Anda di halaman 1dari 9

Nama : Maurila Firannisa M.

NPM : 1112019019
SKEMA

Skenario 2

Premature Analisis Space


Maloklusi
Loss Moyers Maintainer

Definisi Definisi Etiologi Akibat Definisi Definisi

Premature loss
sebagai Keuntungan
Klasifikasi Fungsi
etiologi dan kerugian
maloklusi

Cara Indikasi dan


Etiologi
perhitungan kontraindikasi

Akibat Syarat

Klasifikasi

SASARAN BELAJAR

LO 1. MM. Maloklusi
1.1. Definisi
Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi rahang atas dan rahang
bawah yang menyimpang dari oklusi normal atau suatu kondisi yang
menyimpang dari relasi normal suatu gigi terhadap gigi yang lainnya.

1.2. Klasifikasi
Maloklusi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga jenis:
a. Malposisi gigi individual
b. Hubungan yang tidak harmonis dari lengkung gigi atau segmen
dentoalveolar.
c. Hubungan yang tidak harmonis pada skeletal

A. Klasifikasi menurut Angle


Penggunaan klasifikasi ini berdasarkan hubungan dari gigi molar
satu permanen rahang atas terhadap gigi molar satu permanen
rahang bawah. Idealnya cusp mesiobukal molar atas kontak dengan
groove bukal molar bawah.
a. Klas I Angle (neutroklusi)
Posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi
dengan groove bukal molar satu permanen rahang bawah dan
cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi
dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang bawah ketika
rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi
sentrik

b. Klas II Angle (distoklusi)


Tonjol mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan
ruang diantara tonjol mesiobukal molar satu rahang bawah dan
dengan bagian distal premolar dua rahang bawah. Selain itu,
tonjol mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi
lebih ke mesial dari tonjol mesiolingual molar satu permanen
rahang bawah

Angle membagi maloklusi Klas II menjadi dua divisi


berdasarkan sudut labiolingual gigi insisivus rahang atas.
Pembagiannya yaitu :
1. Klas II divisi I
Hubungan molar Klas II tetapi dengan adanya proklinasi
atau labioversi insisivus rahang atas sehingga overjet
meningkat. Konstruksi maksila berbentuk V, gigitan yang
dalam (deep bite) dan bibir atas yang pendek.

2. Klas II divisi II
Maloklusi Klas II dengan adanya inklinasi lingual atau
linguoversi gigi insisivus sentralis rahang atas dan insisivus
lateral rahang atas yang lebih ke labial ataupun mesial.

3. Klas II subdivisi
Apabila satu sisi hubungan molar Klas II sedangkan sisi
lainnya Klas I.
c. Klas III Angle (mesioklusi)
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi
lebih ke distal terhadap groove mesiobukal molar satu
permanen rahang bawah atau sebaliknya.

1. True Klas III atau skeletal Klas III


2. Pseudo Klas III/fungsional/postural, pada kondisi ini
mandibular bergerak ke depan dan maju saat menutup
mulut.
3. Klas III subdivisi, apabila satu sisi hubungan molar Klas III
sedangkan sisi lainnya Klas I.

B. Klasifikasi menurut Dewey


Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey memodifikasi Klas
I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III klasifikasi Angle
kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut :
a. Modifikasi Klas I oleh Dewey
Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas
berjejal (crowded).
Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi
(labioversi).
Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbite anterior.
Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbite posterior.
Tipe 5: Molar permanen mengalami drifting mesial akibat
ekstraksi dini molar dua desidui atau premolar dua.

b. Modifikasi Klas III oleh Dewey


Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah
menunjukkan susunan yang normal, tetapi ketika rahang
dioklusikan, pasien menunjukkan adanya gigitan edge-to-edge
pada insisivus.
Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan
relasi lingual terhadap insisivus rahang atas.
Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan
crossbite dengan anterior rahang bawah
1.3. Etiologi
Menurut Graber, faktor etiologi maloklusi dibagi atas faktor umum dan
faktor lokal. Faktor umum yang menjadi etiologi maloklusi adalah
herediter, kongenital, lingkungan, keadaan dan penyakit metabolik,
nutrisi, kebiasaan buruk dan kelainan fungsional, postur dan trauma.
Faktor lokal yang menjadi etiologi maloklusi adalah anomali jumlah
gigi, anomali ukuran gigi, frenulum labial yang abnormal, prematur
loss gigi desidui, retensi gigi desidui yang berkepanjangan, erupsi gigi
permanen yang terlambat, arah erupsi yang abnormal, ankilosis, karies
dan restorasi yang tidak baik.
Menurut Moyers, faktor etiologi maloklusi dibagi atas faktor
keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain
di luar otot dan saraf, gangguan pertumbuhan, trauma, yaitu trauma
sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma setelah
dilahirkan, keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi, kebiasaan buruk
seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas
lebih ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual,
menjulurkan lidah, menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir,
penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin,
penyakit lokal (gangguan saluran pernapasan, penyakit jaringan
periodontal, tumor, dan karies) serta malnutrisi.

