Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PENAMBAHAN SINTESIS HIDROKSIAPATIT CANGKANG KEPITING BAKAU

(Scylla serrata) TERHADAP KEKUATAN TRANSVERSAL BASIS GIGI TIRUAN RESIN

AKRILIK POLIMERISASI PANAS

A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Kehilangan gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak

muncul di masyarakat karena sering mengaggu fungsi pengunyahan, bicara, estetis,

bahkan hubungan sosial (Siagian, 2016). Kehilangan gigi disebabkan oleh dua

faktor, faktor penyakit seperti karies, penyakit periodontal, dan faktor bukan

penyakit seperti gaya hidup dan sosio-demografi (Mangkat dkk., 2015).

Pengembalian fungsi akibat kehilangan gigi dapat dilakukan dengan membuat gigi

tiruan, untuk memenuhi kesehatan secara umum, maupun kesehatan gigi dan mulut

(Sumarti, 2012). Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu gigi tiruan lepasan dan gigi tiruan cekat (Wahjuni dkk., 2017). Gigi

tiruan lepasan yang dipakai karena harga ekonomis dan proses pembuatannya

mudah (Pantow, 2015). Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang di rekatkan secara

permanen untuk meperbaiki sebagian atau seluruh permukaan gigi yang mengalami

kerusakan atau kelainan (Wahjuni dkk., 2017).

Gigi tiruan dilekatkan pada bagian yang disebut dengan basis gigi tiruan.

Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan yang berhadapan pada jaringan

lunak rongga mulut, dan tempat melekatnya anasir gigi tiruan (...). Basis gigi tiruan

dapat terbuat dari bahan logam atau resin akrilik (Annusavice, 2003; Craig, 2004).

Data tahun 1940 menunjukkan bahwa, penggunaan bahan resin akrilik memiliki

presentase pemakaian yang paling banyak sebagai basis gigi tiruan, yaitu sebesar
90-95% (Koudi dkk.,, 2007). Resin akrilik yang sering digunakan dalam bidang

kedokteran gigi terbagi menjadi tiga jenis yaitu resin akrilik polimerisasi panas

(heat cured), polimerisasi kimia (cold cured) dan polimerisasi cahaya (light cured)

(Pantow, 2015; Larasati, 2012). Jenis polimerisasi yang umum digunakan pada

basis gigi tiruan adalah polimerisasi panas (Hatrick, 2011).

Menurut Schmalz (2009) resin akrilik polimerisasi panas merupakan salah

satu bahan dasar gigi tiruan yang mudah didapat dan proses polimerisasinya dengan

cara pengaplikasian panas. Resin akrilik polimerisasi panas memiliki kelebihan

tidak bersifat toksik, estetik yang baik, tidak mengiritasi, tidak larut dalam cairan

mulut, mudah dimanipulasi, mudah diperbaiki, dan perubahan dimensinya kecil

(Mahalistiyani dan Ratnawita, 2006). Resin akrilik polimerisasi panas juga

memiliki beberapa kelemahan antara lain mudah mengalami abrasi pada saat

pembersihan dan pemakaian, bersifat menyerap cairan mulut yang dapat

menyebabkan perubahan warna, mudah terjadi penempelan kalkulus dan deposit,

serta mempunyai kekurangan dalam siat mekanik. Hal tersebut menyebabkan resin

akrilik mudah mengalami keretakan dan fraktur (Gunadi dkk., 2012; Sitorus dan

Dahar 2012). Fraktur disebabkan karena lemahnya ketahanan bahan terhadap

kekuatan impak dan transversa (Santoso, 2012).

Patahnya basis gigi tiruan resin akrilik dapat di kurangi dengan

meningkatkan kekuatan resin (El Sheikh dan Al Zahrani, 2006). Kekuatan

transversal resin akrilik polimerisasi panas dapat ditingkatkan kekuatannya dengan

cara memodifikasi struktur kimia resin akrilik dan penambahan logam pada resin

akrilik (Ayad dkk., 2008).


