Anda di halaman 1dari 84

Kata Pengantar

Puji syukur yang saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nyalah buku ini dapat saya selesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam buku ilmiah ini dibahas
mengenai “makar”

Buku ini saya buat untuk menyelesaikan tugas Kewarganegaraan. Buku


ini juga bertujuan untuk memperdalam pemahaman mengenai definisi
makar, jenis jenis makar, dan hukuman bagi pelaku makar baik dalam
perspektif umum (negara) maupun perspektif agama (Islam). Disamping
itu, buku ini disusun agar dapat membantu mahasiswa nantinya untuk
menambah referensi mengenai makar atau pemberontakan.

Akhirnya, sesuai dengan kata pepatah” tiada gading yang tak retak”,
demikian pula adanya dengan buku ini yang masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saya mengharapkan saran,dan kritik, khususnya dari
Dosen pembimbing, teman teman mahasiswa dan para pembaca buku ini
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada.

Demikian buku ini, semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
mahasiswa untuk menambah pengetahuan. TERIMA KASIH

Makassar, 07 Oktober 2014

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………… 1


DAFTAR ISI ……………………… 2
PENDAHULUAN ……………………… 3
MAKAR DALAM PERSPEKTIF UMUM ……………………… 5
Pengertian Makar ……………………… 5
Kriteria Makar ……………………… 6
Bentuk Bentuk Kejahatan terhadap Kedudukan Negara ….. 7
Pasal Pasal yang Mengatur tentang Kejahatan Makar ……. 29
MAKAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM ……………………… 48
Pengertian ……………………… 48
Makar dalam Hadist ……………………… 51
Dasar Hukum ……………………… 53
Unsur Jarimah Bughat ……………………… 54
Hukum Jarimah Bughat ……………………… 61
Uqubah Jarimah Bughat ……………………… 62
KASUS MAKAR DI INDONESIA ……………………… 66
Gerakan Aceh Merdeka ……………………… 66
Pemberontakan Andi Azis ……………………… 72
Gerakan Papua Merdeka ……………………… 76
G30S/PKI
KESIMPULAN ……………………… 80
DAFTAR PUSTAKA ……………………… 82
BIOGRAFI PENULIS ……………………… 84
Pendahuluan
Negara adalah suatu organisasi yang besar, mempunyai tugas
untuk pelaksanaan usaha pencapaian tujuan secara nasional
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kelestarian
kehidupan bangsa dan negara. Menjaga dan memelihara
eksistensi negara agar tetap bertahan hidup (survive), bukanlah
suatu hal yang mudah.
Negara senantiasa diperhadapkan dengan berbagai ancaman
yang membahayakan eksistensinya, baik yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya sendiri. Salah satu bentuk ancaman
yang membahayakan negara ini adalah kejahatan/tindak pidana
makar.
Dalam hukum pidana di Indonesia sering kita jumpai mengenai
tindakan yang melanggar aturan di antaranya ialah dapat di
kenakannya pidana dalam delik tersebut, satu tindakan yang
sangat kita pahami masalah pemberontakan yang di lakukan
oleh warga negara terhadap kedaulatan bangsa dan negara baik
yang di lakukan oleh perseorangan atau individualisme maupun
dilakukan secara kolektif atau berkelompok, sering juga kita
kenal dengan istilah MAKAR, makar ialah suatu pemberontakan
terhadap keutuhan bangsa dengan cara yang di lakukan oleh
individu maupun kolektiv dengan berbagai alas an, di antaranya
ketidak puasan pemberontak kepada system atau kebijakan yang
dikemukakan kepala negara atau presiden maupun dari pihak
parlemen
Pemberontak itu biasanya mengatas namakan dirinya adalah
suatu bentuk pembaharuan system yang menggantikan sistem
atau kebijakan lama yang dianggapnya tidak relevan untuk
diteruskan lagi sebagai landasan utama yang ada diantara
landasan lain yang menyokong akan keberlangsungan sistem
kenegaraan.
MAKAR DALAM PERSPEKTIF UMUM
1. Pengertian Makar
Makar berasal dari kata “aanslag” (belanda) yang berarti
serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan dengan
maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum
Andi Hamzah, makar yaitu: Akal busuk; tipu muslihat;
Perbuatan atau usaha dengan maksud hendak menyerang
(membunuh) orang. Perbuatan atau usaha menjatuhkan
pemerintah yang sah.
Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan
dengan maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan
dan menjadikan tidak cakap memerintah atas diri presiden atau
wakil presiden, diancam dengan hukuman mati, atau penjara
seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-lamanya
dua puluh tahun. Pada penjelasan pasal 87 KUHP, yang
berbunyi ”Penyerangan (makar) akan suatu perbuatan berwujud
kalau sudah nyata maksud si-pembuat dengan adanya
permulaan melakukan perbuatan itu menurut maksud pasal
53”.
Serangan itu biasanya dilakukan dengan perbuatan kekerasan.
Perbuatan persiapan saja belum dapat dihukum, supaya dapat
dihukum, tindakan itu harus sudah mulai dengan tindakan
pelaksanaan. Untuk makar (penyerangan) ini tidak diperlukan
unsur perencanaan terlebih dahulu, cukup apabila unsur
“sengaja” telah ada.
Makar secara umum dipahami sebagai perbuatan jahat atau
persekongkolan jahat yang dilakukan secara sembunyi-
sembunyi atau rahasia (al-sa`yu fi al-fasad khufyah) untuk
membahayakan atau mencelakakan orang lain.
Dari beberapa sumber diatas dapat dikatakan bahwa perbuatan
makar yaitu perbuatan jahat atau persengkokolan jahat dengan
maksud hendak membunuh, perlawanan terhadap presiden dan
wakil presiden, menjatuhkan pemerintah yang sah dengan
maksud menyerang atau menjatuhkan dan melakukan
perlawanan serta membuat barisan baru.

2. Kriteria Kejahatan Makar


Dalam pelaksanaan perbuatan makar dapat dikriteriakan dalam
3 kriteria :
a. Obyektif : yang telah dilakukan terdakwa benar-benar
mendekatkan pada kondisi yang potensial mewujudkan
delik.
b. Subyektif : yang telah dilakukan terdakwa harus benar-
benar dapat dinilai bahwa tidak lagi ada keraguan niat
untuk mewujudkan delik yang diniatinya.
c. Perbuatan terdakwa harus dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum.
3. Bentuk Bentuk Kejahatan terhadap Kedudukan
Negara

I. Kejahatan Terhadap Keamanan Negara


Title I buku II KUHP yang berjudul demikian memuat tindak-
tindak pidana yang bersifat menggangu kedudukan Negara.
Tindak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan Negara
yang berada di tengah-tengah masyarakat internasional
adalah sifat penghianatan (vetraad), hal ini merupakan nada
bersama dari tindak pidana, terdapat dua macam
penghianatan yaitu:
a. Penghianatan intern (hoogverraad) yang ditujukan
untuk mengubah struktur kenegaraan atau struktur
pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana
terhadap kepala Negara, jadi mengenai keamanan intern
dari Negara.
b. Penghianatan ekstern (Landverraadd) yang ditujukan
untuk membahayakan keamanan Negara terhadap
serangan dari luar negeri, jadi mengenai keamanan
ekstra dari negara, misalnya hal memberikan
pertolongan kepada negara asing yang bermusuhan
dengan Negara kita.
Yang termasuk dalam pembahasan title I ini adalah sebagai
berikut:
1. Makar terhadap kepala negara
Kata makar (AANSLAG) berarti serangan, tetapi
selanjutnya ada penafsiran khusus termuat dalam 87
KUHP yang mengatakan bahwa makar untuk suatu
perbuatan sudah ada apabila kehendak sipelaku sudah
tampak berupa permulaan pelaksanaan (BEGIN VAN
UITVOERING) dalam arti yang dimaksudkan dalam pasal
53 KUHP. Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan
kejahatan yang dapat dihukum (STRAFBARE POGING) dan
membatasi penindakan pidana dalam suatu perbuatan
pelaksanaan (UITVOERINGSHANDELING) sehingga tidak
dapat dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan
perbuatan persiapan (VOORBEREIBING-SHANDELING).
Terdapat tiga macam tindak pidana:
Ke-1 : makar yang dilakukan dengan tujuan
(OOGMERK) untuk membunuh kepala Negara;
Ke-2 : makar yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan kemerdekaan kepala Negara;
Ke-3 : makar yang dilakukan dengan tujuan untuk
menjadikan kepala Negara tidak dapat
menjalankan pemerintahan.

2. Makar untuk memasukan Indonesia di bawah kekuasaan


asing
Pasal 106 mengancam dengan hukuman maksimum 20
tahun penjara dengan kemungkinan hukuman mati
menurut penetapan presiden no.5 tahun 1959, makar
yang dilakukan dengan tujuan untuk menaklukan
wilayah Negara seluruhnya atau sebagian dibawah
penguasa asing atau dengan tujuan untuk memisahkan
bagian dari wilayah Negara.
Selanjutnya terdapat 2 macam tindak pidana, yaitu:
Ke-1 : berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia
atau sebagian menjadi tanah jajahan atau suatu
satelit Negara lain;
Ke-2: berusaha menyebabkan bagian dari wilayah
Indonesia menjadi Negara merdeka dan berdaulat,
terlepas dari pemerintah Indonesia.
3. Makar untuk menggulingkan pemerintah
Tindak pidana ini oleh pasal 107 dirumuskan sebagai:
makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan
pemerintah (OMWENTELING), dan diam-diam dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun, sedangkan
menurut ayat 2 bagi pemimpin dan pengatur dari tindak
pidana ini hukumannya ditinggikan menjadi maksimum
penjara seumur hidup atau selama 20 tahun, dengan
kemungkinan hukuman mwti menurut penetapan
presiden no.5 tahun 1959. Istilah menggulingkan
pemerintah ini oleh pasal 88bis ditafsirkan sebagai:
menghancurkan atau mengubah secara tidak sah bentuk
pemerintahan menurut undang-undang dasar. Terdapat 2
macam tindak pidana menggulingkan pemerintahan,
yaitu:
Ke-1: menghancurkan bentuk pemerintahan menurut
undang-undang dasar;
Ke-2: mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan
menurut undang-undang dasar.
4. Pemberontakan (OPSTAND)
Ini adalah nama atau kualifikasi yang oleh pasal 108
diberikan kepada:
a. Melawan kekuasaan yang telah berdiri di Indonesia
dengan senjata,
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang berdiri di
Indonesia, maju dengan pasukan atau masuk pasukan
yang melawan pasukan itu dengan senjata.
Hukumanya adalah maksimum 15 tahun penjara.
Hukuman itu dinaikkan sampai hukuman penjara seumur
hidup atau selama 20 tahun kalau mengenai pemimpin
atau pengatur pemberontakkan ini dengan kemungkinan
hukuman mati menurut ketetapan presiden no. 5 tahun
1959.

