Anda di halaman 1dari 113

0

PEMODELAN PENGENDALIAN FORMASI LEADER


FOLLOWER ROBOT SWARM DENGAN MENGGUNAKAN
LOGIKA FUZZY TIPE 2 – PARTICLE SWARM
OPTIMIZATION

TUGAS AKHIR

Program Studi Sistem Komputer


Jenjang S1

Oleh

Anggun Islami
09011381520056

PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Robot adalah sebuah alat mekanik yang dapat melakukan tugas fisik, baik
menggunakan pengawasan dan kendali manusia [1]. Mobile robot dengan dua buah
roda penggerak dengan ditambah satu buah roda castor untuk menjaga
keseimbangan robot merupakan salah satu jenis dari mobile robot berpenggerak
diferensial atau Differential Drive Mobile Robot [2].

Penggunaan sistem robot saat ini sudah digunakan sebagai sistem yang
mempunyai otomatisasi yang sangat tinggi dan dapat membantu pekerjaan/kegiatan
manusia agar lebih efektif dan efisien baik dalam waktu penyelesaian maupun
dalam mitigasi risiko kecelakaan kerja. Terdapat 3 (tiga) tipe robot, yaitu single
robot, multiple robot dan swarm robot. Sistem beberapa robot (swarm robot) dapat
berpotensi memberikan keunggulan dibandingkan sistem single robot yaitu
kecepatan, ketepatan, dan toleransi kesalahan[3]

Beberapa pendekatan untuk kontrol pergerakan pada robot, yaitu behaviour


based, virtual structure virtual, leader follower. Pendekatan leader follower
merupakan metode yang diterapkan pada sistem multi robot yang mana terdapat
robot yang menjadi pemimpin (leader) yang berfungsi untuk memandu semua
pergerakan robot, dan robot pengikut (follower) bertugas sebagai pengontrol posisi
agar tetap bertahan dan berada dalam suatu formasi yang benar. Hal terpenting
dalam pendekatan leader follower yaitu robot pengikut (follower) bergerak
mengikuti robot pemimpin (leader) untuk mencapai keteraturan. Integrasi antara
komunikasi, pengukuran dan pengontrolan pergerakan robot dalam waktu yang
relatif singkat merupakan tantangan pada topik penelitian ini (4).

Dalam pergerakannya memerlukan suatu sistem kendali agar dapat


berpindah posisi sesuai dengan yang diinginkan. Untuk pemodelan kinematik
mobile robot beroda bersifat nonlinear, sehingga metode logika Fuzzy umumnya
digunakan untuk memfasilitasi desain kontroller. Suatu sistem yang rumit dapat
2

dipecahkan salah satunya dengan metode ini baik karena data tidak tersedia, tidak
lengkap atau proses yang terlalu kompleks.

Teknik logika fuzzy dalam kontrol pergerakan mobile robot berguna dalam
mengurangi error pergerakan dengan menghasilkan algoritma dan pengambilan
keputusan yang lebih sederhana yang mana dapat mengubah nilai linguistik
menjadi kontrol otomatis, sehingga penggunaan logika fuzzy sebagai pengendali
modern sangat berguna karena dapat dengan baik bekerja untuk sistem-sistem yang
tidak dilinearisasi atau nonlinear dan memberikan kemudahan untuk melakukan
desain program, hal ini dikarenakan di dalamnya tidak menggunakan model
matematis dari sebuah proses [5].

Prinsip dibalik PSO adalah tiap individu yang disebut partikel akan bergerak
dengan kumpulannya yang disebut swarm menuju partikel dengan kinerja terbaik
saat masing-masing partikel mencari posisi maksimalnya. Selama iterasi setiap
partikel dalam swarm selalu memperbarui kecepatan partikel dan posisinya [6].

Berdasarkan beberapa hal diatas, maka penelitian ini akan melakukan


pemodelan pengendali logika fuzzy berbasis PSO sebagai pengendali sistem non-
holonomik untuk Robot Leader Follower

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Membuat pemodelan sistem muti-robot berbasis pendekatan leader follower;
2. Perancangan pengendali gerakan robot dalam mencapai target menggunakan
Particle Swarm Optimization dengan metode Fuzzy ;
3. Menganalisa formasi gerak leader follower pada robot swarm dalam hal
bergerak dalam kelompok dan menghindari halangan.

1.3 Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada tugas akhir ini adalah bagaimana membuat
pemodelan dan simulasi robot berbasis leader follower yang dapat mengenali target
3

berbasis kecerdasan swarm sebagai optimisasi pergerakan robot dengan metode


pemrograman algortima Logica Fuzzy. Angka – angka yang akan disimulasikan
dalam pemrograman berasal dari penurunan persamaan kinematik Differential
Drive Mobile Robot (DDMR) dan turunan dari persamaan metode yang digunakan.

1.4 Batasan Masalah


Agar permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini tidak meluas, maka
diambil pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Robot yang dianalisa yaitu robot mobile berpenggerak satu buah roda
dimasing-masing kanan dan kiri dua yang dikemudikan secara terpisah
(DDMR).
2. Robot dianalisa menggunakan analisa kinematik dalam analisisnya.
3. Robot diasumsikan bergerak pada bidang horizontal dan berada dalam kawasan
2D pada koordinat XY.
4. Dianggap tidak ada hambatan pada lintasan dan robot mobil tidak pernah
tergelincir / tidak mengalami slip dan bersifat nonholonomik.
5. Mengabaikan analisis dari castor bebas.
6. Pada penelitian ini hanya sebatas simulasi program.

1.5 Sistematika Pembahasan


Untuk lebih memudahkan dalam menyusun tesis ini dan memperjelas isi dari
setiap bab pada laporan ini, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:

1. BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, rumusan masalah, batasan masalah,
dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang seluruh penjelasan mengenai tinjauan pustaka yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas pada penulisan tugas akhir ini.
4

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini berisi penjelasan tentang proses pemodelan kinematik DDMR sampai
pembuatan perancangan kendali secara bertahap dan terperinci untuk membuat
kerangka berfikir dan kerangka kerja dalam menyelesaikan tugas akhir.

4. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN


Bab ini akan menyajikan pemrograman simulasi system kendali yang telah
dirancang, serta diberikan data hasil respon sistem, yang akan menggambarkan
performansi sistem kendali yang elah dirancang.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi kesimpulan tentang hasil yang telah diperoleh serta saran yang
diambil setelah pengerjaan tugas akhir secar keseluruhan
5

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Tinjauan pustaka atau Studi literatur merupakan langkah awal, dengan
mempelajari literatur yang kemungkinan nanti akan diperlukan. Tinjauan
pustaka ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan teori-teori dari beberapa
sumber literatur seperti buku, jurnal, paper serta sumber-sumber lain yang
diperlukan dalam pengerjaan penelitian ini. Pada penelitian mengenai pemodelan
robot leader-follower untuk mencapai target, maka diperlukan tinjauan pustaka
mengenai metode-metode yang pernah digunakan dalam optimisasi pergerakan
robot leader-follower, serta perkembangan penelitian robot tersebut dalam
beberapa dekade terakhir. Berikut akan dibahas beberapa tinjuan pustaka dan
metode yang akan digunakan yang berkaitan dengan penelitian tersebut.

2.2 Mobile Robot


Mobile Robot adalah jenis robot yang dapat bergerak berpindah posisi tanpa
bantuan dari operator manusia (eksternal). Berbeda dengan mayoritas industri robot
yang dapat bergerak hanya diruang tertentu, mobile robot memiliki fitur khusus
sehingga dapat bergerak dengan bebas dalam ruang kerja yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan[7].

2.3 Model Pergerakkan Robot


Model pergerakan robot dari model kinematik robot terbagi menjadi dua
kategori yaitu gerak holonomic robot dan nonholonomic robot [8] :

2.3.1 Gerak Holonomik

Dapat dicontohkan gerak dari holonomik robot seperti gerakan menulis


menggunakan media pena di atas kertas. Kondisi ini memungkinkan kita
menggerakan mata pena kesegala arah diatas media kertas tersebut. Gerakan mata
pena inilah yang didefinisikan sebagai gerak holonomik.
6

Contoh waktu nyata dari gerak holonomic ini adalah arm robot atau
manipulator robot yang terpasang secara planar sejajar dengan permukaan bumi
dan dilengkapi dengan dua sendi

Gambar 2.1. (a) Gerakan Holonomic pada Sebuah Pensil


(b) Manipulator Holonomic Robot [8]

2.3.2 Gerak Nonholonomic

Untuk gerak nonholonomik, suatu benda tidak mampu bergerak bebas


seperti jenis holonomik. Contoh dari gerak ini seperti menggunakan pisau diatas
media kaca. Jika pisau digerakkan diatas kaca maka ia tidak dapat bergerak
kesegalah arah atau tidak dapat bergeser kekanan dan kiri secara langsung, karena
harus mengikuti sisi tajam dari pisau ini. Dalam bidang robotika, sifat
nonholonomik ini terdapat dalam pergerakkan roda kiri dan roda kanan pada mobile
robot dengan tambhan roda bantu (castor). Mobile robot ini hanya dapat bergerak
ke kanan dan kiri jika melakukan proses maju atau mundur sambil berbelok seperti
saat memarkiran mobil.

Contoh kinematik nonholonomic adalah mobile robot yang memiliki


sistem berpenggerak dua buah roda pada masing-masing roda (kanan-kiri) dengan
dilengkapi satu buah roda bebas (castor) sebagai penyeimbang dan dapat
diilustrasikan pada (gambar 2.2.b). Jenis nonholonomic robot harus melakukan
manuver (mobile robot maju atau mundur sambil berbelok) dikarenakan jenis
mobile robot ini tidak dapat bergerak ke kiri dan kanan. Contoh ilustrasi
nonholonomic robot yaitu seperti pada saat memarkirkan sebuah mobil [8]
7

Gambar 2.2. (a) Gerakan Nonholonomic pada Sebuah Pisau


(b) Gerakan Nonholonomic Robot [8]

2.4 Differential Drive Mobile Robot

Differential Drive Mobile Robot adalah jenis mobile robot yang


pergerakannya dihasilkan dari perbedaan kecepatan pada roda kiri dan
kanannya[9]. sehingga gerakan translasi maupun rotasi robot dihasilkan dari
kombinasi pergerakan dua buah aktuator, supaya bisa stabil maka ditambah
sebuah roda bebas yang biasa disebut roda castor [10]

DDMR merupakan robot yang bersifat nonholonomik, sehingga


mempunyai keterbatasan dalam hal gerakan. Masalah klasik dalam kontrol
kinematik DDMR ini adalah bahwa ia memiliki dua actuator, namun parameter
kontrolnya lebih dari dua, yaitu x untuk gerakan kearah X (1DOF) dan y untuk arah
Y (1DOF) yang diukur relative terhadap perpindahan titik G, dan gerakan sudut
hadap θ yang diukur dari garis hubung titik G dan F terhadap sumbuk X
(1DOF)[11].
8

Gambar 2.3. Pergerakan dan Rotasi dari DDMR

2.5 Prinsip Dasar Pemodelan Matematis dalam Robotic System


Secara garis besar, sistem robotik dibagi menjadi tiga kategori yaitu system
kontroler, elektronik dan mekanik robot. Blok diagram sistem kendali loop tertutup
pada sistem robot dapat dinyatakan dalam gambar 2.4. berikut ini [8] :

Gambar 2.4. Blok Diagram Sistem Robotik


Komponen R(s) merupakan input reference dimana pengaplikasiannya
berupa posisi referensi, velocity, dan akselerasi sedangkan komponen e(s)
merupakan kesalahan (error). Komponen G(s) merupakan persamaan matematik
controller, u(s) merupakan output dari kontroler, dan komponen H(s) merupakan
persamaan yang berupa actuator dan electronic system pada sistem robot.
Komponen C(s) merupakan output dari fungsi pergerakan robot dengan gerak
(reference) yang telah didefinisikan dari komponen R(s) sebagai input. Input
(masukan) adalah fungsi dari koordinat vector posisi dan orientasi P(x,y,z) dan
output merupakan θ(θ1, θ2, … θn) dimana n merupakan jumlah sendi (DOF).
Diagram sistem kontrol robot dapat dinyatakan dalam gambar 2.5. berikut ini :

Gambar 2.5. Diagram Sistem Kontrol Robotik [12]


9

Controller dikatakan sebagai kinematics controller dimana terdiri dari


komponen transformasi koordinat ruang Cartesian dan dapat dilihat pada gambar
2.5. Kontroler kinematik (kinematics controller) merupakan gabungan dari
transformasi koordinat P ke θ dengan controller G(s) dimana input dari
kinematics controller berupa sinyal error P sedangkan output ep merupakan sinyal
kendali dan komponen u(s) merupakan actuator [8].

2.5.1 Konsep Kinematik


Dinyatakan sebagai kontroler kinematik karena terdiri dari transformasi ruang
cartesian ke ruang sendi. Pengendali memerlukan umpan balik dalam bentuk
koordinat. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini [8].

Gambar 2.6. Transformasi Kinematik Maju dan kinematik Invers

2.5.1.1 Kinematik Differential Drive Mobile Robot (DDMR)

Differential Drive Mobile Robot (DDMR) merupakan mobile robot


berpenggerak dua roda kiri-kanan yang dikemudikan secara terpisah (independen)
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7 [8] :
10

Gambar 2.7. DDMR pada bidang kartesian 2D


Bentuk umum persamaan kinematik untuk DDMR dapat dinyatakan dalam
persamaan kecepatan sebagai berikut :

𝑥̇ 𝑎
𝜃̇
(𝑦̇𝑎 ) = 𝑇𝑁𝐻 ( 𝑅 ) 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑞̇ = 𝑇𝑁𝐻 (𝑞) 𝑢 (2.3)
𝜃̇𝑎 𝜃̇𝐿

Dimana :
𝑇𝑁𝐻 adalah matriks transformasi nonholonomik, 𝜃̇𝑅 dan 𝜃̇𝐿 merupakan kecepatan
radial roda kiri dan kanan, q adalah sistem koordinat umum robot.
Kinematik inversnya dapat ditulis :

(2.4)

2.5.2 Konsep Dinamik


Robot secara fisik adalah suatu benda yang memiliki struktur tertentu dengan
massa tertentu,sehingga dalam pergerakannya tunduk kepada hukumhukum alam
yang berkaitan dengangrafitasi dan atau massa/kelembaman. Jikarobot berada di
permukaan bumi, maka grafitasidan massa akan mempengaruhi kualitas gerakan.
Sedangkan bila robot berada di luar angkasa yang bebas grafitasi, maka masa saja
11

yang dapat menimbulkan efek inersia/kelembaman. Setiap struktur dan massa yang
berbeda akan memberikan efek inersia yang berbeda pula sehingga penanganan
dalam pemberian torsi pada tiap sendi seharusnya berbeda pula.

Gambar 2.8. Diagram Model Dinamik Robot

2.6 Sistem Kendali


Sistem kendali atau sistem kontrol (Control system) adalah suatu alat
(kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah dan mengatur keadaan dari
suatu sistem. Beberapa definisi istilah dasar yang harus diketahui dalam sistem
kendali. Variabel yang dikontrol adalah besaran atau keadaan yang diukur dan
dikontrol. Variabel yang dimanipulasi adalah besaran atau keadaan yang diubah
oleh kontroler untuk mempengaruhi nilai variabel yang dikontrol[13].

Plant adalah seperangkat peralatan, mungkin hanya terdiri dari beberapa


bagian mesin yang bekerja bersama-sama, yang digunakan untuk melakukan suatu
operasi tertentu. Seangkan sistem adalah Kombinasi atau kumpulan dari berbagai
kompopnen yang bekerja secara bersama - sama untuk mencapai tujuan
tertentu[13].

2.6.1 Tipe Sistem Kendali


Sistem kendali pada mobile robot dibedakan menjadi dua kategori yaitu
sistem kendali loop terbuka (open loop) dan sistem kendali loop tertutup (close
loop)
2.6.1.1 Sistem Kendali Loop Terbuka (Open Loop)
Sistem kontrol loop terbuka adalah suatu sistem yang keluarannya tidak
mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, sistem kontrol terbuka
12

keluarannya tidak dapat digunakan sebagai umpan balik dalam masukkan. Diagram
blok sistem kendali loop terbuka ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.9. Diagram Blok Open-Loop Control System

2.6.1.2 Sistem Kendali Loop Tertutup (Close Loop)


Sistem Kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal
keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan. Sistem
kontrol loop tetrtutup juga merupakan sistem control berumpan balik. Diagram blok
sistem kendali loop terbuka ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.10. Diagram Blok Close-Loop Control System

2.7 Robot Follower Dengan Formasi Perilaku Mengikuti Robot Leader


Perilaku mengikuti pemimpin atau lebih dikenal dengan Follow The Leader
merupakan salah satu skema dari robot swarm (robot follower). Robot Swarm
sendiri memiliki pengertian sejumlah robot dengan struktur fisik relatif sederhana
dan kesamaan perilaku yang mampu bekerja sama dari hasil interaksi antar robot
dengan lingkungannya. Dalam formasi mengikuti pemimpin ini terdapat satu robot
yang berperan sebagai robot leader dan sebagian yang lain sebagai robot follower.
Robot follower harus mampu mengikuti trajektori robot didepannya yang
diidentifikasikan sebagai robot leader dengan jarak yang telah ditentukan dengan
relatif konstan dalam kecepatan dan akselerasi yang bervariasi, bahkan keadaan
berhenti mendadak. Robot follower bergerak mengikuti lintasan yang dibuat oleh
13

robot leader sehinggga informasi tentang posisi relatif antar robot dengan cepat dan
akurat sangat diperlukan[14].

