Anda di halaman 1dari 7

1.

5 Abnormal eritrosit (jumlah, bentuk)


Kelainan Morfologi Eritrosit
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), kelainan bentuk (shape), dan kelainan

warna (staining characteristics. Berikut macam-macam kelainannya :

1. Berdasarkan kelainan ukuran (size)

a. Makrositik, ukuran eritrosit lebih besar daripada eritrosit normal (>8µm) Sel

ini dapat terjadi pada anemia megaloblastik, penyakit hati dan

retikulositosis.

b. Mikrositik, ukuran eritrosit lebih kecil daripada eritrosit normal (<6µm).

Sel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia

hemolitik

c. Sferosit, ukuran eritrosit lebih kecil, bundar dan warna pada bagian sentral lebih merah dan

padat. Tidak pucat ditengah sel.


d. Anisositosis, ukuran eritrositnya bervariasi, ukuran eritrosit lebih besar atau lebih kecil daripada

eritrosit normal.

2. Berdasarkan kelainan bentuk (shape)

a. Acanthocytes, ditandai dengan adanya proyeksi halus pada permukaan eritrosit, menyerupai

duri (Achanta : duri). Kelainan bawaan yang jarang, bisa mencapai 50%, dan berhubungan

dengan metabolism fosfolipid.


b. Burr cell, Sel eritrosit dengan ukuran kecil atau fragmentosit dengan duri yang

berjumlah satu atau lebih pada permukaannya. menunjukan tonjolan pendek contoh kasus

pada uremia dan karsinomatosis.

c. Crenated, berbentuk seperti artefak. Krenasi berawal dari sel eritrosit yn=ang mengalami

pengerutan akibat cairan yang berada dalam sel keluar melalui membrane. Morfologi dari

krenasi dipengaruhi beberapa faktor salah satunya ada kesalahan pada prosedur pemeriksaan

pre-analitik dengan menambah anti koagulan.

d. Eliptosis, bentuknya elips atau oval, biasanya disebut sebagai ovalosit. Bila terdapat dalam

jumlah besar maka disebabkan oleh anomaly bawaan, ovaalositosis.


e. Stomatosit, bentuk seperti topi meksiko, bagian sentral tidak pucat, warna merah.

f. Leptosit, biasanya disebut sel target karena pada sentral erittrosit yang

pucat dan dibagian tengah terdapat lingkarang berwarna merah. Biasanya

pada penderita thalasemia, anemia defisiensi besi berat dan penyakit hati

menahun.

g. Poikilositosis, menunjukan bentuk eritrosit yang beragam dalam satu

sediaaan apusan darah tepi. Keadaan ini bnyak dijumapai pada

thalasemia mayor dana anemia berat.


h. Sickle cell, berbentuk seperti bulan sabit, warna lebih padat daripada eritrosit yang normal.

Biasanya pada anemia hemolitik sel sabit.

i. Schitosit, merupakan hasil fragmensi eritrosit yang dapat berbentuk segitiga, elips dengan

indentasi atau sebagai sel dengan permukaan yang tidak rata. Terjadi pada kelainan genetic

seperti thalassemia dan ovalositosis herediter.

j. Tear drop cells, Eritrosit dengan bentuk seperti tetesan air mata. Dapat dijumpai pada

penderita fibrosis sumsum tulang dan juga dibeberapa anemia seperti anemia hemolitik,

anemia megaloblastik, thalasemia mayor.

3. Berdasarkan kelainan warna


a. Hipokrom, bagian sentral warna pucat, eritrosit berukuran lebih besar. Terjadi

pada keadaan kadar hemoglobin menurun. Dijumpai pada penderita

anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik.

b. Polikromasia, mengikat zat warna asam sehingga disamping warna merah terdapat warna

kebiru-biruan. Pematangan sitoplasma lebih lama dibandingkan dengan pematangan inti.

c. Anulosit, diameter cekungan pada sentral eritrosit lebih luas atau besar (>1µm) dan pucat.

Merupakan sel hipokrom yang ekstrem.

d. Benda Heinz, berasal dari polimerisasi dan

presipitasi molekul hemoglobin yang telah

mengalami denaturasi. Biasanya terletak di

tepi.

2. MM Anemia
2.1 Definisi
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin atau hematokrit di

bawah normal berdasarkan usia dan jenis kelamin, nilai yang umum adaalah < dari 135 g/L pada laki-

laki dewasa dan < dari 115 g/L pada perempuan dewasa.

3.8 Pencegahan
a. Pendidikan kesehatan :

- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja dan

pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.

- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu penyerapan gizi.

b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering

dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan

pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.

c. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu

hamil dan anak balita. Profilaksis di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita

dengan memakai pil besi dan folat.

d. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara

Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Anda mungkin juga menyukai