Hidroksiapatit merupakan komponen onorganic utama penyusun jaringan

tulang dan gigi. Hidroksiapatit Ca10(Po4)6(OH)2 merupakan kristal stabil yang

digunakan sebagai implant/pengganti tulang atau filler pada gigi (Kartono dkk.,

2014). Hidroksiapatit dapat diperoleh dari sintesis kalsium karbonat yang biasanya

ditemukan pada kulit telur, tulang, dan cangkang pada hewan (Awang dkk, 2007).

Kepiting merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan Indonesia. Kepiting

banyak diekspor tanpa kepala dan cangkang (Apriani dkk., 2012). Cangkang

kepiting merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan untuk sintesis

menjadi hidoksiapatit. Cangkang kepiting bakau mengandung Kalsium kabonat

yang sangat tinggi sebesar 53-78%, protein 25-40% dan khitin 15-20%. Cangkang

kepiting dimasyarakat masih kurang dimanfaatkan. Limbah cangkang kepiting

dapat menimbulkan pencemaran udara dan tanah. Data menunjukkan bahwa limbah

cangkang kepiting bakau (Scylla seratta dihasilkan 1.000 ton pertahun (Trisnawati,

dkk., 2013).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menguji apakah terdapat

pengaruh penambahan sintesis hidroksiapatit cangkang kepiting bakau (Scylla seratta)

terhadap kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas .

2. Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, dapat dirumuskan suatu

masalah apakah terdapat pengaruh penambahan sintesis hidroksiapatit cangkang

kepiting hijau (Scylla Seratta) terhadap kekuatan transversal basis gigi tiruan resin

akrilik polierisasi panas?

3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sintesis

hidroksiapatit cangkang kepiting hijau (Scylla Seratta) terhadap kekuatan

transversal basis gigi tiruan resin akrilik polierisasi panas?

B. KERANGKA TEORITIS

GIGI TIRUAN

Logam

Basis Gigi Tiruan


Non- Logam

Mudah mengalami
keretakan dan
Resin Akrilik
Fraktur

Sintesis
Hidroksapatit

Kekuatan
Transversal

Cangkang
Kepiting Bakau

C. HIPOTESIS

Berdasarkan latang belakang diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah

adanya pengaruh penambahan sintesis hidroksiapatit cangkang kepiting bakau (scylla

seratta) terhadap kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.
Daftar Pustaka

Annusavice, K.J., 2003, Phllip’s Science of Dental Material, 11th ed, Elsevier, St. Louis, h.
197-198.

Awang-Hamzi, A. J., Zuki, A. B. Z., Noordin M. M., Jalila, A., Normah, Y., 2007, Mineral
composition of the cockle (Andara Granosa) shells of west coast of peninsular
Malaysia and its potential as biomaterial for use in bone repair, J. Ani. Vet., 6(5):691-
594

Craig, Robert G., Powers John M., 2002, Restorative Dental Material 11th ed, India:
Mosby, h. 636-640.

El-Sheikh, A. M., Al-Zahrani, S.B., 2006, Cause of Denture Fracture : a Survey, Saudi
Dent. J., 18(3): 149-54.

Gunandi, H.A., Burhan, L. K., Suryatenggara, F., Margo, A., Setiabudi, I., 2012, Ilmu
Geligi Tiruan Sebagian Lepasan 1st ed., EGC, Jakarta, h.30-47.

Hatrick, C. D., Eakle, W. S., Bird, W. F., 2011, Dental Materials: Clinical Aplication for
Dental Assistans and Dental Hygenists 2nd ed., Elseveir, Missouri, h. 304.

Kartono, G. S., Ismail, M., Ibrahim, T. A. T., Zakaria, Z. A. B., 2013, Synthesis and
Characterisation of Calcium Carbonate Aragonite Nanocrystals from Cockle Shell
Powder (Anadara ranosa) terhadap Kultur Sel Fibroblas, Dental Journal Kedokteran
Gigi, 8(1):3-4.

Koudi, M. S., Patil, S. B., 2007, Dental Materials : Prep Manual for Undergraduates,
Elsevier, New Delhi, h. 57.

Mangkat, Yuriansyah., Wowor, S, N, Vonny., Mayulu, Nelly., 2015, Pola Kehilangan Gigi
Pada Masyarakat Desa Roong Kecamatan Tondano Barat Minahasa Induk, Jurnal e-
GiGi (eG), Volume 3, Nomor 2, Manado Indonesia.

Santos, R., Pithon, M., Carvalho, F., 2013, Mechanical and Biological Properties of
Acrylic resins manipulatedang polished by different methods, Braziliam Dent. J.,
24(5): 493.
Schmalz G., Bindslev D.A., 2009, Biocompatibility of Dental Materials, Spinger, Verlag
Berlin Heidelberg. h. 234.

Siagian, V Krista., 2016, Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut, Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 1, Manado Indonesia.

Sitorus, Z., Dahar, E., 2012, Perbaikan Sifat Fisis dan Mekanis Resin Akrilik Polimerisasi
Panas Dengan penambahan Serat Kaca, Dentika Dent. J., 17(1):24-29.

Sumartati, Y., dkk, 2012, Pembuatan Cantilever ridge Anterior Rahang Atas Sebagai
Koreksi Estetik, Maj Ked Gi, 19 (2), h. 167.

Pantow F.P.C.C., dkk, 2015, Perbedaan Kekuatan Transversal Basis Resin Akrilik
Polimerisasi Panas pada Perendaman Minuman Beralkohol dan Aquades, Jurnal e-
Gigi, Vol 3, No, 2, h. 399-401.

Wahjuni , Sri., Mandanie, Ayu Sefi., 2017, Fabrication Of Combined Prosthesis With
Castable Extracoronal Attachments (Laboratory Procedure, Journal of Vocational
Health Studies, Surabaya Indonesia.
-

diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai angka 50%

dari jumlah populasi orang dewasa. Prevalensi dan intensitas penyakitperiodontal di

Asia dan Afrika lebih tinggi dibandingkan di Eropa, Amerika, dan Australia

(Wahyukundari,2009). Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua

yaitu mencapai 96,58% (Lumentut, 2013).

Penyakit periodontal adalah lesi rongga mulut yang menyebabkan daerah

penyangga gigi kehilangan struktur kolagennya, penyakit tersebut merupakan

respon terhadap akumulasi bakteri pada jaringan periodontal (Lumentut, 2013).

Penyakit yang menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan

penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat

dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis

yang bila tidak terawat dapat berkembang menjadi periodontitis (Wahyukundari,

2009). Periodontitis merupakan penyakit inflamasi jaringan pendukung gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan progresif dari

ligamen periodontal dan tulang alveolar (Rajendran dan Sivhpathasundaram, 2012).

Proses penyembuhan tulang terdiri atas tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi, dan fase remodelling atau osteogenesis (Buckwalter dkk., 2000). Pada

stadium awal pembentukan tulang terjadi sintesis kolagen dari osteoblas (Janqueira
dan Carneiro, 2004). Kolagen merupakan komponen utama struktur jaringan ikat

yang banyak ditemukan dalam matriks organik dan jaringan termineralisasi

(Paschalis dkk, 2011). Kolagen diproduksi oleh fibroblas, osteoblas, osteosit,

kondroblas, dan kondrosit (Whiting dan Zernicke, 2008). Menurut Fawcett (2002),

terdapat dua belas jenis kolagen. Kolagen tipe I sejumlah 70% dan merupakan

protein utama dalam matriks tulang (Katili, 2009). Kolagen tipe I memiliki serat

yang fleksibel namun tahan terhadap regangan. Menurut Janquiera dan Cameiro

(2004), terbentuknya kolagen merupakan salah satu perimeter penyembuhan defek

tulang.

Penyakit periodontal perlu dilakukan terapi untuk mempertahankan keadaan

alami gigi dalam rongga mulut (Plessas, 2014). Terapi utama untuk penyakit

periodontal adalah scalling dan root planing yang dikombinasikan dengan kontrol

plak untuk menghilangkan bakteri penyebab dan kalkulus serta menjaga kebersihan

rongga mulut (Rosen dkk., 2004). Terapi farmakologis penyakit periodontal

dilakukan untuk meningkatkan hasil terapi mekanis. Pemberian antibiotik atau

antimikroba baik secara sistemik maupun lokal mampu mempercepat

penyembuhan periodontitis (Ahmed dkk., 2009). Pemberian antimikroba topikal

pada poket periodontal secara klinis menunjukkan berkurangnya kedalaman poket

saat dilakukan probing serta melekatnya perlekatan epitelium secara klinis (Rosen

dkk., 2004).

Penggunaan lendir bekicot (Achantina fulica) sebagai obat tradisional sudah

lama digunakan oleh masyarakat pedesaan terutama untuk menangani infeksi gigi

(Berniyati dkk., 2007). Lendir bekicot mengadung glikosaminoglikan sebagai

kompnen utama, karbohidrat, protein, dan antibakteri achasin. Glikosaminoglikan

merupakan komponen penyusun matriks ekstraseluler yang berperan dalam proses


inflamasi, termasuk proliferasi, diferensiasi, migrasim dan adhesi sel-sel serta

memodulasi molekul sinyal pada proses penyembuhan jaringan (Taylor dan Gallo,

2006). Pada fase proliferasi pembentukan kolagen merupakan hal yang sangat

penting (Sabiston, 1995). Glikosaminoglikan berperan dalam pembentukan kolagen

pada proses penyembuhan luka (Kim, 1996; Santana dkk., 2012). Heparin, heparan

sulfst, dermatan sulfat, konfroitin sulfat, dan acharan sulfat merupakan

gikosaminoglikan yang terdapat dalam lendir bekicot (Kim dkk., 2006). Heparin,

heparan sulfat, dan acharan sulfate dapat merangsang aktivitas dan proliferasi

fibroblas yang berperan pada pembentukan serabut kolagen (Robbins, 2007;

Olczyck dkk., 2015).

Obat penyembuh luka dalam bentuk sediaan gek topikal dipiih karena

memiliki beberapa keuntungan yaitu nyaman saat dipakai dan mudah meresap pada

kulit, memberi rasa dingin, tidak lengket, dan mudah dicuci dengan air (Risman

dkk., 2013). Model hewan uji pada penyakit periodontal merupakan hal penting

dalam perkembangan dasar untuk memahami proses patologs penyakit (Ionel, dkk.,

2015). Tikus Sprague Dawley menjadi hewan uji pilihan dalam penelitian ini

karena memiliki struktur anatomi gigi, rongga mulut, dan jaringan periodontal yang

hampir sama dengan manusia (Miles dan Grigson, 2003).

4. Masalah :

 Apakah lendir bekicot (Achantina fulica) berpengaruh terhadap matriks kolagen

tulang alveolar pada proses penyembuhan periodontitis Sprague dawley?

5. Tujuan :

 Mengetahui lendir bekicot (Achantina fulica) terhadap matriks kolagen tulang

alveolar pada proses penyembuhan periodontitis Sprague dawley.


D. KERANGKA TEORITIS

Penyakit periodontal Aplikasi ge lendir


bekicot (Achantina
fulica)

Gigi Tiruan

Glikosaminoglikan

Heparin

Heparan sulfat

Acharan sulfate
Fase proliferasi Terjadi proliferasi
sel fibroblas
menjadi kolagen

Fase remodeling
atau
osteogenesis Fase inflamasi
Peningkatan
kolagen tipe I

Fase pembentukan
pembuluh darah
(aniogenesis)
E. HIPOTESIS

 Ada pengaruh lendir bekicot (Achantina fulica) terhadap matriks kolagen tulang

alveolar pada penyembuhan periodontitis Sprague dawley.

F. PILIHAN

1. Pertama : Bagian IPM, IBM, KONSER, BIOMUL, ORTHO, PROSTHO,

PERIO, IKGA, Biomedika, IBKG, IKGM, Radiologi

2. Kedua : Bagian IPM, IBM, KONSER, BIOMUL, ORTHO, PROSTHO,

PERIO, IKGA, Biomedika, IBKG, IKGM, Radiologi

Daftar Pustaka

Ahmed, M.G.,Harish, N.M., Charuyulu, R. N., Prabhu, P., 2009, Formulation of Chitosan-

based Ciprofloxaxin adn Diclofenac Film for Periodontitis Therapy, Tropical

Journal of Pharmaceutical Research, 8(1): 33-41.