Gambar 2.11. Ilustrasi Perilaku Robot Leader-Follower [14]

Seperti yang diilustrasikan dalam penelitian [14] pada gambar 2.12.


Robot pengikut (follower) bergerak mengikuti lintasan yang dibuat oleh robot
pemimpin (leader) sehinggga informasi tentang posisi relatif antar robot dengan
cepat dan akurat sangat diperlukan.

stabilitas gerak robot leader follower pembentukan strategi kontrol untuk


roda robot dengan input constraint ditunjukan pada gambar 2.13.
14

Gambar 2.12. kontrol untuk roda robot dengan input constraint.

Bentuk persamaan kinematic robot leader follower dapat dinyatakan dalam


bentuk persamaan sebagai berikut:

𝑥̇ 𝑖 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 −𝑑𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 𝑣
𝑖
𝑝̇𝑖 = [𝑦̇ 𝑖 ] = [ 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑖 𝑑𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 ] [𝜔 ] (2.5)
𝑖
𝜃̇𝑖 0 1

Dimana (xci, yci) merupakan koordinat dari massa pi dan θi merupakan kepala
sudut pada robot. Pada persamaan 2.5, 𝑣⃗ 𝜔
⃗⃗ merupakan kecepatan sudut dan linier
pada robot Ri. Po merupakan perpotongan sumbu simetri dengan sumbu roda.
Notasi d merupakan jarak dari titik pusat ke titik Po dan h merupakan jarak dari titik
referensi C ke Po. kinematik robot pemimpin (leader) dan pengikut (follower) pada
formasi dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

𝑖12 = 𝑣2 cos 𝛾 − 𝑣1 𝑐𝑜𝑠ψ12 + 𝑑𝜔2 𝑠𝑖𝑛𝛾

1
𝜓12 = {𝑣 sin 𝜓12 − 𝑣2 𝑠𝑖𝑛𝛾 + 𝑑𝜔2 𝑐𝑜𝑠𝛾 − 𝑙12 𝜔1 }
𝑙12 1

𝛾12̇ = 𝜔1 − 𝜔2 (2.6)

Dimana θ12 = θ1 – θ2 dan γ = θ12 + φ12.

Dengan menggunakan metode pendekatan leader follower menggunakan


metode Particle Swarm Optimization dan Fuzzy Logic untuk pencarian target.
Partikel dapat mewakili robot kecil menjelajahi beberapa ruang pencarian dan
mencoba untuk menemukan targetberdasarkan pembacaan robot sensor, jumlah
iterasi dan kecepatan waktu untuk menuju lokasi yang diinginkan. Penggunaan
metode PSO ini didasarkan pada penggunaan algoritma dan operasi matematika
yang sederhana dan penggunaan memori yang sedikit serta kecepatan
pemrosesan dan paradigma.[16]

2.8 Pencarian Target dengan Kecerdasan Buatan


Pada bagian ini akan dijelaskan metode kecerdasan buatan yang akan
digunakan dalam pengerjaan penelitian ini, serta mendukung kajian pustaka yang
telah diuraikan sebelumnya.
15

Banyak metode yang telah digunakan dalam menyelesaikan permasalahan


pencarian target pada aplikasi multirobot, yaitu Metode logika fuzzy untuk mobile
robot dalam pencarian target dengan menggunakan sensor, metode fuzzy untuk
pengendali gerak dan navigasi beberapa robot mobile untuk menghindari rintangan
dan pencarian target, metode kecerdasan buatan untuk pencarian target adalah
Genetic Algorithm (GA), kemudian metode kecerdasan buatan jaringan syaraf
tiruan (Artificial Neural Network) pernah dilakukan dalam pencapaian target
tertentu dengan menghindari rintangan, selanjutnya metode penelitian untuk kasus
pencarian target dengan menggunakan robot adalah algoritma Particle Swarm
Optimization (PSO). Metode dengan metode Particle Swarm Optimization (PSO)
juga pernah dilakukan dalam mengoptimalkan robot dalam mencapai target.

2.8.1 Metode Particle Swarm Optimization (PSO)


Algoritma PSO (Particle Swarm Optimization) merupakan sebuah
algoritma yang mampu meniru kemampuan hewan yang hidup secara berkelompok,
setiap individu pada PSO akan dianggap sebuah partikel. Algoritma ini pertama kali
diperkenalkan oleh (Eberhart & Kennedy 1995). Algoritma PSO juga berhubungan
dengan rekayasa kehidupan (A-Life) dan dalam evolusi komputasi algoritma ini
tergabung dengan algoritma genetika, dan strategi evolusi.
PSO terdiri dari konsep yang sangat sederhana, dan paradigma dapat
diimplementasikan hanya dalam beberapa baris kode computer (program),
algoritma ini hanya membutuhkan operator matematika secara primitive dan secara
komputasional tidak mahal baik dari segi persyaratan memori maupun kecepatan.
Metode ini meniru kemampuan binatang yang mencari sumber makanan, setiap
individu dalam PSO akan dianggap sebagai sebuah partikel.[10]

2.8.2 Metode Fuzzy Logic

Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samarsamar. Suatu nilai
dapat bernilai besar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat
keanggotaan yang memiliki rentang nilai 0 (nol) hingga 1(satu). Berbeda dengan
himpunan tegas yang memiliki nilai 1 atau 0 (ya atau tidak). Logika Fuzzy
16

merupakan seuatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzyness)
antara benar atau salah. Dalam teori logika fuzzy suatu nilai bias bernilai benar atau
salah secara bersama. Namun berapa besar keberadaan dan kesalahan suatu
tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika fuzzy memiliki
derajat keanggotaan dalam rentang 0 hingga 1. Berbeda dengan logika digital yang
hanya memiliki dua nilai 1 atau 0. Logika fuzzy digunakan untuk menterjemahkan
suatu besaran yang diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan
besaran kecepatan laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat,
cepat, dan sangat cepat. Dan logika fuzzy menunjukan sejauh mana suatu nilai itu
benar dan sejauh mana suatu nilai itu salah. Tidak seperti logika klasik
(scrisp)/tegas, suatu nilai hanya mempunyai 2 kemungkinan yaitu merupakan suatu
anggota himpunan atau tidak. Derajat keanggotaan 0 (nol) artinya nilai bukan
merupakan anggota himpunan dan 1 (satu) berarti nilai tersebut adalah anggota
himpunan. Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang
input kedalam suatu ruang output, mempunyai nilai kontinyu. Fuzzy dinyatakan
dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu
sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang
sama[11].

2.8.2.1. Type 1 Fuzzy Logic System (T1FLS)

Sistem logika fuzzy tipe-1 (T1FLS) adalah tipe yang banyak digunakan.
Akan tetapi, T1FLS hanya bisa menangani tingkat ketidakpastian yang terbatas,
sedangkan di dalam pengaplikasian sering dihadapkan pada banyak sumber dengan
tingkat ketidakpastian yang tinggi [17][18].

Gambar 2.13 Sistem Logika Fuzzy Tipe-1


17

T1FLS terdiri dari tiga proses utama yaitu fuzzifikasi, pengambilan


keputusan(inferensi), dan defuzzifikasi, sepeti pada gambar 2.14. Pada himpunan
T1FLS, elemen-elemennya memiliki nilai derajat keanggotaan sehingga nilai pada
himpunan tidak sepenuhnya benar atau salah. Derajat keanggotaan ini mengambil
nilai pada interval antara 0 -1 [20]. Himpunan A pada semesta X didefinisikan
sebagai berikut:

μA(x):X = [0,1] , dimana μA mewakili fungsi keanggotaan.

2.8.2.1.1. Fuzzifikasi

Proses pemetaan nilai tegas dari masukan menjadi himpunan fuzzy


menggunakan fungsi keanggotaan.

2.8.2.1.2. Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan diperlukan untuk menempatkan nilai crisp


kedalam istilah linguistik. Fungsi keanggotaan dibedakan menjadi lima
kategori yaitu fungsi linier, fungsi sigmoid, fungsi segitiga, fungsi trapesium, dan
fungsi berbentuk bell [30]. Akan tetapi disini penulis hanya menjelaskan tiga fungsi
keanggotaan saja. Fungsi keanggotaan dapat dilihat pada gambar 2.24. dan
pernyataan matematis fungsi keanggotaan trapesium ditunjukkan pada
Persamaan (2.7) sampai persamaan (2.10).

a. Fungsi linier
Fungsi linier merupakan fungsi naik atau turun dimana setiap nilai x berada
pada interval [0,1] berdasarkan garis lurus yang telah ditentukan.
18

Gambar 2.14 Grafik Representasi Fungsi Keanggotaan Linier Naik

Fungsi keanggotaan :

0, 𝑥 ≤ 𝑎
𝑥−𝑎
µ𝑁𝑎𝑖𝑘[𝑥] = {𝑏−𝑎 , 𝑎<𝑥≤𝑏 (2.7)
0, 𝑥 ≥ 𝑏

Gambar 2.15 Grafik Representasi Fungsi Keanggotaan Linier Turun

Fungsi keanggotaan :

0, 𝑥 ≤ 𝑎
𝑏−𝑥
µ𝑇𝑢𝑟𝑢𝑛[𝑥] = {𝑏−𝑎 , 𝑎 < 𝑥 ≤ 𝑏 (2.8)
0, 𝑥 ≥ 𝑏

Gambar 2.16. Grafik Representasi Fungsi Keanggotaan Kurva Segitiga

Fungsi keanggotaan :
19

0, 𝑥 ≤ 𝑎
𝑥−𝑎
, 𝑎<𝑥≤𝑏
𝑏−𝑎
𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥: 𝑎, 𝑏, 𝑐) = 𝑐−𝑥 (2.9)
, 𝑏<𝑥≤𝑐
𝑐−𝑏
{ 0, 𝑐 < 𝑥

Gambar 2.17 Grafik Representasi Fungsi Keanggotaan Kurva Trapesium

Fungsi keanggotaan :

0, 𝑥 ≤ 𝑎
𝑥−𝑎
, 𝑎≤𝑥≤𝑏
𝑏−𝑎
𝑇𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚(𝑥: 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑) = 1, 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐 (2.10)
𝑑−𝑥
, 𝑐≤𝑥≤𝑑
𝑑−𝑐
{ 0, 𝑑 < 𝑥
2.8.2.1.3. Inferensi

Inferensi merupakan sistem pengambilan keputusan pada konsep logika


fuzzy. Dimana derajat keanggotaan yang dihasilkan dari proses sebelumnya
digabungkan berdasarkan aturan tertentu. Kemudian, kaidah- kaidah yang aktif
dipotongkan ke himpunan kesimpulan.

2.8.2.1.4. Rule Base

Rule base berisi aturan-aturan fuzzy yang digunakan untuk


pengendalian sistem. Aturan-aturan ini dibuat berdasarkan logika
dan intuisi manusia, serta berkaitan erat dengan jalan pikiran dan
pengalaman pribadi yang membuatnya. Jadi tidak salah bila dikatakan
bahwa aturan ini bersifat subjektif, tergantung dari ketajaman yang
20

membuat. Aturan yang telah ditetapkan digunakan untuk menghubungkan


antara variabel-variabel masukan dan variabel-variabel keluaran.
Aturan ini berbentuk ”Jika-Maka” (If-Then) yang merupakan inti
dari relasi fuzzy (R) atau juga disebut implikasi fuzzy. Relasi fuzzy
dalam pengetahuan dasar dapat didefenisikan sebagai himpunan pada
implikasi fuzzy

2.8.2.1.5. Defuzzifikasi

Defuzzifikasi didefinisikan sebagai seuatu proses yang mengubah nilai


himpunan kesimpulan menjadi nilai tegas yang akan menjadi hasil keluaran T1FLS.
Teknik defuzzifikasi yang paling banyak digunakan adalah teknik defuzzifikasi
centroid. Teknik ini bertujuan untuk mencari titik tengah dari grafitasi dari area
consequent yang dihasilkan pada proses penalaran. Pusat gravitasi adalah titik
dimana apabila daerah tersebut dibagi dua berdasarkan titik itu, hasil pembagiannya
memiliki luasan yang sama.

2.8.2.1. Type 2 Fuzzy Logic System (T2FLS)

Type 2 Fuzzy Logic System (T2FLS) memiliki sistem kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan Tipe-1 Fuzzy Logic (T1FLS) . Dalam penyelesaikan
masalah ketidakpastian, penggunaan Type-2 Fuzzy Logic System (IT2FS), telah
digunakan pada pemodelan ketidakpastian dalam menyelesaikan masalah yang
komplek serta mampu meningkatkan akurasi. Penggunaan Type-2 Fuzzy Logic
System, dengan kerangka umum menangani ketidakpastian linguistik dengan
pemodelan ketidakjelasan. Pada IT2FLS, pengurangan biaya komputasi merupakan
hal yang sangat penting, dimana kompleksitas dalam controller tergantung pada
jenis-reduksi dan tahapan defuzzifikasi. Dengan demikian dalam pengembangan
strategi untuk meningkatkan kinerja dengan mengurangi beban komputasi maka
diperlukan penerapkan dua tahap tersebut.
21

Gambar 2.18. Sistem Logika Fuzzy Interval Tipe-2

Sistem Logika Fuzzy Interval Tipe-2 (IT2FLS) terdiri dari empat proses
utama yakni fuzzifikasi, pengambilan keputusan (inferensi), reduksi, dan
defuzzifikasi. Struktur tersebut hampir sama dengan sturuktur T1FLS. Yang
menjadi perbedaan adalah setelah mendapatkan hasil dari keluaran inferensi,
dilanjutkan dengan mereduksi untuk mengubah himpunan dari IT2FLS menjadi
himpunan T1FLS. Sehingga, T1FLS terdefuzzifikasi menjadi nilai tegas pada
keluaran IT2FLS.

2.8.2.2.1. Fuzzifikasi

Fuzzifikasi merupakan proses memetakan besaran tegas menjadi nilai


keanggotaan pada himpunan IT2FLS yang menghasilkan batas-batas dari LMF dan
UMF. UMF and LMF merupakan himpunan fuzzy yang berada tepat pada nilai-
nilai tertinggi dan terendah dari FOU (Footprint of Uncertainties). Sehingga, derajat
keanggotaan dari x pada himpunan fuzzy interval tipe 2.

2.8.2.2.2. Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan pada T1FLS memiliki variable primer dan sekunder.


Derajat keanggotaan sekunder menambahkan suatu dimensi pada IT2FLS menjadi
3 dimensi fungsi keanggotaan seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.19 berikut:
22

Gambar 2.19. Fungsi Keanggotaan dari Logika Fuzzy tipe 2

2.8.2.2.3. Rule Base

Aturan dasar pada IT2FLS sama dengan T1FLC, tetapi namun


antecedentdan consequentakan ditunjukkan oleh himpunan IT2FLS.

2.8.2.2.4. Inferensi

Pada proses ini sama dengan proses inferensi pada T1FLS, di mana nilai
antecedent yang didapatkan dari proses sebelumnya digunakan untuk pengambilan
keputusan. Perbedaannya, tingkat keanggotaan pada UMF dan LMF memiliki dua
nilai yang dihasilkan. Hubungan inputatau output dengan himpunan T1FLS yang
mengaktifkan satu aturan pada inferensi dan keluaran pada inferensi tersebut.

2.8.2.2.5. Reduksi tipe

Proses ini merupakan proses yangkhusus dimiliki IT2FLS. Reduksi tipe ini
diperkenalkan oleh Karnik and Mendel [19]. Disebut sebagai reduksi karena pada
proses ini membawa kita dari himpunan fuzzy keluaran tipe-2 yang dihasilkan oleh
inferensi menjadi himpunan fuzzy tipe-1. Himpunan reduksi tipe kemudian
didefuzzifikasikan untuk mendapatkan hasil yang akan dikirimkan ke robot swarm.

2.8.2.2.5. Defuzzifikasi

Dari tahapan reduksi, dari mendapatkan hasil keluaran himpunan reduksi


yang dihasilkan oleh titik yang paling kiri yl dan titik yang paling kanan yr . Proses
defuzzifikasi menggunakan hasil rata-rata dari y1dan yr, atau dapat dihitung
sebagai :
23

yl + yr
y= (2.11)
2
24

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai penelitian dan analisis kebutuhan
perangkat lunak. Tugas Akhir ini berkaitan dengan pemodelan robot leader
follower dengan algoritma PSO dengan Fuzzy Logic interval 2. Model robot yang
digunakan adalah robot swarm yang bernavigasi pada sebuah area dengan sudut
tertentu. Pada perancangan ini langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pembuatan kerangka kerja.

3.2 Kerangka Kerja


Dari Tugas akhir yang dimiliki, langkah pertama dalam pengerjaan
penelitian adalah menemukan masalah yang diangkat menjadi tema pada penelitian
ini. Setelah ditemukan pokok permasalahan, maka dibuat tinjauan pustaka sebagai
dasar teori untuk mendukung pemecahan permasalahan secara teoritis, dari
perancangan – perancangan tersebut maka akan didapatkan hipotesa yaitu
pemodelan dan simulasi robot leader follower menggunakan algoritma fuzzy dalam
PSO.
Selanjutnya, tahap pemodelan sistem yaitu pemodelan lingkungan,
pemodelan robot leader follower dan pemodelan sensor ultrasonik. Setelah tahapan
tersebut, perangkat lunak akan dilakukan tahap pengujian sistem dan validasi data.
Kemudian langkah terakhir adalah analisa dan menarik kesimpulan dari apa yang
telah dilakukan pada tugas akhir ini. Hasil yang akan dicapai dari tugas akhir ini
adalah suatu pemodelan robot leader follower menggunakan algoritma PSO dan
simulasinya dalam bentuk aplikasi visual. Untuk bagan dari kerangka kerja tersebut
dapat dilihat pada gambar 3.1.
25

Mulai

Pemodelan Matematika

Menentukan Pemodelan Kinematik dengan


DDMR pada Robot Leader-Follower

Menentukan persamaan 𝑥𝑎 , 𝑦𝑎 , 𝑑𝑎𝑛 𝜃𝑎 pada


Robot Leader-Follower

Perancangan Formasi Gerak Robot Leader Follower


dengan pengendalian Logika interval Type 2 Fuzzy Logic
System - PSO

Simulasi Program Gerak Robot Leader-Follower dari


Differential Drive Mobile Robot (DDMR)

Pengujian Simulasi Program

Analisa dan Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1. Kerangka Kerja Penelitian


26

3.3. Pemodelan Sistem


Dalam mensimulasikan suatu robot dari kehidupan nyata, benda-benda
tersebut harus dimodelkan terlebih dahulu. Pada sub bab ini akan dijelaskan hal
untuk memulai perancangan sistem ini. Pemodelan ini kemudian digunakan
sebagai dasar untuk pembuatan perangkat lunak.