5. Permufakatan (SAMENSPANNING)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian
permufakatan untuk melakukan kejahatan tertentu, yaitu
yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108
yang sudah dibahasa diatas. Permufakatan ini dihukum
sama dengan kejahatannya sendiri. Pasal 88 memberikan
penafsiran tertentu dari kata permufakatan ini, yaitu
permufakatan ada apabila dua orang atau lebih bersama-
sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.
6. Penyertaan Istimewa (BIJZONDERE DEELNEMING)
Disamping permufakatan ini, ayat 2 pasal 110
menyebutkan 5 macam peraturan yang merupakan
penyertaan istimewa pada tindak-tindak pidana dari
pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, yaitu juga dihukum
dengan hukuman yang sama barang siapa dengan
maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan salah
satu dari kejahatan-kejahatan tersebut:
Ke-1 : mencoba membujuk orang lain supaya ia
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut
melakukan kejahatan itu, atau supaya ia membantu
melakukan kejahatan itu, atau supaya ia memboeri
kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan
untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-2: mencoba member ia sendiri atau orang lain
kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan
untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-3: menyimpan untuk tersedia barang-barang yang ia
ketahui ditujukan untuk melakukan kejahatan itu,
barang-barang tersebut menurut ayat 3 dapat
dirampas;
Ke-4: menyiapkan atau memegang rencana-rencana
untuk melakukan kejahatan-kejahatan itu,
rencana-rencana tersebut ditujukan untuk
diberitahukan kepada orang lain;
Ke-5: mencoba mencegah, menghalangi, atau
menggagalkan suatu daya upaya pemerintah untuk
mencegah atau menumpas pelaksanaan kehendak
melakukan kejahatan itu.
7. Mengadakan Hubungan Dengan Negara Asing Yang
Mungkin Akan Bermusuhan Dengan Negara Indonesia
Dengan pasal 111, KUHP mulai menjurus kepada usaha
untuk menyelamatkan keamanan ekstern dari Negara,
juga dapat dikatakan mulai menjurus kearah
memberantas mata-mata yang bekerja untuk kepentingan
Negara asing dengan merugikan kepentingan Negara kita.
Tindak pidana dari pasal 111 berupa: mengadakan
hubungan dengan Negara asing dengan niat:
a. Akan membujuk agar Negara asing itu melakukan
permusuhan akan berperang dengan Negara kita; atau
b. Akan memperkuat kenhendak Negara asing untuk
berbuat demikian, atau
c. Akan menyanggupkan bantuan dalam hal ini kepada
Negara asing itu, atau
d. Akan memberi bantuan dalam hal mempersiapkan
hal-hal tersebut diatas.
Mengadakan hubungan dengan Negara asing biasanya
berarti: mengadakan perundingan yang didalamnya, baik
dari pihak pelaku maupun dari pihak Negara asing, ada
usul-usuk tertentu.
8. Mengadakan Hubungan Dengan Negara Asing Dengan
Tujuan Agar Negara Asing Membantu Suatu
Penggulingan Pemerintah Di Indonesia
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 111bis yang
menyebutkan 3 macam tindak pidana:
Ke-1: mengadakan hubungan dengan orang atau badan
diluar Indonesia dengan maksud:
a. Membujuknya supaya memberi bantuan untuk
menyiapkan, memudahkan, atau mengadakan
penggulingan pemerintah, atau
b. Menguatkan kehendak orang atau badan
demikian itu, atau
c. Memberi atau sanggup memberi bantuan dalam
hal itu, atau
d. Mempersiapkan, memudahkan, mengadakan
penggulingan pemerintah;
Ke-2: memasukkan kedalam wilayah Indonesia suatu
barang yang dapat dipergunakan untuk membri
bantuan kebendaan (STOFFELIJKESTEUN) dalam
mempersiapkan, memudahkan, atau mengadakan
penggulingan pemerintah, jiak ia tahu atau ada
alasan kuat untuk mengira, bahwa barang itu
diperuntukkan demikian;
Ke-3: menyimpan atau menjadikan pokok perjanjian
suatu barang, seperti tersebut ke-2, dengan
mengtahui atau ada alasan kuat untuk mengira
seperti diatas, dan lagi, bahwa barang itu atau
barang yang digantikan barang itu dimasukkan di
Indonesia dengan tujuan tersebut atau
diperuntukkan demikian oleh atau untuk seorang
atau badan yang bertempat diluar Negara
Indonesia.
Tindak pidana ini diancam dengan hukuman maksimum
6 tahun penjara dan dengan dimungkinkan barang-
barang tersebut ke-2 dan ke-3 tadi dapat dirampas.

9. Menyiarkan surat-surat rahasia


Pasal 112 mengenai surat-surat rahasia pada umumnya;
pasal 113 mengenai surat-surat rahasia khusus, antara
lain tentang pertahanan Negara yang disiarkan dengan
sengaja; pasal 114 mengenai surat-surat rahasia dari
pasal 113 yang disiarkan dengan culpa; pasal 115
mengenai orang yang mengetahui isi surat-surat rahasia
yang ia sebenarnya tidak boleh tahu dan kemudian ia
memberitahukannya pada orang lain, sedangkan pasal
116 mengenai permufakatan dari 2 orang atau lebih
untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.
Hukuman-hukumannya agak ringan, yaitu 7 tahun, 4
tahun, dan 1 tahun penjara bahkan dimungkinkan
adanya denda. Hukuman-hukuman ini pada tahun 1940
oleh penguasa militer belanda dinaikkan, tetapi menurut
undang-undang no.1 tahun 1946 segala peraturan dari
penguasa militer belanda dianggap tidak berlaku. Akan
tetapi, dengan adannya penetapan presiden no.5 tahun
1959, ada kemungkinan hukuman mati atau hukuman
seumur hidup atau selama 20 tahun apabila kejahatan-
kejahatan itu menghalang-halangi terlaksananya suatu
program pemerintah.
10. Kejahatan mengenai bangunan-bangunan pertahanan
Negara (VERDEDIGINGSWERKEN)
Kejahatan-kejahatan ini dalam 4 pasal, yaitu :
Pasal 117 : melarang mendekati bangunan pertahanan
Negara sampai kurang dari 500 meter,
memasuki suatu bangunan dari angkatan darat
atau angkatan laut atau kapal perang dengan
jalan yang tidak biasa, dan memegang gambar
foto atau gambar lukisan dari suatu bangunan
pertahanan Negara, atau berada di tempat-
tempat itu dengan memegang alat-alat foto.
Pasal 118 : melarang membuat pengukuran atau gambar
dari suatu bangunan yang ada kepentingan
militer.
Pasal 119 : melarang memberikan tempat penghunian
kepada orang lain yang bermaksud
mengetahui surat-surat rahasia termaksud
dalam pasal 113, atau menyembunyikan suatu
barang yang ia ketahui dapat dipergunakan
untuk menjalankan maksudnya.
Pasal 120 : apabila kejahatan-kejahatn dari pasal-pasal
113, 115, 117, 118, dan 119 dilakukan
dengan perbuatan menipu, seperti
memberdayakan, menyamarkan diri, memakai
nama atau kedudukan palsu, dan sebagainya,
maka hukuman-hukuman kedua pasal
tersebut maksimum berlipat dua. Hukuamn-
hukuman ini pun ringan yaitu 6 bulan penjara
atau denda Rp. 300,- (pasal 117), 2 tahun
penjara atau denda Rp. 600,- (pasal 118), dan
1 tahun penjara (pasal 119). Hukuman-
hukuman ini pada tahun 1940 oleh penguasa
militer belanda dinaikkan, tetapi menurut
undang-undang no.1 tahun 1946 segala
peraturan dari penguasa militer belanda
dianggap tidak berlaku. Akan tetapi, dengan
adannya penetapan presiden no.5 tahun 1959,
ada kemungkinan hukuman mati atau
hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun
apabila kejahatan-kejahatan itu menghalang-
halangi terlaksananya suatu program
pemerintah.
11. Merugikan negara dalam perundingan diplomatik
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 121 yang
menentukan: barang siapa yang dalam perundingan
dengan suatu Negara asing, yang diperintahkan oleh
pemerintah, dengan sengaja merugikan Negara, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Ini
merupakan suatu pengkhianatan diplomatik.
12. Kejahatan yang biasanya dilakukan oleh mata-mata
musuh (SPIONASE)
Kejahatan-kejahatan ini termuat dalam pasal-pasal 122,
123, 124, dan 125.
Pasal 122 mengenai dua macam tindak pidana dengan
hukuman maksimum 7 tahun penjara:
Ke-1 : dengan sengaja memperbuat sesuatu yang dapat
menjerumuskan Negara kedalam suatu
peperangan;
Ke-2 : pada waktu Negara sedang berperang dengan
Negara lain, dengan sengaja melanggar peraturan
dari pemerintah untuk mengamankan Negara.
Pasal 123 mengenai seorang warga Negara Indonesia
yang secara sukarela masuk dinas tentara suatu Negara
yang sedang atau akan berperang dengan Negara kita
diancam dengan hukuman 15 tahun penjara.
Pasal 124 ayat 1 mengenai seseorang yang dalam masa
perang sengaja memberikan bantuan kepada Negara
musuh atau merugikan Negara kita terhadap Negara
musuh. Hukumanya maksimum 15 tahun penjara,
menurut ayat 2 dinaikan menjadi hukuman seumur
hidup atau selama 20 tahun apabila si pelaku:
Ke-1 : memberi kepada musuh peta, gambar, rencana,
dan sebagainya dari bangunan militer, atau
keterangan gerak tentara kita;
Ke-2 : bekerja sebagai mata-mata dari musuh atau
menerima dirumah atau meniling seseorang
mata-mata dari musuh.
Menurut ayat 3 hukumannya dinaikan lagi menjadi
hukuman mati, apabila si pelaku:
Ke-1 : menghianatkan kepada musuh, menyerahkan
kepada kekuasaa musuh, membinasakan,
merusakan atau menjadikan tidak dapat dipakai
suatu tempat penjagaan yang diperkuat atau
diduduki, atau gudang atau suatu simpanan
makanan atau uang untuk keperluan perang;
Ke-2 : menghalang-halangi atau mengagalkan
pekerjaan menggenangklan air untuk menagkis
atau menyerang musuh atau pekerjaan
kemiliteran lain;
Ke-3 : mengadakan atau memudahkan pemberontakan
atau desersi (melarikan diri) diantara para
prajurit.
Permufakatan untuk melakukan tindak-tindak pidana
dari pasal 124 dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 6 tahun. Ini dikatakan oleh pasal 125.
13. Menyembunyikan mata-mata musuh
Pasal 126 menancam dengan hukuman maksimum 7
tahun penjara barang siapa pada waktu Negara kita
sedang berperang, tanpa maksud menolong musuh atau
merugikan Negara kita:
Ke-1 : menerima sebagai pnghuni dirumah atau
menyembunyikan atau menolong agar dapat lari
seorang mata-mata dari musuh;
Ke-2 : mengakibatkan atau memudahkan seorang
prajurit dari tentara kita melarikan diri (desersi).
14. Menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan
Negara
Oleh pasal 127 diancam dengan hukuman maksimum 12
tahun penjara: menipu atau membiarkan orang lain
menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan
untuk tentara kita. Dihukum dengan hukuman yang sama
apabila kejahatan tersebut dalakukan terhadap Negara-
negara yang bersekutu dengan Negara kita dalam
peperangan. Ini ditentukan dalam pasal 129.

