Anda di halaman 1dari 13

28

KARYA TULIS ILMIAH

PROSEDUR PEMBUATAN BRIDGE PADA GIGI TIRUAN CEKAT DENGAN

MENGGUNAKAN BAHAN DASAR LOGAM NiCR

Oleh:

YUDHA PUTRA PRATAMA

NIM. 30418013

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2020
29

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kasus kehilangan gigi menurut data dari Riskesdas tahun 2018 sebanyak
57,6% penduduk indonesia bermasalah pada gigi dan mulut selama 12 bulan
terakhir.Tetapi hanya 10,2% yang mendapat perawatan oleh tenaga medis
gigi.Berdasarkan kelompok umur ,proporsi terbesar dengan masalah gigi dan
mulut adalah kelompok 5-9 tahun ( 67,3%) dengan 14,6% telah mendapatkan
perawatan oleh tenaga medis gigi, sedangkan proporsi terendah dengan
masalah gigi dan mulut adalah usia 3-4 tahun (41,1%) dengan 4,3% telah
mendapatkan perawatan oleh tenaga medis gigi, Sedangkan kasus proporsi
kelompok umur 45-54 (62,1%), untuk kelompok umur 55-64 sebesar ( 61,9%),
sedangkan pada kelompok umur 65 keatas yaitu sebesar (54,2%).
Kehilangan gigi merupakan suatu keadaan gigi tidak ada atau lepas dari
soket atau tempatnya atau keadaan gigi yang mengakibatkan gigi antagonisnya
kehilangan kontak. Kejadian hilangnya gigi mulai terjadi pada anak-anak dari
usia 6 tahun yang mengalami hilangnya gigi sulung yang kemudian digantikan
oleh gigi permanen (Anshary dkk, 2014).
Kehilangan gigi yang dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan migrasi
patologis gigi geligi yang tersisa, penurunan tulang alveolar pada daerah
edentulous, penurunan fungsi pengunyahan hingga gangguan berbicara dan
juga dapat berpengaruh terhadap sendi temporo mandibular. Karena idealnya
oklusi yang baik harus memungkinkan manibula bertranslasi tanpa hambatan
oklusal saat terjadi gerakan fungsional terutama pada segmen posterior
sehingga distribusi beban lebih merata (Wardhana dkk, 2015).
Kehilangan gigi dapat menimbulkan berkurangnya fungsional gigi,
menyebabkan penyakit sistemik dan berdampak terhadap emosional individu.
Berkurangnya fungsional gigi dapat menyebabkan masalah pada pengunyahan
dan pola makan. Kehilangan gigi yang berdampak secara fungsional lain dapat
berupa gangguan berbicara. Fungsi bicara akan mengalami penurunan karena
gigi memiliki peranan yang penting dalam proses berbicara. Individu yang
mengalami kehilangan gigi terutama pada gigi di bagian anterior akan sulit
30

mengucapkan beberapa huruf, sehingga akan mengganggu proses bicara dan


berkomunikasi (Sihombing, 2015).
Kehilangan gigi yang dibiarkan terlalu lama dan di biarkan tanpa
penggantian akan menyebabkan migrasi dan rotasi gigi, erupsi berlebih,
penurunan efisiensi pengunyahan, gangguan pada sendi temporomandibula,
beban berlebih pada jaringan pendukung, kelainan bicara, memburuknya
penampilan, terganggunya kebersihan mulut, atrisi, dan efek terhadap jaringan
lunak mulut.Hilangnya keseimbangan pada lengkung rahang gigi dapat
menyebabkan pergeseran, miring atau berputarnya gigi, kerusakan struktur
periodontal. Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak
dengan tetangganya dan lawan gigitnya. Gigi yang miring dan adanya ruang
akan mudah disisipi oleh makanan, sehingga kebersihan mulut terganggu dan
aktivitas karies dapat meningkat Kehilangan cukup banyak gigi pada bagian
belakang menyebabkan efisiensi kunyah menurun.(Siagian, 2016).
Pemeliharaan gigi tiruan cekat setelah pemasangan tetap. Pertama yang
harus dokter gigi lakukan yaitu memberi penerangan (Dental Health
Education) kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan mulut pada
umumnya dan gigi tiruan cekat pada khususnya dengan cara menggosok gigi
yang benar dan melakukan kontrol plak secara teratur. Pemanggilan ulang 1
minggu, 2 minggu, 4 minggu setelah pemasangan, lalu setiap 6 bulan secara
terus menerus. Selain kebersihan mulut dan kesehatan seluruh jaringan
penyangga gigi, perlu juga diperiksa ulang oldusi dan artikulasi. Oklusi harus
diperiksa secara teratur setelah pemasangan karena hubungan oklusal akan
berubah setiap waktu sebagai akibat pergerakan gigi-gigi asli, pemakaian
bahan restorasi.(R.A. Lesmana,1999).
Pertimbangan pemakaian alloy NiCr terutama karena harganya relatif murah
dibanding precious alloy, mempunyai kekerasan yang cukup, serta sifat fisik
dan mekanik yang baik.3Komposisi alloy NiCr terdiri dari komponen utama Ni
68 –80 % dan Cr 11,9 –26,3 %, serta komponen tambahan seperti molibdenum
(Mo), niobium (Nb), berilium (Be), silikon (Si), alumunium (Al) dan titanium
(Ti). NiCr banyak digunakan untuk konstruksi metal frame denture(rangka
logam gigi tiruan), fixed prosthodontics(mahkota dan jembatan), serta dapat
juga dikombinasikan dengan porselen (FX Ady Soesetijo,2012).
Menurut Craig dan Powers menguraikan bahwa aloi pengganti logam mulia
harus memenuhi atau mendekati persyaratan American Dental Assosiation
Spesification(ADAS) nomor 5 yaitu merupakan aloi sederhana, terdiri dari
31

campuran tiga macam logamutama(ternary alloy),suhu pengecoran relatif


rendah dan kemampuan cor yang baik, serta harganya relatif murah (FX Ady
Soesetijo,2012).

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah prosedur pembuatan GTC Bridge berbahan dasar NiCr
dengan benar ?

I.3 Tujuan
i. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembuatan bridge pada gigi tiruan
cekat pada bahan dasar Logam Nicr yang benar

ii. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembuatan bridge pada gigi tiruan
cekat pada bahan dasar Logam Nicr,yang baik serta benar.
2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang terjadi pada saat proses
pembuatan bridge pada gigi tiruan cekat.

I.4 Manfaat Penulisan


iii. Manfaat Teoritis
Memberi informasi mengenai prosedur pembuatan Gigi tiruan cekat dengan
menggunakan bahan dasar Nicr dengan baik dan benar.
iv. Manfaat Aplikatif
Dapat memberikan informasi kepada pembaca serta dapat menjadikan
rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
32

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
-

II.1.1 Pengertian Gigi Tiruan Cekat ( Bridge )

Gigi tiruan jembatan disebut juga Fixed Partial Denture adalah


suatu protesa sebagian yang dilekatkan secara tepat pada satu atau lebih
gigi penyangga dan menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang
(Martanto, 1981 : 4).

II.1.2 Tujuan pembuatan gigi tiruan jembatan


Untuk memulihkan daya kunyah (masticating efficiency) yang menjadi
kurang karena hilangnya satu atau lebih gigi asli. Selain itu juga untuk
memperbaiki estetika, memelihara/mempertahankan kesehatan
gusi,memulihkan fungsi fonetik (pengucapan), serta mencegah terjadinya
pergeseran gigi keruangan yang kosong akibat kehilangan gigi berupa migrasi,
rotasi, miring, atau ekstrusi (Martanto, 1981 : 4).

II.1.3 Indikasi Dan Kontra Indikasi Gigi Tiruan Jembatan

A. Indikasi Gigi Tiruan Jembatan

a. Gigi Penyangga
Kondisi dan posisi dari gigi asli yang masih ada dijadikan pertimbangan untuk
dijadikan gigi penyangga. Gigi penyangga tidak boleh goyang dan mempunyai
kedudukan sejajar dengan gigi lainnya.
b. Jumlah Gigi Yang Diganti
Luas permukaan selaput periodontal dari gigi-gigi penyangga hendaknya sama
atau lebih besar dari luas permukaan selaput periodontal dari gigi-gigi yang
akan diganti. Jika gigi yang diganti lebih banyak dari gigi penyangga, maka
akan merusak gigi penyangga itu sendiri dan jaringan-jaringan disekitarnya.
Keadaan yang baik adalah jika ada dua gigi penyangga ditiap ujung yang
memenuhi syarat untuk menggantikan satu gigi.
c. Umur Penderita
Gigi tiruan jembatan sebaiknya tidak dibuat pada usia dibawah 17 tahun karena
33

ruang pulpa masih besar, gigi belum tumbuh sempurna, dan tulang rahang
belum cukup padat atau keras.
d. Kesehatan gusi, selaput akar dan tulang
Pada sekitar gigi penyangga keadaan gusi harus sehat, warna dan konsistensi
gusi dapat dijadikan pedoman untuk gusi yang normal. Oklusi traumatis dapat
menyebabkan selaput periodontal meradang dan tulang alveolar mengalami
resorbsi, sehingga dapat menjadikan gigi goyang dan tidak mampu untuk
dijadikan penyangga yang kuat.

B. Kontra Indikasi dalam pembuatan gigi tiruan jembatan adalah sebagai


berikut:

a. Kebersihan mulut
Pada penderita yang kebersihan mulutnya (oral hygiene) tidak terpelihara atau
tidak dapat memeliharanya karena cacat, pemakaian gigi tiruan jembatan tidak
disarankan dan sebaiknya dibuatkan protesa lepasan.
b. Indeks karies
Indeks karies yang tinggi tidak disarankan untuk memakai retainer yang tidak
menutupi seluruh permukaan mahkota gigi karena mudah terserang karies.
c. Oklusi
Tekanan kunyah pada oklusi yang abnormal seperti gigitan silang dapat
menekan retainer pada gigi penyangga.
d. Keadaan atau posisi gigi antagonis
Gigi hilang yang tidak segera diganti akan mengakibatkan migrasi dan ekstrusi.
Migrasi dan ekstrusi yang parah merupakan kontra indikasi untuk dibuatkan
gigi tiruan jembatan

II.1.7 Komponen Gigi Tiruan Cekat Bridge


yaitu pontik, retainer, konektor, dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1) Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi
asli yang hilang.
A.   Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:
34

a.  Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri
dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan
dan kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah
bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat
untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih
mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.
b.  Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan
seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang
utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan
nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
c. Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik.
Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku
sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan
daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior
dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.

d. Kombinasi Logam dan Porselen


Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan
memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan
estetis. Porselen pada bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam
yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak
berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku
dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan
pada bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam
ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada
jembatan anterior maupun posterior.
e. Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan
estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat
diterima oleh gingival sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang
menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah labial/bukal dilapisi
dengan akrilik.
35

II.1.8 Bahan Logam Nicr


Untuk Logam tuang menggunakan Nickel Chromium ,bahan tersebut
memiliki komposisi 85% berat total logam , serta memiliki efek terhadap sifat
fisiknya masih terbatas. Bahan tersebut berfungsi untuk ketahanan terhadap
korosi dan Tarnish. Untuk komposisi > 30% →sulit untuk dilakukan tahapan
casting logam ,Jika dilakukan akan menyebabkan logam sangat Brittle ,
Komposisi Khromium tidak boleh > 28% .
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa Nickel Chromium ( Nicr)
dapat menjadikan sebuah referensi pemilihan bahan dasar Logam yang cocok
untuk melakukan prosedur pembuatan gigi tiruan cekat Jembatan ( Bridge ) .
36

BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Data Pasien
Nama : Sdri. x
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Alamat : xxx
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. Cara Kerja

Melakukan prosedur pembuatan restorasi gigi tiruan jembatan pada gigi 45,46,47.

C. Persiapan Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan gigi tiruan jembatan dengan
bahan dasar Logam Nicr,sebagai berikut :

1.Persiapan Alat
a. Jas lab, masker, lap putih
b. Bowl, spatula, lecron, pisau malam, scapel, bunsen, okludator
c. Pensil, caliver, kaca, arteri clamp, tisue, kuas (nomer 1-6), pisau ukir
d. Mesin trimer, vibrator, base former, casting ring, tang gips
e. Sentri fugal (bloutorch, clay, tang penjepit, kaca mata hitam)
f. Sadblaster, porcelain furnice, micromotor
g. Macam-macam bur, disc, stone, diamound, rubber, fissure, white bruse)
2. Persiapan Bahan
a. Macam-macam wax (base plate wax, blue inlay wax,wax sprue)
b. Spiritus brander
c. Die spacer
d. Die hardener
e. Plaster of paris/Gips putih
f. Dental stone
g. Phosphate bonded investment
h. Logam Nickel chromium (Nicr)
i. Air (aquades)

D. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan

1. Persiapan Model Kerja


Model kerja dibersihkan dari nodul-nodul menggunakan lecron dan bagian
pinggir model dirapikan dengan mesin trimer.

2. Radir Cervikal
Peradiran cervikal dilakukan pada bagian bawah cervikal gigi premolar satu
kanan bawah dan sedikit dibagian edontuluos dengan scapel. Bagian 1/3 servikal
diberi hardener agar tidak mudah rapuh dan pada bagian gigi yang dipreparasi
diberi die spacer secara merata dengan jarak 2 mm dari batas servikal. Die spacer
bertujuan untuk memberi ruangan untuk penyemenan pada saat insersi.

3. Pemasangan Model pada Artikulator


Oklusikan kedua rahang kemudian teteskan wax panas (fixsasi) pada gigi
caninus, molar dan incisive. Bagian basis model diberi vaselin untuk
memudahkan melepas model dari Artikulator dan cor model rahang atas terlebih
dahulu baru kemudian model rahang bawah.

4. Pembuatan Pola Malam (Wax Up/Waxing)


Tahapan melakukan pengolesan dengan Die spacer rata pada seluruh
permukaan gigi yang akan dibuatkan pola malam dan wax yang digunakan
adalah inlay wax. Wax diteteskan sedikit demi sedikit menggunakan lecron yang
dipanaskan ke lampu spritus untuk membentuk pola malam.

5. Pemasangan Sprue
Sprue yang digunakan adalah wax sprue dengan diameter ± 3 mm dipotong
dengan panjang ± 1,5 cm. Sprue dipasang pada kontur tertebal dari pola malam
pada bagian tepi bukal P1 dan P2 kiri bawah.

6. Pemasangan pada Crucsible


Crusible dibuat dengan wax merah yang dibentuk kerucut kemudian dipasang
sprue dengan cara meneteskan inlay wax dan wax merah agar kedudukannya
stabil dan tidak bergerak.

7. Investing
Bumbung Tuang yang terbuat dari Besi diletakkan pada crusible former. Bahan
tanam yang digunakan adalah phosphate bounded dengan perbandingan polimer
dan monomer sesuai dengan ketentuan pabrik yaitu 28 ml liquid dan 100 gr
powder. Bahan diaduk dengan bowl dan spatula sampai homogen, kemudian
dimasukkan ke dalam Bumbung Tuang secara perlahan di atas vibrator untuk
mencegah terjebaknya gelembung udara.

8. Pembuangan Pola Malam (Burn Out)


Setelah bahan tanam mengeras, selanjutnya dilakukan proses burn out dengan
alat burn out furnace yang dinyalakan dengan suhu awal 200ºC. Kemudian
Bumbung Tuang dimasukkan ke dalam burn out furnace hingga mencapai suhu
900ºC.

9. Pengecoran Logam (Casting)


Pengecoran logam dilakukan menggunakan alat sentrifugal yang diputar
sebanyak 3 kali. Setelah itu ring dikeluarkan dari burn out furnace dan diletakkan
pada sentrifugal, sedangkan logam yang akan dicairkan diletakkan pada clay
(tempat untuk menembakkan logam cair).

Blowtorch dihidupkan dengan oxygen dan acytilen, atur hingga zona reduksi
dimana api berwarna kebiru- biruan. Kemudian logam dicairkan sampai terlihat
menyatu dan membentuk seperti air di daun talas. Pin pengunci sentrifugal
dilepas agar berputar dan logam masuk kedalam mould space.

10. Divesting
Setelah dingin keluarkan coping metal dari bahan tanam dengan menggunakan
alat Tang Penjepit Besi.

11.Membersihkan sisa dari hasil casting setelah tahapan Divesting


Sisa-sisa investment dan karbon yang masih menempel pada hasil casting
dibersihkan dengan mesin sandblast / menggunakan mata bur dengan bantuan
straight handpiece low speed.

12.Cutting Sprue dan Grinding


Sprue dipotong dengan micromotor menggunakan bur disc. Coping metal
dirapikan dan dibersihkan dari nodul-nodul dengan stone hijau dan diamond bur
hingga mencapai ketebalan 0,3mm pada bagian abutment.

13.Fiting

Tahapan dimana hasil dari casting tersebut di aplikasikan kedalam model kasus
apakah sudah sesuai dengan model kasus ,serta oklusikan dengan gigi kontak
apakah titik kontak sudah sesuai dengan gigi antagonisnya.

14.Finishing

Setelah sesuai dengan yang di inginkan ,tahapan selanjutnya melakukan


finishing yaitu untung membersihkan sisa dari kelebihan logam hasil dari proses
casting .

15.Polishing
Tahapan setelah Finishing ,yaitu untuk menghaluskan serta membuat hasil
coping menjadi mengkilap serta memiliki estetik yang bagus ketika di pasangkan
ke pasien .

Anda mungkin juga menyukai