3.3.2 Pemodelan Robot Leader Follower


Pada penelitian ini menggunakan robot yang bertipe Differential Drive
Mobile Robot (DDMR), DDMR adalah sebuah mobile robot dengan dua roda
penggerak kiri dan kanan yang dikemudikan secara terpisah dan diasumsikan hanya
bergerak pada bidang horizontal. Mobile robot yang digunakan sebanyak dua robot
yang disebut robot leader dan robot follower.
Robot leader dan robot follower divisualisasikan sebagai bidang lingkaran yang
berjalan berdasarkan nilai kecepatan dan sudut. Letak model robot swarm leader
follower pada lingkungan ditentukan oleh koordinat titik pusatnya pada lingkungan,
yaitu xrobotdan yrobot, sedangkan arah robot adalah besar sudutnya terhadap sumbu x
positif berupa θrobot. Besar bidang lingkaran ditentukan oleh besar lebar robot,
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.3.

3.3.2.1 Pemodelan Persamaan Kinematik Robot Individu (Single Robot)


Pada penelitian ini menggunakan mobile robot dengan Differential Drive
Mobile Robot (DDMR) yaitu konstruksi robot yang ciri khasnya mempunyai
aktuator berupa roda untuk menggerakkan keseluruhan badan robot tersebut. Robot
ini menggunakan dua roda penggerak kiri dan kanan yang dikemudikan secara
terpisah dan diasumsikan hanya bergerak pada bidang horizontal seperti gambar
berikut.
27

Gambar 3.2. Nonholonomik mobile robot

Robot diasumsikan berada dalam koordinat kartesian xy. Parameter-


parameter dalam Gambar 3.3 adalah sebagai berikut:
2w : Lebar yang diukur dari garis tengah roda ke roda
r : Diameter roda (roda kiri dan kanan adalah sama dan sebangun)
θa : Sudut arah hadap robot
𝜃̇𝑎 : Turunan sudut arah hadap robot
va : Kecepatan linier robot
vR : Kecepatan linier roda kanan
vL : Kecepatan linier roda kiri
𝜓𝑅 : Sudut pergerakan roda kanan
𝜓𝐿 : Sudut pergerakan roda kiri

Dari Gambar 3.2 dengan mengabaikan analisis dari castor bebas,


konfigurasi dari mobile robot dapat dideskripsikan kedalam tiga variable umum
𝑟. Tiga variabel menggambarkan posisi robot. Sehingga koordinat umum q dan
input kendali 𝑣 adalah sebagai berikut:

𝑞 = [𝑥𝑎 , 𝑦𝑎 , 𝜃𝑎 ]𝑇
28

𝑢 = [𝜓̇𝑅 , 𝜓̇𝐿 ]𝑇 (3.1)

Bentuk umum persamaan kinematik untuk DDMR dapat dinyatakan dalam


persamaan sebagai berikut:

𝑥̇ 𝑎
(𝑦̇𝑎 ) = 𝑇𝑁𝐻 (𝑞)𝑢
𝜃̇𝑎
𝑥̇ 𝑎
𝜓̇
(𝑦̇𝑎 ) = 𝑇𝑁𝐻 ( 𝑅 ) (3.2)
𝜓̇𝐿
𝜃̇𝑎
Dimana [𝑥̇ 𝑎 , 𝑦̇𝑎 , 𝜃̇𝑎 ]Tmerupakan turunan pertama dari persamaan posisi
robot. TNH adalah transformasi nonholonomik robot. 𝜓̇𝑅 dan𝜓̇𝐿 merupakan
kecepatan roda kiri dan roda kanan.
Pada Gambar 3.2 diasumsikan pada koordinat kartesian xy. Kecepatan roda
kanan (vR) dan roda kiri (vL) robot didapatkan dari persamaan kecepatan va
ditambahkan dengan setengah dari lebar robot dan perpindahan putaran sudut roda
𝜃̇. Sehingga kecepatan roda kiri dan kanan digambarkan pada persamaan berikut:
𝑣𝑅 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎 (3.3)
𝑣𝐿 = 𝑣𝑎 − 𝑏𝜃̇𝑎 (3.4)

Dengan mensubsitusikan Persamaan (3.3) dan Persamaan (3.4) maka


didapatkan persamaan kecepatan linier robot va dan persamaan angular robot
𝜃̇𝑎 sebagai berikut:

𝑣𝑅 + 𝑣𝐿 = 2𝑣𝑎
1
𝑣𝑎 = (𝑣𝑅 ) + 𝑣𝐿 (3.5)
2

𝑣𝑅 − 𝑣𝐿 = 2𝑏𝜃̇𝑎
𝑣𝑅 −𝑣𝐿
𝜃̇𝑎 = (3.6)
2𝑏
29

3.3.2.2 Nonholonomic Constraints DDMR


Mobile robot mempunyai sifat sifat nonholonomic, yang berarti robot ini
mempunyai pergerakan yang dibatasi. Karakteristik nonholonomic constraint yang
harus dipenuhi yaitu:

𝐴(𝑞)𝑞̇ = 0 (3.7)

Persamaan nonholonomic constraints untuk DDMR dapat dilihat pada


gambar dibawah ini.

Gambar 3.3. Perpindahan mobile robot

𝑑𝑦 sin 𝜃
= tan 𝜃 =
𝑑𝑥 cos 𝜃

𝑑𝑡 𝑦̇𝑎
=
𝑑𝑢 𝑥̇ 𝑎

𝑦̇𝑎 sin 𝜃
=
𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃

𝑥̇ 𝑎 sin 𝜃 − 𝑦̇𝑎 cos 𝜃 = 0 (3.8)

Selanjutnya, dikarenakan roda tidak slip terhadap lantai dan mempunyai


batasan pure rolling yang ditunjukkan oleh Gambar 3.4. Diperoleh persamaan
batasan pure rolling untuk masing-masing roda kanan dan kiri.
30

Gambar 3.4. Kecepatan roda robot berdasarkan porosnya

(a) roda kanan (b) roda kiri

Roda dan lantai diasumsikan tidak slip, pertemuan antara roda dan lantai
dianggap titik P terlihat pada Gambar 3.4. Sehingga kecepatan roda kiri dan roda
kanan didapatkan dari perubahan putaran sudut roda kiri dan kanan berturut-turut
𝜓̇𝑅 dan 𝜓̇𝐿 yang dikalikan dengan jari-jari r roda, yang dapat dilihat pada Persamaan
(3.9) dan Persamaan (3.10) berikut ini:

𝑣𝑅 = 𝑟𝜓̇𝑅 (3.9)
𝑣𝐿 = 𝑟𝜓̇𝐿 (3.10)

Dengan menggunakan persamaan kecepatan roda Persamaan (3.3) dan


Persamaan (3.4) dan mensubstitusikan Persamaan (3.9) dan Persamaan (3.10) pada
persamaan kecepatan roda tersebut. Sehingga akan didapatkan persamaan konstrain
pada roda kanan Persamaan (3.11) dan roda kiri Persamaan (3.11).

𝑣𝑎 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃


𝑣𝑅 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑣𝑅 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝜓𝑅 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 + 𝑏𝜃̇𝑎 − 𝑟𝜓̇𝑅 = 0 (3.11)
𝑣𝑎 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃
31

𝑣𝐿 = 𝑣𝑎 − 𝑏𝜃̇𝑎
𝑣𝐿 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 − 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝜓𝐿 = 𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 − 𝑏𝜃̇𝑎
𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 + 𝑦̇𝑎 sin 𝜃 − 𝑏𝜃̇𝑎 − 𝑟𝜓̇𝐿 = 0 (3.12)

Dari Persamaan konstrain (3.8), (3.11) dan Persamaan (3.12) tersebut dapat
ditulis kembali menjadi bentuk matriks berikut:

sin 𝜃 − cos 𝜃 0 0 0
𝐴𝑞 = [cos 𝜃 sin 𝜃 𝑏 −𝑟 0 ] (3.13)
cos 𝜃 sin 𝜃 −𝑏 0 −𝑟

3.3.2.3 Persamaan Steering System Mobile Robot


Persamaan steering system pada mobile robot digunakan untuk
mengendalikan pergerakan dari mobile robot itu sendiri. Hal ini dikarenakan mobile
robot mempunyai constraint kinematik, yaitu roda diasumsikan tidak slip, maka
posisi awal pergerakan roda ditunjukan pada gambar berikut.

Gambar 3.5.Struktur kinematik dari peputaran roda pada bidang horizontal


32

Dari Gambar 3.5 dengan melihat posisi awal roda terhadap bidang kartesian
xy dapat diperoleh persamaan posisi awal roda robot yaitu Persamaan (3.14),
Persamaan (3.15), dan Persamaan (3.16) berikut.

𝑞 = [𝑥𝑎 , 𝑦𝑎 , 𝜃𝑎 ]𝑇 (3.14)

Dimana,

𝑥𝑎 = 𝑣𝑎 sin 𝜃
𝑦𝑎 = 𝑣𝑎 cos 𝜃
𝜃𝑎 = 𝑣𝑎 (3.15)

Turunan pertama dari Persamaan (3.15) sebagai berikut:


𝑥̇ 𝑎 = 𝑣𝑎 cos 𝜃
𝑦̇𝑎 = 𝑣𝑎 sin 𝜃
𝜃̇𝑎 = 𝜔 (3.16)
Transformasi nonholonomik didapatkan dari mensubsitusikan Persamaan
(3.15) ke dalam Persamaan (3.16) lalu mensubsitusikan kembali Persamaan (3.9)
dan Persamaan (3.10). Maka transformasi nonholonomik ditunjukkan pada
Persamaan (3.17), Persamaan (3.18) dan Persamaan (3.19) sebagai berikut:

𝑥̇ 𝑎 = 𝑣𝑎 cos 𝜃
𝑣𝑅 + 𝑣𝐿
𝑥̇ 𝑎 = cos 𝜃
2
𝑟𝜓𝑅 cos 𝜃+ 𝑟𝜓𝑅 cos 𝜃
𝑥̇ 𝑎 = (3.17)
2

𝑦̇𝑎 = 𝑣𝑎 sin 𝜃
𝑣𝑅 + 𝑣𝐿
𝑦̇𝑎 = sin 𝜃
2
𝑟𝜓𝑅 sin 𝜃+ 𝑟𝜓𝑅 sin 𝜃
𝑦̇𝑎 = (3.18)
2

𝑣𝑅 − 𝑣𝐿
𝜃𝑎 = 2𝑏
𝑟𝜓𝑅 − 𝑟𝜓𝐿
𝜃𝑎 = (3.19)
2𝑏
33

Persamaan transformasi nonholonomik (3.17), Persamaan (3.18), dan


Persamaan (3.19) ini dapat dituliskan dalam bentuk matriks menjadi
𝑟 𝑟
cos 𝜃 2 cos 𝜃
2
𝑟 𝑟
𝑇𝑁𝐻 (𝑞) = sin 𝜃 2 sin 𝜃 (3.20)
2
𝑟 𝑟
[ − 2𝑏 ]
2𝑏

Selanjutnya, setelah persamaan matriks transformasi nonholonomik


diperoleh. Persamaan kinematik DDMR mengasumsikan kecepatan sudut u
sebagai input robot. Dimana:

𝑢1 = 𝜓𝑅
𝑢2 = 𝜓𝐿
𝜃̇𝑎 = 𝜔 (3.21)
Sehingga model kinematik dari gerakan DDMR sebagai berikut:

𝑞̇ = 𝑇𝑁𝐻 (𝑞) 𝑢
𝑟 𝑟
𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃 cos 𝜃
2 2
𝑟 𝑢1𝑟
[𝑦̇𝑎 ] = 2
sin 𝜃 2
sin 𝜃 [ 𝑢2 ] (3.22)
𝜃̇𝑎 𝑟 𝑟
− 2𝑏 ]
[ 2𝑏

Untuk memperoleh persamaan input robot, perlu diingat bahwa roda


mempunyai batasan pure rolling. Dari persamaan kecepatan untuk masing-masing
roda yaitu Persamaan (3.3) dan Persamaan (3.4) kemudian mensubstitusikan
persamaan batasan pure rolling Persamaan (3.9) dan Persamaan (3.10) ke dalam
persamaan kecepatan untuk masing-masing roda. Maka dapat diperoleh persamaan
input robot berikut:

𝑣𝑅 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝜓̇𝑅 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝑢1 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜔
𝑣𝑎 𝑏𝜔
𝑢1 = 𝑟
+ 𝑟
(3.23)
34

𝑣𝐿 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝜓̇𝐿 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜃̇𝑎
𝑟𝑢2 = 𝑣𝑎 + 𝑏𝜔
𝑣𝑎 𝑏𝜔
𝑢2 = + (3.24)
𝑟 𝑟

Kemudian input robot pada Persamaan (3.23) dan Persamaan (3.24) dapat
dituliskan dalam bentuk matriks menjadi Persamaan (3.25) berikut:

1 𝑏
𝑢1 𝑣
[𝑢 ] = [𝑟1 𝑟 𝑏] [ 𝑎 ] (3.25)
2 −𝑟 𝜔
𝑟

Persamaan kinematik DDMR dapat diperoleh dengan mensubstitusikan


Persamaan (3.25) kedalam kinematik Persamaan (3.26) sebagai berikut:

𝑟 𝑟
cos 𝜃 cos 𝜃
𝑥̇ 𝑎 2 2
𝑟 𝑟 𝑢1
[𝑦̇𝑎 ] = sin 𝜃 sin 𝜃 [𝑢 ]
2 2 2
𝜃̇𝑎 𝑟 𝑟
[ 2𝑏 −
2𝑏 ]

r r
𝑥̇ 𝑎 cos θ cos θ 1 𝑏
2 2
r r 𝑣𝑎
[𝑦̇𝑎 ] = 2
sin θ 2 sin θ [𝑟1 𝑟
𝑏] [ 𝜔 ]
𝜃̇𝑎 r r −𝑟
− 2b ] 𝑟
[ 2b

𝑟 1 𝑟 1 𝑟 𝑏 𝑟 𝑏
cos 𝜃 + cos 𝜃 cos 𝜃 + cos 𝜃 (− )
𝑥̇ 𝑎 2 𝑟 2 𝑟 2 𝑟 2 𝑟
𝑟 1 𝑟 1 𝑟 𝑏 𝑟 𝑏 𝑣
[𝑦𝑎 ] = sin 𝜃 + sin 𝜃
̇ sin 𝜃 + sin 𝜃 (− ) [ 𝜔𝑎 ]
2 𝑟 2 𝑟 2 𝑟 2 𝑟
𝜃̇ 𝑎 𝑟 1 𝑟 1 𝑟 𝑏 𝑟 𝑏
+ (− ) + (− ) (− )
[ 2𝑏 𝑟 2𝑏 𝑟 2𝑏 𝑟 2𝑏 𝑟 ]
1 1 𝑏 𝑏
cos 𝜃 + cos 𝜃 cos 𝜃 − cos 𝜃
𝑥̇ 𝑎 2 2 2 2
1 1 𝑏 𝑏 𝑣𝑎
[𝑦̇ 𝑎 ] = sin 𝜃 + sin 𝜃 sin 𝜃 − sin 𝜃 [ 𝜔 ]
2 2 2 2
𝜃̇ 𝑎 1 1 1 1
[ − + ]
2𝑏 2𝑏 2 2
35

𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃(𝑡) 0
𝑣
[𝑦̇ 𝑎 ] = [ sin 𝜃(𝑡) 0] [ 𝑎 ] (3.26)
𝜔
𝜃̇ 𝑎 0 1

3.3.2.4. Pemodelan Robot Leader Follower


Pembahasan pada Sub Bab 2.4, maka pada bagian ini menguraikan
pemodelan rumus robot leader follower. Sebelum disimulasikan dan
divisualisasikan kedalam dunia nyata, suatu benda harus dimodelkan terlebih
dahulu. Kemudian pemodelan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan perangkat
lunak. Pada penelitian ini digunakan 2 (dua) mobile robot yang disebut robot leader
dan robot follower. Berikut formasi robot leader follower sebagai berikut:

Gambar 3.6. Model Formasi Robot Leader-Follower

Berdasarkan Gambar 3.6 diasumsikan dengan roda dan lantai tidak slip.
Sehingga persamaan kinematic constraint nonholonomic ditunjukkan sebagai
berikut :
𝑦̇𝑎 cos 𝜃𝑎 − 𝑥̇ 𝑎 sin 𝜃𝑎 = 𝑑𝜃̇𝑎 (3.27)
36

Dimana d merupakan jarak antara bagian belakang ke depan robot. Dari


Persamaan (3.26) didapatkan model kinematik nonholonomic robot yang dituliskan
kembali menjadi persamaan berikut:

𝑥̇ 𝑎 cos 𝜃𝑎 − 𝑑 cos 𝜃𝑎 𝑣
𝑎
𝑝̇𝑎 = [ 𝑦̇𝑎 ] = [ sin 𝜃𝑎 − 𝑑 cos 𝜃𝑎 ] [𝜔 ] (3.28)
𝑎
𝜃̇𝑎 0 1

Dimana
𝑣𝑎 : Kecepatan linier
𝜔𝑎 : Kecepatan sudut pada robot

Dari Gambar 3.6 ditunjukkan robot follower Rb mengikuti robot leader Ra.
Berikut parameter-parameter yang didapatkan dari Gambar 3.7 sebagai berikut:
𝑅𝑎 : Robot leader
𝑅𝑏 : Robot follower
𝑝𝑎 : Posisi aktual robot leader
𝑝𝑏 : Posisi aktual robot follower
𝑝𝑏𝑑 : Posisi robot follower yang diharapkan
𝐿𝑎𝑏 : Jarak aktual antar robot leaderdan follower
𝜓𝑎𝑏 : Sudut aktual pergerakan roda antara followerdan leader
𝐿𝑑𝑎𝑏 : Jarak robot leader dan robot follower yang diharapkan
𝑑
𝜓𝑎𝑏 : Sudut pergerakan roda robot leader dan robot follower yang
diharapkan

Hubungan geometris antar robot didapatkan dari posisi robot follower 𝑝𝑏𝑑
yang diharapkan kemudian diimplementasikan dalam bentuk persamaan berikut,
𝑑
dimana nilai 𝜓𝑎𝑏 =0:

𝑝𝑏𝑑 = [𝑥𝑏𝑑 , 𝑦𝑏𝑑 , 𝜃𝑏𝑑 ]𝑇


𝑥𝑎 − 𝑑 cos 𝜃𝑎 + 𝐿𝑑𝑎𝑏 cos(𝜓𝑎𝑏
𝑑
+ 𝜃𝑎 )
= [ 𝑦𝑎 − 𝑑 sin 𝜃𝑎 + 𝐿𝑑𝑎𝑏 sin(𝜓𝑎𝑏
𝑑
+ 𝜃𝑎 ) ] (3.29)
𝜃𝑎
37

Posisi aktual 𝑝𝑏 pada robot follower 𝑅𝑏 dapat dilihat pada persamaan


berikut:

𝑝𝑏 = [𝑥𝑏 , 𝑦𝑏 , 𝜃𝑏 ]𝑇
𝑥𝑏 − 𝑑 cos 𝜃𝑏 + 𝐿𝑑𝑎𝑏 cos(𝜓𝑎𝑏
𝑑
+ 𝜃𝑏 )
𝑑 𝑑
= [ 𝑦𝑏 − 𝑑 sin 𝜃𝑏 + 𝐿𝑎𝑏 sin(𝜓𝑎𝑏 + 𝜃𝑏 ) ] (3.30)
𝜃𝑏

Jarak aktual antar robot 𝐿𝑎𝑏 di sumbu x dan y pada koordinat cartesian
berikut:

𝐿𝑎𝑏 = √𝐿𝑎𝑏𝑥 2 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 2 (3.31)

Dimana 𝐿𝑎𝑏𝑥 dan 𝐿𝑎𝑏𝑦 dinotasikan sebagai jarak relatif aktual antara leader
dan follower terhadap koordinat cartesian sumbu x dan y masing-masing sebagai
berikut:

𝐿𝑎𝑏𝑥 = 𝑥𝑎 − 𝑥𝑏 − 𝑑 cos 𝜃𝑎
= −𝐿𝑎𝑏 cos(𝜓𝑎𝑏 + 𝜃𝑎 )
𝐿𝑎𝑏𝑦 = 𝑦𝑎 − 𝑦𝑏 − 𝑑 sin 𝜃𝑎
= −𝐿𝑎𝑏 sin(𝜓𝑎𝑏 + 𝜃𝑎 ) (3.32)
Hasil turunan pertama dari Persamaan (3.32)disubsitusikan pada Persamaan
(3.28) menjadi

𝐿̇𝑎𝑏𝑥 = 𝑥̇ 𝑎 − 𝑥̇ 𝑏 − 𝑑𝜃̇𝑎 sin 𝜃𝑎


𝐿̇𝑎𝑏𝑥 = 𝑣𝑎 cos 𝜃𝑎 − 𝑣𝑏 cos 𝜃𝑏 + 𝑑𝜔𝑏 sin 𝜃𝑏 (3.33)

𝐿̇𝑎𝑏𝑦 = 𝑦̇𝑎 − 𝑦̇ 𝑏 − 𝑑𝜃̇𝑎 sin 𝜃𝑎


𝐿̇𝑎𝑏𝑥 = 𝑣𝑎 sin 𝜃𝑎 − 𝑣𝑏 𝑠 in 𝜃𝑏 − 𝑑𝜔𝑏 cos 𝜃𝑏 (3.34)
38

Dimana 𝑣𝑎 dan 𝜔𝑎 merupakan kecepatan linier dan kecepatan sudut robot


leader 𝑅𝑎 , 𝑣𝑏 dan 𝜔𝑏 merupakan kecepatan linier dan kecepatan sudut robot
follower𝑅𝑏 . Hasil turunan dari Persamaan (3.31) disubsitusikan ke Persamaan
(3.28) sebagai berikut:

1
𝐿̇𝑎𝑏 = (𝐿𝑎𝑏𝑥 . 𝐿̇𝑎𝑏𝑥 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 . 𝐿̇𝑎𝑏𝑦 )
√𝐿𝑎𝑏𝑥 2 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 2

1
𝐿̇𝑎𝑏 = [𝑣 (𝐿 cos 𝜃𝑎 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 sin 𝜃𝑎 )]
𝐿𝑎𝑏 𝑎 𝑎𝑏𝑥
1
𝐿̇𝑎𝑏 − [𝑣 (𝐿 cos 𝜃𝑏 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 sin 𝜃𝑏 )]
𝐿𝑎𝑏 𝑏 𝑎𝑏𝑥
1
𝐿̇𝑎𝑏 + [−𝑑𝜔𝑏 (−𝐿𝑎𝑏𝑥 sin 𝜃𝑏 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 cos 𝜃𝑏 )]
𝐿𝑎𝑏
𝐿̇𝑎𝑏 = −𝑣𝑎 cos 𝜓𝑎𝑏 + 𝑣𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 + 𝑑𝜔𝑗 sin 𝛾𝑎𝑏 (3.35)

Dimana 𝛾𝑎𝑏 = 𝜓𝑎𝑏 + 𝜃𝑎 − 𝜃𝑏 sehingga menjadi persamaan berikut:

𝐿𝑎𝑏𝑥 cos 𝜃𝑎 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 sin 𝜃𝑎 = −𝐿𝑎𝑏 cos 𝜓𝑎𝑏 ,


− 𝐿𝑎𝑏𝑥 sin 𝜃𝑎 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 cos 𝜃𝑎 = −𝐿𝑎𝑏 sin 𝜓𝑎𝑏 ,
𝐿𝑎𝑏𝑥 cos 𝜃𝑏 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 sin 𝜃𝑏 = −𝐿𝑎𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 ,
− 𝐿𝑎𝑏𝑥 sin 𝜃𝑏 + 𝐿𝑎𝑏𝑦 cos 𝜃𝑏 = −𝐿𝑎𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 .
𝐿
Dari Gambar (3.6), 𝜓𝑎𝑏 = arctan (𝐿𝑎𝑏𝑦 ) − 𝜃𝑎 + 𝜋 .Sehingga turunan pada
𝑎𝑏𝑥

persamaan sudut pergerakan roda sebagai berikut:


𝐿𝑎𝑏𝑦
𝜓̇𝑎𝑏 = [arctan ( ) − 𝜃𝑎 + 𝜋]′
𝐿𝑎𝑏𝑥
1
𝜓̇𝑎𝑏 = 𝐿 [𝑣𝑎 sin 𝜓𝑎𝑏 − 𝑣𝑏 sin 𝛾𝑎𝑏 + 𝑑𝜔𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 ] − 𝜔𝑎 (3.36)
𝑎𝑏

Dari persamaan tersebut didapatkan model kinematik pada leader follower


sebagai berikut:

𝐿̇𝑎𝑏 = −𝑣𝑎 cos 𝜓𝑎𝑏 + 𝑣𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 + 𝑑𝜔𝑏 sin 𝛾𝑎𝑏 , (3.37)
39

1
𝜓̇𝑎𝑏 = [𝑣𝑎 sin 𝜓𝑎𝑏 − 𝑣𝑏 sin 𝛾𝑎𝑏 + 𝑑𝜔𝑏 cos 𝛾𝑎𝑏 ] − 𝜔𝑎 (3.38)
𝐿𝑎𝑏

Sehingga, blok diagram dari persamaan (3.37) dapat digambarkan pada


Gambar 3

Gambar 3.7. Blok diagram persamaan kinematik kecepatan robot leader


follower

Sedangkan, blok diagram dari persamaan (3.38) dapat


digambarkan pada Gambar 3.12. Persamaan model leader follower pada
persamaan 3.38 digunakan untuk pergerakan robot ke semua arah.

Gambar 3.8. Blok diagram persamaan kinematik steering robot leader


follower

3.4 Sensor Ultrasonik

Pada simulasi, model robot swarm memiliki tiga buah model


sensor ultrasonic pada bagian depan, samping kiri dan samping
kanan, seperti pada Gambar 3.9
40

Gambar 3.9. Letak 3 sesor ultrasonik pada robot swarm

Sensor-sensor tersebut kemudian disebut sebagai sensor 0, sensor 1, dan sensor 2.


Letak dari masing-masing sensor dipisahkan masing-masing sebesar 30° dari θrobot.
Arah sensor 1 adalah sama dengan arah robot, sehingga besar sudutnya terhadap
sumbu θrobot. koordinat dari sensor 1 Os1. ditentukan dengan mentranslasi titik dari
Orobot searah dengan Orobot sejauh setengah dari lebar robot. Koordinat dari sensor 0
didapatkan dengan melakukan rotasi dari titik Os1 terhadap Orobot sebesar -30°
sedangkan nilai arahnya adalah -30° dari θrobot. Koordinat dari sensor 2 didapatkan
dengan melakukan rotasi dari titik Os1 sebesar 30° terhadap Orobot , dan nilai arahnya
didapatkan dengan menambahkan 30° dari θrobot. Model sensor ultrasonik yang
digunakan pada model robot swarm divisualisasikan sebagai titik pada lingkungan
yang gerakannya mengikuti gerakan dari model robot swarm. Letak sensor
ditentukan dengan merotasi titik pada bagian depan robot berdasarkan jarak
sudutnya dari pusat robot. Pada aplikasi yang dirancang, besar bacaan dari model
sensor didasarkan pada keadaan ideal, dimana model sensor akan membaca jarak
terdekat dengan halangan yang berada pada juring.

Keadaan ideal pada sebuah sensor ultrasonik adalah nilai besar


sudut Osensor sebesar 400 cm, dan panjang bacaan maksimum, yaitu 300
41

cm. Pada perangkat lunak ini, hasil bacaan model sensor untuk
mendapatkan jarak terdekat antara titik model sensor dengan bidang
persegi model halangan. Pseudocode sensor ultrasonik dapat dilihat
pada Gambar 3.10

Prosedur set_xyrobot : x,y real


xyrobot.x x
xyrobot.y y
prosedur updatekecepatan
Prosedur jarakbacasensor : rectangle rect
sensor0, sensor1, sensor2 sensor3, kecepatan
i integer
: real
for i 0 to 5 do
kecepatan 3
i jarakbacasensor
if (sensor3 < sensor0)
endfor
if (sensor3 <80)
Prosedur set_arah_robot : arah real
kecepatan kec.kiri (sensor3, sensor2)
if (arah > 360)
else
while (arah > 360) do
if (sensor0 > sensor3)
arah integer (arah)mod 360
if(sensor1<80)
endwhile
kecepatan kec.kanan (sensor0, sensor1)
endif
endif
if (arah<0)
endif
while (arah < 360)do
endif
arah arah + 360
endif
endwhile
endif
write (‘arahrobot arah’)

Gambar 3.10. Pseudocode Sensor Ultrasonik


3.5 Pemodelan metode Interval Type 2 Fuzzy Logic System

Pada tugas akhir ini menggunakan algotima IT2FLS,


perancangan algoritma IT2FLS dapat dilihat pada Gambar 3.11
42

Start

Inisialisasi
input dan
output

Read Input

Proses
pedefinisian fuzzy
input

Proses Fuzzifikasi

Proses Rule Base

Reduksi tipe dan


Defuzzifikasi

Finish

Gambar 3.11. Perancangan Algoritma IT2FLS

3.4.1 Fuzzifikasi

Fuzzifikasi merupakan proses memetakan besaran tegas menjadi nilai


keanggotaan pada himpunan IT2FLS (Interval Type-2 Fuzzy Logic System) yang
menghasilkan batas- batas dari LMF dan UMF. UMF (Upper Membership
Function) dan LMF (Low Membership Function) merupakan himpunan fuzzy yang
berada tepat pada nilai-nilai tertinggi dan terendah dari FOU (Footprint of
Uncertainties).
43

Fungsi keanggotaan yang digunakan pada penelitian yaitu


fungsi keanggotaan Gaussian . Nilai masukan dari pengguna, yaitu σ
dan c kan membentuk himpunan fungsi keanggotaan Gaussian µi. Untuk
menentukan batas-batas FOU dari himpunan interval fuzzy tipe 2, 𝑓𝑖𝑙
nilai dari parameter masukan dihitung dengan rumus standar deviasi
pada Persamaan (3.39)

𝟐
𝟏 𝒙𝒊 −𝒄𝒍𝒊𝟏
𝒇𝒍𝒊 = 𝒆𝒙𝒑 [− ( ) ] , 𝛔𝒍𝒊 ∈ ⌈𝛔𝒍𝒊𝟏 , 𝛔𝒍𝒊𝟐 ⌉ (3.39)
𝟐 𝛔𝒍𝒊

Maka persamaan fungsi keanggotaan pada 𝑓 ̅ ditunjukan pada persamaan


(3.40)

𝒄𝒍𝒊𝟏 , 𝛔𝒍𝒊 ; 𝒙𝒊 𝒙𝒊 < 𝒄𝒍𝒊𝟏


𝑓 ̅ = {1, 𝒄𝒍𝒊𝟏 ≤ 𝒙𝒊 ≤ 𝒄𝒍𝒊𝟐 (3.40)
𝒄𝒍𝒊𝟐 , 𝛔𝒍𝒊 ; 𝒙𝒊 𝒙𝒊 > 𝒄𝒍𝒊𝟐

Sedangkan fungsi keanggotaan untuk interval fuzzy type-2 pada 𝑓

ditunjukan pada persamaan (3.41)

𝒄𝒍𝒊𝟏 + 𝒄𝒍𝒊𝟐
(𝒄𝒍𝒊𝟏 , 𝛔𝒍𝒊 ; 𝒙𝒊 ), 𝒙𝒊 ≤ 2
𝑓={
𝒄𝒍𝒊𝟏 + 𝒄𝒍𝒊𝟐
(𝒄𝒍𝒊𝟐 , 𝛔𝒍𝒊 ; 𝒙𝒊 ), 𝒙𝒊 > 2

(3.41)
44

Gambar 3.12. Consequent pada fungsi keanggotaan Gaussian

Pseudocode untuk mendapatkan nilai fuzzifikasi 𝑓 ̅ dan 𝑓 sebagai

berikut : nilai 𝒙 untuk mendapatkan nilai fuzzifikasi 𝑓 ̅ dengan persamaan


Hitung 𝒊
If (𝒙𝒊 < 𝒄𝒍𝒊𝟏 ) then 𝜇1𝑙 = 𝒄𝒍𝒊𝟏 , 𝛔𝒍𝒊
If (𝒙𝒊 ≥ 𝒄𝒍𝒊𝟏 ) and (𝒙𝒊 ≤ 𝒄𝒍𝒊𝟐 ) then 𝜇1𝑙 = 1
If (𝒙𝒊 < 𝒄𝒍𝒊𝟐 ) then 𝜇1𝑙 = 𝒄𝒍𝒊𝟐 , 𝛔𝒍𝒊

Gambar 3.13. Pseudocode fuzzifikasi 𝑓 ̅

Hitung nilai 𝒙𝒊 untuk mendapatkan nilai fuzzifikasi 𝑓 dengan persamaan


𝒄𝒍𝒊𝟏 + 𝒄𝒍𝒊𝟐
If 𝒙𝒊 ≤ then 𝜇1𝑙 = 𝒄𝒍𝒊𝟏 , 𝛔𝒍𝒊
2
𝒄𝒍𝒊𝟏 + 𝒄𝒍𝒊𝟐
If 𝒙𝒊 > then 𝜇1𝑙 = 𝒄𝒍𝒊𝟐 , 𝛔𝒍𝒊
2

Gambar 3.14. Pseudocode fuzzifikasi 𝑓

3.4.2 Rule Base dan Inferensi

Pada Kasus ini terdapat 3 Input yaitu Sensor 0, Sensor 1,


Sensor 2 dengan masing-masing membership Function Dekat dan Jauh.
Banyak kombinasi rule base yang ada pada aplikasi adalah 8 rules,
45

banyak dari rules didapatkan dari kombinasi 3 masukan yang masing-


masing memiliki dua fungsi keanggotaan untuk robot leader dan robot
follower. Kombinasi dari rule base dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabl 3.1. Kombinasi masukan untuk tiap-tiap rules

NO Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3 Kecepatan Perubahan Arah