II. Kejahatan Terhadap martabat Presiden dan Wakil


Presiden
Title II buku II KUHP mula-mula memuat sebelas pasal, tetapi
oleh undang-undang no.1 tahun 1946 tidak kurang dari
enam pasal dicabut karena mengenai keluarga dari raja,
yang tidak ada di Indonesia. Maka, yang masih berlaku masih
lima pasal yaitu pasal 131, 134, 136bis, 137, dan 139.
Selanjutnya juga berlaku penetapan presiden no.5 tahun
1959.
a. Perbuatan menyerang tubuh kepala Negara (FEITELIJKE
AANRANDING VAN DE PERSOON).
Pasal 131 mengancam dengan hukuman penjara selama-
lamanya 8 tahun setiap perbuatan yang menyerang tubuh
presiden atau wakil presiden yang tidak masuk ketentuan
hokum pidana yang lebih berat.
b. Penghinaan terhadap kepala Negara.
Menurut pasal 134 penghinaan dengan sengaja terhadap
presiden atau wakil presiden dihukum dengan hukuman
maksimum 6 tahu penjara atau denda Rp. 300,-
selanjutnya tidak dibedakan antara macam-macam
penghinaan yang termuat dalam title XVI buku II KUHP
seperti menista (semaad) dari pasal 310, atau fitnah
(laster) dari pasal 311, atau penghinaan bersahaja
(eenvoudige beleediding) dari pasal 315 yang semuanya
kalau dilakukan terhadap orang biasa diancam dengan
hukuman lebih ringan dari pasal 134.
KUHP memuat pasal 136bis yang tidak ada dalam KUHP
belanda yang berbunyi: penghinaan dengan sengaja dari
pasal 131 meliputi tiga perbuatan dari pasal 315 (tentang
penghinaan bersahaja) jika itu dilakukan diluar hadir
pihak yang dihina baik dimuka umum dengan berbagai
perbuatan, maupun tidak dimuka umum, tetapi
dihadapan lebih dari 4 orang atau dihadapan orang yang
kebetulan, tanpa sengaja, ada disitu, dan yang merasa
tersentuh rasa hatinya, yaitu dengan perbuatan-
perbuatan, secara lisan, atau secara tertulis.
c. Menyiarkan tulisan atau gambar yang mengandung
penghinaan terhadap kepala Negara.
Seperti dalam tindak-tindak pidana yang bersifat
penghinaan, juga kini oleh pasal 137 diancam dengan
hukuman penjara satu tahun empat bulan atau denda
setingi-tinginya Rp. 300,- barang siapa yang menyiarkan,
mempertunjukkan, menempelkan sehingga kelihatan oleh
umum, tulisan, atau gambar yang isinya menghina
presiden atau wakil presiden, dengan tujuan supaya isinya
yang menghina itu diketahui oleh umum.
Menurut ayat 2, apabila si bersalah melakukan tindak
pidana ini dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari
(beroep) dan belum berselang dua tahun setelah putusan
hakim yang menghukumnya karena kejahatan yang sama
sudah berkekuatan tetap, maka sipelaku dapat dicabut
haknya melakukan pekerjaan itu.
d. Hukuman tambahan
Menurut pasal 139, hukuman tentang pasal 131 dapat
ditambah denga pencabutan hak-hak tersebut dalam
pasal 35 no.1 – 4, dan tentang pasal 134 dengan
pencabutan hak-hak dari pasal 35 no.1 – 3.

III. Kejahatan Terhadap Negara-Negara Asing Bersahabat


dan Terhadap Kepala dan Wakil Negara-Negara
Tersebut.
Tiga pasal pertama dari title ini baru pada tahun 1921
ditambahkan dan ternyata tidak ada pada KUHP belanda,
yaitu pasal-pasal 139a, 139b, dan 139c.
Pasal 139a memuat tindak pidana berupa makar yang
dilakukan dengan maksud untuk melepaskan daerah suatu
Negara bersahabat atau tanah jajahan atau daerah lain dari
Negara tersebut, baik seluruhnya atau sebagian, dari
kekuasaan pemerintah didaerah itu. Hukumannya adalah
maksimum hukuman penjara 5 tahun, jadi sangat lebih
ringan tindak pidana serupa terhadap Negara kita sendiri,
termuat dalam pasal 106.
Pasal 139b memuat tindak pidana berupa makar yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
mengubah secara tidak sah (melanggar hukum) bentuk
pemerintahan yang sudah tetap dari suatu Negara sahabat
atau dari suatu tanah jajahan atau daerah lain dari Negara
itu. Hukumanya maksimum penjara 4 tahun penjara, juga
sangat ringan dari tindak pidana serupa terhadap Negara
kita sendiri yang termuat dalam pasal 107.
Pasal 139c memuat tindak pidana berupa permufakatan
melakukan salah satu dari kejahatan-kejahatan dari pasal
139a dan 139b.hukumannya hanya maksimum 1 tahun 6
bulan penjara.
a. Makar untuk membunuh kepala Negara atau menahan
kepala Negara sahabat.
Tindak pidana ini, yang termuat dalam pasal 140, senada
dengan pasal 104, hanya kini dilakukan terhadap kepala
Negara suatu Negara sahabat. Beratnya hukuman
kejahatan ini digantungkan dengan beberapa hal.
Menurut ayat 1 hukuman ini maksimum 15 tahun
penjara, menurut ayat2 menjadi penjara seumur hidup
atau selama 20 tahun apabila berakibat matinya si korban
atau apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih
dulu, menurut ayat 3 menjadu hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau selama 20 tahun apabila
perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih dulu, apa
lagi mengakibatkan matinya korban.
b. Serangan dengan kekerasan dan penghinaan terhadap
kepala Negara suatu Negara sahabat.
Kedua tindak pidana ini termuat dalam pasal 141 dan
142 yang senada dengan pasal 131 dan 134 mengenai
presiden dan wakil presiden RI. Hukumanya juga tidak
begitu berbeda, yaitu dari pasal 141 maksimum 7 tahun
penjara dan dari pasal 142 maksimum 5 tahun penjara
atau denda Rp. 300,- jadi hanya terpaut 1 tahun saja.

c. Penghinaan terhadap diplomat asing.


Pasal 143 memuat tindak pidana penghinaan dengan
sengaja terhadap seorang diplomat yang mewakili suatu
Negara asing terhadap pemerintah Indonesia dalam
kedudukannya (in zejne hoedanigheid). Hukumanya sama
dengan hukuman pada penghinaan seorang kepala
Negara sahabat. Yang dapat disebut mewakili Negara
asing adalah seorang duta besar atau duta biasa, ataua
seorang kuasa usaha, jadi bukan pegawai-pegawai lain
dari suatu kedutaan, dan bukan seorang konsul.
d. Menyiarkan tulisan atau ganbar yang isinya menghina
kepala Negara asing atau seorang wakil dari Negara
tersebut
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 144 yang senada
dengan pasal-pasal lain. Hukumannya kurang dari
apabila mengenai kepala dari Negara kita sendiri, yaitu
maksimum Sembilan bulan penjara atau denda Rp. 300,-.
e. Hukuman tambahan
Pasal 145 memuat hukuman tambahan yang sama
dengan pasal 139.

IV. Kejahatan Mengenai Kewajiban Kenegaraan dan Hak-


hak Kenegaraan (staatsplichten dan staatsrechten)
Judul ini tampaknya amat luas, tetapi nyatanya title IV ini
hanya memuat tindak pidana mengenai rapat-rapat dari
beberapa lembaga yang susunannya berdasar atas pemilihan
umum (pasal 146 dan 147) dan mengenai pemillihan-
pemilihan umum itu sendiri (pasal-pasal 148–152).
a. Mengganggu rapat badan Negara
Diatur dalam dua pasal, yaitu pasal 146 dan 147
mengenai rapat-rapat dari suatu badan legislative,
eksekutif, atau perwakilan rakyat yang didirikan atau atas
nama pemerintah.
Tindak pidana dari pasal 146 berupa membubarkan rapat
dengan kekerasan atau memaksakannya akan
memberikan atau jangan memberikan suatu keputusan,
atau mengusir ketua atau seorang anggota badan-badan
tersebut dari suatu rapat. Hukumannya adalah maksimum
9 tahun penjara.
Tindak pidana dari pasal 147 berupa dengan sengaja dan
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi
ketua atau seorang anggota badan-badan tersebut untuk
menghadiri rapat badan itu atau akan mengerjakan
kewajibannya dengan merdeka dan tidak terganggu.
Hukumannya adalah maksimum 2 tahun 8 bulan penjara.

b. Tindak-tindak pidana mengenai pemiliihan umum


Pasal 148 melarang pada waktu diadakan pemilu, dengan
sengaja dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
merintangi seseorang yang akan melakukan hak memilih
dengan bebas dan tidak terganggu.
Pasal 149 melarang menyuap dengan pemberian atau
janji, seorang pemilih, supaya tidak menjalankan hak pilih
atau supaya menjalankannya secara tertentu. Oleh ayat 2
dihukum pula orang yang kena suap. Cara tertentu ini
biasanya berupa memilih seseorang yang dicalonkan oleh
yang menyyuapp itu.
Pasal 150 melarangg perbuatan tipu-muslihat yang
menyebabkan suara seorang pemilih tidak berharga, atau
orang lain dari pada yang dimaksudkan oleh pemilih itu
menjjadi terpilih.
Pasal 151 mengenai orang yang turut serta dalam suatu
pemilihan umum dengan mengaku dirinya sebagai orang
lain.
Pasal 152 mengenai orang yang menggagalkan dengan
sengaja suatu pemungutan suara dalam suatu pemilihan
umum, atau melakukan suatu perbuatan tipu-muslihat
yang menyebabkan hasil pemungutan suara itu menjadi
lain dari pada yang seharusnya diperoleh dengan surat-
surat suara yang dimaksudkan dengan sah atau dengan
suara-suara yang diberikan dengan sah.
Hukuman-hukumannya adalah maksimum masing-
masing 4 tahun penjara, 9 bulan penjara atau denda Rp.
300,- Sembilan bulan penjara, satu tahun empat bulan
penjara, dan dua bulan penjara.