Berniyati, T., Waskito, E. B., dan Suwarno, 2007, Biochemical Characterization of an

Antibacterial Glycoprotein from Achatina fulica ferrusac Snail Mucus Local Isolate

and Their Implication on Bacterial Dental Infection, I.J. Biotech., 12(1): 943-951.

Buckwalter, J.A., Martin, J.A., Mankin H.J., 2000, Synovial Joint Degeneration and the

Syndrome of Osteoarthritis, Department of Orthopedic, University of Lowa, USA.

49: 481-489.

Fawcett, D. W., 2002, A Text Book of Histology, Edisi 12, EGC, Jakarta, 180-190
Ionel, A., Lucaciu, O., Moga, M., Buhatel, D., Ilea, A., Tabaran, F., Catoi, C., Berce, C.,

Toader, S., and Campian, R.S., 2015, Periodontal Disease Induced in Wistar Rats-

Experimental Study, International Journal of the Bioflux Society, 7(2): 90-95.

Janqueira, L. C., Carneiro, J., 2004, Teks dan Atlas Histologi Dasar, 10th ed., EGC, Jakarta,

60-67.

Katili, S., 2009, Struktur dan Fungsi kolagen, Jurnal Pelangi Ilmu, Vol 2(5): 19-29.

Kim, S.Y., Jo, Y.Y., Chang, I.M., Toida, T., Parks, Y., dan Linhardt, R.J., 1996, A New

Glycosaminoglycan from the Giant African snail Achatina fulica, J. Biol. Chem.,

271:11750–11755.

Lumentut, Reyna A.N., Gunawan,P.N., Mintjelungan,C.N., 2013, Status Periodontal dan

Kebutuhan Perawatan Pada Usia Lanjut, Jurnal eGiGi (eG), Vol 1(2): 79-83.

Miles, A.C.W., Grigson, C., 2003, Colyer’s Variations and Disease of The Teeth of The

Animals, Cambridge University Press, New York.

Olczyk, P., Mencner, A. danVassev, K. K., 2015, Review Article Diverse Roles of Heparan

Sulfate and Heparin in Wound Repair, BioMed Research International, Hindawi

Publishing Corporations, New York, h. 1-7.

Paschalis, E. P., Verdelis, K., Doty, S. B., Boskey, A.L., Mendelsohn, R., Yamauchi, M.,

2001, Spectroscopic Characterization of Collage Cross-Links in Bone, J. of Bone

and Mater. Res., 16(10).

Plessas, A., 2014, Non Surgical Periodontal Treatment, Oral Health Dent Manag, 13(1): 71-

80.
Rajendran A., Sivapathasundaram, 2012, Shafer’s Textbook Oral Pathology, Elsevier, New

Delhi.

Robbins, 2007, Buku Ajar Patologi, 7 th ed., vol. 1, EGC, Jakarta

Rossen, P.S., Ammons, W.F., Kalwarf, K.L., and Sonis, S.T., 2004, Treatment of Plaque-

Induced Gingivitis,Chronic Periodontitis, and Other Clinical Conditions, American

Academy of Periodontology, 37(6): 366-375.

Sabiston, D C., 1995, Buku Ajar Bedah (terj.), EGC, Jakarta, h. 145-148.

Santana, W. A., Melo, C. M., Cardoso, J. C., Filho, R. N. P., Rabelo, A. S., Reis, F. P. dan R.

L. C. A., 2012, Assessment of Antimicrobial Activity and Healing Potential of

Mucous Secretion of Achatina fulica, Int. J. Morphol., 30(2):365-373. Santoso, H.B.,

1989, Budid

Taylor, K.R., and Gallo, R.L., 2006, Glycosaminoglycans and Their Proteoglycans: Host-
Associated Molecular Patterns for Initiation and Modulation of Inflammation, FASEB
J, 20(1): 9-22.
Wahyukundari, M. A., 2009, Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8 Setelah Scaling

Pemberian Tetrasiklin Pada Penderita Periodontitis Kronis, J PDGI, 58(1):1-6.

Whiting, W.C., dan Zenircke, R.F., 2008, Biomechanics of Musculosceletal Injury, Human

Kinetics Press, USA, 142-147.

Anda mungkin juga menyukai