1 Dekat Dekat Dekat Lambat Kiri
2 Dekat Dekat Jauh Lambat Kanan
3 Dekat Jauh Dekat Lambat Lurus
4 Dekat Jauh Jauh Sedang Kanan
5 Jauh Dekat Dekat Lambat Kiri
6 Jauh Dekat Jauh Sedang Kiri
7 Jauh Jauh Dekat Sedang Kiri
8 Jauh Jauh Jauh Cepat Lurus

Tiap-tiap baris dari kaidah kemudian akan digunakan untuk menentukan


nilai hasil fuzzifikasi yang disimpan dalam inferensi. Untuk
menentukan nilai hasil inferensi, dicari nilai minimum dari 𝑓 ̅ dan
𝑓 untuk masing-masing baris kaidah. Nilainilai ini kemudian
̅
disimpan sebagai 𝑓 𝑚𝑖𝑛 dan 𝑓𝑚𝑖𝑛. Untuk mendapatkan nilai 𝜇𝑚𝑖𝑛

tiap-tiap rule base dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Simpan nilai 𝑓 ̅ untuk tiap-tiap x1,x2,x3 masukan dari sensor sebagai


̅
𝑓1𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡 ̅
, 𝑓2𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡, ̅
𝑓3𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡 ̅
dan 𝑓1𝑗𝑎𝑢ℎ ̅
, 𝑓2𝑗𝑎𝑢ℎ ̅
, 𝑓3𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓 ̅𝑖𝑛1 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules jika
sensor 0 = dekat, 𝑓 ̅𝑖𝑛1 = 𝑓1𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
̅ jika
̅ ̅
sensor 0 = dekat, 𝑓 𝑖𝑛1 = 𝑓1𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓 ̅𝑖𝑛2 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules jika
sensor 1 = dekat, 𝑓 ̅𝑖𝑛2 = 𝑓2𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
̅ jika
̅ ̅
sensor 1 = dekat, 𝑓 𝑖𝑛2 = 𝑓2𝑗𝑎𝑢ℎ
̅
Tentukan nilai 𝑓 𝑖𝑛3 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules jika
sensor 2 = dekat, 𝑓 ̅𝑖𝑛3 = 𝑓3𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
̅ jika
̅ ̅
sensor 2 = dekat, 𝑓 𝑖𝑛3 = 𝑓3𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓 ̅𝑚𝑖𝑛 = min (𝑓 ̅𝑖𝑛1 , 𝑓 ̅𝑖𝑛2 , 𝑓 ̅𝑖𝑛3 )
46

̅
Gambar 3.15 Pseudocode Rule Base dan Inferensi 𝑓 𝑚𝑖𝑛
Nilai ̅
𝑓 𝑚𝑖𝑛 dari tiap-tiap kombinasi masukan akan di simpan dan
dihitung pada nilai 𝑓𝑚𝑖𝑛. Berikut pseudocode untuk 𝑓𝑚𝑖𝑛 :

Simpan nilai 𝑓 untuk tiap-tiap x1,x2,x3 masukan dari sensor sebagai


𝑓1𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡 , 𝑓2𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡, 𝑓3𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡, dan 𝑓 1𝑗𝑎𝑢ℎ , 𝑓 2𝑗𝑎𝑢ℎ , 𝑓 3𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓𝑖𝑛1 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules
jika sensor 0 = dekat, 𝑓𝑖𝑛1 = 𝑓1𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
jika sensor 0 = dekat, 𝑓𝑖𝑛1 = 𝑓1𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓𝑖𝑛2 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules
jika sensor 1 = dekat, 𝑓𝑖𝑛2 = 𝑓2𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
jika sensor 1 = dekat, 𝑓𝑖𝑛2 = 𝑓2𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓𝑖𝑛3 sesuai dengan kombinasu masukan tiap-tiap rules
jika sensor 2 = dekat, 𝑓𝑖𝑛3 = 𝑓3𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
jika sensor 2 = dekat, 𝑓𝑖𝑛3 = 𝑓3𝑗𝑎𝑢ℎ
Tentukan nilai 𝑓𝑚𝑖𝑛 = min ( 𝑓𝑖𝑛1 , 𝑓𝑖𝑛2 , 𝑓𝑖𝑛3 )

Gambar 3.16 Pseudocode Rule Base dan Inferensi 𝑓𝑚𝑖𝑛

3.4.3 Reduksi Tipe dan Defuzzifikasi

Setelah melewati proses fuzzifikasi, inferensi fuzzy, reduksi tipe dan


defuzzifikasi, keluaran SLF bertipe-2 merupakan besaran nyata. Ada beberapa
cara mereduksi tipe, diantaranya adalah centroid, height dan center of set. Pada
Tugas Akhir ini reduksi tipe dngan Center of set dimana nilai himpunan fuzzy
keluaran pada algoritma Logika Fuzzy terlebih dahulu dihitung dan
disimpan. Nilai tengah (centroid) dari himpunan fuzzy interval tipe
2 𝜇𝐴𝑙 adalah dua nilail ckiri dan ckanan, dimana menggunakan algoritma
Karnik-Mendel untuk menentukan pusat dari himpunan. Berikut
Pseudocode Karnel-Mendel untu nilai ckiri dan ckanan :
47

Tentukanlah banyak potogan = banyak_pot


𝑐+ 𝑎
Tentukan interval = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘_𝑝𝑜𝑡
Tentukan nilai x1 = 𝑎
Hitung nilai-nilai xi = xi=1+ interval, untuk i=2,3,...,banyak_pot
Hitung nilai-nilai 𝑓 i̅ = fuzzifikasi(xi) pada 𝜇𝐴
̅̅̅̅, untuk
i=1,2,3,...,banyak_pot
Hitung nilai-nilai 𝑓i = fuzzifikasi(xi) pada 𝜇𝐴, untuk
i=1,2,3,...,banyak_pot
𝑓𝑖
Hitung nilai-nilai fi = 𝑓i̅ + ⁄2 untuk i = 1,2,....,banyak_pot
∑𝑁
𝑖=1 𝑥𝑖 𝑓 𝑖
Hitung nilai c1 = ∑𝑁
, dengan N=banyak_pot
𝑖=1 𝑓𝑖
Tentukan nilai c2 = -1
Tentukan nilai break = false;
While (break=false)do
Tentukan nilai k=0
Cari nilai k, dimana c1≤ 𝑓𝑘 ≤ 𝑐𝑖+1 dan i=1,2,...,banyak_pot
∑𝑘 𝑁
𝑖=1 𝑦𝑖 𝑓𝑖 + ∑𝑖=𝑘+1 𝑦𝑖𝑓
̅𝑖
Hitung nlai c2 = ∑𝑁 𝑁 ̅
dimana N = banyak_pot
𝑖=1 𝑓𝑖 + ∑𝑖=𝑘+1 𝑓 𝑖

Jika c1 = c2, break = true


Jika c1 ≠ c2, c1 = c2
Endwhile
Tentukan nilai ckanan = c2

Gambar 3.17. Pseudocode Karnik-Mendel ckanan

Tentukanlah banyak potogan = banyak_pot


𝑐+ 𝑎
Tentukan interval = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘_𝑝𝑜𝑡
Tentukan nilai x1 = 𝑎
Hitung nilai-nilai xi = xi=1+ interval, untuk i=2,3,...,banyak_pot
Hitung nilai-nilai 𝑓 i̅ = fuzzifikasi(xi) pada ̅̅̅̅
𝜇𝐴, untuk
i=1,2,3,...,banyak_pot
Hitung nilai-nilai 𝑓i = fuzzifikasi(xi) pada 𝜇𝐴, untuk
i=1,2,3,...,banyak_pot
𝑓𝑖
Hitung nilai-nilai fi = 𝑓 i̅ + ⁄2 untuk i = 1,2,....,banyak_pot
∑𝑁
𝑖=1 𝑥𝑖 𝑓 𝑖
Hitung nilai c1 = ∑𝑁
, dengan N=banyak_pot
𝑖=1 𝑓𝑖
Tentukan nilai c2 = -1
Tentukan nilai break = false;
While (break=false)do
Tentukan nilai k=0
48

Gambar 3.18. Pseudocode Karnik-Mendel ckiri

Langkah-langkah untuk menghitung ykanan dan ykiri pada pseudocode


Logika Fuzzy denganhimpunan keluaran kecepatan adalah sebagai
berikut:nilai-nilai ykanan[i] untuk i=1,2,...,banyak kaidah, sesuai dengan keluaran dari tiap
Tentukan
kombinasi baris kaidah.
ykanan[i] = cknlambat, jika keluaran = lambat
ykanan[i] = cknsedang, jika keluaran = sedang
ykanan[i] = ckncepat, jika keluaran = cepat
Urutkan himpunan yli beserta urutan kombinasi kaidahnya secara menaik untuk
i=1,2,...,banyak kaidah.
𝑓𝑚𝑖𝑛 𝑖
̅ i+
Hitung nilai-nilai fmin i = 𝑓min ⁄ untuk i = 1,2,....,banyak rules
2
∑𝑁
𝑖=1 𝑦𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛[𝑖] 𝑓 𝑚𝑖𝑛 𝑖
Hitung nilai ykanan = ∑𝑁
, dengan N=banyak rules
𝑖=1 𝑓min 𝑖
Tentukan nilai ykanan”= -1
Tentukan nilai k_lama =0
Tentukan
While nilai k_baru
(break=false) do = 0
Tentukan nilai
Tentukan break=false;
nilai k=0
Cari nilai k_baru, dimana ykanan[i] ≤ fmin k_baru ≤ ykanan(i+1) dengan i=1,2,...,banyak
kaidah
Jika k_baru ≤ k_lama, break = true;
∑𝑘 𝑁
𝑖=1 𝑦𝑖 𝑓 min 𝑖 + ∑𝑖=𝑘+1 𝑦𝑖𝑓
̅𝑚𝑖𝑛 𝑖
Hitung nlai ykanan = ∑𝑁 , dimana N = banyak kaidah
𝑖=1 𝑓 min 𝑖 + ∑𝑁 ̅
𝑖=𝑘+1 𝑓 𝑚𝑖𝑛 𝑖

jika ykanan’ = ykanan “break = true


jika ykanan’ ≠ ykanan”
ykanan’ = ykanan”
Nilai Tegas dari suatu himpunan diatas bahwa terdeteksi dengan menjumlahkan
k_lama=k_baru
endwhile
ykanan dan ykiri dengan membagi nya dengan 2.
Tentukan nilai ykanan= ykanan”
49

Gambar 3.19 Pseudocode keluaran kecepatan pada ykanan

Tentukan nilai-nilai ykiri[i] untuk i=1,2,...,banyak kaidah, sesuai dengan keluaran dari
tiap
kombinasi baris kaidah
ykiri[i] = ckrkiri, jika keluaran = kiri
ykiri[i] = ckrlurus, jika keluaran = lurus
ykiri[i] = ckrkanan, jika keluaran = kanan
Urutkan himpunan yli beserta urutan kombinasi kaidahnya secara menaik untuk
i=1,2,...,banyak kaidah.
𝑓𝑚𝑖𝑛 𝑖
̅ i+
Hitung nilai-nilai fmin i = 𝑓min ⁄ untuk i = 1,2,....,banyak rules
2
∑𝑁
𝑖=1 𝑦𝑘𝑖𝑟𝑖[𝑖] 𝑓𝑚𝑖𝑛 𝑖
Hitung nilai ykiri’ = ∑𝑁
, dengan N=banyak rules
𝑖=1 𝑓min 𝑖
Tentukan nilai ykiri”= -1
Tentukan nilai k_lama =0
Tentukan nilai k_baru = 0
Tentukan nilai break=false;
While (break=false) do
Tentukan nilai k=0
Cari nilai k_baru, dimana ykiri[i] ≤ fmin k_baru ≤ ykiri(i+1) dengan i=1,2,...,banyak
kaidah
Jika k_baru ≤ k_lama, break = true;
∑𝑘 𝑁
𝑖=1 𝑦𝑖 𝑓 min 𝑖 + ∑𝑖=𝑘+1 𝑦𝑖𝑓
̅𝑚𝑖𝑛 𝑖
Hitung nlai ykanan = ∑𝑁 , dimana N = banyak kaidah
𝑖=1 𝑓 min 𝑖 + ∑𝑁 ̅
𝑖=𝑘+1 𝑓 𝑚𝑖𝑛 𝑖
jika ykiri’ = ykiri “break = true
jika ykiri’ ≠ ykiri”
ykiri’ = ykiri”
k_lama=k_baru
endwhile
Tentukan nilai ykiri= ykiri”

Gambar 3.20 Pseudocode keluaran kecepatan pada ykir

Nilai tegas dari suatu himpunan tereduksi dapat dihitung


dengan menjumlahkan ykanan dan ykiri yang telah didapatkan dari hasil
reduksi tipe dan membaginya dua seperti persamaan (3.42)

𝒚𝒌𝒊𝒓𝒊 +𝒚𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏
𝒚= (3.42)
𝟐

3.5 Pengujian Logika fuzzy

3.5.1 Fuzzy Logic Type 1


50

Parameter keanggotaan masukan logika fuzzy type 1 dengan 2 variable


membership funcion Table Linguistik dapat dilihat pada (table 3.2 – 3.4). Tabel
Linguistik merupakan tabel dari input dan output yang digunakan pada perhitungan
kontroler logika fuzzy dimana berisi interval (rentang) dari nilai parameter dan
inisialisasi.

Tabel 3.2 Table Linguistik Input 1 “Sensor 0”

No Membership Function Parameter [σ ,


c]

1 Dekat [5.5 0]

2 Jauh [5.5 10]

Tabel 3.3 Table Linguistik Input 2 “Sensor 1”

No Membership Function Parameter [σ ,


c]

1 Dekat [5.5 0]

2 Jauh [5.5 10]

Tabel 3.4 Table Linguistik Input 3 “Sensor 2”

No Membership Function Parameter [σ ,


c]

1 Dekat [5.5 0]

2 Jauh [5.5 10]

Sedangkan Parameter keanggotaan keluaran logika fuzzy type 1 dengan


membership funcion Table Linguistik dapat dilihat pada (table 3.5 – 3.6)

Tabel 3.5 Table Linguistik Output 1 “Sudut”

No Membership Function Parameter [σ ,


c]
51

1 Kiri [4 0]
2 Lurus [3 8]
3 Kanan [4 15]

Tabel 3.6 Table Linguistik Output 2 “Kecepatan”

No Membership Function Parameter [σ ,


c]

1 Cepat [3 0]

2 Sedang [3 7]

3 Lambat [3 13]

Setelah menentukan nilai-nilai default, kemudian Logika Fuzzy


Type 1 dengan 2 variabel linguistik diterapkan pada perangkat lunak
sebagai berikut:

a. Membership function masukan pada Logika Fuzzy Type 1 dengan 2


variabel linguistic

Gambar 3.13 Membership function Input 1 “Sensor 0”


52

Gambar 3.14 Membership function Input 2 “Sensor 1”

Gambar 3.15 Membership function Input 3 “Sensor 2”

b. Membership function Keluaran pada Logika Fuzzy Type 1 dengan 2


variabel linguistik

Gambar 3.16 Membership function Output 1 “Kecepatan”


53

Gambar 3.17 Membership function Output 2 “Sudut”

c. Rules base keluaran Logika Fuzzy Type 1 dengan 2 variabel


linguistik

Gambar 3.18 Rule Base Logika Fuzzy Type 1 dengan 2 variabel


linguistik
Pada sub bab ini diberikan satu contoh kasus penyelesaian
dengan 2 variabel linguistik sebagai berikut:

1. Masukkan sensor0 = 2 (Dekat)

2. Masukkan sensor1 = 0.5 (Dekat)

3. Masukkan sensor2 = 0.6 (Dekat)

4. Rule base pada sensor0 = dekat and sensor1 = dekat and sensor2
= dekat maka keluaran arah sudut senilai 5.11 dengan keluaran
lurus dan kecepatan senilai 8.55 dengan keluaran lambat.
Berikut hasil rule base dapat dilihat pada Gambar 3.19
54

Gambar 3.20 Hasil rule base 2 variabel linguistic

3.6. Particle Swarm Optimization (PSO)


3.6.1 Standard PSO

Particle Swarm Optimization (PSO) merupakan metode optimasi untuk


mencari solusi optimal dari suatu masalah dengan menginisialisasi populasi partikel
secara random. Metode PSO ini akan melakukan iterasi sampai mencapai kondisi
optimal. Metode optimisasi yang digunakan pada sistem optimisasi pergerakan
robot leader follower pada tugas akhir ini yaitu PSO. Dimana metode PSO
diimplementasikan dengan konsep ‘gbest’ (Globally Oriented) yaitu orientasi
secara global. Setiap robot memiliki pergerakan yang mempunyai koordinat pada
jalur masing – masing. Koordinat tersebut akan dikirimkan melalui data serial
sehingga dapat ditentukan oleh robot pemimpin (leader). Ketika robot pemimpin
(leader) telah ditentukan maka robot pengikut (follower) lainnya akan mengikuti
leader.

Ketika robot tidak mendeteksi halangan (obstacle) dan robot mendeteksi


adanya target, maka metode PSO akan mulai diproses. PSO mengunakan
perhitungan yang menggunakan jarak setiap posisi robot, dalam penelitian tugas
55

akhir ini posisi tiap robot adalah setiap perubahan jarak robot dalam mendekati
target. Global best dan f() global best telah ditentukan sebelumnya karena global
best adalah posisi optimal yang akan dicapai oleh robot. Dalam hal ini global best
adalah jarak minimal robot dari target dan f() global best adalah besarnya nilai
target maksimal yang dibaca oleh robot. Sedangkan particle best dan f() particle
best adalah nilai inputan dari sensor robot, dimana particle best adalah jarak posisi
robot dari target dan f() particle best adalah besarnya nilai dari target pada jarak
tersebut.
Permasalahan tidak berlakunya nilai particle best karena perubahan
lingkungan, dapat diselesaikan dengan membuat posisi terakhir masing-masing
partikel menjadi nilai particle best dari partikel tersebut
∀𝑝𝑖𝑘 , 𝑥𝑖𝑘 : lingkungan berubah → 𝑝𝑖𝑘 = 𝑥𝑖𝑘 (3.43)

Ketika PSO menjadi konvergen, maka nilai faktor sosial akan mendekati

nol. Sementara itu, berubahnya posisi nilai particle best menjadi posisi terakhir

agent akan membuat nilai seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.40 :

𝑝𝑖𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 = 0 (3.44)

Persamaan PSO standar dapat dilihat pada persamaan 3.44 dan persamaan
3.45 berikut.