V. Pelanggaran-Pelanggaran Terhadap Keamanan Negara


Demikianlah judul dari title X buku III KUHP. Title ini yang
tidak ada dalam KUHP BELANDA, hanya terdiri atas satu
pasal yaitu pasal 570 yang menentukan: Dihukum dengan
maksimum tiga bulan kurungan atau denda lima ratus
rupiah barang siapa dengan tidak mempunyai kuasa:
a. Memasuki sebuah tempat atau gedung angkatan darat
atau angkatan laut atau suatu kapal perang dengan
melalui jalan lain dari pada yang biasa. Secara analogi,
ketentuan ini dapat diberlakukan bagi angkatan udara
dan angkatan kepolisian;
b. Memasuki tanah lapang yang oleh kekuasaan militer
ditunjuk sebagai tanah lapang militer, yang terlarang
dimasuki;
c. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan,
menyembunyikan atau membawa potret atau gambar
atau keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain
tentang tanah lapang atau tempat termaksud dalam sub
ke-2 dengan segala yang ada disitu;
d. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan,
menyembunyikan, membawa potret, pengukuran lukisan
atau uraian atau gambar ataupun keterangan-keterangan
atau petunjuk-petunjuk lain tentang suatu perkara
kepentingan militer.

4. Pasal Pasal yang Mengatur tentang Kejahatan


Makar

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Pasal 104
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas
kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau
Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
paling lama dua puluh tahun.

Pasal 105
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1. Tahun
1946, pasal VIII, butir 13.

Pasal 106
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah
negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan
wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 107
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam
ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 107a
Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum
dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun,
menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan
perwujudan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun. Pasal ini merupakan isi dari Pasal 1 UU No.
27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undangundang
Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara

Pasal 107b
Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum
dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun,
menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti
Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya
kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa
atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 107c
Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum
dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun,
menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya
kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa
atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas)tahun.
Pasal ini merupakan isi dari Pasal 1 UU No. 27 Tahun 1999
tentang Perubahan Kitab Undangundang
Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara

Pasal 107d
Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum
dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun,
menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah
atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal ini merupakan isi dari Pasal 1 UU No. 27 Tahun 1999
tentang Perubahan Kitab Undangundang
Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara

Pasal 107f
Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara seumur hidup
atau paling lama 20 (dua puluh) tahun:
a. barangsiapa yang secara melawan hukum merusak,
membuat tidak dapat dipakai, menghancurkan atau
memusnahkan instalasi negara atau militer; atau
b. barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau
menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang
menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan
kebijakan Pemerintah.
Pasal ini merupakan isi dari Pasal 1 UU No. 27 Tahun 1999
tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana Yang
Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

UNDANG-UNDANG TERKAIT
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
Pasal 50
Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya
untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan
terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf
d, atau huruf e, dan Partai Politiknya dapat dibubarkan.
Penjelasan Pasal 50 Cukup Jelas.

Pasal 108
(1) Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam
dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun:
a. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan
senjata;
b. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah
Indonesia, menyerbu bersama-sama atau
menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan
Pemerintahan dengan senjata.
(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam
dengan penjara seumur hidup
atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 109
Pasal ini ditiadakan berdasarkan S.1930 No. 31.

Pasal 110
(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut
pasal 104, 106, 107 dan 108 diancam berdasarkan ancaman
pidana dalam pasal-pasal tersebut.
(2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang
dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108,
mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:
a. mencoba menggerakan orang lain untuk melakukan,
menyuruh melakukan atau turut serta melakukan agar
memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi
kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan;
b. mencoba memperoleh kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri
atau orang lain;
c. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya
berguna untuk melakukan kejahatan;
d. mempersiapkan atau memiliki rencana untuk
melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk
diberitahukan kepada orang lain;
e. mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan
tindakan yang diadakan oleh pemerintah untuk
mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan.
(3) Barang-barang sebagaimana yang dimaksud dalam butir 3
ayat sebelumnya, dapat dirampas.
(4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya
mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan
dalam artian umum.
(5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1
dan 2 pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat
dilipatkan dua kali.

Pasal 111
(1) Barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing
dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan
permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat
mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan
mereka untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang
terhadap negara, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang,
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 111 bis


(1) Dengan pidana penjara paling lama enam tahun diancam:
a. barang siapa mengadakan hubungan dengan orang atau
badan yang berkedudukan diluar Indonesia, dengan
maksud untuk menggerakkan orang atau badan itu
supaya membantu mempersiapkan, memperlancar atau
menggerakkan untuk menggulingkan pemerintahan,
untuk memperkuat niat orang atau badan itu atau
menjanjikan atau memberikan bantuan kepada orang
atau badan itu atau menyiapkan, memperlancar atau
menggerakkan penggulingan pemerintahan;
b. barang siapa memasukkan suatu benda yang dapat
digunakan untuk memberi bantuan material dalam
mempersiapkan, memperlancar atau menggerakkan
penggulingan pemerintahan, sedangkan diketahuinya
atau ada alasan kuat untuk menduga bahwa benda itu
akan dipakai untuk perbuatan tersebut;
c. orang yang mempunyai atau mengadakan perjanjian
mengenai suatu benda yang dapat digunakan untuk
memberikan bantuan material dalam mempersiapkan,
memperlancar atau menggerakkan penggulingan
pemerintahan, sedangkan diketahuinya atau ada alasan
kuat baginya untuk menduga bahwa benda akan dipakai
untuk perbuatan tersebut dan bahwa benda itu atau
barang lain sebagai penggantinya, dimasukkan dengan
tujuan tersebut atau diperuntukkan bagi tujuan itu oleh
orang atau badan yang berkedudukan di luar Indonesia.
(2) Benda-benda yang dengan mana atau yang ada hubungan
dengan ayat sebelumnya butir 2 dan 3 yang dipakai untuk
melakukan kejahatan, dapat dirampas.

Pasal 112
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat,
berita-berita atau keteranganketerangan yang diketahuinya
bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada
negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
UNDANG UNDANG TERKAIT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelejen
Negara :

Pasal 44
Setiap Orang yang dengan sengaja mencuri, membuka,
dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 46
(1) Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan
upaya, pekerjaan, kegiatan, Sasaran, informasi, fasilitas
khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan,
dan/atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan
penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Personel Intelijen Negara dalam
keadaan perang dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga)
dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak


dan Gas Bumi:
Pasal 51
(2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau
memindahtangankan data sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apa pun dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 56
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Bab ini dilakukan oleh atau atas nama Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan
terhadap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau
pengurusnya.
(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap, pidana yang dijatuhkan kepada
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah
pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda
ditambah sepertiganya.

Pasal 57
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52,
Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 adalah kejahatan.

Pasal 58
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab
ini, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan hak atau
perampasan barang yang digunakan untuk atau yang
diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak
dan Gas Bumi.

Pasal 113
(1) Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau
sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun
menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang mengetahui,
suratsurat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar atau
benda-benda yang bersifat rahasia dan bersangkutan dengan
pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari
luar, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya atau
susunannya benda-benda itu diketahui olehnya, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah,
atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya,
pidananya dapat ditambah sepertiga.

Pasal 114
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana yang
dimaksudkan dalam pasal 113 harus menjadi tugasnya untuk
menyimpan atau menaruhnya, bentuk atau susunannya untuk
seluruh atau sebagian diketahui oleh umum atau dikuasai atau
diketahui oleh orang lain (atau) tidak berwenang mengetahui,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam
bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana
denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

UNDANG-UNDANG TERKAIT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011Tentang Intelejen
Negara
Pasal 45
Setiap Orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
bocornya Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 115
Barang siapa melihat atau membaca surat-surat atau benda-
benda rahasia sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 113,
untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau
selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak
dimaksud untuk diketahui olehnya, begitu pula jika membuat
atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf
atau dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh buat
teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan benda-benda itu
kepada pejabat kehakiman, kepolisian atau pamong praja, dalam
hal benda-benda itu jatuh ke tangannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama tiga tahun.

Pasal 116
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 113 dan 115, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun.

Pasal 117
Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa
tanpa wenang:
a. dengan sengaja memasuki bangunan Angkatan Darat atau
Angkatan Laut, atau memasuki kapal perang melalui jalan
yang bukan jalan biasa;
b. dengan sengaja memasuki daerah, yang oleh Presiden atau
atas namanya, atau oleh penguasa tentara ditentukan sebagai
daerah tentara yang dilarang;
c. dengan sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai,
menyimpan, menyembunyikan atau mengangkut gambar-
potret atau gambar-tangan maupun keterangan-keterangan
atau petunjuk petunjuk lain mengenai daerah seperti
tersebut dalam pasal ke-2, beserta segala sesuatu yang ada di
situ.

Pasal 118
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau
denda sembilan ribu rupiah, barang siapa tanpa wenang,
sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan,
menyembunyikan atau mengangkut gambar-potret, gambar-
lukis atau gambar-tangan, pengukuran atau penulisan, maupun
keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain mengenai
sesuatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan tentara.

Pasal 119
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun:
a. barang siapa memberi pondokan kepada orang lain, yang
diketahuinya mempunyai niat atau sedang mencoba untuk
mengetahui benda-benda rahasia seperti tersebut dalam
pasal 113, padahal tidak wenang untuk itu, atau mempunyai
niat atau sedang mencoba untuk mengetahui letak, bentuk,
susunan, persenjataan, perbekalan, perlengkapan mesiu, atau
kekuatan orang dari bangunan pertahanan atau sesuatu hal
lain yangbersangkutan dengan kepentingan tentara;
b. barang siapa menyembunyikan benda-benda yang
diketahuinya bahwa dengan cara apa pun juga, akan
diperlukan dalam melaksanakan niat seperti tersebut pada
ke-1.
Pasal 120
Jika kejahatan tersebut pasal 113, 115, 117, 118, 119 dilakukan
dengan akal curang seperti penyesatan, penyamaran, pemakaian
nama atau kedudukan palsu, atau dengan menawarkan atau
menerima, membayangkan atau menjanjikan hadiah,
keuntungan atau upah dalam bentuk apa pun juga, atau
dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka
pidana hilang kemerdekaan dapat diperberat lipat dua.

Pasal 121
Barang siapa ditugaskan oleh pemerintah untuk berunding
dengan suatu negara asing, dengan sengaja merugikan negara,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 122
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
a. barang siapa dalam masa perang yang tidak menyangkut
Indonesia, dengan sengaja melakukan perbuatan yang
membahayakan kenetralan negara, atau dengan sengaja
melanggar suatu aturan yang dikeluarkan dan diumumkan
oleh pemerintah, khusus untuk mempertahankan kenetralan
tersebut;
b. barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar
aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah
guna keselamatan negara.

Pasal 123
Seorang warga negara Indonesia yang dengan suka rela masuk
tentara negara asing, padahal ia mengetahui bahwa negara itu
sedang perang dengan Indonesia, atau akan menghadapi perang
dengan Indonesia, diancam dalam hal terakhir jika pecah
perang, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 124
(1) Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja memberi
bantuan kepada musuh atau merugikan negara terhadap
musuh, diancam dengan pidana penjara lima belas tahun.
(2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun jika si pembuat:
a. memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh peta,
rencana, gambar atau penulisan mengenai bangunan-
bangunan tentara;
b. menjadi mata-mata musuh, atau memberi pondokan
kepadanya.
(3) Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun dijatuhkan jika si
pembuat:
a. memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh,
menghancurkan atau merusak sesuatu tempat atau pos
yang diperkuat atau diduduki, suatu alat penghubung,
gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun
Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian daripadanya,
merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan
suatu usaha untuk menggenangi air atau bangunan
tentara lainnya yang direncanakan atau diselenggarakan
untuk menangkis atau menyerang;
b. menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara,
pemberontakan atau desersi di kalangan Angkatan
Perang.

Pasal 125
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 124, diancam dengan pidana paling
lama enam tahun.

Pasal 126
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
barang siapa dalam masa perang, tidak dengan maksud
membantu musuh atau merugikan negara sehingga
menguntungkan musuh, dengan sengaja:
a. memberi pondokan kepada mata-mata musuh,
menyembunyikannya atau membantu melarikan diri;
b. menggerakkan atau memperlancar pelarian (desersi) prajurit
yang bertugas untuk negara.
Pasal 127
(1) Barang siapa dalam masa perang menjalankan tipu muslihat
dalam penyerahan barangbarang keperluan Angkatan Laut atau
Angkatan Darat, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua betas tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa diserahi
mengawasi penyerahan barangbarang, membiarkan tipu
muslihat itu.

Pasal 128
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 104,
dapat dipidana pencabutan hak hak berdasarkan pasal 35 no. 1-
5.
(2) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal-pasal
106-108, 110-125, dapat dipidana pencabutan hak-hak
berdasarkan pasal 35 no. 1-3.
(3) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 127,
yang bersalah dapat dilarang menjalankan pencaharian yang
dijalankannya ketika melakukan kejahatan itu, dicabut hak-hak
berdasarkan pasal 35 no. 1-4, dan dapat diperintahkan supaya
putusan hakim diumumkan.

Pasal 129
Pidana-pidana yang ditentukan terhadap perbuatan-perbuatan
dalam pasal-pasal 124-127, diterapkan jika salah satu
perbuatan dilakukan terhadap atau bersangkutan dengan
Negara sekutu dalam perang bersama.
MAKAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. Pengertian
Dalam Islam makar dikenal dengan istilsh Bughat
Makna Bahasa Bughat
Bughat ( ٌ‫ ) بُ َغاة‬adalah bentuk jamak ‫ي‬ ِ Vَ‫ ْا‬, yang merupakan isim
ُ ‫لباغ‬
َ
َْ
fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kata
‫( بَغى‬fi’il madhi), َ‫ي‬ ِ (fi’il mudhari’), dan‫اء‬VV V V V Vَ‫ا بغ‬VV V V V V‫ ب ْغي‬- ً‫ة‬VV V V V V ‫ ب ْغي‬-
ُ ‫يبغ‬
ْ ً ُ ًَ َُ
(mashdar). Kata ‫ بَغى‬mempunyai banyak makna, antara lain ‫ب‬ َ َ‫طَل‬
(mencari, menuntut), َ‫ظلَم‬ َ ‫ تَ َج‬/ ‫دَى‬VV V V V َ‫إِ ْعت‬
َ (berbuat zalim), َّ‫د‬V V V V V‫او ُزا ْل َح‬
(melampaui batas), dan ‫ب‬
َ َ‫( كَذ‬berbohong)
Dengan demikian, secara bahasa, ‫ي‬ ِ
ُ ‫اغ‬VV V V V V‫الب‬
َ (dengan bentuk
jamaknyaُ‫اة‬VVَ‫ ) اَْلبُغ‬artinya ‫( اَلظَّالِ ُم‬orang yang berbuat zalim), ‫ي‬ ِ
ْ ‫د‬VVَ‫اَْل ُم ْعت‬
ِ ِ
ْ ‫تَ ْعل‬V V ‫( اَلظَّال ُم ا ْل ُم ْس‬orang yang
(orang yang melampaui batas), atau ‫ي‬
berbuat zalim dan menyombongkan diri)

Makna Syar’i Bughat


Dalam definisi syar’i yaitu definisi menurut nash-nash Al-
Qur`an dan As-Sunnah, bughat memiliki beragam definisi
dalam berbagai mazhab fiqih, meskipun berdekatan maknanya
atau ada unsur kesamaannya. Kadang para ulama
mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan
tindakannya, yaitu al-baghy[u] (pemberontakan).
Berikut ini definisi-definisi bughat yang dihimpun oleh Abdul
Qadir Audah (1996:673-674), dalam kitabnya At-Tasyri’ Al-
Jina`i Al-Islamiy dan oleh Syekh Ali Belhaj (1984:242-243),
dalam kitabnya (Fashl Al-Kalam fi Muwajahah Zhulm Al-
Hukkam

A. Menurut Ulama Hanafiyah.


"Al-Baghy[u] (pemberontakan) adalah keluar dari ketaatan
kepada imam (khalifah) yang haq (sah) dengan tanpa
[alasan] haq. Dan al-baaghi (bentuk tunggal bughat) adalah
orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq
dengan tanpa haq.” (Hasyiyah Ibnu Abidin, III/426; Syarah
Fathul Qadir, IV/48).

B. Menurut Ulama Malikiyah


“Al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk mentaati orang
yang telah sah menjadi imam (khalifah) dalam perkara
bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik
(mughalabah) walaupun karena alasan ta`wil (penafsiran
agama)…
Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin
yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya,
untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan,
atau untuk menggantikannya.” (Hasyiyah Az-Zarqani wa
Hasyiyah Asy-Syaibani, hal. 60).
C. Menurut Ulama Syafi’iyah
“Bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam
dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya,
atau mencegah hak yang yang seharusnya wajib mereka
tunaikan (kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai
kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang ditaati
(muthaa’) dalam kelompok tersebut.” (Nihayatul Muhtaj,
VIII/382; Al-Muhadzdzab, II/217; Kifayatul Akhyar, II/197-
198; Fathul Wahhab, II/153).
“Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan
dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan
kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah),
karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di
antara mereka ada pemimpin yang ditaati.” (Asna Al-
Mathalib, IV/111).
Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah
pemberontakan dari suatu kelompok orang (jama’ah), yang
mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati
(muthaa’), dengan ta`wil yang fasid

D. Menurut Ulama Hanabilah


“Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang
imam --walaupun ia bukan imam yang adil-- dengan suatu
ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai
kekuatan (syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin
yang ditaati di antara mereka.” (Syarah Al-Muntaha ma’a
Kasysyaf al-Qana’, IV/114).

E. Menurut Ulama Zhahiriyah


“Bughat adalah mereka yang menentang imam yang adil
dalam kekuasaannya, lalu mereka mengambil harta zakat
dan menjalankan hudud” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XII/520).
“Al-Baghy[u] adalah memberontak kepada imam yang haq
dengan suatu ta`wil yang salah dalam agama, atau
memberontak untuk mencari dunia.” (Ibnu Hazm, Al-
Muhalla, XI/97-98).

F. Menurut Ulama Syiah Zaidiyah


“Bughat adalah orang yang menampakkan diri bahwa
mereka adalah kelompok yang haq sedang imam adalah
orang yang batil, mereka memerangi imam tersebut, atau
menyita hartanya, mereka mempunyai kelompok dan senjata,
serta melaksanakan sesuatu yang sebenarnya hak imam.”(Ar-
Raudh,An-Nadhir,IV/331).

2. Makar dalam Hadist

‫اب أَلِي ٌم فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة‬ ٌ ‫شةُ فِي الَّ ِذينَ آ َمنُوا لَ ُه ْم َع َذ‬ ِ َ‫إِنَّ الَّ ِذينَ يُ ِحبُّونَ أَن ت َِشي َع ا ْلف‬
َ ‫اح‬
َ‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬
“ Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)
perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang
yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui .”
(QS. An Nuur: 19)
Nabi melarang mencela, memaki para penguasa dan
menyebarkan aib mereka. Beliau memerintahkan untuk
menasihati mereka dengan cara yang baik dan mendo’akan
kebaikan.
“Janganlah kalian mencela pemimpin kalian dan janganlah
mendengki mereka, janganlah kalian membenci mereka
bertakwalah kepada Allah. Bersabarlah karena urusan ini sudah
dekat.” (HR. Ibnu Abi Ashim )
Tidak ada toleransi bagi pemberontak pada penguasa, ketika
mereka (pemerintah) tidak mau mendengar yang ada adalah
perintah untuk bersabar. Dari Wail bin Hujr berkata, kami
bertanya : “Ya Rasulullah bagaimana pendapatmu jika penguasa
kami merampas hak-hak kami dan meminta hak-hak mereka?”
Nabi bersabda “Mendengar dan taatlah kalian pada mereka.
Maka sesungguhnya bagi merekalah balasan amalan mereka
dan bagi kalianlah pahala atas kesabaran kalian.” (HR. Muslim).
Rasul melarang menyebarkan aib penguasa dan kesalahannya di
atas mimbar-mimbar dan majelis-majelis, karena hal ini akan
menyebabkan tersebarnya kejelekan.
“Penguasa adalah naungan Allah di muka bumi, barang siapa
yang menghinakan penguasa maka Allah akan
menghinakannya, barang siapa yang memuliakan penguasa
maka Allah akan memuliakannya.” (HR. Ibnu Abi Ashim,
Attirmidzi)
“Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar
dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfal: 46).

3. DASAR HUKUM
Firman Allah:
“Kalau dua golongan dari golongan orang-orang Mukmin
mengadakan peperangan, maka damaikanlah antara keduanya.
Kalau salah satunya berbuat menentang perdamaian kepada
lainnya, maka perangilah orang-orang (golongan) yang
menentang itu sehingga mereka kembali ke jalan Allah. Kalau
mereka kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil, dan memang harus berbuat adillah kamu sekalian.
Sesungguhnya Allah itu mencintai pada orang-orang yang
berlaku adil.” (Q.S. Al-Hujuraat: 9).