1.4. Akibat
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada
pengunyahan, bicara serta estetik.
a. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak
nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga
mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal
dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya
gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya
pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini
juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
b. Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang.
Apabila ciri maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi
hambatan mengucapkan huruf p dan b. Apabila ciri maloklusinya
berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf s,
z, t, dan n.
c. Maloklusi dapat mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang.
Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang
tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang,
apalagi pada saat usia masa remaja.
LO 2. MM. Premature Loss
2.1. Definisi
Keadaan gigi desidui yang tanggal sebelum gigi permanen
penggantinya cukup berkembang untuk erupsi dan menempati ruang
yang kosong dan sebelum gangguan oklusal dimulai.
Kondisi ketika gigi desidui hilang, tanpa memperhatikan alasan
hilangnya gigi tersebut. Premature loss didasarkan pada tabel
kronologi erupsi gigi permanen.

2.2. Etiologi
1. Umur
2. Gigi berjejal (kehilangan ruang)
3. Karies
4. Nutrisi
5. Genetik
6. Gejala hormonal
7. Erupsi ektopik
8. Tipe gigi
9. Defisiensi panjang lengkung rahang
10. Pertumbuhan akar gigi
11. Adanya ligament atau membran yang bersifat sementara
12. Tekanan vaskularisasi
13. Kontraksi selaput kolagen

2.3. Akibat
Premature loss pada gigi molar desidui biasanya berakibat pada
berkurangnya panjang lengkung gigi, migrasinya gigi tetangga dan
antagonis, berkurangnya ruang untuk erupsi gigi permanen yang
semuanya mengarah pada rotasi gigi, crowding pada gigi permanen
dan impaksi gigi. Premature loss gigi desidui juga dapat
mempengaruhi postur mandibula dan posisi oklusal.

2.3.1 Premature loss sebagai etiologi maloklusi


Premature loss gigi sulung dapat menyebabkan pengurangan
lengkung rahang, pergerakan atau drifting dari gigi geligi yang
berada dekat daerah hilang, gangguan perkembangan dan
erupsi gigi permanen sehingga akan menimbulkan gigi berjejal,
rotasi, impaksi bahkan merubah hubungan anteroposterior gigi
molar pertama permanen rahang atas dengan rahang bawah dan
terjadi penyimpangan dari oklusi normal bila tidak dikoreksi
Premature loss kaninus hanya menyebabkan maloklusi
kelas I, sedangkan premature loss molar pertama dan molar
kedua tampak pada maloklusi kelas I, II dan III.

LO 3. MM. Analisis Moyers


3.1 Definisi
Analisis dengan variabel gigi yang erupsi dikenal juga dengan analisis
non radiografi menggunakan keempat gigi insisivus permanen bawah
yang sudah erupsi sebagai pedoman prediksi lebar mesiodistal gigi
kaninus dan premolar yang belum erupsi. Analisis Moyers dapat
digunakan untuk memprediksi gigi kaninus dan premolar pada rahang
atas maupun rahang bawah.

3.2 Keuntungan
1. Kesalahan sistematik yang minimal
2. Dapat dilakukan dengan cepat
3. Tidak memerlukan alat-alat khusus ataupun radiografi
4. Dapat dilaksanakan oleh pemula karena tidak memerlukan keahlian
khusus
5. Walaupun pengukuran dan penghitungan dilakukan pada model,
tetapi mempunyai tingkat ketepatan yang baik di dalam mulut.
6. Metode ini juga dapat dilakukan untuk menganalisis keadaan pada
kedua lengkung rahang.

3.3 Cara perhitungan


1. Lebar mesiodistal keempat gigi insisivus permanen bawah diukur
dan dijumlahkan.
2. Gunakan jumlah lebar mesiodistal keempat insisivus permanen
bawah untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal kaninus,
premolar satu, premolar dua pada rahang atas dan rahang bawah
dengan menggunakan tabel probabiliti pada derajat kepercayaan
75% .
3. Tentukan jumlah ruang yang tersedia pada gigi kaninus dan
premolar dengan mengukur jarak antara distal insisivus lateral
sampai mesial molar pertama permanen.
4. Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang
diprediksi. Jika nilai prediksi lebih besar dari ruang yang tersedia,
maka kemungkinan akan terjadi gigi berjejal.
LO 4. MM. Space Maintainer
4.1. Definisi
Space maintainer adalah alat yang digunakan untuk menjaga ruang
akibat kehilangan dini gigi sulung.