𝑣𝑖𝑛+1 = 𝑣𝑖𝑛 + 𝑐1 𝑟1 (𝑝𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖𝑛 − 𝑥𝑖𝑛 ) + 𝑐2 𝑟2 (𝑔𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖𝑛 − 𝑥𝑖𝑛 ) (3.45)


𝑥𝑖𝑛+1 = 𝑥𝑖𝑛 + 𝑣𝑖𝑛+1 (3.46)

Berdasarkan persamaan 3.44, maka dapat disederhanakan menjadi:

𝑣𝑖𝑘+1 = 𝑣𝑖𝑘 + 𝑐1 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (0) + 𝑐2 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑔𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 ) (3.47)

Individu Sosial
Dimana :
i = partikel ke i,
56

k = iterasi PSO ke k
𝑐1 = tingkat akselerasi untuk faktor kognitif, bernilai antara 0 - 2
𝑐2 = tingkat akselerasi untuk faktor sosial, bernilai antara 0- 2
𝑉𝑖𝑘 = kecepatan partikel ke i pada iterasi ke k
𝑥𝑖𝑘 = posisi partikel ke i pada iterasi ke k
𝑝𝑖𝑘 = local best dari partikel ke i pada iterasi ke k
𝑝𝑔𝑘 = global best pada iterasi ke k
rand = fungsi acak, bernilai antara 0 – 1

Algortima untuk mendapatkan posisi terbaik dari PSO, akan dijelaskan


pada flowchart yang ditunjukkan pada gambar 3.21.
57

Start

INISIALISASI

(partikel, i, 𝑐1 , 𝑐2 , w)

READ INPUT
f(x)

NO
f(x)>f(pbest)

YES

pbest = xi

NO
f(x)>f(gbest)

YES
gbest = xi

UPDATE SPEED

END

Gambar 3.21. Flowchart Algoritma Particle Swarm Optimization

Berdasarkan algoritma yang ditunjukkan pada gambar 3.21, maka dapat


dibuat pseudo code seperti pada gambar 3.22.
58

Deklarasi :
pbest, gbest : integer

Deskripsi :
for→ i
if f(xi) > f(pbest) then
pbest xi
end if
if f(xi) >f(gbest) then
gbest xi
end if
end for
wrand {0-1}
for→ i
𝑣𝑖𝑘+1 𝑣𝑖𝑘 + 𝑐1 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑖𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 ) + 𝑐2 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑔𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 )
end for
Gambar 3.22. Pseudo Code Particle Swarm Optimization

3.6.2. Dynamic PSO

Untuk dapat mengimplementasikan Dynamic PSO pada satu robot,


dibutuhkan modifikasi terhadap algoritma dan perhitungan kecepatan. Modifikasi
ini terdapat pada banyaknya partikel yang digunakan, pada perancangan sistem
navigasi robot ini banyaknya partikel adalah banyaknya perpindahan yang
dilakukan oleh robot untuk mencapai target.

Dengan menganalisis persamaan (3.45) dan (3.46) dapat diperoleh bahwa setiap
partikel mengikuti dua nilai 'terbaik', Kecepatan partikel dengan cepat mendekati
nol, yang menyebabkan partikel stuck secara lokal. Algoritma original PSO pada
persamaan (3.41) di modifikasi kedalam persamaan sebagai berikut:

𝑣𝑖𝑡+1 = 𝑤𝑖𝑡 𝑣𝑖𝑡 + 𝑐1 𝑟1 (𝑝𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖𝑡 − 𝑥𝑖𝑡 ) + 𝑐2 𝑟2 (𝑔𝑏𝑒𝑠𝑡𝑡 − 𝑥𝑖𝑡 ), (3.48)

𝑣𝑖𝑡+1 = 𝑥𝑖𝑡 + (𝑣𝑖𝑡+1 ) ; i = 1,2. . .,n, (3.49)

Dimana 𝑤 ≥ 0 adalah faktor inertia weight. Dengan bobot inersia ditunjukkan


bahwa w yang relatif besar memiliki kemampuan pencarian yang lebih global
sementara hasil w yang relatif kecil menghasilkan konvergensi yang lebih cepat.
59

Dari persamaan 3.49, maka dapat disederhanakan menjadi:

𝑣𝑖𝑘+1 = 𝑤𝑖 ∗ 𝑣𝑖𝑘 + 𝑐1 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (0) + 𝑐2 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑔𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 ) (3.50)

Dimana,
𝑖𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑥 −𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑤 = 𝑤𝑖𝑛𝑖 − ( ) ∗ (𝑤𝑚𝑎𝑥 − 𝑤𝑚𝑖𝑛 ) (3.51)
𝑖𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑥

Posisi partikel sekarang adalah posisi partikel sebelumnya ditambahkan


dengan kecepatan pergerakannya. Faktor kecepatan yang dihitung dengan
menggunakan persamaan (3.50) akan menentukan pergerakan robot selanjutnya.
Kecepatan ini diperoleh dengan menggunakan informasi dari partikel itu sendiri
dan partikel-partikel lainnya. Informasi dari partikel itu sendiri disebut dengan
komponen kognitif, dimana nilainya merupakan jarak dari posisi partikel tersebut
dengan posisi terbaik yang telah diperoleh partikel tersebut selama pencarian. Posisi
terbaik partikel tersebut diberi nama local best (𝑝𝑖 ). Setiap partikel memiliki
informasi local best masing-masing. Dari local best yang telah diperoleh dari setiap
partikel, tentu ada lokasi yang memiliki posisi terbaik diantara semua local best
lainnya. Posisi terbaik ini disebut sebagai global best (𝑝𝑔 ). Nilai global best inilah
yang disebut dengan komponen sosial dari PSO.
Untuk mengetahui seberapa baik posisi yang telah ditemukan, maka
diperlukan suatu fungsi yang dapat mengukurnya. Fungsi ini disebut sebagai fitness
function𝑓(𝑥). Fungsi ini memiliki domain vektor posisi x. Makin baik nilainya,
makin dekat posisi tersebut dengan solusi. Dengan fungsi ini, posisi-posisi yang
telah ditemukan bisa dibandingkan kedekatannya dengan solusi yang dicari. Fitness
function berbeda pada tiap-tiap permasalahan bergantung pada masalah yang
dihadapi.
Pada parameter 𝑐1 dan 𝑐2, jika 𝑐1 lebih besar maka pengaruh komponen
kognitifakan lebih besar daripada komponen sosial dan begitu pula sebaliknya.
Komponen kognitif yang lebih besar akan membuat partikel bergerak lebih ke arah
local best sedangkan jika komponen sosial yang lebih besar maka partikel bergerak
lebih ke arah global best.
Berikut pseudo code DPSO ditunjukan pada gambar 3.23:
60

Deklarasi :
pbest, gbest : integer
w: integer
Deskripsi :
for→ i
if f(xi) > f(pbest) then
pbest xi
end if
if f(xi) >f(gbest) then
gbest xi
end if
end for
w  𝑤 = 𝑤𝑖𝑛𝑖 − (𝑖𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑥 − 𝑖𝑡𝑒𝑟⁄𝑖𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑥 ) ∗ (𝑤𝑚𝑎𝑥 − 𝑤𝑚𝑖𝑛 )
for→ i
𝑣𝑖𝑘+1  𝑤𝑖 ∗ 𝑣𝑖𝑘 + 𝑐1 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑖𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 ) + 𝑐2 ∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ (𝑝𝑔𝑘 − 𝑥𝑖𝑘 )
end for
Gambar 3.23 Pseudo Code Dynamic Particle Swarm Optimization

1. Iterasi telah melebihi batas waktu yang ditentukan


Batas waktu dalam PSO menjadi hal yang penting dalam kondisi ini. Jika batas
waktu terlalu singkat, pencarian akan berhenti sebelum solusi ditemukan. Jika
batas waktu terlalu panjang, pada pencarian yang gagal akan terus berjalan
walaupun PSO sudah mencapai titik konvergen dimana pergerakan menjadi
tidak signifikan.

2. Solusi yang dapat diterima sudah ditemukan


Jika dalam pencarian telah ditemukan solusi yang dapat diterima, maka
pencarian akan dihentikan. Batas diterima disini adalah ambang batas dimana
solusi yang ditemukan sudah sesuai dengan apa yang diinginkan. Jika ambang
batas terlalu jauh, solusi yang ditemukan mungkin tidak cukup sesuai dengan
apa yang diinginkan. Sementara ambang batas yang terlalu kecil akan membuat
PSO cukup kesulitan untuk menemukan solusi yang dapat memenuhinya.

3. Tidak ada peningkatan di beberapa iterasi


Terdapat beberapa cara untuk mengetahui apakah peningkatan masih cukup
signifikan untuk dapat dilanjutkan atau tidak. Jika perubahan posisi partikel
61

cukup kecil, maka dapat dipastikan PSO sudah menuju ke titik konvergen. Cara
lain, jika perhitungan kecepatan pada PSO memberikan hasil yang mendekati
nol maka pertikel hampir tidak bergerak, dan perhitungan PSO dapat
dihentikan.

4. Radius normal dari kumpulan partikel mendekati nol


Radius normal dihitung sebagai berikut :

𝑅
𝑚𝑎𝑥
𝑅𝑛𝑜𝑟𝑚 = diameter(𝑆) (3.48)

Diameter (S) merupakan diameter dari kumpulan partikel awal dan𝑅𝑚𝑎𝑥


merupakan jarak maksimum partikel dari global best.

𝑅𝑚𝑎𝑥 = ||𝑥𝑚 − 𝑝𝑔 || 𝑚 = 1, … , 𝑛(partikel) (3.49)

𝑅𝑚𝑎𝑥 ≥ ||𝑥𝑖 − 𝑝𝑔 || ∀𝑖 = 1,2,3 … , 𝑛(partikel) (3.50)

Jika 𝑅𝑚𝑎𝑥 mendekati nol, maka kumpulan partikel memiliki kemungkinan


kecil untuk melakukan peningkatan. Perlu didefinisikan batasan cukup dekat
dengan nol. Jika batasan terlalu besar, maka PSO akan berhenti sebelum solusi
optimum ditemukan. Sebaliknya, jika batasan terlalu kecil, akan dibutuhkan
iterasi yang lebih panjang untuk dapat mencapai batasan tersebut.

5. Perubahan solusi yang ditemukan mendekati nol


Kondisi ini terjadi dengan melihat perubahan solusi yang telah ditemukan.
Perubahan solusi dihitung dengan persamaan 3515.

𝑓(𝑝𝑔 (𝑡))−𝑓(𝑝𝑔 (𝑡−1))


𝑓′ = (3.51)
𝑓(𝑝𝑔 (𝑡))

𝑓(𝑥) adalah fitness function yang menghitung seberapa besar solusi telah
ditemukan pada posisi x. Jika f terlalu kecil, maka kumpulan partikel dapat
diasumsikan sudah konvergen menuju satu titik. Di sini juga dibutuhkan
batasan seberapa dekat perubahan yang terjadi dengan nol. Seperti pada
kondisi-kondisi sebelumnya, jika ambang batas terlalu besar, maka PSO akan
berhenti sebelum solusi yang optimal ditemukan, begitu pula sebaliknya.
62

3.8 Interaksi antara Fuzzy tipe 2 dengan PSO


Fuzzy berfungsi untuk menghitung kecepatan dengan tipe - 2 berdasarkan
input sensor (maksimal 8 satuan) kemudian PSO berfungsi untuk mengoptimasi
pencarian target dimana PSO mampu mencari Titik Terbaik untuk menuju target.
Berikut merupakan diagram blok interaksi antara fuzzy tipe 2 dengan PSO :

3.9 Pengujian Sistem dan Validasi Data


Tujuan dari pengujian sistem ini adalah untuk mengetahui pergerakan robot
leader follower dalam mencapai target dan mengendalikan pergerakan robot leader
follower menghindari halangan.

3.10 Analisis dan Kesimpulan


Hasil dari pengujian pada tahap sebelumnya kemudian dianalisis. Hal
tersebut dilakukan agar mengetahui kekurangan dan kelebihan pada hasil simulasi
perangkat lunak dan faktor penyebab kekurangan dan kelebihan pada hasil simulasi
sehingga dapat digunakan untuk pengembangan pada sistem formasi kontrol yang
lebih dari dua robot pada penelitan selanjutnya.
63

BAB 4

PENGUJIAN DAN ANALISA

4.1.Pendahuluan
Pada bab ini akan dilakukan pengujian pada perangkat lunak yang telah
dibuat. Dalam pengujian dan analisa dijelaskan prosedur-prosedur pengujian dan
evaluasi PSO-Fuzzy Tipe 2.

Start

Menyiapkan Robot Leader follower dengan pengendalian


Logika interval Type 2 Fuzzy Logic System - PSO

Metode PSO menentukan target

Iya
Target
Ditemukan
an
Tidak

Robot Leader follower


Berjalan

Robot Leader Follower


mendeteksi halangan
melewati halangan

END

Gambar 4.1. Flowchart Robot Leader Follower dengan pengendalian Logika


interval Type 2 Fuzzy Logic System – PSO
64

4.2 Hasil Simulasi Robot Leader-Follower dalam Fuzzy Interval 2


Percobaan robot leader follower dilakukan pada enam jenis halangan
lingkungan, dari hasil percobaan berupa trajektori, kecepatan, perubahan sudut dan
performansi.
Hasil trajektori dari Pengujian pertama robot leader follower diletakkan pada
lingkungan tanpa halangan sampai enam halangan yang ditunjukkan pada Gambar
4.2

(a) (b)

(c) (d)
65

(e) (f)

(g)

Gambar 4.2 Lingkungan Pengujian Fuzzy type 2


(a) tanpa halangan (b) 1 halangan (c) 2 halangan (d) 3 halangan
(e) 4 halangan (f) 5 halangan (g) 6 halangan
66

4.2.1 Pengujian pertama tanpa halangan

Pada pengujian lingkungan pertama tidak ada penghalang disekitar


robot dalam mencapai target. Berikut ini lingkungan pertama untuk pengujian
beserta pergerakan robot dalam mencapai target.

Gambar 4.3. Pengujian pertama tanpa halangan


Setelah melakukan pengujian pertama maka didapat hasil trajectory dari
pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.4

Gambar 4.4. Pergerakan Robot Leader-Follower dalam Mencapai Target


menggunakan Fuzzy Type-2
Dari trajectory pada gambar 4.4 bahwa dari posisi awal robot telah bergerak
dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader follower ke
target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik. Berikut ini
dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target
67

dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh
masing-masing robot dalam mencapai target yang telah ditentukan.

Tabel 4.1. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 tanpa halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 1.036623 5,348555
Koordinat Z -4.733 -9.8003 -16.58418 -18.62825
Waktu 6.652441 6.683427 46.1054 46.12461
Sudut 0 0 0 0
Jarak Sensor 8 8 9 5.940085
Kanan
Jarak Sensor 8 8 9 9
Depan
Jarak Sensor 8 8 9 5.538962
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 3.35 3.35
pindah

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 6 detik dan titik akhir lebih kurang 46 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 40 detik.

4.2.2 Pengujian kedua dengan satu halangan

Pada pengujian kedua memiliki satu penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian kedua pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kedua maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.5
68

Gambar 4.5. Pergerakan Robot Leader-Follower satu halangan dalam Mencapai


Target menggunakan Fuzzy Type-2

Dari trajectory pada gambar 4.5 bahwa dari posisi awal robot telah bergerak
dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader follower ke
target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik. Berikut ini
dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target
dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh
masing-masing robot dalam mencapai target yang telah ditentukan. Terlihat bawa
trajectory susah untuk menemukan target tetapi trajectory nya melaju dengan
teratur.

Tabel 4.2. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 satu halngan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 0.6526705 4.20543
Koordinat Z -4.733 -9.8003 -16.12333 -18.63368
Waktu 3.898444 3.913336 43.42152 43.43602
Sudut 0 0 31 0
Jarak Sensor 9 8 1.132376 5.22375
Kanan
Jarak Sensor 9 8 7.823942 9
Depan
69

Jarak Sensor 9 8 9 6.209207


Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 0.8 3.35
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 3 detik dan titik akhir lebih kurang 43 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 40 detik.

4.2.3 Pengujian ketiga dengan dua halangan

Pada pengujian ketiga memiliki dua penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian ketiga pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kedua maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.6

Gambar 4.6. Pergerakan Robot Leader-Follower dua halangan dalam Mencapai


Target menggunakan Fuzzy Type-2

Dari trajectory pada gambar 4.6 bahwa dari posisi awal robot telah bergerak
dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader follower ke
target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan melawati
halagan tanpa tersetuh halangan tersebut. Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-
masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat
70

robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam
mencapai target yang telah ditentukan.

Tabel 4.3. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 dua halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3999 -16.3999 0.443813 10.07552
Koordinat Z -9.8003 -9.8003 -16.23204 -18.78429
Waktu 5.983086 6.002115 43.34996 43.36122
Sudut 0 0 31 0
Jarak Sensor 9 8 1.186847 9
Kanan
Jarak Sensor 9 8 7.582121 9
Depan
Jarak Sensor 9 8 9 6.943073
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 0.8 3.35
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 5 detik dan titik akhir lebih kurang 43 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 38 detik.