Kemudian dalam firman Nya yang lain:


“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah :
33)

4. UNSUR-UNSUR JARIMAH BUGHAT

Dengan mengkaji nash-nash syara’ tersebut, dapat disimpulkan


ada 3 (tiga) syarat yang harus ada secara bersamaan pada
sebuah kelompok yang dinamakan bughat, yaitu :

a. Pemberontakan kepada khalifah/imam (al-khuruj ‘ala al-


khalifah),
Syarat pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah
(imam) (al-khuruuj ‘ala al-imam). Hal ini bisa terjadi
misalnya dengan ketidaktaatan mereka kepada khalifah atau
menolak hak khalifah yang mestinya mereka tunaikan
kepadanya, semisal membayar zakat. Syarat pertama ini,
memang tidak secara sharih (jelas) disebuntukan dalam
surah Al-Hujurat ayat 9 :
“Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah
satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (zalim) maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah ...” (QS. Al-
Hujurat [49]:9)

Namun demikian, Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari


(w.925 H) dalam Fathul Wahhab (II/153)
mengatakan,”Dalam ayat ini memang tidak disebut
‘memberontak kepada imam’ secara sharih, akan tetapi ayat
tersebut telah mencakupnya berdasarkan keumuman
ayatnya, atau karena ayat tersebut menuntutnya. Sebab jika
perang dituntut karena kezaliman satu golongan atas
golongan lain, maka kezaliman satu golongan atas imam
tentu lebih dituntut lagi.”
Jadi, dalil syarat pertama ini (memberontak kepada imam)
adalah keumuman ayat tersebut (QS 49:9). Selain itu, syarat
ini ditunjukkan secara jelas oleh hadits yang menjelaskan
tercelanya tindakan memberontak kepada imam (al-khuruj
‘an tha’at al-imam). Misalnya sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah)
dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka
matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari
Abu Hurairah).
Adapun yang dimaksud imam atau khalifah, bukanlah
presiden atau raja atau kepala negara lainnya dari negara
yang bukan negara Islam (Daulah Islamiyah/Khilafah).
Abdul Qadir Audah menegaskan, “[Yang dimaksud] Imam,
adalah pemimpin tertinggi (kepala) dari Negara Islam (ra`is
ad-dawlah al-islamiyah al-a’la), atau orang yang
mewakilinya...” (At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, Juz II hal.
676).
Hal tersebut didasarkan dari kenyataan bahwa ayat tentang
bughat (QS Al-Hujurat : 9) adalah ayat madaniyah yang
berarti turun sesudah hijrah (As Suyuthi, 1991:370). Berarti
ayat ini turun dalam konteks sistem negara Islam (Daulah
Islamiyah), bukan dalam sistem yang lain. Hadits-hadits Nabi
SAW dalam masalah bughat, juga demikian halnya, yaitu
berbicara dalam konteks pemberontakan kepada khalifah,
bukan yang lain . Demikian juga, pemberontakan dalam
Perang Shiffin yang dipimpin Muawiyah (golongan bughat)
melawan Imam Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah,
jelas dalam konteks Daulah Islamiyah .
Dengan demikian, pemberontakan kepada kepala negara
yang bukan khalifah, misalnya kepada presiden dalam sistem
republik, tidak dapat disebut bughat, dari segi mana pun,
menurut pengertian syar’i yang sahih.

b. Adanya kekuatan yang dimiliki yang memungkinkan bughat


untuk mampu melakukan dominasi (saytharah)
Syarat kedua, mempunyai kekuatan yang memungkinkan
kelompok bughat untuk mampu melakukan dominasi.
Kekuatan ini haruslah sedemikian rupa, sehingga untuk
mengajak golongan bughat ini kembali mentaati khalifah,
khalifah harus mengerahkan segala kesanggupannya,
misalnya mengeluarkan dana besar, menyiapkan pasukan,
dan mempersiapkan perang. Kekuatan di sini, sering
diungkapkan oleh para fuqaha dengan istilah asy-syaukah,
sebab salah satu makna asy-syaukah adalah al-quwwah wa
al-ba`s (keduanya berarti kekuatan) . Para fuqaha Syafi’iyyah
menyatatakan bahwa asy-asyaukah ini bisa terwujud dengan
adanya jumlah orang yang banyak (al-katsrah) dan adanya
kekuatan (al-quwwah), serta adanya pemimpin yang ditaati
Syarat kedua ini, dalilnya antara lain dapat dipahami dari
ayat tentang bughat (QS Al Hujurat: 9) pada lafazh ‫ان‬VV ‫طَائِفََت‬
‫وإِ ْن‬...ِ ِ
َ (jika dua golongan...). Sebab kata ٌ‫ة‬VV Vَ‫ طَائف‬artinya adalah
ُ‫ة‬VV V V V Vَ‫( اَْل َج َماع‬kelompok) dan ُ‫ة‬VV V V V Vَ‫( اَْلفِ ْرق‬golongan). Hal ini jelas
mengisyaratkan adanya sekumpulan orang yang bersatu,
solid, dan akhirnya melahirkan kekuatan. Maka dari itu,
Taqiyuddin Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar (II/198)
ketika membahas syarat “kekuatan”, beliau
mengatakan,”...jika (yang memberontak) itu adalah individu-
individu (afraadan), serta mudah mendisiplinkan mereka,
maka mereka itu bukanlah bughat.” Dengan demikian, jika
ada yang memberontak kepada khalifah, tetapi tidak
mempunyai kekuatan, misalnya hanya dilakukan oleh satu
atau beberapa individu yang tidak membentuk kekuatan,
maka ini tidak disebut bughat.

c. Mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan


politisnya

Syarat ketiga, mengggunakan senjata untuk mewujudkan


tujuan-tujuannya. Para fuqaha mengungkapkan syarat
penggunaan senjata dengan istilah man’ah, atau terkadang
juga dengan istilah asy-syaukah, karena asy-syaukah juga
bisa berati as-silaah (senjata). Man’ah (boleh dibaca
mana’ah) memiliki arti antara lain al-‘izz (kemuliaan), al-
quwwah (kekuatan), atau kekuatan yang dapat digunakan
seseorang untuk menghalangi orang lain yang bermaksud
[buruk] kepadanya

Dalil syarat ketiga terdapat dalam ayat tentang bughat (QS Al


Hujurat : 9), yaitu pada lafazh ‫وا‬VV Vُ‫( اقْتََتل‬kedua golongan itu
berperang). Ayat ini mengisyaratkan adanya sarana yang
dituntut dalam perang, yaitu senjata (as-silaah). Selain dalil
ini, ada dalil lain berupa hadits di mana Nabi SAW bersabda :

“Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi


kami, maka ia bukanlah golongan kami.” (Shahih Bukhari No.
6366, Shahih Muslim No. 143. Lihat Bab Qitaal Ahl Al-Baghi,
Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, III/257. Lihat juga hadits
ini dalam Kitab Qitaal Ahl Al-Baghi, Imam Asy-Syirazi, Al-
Muhadzdzab, II/217).

Dengan demikian, jika ada kelompok yang menentang dan


tidak taat kepada khalifah, tetapi tidak menggunakan senjata,
misalnya hanya dengan kritikan atau pernyataan, maka
kelompok itu tak dapat disebut bughat.

Berdasarkan semua keterangan di atas, maka jelaslah bahwa


definisi bughat adalah kelompok yang padanya terpenuhi tiga
syarat secara bersamaan, yaitu : (1) melakukan pemberontakan
kepada khalifah/imam, (2) mempunyai kekuatan yang
memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi, dan
(3) mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan
politisnya (Haikal, 1996:63).

Atas dasar syarat-syarat itulah, Syaikh Abdurrahman Al-Maliki,


dalam kitabnya Nizham Al-Uqubat, hal. 79, mendefinisikan
bughat sebagai berikut :

“Orang-orang yang memberontak kepada Daulah Islamiyah


(Khilafah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan senjata
(man’ah)”. Artinya, mereka adalah orang-orang yang tidak
mentaati negara, mengangkat senjata untuk menentang negara,
serta mengumumkan perang terhadap negara.” (Al-Maliki,
1990:79).
Lalu, bagaimana dengan syarat-syarat lain tentang bughat
seperti adanya ta`wil yang menjadi pendorong pemberontakan
(pendapat ulama Syafi’iyyah), atau syarat bahwa yang
diberontak adalah imam yang adil (pendapat Ibnu Hazm).
Muhammad Khayr Haikal dalam Al-Jihad wa Al-Qital fi As-
Siyasah Asy-Syar’iyyah (I/64) mengatakan bahwa ayat bughat
(QS Al-Hujurat:9) tidak menyebuntukan syarat tersebut (ta`wil).
Sebab, menurut beliau, kata ‫ي‬ ِ
ْ ‫( تَ ْبغ‬golongan yang menganiaya)
dalam ayat tersebut, bersifat mutlak, tidak bersyarat (muqayyad)
dengan adanya ta`wil yang masih dibolehkan (ta`wil sa`igh).
Maka, kemutlakan ayat tersebut tak membedakan apakah
kelompok bughat memberontak atas dasar ta`wil dalam paham
agama, ataukah karena alasan duniawi, seperti hendak
memperoleh harta dan tahta.

Hal yang sama dapat juga dikatakan untuk syarat bahwa yang
diberontak adalah imam yang adil (pendapat Ibnu Hazm). Syarat
ini tidak tepat, sebab ayat bughat bersifat mutlak, tidak ada
persyaratan bahwa bughat adalah yang memberontak kepada
imam yang adil. Selain itu, hadits-hadits Nabi SAW tentang
bughat juga bersifat mutlak (imam adil dan fasik), bukan
muqayyad (hanya imam adil saja). Karena itulah, pendapat yang
lebih tepat (rajih) adalah apa yang yang dinyatakan Syaikh
Abdurrahman Al-Maliki :

“Tidak ada beda apakah [golongan bughat itu] memberontak


kepada khalifah yang adil atau khalifah yang zalim, baik karena
alasan ta`wil dalam agama maupun menghendaki dunia (seperti
harta atau jabatan). Semuanya adalah bughat, selama mereka
mengangkat senjata untuk melawan kekuasaan Islam (sulthan
al-islam).” (Al-Maliki, 1990:79)

5. Hukuman Jarimah Bughat


Suatu gerakan anti pemerintah dinyatakan pemberontak dan
harus dihukum sebagaimana yang ditetapkan pada garis hukum
ayat dasar hukum jarimah bughat, yaitu:
a. Sanksi hukum atau pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat kerusakan di
muka bumi adalah dibunuh.
b. Dipotong tangan mereka dengan bertimbal balik.
c. Dibuang dari negeri (tempat kediamannya)
Penerapan hukum diatas akan dilaksanakan bila memenuhi
persyaratan berikut :
 Pemegang kekuasaan yang sah bersikap adil dalam
menetapkan kebijaksanaan.
 Pemberontak merupakan suatu kelompok yang memiliki
kekuatan, sehingga pemerintah harus bekerja keras untuk
mengatasi ferakan tersebut.
 Dari gerakan tersebut diperoleh bukti-bukti yang kuat yang
menunjukkan adanya pemberontakan.
 Gerakan tersebut mempunyai sistem kepemimpinan, karena
tanpa adanya pemimpin tidak akan mungkin kekuatan
terwujud.

