum; dan menjaga keutuhan dan
XV/2017 menjelaskan: persatuan bangsa, dan sebaliknya dapat dikatakan
bahwa delik makar cukup disyaratkan adanya sebagai makar apabila membawa benda-benda
niat dan perbuatan permulaan pelaksanaan, yang dapat membahayakan kesalamatan umum
sehingga dengan terpenuhinya syarat itu yang dimaksudkan untuk menjatuhkan
terhadap pelaku telah dapat dilakukan pemerintahan yang sah, untuk membunuh
tindakan penegakan hukum oleh penegak Presiden atau Wakil Presiden, dan untuk
hukum. Demikian pula halnya dengan memisahkan sebagian atau seluruh dari wilayah
pendapat yang mengatakan bahwa perbuatan Negara NKRI.
pelaksanaan yang tidak sampai selesai bukan
SARAN
atas kehendaknya sendiri (delik percobaan).
Kepada DPR dan Presiden sebagai lembaga
Dari uraian penjelasan diatas, dapat dipahami yang mempunyai tugas dan wewenang dalam
bahwa hak kebebasan berpendapat yang tidak melakukan perancangan peratuaran perundang-
memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan, diharapkan dapat melakukan
undangan dan dapat dikategorikan tindak pidana perumusan mendalam tentang tindak pidana
makar adalah penyampaian pendapat di muka makar bahwa tindak pidana makar haruslah berupa
umum dengan membawa benda-benda yang dapat penyerangan terhadap kesalamatan negara, bukan
membahayakan kesalamatan umum dengan dapat berupa bentuk kritik sebagai manifestasi dari
dibuktikannya adanya niat dan permulaan penyampaian pendapat di muka umum dalam
pelaksanaan dalam rangka upaya menjatuhkan kehidupan di negara demokrasi.
pemerintahan yang sah, memisahkan seluruh atau Salah satu faktor pemicu dari adanya tindak
sebagian wilayah NKRI, dan menghilangkan pidana makar, dikarenakan adanya ketidakpuasan
kemerdekan Presiden dan Wakil Presiden. warga negara di dalam penyelangaraan
pemerintahan. Hal demikian terjadi di dalam
KESIMPULAN
proses demokrasi, warga negara dapat turut aktif
Hakikat tindak pidana makar adalah suatu
berpartisipasi dalam proses berbangsa dan
tindakan memenuhi dua unsur yakni niat di satu
bernegara. Oleh karena itu, warga negara bebas
sisi dan permulaan pelaksanaan di sisi yang lain.
dalam mengemukakan pemikiran maupun
Permulaan pelaksanaan sendiri menunjuk pada
pendapat dengan tetap memperhatikan tertib
tindakan untuk menjatuhkan pemerintahan yang
hukum yang berlaku sebagai bagian dari
sah, untuk membunuh Presiden atau Wakil
perwujudan hak kebebasan berpendapat yang
Presiden, dan untuk memisahkan sebagian atau
dilindungi oleh UUD NRI 1945 dan tidak
seluruh dari wilayah Negara NKRI
melakukan kebebasan berpendapat tersebut secara
Kaitan antara hak kebebasan berpendapat dan
anarkis, melanggar hak-hak dan kebebasan orang
tindak pidana makar adalah kebebasan
lain.
berpendapat, tepatnya kemerdekaan
menyampaikan pendapat di depan umum, tidak

14
REFRENSI Pengabdian Hukum Jakarta, Universitas
Indonesia, 2007.
Buku-Buku:
Rizki Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan
Manusia, dan Demokrasi, Graha Ilmu,
dan Keselamatan Negara, Raja Grafindo
Yogyakarta, 2013.
Persada, Jakarta, 2002.
Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia, Fakultas
-------------------, Pelajaran Hukum Pidana,
Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008.
2010.
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana
Raden Fatah, Implementasi Hak Kebebasan
II, Universitas Diponegoro, Semarang, 1993.
Berpendapat Pasca Orde Baru, Fakultas
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010.
KUHP, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertentu di Indonesia Cetakan Kedua, Refika
Tertulis di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Aditama, Bandung, 2008.
Jakarta, 2013. Jurnal /Makalah:
Habernas Jurgen, Ruang Publik dalam Abdurisfa Adzan Trahjurendra, Jurnal Politik
Terjemahan Yudh Santoso, Kreasi Kencana, Hukum Pengaturan Tindak Pidana Makar di
Yogyakarta, 2007. Indonesia, FH Universitas Brawijaya, 2016.
Antari, Putu Eva Ditayani, Tinjauan Yuridis
Hamid Basyaib, Membela Kebebasan, Freedom Pembatasan Kebebasan Berpendapat Pada
Institute, Jakarta, 2006. Media Sosial di Indonesia, Jurnal Hukum
John W. Johnson, Peran Media Bebas, Undiknas Vol. 04 Nomor 01, 2017.
Demokrasi, Office of International
Information Programs U.S. Departement of Lidya Suryani Widayati, Tindak Pidana Makar,
States, 2001. Majalah Info Singkat Hukum Vol. VIII No.
23, Jakarta, 2013.
Jimly Ashiddiqie, Kemerdekaan Berserikat,
Pembubaran Parta Politik dan Mahkamah
Lies Soegondo, Hak Atas Kebebasan
Konstitusi, Konstitusi Pers, Jakarta, 2006.
Mengeluarkan Pendapat, Jurnal Komnas
HAM Vol. 89, 2007.
Made Dewawarna, Tindak Pidana Makar Dalam
Rancangan KUHP, Aliansi Nasional
Peiroll Gerard Notanubun, Tinjauan Yuridis
Reformasi KUHP, Jakarta, 2016.
Terhadap Kebebasan Berbicara Dalam
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11
Kebebasan Berekspresi di Internet, Elsam, Tahun 2008 tentang ITE Dalam Hubungan
Jakarta, 2013. Dengan Pasal 28 UUD 1945, Jurnal Ilmu
Lorenz Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17
2002. Agustus Surabaya, 2014.

Mardjono Reksodiputro, Pembaharuan Hukum Siti Faridah, Relevansi “Makar” Dalam


Pidana (Kumpulan Karangan) Buku #2019GantiPresiden, Seminar Hukum
Keempat, Pusat Pelayanan Keadilan dan Nasional Vol. 4 Nomor 2, Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang, 2018.

15
Sartika, Etika Kebebasan Beragama, Jurnal
Filsafat Vol. 18 Nomor 3.

Tony Yuri Rahmanto, Kebebasan Berekspresi


Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia:
Perlindungan, Permasalahan, dan
Implementasinya di Provinsi Jawa Barat,
Jurnal Hak Asasi Manusia Vol. 7 Nomor 1,
2016.
Website:
Ahmad Sofian, Makar Dalam Hukum Positif di
Indonesia, diakses melalui business-
law.binus.ac.id/2017/05/31/makar-dalam-
dalam-hukum-positif-indonesia/ pada tanggal
13 Desember 2019.

16

Anda mungkin juga menyukai