4.2.4 Pengujian keempat dengan tiga halangan

Pada pengujian ketiga memiliki tiga penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian keempat pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Keempat maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.7
71

Gambar 4.7. Pergerakan Robot Leader-Follower tiga halangan dalam Mencapai


Target menggunakan Fuzzy Type-2
Dari trajectory pada gambar 4.7 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target tetapi ada tersentuh halangan namun
robot masih bisa melaju untuk mencapai target. Berikut ini dijelaskan posisi awal
masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada
saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot
dalam mencapai target yang telah ditentukan dengan tiga
Tabel 4.4. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 tiga halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 0.4189678 3.422305
Koordinat Z -4.73 -9.8003 -1575762 -16.9516
Waktu 6.867445 6.894418 48.67634 48.6869
Sudut 0 0 0 0
Jarak Sensor 9 9 9 9
Kanan
Jarak Sensor 9 9 0.8736526 1.608785
Depan
72

Jarak Sensor 9 9 9 9
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 1.8 1.8
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 6 detik dan titik akhir lebih kurang 48 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 42 detik.

4.2.5 Pengujian kelima dengan empat halangan

Pada pengujian kelima memiliki empat penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian kelima pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kelima maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.8

Gambar 4.8. Pergerakan Robot Leader-Follower empat halangan dalam


Mencapai Target menggunakan Fuzzy Type-2
Dari trajectory pada gambar 4.8 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target dan tidak tersentuh halangan tersebut.
Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak
menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu
yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah ditentukan
dengan tiga
73

Tabel 4.5. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 empat
halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 6.48743 9,942848

Koordinat Z -4.73 -9.8003 5.979025 5.81601

Waktu 6.086676 6.109127 32.8115 32.82426

Sudut 0 0 0 31

Jarak Sensor 9 9 9 3.844745


Kanan
Jarak Sensor 9 9 0.6374366 9
Depan
Jarak Sensor 9 9 5.369905 9
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 1,8 1.310342
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 6 detik dan titik akhir lebih kurang 32 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 26 detik.

4.2.6 Pengujian keenam dengan lima halangan

Pada pengujian keenam memiliki lima penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian keenam pergerakan robot dalam melewati

halangan dan mencapai target.


74

Setelah melakukan pengujian Keenam maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.9

Gambar 4.9. Pergerakan Robot Leader-Follower lima halangan dalam Mencapai


Target menggunakan Fuzzy Type-2
Dari trajectory pada gambar 4.9 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target dan berputar dengan sudut putar serta
tidak tersentuh halangan tersebut. Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing
robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah
mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai
target.
Tabel 4.6. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 lima halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 2.43324 6.8031672
Koordinat Z -4.73 -9.8003 -16.56053 -18,3399
Waktu 6.469664 6.503592 42.08719 42.101

Sudut 0 0 31 0
75

Jarak Sensor 9 9 1.295297 9


Kanan
Jarak Sensor 9 9 9 9
Depan
Jarak Sensor 9 9 9 6.257053
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 0,8 3.35
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 6 detik dan titik akhir lebih kurang 42 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 36 detik.

4.2.7 Pengujian ketujuh dengan enam halangan

Pada pengujian ketujuh memiliki enam penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian ketujuh pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Ketujuh maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.10

Gambar 4.10. Pergerakan Robot Leader-Follower enam halangan dalam


Mencapai Target menggunakan Fuzzy Type-2
Dari trajectory pada gambar 4.10 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
pada saat robot mulai bergerat terlihat bahwa trajectory halangan keempat dan
76

ketiga tersentuh oleh robot. Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot
pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah
mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai
target yang telah ditentukan dengan melewati enam halangan.

Tabel 4.7. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 enam halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.3 -16.3999 3.620848 5.364531
Koordinat Z -4.73 -9.8003 -14.7435 -12.73589
Waktu 3.0638 3.019078 30.39331 30.40666
Sudut 0 0 0 31
Jarak Sensor 9 9 9 0.7655092
Kanan
Jarak Sensor 9 9 0.736684 1.289859
Depan
Jarak Sensor 9 9 7.351466 9
Kiri
Kecepatan 3.35 3.35 1.8 0.8
pindah
Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 2 detik dan titik akhir lebih kurang 31 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 29 detik.

4.2.8 Resume sementara dari Pengujian kesatu sampai dengan ketujuh

Dari Gambar 4.5, menunjukkan bahwa robot tersebut dapat menghindar


halangan, terlihat dari robot
yang dapat menjaga jarak terjauh dari halangan. Robot leader dapat menjaga jarak
dari halangan dan robot follower dapat menjaga jarak dari robot leader, namun pada
gambar 4.5 robot tidak dapat menentukan target. Kemudian dapat dilihat pada
Gambar 4.6, 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 terdapat penumpukan garis merah yang merupakan
trajektori robot leader dan garis biru merupakan trajektori robot follower. Jadi
77

dapat disimpulkan bahwa robot follower selalu mengikuti robot leader dengan
posisi dibelakang robot leader, dan antara robot leader dan follower dapat menjaga
jaraknya. Hal ini dikarenakan kecepatan yang dikendalikan oleh algoritma LFIT 2
mempengaruhi perubahan kecepatan dengan selisih yang tidak drastis berubah jauh
sehingga gerak antar robot leader dan follower dapat dikendalikan dengan sangat
baik dalam menghindari tabrakan.

4.3 Hasil Simulasi Robot Leader-Follower dalam PSO


Percobaan robot leader follower dilakukan pada enam jenis halangan
lingkungan, dari hasil percobaan berupa trajectori, koordinat X dan Z serta waktu.
Hasil trajektori dari Pengujian pertama robot leader follower diletakkan pada
lingkungan tanpa halangan sampai enam halangan yang ditunjukkan pada Gambar
4.11

(a) (b)
78

(c) (d)

(e) (f)
79

(g)

Gambar 4.11 Lingkungan Pengujian PSO


(a) tanpa halangan (b) 1 halangan (c) 2 halangan (d) 3 halangan
(e) 4 halangan (f) 5 halangan (g) 6 halangan

4.3.1 Pengujian pertama tanpa halangan

Pada pengujian lingkungan pertama tidak ada penghalang disekitar robot


dalam mencapai target. Berikut ini lingkungan pertama untuk pengujian beserta
pergerakan robot dalam mencapai target.

Setelah melakukan pengujian pertama maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.12
80

Gambar 4.12. Pergerakan Robot Leader-Follower dalam Mencapai Target


menggunakan PSO

Dari trajectory pada gambar 4.12 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik.
Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak
menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu
yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah ditentukan.

Tabel 4.8. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO tanpa halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -5.636214 -5.948341
Koordinat Z -8.7 -11.4 10.80006 8.834572
Waktu 1.532683 1.538332 5.39798 5.32783

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 5 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 4 detik.
81

4.3.2 Pengujian kedua dengan satu halangan

Pada pengujian kedua memiliki satu penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian kedua pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kedua maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.13

Gambar 4.13. Pergerakan Robot Leader-Follower satu halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO

Dari trajectory pada gambar 4.13 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik. Serta
memiliki jarak antara robot dengan halangan. Berikut ini dijelaskan posisi awal
masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada
saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot
dalam mencapai target yang telah ditentukan. Terlihat bawa trajectory robot
tersebuut terlihat teratur untuk mencapai sebuat target.
82

Tabel 4.9. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO satu halngan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -6.206679 -4,23814
Koordinat Z -8.7 -11.4 12.8 13.05597
Waktu 1.303793 1.29862 15.53708 15.52649

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 15 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 14 detik.

4.3.3 Pengujian ketiga dengan dua halangan

Pada pengujian ketiga memiliki dua penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian ketiga pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kedua maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.14
83

Gambar 4.14. Pergerakan Robot Leader-Follower dua halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO
Dari trajectory pada gambar 4.14 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik. Serta
memiliki jarak antara robot dengan halangan. Berikut ini dijelaskan posisi awal
masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada
saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot
dalam mencapai target yang telah ditentukan. Terlihat bawa trajectory robot
tersebuut masih terlihat teratur untuk mencapai sebuat target.

Tabel 4.10. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO dua halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -6.78671 -5.25651
Koordinat Z -8.7 -11.4 10.5 8.536695
Waktu 1.797382 1.400842 10.90343 10.804922
84

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 10 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 9 detik.

4.3.4 Pengujian keempat dengan tiga halangan

Pada pengujian keempat memiliki tiga penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian keempat pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Keempat maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.15

Gambar 4.15. Pergerakan Robot Leader-Follower tiga halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO
Dari trajectory pada gambar 4.15 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target tetapi ada tersentuh halangan namun
ketiga namun robot masih bisa melaju untuk mencapai target. Berikut ini dijelaskan
posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi
85

akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-
masing robot dalam mencapai target.

Tabel 4.11. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO tiga halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -4.699778 -2.539421
Koordinat Z -8.7 -11.4 11.91505 10.82382
Waktu 1.594854 1.428255 14.47643 14.46827

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 14 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 13 detik.

4.3.5 Pengujian kelima dengan empat halangan

Pada pengujian kelima memiliki empat penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian kelima pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Kelima maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.16
86

Gambar 4.16. Pergerakan Robot Leader-Follower empat halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO
Dari trajectory pada gambar 4.15 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target dan trajectory melihatkan bahwa robot
leader follower banyak tersentuh halangan karena pengaruh jarak yang sedikit lebih
kecil untuk robot melewati halangan tersebut. Oleh karena itu maka tractory
menumpuk pada halangan keempang ini. Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-
masing robot pada saat mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat
robot telah mencapai target serta waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam
mencapai target yang telah ditentukan dengan tiga

Tabel 4.12. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO empat halangan

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -5.599345 -3.589752
Koordinat Z -8.7 -11.4 12.8 13.23008
Waktu 1.82346 1.81074 30.475634 30.39845
87

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 30 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 29 detik.

4.3.6 Pengujian keenam dengan lima halangan

Pada pengujian keenam memiliki lima penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian keenam pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Keenam maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.17

Gambar 4.17. Pergerakan Robot Leader-Follower lima halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO

Dari trajectory pada gambar 4.17 sama hal nya seperti gambar 4.16 bahwa
dari posisi awal robot telah bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan
kecepatan berjalan robot leader follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang
mengarah pada satu titik dan terlihat bahwa trajectory menemukan target dan
88

trajectory melihatkan bahwa robot leader follower banyak tersentuh halangan


karena pengaruh jarak yang sedikit lebih kecil untuk robot melewati halangan
tersebut. Oleh karena itu maka tractory menumpuk pada halangan keempang ini.
Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai bergerak
menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta waktu
yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah ditentukan.

Tabel 4.13. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type-2 lima halangan
Titik Mulai Titik Akhir
Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -5.018287 -3.103205
Koordinat Z -8.7 -11.4 12.76932 13.14542
Waktu 1.66562 1.65234 29.38593 29.36234

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 29 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 28 detik.

4.3.7 Pengujian ketujuh dengan enam halangan

Pada pengujian ketujuh memiliki enam penghalang disekitar robot dalam


mencapai target. Berikut ini pengujian ketujuh pergerakan robot dalam melewati
halangan dan mencapai target.

Setelah melakukan pengujian Ketujuh maka didapat hasil trajectory dari


pergerakan masing-masing robot leader follower yang dapat dilihat pada gambar
4.18
89

Gambar 4.18. Pergerakan Robot Leader-Follower enam halangan dalam


Mencapai Target menggunakan PSO
Dari trajectory pada gambar 4.18 bahwa dari posisi awal robot telah
bergerak dengan memperhatikan sudut putar dan kecepatan berjalan robot leader
follower ke target terlihat dari hasil trajectory yang mengarah pada satu titik dan
terlihat bahwa trajectory menemukan target membutuhkan waktu yang banyak
dibandingkan yang lain. Oleh karena itu maka tractory menumpuk pada halangan
keempat ini. Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat
mulai bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target
serta waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.14. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu dan sudut yang
ditempuh Robot dalam mencapai target menggunakan PSO enam halangan
Titik Mulai Titik Akhir
Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -7.4 -7.5 -5.969064 -5.566927
Koordinat Z -8.7 -11.4 10.8 8.85244
Waktu 1.94723 1.93754 32.39052 32.38365
90

Berdasarkan Tabel diatas bahwa waktu yang ditempuh robot pada titik awal
lebih kurang 1 detik dan titik akhir lebih kurang 32 detik, maka perbandingan waku
antara keduanya yaitu lebih kurang 31 detik.

4.3.8 Resume sementara dari Pengujian kesatu sampai dengan ketujuh

Dari Gambar 4.13, menunjukkan bahwa robot tersebut dapat menghindar


halangan, terlihat dari robot yang dapat menjaga jarak terjauh dari halangan. Robot
leader dapat menjaga jarak dari halangan dan robot follower dapat menjaga jarak
dari robot leader, namun pada gambar 4.14, 4.15, 4.16, 4.17, 4.18 terdapat
penumpukan garis merah yang merupakan trajektori robot leader dan garis biru
merupakan trajektori robot follower. Jadi dapat disimpulkan bahwa robot follower
selalu mengikuti robot leader dengan posisi dibelakang robot leader, dan antara
robot leader dan follower dapat menjaga jaraknya. Namun pada gambar 4.16 dan
4.18 robot Leader Follower kurang optimal dalam mencari target. Hal ini
dikarenakan kecepatan yang dikendalikan oleh algoritma PSO mempengaruhi
perubahan kecepatan dengan selisih yang tidak drastis berubah jauh sehingga gerak
antar robot leader dan follower dapat dikendalikan dengan sangat baik menentukan
target.
91

4.4 Hasil dan Analisis Perbandingan Simulasi Fuzzy Tipe 1 – PSO dengan
Fuzzy Tipe 2 – PSO
Percobaan robot leader follower dilakukan pada enam jenis halangan
lingkungan, dari hasil percobaan berupa trajektori, kecepatan dan perubahan sudut.
Hasil trajektori dari Pengujian pertama robot leader follower diletakkan pada
lingkungan tanpa halangan sampai enam halangan yang ditunjukkan pada Gambar
4.19

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
92

(g) (h)

Gambar 4.19 Lingkungan Pengujian


(a) tanpa halangan (b) 1 halangan (c) 2 halangan (d) 3 halangan
(e) 4 halangan (f) halangan lingkaran (g) halaman persegi (h) halaman oval

4.4.1 Hasil percobaan dengan Fuzzy Type 1 - PSO

Hasil trajektori dari percobaan. Pengujian pertama, robot leader


follower diletakkan pada lingkungan tanpa halangan sampai empat
halangan dan Pengujian kedua, robot leader follower diletakkan pada
lingkungan yang berbentuk lingkaran yang ditunjukkan pada Gambar

4.20.
93

(a) Tanpa Halangan (b) Satu Halangan

(c) Dua Halangan (d) Tiga Halangan

(e) Empat Halangan (f) Halangan Lingkaran

(g) Halangan Persegi (h) Halangan Oval

Gambar 4.20 Lingkungan Pengujian dengan Fuzzy Type 1 – PSO


94

Gambar 4.20 menampilkan trajektori robot leader follower dengan


Fuzzy type 1 – PSO, Gambar 4.20 (d), (e), (f), (g) dan (h)
menunjukkan bahwa robot tersebut tidak dapat menghindar halangan,
terlihat dari trajektori robot yang tidak dapat menjaga jarak dari
halangan. Sistem kendali Fuzzy type 1 – PSO tidak dapat
menyelesaikan robot leader follower. Hal ini karena robot follower
mendahului robot leader. Sehingga prinsip robot follower mengikuti
robot leader tidak tercapai. Kedua robot juga mengalami tabrakan
antar robot, hal ini dikarenakan gerak robot dengan kecepatan sangat
tinggi sehingga gerak robot sulit dikendalikan. Berdasarkan data
yang ada, perubahan kecepatan sangat drastis yang terjadi pada robot
follower sehingga menabrak robot leader terlihat pada Gambar 4.20 (f),
(g) dan (h) yang mengakibatkan robot follower tidak dapat mencapai
target. Hal ini terjadi karena kecepatan pada robot yang memiliki
selisih sangat tajam sehingga menyebabkan gerak robot berjalan
dengan kecepatan yang tak dapat dikendalikan. Fuzzy type 1 – PSO
tidak dapat mengatasi ketidakpastian robot dalam menghindari
halangan dan pencapaian tujuan.

4.4.2 Hasil asil percobaan dengan Fuzzy Type 2 - PSO


95

Hasil trajektori dari percobaan. Pengujian pertama, robot leader


follower diletakkan pada lingkungan tanpa halangan sampai empat
halangan dan Pengujian kedua, robot leader follower diletakkan pada
lingkungan yang berbentuk lingkaran yang ditunjukkan pada Gambar

4.21.

(a) Tanpa Halangan (b) Satu Halangan


96

(c) Dua Halangan (d) Tiga Halangan

(e) Empat Halangan (f) Halangan Lingkaran

(g) Halangan Persegi (h) Halangan Oval

Gambar 4.21 Lingkungan Pengujian dengan Fuzzy Type 2 – PSO


97

Dari Gambar 4.21, menunjukkan bahwa robot tersebut dapat


menghindar halangan, terlihat dari robot yang dapat menjaga jarak
terjauh dari halangan. Robot leader dapat menjaga jarak dari halangan
dan robot follower dapat menjaga jarak dari robot leader, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 4.21 (a) sampai (f) terdapat penumpukan
garis biru yang merupakan trajektori robot follower dan garis merah
merupakan trajektori robot leader. Dari Gambar 4.21 dapat disimpulkan
bahwa robot follower selalu mengikuti robot leader dengan posisi
dibelakang robot leader, dan antara robot leader dan follower dapat
menjaga jaraknya. Hal ini dikarenakan kecepatan yang dikendalikan
oleh Fuzzy type 2 mempengaruhi perubahan kecepatan dengan selisih
yang tidak drastis berubah jauh sehingga gerak antar robot leader
dan follower dapat dikendalikan dengan sangat baik dalam menghindari
tabrakan. Pada Gambar 4.21 (a), (b) dan (c) robot leader follower
menjauhi halangan sehingga memiliki respon yang tinggi terhadap
halangan pada lingkungan tersebut. Berdasarkan trajektori di atas,
maka sistem kendali menggunakan Fuzzy type 2 dapat diimplementasikan
dengan respon yang baik dalam menghindari halangan, serta dapat
menjaga jarak posisi antar robot leader dan follower sehingga tidak
terjadi tabrakan.

4.4.3 Data Hasil Percobaan Fuzzy type 1 – PSO dengan Fuzzy Type 2 - PSO

Hasil keluaran dari masing-masing percobaan pada lingkungan


tanpa halangan dan empat halangan serta halangan lingkaran berupa
keluaran kecepatan.

4.4.3.1 Data Hasil Percobaan Tanpa Halangan

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
98

waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.15. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO tanpa halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -13,79684 -13,79995 8,59962 6,39044
Koordinat Z -1,945777 -9,193536 15,4392 13,66399
Waktu 7,159606 7,192633 14,84591 14,85594
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 2,281864
pindah

Tabel 4.16. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO tanpa halangan.
Titik Mulai Titik Akhir
Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -13,75838 -13,7994 17,65075 16,00417
Koordinat Z -1,90097 -9,193536 18,02247 16,97735
Waktu 5,724608 5,747764 16,17435 16,18075
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 5,323268
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan stabil hal ini


membuktikan bahwa robot leader follower dapat berjalan dengan baik.
waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal lebih banyak
membutuhkan waktu yaitu lebih kurang 11 detik yang artinya bahwa robot lebih
teliti untuk menemukan target tetapi pada fuzzy tipe 1 – PSO tidak jauh berbeda
yaitu lebih kurang 8 detik dengan demikian pada data percobaan tanpa halangan ini
belum bisa kita katakan bahwa fuzzy tipe 2 – PSO performanya lebih bagus dari
fuzzy tipe 1 – PSO.
99

4.4.3.2 Data Hasil Percobaan dengan Satu Halangan

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.17. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Satu halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -13,76779 -13,79954 7,9472 3,801839
Koordinat Z -1,907916 -9,193537 15,62194 16,25616
Waktu 4,791618 4,81295 16,97024 16,97688
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 3,759558
pindah

Tabel 4.18. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Satu halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -13,77089 -13,79957 6,984253 0,2932236
Koordinat Z -2,069426 -9,193537 15,24625 10,76101
Waktu 6,0313 6,07214 14,42704 14,43596
Kecepatan 5,323268 5,323268 5,323268 5,323268
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
100

robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 12 detik sedangkan
Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih
kurang 8 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 2 - PSO
lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO.

4.4.3.3 Data Hasil Percobaan dengan Dua Halangan

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.19. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Dua halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,44126 4,762799 11,82213 9,132123
Koordinat Z -6,098144 -14,29363 0,04714832 -0,3667752
Waktu 4,762799 4,783476 14,70527 14,71149
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 2,281864
pindah

Tabel 4.20. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Dua halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,29435 -16,79359 9,610597 7,648816
Koordinat Z -6,013164 -14,29373 ,-1,318538 -1,581666
Waktu 5,643479 5,672253 14,58882 14,59763
101

Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 2,281864


pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2 –


PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower dapat
berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan fuzy tipe
1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh robot fuzzy 1 –
PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 10 detik sedangkan Waktu yang
ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 9 detik
yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 2 - PSO lebih baik
Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO.

4.4.3.4 Data Hasil Percobaan dengan Tiga Halangan

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.21. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Tiga halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,46407 -16,7957 11,43724 9,614444
Koordinat Z -6,085026 -14,29362 14,1758 13,36098
Waktu 5,995785 6,019547 16,86431 16,89226
Kecepatan 5,323268 5,323268 3,729954 3,724791
pindah

Tabel 4.22. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Tiga halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


102

Leader Follower Leader Follower


Koordinat X -16, 50642 -16,79628 12,61099 10,12466
Koordinat Z -5,996977 -14,2936 13,87728 12,12991
Waktu 3,337585 3,354814 12,69116 12,72613
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 3,644169
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 11 detik sedangkan
Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih
kurang 9 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 2 - PSO
lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO. Pada percobaan ini robot
memliki perubahan sudut yang memungkinkan robot untuk menghindari halangan.

4.4.3.5 Data Hasil Percobaan dengan Empat Halangan

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.23. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Empat halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,32409 -16,79403 4,054325 2,137756
Koordinat Z -5,925345 -14,2937 11,16509 9,952972
Waktu 6,056292 6,083337 15,15201 15,15842
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 2,281864
pindah
103

Tabel 4.24. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Empat halangan.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,3148 -16,7939 0,1028724 -1,4428
Koordinat Z -5,936148 -14,29371 12,03735 10,47702
Waktu 2,916249 2,929672 10,83191 10,83638
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 2,281864
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 9 detik sedangkan
Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih
kurang 8 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 2 - PSO
lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO. Pada percobaan ini robot
memiliki perubahan sudut yang stabil memungkinkan robot untuk menghindari
halangan.

4.4.3.6 Data Hasil Percobaan dengan Halangan Lingkaran

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.25. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Halangan Lingkaran.

Titik Mulai Titik Akhir


104

Leader Follower Leader Follower


Koordinat X -13,69999 -13,79856 24,44325 24,89974
Koordinat Z -1,883535 -9,193545 -8,075975 -5,514884
Waktu 5,349089 5,371679 39,37663 39,3899
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 0,8066071
pindah

Tabel 4.26. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Halangan Lingkaran.

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16,40582 -16,40008 27,67395 27,08187
Koordinat Z -2,278371 -9,693538 2,938735 4,835629
Waktu 5,16916 5,199876 25,3409 25,37634
Kecepatan 5,323268 5,323268 2,281864 5,323268
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 34 detik sedangkan
Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih
kurang 20 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 2 - PSO
lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO. Pada percobaan ini robot
memliki perubahan sudut yang stabil memungkinkan robot untuk menghindari
halangan.

4.4.3.7 Data Hasil Percobaan dengan Halangan Persegi


105

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.27. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Halangan Persegi

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -12,90755 -12,99895 33,80525 -4,808273
Koordinat Z -2,052806 -11,29354 1,954854 12,31926
Waktu 4,179965 4,196929 213,0397 213,0548
Kecepatan 5,323268 5,323268 5,323268 2,281864
pindah

Tabel 4.28. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Halangan Persegi

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -16.29999 -16.4 -2.689624 -13.47249
Koordinat Z -4.8 -9.800001 18.60456 -9.343316
Waktu 2.321839 2.332422 34.42772 34.43276
Kecepatan 5,32 5,32 5.323268 5,323268
pindah

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 209 detik
sedangkan Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir
106

yaitu lebih kurang 32 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy
tipe 2 - PSO lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 1 – PSO. Pada
percobaan ini robot memliki perubahan sudut yang stabil memungkinkan robot
untuk menghindari halangan.

4.4.3.8 Data Hasil Percobaan dengan Halangan Oval

Berikut ini dijelaskan posisi awal masing-masing robot pada saat mulai
bergerak menuju target dan posisi akhir pada saat robot telah mencapai target serta
waktu yang ditempuh masing-masing robot dalam mencapai target yang telah
ditentukan.

Tabel 4.29. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 1 – PSO Halangan Oval

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -12,99999 -13 28,74109 27,97832
Koordinat Z -1,893536 -11,29354 0,3173218 2,201831
Waktu 4,104526 4,122451 83,52652 83,53601
Kecepatan 5,323268 5,323268 5,323268 5,323268
pindah

Tabel 4.30. Titik Koordinat Awal dan Akhir serta Waktu yang ditempuh Robot
dalam mencapai target menggunakan Fuzzy type 2 – PSO Halangan Oval

Titik Mulai Titik Akhir


Leader Follower Leader Follower
Koordinat X -12,99999 -13 29,11826 28,27076
Koordinat Z -1,893536 -11,29354 -1,909341 0,4120762
Waktu 3,95548 3,973196 134,9077 134,9286
Kecepatan 5,323268 5,32 5.323268 5,323268
pindah
107

Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa kecepatan pada fuzzy tipe 2


– PSO lebih stabil hal ini membuktikan bahwa robot leader follower
dapat berjalan dengan baik dengan kecepatan yang sama. Sedangkan
fuzy tipe 1 – PSO kecepatannya kurang stabil. Waktu yang ditempuh
robot fuzzy 1 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih kurang 85 detik sedangkan
Waktu yang ditempuh robot fuzzy 2 – PSO pada titik awal dan akhir yaitu lebih
kurang 131 detik yang artinya bahwa robot dengan menggunkan fuzzy tipe 1 – PSO
di halangan oval ini lebih baik Performanya dibandingkan fuzzy tipe 2 – PSO.
Namun pada iterasi yang didapat bahwa fuzzy 2 – PSO lebih sedikit dibandingkan
dengan fuzzy 1 – PSO. Pada percobaan ini robot memliki perubahan sudut yang
stabil memungkinkan robot untuk menghindari halangan.
4.4.4 Hasil dan Analisis Perbandingan Fuzzy tipe 1 – PSO dengan Fuzzy
tipe 2 - PSO
Hasil dari perbandingan kriteria berdasarkan data, waktu dan resource
dari percobaan tanpa halangan sampai dengan halangan lingkaran dapat dilihat
pada Tabel 4.31, Tabel 4.32 dan Tabel 4.33.
Tabel 4.31 berikut ini adalah hasil perbandingan data iterasi atau
pengulangan antara algoritma Fuzzy tipe 1 – PSO dengan Fuzzy tipe 2 – PSO
pada masing-masing lingkungan pengujian.

Tabel 4.31 Perbandingan Data Masing-masing Pengujian


Halangan Data (Iterasi)
(Obstacle) Fuzzy tipe 1 – PSO Fuzzy tipe 2 – PSO
Leader Follower Leader Follower
Tanpa Halangan 336 336 110 110
1 Halangan 279 379 164 164
2 Halangan 318 318 258 258
3 Halangan 259 259 222 222
4 Halangan 319 319 270 270
Lingkaran 596 596 562 562
Persegi 1680 (Gagal) 1680 (Gagal) 1342 1342
108

Oval 2435 (Gagal) 2435 (Gagal) 1108 1108

Tabel 4.32 berikut ini adalah hasil perbandingan waktu dalam mencapai
target antara Fuzzy tipe 1 – PSO dengan Fuzzy tipe 2 – PSO pada masing-
masing lingkungan pengujian.

Tabel 4.32 Perbandingan Waktu Masing-masing Pengujian


Halangan Waktu (Detik)
(Obstacle) Fuzzy tipe 1 – PSO Fuzzy tipe 2 – PSO

Leader Follower Leader Follower


Tanpa Halangan 14,84591 14,85594 16,17435 16,18075
1 Halangan 16,97024 16,97688 14,42704 14,43596
2 Halangan 14,70527 14,71149 14,58882 14,59763
3 Halangan 16,86431 16,89226 12,69116 12,72613
4 Halangan 15,15201 15,15842 10,83191 10,83638
Lingkaran 39,37663 39,3899 25,3409 25,37634
Persegi 213,0397 213,0548 34.42772 34.43276
(Gagal) (Gagal)
Oval 83,52652 83,53601 134,9077 134,9286
(Gagal) (Gagal)

Tabel 4.33 berikut ini adalah hasil perbandingan resource yang


dibutuhkan masing-masing Fuzzy tipe 1 – PSO dengan Fuzzy tipe 2 – PSO pada
masing-masing lingkungan pengujian.

Tabel 4.33 Perbandingan Resource Masing-masing pengujian


109

Halangan Resource (kb)


(Obstacle) Fuzzy tipe 1 – PSO Fuzzy tipe 2 – PSO
Leader Follower Leader Follower
Tanpa Halangan 15,4 15,6 10,6 10,7
1 Halangan 19,4 20,2 12,8 12,5
2 Halangan 16,1 18,9 14,5 16,9
3 Halangan 15,1 15,9 15 15,4
4 Halangan 16,3 17,3 15,8 16
Lingkaran 24,3 27,1 23,5 24
Persegi 50,4 46,2 49,1 40,3
Oval 49,7 68,1 38,7 41,2
Tabel 4.31 menunjukan data iterasi dari masing-masing pengujian pada
robot leader dan robot follower. Pada pengujian Fuzzy tipe 1 - PSO , robot leader
follower data iterasi lebih besar dibandingkan dengan pengujian Fuzzy tipe 2 -
PSO. Hal ini mengartikan bahwa robot bergerak dengan algoritma Fuzzy tipe 1 -
PSO membutuhkan data serta resource yang besar pada masing-masing lingkungan
pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4.33.
Pada tabel 4.32, menunjukkan bahwa pengujian Fuzzy tipe 1 - PSO
membutuhkan lebih banyak waktu dalam mencapai target dibandingkan dengan
Fuzzy tipe 2 - PSO pada masing-masing pengujian.
Pada pengujian halangan persegi dan oval, robot leader follower yang
menggunakan algoritma Fuzzy tipe 1 - PSO gagal dalam mencapai target. Karena
kondisi lingkungan pengujian tersebut merupakan halangan yang memiliki sudut
siku-siku, sehingga algoritma Fuzzy tipe 1 - PSO terjebak dalam lokal optima dan
tidak dapat melanjutkan pencarian target.
Berdasarkan perbandingan performansi dari kedua algoritma Fuzzy tipe
1 - PSO dan Fuzzy tipe 2 - PSO tersebut dalam lingkungan yang lebih kompleks,
dapat dilihat bahwa Fuzzy tipe 2 - PSO untuk robot leader dan follower dalam
menghindari halangan dan mencapai target dan memiliki performansi yang lebih
baik berdasarkan hasil data iterasi, waktu dan resource yang ditunjukkan pada
Tabel 4.31, Tabel 4.32 dan Tabel 4.33.
110

4.4.5 Resume Perbandingan Pengujian antara Fuzzy Tipe 1 – PSO dan


Fuzzy Tipe 2 - PSO

Sehingga untuk lebih jelasnya resume masing-masing perbandingan dapat


ditunjukkan pada tabel 4.34
111

Tabel 4.34 Resume Masing-masing Perbandingan Pengujian


Halangan Fuzzy tipe 1 – PSO Fuzzy tipe 2 – PSO
(Obstacle) Data (Iterasi) Waktu (detik) Resource (kb) Data (Iterasi) Waktu (detik) Resource (kb)
Leader Follower Leader Follower Leader Follower Leader Follower Leader Follower Leader Follower
Tanpa 336 336 14,845 14,855 15,4 15,6 110 110 16,174 16,180 10,6 10,7
Halangan
1 Halangan 279 379 16,970 16,976 12,8 12,5 164 164 14,427 14,435 19,4 20,2

2 Halangan 318 318 14,705 14,711 16,1 18,9 258 258 14,588 14,597 14,5 16,9
3 Halangan 259 259 16,864 16,892 15,1 15,9 222 222 12,691 12,726 15 15,4
4 Halangan 319 319 15,152 15,158 16,3 17,3 270 270 10,831 10,8363 15,8 16

Lingkaran 596 596 39,376 39,389 24,3 27,1 562 562 25,340 25,376 23,5 24
Persegi 1680 1680 213,03 213,05 50,4 46,2 1342 1342 34.427 34.432 49,1 40,3
(Gagal) (Gagal) (Gagal) (Gagal)

Oval 2435 2435 83,526 83,536 49,7 68,1 1108 1108 134,90 134,92 38,7 41,2
(Gagal) (Gagal) (Gagal) (Gagal)
112

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemodelan sistem dan pembahasan dari evaluasi simulasi
robot leader follower dengan metode Logika Fuzzy type 2 dan metode Particle
Swarm Optimization, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemodelan dan simulasi telah berhasil dilakukan pada robot leader
follower menggunakan algoritma logika fuzzy type 2 dan algoritma Particle
Swarm Optimization.
2. Pemodelan leader follower telah dimodelkan dengan menggunakan
persamaan kinematik dan pengendalian pergerakan trajektori robot dalam
bentuk simulasi telah berhasil dilakukan. Robot leader follower dapat
diimplementasikan pada dunia simulasi dengan hasil yang yang lebih
optimal menggunakan algoritma Fuzzy tipe 2 - PSO dan dengan hasil yang
baik dibandingkan dengan menggunakan sistem kendali algoritma Logika
fuzzy type 1 - PSO. Dari beberapa kali pengujian dengan menggunakan
beberapa halangan di setiap metodenya maka didapatkan bahwa algoritma
Fuzzy tipe 2 - PSO berhasil mencapai target dengan 6 (enam) obstacle dengan
stabil tanpa menabrak halangan dibandingkan dengan algoritma logika fuzzy
tipe 1 - PSO.
3. algoritma logika fuzzy type 2 - PSO memiliki waktu yang lebih tinggi,
menandakan hasil kecepatan yang stabil serta dilihat dari trajektori dalam
menghindari halangan, robot leader follower memiliki respon yang lebih
cepat.

Anda mungkin juga menyukai