6. UQUBAH JARIMAH BUGHAT

Kekhususan dalam Menghadapi Bughat, Imam Al-Mawardi


menjelaskan ada 8 perbedaan antara memerangi para
pemberontak kaum Muslimin dengan memerangi orang-orang
Musyrik dan orang-orang murtad.

a. Peperangan terhadap para pemberontak kaum muslimin


dimaksudkan untuk menghentikan pemberontakan mereka
dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk membunuh
mereka. Di sisi lain dibenarkan peperangan terhadap orang-
orang musyrik dan orang-orang murtad dimaksudkan
untuk membunuh mereka.
b. Para pemberontak kaum muslimin baru boleh diserang, jika
mereka maju menyerang. Jika mereka mundur dari medan
perang, mereka tidak boleh diserang. Di sisi lain,
diperbolehkan menyerang orang-orang musyrik dan orang-
orang murtad; mereka maju menyerang atau mundur.
c. Orang-orang terluka dari para pemberontak tidak boleh
dibunuh. Di sisi lain diperbolehkan membunuh orang-
orang terluka dari orang-orang musyrik dan orang-orang
murtad. Pada Perang Jamal, Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu
Anhu memerintahkan penyerunya untuk berseru dengan
suara keras, “Orang yang telah mundur dari medan perang
tidak boleh diserang, dan orang yang terluka tidak boleh
dibunuh.”
d. Tawanan-tawanan yang berasal dari para pemberontak
tidak boleh dibunuh. Di sisi lain tawanan-tawanan dari
orang-orang musyrik dan orang-orang murtad boleh
dibunuh. Kondisi tawanan perang dari para pemberontak
harus diperhatikan dengan cermat ; jika ia diyakini tidak
kembali berperang (memberontak), ia dibebaskan. Jika ia
diyakini kembali berperang (memberontak), ia tetap ditawan
hingga perang usai. Jika perang telah usai, ia dibebaskan
dan tidak boleh ditawan sesudah perang. Al-Hajjaj pernah
membebaskan salah seorang tawanan dari sahabat-sahabat
Qathri bin Al-Fuja’ah, karena keduanya saling kenal. Al-
Qathri berkata kepada tawanan tersebut, “kembalilah
berperang melawan musuh Allah, Al-Hajjaj”. Tawanan
tersebut menjawab, “Aduh, kalau begitu dua tangan orang
yang telah dibebaskan telah berkhianat, dan memperbudak
leher orang yang membebaskannya!”
e. Harta para pemberontak tidak boleh diambil, dan anak-
anak mereka tidak boleh disandera. Diriwayatkan dari
Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
“Dilindungi apa saja yang ada di negara Islam, dan
dihalalkan apa saja yang ada di negara musyrik.”
f. Dalam memerangi para pemberontak, negara Islam tidak
diperbolehkan meminta bantuan orang kafir muahid (yang
berdamai dengan kaum muslimin), atau orang kafir dzimmi
(kafir yang berada dalam jaminan keamanan kaum
Muslimin dengan membayar jizyah dalam jumlah tertentu),
kendati hal tersebut dibenarkan ketika negara Islam
memerangi orang-orang musyrik, dan orang-orang murtad.
g. Negara Islam tidak boleh berdamai dengan mereka untuk
jangka waktu tertentu dan juga tidak boleh berdamai
dengan mereka dengan kompensasi uang. Jika komandan
perang pasukan Islam berdamai dengan mereka dalam
jangka waktu tertentu, ia tidak harus memenuhinya. Jika ia
tidak sanggup memerangi mereka, ia menunggu datangnya
bantuan pasukan untuk menghadapi mereka. Jika ia
berdamai dengan mereka, dengan kompensasi uang, maka
perdamaian batal, dan uang perdamaian diperhatikan
dengan baik; jika uang tersebut berasal dari fai’ mereka atau
berasal dari sedekah (zakat) mereka, maka uang tersebut
tidak dikembalikan kepada mereka, kemudian sedekah
(zakat) tersebut didistribusikan kepada para penerimanya
dari kaum muslimin, dan fai’ dibagi-bagikan pada
penerimanya. Jika uang perdamaian murni dari mereka,
uang tersebut tidak boleh dimiliki pasukan Islam dan harus
dikembalikan kepada mereka.
h. Pasukan Islam tidak boleh menyerang mereka dengan
menggunakan senjata al-arradat (senjata pelempar batu),
rumah-rumah mereka tidak boleh dibakar, kurma-kurma
dan pohon-pohon mereka tidak boleh ditebang, karena itu
semua berada di dalam negara Islam yang terlindungi,
kendati warganya memberontak.
KASUS MAKAR DI INDONESIA

1. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi
(yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya Aceh,
yang merupakan daerah yang sempat berganti nama menjadi
Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik
antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan
keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan
menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini
juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation
Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir
tiga dekade bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan
Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status
kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal
dunia di Banda Aceh.

a. Latar Belakang Pemberontakan GAM

GAM lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa


sebelumnya. Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidak
berpihakan Jakarta terhadap gagasan formalisasi Islam di
Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan perlawanan
dengan ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul Islam, dasar dari
perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap
bangsa-bangsa lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai
perekat dari perbedaan yang ada. Gagasan ini juga berkembang
dalam gerakan Darul Islam di Aceh.

Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam di Aceh,


keinginan Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia
menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Perubahan ini terjadi
disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh Indonesia,
sehingga memaksa orang Aceh lebih realistis untuk
mewujudkan cita-cita. Yang menjadi menarik adalah GAM yang
melanjutkan tradisi perlawanan Aceh, ternyata tidak
melanjutkan ideologi Islam yang terlebih dahulu digunakan oleh
Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih
memilih nasionalisme Aceh sebagai isu populisnya.

Hal yang mempengaruhi munculnya GAM berikutnya adalah


faktor ekonomi, yang berwujud ketidakadilan dan ketimpangan
ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan sentralistik
Orde Baru menimbulkan kekecewaan berat terutama di
kalangan elite Aceh. Pada era Soeharto, Aceh menerima 1% dari
anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh memiliki
kontribusi 14% dari GDP Nasional. Terlalu banyak pemotongan
yang dilakukan pusat yang menggarap hasil produksi dari Aceh.
Sebagian besar hasil kekayaan Aceh dilahap oleh penentu
kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat produksi minyak
bumi yang dihasilkan Aceh pada 1970-an dan 1980-an dengan
nilai 1,3 miliar US Dolar tidak memperbaiki kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Aceh.

Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat


respon oleh pemerintah Orde Baru dengan melakukan operasi
militer yang represif, sehingga membuat GAM kurang bisa
berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan pelebaran
jaringan yang membuat mereka kuat, baik pada tingkat
internasional maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM
bisa terus bertahan. Pada masa Orde Baru GAM memainkan dua
wajah yaitu satu wajah perlawanan ( dengan pola-pola
kekerasan yang dilakukan ), dan strategi ekonomi-politik yang
dimainkan (dengan mengambil uang pada proyek-proyek
pembangunan ).

b. Dampak Pemberontakan GAM

Pemberontakan yang telah tejadi didaerah Aceh yang dilakukan


oleh GAM memiliki pengaruh yang besar tehadap kondisi-
kondisi yang ada. Konflik yang berlangsung di Aceh telah
menimbulkan dampak yang parah terhadap berbagai komponen
masyarakat sipil Aceh. Pemberontakan tersebut menimbulkan
korban jiwa dan kerusakan fisik terhadap warga Aceh. Ribuan
orang yang dicintai (orang tua, istri, suami dan anak-anak) telah
gugur mengalami penyiksaan dan cacat, menjadi janda dan
anak yatim piatu. Ribuan orang telah kehilangan tempat tinggal
dan ribuan lainnya kehilangan pekerjaan dan mata
pencaharian. Lebih jauh dari itu, masyarakat sipil hampir tidak
memiliki akses terhadap hukum, sementara sebagian besar
lembaga pengadilan tidak berfungsi lagi.

Beberapa pengaruh lainnya yang di timbulkan dengan adanya


pemberontakan GAM terhadap ketahanan nasional Indonesia
yaitu pengaruhnya yang masuk dalam berbagai aspek
kehidupan bernegara, yang paling tampak terutama terhadap
kesatuan dan persatuan yang secara otomatis akan
menimbulkan perpecahan lalu akan memotivasi daerah lain
yang mempunyai keinginan memberontak di saat pemerintah
sedang mengurusi masalah masalah GAM. Ratusan sekolah
terbakar, sehingga mengganggu proses pendidikan yang ada
diwilayah tersebut. Kerusakan sarana pendidikan dan
pemerintahan serta infrastruktur lainnya tersebut terjadi dalam
jumlah yang cukup besar. Gerakan separatis di Aceh telah
banyak melibatkan penggunaan sumberdaya nasional, dan
akibatnya telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda
yang tidak kecil

c. Upaya pemerintah mengatasi pemberontakan GAM

Berbagai upaya telah dijalankan Pemerintah di Aceh, baik di


masa Orde Baru maupun Era Reformasi melalui jeda
kemanusiaan sampai gelar operasi militer, belum mampu
mengakhiri konflik secara sempurna dan belum menunjukkan
hasil yang signifikan dalam kerangka penyelesaian konflik Aceh
secara menyeluruh. Tuntutan memisahkan diri dari NKRI
semakin kental, bahkan lebih sebagai akumulasi kekecewaan
dari pada sebuah pencarian solusi.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa masalah konflik Aceh


merupakan masalah yang multi kompleks dan multi
dimensional, akumulasi dari persoalan politik, ekonomi, sosial
budaya, hankam dan kemanusiaan yang bersumber dari
ketidakadilan, sehingga penyelesaian masalah Aceh diharapkan
dapat diselesaikan secara komprehensif, menggunakan
pendekatan multi dimensi dan tidak hanya bersifat jangka
pendek (ad-hoc) tetapi juga jangka panjang.

Dalam penyelesaian masalah separatis di Aceh, Pemerintah


Republik Indonesia bertekad menyelesaikan secara damai,
komprehensif, bermartabat, berkeadilan dan menyeluruh dalam
bingkai NKRI. Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dalam kurun waktu terakhir ini secara intensif
melakukan perundingan informal di Helsinski yang difasilitasi
oleh Crisis Management Inisiative. Dengan berpedoman pada
Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI
dengan GAM yang di tanda tangani pada tanggal 15 Agustus
2005 di Helsinki sebagai langkah nyata Pemerintah RI dengan
negara Uni Eropa dan negara ASEAN akan menandatangani
MoU tentang keikutsertaan Aceh Monitoring Mission (AMM)
sehingga diharapkan upaya damai dapat diwujudkan
secepatnya.

Selain itu, berbagai upaya penanggulangan GAM yang


merupakan disintregasi bangsa terdiri dari kebijakan, upaya dan
strategi. Berikut ini adalah upaya – upaya yang dilakukan ,
antara lain :

Kebijakan :

 Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran


dan kehendak untuk bersatu
 Pemberdayaan norma dan nilai budaya Aceh dalam
penyelenggaraan pemerintah di NAD.
 Membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang
adil dan sejahtera
 Mencegah munculnya konflik dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa melalui implementasi tugas-
tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan Penegakkan
Hukum secara benar.
 Menegakkan syariah Islam di Propinsi NAD

2. Pemberontakan Andi Azis


Pemberontakan Andi Azis Adalah upaya pemberontakan yang
dilakukan oleh Andi Azis, seorang bekas perwira KNIL untuk
mempertahankan keberadaan Negara Indonesia Timur, dan
enggan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Andi
Abdul Azis (lahir di Simpangbinangal, kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan, 19 September 1924; umur 90 tahun) adalah
seorang tokoh militer Indonesia yang dikenal karena
keterlibatannya dalam Peristiwa Andi Azis. Andi Azis lahir dari
keluarga keturunan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada awal tahun
1930-an Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten
Residen bangsa Belanda ke Belanda. Pada tahun 1935 ia
memasuki Leger School dan tamat tahun 1938 lalu meneruskan
ke Lyceum sampai tahun 1944.
a. Latar Belakang Pemberontakan Andi Azis

Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di


Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi
Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di
Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok
masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya
segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain
terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung
terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan
terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.

Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka


pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI
sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah
tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai
mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal.
Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di
bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa
masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya. Dapat disimpulkan bahwa lata belakang
pemberontakan Andi Azis adalah :

 Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur


hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
 Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi
Selatan.
 Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.

b. Dampak Pemberontakan Andi Azis

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis


menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang
bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya.
Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi
Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT)
mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah
dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena
yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang
menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT
bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).

c. Upaya Penumpasan Pemberontaak Andi Azis

Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh


Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan
perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat
dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk
menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu
yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang
untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.

Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah


didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena
keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap
dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,
sedangkan untuk pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V
Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada
tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai
Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin
oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan.
Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak
berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang
sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari
Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan
memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara
pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.

Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL


berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada
saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan
APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil
menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi
pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.

Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk


berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak
menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan
dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh
Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral
Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah
pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang
menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar
tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus
meninggalkan Makassar.

3. Gerakan Papua Merdeka


Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah organisasi
yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri
pemerintahan provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini di
Indonesia, yang sebelumnya dikenal sebagai Irian Jaya,[1] dan
untuk memisahkan diri dari Indonesia.
a. Latar Belakang Gerakan Papua Merdeka

Papua merupakan salah satu wilayah di bawah naungan NKRI


dengan falsafah Bhineka Tunggal Ikanya, Papua adalah wilayah
yang kaya akan ragam budaya yang menjadi cirikhas
masyarakat papua dengan masyarakat lain. Membicarakan
mengenai Bhineka Tunggal Ika dengan memandang segala
aspek tidak terkecuali aspek budaya kita adalah satu kesatuan
yang utuh di bawah naungan falsafah pancasila. Jadi sudah
sepantasnya kita menjaga rasa persatuan dan kesatuan NKRI
dalam menghadapi berbagai masalah yang mengancam
keutuhan NKRI.

Baru-baru ini muncul kembali gerakan separatis oleh OPM


yang mengancam Keutuhan NKRI, organisasi Papua Merdeka
(OPM) ini muncul menentang pemerintahan yang sah.
Organisasi ini dididrikan pada tahun 1965 tepatnya di kota
Manokwari, tujuan OPM adalah mewujudkan kemerdekaan
Papua bagian Barat dari NKRI. OPM ini bermula sbelum masa
revormasi, pada saat itu OPM merasa bahwa mereka bukanlah
bagian dari NKRI, maupun Negara-negara Asia lainnya.
Organisasi Papua Merdeka ini beranggapan bahwa penyatuan
wilayah papua kedalam NKRI hanya merupakan hasil perjanjian
yang dilakukan antara bangsa Indonesia dengan bangsa
Belanda, dimana bangsa belanda menyerahkan wilayan
jajahannya kepada bangsa Indonesia. Berbeda pada masa orde
baru latar belakang OPM pada era reformasi ini dikarenakan
konflik atau pertikaian yang sering terjadi di papua serta
pelanggaran HAM seperti yang diungkapkan Lambert Pekikir,
sehingga untuk menangani ini semuah NKRI harus melepaskan
Papua.

Gerakan separatism OPM tidak berhenti pada masa orde baru


saja, pada hari Senin 3 Desember 2012 terjadi baku tembak
antar apara gabungan TNI-Polri dengan kelompok yangb
disinyalir merupakan anggota OPM, peristiwa ini
mengakibatkan salah seorang warga tewas.

4. G30S/PKI
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-
30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok
(Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober
1965 di saat tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan
kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai
Komunis Indonesia.
a. Latar belakang Gerakan 30 September

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang


terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet.
Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta,
ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga
mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta
anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang
mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita
(Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan
pendukung.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno


menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi
dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan
angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke
posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem
"Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis,
Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara


kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani,
gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang
mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves
menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
KESIMPULAN

1. Makar berasal dari kata “aanslag” (belanda) yang berarti


serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan
dengan maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum
Andi Hamzah, makar yaitu: Akal busuk; tipu muslihat;
Perbuatan atau usaha dengan maksud hendak menyerang
(membunuh) orang.
3. Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan
dengan maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan
dan menjadikan tidak cakap memerintah atas diri presiden
atau wakil presiden, diancam dengan hukuman mati, atau
penjara seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-
lamanya dua puluh tahun.
4. Kriteria kejahatan makar yaitu : Objektif, Subjektif dan
Perbuatan terdakwa harus dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum.
5. Bentuk bentuk kejahatan makar adalah kejahatan terhadap
keamanan Negara, Kejahatan Terhadap martabat Presiden dan
Wakil Presiden, Kejahatan Terhadap Negara-Negara Asing
Bersahabat dan Terhadap Kepala dan Wakil Negara-Negara
Tersebut, Kejahatan Mengenai Kewajiban Kenegaraan dan
Hak-hak Kenegaraan (staatsplichten dan staatsrechten),
Pelanggaran-Pelanggaran Terhadap Keamanan Negara.
6. Makar dalam islam dikeanal dengan istilah Bughat
7. Bughat secara Bahasa secara bahasa, ‫ي‬ ِ
ُ ‫اغ‬VV V ‫الب‬
َ (dengan bentuk
jamaknyaُ‫اة‬VV V V V‫ ) اَْلبُ َغ‬artinya ‫( اَلظَّالِ ُم‬orang yang berbuat zalim),
ِ ِ ِ
‫ي‬
ْ ‫( اَْل ُم ْعتَد‬orang yang melampaui batas), atau ‫ي‬ ْ ‫( اَلظَّال ُم ا ْل ُم ْستَ ْعل‬orang
yang berbuat zalim dan menyombongkan diri).
8. Beberapa kasus makar yang terjadi di Indonesia : Gerakan
Aceh Merdeka, Pemberontakan Andi Azis, Gerakan Papua
Merdeka dan G30S/PKI
Daftar Pustaka

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy,


Muhammad Gerry risky, KUHP dan KUHAP, permata prees. Hal47
Muhammad Khayr Haikal, Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah
Asy-Syar’iyyah
Prof. Moeljatno, S.H., KUHP, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan
kesembilan belas, 1996.
Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu
Di Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, cetakan kedua, edisi
ketiga, 2008.
Sugandhi, KUHP dan penjelasannya, (Surabaya : Usaha Nasional)
1980, hal 125
Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat,
Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari, Fathul Wahhab
http://wwwqolbu27.blogspot.com/2010/06/tindak-pidana-
terhadap-kedudukan-negara.html
http://myzone.okezone.com/content/read/2011/02/16/4344/maka
r-dalam-hukum-pidana-positif-dan-hukum-pidana-islam-
merupakan-bentuk-kejahatan
http://hukumpidana.bphn.go.id/babbuku/bab-i-kejahatan-
terhadap-keamanan-negara/
http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html
http://dukunhukum.wordpress.com/2012/04/09/makar-vs-
jarimah-al-baghyu/
https://www.scribd.com/doc/65288217/makalah-tentang-MAKAR
http://azharliqoh.blogspot.com/2010/01/islam-menyikapi-
pemberontakan.html
http://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/01/18/jarimah-
bughat/
http://idayoce.blogspot.com/2013/12/gam-gerakan-aceh-
merdeka.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Aceh_Merdeka
http://mkssej6.blogspot.com/2012/10/pemberontakan-andi-
azis.html
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2014/03/peristiwa-
pemberontakan-andi-azis-di-makassar.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Andi_Azis
http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Andi_Azis
BIOGRAFI PENULIS
Wahyuni Bachtiar lahir di Maros
17 Februari 1995. Sekarang dia
sedang menjalani statusnya sebagai
mahasiswa Teknik Kimia di
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Dia meruapakan anak bungsu dari
3 bersaudara pasangan Bapak
Bachtiar dan Ibu St. Hamrah. Buku ini merupakan buku ketiga
yang ia tulis setelah buku pertamanya yang berjudul “Revolusi
Kehidupan” dan buku keduanya “After the Rain”. Dia menapaki
jejak pendidikan di SDN 17 Uludaya kemudian melanjutkan di
SMPN 12 Mallawa dan kemudian SMAN 2 Pangkajene. Dia
sempat melanjutkan studinya di salah satau sekolah tinggi
Farmasi di Palu selama satu tahun sebelum akhirnya memutuskan
mengulang di Teknik Kimia Politeknik negeri Ujung Pandang.

: Nhoenwahyuni@yahoo.com

: Nunii_Bachtiar

: Wahyunii bachtiar

Anda mungkin juga menyukai