4.2. Fungsi
1. Mencegah pergeseran dari gigi ke ruang yang terjadi akibat
pencabutan dini.
2. Mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang dicabut dini.
3. Memperbaiki fungsi pengunyahan akibat pencabutan dini.
4. Memperbaiki fungsi estetik dan bicara setelah pencabutan dini.

4.3. Indikasi dan kontraindikasi


a. Indikasi
Terjadi kehilangan gigi sulung dan gigi penggantinya belum erupsi
menggantikan posisi gigi sulung tersebut dan analisa ruang dengan
menggunakan model masih terdapat ruang yang memungkinkan
untuk gigi permanennya erupsi, adanya tanda-tanda penyempitan
ruang, kebersihan mulut baik.

b. Kontraindikasi
1. Tidak terdapat tulang alveolar yang menutup mahkota gigi
tetap yang akan erupsi.
2. Kekurangan ruang untuk erupsi gigi permanen
3. Ruangan yang berlebihan untuk gigi tetapnya erupsi
4. Kekurangan ruang yang sangat banyak sehingga memerlukan
tindakan pencabutan dan perawatan orthodonti
5. Gigi permanen penggantinya tidak ada

4.4. Syarat
1. Dapat menjaga ruang dimensi proksimal
2. Tidak menggangu erupsi gigi antagonisnya
3. Tidak menggangu erupsi gigi permanen
4. Tidak mempengaruhi fungsi bicara, pengunyahan, dan fungsi
pergerakan mandibula
5. Dapat mencegah ekstrusi gigi lawan
6. Tidak memberikan tekanan abnormal pada gigi penyangga
7. Tidak mengganggu jaringan lunak
8. Disain yang sederhana, ekonomis dan mudah dibersihkan.

4.5. Klasifikasi
a. Space maintainer semi-cekat
1. Crown-distal shoe space maintainer
Space maintainer ini diindikasikan untuk menjaga ruang akibat
kehilangan gigi molar kedua sulung, sementara itu crown
diindikasikan untuk gigi dengan karies yang luas.
2. Crown and loop space maintainer
Space maintainer crown-loop dapat digunakan pada gigi di
maksila maupun mandibula dengan gigi penyangga dalam
keadaan karies yang luas sehingga dibutuhkan restorasi
(crown). Space maintainer ini biasanya digunakan untuk
menjaga kehilangan satu gigi
3. Band and loop space maintainer
Space maintainer band-loop dapat digunakan pada gigi di
maksila maupun mandibula dengan gigi penyangga dalam
keadaan sehat. Space maintainer ini biasanya digunakan untuk
menjaga kehilangan satu gigi.

b. Space maintainer cekat


1. Lingual-holding-arch space maintainer
Space maintainer ini diindikasikan untuk premature loss gigi
posterior dan dapat menghilangkan kebiasaan buruk. Estetika
sangat baik karena wire berada pada lingual.
2. Nance’s holding arch
Space maintainer ini hanya digunakan pada maksila dengan
kehilangan gigi posterior yang multiple pada kedua sisi dan
dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Space
maintainer Nance’s holding arch dibuat dengan menggunakan
wire yang dihubungkan dengan akrilik dan band pada M1
pemanen.

c. Space maintainer lepasan


Kelas 1 : Unilateral maxilarry posterior
Kelas 2 : Unilateral mandibular posterior
Kelas 3 : Bilateral maxilarry posterior
Kelas 4 : Bilateral mandibular posterior
Kelas 5 : Bilateral maxilarry anterior posterior
Kelas 6 : Bilateral mandibular anterior posterior
Kelas 7 : Telah kehilangan satu atau lebih geligi anterior sulung
Kelas 8 : Semua gigi sulung hilang
REFERENSI

Riyanti E, Ratna I, Risti SP. Prevalensi Maloklusi dan Gigi Berjejal Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Umur pada Anak-anak Sekolah Dasar di Bandung.
Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran.
Rahardjo, Pambudi. 2012. Ortodonti Dasar, Ed. 2. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan UNAIR (AUP)
Herawati, H., Sukma, N., & Utami, R. D. Relationship Between Deciduous Teeth
Premature Loss and Malocclusion Incidence In Elementary School in
Cimahi. Journal of Malocclusion and Health, 2015; 1(2) 156-164.
Arifa, Silvia. 2018. Akurasi Tabel Moyers dengan Probabilitas 75% pada
Mahasiswa USU Suku Batak. Medan: Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai