Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA TUMPUL AKUT ABDOMEN

1. PENGERTIAN
Adalah suatu kondisi dimana terjadi kelainan/penyakit yang mengakibatkan
perlunya tindakan sesegera mungkin untuk dilakukan tindakan pembedahan.
2. ETIOLOGI
penyebab terjadinya acut abdomen antara lain
trauma abdomen : trauma tumpul abdomen, trauma tajam abdomen
penyakit infeksi : peritonitis, pecahnya appendicitis,
akibat lain : obstruksi ilius/kolon

1. TRAUMA ABDOMEN
A. DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
b. Trauma non-penetrasi
1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-
penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang
menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena
trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ


abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner
(2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik
ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
(Sjamsuhidayat, 1998).

B. ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi
pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada
kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol
merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul
setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak,
yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang
akhirnya gambaran klasik syok hemoragik.Bila suatu organ viseral
mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi
peritonium cepat tampak.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila
telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan
mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.
Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang
muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka
operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen:
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat
ditekan dan nyeri lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa.Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah
e. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi
E. KOMPLIKASI
a. Trombosis Vena
b. Emboli Pulmonar
c. Stress Ulserasi dan perdarahan
d. Tekanan ulserasi
e. Sepsis
f. Pankreas:Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-
duodenal, dan perdarahan.
g. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis, dan syok.
h. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
i. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
(Catherino, 2003 : 251-253)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line databila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard)
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis
(sumsum tulang belakang)
f. Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a. Hamil
b. Pernah operasi abdominal
c. Operator tidak berpengalaman
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
b. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.

3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan


rekto-sigmoidoskopi.

F. Penatalaksanaan Medis
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Pemberian antibiotic (Mencegah
infeksi.)
e. Laparotomi

G. PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL


1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi.
Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan
napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penanganan pada Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda
tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim
medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk
memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ
tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh,
kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih
atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil
tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada : fraktur pelvis , trauma non-
penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di
rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium
khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan
gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat
tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola
napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
- Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik
dan vitamin
Rasional : mengidentifikasi keadaan perdarahan
- Kaji tetesan infus
Rasional : awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan
cairan.
- Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional : cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan
nuitrisi tubuh.
- Tranfusi darah
Rasional : menggantikan darah yang keluar.

b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen


atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
Intervensi :
- Kaji karakteristik nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri klien.
- Beri posisi semi fowler.
Rasional : mengurngi kontraksi abdomen
- Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional : membantu mengurangi rasa nyeri dengan
mengalihkan perhatian
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
- Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional : lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa
nyaman klien

c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan,


tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional : mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
- Kaji keadaan luka
Rasional : keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat
mengurangi resiko infeksi.
- Kaji tanda-tanda vital
Rasional : suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses
infeksi.
- Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
Rasional : teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi
nosokomial
- Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan


status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
- Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan
ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional : koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
- Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan
ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
Rasional : mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa
mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan
kepada klien.
- Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan
penjelasan mengenai penyakit
Rasional : apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas
berkurang
- Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
Rasional : lingkungan yang nyaman dapat membuat klien
nyaman dalam menghadapi situasi
- Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional : memotifasi klien

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
- Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional : identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
- Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional : meminimalisir pergerakan kien
- Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional : melatih otot-otot klien
- Bantu kebutuhan pasien
Rasional : membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekansaraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan dan elektrolit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC


2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta :
EGC
3. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI : Jakarta
4. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.
Jakarta : EGC
5. Suddarth & Brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta : EGC
6. http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pd
f/ 10,17,2009,13.10am

Anda mungkin juga menyukai